bab i pendahuluan - pelayanan prima, unggul dalam mutu

192
1 BAB I PENDAHULUAN Sebelum diuraikan tentang Akuntansi Pajak, di bawah ini dikemukakan tentang beberapa definisi atau pengertian pajak sebagai berikut : 1. P.J.A Adriani : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” 2. Rochmat Soemitro (Pengantar Singkat Hukum Pajak) “Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie ) yang langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara”. 3. Ray M Sommerfeld, Herschel M Anderson, Horace R Brock (Introduction to Taxation) Tax can be defined meaningfully as any nonpenal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value , in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives“. (Pajak didefinisikan sebagai suatu pemindahan sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik, bukan akibat pelanggaran hukum tetapi dapat dipaksakan, berdasarkan kriteria atau ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan ekonomi negara). 4. S.I. Djajadiningrat: Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

1

BAB I PENDAHULUAN

Sebelum diuraikan tentang Akuntansi Pajak, di bawah ini dikemukakan

tentang beberapa definisi atau pengertian pajak sebagai berikut :

1. P.J.A Adriani : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

2. Rochmat Soemitro (Pengantar Singkat Hukum Pajak) “Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik

berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie ) yang langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara”.

3. Ray M Sommerfeld, Herschel M Anderson, Horace R Brock (Introduction to

Taxation) “ Tax can be defined meaningfully as any nonpenal yet compulsory transfer

of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value , in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives“.

(Pajak didefinisikan sebagai suatu pemindahan sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik, bukan akibat pelanggaran hukum tetapi dapat dipaksakan, berdasarkan kriteria atau ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan ekonomi negara).

4. S.I. Djajadiningrat: Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas negara yang

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

2

timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

5. UU KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakayat.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, baik pengertian secara ekonomis

(pajak sebagai pengalihan sumber daya dari sektor swasta ke sektor pemerintah ) maupun pengertian secara juridis ( pajak adalah iuran/kontribusi yang dapat dipaksakan ) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut :

a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya pengalihan dana ( sumber daya ) dari sektor swasta ( wajib pajak membayar pajak ) ke sektor negara ( administrator pajak ).

c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan.

d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan ( kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.

e. Selain fungsi anggaran ( budgetary ) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaran pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial ( fungsi mengatur/ regulatory )

Sejak awal tahun 1984 telah dilakukan perubahan mendasar dalam

sistem penetapan pajak ( assessment system ) yaitu dari yang semula menganut sistem penetapan pajak secara ofisial ( official assessment system ) diubah menjadi sistem penetapan pajak oleh wajib pajak sendiri ( self assessment system)

Dalam sistem penetapan Pajak Penghasilan berdasarkan self

assessment, tanggungjawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

3

sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat itu sendiri. Masyarakat wajib pajak diberikan kepercayaan untuk: (1) menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang, (2) memperhitungkan pajak yang telah dibayar sendiri dan dipotong/dipungut oleh pihak lain, (3) membayar kekurangan pajaknya, (4) dan melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak. Dalam sistem ini administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan.

Pada hakikatnya kewajiban perpajakan dapat dibagi dua, yaitu kewajiban administratif dan kewajiban substantif. Kewajiban administratif berkaitan dengan prosedur-prosedur perpajakan yang harus dilakukan seperti saat pelunasan/penyetoran dan pelaporan, sedangkan kewajiban substantif berkaitan dengan jumlah pajak yang seharusnya dibayar atau disetor. Jumlah ini harus tepat, tidak kurang dan tidak perlu lebih

Perpajakan sangat erat kaitannya dengan akuntansi. Pada dasarnya pajak dikenakan atas kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara itu akuntansi bertugas mencatat dan melaporkan kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka pertanggung jawaban kepada para pemangku kepentingan ( stakeholders ). Dalam sistem penetapan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang (sistem self assessment ), akuntansi mempunyai peranan yang sangat strategis. Untuk dapat mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mutlak diperlukan sarana pembukuan yang diselenggarakan dengan tertib dan benar. Pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan dengan teratur dari waktu ke waktu dan pengolahan dari kejadian-kejadian dalam perusahaan selama hal itu dianggap perlu untuk pelaksanaan dan penilaian yang tepat bagi pimpinan perusahaan dan pihak lain yang berkepentingan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akuntansi merupakan sarana informasi bagi Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan benar, lengkap, dan jelas. Selain itu akuntansi juga merupakan alat pembuktian apabila administrasi perpajakan melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak. Jika wajib pajak gagal membuktikannya dapat mengakibatkan dikenakannya sanksi administrasi dan bahkan sanksi pidana.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

4

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-50/PJ.71/1989 disebutkan arti pentingnya pembukuan untuk perpajakan sebagai berikut. (1) mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan; (2) mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak atau dasar

pengenaan pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai.; (3) penyajian informasi tentang posisi finansial dan hasil usaha untuk analisis

maupun pengambilan keputusan ekonomi perusahaan. Mengingat peranan sentral pembukuan dalam sistem perpajakan yang menganut sistem self assessment, tidak berkelebihan kiranya jika Sijbren Cnossen dari Erasmus Universitet Amsterdam menyatakan bahwa masalah perpajakan adalah masalah “bookkeeping” . Negara yang “bookkeeping”-nya secara nasional kurang baik seperti Eropa Timur akan mengalami kesulitan dalam penyusunan sistem pajak yang baik.

Dalam tahun 1952, pakar pajak Richard Goode’s menyatakan bahwa pemungutan pajak penghasilan di negara berkembang akan berhasil jika dipenuhi 6 ( enam) kondisi pendukung sebagai berikut : a. sebagian besar aktivitas ekonomi dilaksanakan dalam transaksi uang; b. tingkat melek huruf cukup tinggi ( tidak keharusan tetapi sangat

membantu ); c. adanya praktik akuntansi yang sehat dan dapat dipercaya; d. tingkat kepatuhan sukarela ( voluntary compliance ) wajib pajak cukup

tinggi. e. tidak adanya kelompok orang-orang kaya yang memiliki kekuatan politik (

dan keinginan ) untuk menghalang-halangi tindakan perpajakan; f. administrasi yang efisien dan dapat dipercaya.

Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya “Teori Akuntansi” dengan mengutip artikel dari Leo Herbert di “ the GAO Review ( Fall 1972, p 31 ) dengan judul Growth of Accountability Knowledge 1775-1975 menjelaskan bahwa di Amerika Serikat dalam tahun 1900 akuntansi sudah dianggap dapat memberikan laporan tentang pajak, dan pada tahun 1925 mulai diperkenalkan akuntansi untuk perpajakan.

Undang–Undang Pajak Penghasilan (UU.PPh ) sebagai produk hukum mengatur ketentuan materiil tentang perhitungan penghasilan kena pajak ( taxable income ) dan pajak penghasilan terutang (income tax liability ) , sedangkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU.KUP) adalah ketentuan formal yang mengatur antara lain tentang penyelenggaraan pembukuan oleh Wajib Pajak.

Menghitung penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan terutang serta penyusunan surat pemberitahuan pajak termasuk bidang akuntansi yang lazim disebut Akuntansi Pajak (Tax Accounting).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

5

Akuntansi Pajak adalah bidang akuntansi yang menekankan pada perhitungan pajak terutang dan penyusunan surat pemberitahuan serta pertimbangan konsekuensi perpajakan atas transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi Pajak mengacu kepada metodologi dan praktik akuntansi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan akuntansi pajak. Fungsi utama akuntansi pajak adalah menentukan waktu yang tepat untuk pelaporan penghasilan dan pengurangan-pengurangan (deductions) Pendapat lain menyatakan bahwa “ akuntansi pajak merupakan suatu seni dalam mencatat, menggolongkan, mengikhtisarkan, serta menafsirkan transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan dan bertujuan untuk menentukan penghasilan kena pajak yaitu penghasilan yang digunakan sebagai dasar penetapan beban pajak dan pajak penghasilan terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak. Peranan atau fungsi akuntansi pajak dalam perusahaan : 1. Membuat perencanaan dan strategi:

2. Memberikan analisis dan prediksi tentang potensi pajak di masa yang akan datang.

3. Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan mulai dari penilaian/penghitungan, pencatatan ( pengakuan ) atas pajak dan dapat menyajikannya baik dalam laporan keuangan komersial maupun dalam laporan keuangan fiskal.

4.Dapat melakukan pengarsipan dan pendokumentasian perpajakan dengan lebih baik sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.

Penghasilan akuntansi (accounting income) atau penghasilan komersial (commercial income) dihitung sesuai dengan akuntansi perusahaan yang didasarkan pada standar akuntansi keuangan sebagai penjabaran dari prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted accounting principles). Bidang akuntansi yang menghitung penghasilan akuntansi pada umumnya dikenal sebagai Akuntansi Keuangan (Financial Accounting) atau juga disebut Akuntansi Umum (General Accounting). Akuntansi Keuangan adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan pencatatan transaksi dari suatu perusahaan atau unit ekonomi dan penyusunan berbagai laporan secara berkala atas transaksi yang dicatat tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jumlah penghasilan kena pajak tidak selalu sama dengan jumlah penghasilan akuntansi karena walaupun ketentuan akuntansi dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan kadang-kadang mencerminkan prinsip –

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

6

prinsip akuntansi keuangan, namun dalam berbagai hal ketentuan akuntansi pajak dapat berbeda secara mendasar dari ketentuan akuntansi keuangan sebagai akibat dari perbedaan antara tujuan akuntansi dan tujuan pajak. Tujuan utama akuntansi keuangan adalah menyediakan atau memberikan informasi yang berguna kepada berbagai pemangku kepentingan seperti manajemen, pemegang saham, para kreditur dan calon kreditur, investor dan calon- investor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Tanggung jawab utama akuntan adalah melindungi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut agar tidak mendapat informasi yang menyesatkan sehingga tidak mengambil kesimpulan yang salah dari laporan keuangan yang disajikan. Sedangkan tujuan utama pajak (termasuk akuntansi pajak) adalah penerimaan (budgetary) dan pengaturan (regulatory).Tujuan utama sistem pajak adalah pemungutan pajak secara adil. Tanggung jawab utama instansi pajak adalah melindungi kepentingan masyarakat wajib pajak dari tindakan semena-mena.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

7

BAB II PRINSIP – PRINSIP AKUNTANSI

1. Pengertian Akuntansi Kieso cs dalam “Intermediate Accounting” IFRS Edition mengatakan

akuntansi adalah bahasa universal bisnis. Seorang ahli ekonomi dan politisi terkemuka menunjukkan bahwa satu-satunya inovasi penting dalam pembentukan pasar modal adalah pengembangan prinsip-prinsip akuntansi yang sehat. Krakteristik akuntansi yang esensial (1) pengidentifikasian , pengukuran, dan pelaporan informasi keuangan tentang (2) entitas ekonomik (3) kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Untuk memahami perkembangan defenisi atau pengertian akuntansi lebih mendalam di bawah ini disajikan beberapa pengertian atau definisi akuntansi sebagai berikut: a. Komite Terminologi AICPA. “Accounting is the art of recording, classifying, and summarizing in a

significant manner and in terms of money, transactions and events, which are, in part at least, of financial character, and interpreting the result thereof”.

(Akuntansi adalah seni mencatat, menggolong-golongkan, dan mengikhtisarkan dengan cara tertentu dan dalam ukuran uang transaksi dan kejadian yang pada umumnya bersifat keuangan dan menginterpretasikan hasil-hasilnya)..

b.Menurut definisi di atas ruang lingkup akuntansi sangat terbatas, kurang memberikan perspektif yang lebih luas, sehingga “American Accounting Association” memberikan definisi akuntansi yang memberikan perspektif yang lebih luas sebagai berikut : “Accounting is the process identifying, measuring, and communicating economic information to permit informed judgement and decision by users of the information”.

(Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut).

c. Paul Grady dalam “Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprise, 1965”.

Akuntansi adalah keseluruhan kumpulan pengetahuan dan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan penciptaan, pengesahan, pencatatan, penafsiran, dan penyajian informasi yang penting dan dapat dipercaya secara sistematik mengenai transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian yang sekurang-kurangnya bersifat keuangan, yang dibutuhkan oleh

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

8

manajemen dari kegiatan suatu kesatuan usaha dan untuk membuat laporan kepada pihak yang berkepentingan sebagai pertanggungjawaban terhadap kepercayaan dan hal-hal lainnya.

d. Accounting Principles Board, mendefinisikan akuntansi dengan mengacu pada konsep informasi kuantitatif sebagai berikut : “Accounting is a service activity. Its function is to provide quntitative information, primarily financial in nature about economic entities that is intended to be useful in making economic decisions, in making resolved choices among alternative courses of action.”

(Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang kesatuan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi, sebagai dasar membuat pilihan yang beralasan dari berbagai alternatif tindakan).

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Akuntansi bersangkutan dengan kejadian keuangan dalam suatu

kesatuan usaha. Dengan demikian objek dari akuntansi terbatas kepada kejadian-kejadian yang bersifat keuangan saja. Sedangkan kejadian-kejadian lainnya yang terjadi dalam suatu kesatuan usaha bukan menjadi objek akuntansi.

b. Akuntansi berkaitan dengan pemrosesan informasi kuantitatif tentang transaksi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Dengan demikian akuntansi menduduki posisi yang sangat penting sebagai sumber informasi. Oleh karena itu informasi yang dihasilkan akuntansi haruslah relevan dan dapat dipercaya.

c. Informasi yang dihasilkan akuntansi bermanfaat baik bagi pihak intern (manajemen) maupun bagi berbagai pihak luar (ekstern) yang berkepentingan terhadap kesatuan usaha tersebut.

d. Di dalam memenuhi fungsinya sebagai sumber informasi, maka akuntansi membutuhkan bahasa pelaporan, atauran-aturan permainan di dalam praktik yang dilaksanakan. Aturan-aturan di dalam praktik akuntansi itulah yang kemudian dikembangkan hingga akhirnya menghasilkan norma-norma, standar-standar, dan prinsip-prinsip akuntansi.

Perlu ditegaskan bahwa akuntansi tidak sama dengan pembukuan (bookkeeping) atau nama lain dari pembukuan. Pembukuan adalah cara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

9

atau metode mencatat transaksi perusahaan yang mempunyai sifat keuangan secara sistematik dan dalam bentuk yang paling sesuai. Jadi pembukuan atau tata buku hanya berkaitan dengan mekanisme debit kredit saja sebagai teknik mencatat dari tata buku berpasangan. Akuntansi terutama berhubungan dengan perancangan sistem pencatatan, penyusunan laporan berdasarkan data yang telah dicatat dan penafsiran atas laporan-laporan tersebut.

2. Asumsi Dasar ( Basic Assumptions) Akuntansi

Di dalam menyusun prinsip-prinsip akuntansi digunakan asumsi dasar (basic assumptions ). Asumsi dasar ini merupakan aspek dari lingkungan di mana akuntansi itu dilaksanakan. Dalam “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan”, asumsi dasar adalah sebagai berikut : 1. Dasar Akrual ( Accrual Basis ) Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar

akrual. Dengan dasar ini pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar ) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang sisusun atas dasar akrual akan memberikan informasi kepada pengguna tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik;

2.Kelangsungan Usaha ( Going Concern ) Laporan keuangan bisanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan

usaha entitas dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu entitas diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, maka laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

Earl K. Stice, James D.Stice, dan K.Fred Skousen dalam bukunya “Intermediate Accounting” mengemukakan bahwa asumsi dasar yang mendasari struktur teori akuntansi adalah :

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

10

a. Kesatuan Usaha atau Entitas Ekonomi ( Economic Entity ) Di dalam asumsi ini perusahaan bisnis dapat dipandang sebagai entitas

ekonomi yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya. Dengan anggapan seperti ini maka transaksi-transaksi perusahaan dipisahkan dari transaksi-transaksi pemilik dan oleh sebab itu maka semua pencatatan dan laporan dibuat untuk perusahaan.

b. Kesinambungan atau Kelangsungan Usaha ( Going Concern ) Apabila tidak ada bukti yang menyatakan sebaliknya, maka suatu entitas dianggap akan melanjutkan usaha di masa depan. Berbagai metode penilaian dan pengalokasian dalam akuntansi didasarkan pada asumsi ini.

c. Transaksi yang Wajar ( Arm’s Length Transaction ) Transaksi dan kejadian dari suatu entitas adalah dasar pencatatan dalam pembukuan, dan setiap terjadi perubahan dalam aset, liabilitas, dan ekuitas tidak akan dicatat sebelum terjadi transaksi. Transaksi yang terjadi dianggap wajar, artinya transaksi dilakukan oleh pihak-pihak yang

independen yang masing-masing mampu melindungi kepentingannya sendiri-sendiri.

d. Nilai Uang Stabil ( Stable Monetary Unit ) Transaksi diasumsikan dapat diukur dalam satuan nilai uang yang stabil. Oleh karena itu perubahan dalam kemampuan daya beli mata uang akibat inflasi secara tradisional diabaikan.

e. Periode Waktu ( Time Period ) Kegiatan perusahaan berlangsung terus dari suatu periode ke periode lainnya dengan volume dan laba yang berbeda. Asumsi ini menyiratkan bahwa aktivitas ekonomi sebuah perusahaan dapat dipisahkan ke dalam periode waktu artifisial. Periode waktu ini bervarisai, tetapi yang paling umum adalah secara bulanan, kuartalan, semesteran, dan tahunan. Laporan keuangan menyajikan informasi untuk suatu waktu tertentu, tanggal tertentu atau periode tertentu. Neraca menggambarkan atau menyajikan nilai aset, utang dan modal pada saat atau pada tanggal tertentu. Laporan laba rugi menggambarkan atau menyajikan informasi hasil usaha ( pendapatan dan beban ) pada periode tertentu. Sedangkan laporan arus kas menggambarkan atau menyajikan informasi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

11

tentang penerimaan dan pembayaran kas dari suatu perusahaan selama periode tertentu. Donald E.Kieso ,Jerry J.Weygant dan Terry D.Warfield dalam bukunya “ Intermediate Accounting” , IFRS Edition mengemukakan asumsi dasar akuntansi sebagai berikut : 1. Economic Entity Asumsi ini mengandung makna bahwa aktivitas ekonomi dapat

diidentifikasi dengan satuan atau unit akuntabilitas tertentu. Dengan perkataan lain, suatu perusahaan mempertahankan aktivitasnya terpisah dan berbeda dari pemiliknya dan satuan –satuan bisnis lainnya. Konsep entitas ini tidak harus mengacu kepada entitas secara legal . Perusahaan induk dan anak-anaknya adalah entitas legal yang terpisah, tetapi mengonsolidasikan kegiatannya untuk tujuan akuntansi dan pelaporan tidak melanggar asumsi entitas ekonomi.

2.Going Concern Hampir semua metode akuntansi mendasarkan pada asumsi going

concern atau kelangsungan usaha yaitu perusahaan akan mempunyai hidup yang lama. Asumsi ini mempunyai implikasi yang penting. Prinsip biaya ( cost principle) akan terbatas kegunannya jika dianggap akhirnya likuidasi. Dalam pendekatan likuidasi, perusahaan akan lebih baik melaporkan nilai asetnya berdasarkan nilai wajar dari pada berdasarkan harga perolehan. Kebijakan penyusutan dan amortisasi hanya tepat dan dapat dibenarkan jika dianggap terdapat kepermanenan pada perusahaan. Jika perusahaan mengadopsi pendekatan likuidasi, klasifikasi harta dan liabilitas dalam lancar dan tidak lancar akan sangat kehilangan signifikansi. Asumsi going concern berlaku hampir dalam semua bisnis, Hanya jika likuidasi tampaknya akan segera terjadi, asumsi ini tidak dapat diterapkan. Dalam hal ini total revaluasi seluruh aset dan liabilitas dapat memberikan informasi yang sangat mendekati nilai wajar perusahaan.

3. Monetary Unit Asumsi ini mengandung makna bahwa uang adalah satuan ukuran

umum kegiatan ekonomi dan menjadi basis pengukuran dan analisis akuntansi. Jadi, satuan moneter adalah sarana yang paling efektif menyatakan kepada pihak-pihak yang berkentingan perubahan dalam modal dan pertukaran barang dan jasa. Satuan moneter adalah satuan yang relevan, sederhana, bersifat universal, mudah dipahami, dan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

12

bermanfaat. Pada umumnya akuntansi mengabaikan perubahan tingkat harga ( price level change) berupa inflasi dan deflasi dan menganggap satuan ukuran tetap stabil. Hanya dalam keadaan inflasi sangat tinggi, akan mempertimbangkan penggunaan akuntansi inflasi ( inflation accounting)

4.Periodicity Untuk mengukur hasil aktivitas ekonomi yang dicapai perusahaan

secara akurat,harus ditunggu hingga perusahaan dilikuidasi.Namun para pengambil keputusan tidak dapat menunggu terlalu lama informasi yang diperlukan. Para pengguna perlu mengetahui hasil-hasil yang dicapat perusahaan dan status ekonomi pada waktu yang tepat agar mereka dapat mengevaluasi dan memperbandingkan perusahaan-perusahaan, dan mengambil tindakan yang tepat.

Asumsi periodesitas secara tersirat menganggap bahwa perusahaan dapat membagi aktivitas ekonominya ke dalam periode waktu artifisial. Periode waktu ini sangat bervariasi, tetapi yang paling umum adalah bulanan, tribulanan, dan tahunan.

Masalah penentuan periode waktu menjadi makin serius karena siklus produk lebih singkat dan produk lebih cepat usang atau ketinggalan jaman.

5.Accrual basis Perusahaan-perusahaan menyusun laporan keuangan menggunakan

akuntansi berbasis akrual. Akuntansi berbasis akrual mengandung makna bahwa transaksi yang mengubah laporan keuangan perusahaan dicatat dalam periode terjadinya peristiwa. Misalnya, perusahaan mengakui pendapatan jika besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan dapat diukur secara andal. Demikian juga perusahaan mengakui beban jika telah timbul, bukan pada saat dibayar. Penggunaan cash basis dilarang dalam IFRS.

3. Prinsip-prinsip Akuntansi

Akuntansi memiliki kerangka teoritis yang menjadi dasar pelaksanaan teknik-tekniknya. Kerangka dasar ini terdiri dari prinsip dan praktik yang sudah diterima umum karena kegunaan dan kelogisannya. Prinsip ini disebut prinsip akuntansi. Prinsip akuntansi mencakup konvensi, peraturan, dan prosedur. Prinsip-prinsip akuntansi inilah yang menjadi landasan aturan permainan dalam akuntansi. Prinsip ini merupakan konsensus pada

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

13

kala itu tentang pencatatan sumber-sumber daya ekonomi, kewajiban, modal, hasil, beban, dan perubahannya dalam bentuk laporan keuangan. Dalam prinsip ini dijelaskan transaksi apa yang harus dicatat, bagaimana mencatatnya, dan bagaimana mengungkapkannya dalam laporan keuangan yang akan disajikan.

Ahmed Riahi Belkaoui dalam bukunya “AccountingTheory”mengemukakan prinsip -prinsip akuntansi sebagai berikut

a.Prinsip Biaya ( The Cost Principle )

Menurut prinsip ini biaya perolehan ( acquisition cost ) atau biaya historis ( historical cost ) merupakan dasar penilaian yang tepat untuk mengakui perolehan semua barang dan jasa, beban ( expenses), biaya (cost), dan ekuitas. Dengan perkataan lain, suatu pos atau item dinilai sebesar harga pertukaran pada saat barang itu dibeli dan dicatat dalam laporan keuangan sebesar nilai tersebut atau sebagian darinya yang didepresiasi/diamortisasi. Yang dimaksud dengan biaya adalah jumlah kas yang dikeluarkan atau kekayaan lain yang diserahkan, modal saham yang diterbitkan, jasa yang diberikan, atau utang yang terjadi sebagai imbalan barang atau jasa yang diterima atau seharusnya diterima. Biaya dapat digolongkan sebagai belum terpakai ( unexpired ) dan telah terpakai ( expired ). Biaya yang telah terpakai tidak dapat digunakan lagi untuk menghasilkan pendapatan, dan oleh karena itu diperlakukan sebagai pengurang pendapatan sekarang atau dikurangkan sebagai pengurang laba ditahan. Biaya merupakan harga pertukaran atau imbalan moneter yang diberikan untuk memperoleh barang dan jasa. Jika imbalan terdiri dari aset nonmoneter, harga pertukaran adalah setara kas atau aset atau jasa yang diterima. Prinsip biaya ini dapat diterapkan untuk pengukuran utang dan transaksi modal.

b. Prinsip Pendapatan ( The Revenue Principle ) Prinsip pendapatan ini lebih menjelaskan tentang :

sifat dan komponen pendapatan;

pengukuran pendapatan;

waktu pengakuan pendapatan. Pendapatan ( revenues) dapat diinterpretasikan sebagai : 1.arus masuk aset neto yang berasal dari penjualan barang dan jasa. 2.arus keluar barang dan jasa dari perusahaan kepada pelanggan.

3.produk perusahaan yang semata-mata berasal dari penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama periode waktu tertentu.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

14

Pendapatan diukur sebesar nilai barang atau jasa yang dipertukarkan berdasarkan transaksi yang wajar ( arm length transaction). Nilai ini dapat berupa setara kas neto (net cash equivalent ) atau nilai tunai uang yang diterima atau akan diterima dari pertukaran barang dan jasa yang diserahkan perusahaan kepada para pelanggan. Pada umumnya diakui bahwa pendapatan terbentuk dalam seluruh tahapan siklus kegiatan perusahaan yaitu selama penerimaan pesanan, produksi, penjualan dan penagihan. Namun karena terdapat kesulitan untuk mengalokasikan pendapatan untuk setiap tahapan siklus kegiatan, maka para akuntan menggunakan prinsip realisasi untuk memilih peristiwa kritis dalam siklus kegiatan sebagai waktu pengakuan pendapatan.

c .Prinsip Penandingan ( The Matching Principle ) Yang dimaksud dengan prinsip penandingan adalah menandingkan beban dengan pendapatan yang didatangkan oleh beban tersebut artinya pembebanan biaya harus dilakukan dalam periode yang sama dengan pengakuan penghasilan. Prinsip ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan neto dalam setiap periode. Karena beban itu harus ditandingkan dengan pendapatannya maka pembebanan biaya sangat tergantung pada saat pengakuan penghasilan. Apabila pengakuan suatu pendapatan ditunda, maka pembebanan biaya juga ditunda sampai saat diakuinya pendapatan. Penerapan prinsip ini akan berjalan dengan baik jika terdapat hubungan sebab akibat (hubungan kausalitas) antara penghasilan dan beban. Oleh karena itu dalam pembebanan biaya perlu dipertimbangkan kriteria berikut : 1. menandingkan secara langsung beban terhadap pendapatan seperti

pada harga pokok penjualan langsung mengurangi hasil penjualan. 2. pengurangan langsung biaya menurut periodenya, seperti gaji. 3. alokasi biaya pada periode mana memberikan manfaat misalnya

beban penyusutan dan beban amortisasi. 4. membebankan seluruh pengeluaran dalam periode terjadinya,

kecuali dapat ditunjukkan bahwa pengeluaran tersebut akan memberikan keuntungan di masa mendatang bukan pada periode itu, seperti biaya promosi.

d. Prinsip Objektivitas ( The Objectivity Principle ) Kegunaan informasi keuangan sangat tergantung pada keandalan prosedur pengukuran yang digunakan. Karena meningkatkan keyakinan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

15

pada laporan keuangan ini sangat sulit, maka akuntan menggunakan prinsip objektivitas untuk memberikan pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip objektivitas ini memiliki penafsiran yang berbeda-beda: 1. pengukuran yang objektif adalah pengukuran yang tidak melibatkan

pribadi seseorang dalam arti bahwa pengukuran tersebut bebas dari bias pribadi yang mengukur.

2. pengukuran yang objektif adalah pengukuran yang dapat diuji kebenarnnya dalam arti bahwa pengukuran yang objektif itu didasarkan pada bukti.

3. pengukuran yang objektif merupakan hasil konsensus di antara kelompok tertentu yang mengamati atau mengukurnya. Dengan demikian ukuran objektivitas akan tergantung pada ukuran dari kelompok tertentu tersebut.

4. tingkat objektivitas dapat diukur melalui penentuan batas atau limit tertentu.

e. Prinsip Konsistensi ( The Consistency Principle ) Menurut prinsip konsistensi kejadian atau peristiwa ekonomi yang serupa harus dicatat dan dilaporkan secara konsisten dari satu periode ke periode yang lain, artinya prosedur dan prinsip akuntansi yang sama akan diterapkan atas pos atau item yang serupa sepanjang waktu. Prinsip konsistensi membuat laporan keuangan lebih komparabel dan lebih berguna. Di samping itu dengan penerapan prinsip konsistensi ini maka manipulasi dalam neraca dan laporan laba-rugi melalui penggunaan prinsip akuntansi yang berbeda-beda dapat dihindarkan. Prinsip konsistensi tidak menghalangi perusahaan mengubah prosedur akuntansi jika hal tersebut dapat dibenarkan karena perubahan keadaan, atau jika prosedur alternatif lebih baik. Perubahan yang dapat membenarkan perubahan prosedur adalah : ( a ) perubahan dalam prinsip akuntansi ( b ) perubahan dalam estimasi akuntansi ( c ) perubahan entitas pelaporan.

f. Prinsip Pengungkapan Penuh ( The Full Disclosure Principle ) Laporan keuangan harus disajikan secara lengkap ( full ), wajar/jujur (

fair ) dan cukup atau memadai ( adequate ). Pengungkapan penuh mensyaratkan bahwa laporan keuangan dibuat dan disajikan untuk menggambarkan secara akurat peristiwa ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan untuk suatu periode dan memuat informasi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

16

yang memadai agar laporan keuangan berguna dan tidak menyesatkan masyarakat umum maupun para investor. Pengertian full disclosure sering menjadi perdebatan para ahli. Pengertian yang sering digunakan adalah : Lengkap ( full : menyangkut kelengkapan penyajian informasi.

Wajar/jujur (fair) : aturan etis tentang perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan.

Cukup/Memadai

(adequate) : informasi minimum yang harus disajikan. g. Prinsip Konservatisme ( The Conservatism Principle) Prinsip konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau prinsip

yang mengubah konsensus umum. Dikatakan demikian karena prinsip ini membuat pembatasan pada penyajian data akuntansi yang relevan dan terpercaya. Menurut prinsip ini apabila dihadapkan untuk memilih di antara dua atau lebih prinsip/teknik akuntansi yang sama-sama diterima maka harus diutamakan pilihan yang memberikan pengaruh keuntungan yang paling kecil pada ekuitas pemilik.

Prinsip konservatisme di masa yang lalu dipergunakan sebagai suatu cara untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan dan untuk menghadapi kemungkinan optimisme yang berlebihan dari para manajer dan para pemilik, dengan maksud untuk melindungi para kreditur atas pembagian kekayaan perusahaan sebagai dividen tanpa alasan yang tepat. Konservatisme jauh lebih dihargai di masa yang lalu daripada sekarang. Konservatisme kini lebih diyakini sebagai petunjuk yang diikuti dalam situasi yang luar biasa daripada sebagai aturan umum yang diterapkan secara kaku dalam semua keadaan. Konservatisme masih tetap digunakan dalam beberapa situasi yang memerlukan pertimbangan akuntan, seperti pemilihan umur kegunaan berdasarkan estimasi dan nilai sisa aset tetap untuk akuntansi penyusutan dan aturan wajar atas penerapan konsep lower of cost or market dalam penilaian persediaan dan surat-surat berharga.

h. Prinsip Materialitas ( The Materiality Principle ) Sama seperti prinsip konservatisme, prinsip materialitas juga termasuk

prinsip pengecualian atau prinsip yang mengubah konsensus umum. Menurut prinsip ini transaksi dan kejadian yang tidak memiliki pengaruh ekonomi yang signifikan dapat dicatat dengan cara yang dipermudah tanpa mempertimbangkan apakah sesuai dengan prinsip akuntansi dan tidak perlu diungkapkan. Materialitas merupakan suatu petunjuk secara tersirat bagi akuntan dalam menentukan apa yang akan diungkapkan dalam laporan keuangan. Akuntan dapat memutuskan apakah sesuatu

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

17

hal perlu atau tidak dilaporkan ditinjau dari segi beban pembukuan, ketepatan laporan keuangan dan relevansinya bagi pemakai laporan keuangan. Sampai sekarang belum terdapat kesepakatan yang bulat di antara para akuntan mengenai ukuran materialitas. Ada dua kriteria dasar yang direkomendasikan untuk menentukan materialitas. Pertama, merujuk pendekatan besaran ( size approach) , keterkaitan besar suatu pos dengan variabel lain yang relevan seperti penghasilan neto. Kedua, disebut pendekatan kriteria perubahan ( change criterion approach ), mengevaluasi dampak suatu pos terhadap kecenderungan atau perubahan di antara dua periode akuntansi. Kriteria materialitas dapat dinyatakan dalam rata-rata keuangan, trend, dan rasio-rasio yang menunjukkan hubungan analitis dalam informasi akuntansi.

i. Prinsip Keseragaman dan Komparabilitas ( The Uniformity and Comparability Principle )

Prinsip keseragaman mengandung arti bahwa prosedur yang sama akan digunakan untuk perusahaan yang berbeda. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah agar laporan keuangan dari berbagai perusahaan dapat diperbandingkan. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi atau meniadakan penggunaan prosedur akuntansi yang berbeda oleh perusahaan yang berbeda. Sampai sekarang masih terjadi perdebatan apakah fleksibilitas atau keseragaman seharusnya digunakan dalam prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan. Para pendukung keseragaman mengklaim bahwa prinsip tersebut akan :

1.mengurangi perbedaan penggunaan prosedur akuntansi dan ketidakcukupan praktik akuntansi;

2.memungkinkan pembandingan laporan keuangan perusahaan yang berbeda;

3. meningkatkan keyakinan pemakai laporan keuangan; 4.mendorong intervensi pemerintah dalam mengatur praktik akuntansi Para pendukung fleksibilitas mengklaim bahwa : (a) menyeragamkan prosedur akuntansi untuk menyajikan kasus-kasus

yang terjadi dapat menimbulkan risiko yaitu menyembunyikan perbedaan penting dari kasus-kasus tersebut;

(b) perbandingan itu utopis, komparabilitas tidak akan dapat dicapai hanya dengan mengadopsi aturan-aturan perusahaan tanpa meneliti akun-akun yang memadai dari faktor situasi yang berbeda;

(c) berbeda dalam hal-hal tertentu atau variabel nyata ( the circumstantial variable ) akan menimbulkan perbedaan perlakuan, sehingga laporan keuangan perusahaan dapat menampung keadaan tersebut di mana transaksi dan peristiwa itu terjadi. Yang dimaksud

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

18

dengan variabel nyata adalah keadaan lingkungan yang berbeda-beda di antara perusahaan dan yang mempengaruhi (a) kelayakan metode akuntansi, dan atau (b) objektivitas ukuran yang berasal dari penerapan metode akuntansi.

Tujuan prinsip keseragaman dan fleksibilitas adalah melindungi para pemakai dan penyajian data yang bermanfaat bagi pemakai laporan. Namun sayangnya, kedua prinsip tersebut gagal karena posisinya yang ekstrim dalam penyajian laporan keuangan. Konsep keseragaman nyatanya tidak dapat menjadi bahan perbandingan, karenanya merupakan tujuan utopis. Fleksibilitas terbukti cenderung menimbulkan kebingungan dan tidak dapat dipercaya.

Jalan keluar yang tepat adalah tawar menawar di antara keduanya yaitu mengusahakan pelaksanaan konsep keseragaman dengan hanya mempesempit kesenjangan penerapan prinsip akuntansi dan pada saat yang sama memberikan kesempatan kepada perusahaan tertentu untuk menerapkan prinsip akuntansi berdasarkan tuntutan pasar dan peristiwa ekonomi yang khusus yang dialami perusahaan yang berbeda.

4. Standar Akuntansi Standar akuntansi adalah sebagai pedoman umum dalam

penyusunan laporan keuangan yang merupakan pernyataan resmi tentang masalah akuntansi tertentu yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang dan berlaku dalam lingkungan tertentu. Standar akuntansi mencakup konvensi, peraturan, dan prosedur yang disusun dan disahkan oleh lembaga resmi pada saat tertentu. Di Indonesia lembaga resmi yang menyusun dan menetapkan standar akuntansi adalah Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI). Standar akuntansi ini merupakan konsensus pada kala itu tentang pencatatan sumber-sumber ekonomi, kewajiban, modal, pendapatan, beban, dan perubahannya dalam laporan keuangan. Dalam standar akuntansi ini dijelaskan transaksi apa yang harus dicatat, bagaimana mencatatnya, dan bagaimana mengungkapkannya dalam laporan keuangan yang disajikan. Jadi standar akuntansi memberikan aturan-aturan umum yang bersifat praktis untuk membantu pekerjaan akuntan. Standar akuntansi ini akan terus menerus berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

19

BAB III HUBUNGAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN AKUNTANSI PAJAK Walaupun akuntansi mempunyai pengaruh yang sangat dalam

terhadap doktrin pajak, namun terdapat banyak perbedaan antara akuntansi dan pajak. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan antara tujuan pajak dan tujuan akuntansi.

Tujuan utama akuntansi keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna kepada manajemen, para pemegang saham, para kreditur, dan pihak-pihak lain yang bekepentingan dalam rangka membuat keputusan ekonomi. Tanggung jawab utama akuntan adalah melindungi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut agar tidak mendapatkan informasi yang menyesatkan . Aturan permainan yang menjadi landasan akuntansi keuangan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum ( generally accepted accounting principles ) .Sebaliknya akuntansi pajak dimaksudkan untuk menyajikan informasi perpajakan kepada administrasi pajak yang penampilannya ( metode, prosedur, dan teknik pembukuan ) sangat dipengaruhi oleh hukum pajak. Akuntansi pajak tidak dapat dipisahkan dari tujuan utama sistem pajak itu sendiri yaitu pemungutan pajak secara adil. Tujuan utama instansi perpajakan adalah melindungi kepentingan masyarakat wajib pajak. Walaupun terdapat perbedaan antara akuntansi dan pajak, namun terdapat persamaan antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan tentang kapitalisasi, realisasi, penyusutan, persediaan, utang piutang, metode kas dan akrual.

Mengenai konsep kapitalisasi hubungan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak cukup jelas, misalnya pembelian aset adalah pengeluaran modal ( capital expenditure ) bagi keduanya bukan merupakan beban atau pengeluaran pengurang penghasilan ( revenue expenditure) . Prinsip kapitalisasi diperoleh dari pemikiran bahwa neraca menggambarkan kekayaan neto yaitu aset dikurangi liabilitas. Prinsip kapitalisasi juga diperoleh dari prinsip akuntansi menandingkan ( matching principle of accounting ) yaitu menandingkan penghasilan dengan pengeluaran yang mendatangkan penghasilan tersebut.

Dengan demikian aset yang disewakan tidak boleh didebet ke akun beban, karena pengeluaran untuk pembelian aset tersebutlah yang menciptakan penghasilan sewa yang akan diterima pada masa yang akan datang. Berdasarkan pemikiran “ penandingan “ maka penyusutan adalah alokasi harga pembelian aset tetap terhadap penghasilan yang akan diterima pada masa mendatang dengan cara mendebitnya ke akun beban

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

20

penyusutan. Prinsip kapitalisasi juga sejalan dengan teori finansial yang menyatakan bahwa investasi yang memiliki kapasitas mendatangkan penghasilan di masa mendatang tidak selayaknya dibebankan pada masa sekarang. Dari segi perpajakan, kapitalisasi dapat diterima berdasarkan “kemampuan membayar” ( ability to pay ) yang menyatakan bahwa pengeluaran modal tidak mengurangi kekayaan wajib pajak tetapi hanya mengalami perubahan bentuk saja.

Mengenai konsep realisasi terdapat persamaan dan perbedaan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak. Baik akuntansi keuangan maupun akuntansi pajak sama-sama menerima biaya historis untuk aset, namun akuntansi pajak tidak sepenuhnya dapat menerima prinsip konservatisme yang dianut dalam akuntansi keuangan. Misalnya kerugian yang diperkirakan timbul dari piutang tak tertagih, oleh akuntansi keuangan telah diakui walaupun belum ada realisasinya, sedangkan akuntansi pajak baru mengakui adanya kerugian jika sudah ada realisasinya dalam arti piutang tersebut benar-benar sudah tidak dapat lagi ditagih.

Tujuan penyusutan dalam akuntansi keuangan adalah untuk menandingkan pengeluaran modal dengan penghasilan yang didatangkan pengeluaran tersebut. Penyusutan dalam perpajakan, selain untuk tujuan itu dapat juga dimaksudkan untuk kebijakan ekonomi tertentu misalnya penghapusan dipercepat ( accelerated depreciation ) untuk merangsang investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A ayat (1) huruf b UU PPh.

Mengenai persediaan, tujuan akuntansi keuangan dan akuntansi pajak adalah untuk menandingkan secara rasional harga pokok barang dengan hasil penjualannya ( hubungan kausalitas ).Karena dalam praktik sulit untuk mengikuti arus barang satu demi satu , maka digunakan arus biaya, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengikuti sepenuhnya praktik akuntansi keuangan karena alasan tertentu seperti misalnya penilaian persediaan berdasarkan masuk terakhir keluar pertama ( last in first out ) .

Catatan: IFRS melarang penggunaan metodeLIFO untuk tujuan pelaporan keuangan karena metode LIFO tidak mereprentasikan secara andal arus persediaan yang sebenarnya.

Perlakuan akuntansi pajak dan akuntansi keuangan terhadap utang piutang adalah sama yaitu tidak ada perubahan kekayaan neto ( net worth), akan tetapi atas piutang yang diragukan kolektibilitasnya, perlakuan pajak dapat berbeda dari perlakuan akuntansi karena alasan tertentu.

Basis /stelsel kas ( cash basis ) dan basis/stelsel akrual ( accrual basis ) berkaitan dengan saat pengakuan penghasilan dan pengurangan ( deductions ). Pada umumnya akuntansi keuangan menggunakan basis akrual

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

21

dalam pengakuan penghasilan dan beban, sedangkan akuntansi pajak selain menggunakan basis akrual dapat juga menggunakan basis kas walaupun penggunaannya sangat terbatas ( lihat memori penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP).

Selain persamaan terdapat juga perbedaan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak karena adanya perbedaan antara tujuan pajak dan tujuan akuntansi. Perbedaan itu tersebut timbul menurut Silvia A. Madeo dkk karena :

(a) Ketersediaan dana untuk membayar (wherewithal to pay). Atas penjualan angsuran tertentu, wajib pajak menangguhkan

pengakuan penghasilan terutama karena sebelum menerima angsuran pembayaran kemungkinan besar wajib pajak tidak tersedia dana untuk membayar pajak.

(b) Kepastian (certainty) Akuntansi keuangan dapat menggunakan taksiran dalam rangka

mencapai tujuan penandingan seperti halnya untuk jaminan purna jual dan beban piutang tak tertagih. Karena taksiran itu menimbulkan ketidak pastian, ketentuan peraturan perundang-undangan pajak jarang memperkenankan taksiran dan memperbolehkan beban dapat dikurangkan jika telah dibayar atau jika utang dapat dihitung tepat secara matematis dan telah ada kepastian hukum.

(c) Kemudahan administrasi ( administrative convenience ). Kriteria kepastian dan larangan penggunaan taksiran akan

mempermudah administrasi pajak karena Kantor Pelayan Pajak tidak perlu untuk memeriksa jumlah taksiran biaya.

(d) Mempengaruhi perilaku sosial dan ekonomi ( influencing social and economic behavior).

Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan bebagai macam insentif untuk mendorong investasi seperti misalnya penghapusan dipercepat

Perbedaan penghasilan antara akuntansi keuangan dan akuntansi

pajak pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi perbedaan permanen ( permanent differences) dan perbedaan waktu atau temporer (timing or temporary differences). Perbedaan permanen adalah perbedaan antara penghasilan fiskal dan penghasilan akuntansi yang timbul karena administrasi pajak menghitung penghasilan fiskal berbeda dari penghasilan akuntansi tanpa koreksi di kemudian hari. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan total penghasilan selama masa hidup perusahaan yang dihitung

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

22

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan menurut standar akuntansi keuangan.

Contoh. Pemberian dalam bentuk natura berupa pengobatan karyawan ke

dokter atau rumah sakit yang ditunjuk perusahaan menurut Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, sedangkan menurut akuntansi komersial boleh dikurangkan. Akibat adanya perbedaan perlakuan tersebut, maka laba fiskal akan berbeda dengan laba komersial sepanjang hidup perusahaan.

Perbedaan waktu atau temporer adalah perbedaan antara

penghasilan akuntansi dan penghasilan pajak yang timbul karena administrasi pajak menghitung penghasilan pajak berbeda dari penghasilan akuntansi menurut standar akuntansi keuangan, namun perbedaan tersebut akan terkoreksi secara otomatis di kemudian hari.

Contoh: Aset tetap seharga Rp 600.000 disusutkan perusahaan selama 3 tahun

dengan metode garis lurus sedangkan untuk kepentingan pajak disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis lurus

Ak |-----------|-----------|------------|------------------ 600.000 200.000 200.000 200.000 Fsk |-----------|-----------|------------|--------------|--- 600.000 150.000 150.000 150.000 150.000 Perbedaan 50.000 50.000 50.000 (150.000) 0 Pada umumnya selain akuntansi pajak, dalam perusahaan sudah

terdapat akuntansi keuangan yang merupakan praktik akuntansi yang dilaksanakan setiap hari dan bahkan dapat mengesampingkan akuntansi pajak. Hubungan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak di masing-masing negara berbeda-beda tergantung pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di negara yang bersangkutan. Berdasarkan laporan kelompok kerja dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pendekatan akuntansi keuangan dan akuntansi pajak dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok : a. Pendekatan pertama, praktik akuntansi sangat dipengaruhi atau

didominasi oleh ketentuan pajak. Meskipun laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip akuntansi, namun sangat dipengaruhi atau diwarnai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Perusahaan harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

23

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tanpa toleransi sedikitpun dengan akuntansi keuangan sebagai produk praktik komersial. Dengan demikian akuntansi pajak merupakan kesatuan yang otonom, terpisah seluruhnya atau sebagian dari akuntansi keuangan, yang berarti akan terdapat dua perangkat pembukuan dalam perusahaan, yaitu satu perangkat untuk penyelenggaraan akuntansi pajak dan perangkat lainnya untuk akuntansi keuangan. Pendekatan ini dianut di Norwegia.

b. Pendekatan kedua, laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi tanpa dipengaruhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi terdapat dua ketentuan, yaitu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan akuntansi yang berjalan secara independen dan pada hakikatnya tidak saling mempengaruhi. Jadi perusahaan bebas mencatat transaksinya sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan jika terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak akan menyelenggarakan pencatatan dalam pembukuannya atas perbedaan tersebut dan membuat rekonsiliasi antara penghasilan akuntansi dan penghasilan pajak. Jadi laporan keuangan fiskal disusun terpisah dari atau di luar praktik akuntansi keuangan dan merupakan produk tambahan ( by product ) dari akuntansi komersial. Pendekatan ini dianut di Denmark, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.

c. Pendekatan ketiga, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan sisipan dari standar akuntansi keuangan yang disebut sebagai konsep “common basis” yang menyatakan bahwa pada umumnya ketentuan akuntansi pajak mengikuti akuntansi keuangan karena prinsip akuntansi keuangan telah dirumuskan dalam bentuk undang-undang. Pendekatan ini dianut di Jerman.

Meskipun pendekatan yang diuraikan di atas adalah pendekatan yang

terdapat di negara-negara yang tergabung dalam OECD, tetapi pendekatan yang dianut di Indonesia dapat dikelompokkan dalam pendekatan kedua.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

24

BAB IV PEMBUKUAN 1. Pengertian

Setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan pembukuan, karena pembukuan adalah sarana bagi wajib pajak untuk mencatat dan melaporkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukannya sebagai basis penghitungan dasar pengenaan pajak. Dalam Pasal 1 butir (29) UU KUP, diberikan pengertian pembukuan yaitu “suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir”.

2. Penyelenggaraan Pembukuan. Penyelengaraan pembukuan/pencatatan yang baik merupakan hal yang

esensial bagi pengusaha, demikian juga untuk keperluan perpajakan. Karena demikian pentingnya pembukuan itu bagi keperluan perpajakan, maka UU KUP mengatur tentang penyelenggaraan pembukuan yang meliputi kewajiban penyelengaraan, persyaratan, cakupan, sistem atau cara penyelengaraan, penyimpanan , dan sanksi.

Dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP ditentukan bahwa setiap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

Namun demikian perlu dimaklumi bahwa penyelengaraan pembukuan membutuhkan kesiapan baik dilihat dari biaya maupun tenaga yang untuk tingkat pengusaha tertentu masih dirasakan cukup berat. Agar tidak membebani masyarakat di luar kemampuannya undang-undang memberikan kemudahan bagi kelompok Wajib Pajak yang belum siap tersebut. Kesiapan pengusaha diukur dengan jumlah peredaran usaha ( turnover) selama setahun. Peredaran usaha yang menunjukkan skala aktivitas pengusaha dianggap merupakan ukuran yang paling dapat diterima untuk menentukan kesiapan pengusaha dalam menyelenggarakan pembukuan. Dalam Pasal 28 ayat (2) UU KUP ditentukan pengecualian dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan yaitu : (a) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yaitu

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

25

Wajib Pajak yang peredaran usaha brutonya dalam setahun kurang dari Rp 4.800.000.000 dan (b) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tetapi wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

3. Persyaratan Pembukuan. Penyelengaraan pembukuan dan teknik pencatan sangat bervariasi

mulai dari yang paling sederhana atau konvesional sampai dengan yang paling canggih. Juga skala kegiatan perusahaan sangat bervariasi, ada dalam skala kecil, menengah dan besar. Cakupan wilayah kegiatan usaha ada bersifat lokal, regional, nasional, dan manca negara.Selain itu bidang usaha yang dijalankan juga sangat bervariasi. Hal itu semua akan mengakibatkan kompleksitas penyelenggaraan pembukuan. Untuk menghindarinya agar tidak terjebak, maka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengatur secara rinci teknik dan proses penyelenggaraan, tetapi menyerahkannya kepada profesi. Untuk mengamankan kebijakan dan tujuan sistem perpajakan, maka ketentuan perundang-undangan perpajakan menentukan persyaratan sebagai berikut :

a. Landasan Pokok Pembukuan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik

dan mencerminkan kegiatan usaha. Dimensi itikad baik merupakan landasan kebenaran pembukuan. Pembukuan yang benar merujuk kepada penyelenggaraan sesuai sebagaimana adanya atau seharusnya, betul, tidak mengandung kesalahan, dan cocok dengan keadaan yang sebenarnya dan andal ( reliable).

b. Persyaratan Teknis (1) Diselenggarakan di Indonesia; (2) Menggunakan huruf Latin dan angka Arab;

(3) Menggunakan mata uang rupiah dan mata uang asing selain rupiah yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;

(4) Dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 533/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 196/PMK 03/ 2007, Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 11/PER/2010, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.011/2012 bahasa asing dan mata uang asing yang diizinkan dalam penyelenggaraan pembukuan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

26

pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah :

(a) Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) yang beroperasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan PMA;

(b) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;

(c) Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan pertambangan minyak dan gas bumi

(d) Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ( P3B);

(e) Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri

(f) Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan;

(g) Wajib Pajak yang berafliasi dengan perusaan induk di luar negeri yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b UU PPh.

(h) Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Catatan.Berdasarkan PSAK 10, yang dimaksud dengan mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi adalah lingkungan entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Entitas mempertimbangkan faktor berikut dalam menentukan uang fungsionalnya:

a.mata uang : (i.) yang paling mempengaruhi harga jual barang dan jasa ( mata

uang ini seringkali menjadi mata uang yang harga jual barang dan jasa didenominasikan dan diseleselesaikan )

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

27

(ii) dari negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas.

b.mata uang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa ( mata

uang yang seringkali menjadi mata uang yang mana biaya tersebut didenominasikan dan diselesaikan )

Mata uang penyajian adalah mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.

. . Selanjutnya ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam rangka Kontrak

Karya dan Wajib Pajak Kotraktor Kerja Sama yang akan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat tidak perlu mendapat izin secara tertulis dari Menteri Keuangan, tetapi cukup memberitahukannya secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tiga bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat tersebut dimulai. Sedangkan Wajib Pajak lainnya jika menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat harus terlebih dahulu mendapat izin secara tertulis dari Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan dan lampirannya wajib disampaikan dalam bahasa Indonesia kecuali lampirannya berupa laporan keuangan, dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.

4. Cakupan Pembukuan. Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP ditentukan bahwa pembukuan

sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta pembelian dan penjualan, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Sebenarnya perkataan atau istilah “sekurang-kurangnya” dalam Pasal 28 ayat (7) tersebut kurang tepat karena perkataan atau istilah “sekurang-kurangnya” mengandung konotasi atau pengertian setidak-tidaknya sehingga masih ada pencatatan yang belum tercakup, padahal jika pencatatan sudah mencakup harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, pembelian dan penjualan , tidak ada lagi yang luput dicatat. Perkataan atau istilah sekurang-kurangnya ini tidak sejalan dengan pengertian pembukuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 29 UU KUP. Istilah sekurang-

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

28

kurangnya ini terbawa dari ketentuan yang terdapat dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 UU KUP. Perkataan atau istilah sekurang-kurangnya dalam kedua ketentuan tersebut adalah tepat karena digunakan dalam konteks “ pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur tentang keadaan kas dan bank, daftar hutang piutang, dan daftar persediaan barang.

5. Sistem dan Cara Penyelenggaraan Pembukuan Laporan keuangan seharusnya menyajikan secara wajar posisi

keuangan dan hasil usaha. Pada prinsipnya pajak juga didasarkan pada hasil usaha perusahaan, oleh karena itu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan juga mengandalkan prinsip-prinsip akuntansi sampai batas tertentu ketimbang menetapkan sendiri standar secara rinci untuk pelaporan pajak. Namun demikian hampir di setiap negara terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi untuk mencerminkan tujuan-tujuan pajak secara spesifik seperti pencegahan penyelundupan pajak dan penggunaan pajak sebagai kebijakan ekonomi dan sosial. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah suatu fakta atau kenyataan yang tidak dapat disangkal kebenarannya, sehingga adalah tidak realistis mengharapkan dalam suatu sistem penyatuan secara menyeluruh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip-prinsip akuntansi. Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan bahwa “ pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan menyatakan lain”. Pengecualian tersebut misalnya tentang pengakuan penghasilan, metode depresiasi, penilain persediaan, sewa guna usaha (leasing), tanah dan sebagainya.

6. Penyimpanan Buku-buku, Catatan dan Dokumen Buku, catatan, dan dokumen yang harus diselenggarakan,

sepenuhnya diserahkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Wajib Pajak, namun penyimpanannya diatur tersendiri. Dalam Pasal 28 ayat (11) UU KUP ditentukan bahwa buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line, wajib disimpan di Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun. Hal itu dimaksudkan apabila instansi perpajakan memerlukannya dalam menerbitkan surat

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

29

ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.

7. Sanksi Tidak Menyelenggarakan Pembukuan. Agar pemenuhan kewajiban dilakukan secara efektif harus diikuti

sanksi jika kewajiban tidak atau tidak sepenuhnya dilaksanakan. Demikian juga halnya dengan penyelenggaraan pembukuan. Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d UU KUP ditentukan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan jika Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Sudah barang tentu penghitungan yang dilakukan secara jabatan akan didasarkan pada data tidak hanya yang diperoleh dari Wajib Pajak tetapi juga pada data yang diperoleh dari sumber lain. Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan dibebankan kepada Wajib Pajak. Pajak yang dihitung secara jabatan akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari pajak yang kurang dibayar.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

30

BAB V LAPORAN KEUANGAN 1. Pengertian

Laporan keuangan (financial statement) adalah keluaran ( output ) atau hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen atau pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan kinerja terutama profitabilitas adalah merupakan indikator keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya.

2. Tujuan Laporan Keuangan. Menurut pragraf 9 PSAK 1, tujuan laporan keuangan adalah untuk

“memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomik serta menunjukkan hasil pertanggungjawaban ( stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan umum ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan para pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.

Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Pengguna yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi :

(a) aset; (b) liabilitas ; (c) ekuitas; (d) penghasilan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

31

(e)kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik; dan

(f) arus kas Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan

atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan entitas dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolenya kas dan setara kas.

3. Krakteristik Kualitatif Laporan Keuangan. Dalam” Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan”

disebutkan bahwa krakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna. Terdapat empat krakteristik kualitatif pokok yaitu: (1) dapat dipahami (understandability), (2) relevansi ( relevance ), (3) keandalan ( reliability), dan (4) dapat diperbandingkan ( comparability)

a. Dapat Dipahami ( Understandability) Kualitas penting informasi yang dimuat dalam laporan keuangan

adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. Agar dapat memahami laporan keuangan maka para pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang kegiatan ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Hal ini tidak berarti bahwa informasi yang kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pengguna tertentu.

b. Relevan ( Relevancy) Agar bermanfaat, informasi akuntansi harus relevan untuk memenuhi

kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomik pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) berakaitan satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya aset yang dimiliki bermanfaat bagi pengguna ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan entitas dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situsai yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan penegasan ( confirmatory role) terhadap prediksi yang lalu, misalnya tentang bagaimana struktur keuangan entitas diharapkan tersusun atau tentang hasil operasi yang direncanakan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

32

Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pengguna, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan ekuitas untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah..

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakikat informasi saja sudah cukup menentukan relevansinya. Sebagai contoh, pelaporan suatu segmen baru, dapat mempengaruhi nilai risiko dan peluang yang dihadapi entitas tanpa mempertimbangkan materialitas hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakikat maupun materialitas dipandang penting, sebagai contoh jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas.

Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomik pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas bergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah ketimbang suatu karakter kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.

c. Keandalan ( Reliability) Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable) . Informasi

memiliki kualitas andal, jika informasi tersebut bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang jujur atau tulus ( faithful representation) dari yang seharusnyab disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka informasi tersebut bagi pengguna secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya jika keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

33

dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.

. (1). Penyajian Jujur Informasi yang andal harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.Jadi, sebagai contoh, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset, liabilitas, dan ekuitas entitas pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengkakuan. Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan pristiwa tersebut. Dalam kasus tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat tidak pasti sehingga entitas pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, meskipun dalam kegiatan usahanya entitas dapat menghasilkan goodwill , tetapi lazimnya sulit mengidentifikasi atau mengukur goodwill secara andal.Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.

(2). Substansi Mengungguli Bentuk Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur

transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomik dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Sebagai contoh ,suatu entitas mengkin menjual suatu aset kepada pihak lain dengan cara sedemikian rupa sehingga dokumentasi dimaksudkan untuk memindahkan kepemilikan menurut hukum ke pihak lain tersebut; namun demikian, mungkin terdapat persetujuan yang memastikan bahwa entitas dapat terus menikmati manfaat ekonomik masa depan yang diwujudkan dalam bentuk aset. Dalam keadaan seperti itu, pelaporan penjualan tidak menyajikan dengan jujur transaksi yang dicatat. (jika sesungguhnya memang ada transaksi)

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

34

(3). Netralitas. Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna , dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak saja sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.

(4). Pertimbangan Sehat Penyusunan laporan keuangan adakalanya menghadapi

ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, taksiran masa manfaat aset tetap, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan liabilitas atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah.Namun demikian penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, sebagai contoh, pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan dengan sengaja menetapkan aset atau penghasilan lebih rendah atau pencatatan liabilitas atau beban lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral, dan karena itu tidak memiliki kualitas andal.

(5). Kelengkapan Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus

lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan tidak mengungkapkan (omission) mengkibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan sehingga tidak dapat diandalkan atau tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi

d. Komparabilitas Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan

entitas antar periode untuk mengindentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyjian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

35

secara konsisten untuk entitas tersebut, antar periode entitas yang sama dan untuk entitas yang berbeda

Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pengguna harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pengguna harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah entitas dari suatu periode ke periode lain dan dalam entitas yang berbeda. Ketaatan pada standar akuntansi keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas, membantu pencapaian daya banding.

Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan tidak seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan yang lebih baik. Perusahaan tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Perusahaan juga tidak perlu memperthankan suatu kebijakan akuntansi jika ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal.

Berhubung pengguna ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan antarperiode, maka entitas perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan.

4. Tanggungjawab Atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen.

Manajemen bertanggungjawab dalam menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan membangun serta memelihara struktur pengendalian intern yang andal, di antaranya mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan yang sejalan dengan pernyataan manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Struktur pengendalian intern harus mencakup sistem akuntansi yang mengidentifikasi, menganalisis, menggolongkan, mencatat, dan melaporkan transaksi dari kesatuan usaha serta menyelenggarakan pertanggungjawaban aset dan utang yang bersangkutan. Transaksi yang dilakukan oleh kesatuan usaha, aset dan utang yang bersangkutan berada dalam pengetahuan dan pengendalian manajemen. Oleh karena itu, penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tersirat dan merupakan bagian yang terpisahkan dari tanggungjawab manajemen.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

36

5. Komponen Laporan Keuangan Lengkap Laporan keuangan merepresentasikan dampak keuangan dari transaksi

dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut krakeristik ekonominya. Laporan keuangan lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut :( pragrap (10) PSAK 1 )

a. Neraca atau laporan posisi keuangan pada akhir periode.. Neraca merepresentasikan posisi keuangan perusahaan pada suatu

tanggal tertentu yang biasanya dibuat pada akhir tahun. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, liabilitas, dan ekuitas. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomik di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan Manfaat ekonomik masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas atau setara kas kepada perusahaan.Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif.. Liabilitas merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomik. Krakteristik esensial liabilitas adalah bahwa perusahaan mempunyai kewajiban masa kini, baik karena kontrak yang mengikat , peraturan perundang-undangan, atau dari praktik bisnis yang lazim. Penyelesaian kewajiban masa kini mengharuskan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua liabilitas.

b.Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode. Merepresentasikan ringkasan penghasilan dan beban perusahaan

dalam suatu periode waktu tertentu. Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomik selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan ( revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal, sering

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

37

disebut penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa.Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomik sehingga pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Contoh keuntungan adalah keuntungan penjualan aset tetap, keuntungan dari hasil investasi, dan keutungan kenaikan nilai investasi jangka pendek. Keuntungan biasanya disajikan sebesar nilai neto setelah dikurangi dengan bebannya. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomik selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset, atau timbulnya liabilitas yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Beban meliputi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal perusahaan .Beban dari aktivitas perusahaan misalnya beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas, persediaan, dan aset tetap. Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi defenisi beban yang mungkin timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian tersebut mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi, misalnya bencana kebakaran.

c. Laporan perubahan ekuitas selama periode. Merepresentasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam ekuitas

perusahaan dalam periode waktu tertentu d. Laporan arus kas selama periode. Merepresentasikan arus kas selama periode waktu tertentu dan

diklasifikasikan menurut aktitvitas operasi, investasi, dan pendanaan e. Catatan atas laporan keuangan. Merupakan bagian yang integral dari suatu laporan keuangan yang

memberikan penjelasan tentang kebijakan akuntansi yang penting dan penjelasan atas hal-hal tertentu yang dianggap perlu, sehingga laporan keuangan memberikan informasi yang lengkap bagi penggunanya.

Catatan atas laporan : (1) menyajikan Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan

dan kebijaksanaan akuntansi spesifik yang digunakan; (2) mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh SAK yang tidak

disajikan di bagian mana pun dalam laporan keuangan; dan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

38

(3) menyediakan informasi yang tidak disajikan di bagian mana pun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.

Entitas sepanjang praktis, menyajikan catatan atas laporan keuangan secara sistematis. Entitas membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi keuangan dan laporan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, perubahan ekuitas dan laporan arus kas untuk informasi yang berhubungan dlam catatan atas laporan keuangan.

Entitas umumnya menyajikan catatan atas laporan keuanan dengan urutan sebagai berikut, untuk membantu pengguna memahami dan membandingkan dengan laporan keuangan entitas lain:

(a) pernyataan kepatuhan terhada SAK (b) ringkasan kebijakan akuntansi (c) informasi tambahan untuk pos-pos yang disajikan dalam laporan

posisi keuangan dan laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, lapooran perubahan ekuitas dan laporan arus kas, sesuai dengan urutan penyajian laporan dan penyajian masing-masing pos

(d) pengungkapan lain termasuk: (i) liabilitas kontinjensi dan komitmen kontratual yang belum diakui

(ii) pengungkapan informasi nonkeuangan, misalnya tujuan dan kebijakan manajemen risiko keuangan

f.Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereflesifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

6. Pendekatan Dalam Mendefinisikan Elemen Laporan Keuangan. Terdapat dua pendekatan yaitu (a) pendekatan aset-liabilitas (asset –

liability approach ) dan (b) pendekatan pendapatan-beban ( revenue-expenses approach). Dalam konteks inilah secara sistematik kedua disiplin akuntansi menunjukkan perbedaan, karena disiplin Akuntansi Keuangan menggunakan pendekatan aset-utang, sedangkan disiplin Akuntansi Pajak menggunakan pendekatan pendapatan-beban.

Disiplin Akuntansi Keuangan beranggapan bahwa aset dan liabilitas itulah the real thing, sesuatu yang benar-benar ada pada perusahaaan, sedangkan pendapatan, beban, untung, dan rugi hanyalah konsep belaka. Untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanyanya pendapatan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

39

dan beban serta untung atau rugi, akuntansi keuangan menggunakan kriteria berupa ada atau tidak adanya kenaikan ( untuk pendapatan atau keuntungan) dan penurunan ( untuk beban atau kerugian) yang terjadi pada aset perusahaan; dan ada tidak adanya kenaikan ( untuk beban atau kerugian) dan penurunan ( untuk pendapatan atau keuntungan ) yang terjadi pada kewajiban perusahaan. Berdasarkan pendekatan aset-liabilitas, standar akuntansi didesain sedemikian rupa sehingga aset dan liabilitas adalah produk utama; sementara itu pendapatan, beban, untung, dan rugi adalah produk sampingan dari hasil penerapan metode-metode pengakuan, pengukuran, penilaian, dan pelaporan yang sesuai dengan standar akuntansinya. Dengan pendekatan aset-liabilitas maka : (1) ada dan tidak adanya manfaat ekonomik yang akan diperoleh di masa mendatang dari suatu pengorbanan dipakai sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu pengorbanan dapat atau tidak dapat diakui sebagai suatu aset; dan (2) ada dan tidak adanya pengorbanan manfaat ekonomik di masa mendatang dipakai sebagai kriteria untuk mengakui ada atau tidak adanya liabilitas.

Sebaliknya, disiplin Akuntansi Pajak beranggapan bahwa pendapatan dan beban serta untung dan rugi adalah the real things – sesuatu yang sebenar benarnya ada pada perusahaan ,sedangkan aset dan liabilitas tidak lain adalah pendapatan, beban, keuntungan, atau kerugian yang ditunda atau ditangguhkan pengakuannya atau belum tiba saatnya untuk diakui sebagai pendapatan atau beban dan keuntungan atau kerugian. Dengan pendekatan pendapatan-beban, standar akuntansi didesain sedemikian rupa sehingga pendapatan, beban, untung, dan rugi adalah produk utama, sedangkan aset dan liabilitas adalah produk sampingan dari hasil penerapan metode-metode pengakuan, pengukuran, penilaian, dan pelaporan yang sesuai dengan standar akuntansinya.

7. Laporan Keuangan Fiskal Dalam Pasal 4 ayat (4) UU KUP ditentukan bahwa SPT Tahunan Wajib

Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Laporan keuangan dimaksud adalah laporan keuangan hasil kegiatan usaha masing-masing Wajib Pajak. Laporan keuangan komersial yang wajib dilampirkan masih bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu misalnya untuk pengisian SPT. Dengan demikian laporan keuangan komersial tersebut tidak dapat digunakan begitu saja untuk kebutuhan perpajakan,

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

40

karena ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan mempunyai kriteria sendiri tentang pengakuan dan pengukuran penghasilan dan beban yang belum tentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Agar laporan keuangan komersial tersebut dapat digunakan sebagai dasar penghitungan pajak terutang, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian atau rekonsiliasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

8. Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan memiliki keterbatasan sebagai berikut :

a. Laporan keuangan bersifat historis, artinya merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Oleh karena itu laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pengambilan keputusan ekonomi.

b.Laporan keuangan bersifat umum artinya laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu.

c. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan

d. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian juga penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika itu tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap kelayakan laporan keuangan.

e. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidak pastian.Jika terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti tentang penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba neto atau nilai aset yang paling kecil.

f. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi suatu peristiwa/transaksi ketimbang bentuk formalnya ( substance over form)

g.Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pengguna laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.

h.Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomi dan kesuksesan antar perusahaan.

i. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

41

BAB VI ASET LANCAR 1. Pengertian Aset lancar adalah kas dan aset lain yang diperkirakan dapat

dikonversi menjadi uang kas, dijual, atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi, tergantung mana yang paling lama

Dalam pragraf 66 PSAK 1 disebutkan bahwa suatu aset dapat diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset :

(a) entitas memperperkirakan akan merealisasikan aset, atau memiliki intensi untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal ;

(b) entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan; (c) entitas memperkirakan akan merealisasi aset dalam jangka waktu

dubelas bulan setelah periode pelaporan; atau (d) aset merupakan kas atau setara kas kecuali aset tersebut dibatasi

pertukaran atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode laporan.

Siklus operasi entitas merupakan jangka waktu antara perolehan aset untuk pemrosesan dan realisasinya dalam bentuk kas atau setara kas. Jika siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasikan secara jelas, maka diasumsikan selama dua belas bulan. Aset lancar termasuk aset ( seperti persediaan dan piutang dagang ) yang dijual, dikonsumsi atau direalisasikan sebagai bagian dari siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak diperkirakan untuk direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan. Aset lancar juga mencakup aset yang utamanyag diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk tujuan diperdagangkan sesuai dengan PSAK 55 “ Instrumen Keuangan “

Aset lancar disajikan di neraca menurut urutan likuiditas. Pos penting dari aset lancar adalah kas, investasi jangka pendek, piutang, persediaan, pembayaran di muka. Kas dilaporkan pada nilai ditetapkannya; investasi jangka pendek umumnya dilaporkan pada nilai wajar; piutang ditetapkan pada nilai jumlah yang dapat ditagih; persediaan umumnya dilaporkan berdasarkan pada yang terendah antara harga perolehan dan harga pasar; pembayaran di muka dinilai berdasarkan harga perolehan. Aset yang tidak termasuk kategori di atas tidak diklasifikasikan sebagai aset lancar tetapi sebagai aset tidak lancar.

Pos utama dalam kelompok aset lancar akan diuraikan di bawah ini.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

42

2. Kas/Bank Istilah kas menunjuk kepada alat pembayaran yang siap dan bebas

digunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan artinya tidak ada ikatan kontraktual yang membatasi penggunaannya. Sedangkan istilah bank menunjuk kepada sisa rekening giro perusahaan di bank yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Dalam pengertian kas/bank tidak termasuk dana yang disisihkan untuk kegiatan tertentu, cek mundur, cek kosong, persediaan perangko, dan rekening giro pada bank di luar negeri yang tidak segera dapat dipakai. Kas/Bank yang penggunaannya dibatasi, dapat dimasukkan aset lancar hanya jika pembatasan tersebut dilakukan untuk menyisihkan dana untuk melunasi liabilitas jangka pendek atau jika pembatasan tersebut hanya berlaku selama satu tahun. Atas sisa rekening giro di bank biasanya perusahaan mendapat imbalan berupa bunga walaupun jumlahnya tidak besar, karena motivasi perusahaan membuka rekening giro di bank bukan untuk mendapatkan imbalan bunga melainkan untuk keamanan penyimpanan uang dan memperlancar transaksi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 131 Tahun 2000 bunga atas simpanan di bank termasuk giro dikenakan pajak yang bersifat final sebesar 20 % dari jumlah bruto.

3. Piutang Piutang adalah klaim atas uang, barang atau jasa kepada pelanggan

atau pihak-pihak lainnya. Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan baik sebagai piutang lancar ( jangka pendek) maupun sebagai tidak lancar (jangka panjang). Piutang lancar diperkirakan dapat ditagih dalam jangka waktu paling lama satu tahun atau dalam satu siklus operasi, mana yang lebih panjang. Semua piutang lainnya diklasifikasikan sebagai tidak lancar. Selanjutnya piutang diklasifikasikan di neraca baik sebagai piutang usaha maupun piutang lain-lain.

Piutang usaha adalah jumlah yang terutang oleh pelanggan karena penjualan produk barang atau penyerahan jasa yang dilakukan dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang usaha, biasanya yang paling besar yang dimiliki perusahaan. Piutang usaha dapat disubklasifikasikan menjadi piutang dagang dan wesel tagih.Piutang dagang adalah janji lisan dari pembeli untuk membayar barang dan jasa yang dijual, biasanya dapat ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari dan merupakan akun terbuka yang berasal dari kredit jangka pendek. Wesel tagih adalah janji tertulis dari pembuatnya untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu pada waktu yang akan datang dan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

43

dapat berasal dari penjualan, pendanaan, atau transaksi lain. Wesel tagih dapat bersifat jangka pendek atau jangka panjang.

Piutang bukan dagang adalah piutang yang timbul dari berbagai transaksi dan dapat berupa janji tertulis baik untuk membayar maupun untuk mengirimkan. Contoh piutang bukan dagang adalah uang muka kepada staf dan karyawan, uang muka kepada anak perusahaan, deposito sebagai jaminan pelaksanaan kerja atau pembayaran, piutang dividen dan bunga. Karena sifat khas dari piutang bukan dagang, maka pada umumnya diklasifikasikan dan dilaporkan sebagai pos terpisah di neraca.

Dalam banyak transaksi piutang, jumlah yang diakui adalah harga pertukaran di antara kedua pihak. Harga pertukaran adalah jumlah yang merupakan utang dari pihak yang berutang (pelanggan atau peminjam) dan umumnya dibuktikan dengan beberapa jenis dokumen bisnis, seringkali berupa faktur. Dalam penjualan barang atau pemberian jasa umumnya dijumpai potongan perdagangan (trade discounts) dan potongan tunai (cash discounts) serta retur penjualan. Biasanya potongan perdagangan menurut akuntansi langsung dikurangkan dari penjualan. Ketentuan ini juga diikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Mengenai potongan tunai dalam akuntansi komersial ada dua cara pembukuan penjualan yaitu membukukan dengan metode bruto atau metode neto. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang diakui adalah metode bruto yaitu potongan penjualan diakui dalam akun hanya jika pembayaran diterima dalam periode potongan. Potongan pejualan ini akan disajikan dalam laporan laba rugi sebagai pengurangan dari penjualan untuk mendapatkan penjualan neto.

Wajib Pajak selaku Pengusaha Kena Pajak yang menjual barang atau

memberikan jasa, wajib memungut PPN atas penyerahan barang dan jasa kena pajak yang dilakukannya. Pada umumnya pengakuan dan pembukuan atas penjualan dilakukan saat pengiriman barang yang disertai dengan penerbitan faktur penjualan. Untuk tujuan perpajakan (PPN), pengusaha diwajibkan untuk menerbitkan Faktur Pajak selambat-lambatnya pada akhir bulan berikut setelah bulan penyerahan. Namun mulai bulan April 2010 ( sejak berlakunya perubahan terakhir UU PPN) Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dengan demikian pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak , pengusaha akan melakukan pencatatan sebagai berikut :

Piutang Usaha.................................Rp

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

44

Pajak Keluaran...............................................Rp Penjualan.......................................................Rp Untuk tujuan Pajak Penghasilan, saat pengakuan dan pencatatan

penjualan pada umumnya mengikuti ketentuan Standar Akuntansi Keuangan. Untuk keperluan PPN, saat pencatatan penjualan dapat berbeda dengan pencatatan menurut ketentuan Standar Akuntansi Keuangan dan Pajak Penghasilan. Akan tetapi karena bersumber dari transaksi yang sama kedua jumlah tersebut harus dapat direkonsiliasikan.

Penjualan secara kredit menyebabkan adanya kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Piutang tak tertagih adalah kerugian bagi perusahaan. Dalam praktik akuntansi komersial , terdapat 2 (dua) metode pencatatan piutang tak tertagih yaitu metode penghapusan langsung ( direct write off method) dan metode penyisihan (allowance method).

Dalam metode penghapusan langsung, piutang tak tertagih dihapusbukukan dan dicatat sebagai kerugian pada tahun diputuskan suatu piutang tidak dapat ditagih dengan pembukuan sebagai berikut :

Beban Piutang Tak Tertagih......................Rp Piutang..............................................................Rp Dalam metode penyisihan, dibentuk suatu penyisihan untuk

mengantisipasi kemungkinan kerugian piutang tak tertagih. Pencatatan yang dilakukan pada saat pembentukan penyisihan adalah :

Beban Piutang Tak Tertagih....................Rp Penyisihan Piutang Tak Tertagih....................Rp Akun Penyisihan Piutang Tak Tertagih adalah akun penilaian ( valuation

account) dan dikurangkan ke piutang di neraca. Atas piutang yang diragukan tingkat kolektiblitasnya, perusahaan dapat membebankannya ke akun penyisihan tersebut. Bila suatu piutang tertentu diputuskan tidak dapat ditagih sehingga akan dihapusbukukan maka akan dibukukan:

Penyisihan Piutang Tak Tertagih..............Rp Piutang Rp. Terkadang piutang yang sebelumnnya telah dihapusbukukan ternyata

piutang tersebut sebagian atau seluruhnya dapat ditagih. Jika metode penyisihan yang digunakan maka akan dilakukan pembukuan sebagai berikut :

Piutang..................................................Rp Penyisihan Piutang Tak Tertagih...................Rp

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

45

Kas........................................................Rp Piutang .......................................................Rp Jika metode penghapusan langsung yang digunakan, maka atas

pelunasan piutang yang sebelumnya telah dihapusbukukan tersebut akan dibukukan sebagai berikut :

Piutang.................................................Rp Beban Piutang Tak Tertagih............................Rp Kas.......................................................Rp Piutang..........................................................Rp Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh , piutang yang nyata-

nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan dengan syarat :

1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktur Jenderal Pajak; dan 3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri

atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil,

yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut di atas telah dikeluarkan

Peraturan Men Keu Nomor :105/PMK.03/2009 stdd PMK : 57/PMK.03/2010 yang menentukan antara lain sebagai berikut :

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:

1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak

dapat ditagih kepada DJP: dan. 3)Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan

perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

46

pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan dalam jumlah utang tertentu.

Yang dimaksud dengan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak. Sedangkan yang dimaksud dengan penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi:

a.Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/ majalah atau media massa cetak yang lazimnya berskala nasional; atau

b.Penerbitah khusus adalah pemuatan pengumuman pada : 1.penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara ( HIMBARA)/

Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS) 2.penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan atau 3.penerbitan yang dikeluarkan asosiasi yang telah terdftar sebagai

Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi angotanya. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana

dimaksud di atas berbentuk hard copy dan atau soft copy Pada hakikatnya pembentukan atau pemupukan dana cadangan

tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, namun untuk usaha tertentu diberikan pengecualian. Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c angka 1 UU PPh ditentukan bahwa pembentukan atau pemupukan dana cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan Peraturan MenKeu

Selanjutnya dengan Peraturan MenKeu Nomor: 81/PMK.03/2009 diatur pembentukan atau pemupukan dana cadangan sebagai berikut:

1.Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional: a. 1 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak

termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara. b. 5 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian

khusus setelah dikurangi nilai agunan. c. 15 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar

setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

47

d. 50 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan.

e. 100 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud di atas paling tinggi adalah

a. 100 % dari nilai agunan yang bersifat likuid, dan b.75 % dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan

perusahaan penilai. 2. Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip

syariah. a. 1% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak

termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan pemerintah berdasarkan prinsip syariah.

b. 5 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan.

c. 15 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan.

d. 50 % dari piutang dengan dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan.

e. 100 % dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud di atas paling tinggi adalah :

a. 100 % dari nilai agunan yang bersifat likuid, dan b.75 % dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan

perusahaan penilai. 3.Bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional. a. 0,5% dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank

Indonesia. b. 10 % dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi

dengan nilai agunan. c. 50 % dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan

nilai agunan d. 100 % dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan

nilai agunan.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

48

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud di atas adalah sama dengan yang diuraikan pada angka 1 dan 2 di atas.

4.Bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

a. 0,5 % dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia.

b. 10 % dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan.

c. 50 % dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan.

d. 100 % dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan . Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada

cadangan sebagaimana dimaksud di atas adalah sama dengan yang diuraikan pada angka 1 dan 2 di atas.

5. Koperasi simpan pinjam a. 0,5 % dari piutang dengan kualitas lancar. b. 10 % dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi

dengan nilai agunan. c. 50 % dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan

nilai agunan d. 100 % dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan

nilai agunan. Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang

pada cadangan sebagaimana dimaksud di atas adalah sama dengan yang diuraikan pada angka 1 dan 2 di atas.

6. Perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi.

Paling tinggi sebesar 2,5 % dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.

7. Perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang Paling tinggi sebesar 5 % dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir

piutang. 4. Investasi Sementara/JangkaPendek ( Marketable Securities) Investasi sementara/jangka pendek atau surat-surat berharga yang

mudah dipasarkan adalah saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang dimiliki perusahaan dalam rangka penanaman sementara untuk memanfaatkan dana selama tidak digunakan. Investasi sementara

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

49

adalah investasi yang segera dapat dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang. Agar dapat diklasifikasikan sebagai investasi sementara, surat berharga harus mempunyai sifat sebagai berikut :

(a) Mempunyai pasar sehingga dapat diperjualbelikan dengan segera. (b) Pemilikannya dimaksudkan untuk dijual kembali dalam jangka waktu

dekat apabila diperlukan kebutuhan dana untuk kegiatan umum perusahaan.

(c) Pemilikannya tidak dimaksudkan untuk mengendalikan atau mnguasai perusahaan lain.

Investasi sementara/jangka pendek menurut akuntansi komersial dapat disajikan dengan menggunakan dua cara yaitu :

(1) Harga perolehan (b) Harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar ( lower of cost

or market ---locom) Penilaian berdasarkan metode harga terendah antara harga perolehan

dan harga pasar didasarkan atas pendapat bahwa metode tersebut memberikan nilai neraca yang wajar ( prudent) dan tidak menyebabkan pengakuan keuntungan yang tidak terealisasi dalam penghasilan. Namun demikian dalam praktik akuntansi komersial lebih banyak digunakan metode harga perolehan terutama untuk surat-surat berharga yang pergerakannya cukup tinggi dengan alasan perubahan harga adalah bersifat sementara.

Jika metode harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar yang digunakan akan terjadi kerugian karena penurunan harga yang akan dibukukan sebagai berikut :

Kerugian Penurunan Nilai Investasi Sementara/Jangka Pendek Rp..... Penyisihan Penurunan Nilai InvestasiSementara/Jangka Pendek Rp... Berdasarkan Pasal 10 ayat (6) UU PPh penilaian atas surat berharga

(sekuritas) adalah berdasarkan harga perolehan dengan menggunakan metode masuk pertama keluar pertama atau metode rata-rata.Dengan demikian sebelum ada realisasi pelepasan (penjualan) surat-surat berharga tidak ada pengakuan rugi atau laba .

5. Persediaan Berdasarkan PSAK 14 yang dimaksud dengan persediaan adalan aset : (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

50

Berdasarkann defenisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa suatu aset diklasifikasikan sebagai persediaan tergantung pada nature business suatu entitas. Pada perusahaan properti misalnya, properti yang dimiliki seperti apartemen, perumahan, dan gedung yang dijual dapat diklasifikasikan sebagai persediaan karena properti tersebut merupakan aset yang dijual untuk kegiatan usahanya yang bergerak di bidang penjualan properti. Namun bagi entitas lain yang kegiatan usahanya bukan penjualan properti, kepemilikan atas properti tidak diklasifikasikan sebagai persediaan, melainkan sebagai aset tetap atau properti investasi atau aset tidak lancar yang dipegang untuk dijual, tergantung pada tujuan kepemilikannya.

Persediaan menurut akuntansi komersial harus diukur berdasarkan biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah ( the lower of cost or net realizable value (LCNRV). Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai ( present location and condition)

Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian,bea masuk, dan pajak lainnya ( kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Potongan perdagangan, potongan tunai, dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Jika bahan baku diproses menjadi barang jadi maka timbul biaya konversi persediaan yaitu biaya yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang jadi, meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis.

Biaya lain-lain hanya akan dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Dalam keadaan tertentu, biaya pinjaman dimasukkan sebagai biaya persediaan, jika untuk memproduksi persediaan hingga siap untuk dijual membutuhkan waktu yang cukup lama sesuai dengan bidang usahanya yaitu 12 bulan atau lebih.

Contoh biaya-biaya yang dkeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode terjadinya adalah :

(a) jumlah pemborosan bahan, tenaga kerja, atau biaya produksi lainnya yang tidak normal;

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

51

(b) biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut diperlukan dalam proses produksi sebelum dilanjutkan pada tahap produksi berikutnya;

(c) biaya administrasi dan umum yang tidak memberikan kontribusi untuk membuat persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini ;

(d) biaya penjualan

Menurut akuntansi komersial biaya persediaan harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata terimbang( moving average cost method) . Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang harus ditentukan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala atau setiap penerimaan kiriman, bergantung pada keadaan perusahaan.

Perlu dikemukakan bahwa IFRS melarang menggunakan metode LIFO untuk tujuan pelaporan keuangan karena IASB (International Accounting Standard Board) menyatakan bahwa metode LIFO tidak merepresentasikan secara andal arus persediaan yang sebenarnya. Namun demikian, Amerika Serikat masih tetap menggunakan metode LIFO secara ekstensif.

Pencatatan persediaan dapat dilakukan berdasarkan sistem persediaan periodik ( periodic inventory system) atau berdasarkan sistem persediaan perpetual ( perpetual inventory system). Dalam sistem persediaan periodik, pada setiap akhir periode akuntansi harus dilakukan inventarisasi pisik ( phisical inventory) misalnya menghitung, mengukur, atau menimbang barang, untuk menentukan jumlah barang yang tersedia untuk penghitungan harga pokok penjualan. Dalam sistem persediaan perpetual , pencatatan dilakukan secara terus menerus atas setiap mutasi persediaan. Dalam sistem ini inventarisasi pisik fungsinya bukan menentukan jumlah persediaan untuk penghitungan harga pokok penjualan tetapi untuk mengetahui apakah jumlah persediaan menurut iventarisasi pisik sesuai dengan jumlah menurut pembukuan. Di bawah ini diberikan contoh tentang ayat jurnal dalam sistem persediaan periodik dan sistem persediaan perpetual sebagai berikut :

Sistem Persediaan Perpetual Sistem Persediaan Periodik a.Mencatat pembelian Persediaan Pembelian Kas/Utang Dagang Kas/Utang Dagang b.Mencatat penjualan Kas/Piutang Dagang Kas/Piutang Dagang

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

52

Penjualan Penjualan Harga Pokok Penjualan ( Tidak ada jurnal)

Persediaan c. Jurnal Penyesuaian Akhir Tahun Ikhtisar Laba Rugi Persediaan (Awal) Tidak ada jurnal Persediaan Akhir Ikhtisar Laba Rugi d. Jurnal Penutup Akhir Tahun Ikhtisar Laba Rugi Ikhtisar Laba Rugi Harga Pokok Penjualan Pembelian Penjualan Penjualan Ikhtisar Laba Rugi Ikhtisar Laba Rugi

Biaya untuk persediaan yang secara umum tidak dapat ditukar dengan persediaan lain ( not ordinary intercangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus.

Identifikasi khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang diatribusikan ke unit persediaan tertentu. Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi unit yang dipisahkan untuk proyek tertentu, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian, identifikasi khusus biaya tidak tepat ketika terdapat jumlah besar unit dalam persediaan yang dapat menggantikan satu sama lain ( ordinarily interchangeable). Dalam keadaan demikian, metode pemilihan unit yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk mementukan dampaknya dalam laba rugi.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, biaya persediaan harus dihitung berdasarkan masuk pertama keluar pertama ( MPKP atau FIFO) atau rata-rata ( average ), sedangkan masuk terakhir keluar pertama ( MPKP atau LIFO ) tidak diperkenankan sama sekali. Mengenai pencatatan persediaan tidak ada ketentuan yang mengatur secara tegas apakah sistem persediaan perpetual atau sistem periodik yang harus digunakan perusahaan, meskipun berdasarkan contoh yang diberikan dalam UU PPh tentang metode penghitungan biaya persediaan adalah sistem persediaan perpetual. Oleh karena itu sesuai dengan memori penjelasan Pasal 28 ayat ( 7 ) UU KUP yang menyatakan bahwa “ pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan kecuali peraturan perundangan-undangan menyatakan lain, maka perusahaan dapat menggunakan baik sistem periodik maupun sistem perpetual.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

53

6. Deposito

Deposito dapat berupa deposito jangka pendek ( satu tahun atau kurang ) atau deposito jangka panjang ( lebih dari satu tahun ); dalam mata uang rupiah atau valuta asing; di dalam negeri atau di luar negeri. Menurut Pasal 1 PP Nomor: 131 Tahun 2000 yang dimaksud dengan deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan “ deposit on call ” baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada bank atau diterbitkan oleh bank. Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan adalah deposito dan tabungan dalam rupiah dan valuta asing yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengatur tentang cara pembukuan, tetapi sepenuhnya diserahkan kepada praktik akuntansi yang berlaku umum ( Standar Akuntansi Keuangan ). Demikian juga pengakuan penghasilannya berupa bunga sepenuhnya diserahkan kepada praktik akuntansi. Atas penghasilan berupa bunga deposito dan bunga tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, dipotong PPh yang bersifat final sebesar 20 %. Karena pengenaan PPh bersifat final, maka pada akhir tahun bunga deposito bukan merupakan penghasilan kena pajak pada SPT Tahunan PPh dan potongan pajaknya tidak dapat dikreditkan. Untuk deposito dalam valuta asing, keuntungan atau kerugian karena fluktuasi nilai tukar deposito diakui pada saat realisasi ( pencairan) deposito atau diakui pada tahun yang bersangkutan tergantung pada pembukuan perusahaan apakah menggunakan kurs tetap ( fixed rate ) atau menggunakan kurs yang berlaku ( floating rate ). Penghasilan atas fluktuasi nilai tukar deposito dalam valuta asing adalah penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan tarif umum, sehingga penghasilan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam SPT Tahunan PPh

7. Biaya Dibayar di Muka dan Pendapatan yang Akan Diterima

Biaya dibayar di muka adalah biaya-biaya yang dibayar oleh perusahaan yang akan digunakan untuk kegiatan pada waktu yang akan datang dan dibebankan sebagai biaya setelah lewat suatu jangka waktu. Dalam akuntansi komersial pencatatan biaya dibayar di muka ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan neraca dan pendekatan laba

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

54

rugi. Dalam pendekatan neraca, pada saat dilakukan pembayaran, mula-mula dicatat atau dibukukan sebagai aset dan pada akhir tahun buku bagian yang telah terpakai dialokasikan sebagai beban melalui jurnal penyesuaian, sedangkan dalam pendekatan laba rugi pembayara mula-mula dicatat atau dibukukan sebagai beban dan pada akhir tahun bagian yang belum terpakai yang masih mengandung manfaat pada waktu yang akan datang dikoreksi sebagai aset melalui jurnal penyesuaian.

Pendapatan yang akan diterima ( accrued revenues ) adalah bagian dari pendapatan yang belum jatuh tempo pada akhir tahun namun sudah timbul hak. Misalnya bunga obligasi selama tangka waktu 6 bulan terhitung mulai 1 September 2009 sebesar Rp 6.000.000 yang akan diterima 1 Maret 2010. Pada akhir tahun 2009 sudah timbul hak atas pendapatan sebesar 4/6 x 6.000.000 = 4.000.000 meskipun akan diterima tanggal 1 Maret 2010. Atas biaya dibayar di muka dan pendapatan yang akan diterima ini tidak ada pengaturan tersendiri dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi sepenuhnya mengikuti Standar Akuntansi Keuangan.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

55

BAB VII ASET TETAP 1. Pendahuluan

Hampir seluruh perusahaan bisnis dari segala macam ukuran dan kegiatan menggunakan harta atau aset yang bersifat tahan lama dalam operasinya, bahkan sering merupakan bagian utama dari aset yang digunakan perusahaan seperti halnya dalam perusahaan industri dan perusahaan transportasi. Harta atau aset tersebut disebut aset tetap yang dalam literatur akuntansi biasa disebut “ property, plant and equipment” atau “fixed assets”

Menurut PSAK 16 ( sebelum revisi ) aktiva tetap adalah “ aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”. Jadi krakteristik aktiva tetap adalah :

a. memiliki substansi fisik; b. digunakan dalam operasi perusahaan; c. tidak dimaksudkan untuk dijual kembali; d. masa manfaat lebih dari satu tahun. Sedangkan menurut PSAK 16 ( revisi 2014 ) aset tetap adalah aset

berwujud yang : (a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau

jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

(b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang memasukkan unsur cara

perolehan, dalam PSAK 16 ( revisi 2012) unsur tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi lebih menekankan kepada tujuan penggunaan aset.

Kieso dkk dalam “ Intermediate Accounting” menyebutkan ada 3 krakteristik utama dari aset tetap, yaitu :

(a) diperoleh untuk digunakan dalam operasi dan bukan untuk dijual kembali.

(b) bersifat jangka panjang dan merupakan subjek penyusutan, (c) memiliki substansi fisik. Selanjutnya dalam PSAK 16 ( revisi 2014) disebutkan bahwa biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset tetap jika dan hanya jika : (a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik

masa depan dari aset tersebut; (b) biaya perolehannya dapat diukur secara andal

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

56

Ini merupakan prinsip pengakuan umum untuk aset tetap. Prinsip ini diterapkan pada saat pengakuan awal aset, pada saat ada bagian tertentu dari aset yang diganti, dan jika ada pengeluaran tertentu yang terjadi terkait dengan aset tersebut selama masa manfaatnya. Jika pengeluaran tersebut menimbulkan manfaat ekonomik masa depan, maka dapat diakui sebagai aset.

Persyaratan ini tidak berbeda dengan ketentuan sebelum revisi 2007, namun penjelasan berikut tidak ada lagi dalam ketentuan setelah revisi , yaitu :

Dalam menentukan apakah suatu pos memenuhi kriteria pertama untuk pengakuan, suatu prusahaan harus menilai tingkat kepastian aliran manfaat keekonomian masa yang akan datang berdasarkan bukti yang tersedia pada waktu pengakuan awal. Adanya kepastian yang cukup bahwa manfaat keekonomian masa yang akan datang akan mengalir ke perusahaan membutuhkan suatu kepastian bahwa perusahaan akan menerima imbalan dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika risiko dan imbalan telah diterima perusahaan. Sebelum hal ini terjadi, transaksi untuk memperoleh aktiva biasanya dapat dibatalkan tanpa sanksi yang signifikan, dan karenanya aktiva tidak diakui.

Kriteria kedua untuk pengakuan biasanya dapat dipenuhi langsung karena transaksi pertukaran mempunyai bukti pembelian mengindentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat dibuat dari transaksi dengan pihak eksternal dan perusahaan untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan input lain dalam proses konstruksi. Dengan adanya perubahan pengertian aktiva tetap dalam PSAK 16 ( revisi 2014) yaitu “dimiliki untuk digunakan.... ” sebenarnya tidak ada lagi perbedaannya dengan pengertian harta berwujud yang dimaksud dalam UU PPh. Namun demikian aktiva tetap yang masih dalam proses sewa guna usaha dengan hak opsi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak boleh disusutkan oleh lessee karena hak kepemilikan secara formal belum beralih kepada lessee, sedangkan menurut PSAK aktiva tersebut dapat disusutkan karena hakikat ekonominya tidak berbeda dengan aktiva tetap yang telah dimiliki.

2.Komponen Biaya. Suatu benda berwujud yang memiliki kualifikasi untuk diakui sebagai

suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur sebesar harga perolehan. Biaya perolehan aset tetap meliputi :

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

57

(a) harga perolehannya termasuk bea impor dan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan setelah dikurangi diskon dan potongan lain;

(b) setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan supaya aset tersebut siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen;

(c) estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset tetap, kewajiban tersebut timbul ketika aset diperoleh atau sebagai konsekuensi penggunaan aset tetap selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk memproduksi persediaan selama periode tersebut.

Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : (1) biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari konstruksi atau

perolehan aset tetap; (2) biaya penyiapan lahan untuk pabrik; (3) biaya penanganan dan penyerahan awal; (4) biaya perakitan dan instalasi; (5) biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah

dikurangi hasil neto penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut ( seperti contoh hasil dari peralatan yang sedang diuji ); dan

(6) fee profesional. Menurut Pasal 10 UU PPh harga perolehan aset tetap ditentukan sebagai

berikut :

Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4). Jika terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan.

Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dengan tukar menukar.

Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU PPh

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

58

Nilai pasar harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti modal atau penyertaan modal ( Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh)

Dalam hal aktiva dibangun sendiri maka harga perolehan ditentukan: # biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, di

mana harus dikeluarkan ( dikoreksi) unsur-unsur pengeluaran yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat dibebankan ( non deductible).

# Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman, beban bunga pinjaman harus dikapitalisasi dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan ( menjadi harga perolehan SE-20/PJ.42/1994)

3. Penggolongan Biaya.

Baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun standar akuntansi keuangan mengelompokkan aset tetap dalam aset yang dapat disusutkan (depreciable assets) dan aset yang tidak dapat disusutkan ( non depreciable assets). Aset yang dapat disusutkan misalnya adalah bangunan, mesin, peralatan dan perabotan, sedangkan aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah. Dalam Pasal 11 UU PPh ditentukan bahwa pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah yang berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah yang dipergunakan untuk genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan “pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali” adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya. Sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dikelompokkan sebagai aset tak berwujud yang diamortisasi sesuai dengan ketentuan amortisasi yang berlaku untuk aset tak berwujud.

Berbeda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak memperkenankan sama sekali penyusutan atas tanah, dalam ISAK 25 ditentukan bahwa umur ekonomik hak atas tanah dalam bentuk Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan hak Pakai tidak terbatas sehingga tidak disusutkan, kecuali “ jika terdapat bukti

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

59

sebaliknya yang mengindikasikan bahwa perpanjangan atau pembaruan hak atas tanah kemungkinan besar atau pasti tidak diperoleh.”

Perlu dikemukakan bahwa biaya pengurusan legal hak atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset tanah. Biaya pengurusan perpanjangan pembaruan legal hak atas tanah diakui sebagai aset tak berwujud dan diamortisasi sepanjang umur hukum hak atau umur ekonomik tanah, mana yang lebih pendek sesuai dengan PSAK pragraf 94 Aset Takberwujud. ( berlaku sejak 1 Januari 2012)

Untuk tujuan penyusutan ketentuan perpajakan mengelompokkan aset

dalam bangunan dan bukan bangunan. Aset bukan bangunan dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu :

Kelompok 1 : Masa manfaat 4 tahun. Kelompok 2 : Masa manfaat 8 tahun Kelompok 3 : Masa manfaat 16 tahun Kelompok 4 : Masa manfaat 20 tahun Aset berupa bangunan dikelompokkan dalam : Bangunan permanen : Masa manfaat 20 tahun Bangunan tidak permanen : Masa manfaat 10 tahun Standar Akuntansi Keuangan sama sekali tidak mengatur

pengelompokan aset berdasarkan masa manfaat, karena penentuan masa manfaat sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing manajemen perusahaan. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan pengelompokan harta berdasarkan masa manfaat untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam melakukan penyusutan atas aset tetap.

4.Perolehan Aset Tetap. Aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti pembelian,

penukaran, penyertaan modal, sewagunausaha dengan hak opsi, donasi, pembangunan sendiri dan berakhirnya kontrak bangun guna serah ( built, operate, and transfer).

4.1.Pembelian Aset Tetap Menurut PSAK 16, aset tetap yang diperoleh melalui pembelian

dalam bentuk siap pakai dicatat dengan jumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk menempatkan aset tetap itu pada tempat dan kondisi yang siap dipergunakan seperti bea masuk, PPN yang tidak dapat direstitusi atau dikreditkan, biaya pengangkutan dan sebagainya. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

60

perpajakan, Pajak Masukan yang tidak dapat direstitusi atau dikreditkan dapat dikurangkan dari penghasilan neto, kecuali :

(a) Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan g UU PPN dan PPn BM, sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar.

(b) Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh

Pajak Masukan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas sehubungan dengan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun terlebih dahulu dikapitalisasi, baru kemudian dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

4.2.Pertukaran Aset Tetap

Satu atau lebih aset tetap mungkin diperoleh dalam pertukaran dengan aset moneter atau aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan nonmoneter. Pertukaran satu aset nonmoneter dengan aset nonmoneter lain diukur pada nilai wajarnya kecuali :

(a) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau (b) nilai wajar aset yang diterima dan aset yang diserahkan tidak dapat

diukur secara andal Jika aset yang diperoleh tidak dapat diukur pada nilai wajar, maka

perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diserahkan. Yang dimaksud dengan nilai wajar adalah harga yang akan diterima

untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.

Suatu transaksi pertukaran memiliki substansi komersial, jika : (a) konfigurasi ( risiko, waktu, dan jumlah ) arus kas dari aset yang

diterima berbeda dengan konfigurasi arus kas dari aset yang diserahkan; atau

(b) nilai spesifik entitas dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh transaksi berubah sebagai akibat dari pertukarah; dan

(c) selisih di (a) atau (b) adalah relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang dipertukarkan.

Nilai wajar suatu aset dapat diukur secara andal jika :

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

61

(a) variabilitas dalam rentang estimasi nilai wajar yang rasional untuk aset tersebut adalah tidak signifikan ; atau

(b) probabilitas dari beragam estimasi dalam rentang tersebut dapat dinilai rasional dan digunakan dalam mengestimasi nilai wajar

Jika entitas dapat menentukan nilai wajar secara andal, baik dari aset yang diterima maupun dari aset yang diserahkan, maka nilai wajar aset yang diserahkan digunakan untuk mengukur perolehan aset yang diterima, kecuali jika nilai wajar aset yang diterima lebih jelas.

Di bawah ini diberikan contoh pertukaran aset non moneter sebagai

berikut : a. Situasi rugi

PT A menukarkan aset non moneter bekas berupa mesin dengan aset non moneter baru juga berupa mesin milik PT B. Pertukaran memiliki substansi komersial. Mesin bekas memiliki nilai buku sebesar 8.000.000 ( harga perolehan sebesar 12.000.000 dikurangi akumulasi penyusutan 4.000.000 ). Harga daftar mesin baru 16.000.000. Dalam pertukaran tersebut PT B menghargai mesin bekas milik PT A sebesar 9.000.000. PT A akan menghitung harga perolehan mesin baru sebagai berikut :

Harga daftar mesin baru 16.000.000 Dikurangi harga tukar mesin bekas 9.000.000

Pembayaran kas yang harus dilakukan 7.000.000 Nilai wajar mesin bekas 6.000.000 Harga perolehan mesin baru 13.000.000 ======== PT A akan mencatat transksi tersebut sebagai berikut : Mesin (baru) 13.000.000 Akumulasi Penyusutan Mesin 4.000.000 Kerugian Pertukaran Mesin 2.000.000 Mesin (lama) 12.000.000 Kas 7.000.000

b. Situasi laba. PT ABC menukarkan peralatan bekas miliknya dengan peralatan baru

dari PT XYZ. Nilai buku peralatan bekas 42.000.000 ( Harga perolehan 64.000.000 dikurangi akumulasi penyusutan 22.000.000). Harga wajar peralatan bekas sebesar 49.000.000. Selain menyerahkan peralatan bekas, PT ABC juga harus mengeluarkan kas sebesar 11.000.000. PT ABC menghitung harga perolehan peralatan baru sebagai berikut :

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

62

Harga wajar peralatan yang ditukarkan : 49.000.000 Kas yang dibayarkan : 11.000.000 Harga perolehan peralatan baru 60.000.000 --------------- PT ABC mencatat transaksi pertukaran tersebut sebagai berikut : Peralatan ( baru) 60.000.000 Akumulasi Penyusutan Peralatan 22.000.000 Peralatan (lama) 64.000.000 Laba Pertukaran Peralatan 7.000.000 Kas 11.000.000 c. Tidak memiliki substansi komersial. Sekiranya PT ABC dalam pertukaran di atas tidak memiliki substansi

komersial, maka posisi ekonomi PT ABC tidak dapat mengubah transaksi pertukaran secara signifikan. Dalam situasi tersebut PT ABC akan menangguhkan keuntungan sebesar 7.000.000 dan mengurangi basis peralatan baru. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Nilai wajar peralatan baru : 60.000.000 Dikurangi keuntungan yang ditangguhkan : 7.000.000 Basis peralatan baru 53.000.000 atau Nilai buku peralatan bekas (lama) : 42.000.000 Ditambah kas yang dibayarkan : 11.000.000 Basis peralatan baru 53.000.000

PT ABC mencatat transaksi ini sebagai berikut; Peralatan baru 53.000.000 Akumulasi Penyusutan –Perl lama 22.000.000 Peralatan lama 64.000.000 Kas 11.000.000

Dalam pertukaran yang tidak memiliki substansi komersial, , perusahaan mengakui keuntungan ( tercermin dalam basis peralatan baru) ketika perusahaan kemudian menjual peralatan baru tersebut, tidak pada saat pertukaran.

Sebagai kesimpulan dari pertukaran aset non moneter yang mengakui

adanya keuntungan atau kerugian adalah sebagai berikut: 1. Menghitung total keuntungan atau kerugian atas transaksi. Jumlah

ini sama dengan selisih antara harga wajar aset yang diserahkan dan nilai buku aset yang diserahkan.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

63

2. Apabila terdapat kerugian pada butir 1, selalu mengakui seluruh kerugian.

3. Apabila terdapat keuntungan pada butir 1 , a. dan pertukaran memiliki substansi komersial, mengakui seluruh

keuntungan, b. dan pertukaran tidak memiliki substasi komersial. keuntungan

tidak diakui

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, aset yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar menukar dengan aset lain, nilai perolehan atau nilai penjualan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Dengan demikian atas transaksi penukaran tersebut di atas PT A dan PT B akan memperoleh keuntungan atau menderita rugi sebagai berikut :

PT A PT B (Harta X) (Harta Y) Nilai sisa buku 45.000.000 60.000.000 Harga pasar 50.000.000 50.000.000 Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara PT A dan PT B,

namun karena harga pasar yang dipertukarkan adalah 50.000.000, maka jumlah sebesar 50.000.000 merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. PT A memperoleh keuntungan 5.000.000 (50.000.000-/-45.000.000) dan PT B menderita kerugian 10.000.000 (50.000.000-/-60.000.000)

4.3 Penyertaan Modal Aset tetap dapat diperoleh melalui penerbitan sekuritas seperti saham

biasa. Jika saham itu sedang diperdagangkan secara aktif, maka nilai pasar saham yang diterbitkan merupakan indikasi yang wajar atas biaya aset tetap yang diperoleh karena saham merupakan ukuran yang baik atas harga ekuivalen kas. Sebagai contoh, untuk membeli aset tetap PT Sasa menerbitkan 10.000 lembar saham biasa nilai nominal Rp 15.000 per lembar dan harga pasar Rp 17.500 per lembar saham. Atas transaksi tersebut, PT Sasa akan membuat jurnal sebagai berikut :

Aset tetap 175.000.000 Saham Biasa 150.000.000

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

64

Tambahan modal disetor 25.000.000 Jika nilai saham biasa yang ditukarkan tidak dapat ditentukan, maka nilai

pasar aset harus ditentukan dan digunakan sebagai dasar untuk mencatat aset dan penerbitan saham biasa.

4.4. Perolehan Dengan Membangun Sendiri Biaya perolehan suatu aset yang dibangun (dikonstruksi) sendiri

ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama sebagaimana perolehan aset dengan pembelian atau cara lain. Dalam hal aset dibangun sendiri dengan suatu kontrak tanpa menggunakan dana pinjaman, penentuan harga perolehan tidak menimbulkan masalah. Lain halnya jika pembangunan dilakukan sendiri oleh perusahaan dan dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan dana yang diperoleh dari pinjaman. Jika pembangunan dilakukan sendiri oleh perusahaan, biaya bahan dan biaya tenaga kerja yang digunakan dalam pembangunan tidak menimbulkan masalah karena biaya-biaya tersebut dapat ditelusuri secara langsung pada pesanan dan bahan yang berkaitan dengan aset yang dibangun. Akan tetapi biaya pabrikasi tak langsung dan bunga pinjaman akan menimbulkan masalah. Biaya pabrikasi tak langsung yang sering disebut biaya overhead, mencakup sumber daya, pemanasan, listrik, asuransi, tenaga pengawas, beban panyusutan, dan perlengkapan. Atas biaya pabrikasi tak langsung ini akan dikapitalisasi dalam harga perolehan aset sebesar biaya pabrikasi tak langsung yang timbul sebagai akibat pembangunan aset.

Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan, konstruksi atau produksi suatu aset tertentu harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. Apabila suatu dana berasal dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan suatu aset tertentu tetapi pinjaman itu juga digunakan untuk aset lain, maka jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi ditentukan dengan mengalikan tingkat kapitalisasi terhadap pengeluaran yang terjadi untuk memperoleh aset tertentu. Tingkat kapitalisasi dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang dari biaya pinjaman dibagi dengan jumlah pinjaman dari suatu periode (tidak termasuk jumlah pinjaman yang secara khusus digunakan untuk perolehan aset tertentu). Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi dalam periode tertentu tidak boleh melebihi jumlah biaya pinjaman yang terjadi selama periode tersebut. Yang dimaksud dengan aset tertentu adalah suatu aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.

Biaya pinjaman meliputi antara lain :

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

65

a.Bunga atas penggunaan dana pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang;

b. Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman; c. Amortisasi atas biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti

biaya konsultan, ahli hukum, commitment fee dan sebagainya; d. Selisih kurs atas pinjaman dalam valuta asing ( sepanjang selisih kurs

tersebut merupakan penyesuaian terhadap biaya bunga) atau amortisasi premi kontrak valuta berjangka dalam rangka lindung nilai (hedging) dana yang dipinjam dalam valuta asing.

Kapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian dari perolehan suatu aset dimulai apabila :

a. pengeluaran untuk aset tersebut telah mulai dilakukan; b. biaya pinjaman sedang terjadi; c. aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau

memproduksi aset tertentu sedang berlangsung. Kapitalisasi biaya pinjaman harus diakhiri apabila untuk memperoleh,

membangun atau memproduksi aset tertentu sesuai dengan tujuannya secara subtansial telah selesai. Apabila pembangunan atau konstruksi suatu aset dapat dilakukan per bagian di mana bagian yang telah selesai segera digunakan sementara bagian lainnya masih dalam penyelesaian maka jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi adalah untuk bagian yang belum selesai saja.

4.5 Berakhirnya Masa Kontrak Bangun Guna Serah. Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan

kerjasama dalam bentuk “Bangun Guna Serah” diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995 sebagai berikut :

1.Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir.

2.Biaya mendirikan bangunan di atas tanah yang dikeluarkan oleh investor merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian guna serah dan

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

66

dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor.

3.Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih pendek daripada masa yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa perjanjian masa perjanjian bangun guna serah yang lebih pendek tersebut.

4.Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut.

5.Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang daripada masa yang telah ditentukan dalam masa perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa yang belum diamortisasi, dan diamortisasi oleh investor hingga berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah yang lebih panjang tersebut.

6.Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian guna serah berakhir adalah merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh.

7.Atas penghasilan tersebut terutang PPh sebesar 5 % dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam UU PBB, dan harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa perjanjian guna serah berakhir.

8.Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 7 di atas, bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah bersifat final sedangkan bagi Wajib Pajak badan adalah merupakan pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

9.Nilai perolehan bangunan yang diterima dari investor sebagaimana dimaksud pada butir 6 adalah sebesar nilai pasar atau NJOP yang merupakan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.

10.Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah selama masa bangun guna serah merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU PPh, bangunan yang diterima

pemegang hak atas tanah dari investor setelah masa perjanjian bangun guna

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

67

serah berakhir, akan disusutkan selama 20 tahun jika bangunan tersebut adalah bangunan permanen dan 10 tahun jika bangunan tersebut adalah tidak permanen.

Untuk kepentingan akuntansi keuangan (komersial) nilai bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir adalah berdasarkan harga pasar dan akan disusutkan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh manajemen.

5. Penyusutan Potensi manfaat yang dikandung oleh suatu aset tetap yang digunakan

untuk menghasilkan pendapatan akan berkurang dengan berlalunya waktu. Bagian dari potensi manfaat yang berkurang tersebut dalam akuntansi keuangan disebut penyusutan (depreciation). Penyusutan ini adalah merupakan beban yang harus ditandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan sesuai dengan prinsip penandingan ( the matching principle). Dalam PSAK 16 disebutkan bahwa penyusutan adalah “ alokasi sistematis jumlah tersusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya”.

Stice dkk dalam “Intermediate Accounting” menyatakan bahwa penyusutan bukanlah proses di mana perusahaan mengakumulasikan dana untuk mengganti aset tetapnya. Penyusutan bukan pula cara untuk menghitung nilai sekarang dari aset tetap. Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah tersusutkan dari aset selama periode-periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aset. Akumulasi penyusutan bukanlah dana penggantian aset, melainkan jumlah seluruh harga perolehan yang telah dipergunakan selama periode-periode sebelumnya.

Atas hal yang sama Kieso dkk dalam “Intermediate Accounting” menyatakan bahwa penyusutan bukan merupakan masalah penilaian tetapi merupakan alat untuk alokasi biaya. Aset tidak disusutkan berdasarkan penurunan nilai pasar wajarnya, tetapi berdasarkan pembebanan secara sistematis terhadap beban. Penyusutan didefinisikan sebagai proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aset berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aset tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya beban penyusutan adalah : (a) besarnya harga perolehan aset tetap, (b) nilai sisa (nilai residu), (c) masa manfaat, (d) pola penggunaan atau metode penyusutan.

Aset tetap selain tanah, memiliki masa manfaat (useful life ) yang terbatas sebagai akibat dari faktor fisik dan fungsional. Faktor fisik yang membatasi

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

68

masa manfaat suatu aset adalah (1) kerusakan, (2) keausan, (3) kehancuran. Faktor fungsional yang membatasi masa manfaat adalah (1) ketidaklayakan (inadequacy) misalnya kebutuhan akan bangunan yang lebih besar untuk mengatasi kenaikan produksi, sehingga bangunan lama walaupun mungkin masih baik , namun bangunan tersebut sudah tidak layak lagi untuk tujuan perusahaan (2) penggantian (supersession) adalah penggantian suatu aset dengan aset lainnya yang lebih efisien dan ekonomis misalnya penggantian mainframe komputer dengan jaringan PC, (3) keusangan ( obsolescence) adalah suatu aset dapat kehilangan kegunaannya sebagai akibat dari perubahan dalam kebutuhan dunia usaha dan kemajuan teknologi. sehingga tidak dapat lagi menghasilkan pendapatan yang mencukupi untuk dijadikan alasan dari penggunaan aset tersebut.

Ada sejumlah metode penyusutan yang berbeda untuk menghitung besarnya beban penyusutan, yaitu :

(a) Berdasarkan faktor waktu : * Metode garis lurus (straight line method) * Metode beban menurun ( decreasing charge methods) * Metode jumlah angka tahun ( sum of the years digit method) * Metode saldo menurun ( declining balance method) (b) Berdasarkan faktor penggunaan * Metode jumlah jam jasa * Metode jumlah unit produksi (c) Metode Penyusutan Kelompok dan Gabungan ( Group and Composite

Method) Perusahaan bebas menentukan metode penyusutan yang akan digunakan

sesuai dengan keinginannya, namun jika suatu metode penyusutan telah dipilih harus secara konsisten diterapkan untuk tahun-tahun berikutnya.

Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak terdapat pengertian secara ekspilisit tentang apa yang dimaksud dengan penyusutan. Moenaf H.Regar dalam bukunya “ Pajak Penghasilan 1994 “ menyatakan bahwa perundang-undangan pajak menganut pengertian sendiri tentang penyusutan dan amortisasi, dan tidak sama dengan bidang lain. Dari cara penghitungan penyusutan dan amortisasi dapat dikembangkan pengertian yang dianut dalam undang-undang sebagai berikut :

Penyusutan adalah penjatahan secara sistematis jumlah pengeluaran uang atau nilai lain dari suatu harta tetap selama jangka waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dibebankan sebagai biaya guna menghitung penghasilan kena pajak selama harta dimiliki.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

69

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 UU PPh, metode penyusutan yang diperkenankan hanya ada dua yaitu metode garis lurus dan saldo saldo menurun ganda, namun kelompok bangunan hanya diperkenankan menggunakan metode garis lurus. Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam melakukan penyusutan atas aset tetap, masa manfaat setiap kelompok aset ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, sehingga perusahaan tidak boleh menentukan masa manfaatnya sesuai dengan keinginannya. Saat mulai dilakukan penyusutan adalah pada bulan pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan mulai dilakukan pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan untuk melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

Menurut PSAK penyusutan aset tetap mulai dilakukan pada saat aset yang bersangkutan siap digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diperlukan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen.

Nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap tetap harus ditelaah (reviewed) minimum setiap akhir tahun buku dan apabila hasil telaah berbeda dengan estimasi sebelumnya, maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi sesuai dengan PSAK 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijaksanaan Akuntansi.

Suatu estimasi mungkin harus dilakukan jika ada perubahan kondisi yang mendasari estimasi tersebut, atau karena adanya informasi baru, bertambahnya pengalaman, atau perkembangan lebih lanjut. Apabila sulit untuk memisahkan antara perubahan kebijakan akuntansi dengan estimasi akuntansi, perubahan tersebut diperlakukan sebagai suatu perubahan estimasi akuntansi, dengan pengungkapan yang layak.

Pengaruh perubahan estimasi akuntansi harus dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih dalam :

(a) periode perubahan tersebut, jika perubahan tersebut hanya mempengaruhi periode tersebut; atau

(b) periode perubahan tersebut dan periode-periode tahun yang akan datang jika perubahan tersebut mempengaruhi keduanya.

Suatu perubahan dalam estimasi akuntansi dapat hanya mempengaruhi periode berjalan ataupun mempengaruhi baik periode berjalan maupun periode-periode yang akan datang. Sebagai contoh, perubahan dalam

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

70

estimasi masa manfaat aset yang dapat disusutkan akan mempengaruhi beban penyusutan pada periode berjalan dan pada setiap periode selama masa manfaat yang tersisa dari aset tersebut. Dalam kedua hal tersebut di atas, pengaruh dari perubahan yang berhubungan dengan periode berjalan diakui sebagai pendapatan atau beban pada periode berjalan. Pengaruhnya pada-periode-periode yang akan datang, jika ada, diakui pada periode-periode yang akan datang.

Dalam ketentuan peraturan perundangang-undangan perpajakan tidak dikenal estimasi umur masa manfaat dan nilai residu, karena umur masa manfaat untuk setiap kelompok aset tetap sudah ditentukan dengan Peraturan Menteri Keuangan dan nilai sisa pada akhir masa penyusutan harus nol.

6. Pengeluaran Setelah Perolehan Setelah aset tetap dipasang dan siap digunakan, timbul pengeluaran-

pengeluaran reguler dan khusus. Pengeluaran tertentu diperlukan untuk memelihara dan memperbaiki aset, sementara pengeluaran-pengeluaran lain untuk menambah umur ekonomis atau kapasitas aset. Pengeluran-pengeluaran setelah perolehan dapat berupa pemeliharaan (maintenance), perbaikan (repair), pembaruan (renewal), penggantian ( replacement), penambahan (addition), perbaikan besar (betterment), pengaturan kembali dan pemasangan kembali ( rearrangement and reinstallation). Secara umum, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat masa depan yang lebih besar harus dikapitalisasi, sementara pengeluaran yang hanya dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat pelayanan tertentu harus dianggap sebagai beban. Agar biaya –biaya dapat dikapitalisasi, satu atau lebih dari tiga kondisi berikut harus dipenuhi :

(a) Umur masa manfaat aset meningkat; (b) Kuantitas unit yang diproduksi oleh aset harus meningkat; (c) Kualitas unit yang diproduksi harus meningkat

Dalam praktik sebagian besar pengeluaran yang lebih kecil dari jumlah minimum harus dicatat sebagai beban, dan tidak dikapitalisasi. Banyak perusahaan menerapkan suatu kebijakan akuntansi bahwa pengeluaran sampai jumlah tertentu harus dianggap sebagai beban. Meskipun secara konseptual perlakuan ini mungkin tidak benar, namun keadaan telah memaksanya. Jika tidak maka perlu dibuat skedul penyusutan untuk barang-barang seperti asbak dan sendok/garpu.

Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terdapat juga pengeluaran setelah perolehan aset tetap yang harus

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

71

dikapitalisasi. Misalnya dalam Pasal 11 UU PPh disebutkan bahwa penyusutan dilakukan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud. Pengeluaran untuk penambahan, perbaikan, dan perubahan harta berwujud termasuk dalam pengertian pengeluaran setelah perolehan aset tetap, namun tidak ada penjelasan sama sekali yang dimaksud dengan hal tersebut.

7. Penurunan Nilai dan Penilaian Kembali Pada setiap tanggal neraca, perusahaan harus menelaah ada atau

tidaknya indikasi penurunan nilai aset. Jika terdapat indikasi penurunan nilai aset, perusahaan harus menaksir jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut. Menurut pragaraf 12 PSAK 48 dalam menilai apakah terdapat indikasi bahwa aset mungkin mengalami penurunan nilai, entitas minimal mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Informasi dari dalam perusahaan. 1.terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik aset;

2.telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat perubahan signifikan yang berdampak merugikan sehubungan dengan seberapa jauh, atau cara, aset digunakan atau diekspektasikan akan digunakan. Perubahan ini termasuk dalam hal aset menjadi tidak digunakan, rencana untuk menghentikan atau restrukturisasi operasi yang di dalamnya aset digunakan, rencana untuk melepas aset sebelum tanggal yang diekspektasikan sebelumnya, dan penilaian ulang umur manfaat aset dari tidak terbatas menjadi terbatas;

3.terdapat bukti dari pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomik aset lebih buruk, atau akan lebih buruk, dari yang didiperkirakan ;

b. Informasi dari luar perusahaan.(eksternal) 1.terdapat indikasi yang dapat diobservasi bahwa nilai aset telah turun

secara signifikan selama periode tersebut lebih dari yang diperkirakan sebagai akibat dari berjalannya waktu atau pemakaian normal ;

2.perubahan signifikan terjadi dalam hal teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup hukum tempat entitas beroperasi atau di pasar tempat aset dikaryakan, yang berdampak merugikan terhadap entitas, telah terjadi selama periode tertentu atau akan terjadi dalam waktu dekat ;

3.suku bunga pasar atau tingkat imbal hasil pasar lain atas investasi telah meningkat selama periode tersebut, dan kenaikan tersebut mungkin akan mempengaruhi tingkat diskonto yang digunakan dalam menghitung nilai pakai aset dan menurunkan jumlah terpulihkan secara material;

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

72

4. jumlah tercatat aset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.

8. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model

revaluasian ( revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya. a. Model Biaya.

Setelah pengkuan sebagai aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset .

Contoh: PT ABC membeli Peralatan dengan harga perolehan Rp 500 juta,pada

tanggal 2 Januari 2014. Entitas mengestimasi umur manfaat Peralatan tersebut adalah 10 tahun tanpa nilai sisa.Entitas menggunakan penyusutan metode garis lurus. Pada tanggal 31 Desember, diestimasi terdapat penurunan nilai Peralatan sebesar Rp 10 juta. Pencatatannya selama tahun 2014 adalah sebagai berikut:

2 Januari 2014: Peralatan Rp 500.000.000 Kas Rp.500.000.000 31 Desember : Beban Penyusutan Rp.50.000.000 Akm Penyusutan Rp 50.000.000 Rugi Penurunan Nilai Rp 10.000.000 Akm Rugi Penurunan Nilai Rp 10.000.000 Nilai tercatat Peralatan per 31 Desember 2014 : Biaya perolehan 500.000.000 Dikurangi : Akm Penyusutan ( 50.000;000 ) Dikurangi : Akl Rugi Penurunan Nilai ( 10.000.000 ) Peralatan – Neto 440.000.000 b. Model Revaluasi. Setelah pengkuan sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat

diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

73

Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.

Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Nilai wajar pabrik dan peralatan biasanya menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai.

Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya tersusutkan ( income or depreciated replacement cost approach).

Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan. Beberapa aset mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara tahunan. Revaluasi tahunan seperti itu tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai wajar tidak signifikan. Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.

Jika suatu aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini :

(a).disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasiannya. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indeks untuk menentukan biaya pengganti tersusutkan.

(b) dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.

Contoh : PT ABC memiliki Peralatan dengan harga perolehan Rp 900.000.000.

yang diperoleh tanggal 1 Januari 2012. Masa manfaat Peralatan adalah 6 tahun, disusutkan dengan metode garis lurus, tanpa nilai sisa pada akhir masa manfaat.PT ABC memilih metode revaluasi untuk Peralatan tersebut. Pada tanggal 31 Desember 2014 nilai wajar Peralatan tersebut Rp 750.000.000

1 Januari 2012.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

74

Peralatan : Rp 900.000.000 Kas Rp 900.000.000 31 Desember 2012, 2013, dan 2014 masing-masing dibukukan: Beban Penyusutan Rp 150.000.000 Akumulasi Penyusutan Rp 150.000.000 Nilai wajar Peralatan per 31 Desember 2014 adalah Rp 750 juta. Selisih Surplus Revaluasi = Rp750 juta-/- Rp 450 juta = 300 juta Metode Proporsional : Peralatan Rp 600.000.000 Akumulasi Penyusutan Rp 300.000.000 Surplus Revaluasi Rp 300.000.000 Gross up nilai Peralatan : Rp 750 juta x 6/3 = Rp1.500 juta Metode Eliminasi Akumulasi Penyusutan Rp 450.000.000 Peralatan Rp 450.000.000 Peralatan Rp 300.000.000 Surplus Revaluasi Rp 300.000.000

Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi . Namun kenaikan tersebut harus diakui dalam laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset yang sama akibat revalusai yang pernah diakui sebelumnya dalam laba rugi.

Sebaliknya jika jumlah tercatat turun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut diakui dalam laba rugi. Namun, penurunan nilai tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain sepanjang tidak melebihi saldo surplus revaluasi untuk aset tersebut. Penurunan nilai yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain tersebut mengurangi jumlah akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi. Revaluasi harus dilakukan secara bersamaan untuk menghindari revaluasi secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda. Akan tetapi, suatu kelompok aset dapat direvaluasi secara bergantian sepanjang revalusai dari kelompok aset tersebut dapat diselesaikan secara lengkap dalam waktu yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

75

Suatu kelompok aset tetap adalah pengelompokan aset yang memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi entitas. Berikut ini adalah contoh dari kelompok aset yang terpisah:

(a) tanah, (b) tanah dan bangunan, (c) mesin, (d) kapal, (e) pesawat udara, (f) kendaraan bermotor, (g) perabotan, dan (h) peralatan kantor

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

sejak reformasi perpajakan yang dimulai awal tahun 1984 sudah dikeluarkan 6 ( enam) ketentuan tentang revaluasi yaitu:

1.PP 45 Tahun 1986 dan Kep MenKeu Nomor 914/KMK.04/1986 a.Semua Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan diberikan

kesempatan untuk melakukan penyesuaian atas harga atau nilai perolehan harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya (tidak berlaku terhadap perusahaan yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang asing ).

b.Harta berwujud yang dilakukan penyesuaian adalah harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan di Indonesia yang diperoleh sampai dengan 12 September 1986 dan tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan.

c Cara penilaian dilakukan dengan faktor penyesuaian ( angka indeks) yang besarnya ditentukan untuk masing-masing tahun perolehan.

d Saat penilaian kembali dilakukan tanggal 1 Januari 1987 e.Selisih lebih sebagai akibat dilakukannya penyesuaian dibukukan dalam

perkiraan tambahan modal dengan nama “ Selisih Penyesuaian/Nilai Harta berwujud 1 Januari 1987”.

f. Atas selisih lebih sebagai akibat penyesuaian, tidak dikenakan PPh. g.Penerimaan saham bonus atau pencatatan tambahan nilai saham

tanpa penyetoran kepada para pemegang saham sebagai akibat pemindah bukuan dari perkiraan penambahan “Modal Saham” tidak merupakan penghasilan bagi pemegang saham.

h.Penghitungan penyusutan setelah dilakukan penyesuaian, dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh

2. Kep Menkeu Nomor: 507/KMK.04/1996

a. Wajib Pajak badan dalam negeri dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang terletak atau berada di Indonesia, asalkan telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap dilakukan.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

76

b. Aktiva yang dinilai adalah tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan kelompok 2, 3, dan 4 yang : 1. telah dimiliki lebih dari 5 tahun dan masih digunakan di Indonesia

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 2. tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.

c. Penilaian kembali dilakukan untuk seluruh aktiva tetap sebagaimana dimaksud pada butir b.

d. Nilai yang digunakan sebagai dasar adalah nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang diakui pemerintah.

e. Selisih lebih setelah dilakukan kompensasi kerugian terlebih dahulu, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.

f. Apabila aktiva tetap yang dinilai kembali tidak memenuhi syarat, selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap digabungkan dengan penghasilan lain dan dikenakan PPh dengan tarif Pasal 17 UU PPh.

g. Aktiva tetap yang telah dinilai kembali baru dapat dialihkan setelah lima tahun untuk tanah dan bangunan, dan tiga tahun untuk aktiva lainnya, kecuali pengalihan dilakukan kepada pemerintah, dan dalam rangka penggabungan, peleburan dan/atau pemekaran. Jika melanggar ketentuan akan dikenakan tambahan PPh yang bersifat final sebesar 15%.

h. Dasar penyusutan adalah nilai pasar wajar berdasarkan hasil penilaian kembali dengan menggunakan tarif sesuai dengan masa manfaat kelompoknya

. 3. Kep Menkeu Nomor: 384/KMK.04/1998

a. Wajib Pajak yang diperkenankan melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban perpajakannya.

b. Aktiva tetap yang dinilai kembali adalah aktiva tetap perusahaan yang terletak atau berada di Indonesia berupa aktiva berwujud Penentuan aktiva tetap yang akan dinilai kembali sepenuhnya diserahkan kepada Wajib Pajak

c. Nilai yang digunakan sebagai dasar adalah harga pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat penilaian kembali dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau penilai yang diakui/memperoleh izin dari pemerintah.

d. Saat penilaian kembali diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan perusahaan

e. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat

Page 77: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

77

dikompensasikan dibukukan dalam perkiraan “Selisih Penilaian Kembali Aktiva ”

f. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10 %

g. Aktiva tetap yang telah dinilai kembali baru dapat dialihkan setelah lewat jangka waktu 5 tahun sejak penilaian kembali aktiva tetap dilakukan. Jika melanggar, dikenakan tambahan PPh yang bersifat final sebesar 15 %.

h. Dasar penyusutan adalah nilai pasar wajar berdasarkan hasil penilaian kembali dan disusutkan dengan menggunakan tarif penyusutan sesuai dengan masa manfaat kelompoknya.

4. Kep MenKeu Nomor: 486/KMK.03/2002

a. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang telah memenuhi semua kewajiban perpajakannya diperkenankan melakukan penilaian kembali aktiva tetap ( kecuali yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika Serikat).

b. Aktiva tetap yang dapat dinilai kembali boleh meliputi seluruh atau sebagian aktiva tetap yang terletak atau yang berada di Indonesia yang dimiliki dan digunakakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

c. Nilai yang digunakan sebagai dasar adalah nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat penilaian dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau penilai yang diakui/memperoleh izin pemerintah.

d. Saat penilaian kembali diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan perusahaan.

e. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasikan dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10 %.

f. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap di atas nilai buku komersial semula setelah dikurangi PPh sebagaimana dimaksud pada huruf e di atas harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal....

g. Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tatap perusahaan, sampai dengan sebesar

Page 78: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

78

selisih lebih penilaian kembali secara fiskal, bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh jo Pasal 1 huruf b PP 138 Tahun 2000. Apabila selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan objek pajak hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

h. Aktiva tetap yang dinilai kembali baru dapat dialihkan setelah berakhir masa manfaat baru sejak penilaian kembali dilakukan. Jika melanggar dikenakan tambahan PPh yang bersifat final sebesar 20 %. Pengecualian hanya diperkenankan dalam hal terdapat keadaan yang bersifat force majeur, pengalihan aktiva dalam rangka memenuhi persyaratan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan, dan aktiva tetap mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.

i. Dasar penyusutan adalah nilai pasar wajar berdasarkan hasil penilaian kembali dan disusutkan dengan menggunakan tarif penyusutan sesuai dengan masa manfaat kelompoknya.

5. PerMenKeu Nomor : 79/PMK.03/2008 .a Wajib Pajak badan dalam negeri, dan BUT yang menyelenggarakan

pembukuan dalam mata uang rupiah, yang telah memenuhi semua kewajiban perpajakannya diperkenankan melakukan penilaian kembali aktiva tetap ( BUT yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika Serikat dikecualikan)

b. Aktiva yang dinilai adalah seluruh aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik dan hak guna bangunan, atau seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

c. Nilai yang digunakan sebagai dasar adalah nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat penilaian kembali yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari pemerintah.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

79

d. Saat penilaian dilakukan setelah lewat jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap terakhir yang dilakukan berdasarkan PerMenKeu ini.

e. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.

f. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai buku komersial setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf e di atas, harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal.....”

g. Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilain kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh jo Pasal 1 huruf b PP Nomor 138 Tahun 2000. Apabila selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan objek pajak hanya sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara komersial.

h. Aktiva Tetap yang dinilai kembali baru dapat dialihkan setelah lewat waktu 4 tahun untuk kelompok 1, 8 tahun untuk kelompok 2, 10 tahun untuk kelompok 3, kelompok 4, bangunan, dan tanah. Jika melanggar akan dikenakan PPh sebesar tarif tertinggi WP badan dalam negeri pada saat penilaian dikurangi 10 %.Pengeculaian hanya diperkenakan dalam hal terdapat keadaan yang bersifat force majeur, pengalihan aktiva dalam rangka memenuhi peryaratan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan, dan aktiva tetap mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.

i. Dasar penyusutan adalah nilai pasar wajar berdasarkan hasil penilaian kembali dan disusutkan dengan menggunakan tarif penyusutan sesuai dengan kelompoknya

6.Per Menkeu N0.191/PMK.010/2015

Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu memberikan kebijakan Pajak Penghasilan berupa penilaian kembali aktiva tetap untuk perpajakan bagi permohonan penilaian kembali aktiva tetap yang

Page 80: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

80

diajukan pada tahun 2015 dan tahun 2016 dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri

a.Wajib Pajak yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap meliputi Wajib Pajak badan dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk :

1.Wajib Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; dan

2.Wajib Pajak yang pada saat penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah belum melewati jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap terakhir berdasarkan PerMenKeu Nomor 79/PMK 03/2008

Permohonan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan,

dapat diajukan oleh Wajib Pajak yang : 1.telah melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang dilakukan oleh

kantor jasa penilai publik atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah, tetapi belum digunakan untuk tujuan perpajakan, dengan ketentuan :

1.1penilaian kembali ativa tetap dilakukan pada tahun 2015 untuk permohonan yang diajukan pada tahun 2015; atau

1.2 penilaian kembali aktiva tetap dilakukan pada tahun 2015 untuk permohonan yang diajukan pada tahun 2016; atau 2.belum melakukan penilaian kembali aktiva tetap Permohonan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada butir 1

di atas diajukan dengan menggunakan nilai aktiva hasil penilaian kembali berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap harus melampirkan:

a.Surat Setoran Pajak bukti pelunasan PPh atas penilaian kembali aktiva tetap;

b.daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali; c.fotokopi izin usaha kantor jasa penilai publik atau jasa penilai, yang

memperoleh izin dari Pemerintah yang dilegalisasi oleh instansi Pemerintah yang berwenang menerbitkan surat izin usaha tersebut ;

d.laporan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah;

Page 81: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

81

e.laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tctap.

Permohonan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada butir 2 di

atas, diajukan dengan dengan menggunakan perkiraan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap menurut Wajib Pajak serta harus melampirkan:

a.Surat Setoran Pajak bukti pelunasan PPh atas perkiraan penilaian kembali aktiva tetap; dan

b.daftar aktiva tetap yang akan dinilai kembali beserta perkiraan nilainya.

b. Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan terhadap sebagian

atau seluruh aktiva berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak;

c. Wajib Pajak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan dengan mendapatkan perlakuan khusus apabila permohonan penilaian kembali diajukan kepada DirJen Pajal dalam jangka waktu sejak berkunya PerMen Keu ini sampai dengan dengan tanggal 31 Desember 2016

Perlakuan khusus dimaksud adalah berupa PPh yang bersifat final sebesar:

1.3% untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya Per MenKeu ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;.

2.4 % unruk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016; atau

3.6 % untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

yang dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak, di atas nilai siasa buku fiskal semula.

Nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali sebagaimana dimaksud di

atas merupakan nilai aktiva tetap yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah

Nilai aktiva tetap hasil pekiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak agar mendapat perlakuan khusus berupa PPh bersifat final

Page 82: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

82

sebagaimana disebutkan di atas harus dilakukan penilaian kembali dan ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, paling lambat tanggal :

1.31 Desember 2016, untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya PerMen Keu ini sampai dengan tanggal 31 Desember 2015

2. 30 Juni 2017,untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; atau

3. 31 Desember 2017, untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

Dalam hal hasil penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh

kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah lebih besar daripada nilai perkiraan nilai pasar atau nilai wajar yang diajukan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b ( permohonan penilaian kembali aktiva tetap yang diajukan oleh Wajib Pajak yang belum melakukan penilaian kembali aktiva tetap ), maka atas selisih tersebut dikenakan PPh yang bersifat final sebesar :

1. 3 % bagi WP yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau jasa penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, dan melunasi PPh dimaksud dalam jangka waktu sejak PerMenKeu ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;

2. 4 % bagi WP yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau jasa penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, dan melunasi PPh dimaksud dalam jangka waktu sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016;

3. 6 %, bagi WP yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, dan melunasi PPh dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tangaal 31 Desmber 2016; atau

4.10 %, bagi WP yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang mempeoleh izin dari Pemerintah, dan melunasi PPh dimaksud pada tahun 2017

Page 83: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

83

Dalam hal penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah lebih kecil daripada nilai perkiraan nilai pasar atau nilai wajar yang diajukan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, atas kelebihan pembayaran tersebut merupakan pajak yang seharusnya tidak terutang.

Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan penilaian kembali aktiva tetap

adalah Wajib Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, selisih nilai lebih aktiva tetap yang digunakan sebagai dasar pengenaan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pasal 1 ayat (2) harus dikonversi lebih dahulu ke dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran PPh.

Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

huruf b tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh kantor penilai jasa publik atau penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah, sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dan/atau tidak melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), permohonan dianggap batal dan atas pembayaran PPh yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atau (2) diperlakukan sebagai pajak yang seharusnya tidak terutang.

Bagi Wajib Pajak yang pada saat permohonan memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 1 atau ayat (1) huruf b tetapai pada tahun 2015 dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang dilakukan oleh kantor penilai jasa publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah serta memperoleh keputusan peresetujuan penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6), ketentuan penyusutan fiskal aktiva tetap adalah sebagai berikut :

a. dasar penyusutan fiskal aset tetap adalah nilai pada saat penilaian kembali aktiva tetap;

b. masa manfaat fiskal aktiva tetap disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut; dan

Page 84: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

84

c. penghitungan penyusutan dimulai 1 Januari 2016. Bagi Wajib Pajak yang pada saat permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 2 atau memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan pada tahun 2016 dan atau tahun 2017 telah melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang dilakukan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang mendapat izin dari Pemerintah, serta telah mempeoleh keputusan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalm Pasal 5 ayat (6), ketentuan penyusutan fiskal aset tetap adalah sebagai berikut :

a. dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah nilai pada saat penilaian kembali aktiva tetap;

b. masa manfaat fiskal aktiva tetap disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh kelompok aktiva tetap tersebut;

c. penghitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.

Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan aktiva tetap berupa : a. aktva tetap kelompok 1 dan kelompok 2 yang memperoleh pesetujuan

penilaian kembali sebelum berakhirnya masa manfaat yang baru; atau b.aktiva tetap kelompok 3, kelompok 4, bangunan, dan tanah yang telah

memperoleh pesetujuan penilain kembali aktiva tetap sebelum lewat jangka waktu 10 tahun,

atas selisih penilaian kembali aktiva tetap di atas nilai sisa buku fiskal

semula, dikenakan tambahan PPh yang bersifat final dengan tarif tertinggi PPh yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap dikurangi pajak yang sudah dibayarkan. PPh dimaksud wajib dilunasi paling lama 15 hari setelah akhir bulan terjadinya pengalihan aktiva tetap tersebut

Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku bagi : a. pengalihan aktiva tetap Wajib Pajak yang bersifat force majeur

berdasarkan keputusan atau kebijakan pemerintah atau putusan pengadilan;

b. pengalihan aktiva tetap Wajib Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan Dirjen Pajak;

Page 85: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

85

c.penarikan aktiva tetap Wajib Pajak dari penggunaan karena mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Selisih antara antara nilai pengalihan aktiva tetap Wajib Pajak dengan

nilai sisa buku fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan UU PPh.

Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Wajib Pajak di atas nilai

buku komersial semula setelah dikurangi dengan PPh harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “ Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal...........”

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal

tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Wajib Pajak, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap secara fiskal, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh jo Pasal 2 huruf b PP No 94 Tahun 2010 .

Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penetoran yang bukan merupakan Objek Pajak, hanya sampai dengan sebesar selisih lebih penilai kembali aktiva tetap secara komersial

Page 86: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

86

B A B IX ASET TAKBERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

1. Pendahuluan Dalam PSAK 19 disebutkan bahwa “aset takberwujud adalah aset

nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik” ( istilah yang digunakan dalam Pasal 11 A UU PPh untuk aset takberwujud adalah harta tak berwujud)

Suatu aset dikatakan teridentifikasi jika : (a) dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan

dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan dan ditukarkan, baik secara individual atau bersama dengan kontrak terkait, aset teridentifikasi, atau liabilitas teridentifikasi, terlepas apakah entitas bermaksud untuk melakukan hal tersebut, atau

(b) timbul dari hak kontraktual atau hak hukum lain, terlepas apakah hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lain

Menurut Kieso, Weygant, Warfild dalam bukunya “ Intermediate Accounting IFRS Edition” aset tidak berwujud memiliki tiga krakteristik utama, yaitu : (1). Kurang memiliki eksistensi fisik. Berbeda dengan aset berwujud

seperti properti, pabrik, dan peralatan, aset tidak berwujud memperoleh nilai dari hak dan keistimewaan atau previlege yang diberikan kepada perusahaan yang menggunakannya.

(2). Bukan merupakan aset moneter. Aset seperti deposito bank, piutang usaha, dan investasi jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik, tetapi tidak diklasifikasikan sebagai aset tidak berwujud. Namun aset moneter menghasilkan nilainya dari hak (klaim) untuk menerima kas atau setara kas di masa mendatang.

(3). Dapat diidentifikasi.Agar dapat diidentifikasi aset takberwujud harus dapat dipisahkan dari perusahaan ( dapat dijual atau dipindahtangankan) atau berasal dari hak kontraktual atau hak hukum dari mana manfaat ekonomi akan mengalir kepada perusahaan .

Jenis aset tidak berwujud yang paling umum dilaporkan adalah paten, hak cipta, waralaba atau lisensi, merek dagang atau nama dagang, dan muhibah ( goodwill). Aset tidak berwujud seringkali dibagi berdasarkan krakteristik berikut :

Page 87: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

87

(1). Dapat Diidentifikasi. Dapat diidentifikasi secara terpisah atau tidak memiliki identifikasi khusus.

(2). Cara Perolehan. Diperoleh secara tersendiri, dalam kelompok, atau dalam penggabungan usaha, atau dikembangkan secara internal.

(3). Periode Manfaat yang Diharapkan. Dibatasi oleh hukum atau kontrak, berhubungan dengan faktor manusia dan ekonomi, atau umur, atau durasi yang tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan.

(4). Terpisah dari Perusahaan Secara Keseluruhan. Hak yang dapat ditransfer tanpa nama, dapat dijual, atau tidak dapat dipisahkan dari perusahaan atau merupakan bagian yang substansial dari perusahaan.

2. Pengakuan dan Pengukuran Aset takberwujud diakui jika, dan hanya jika :

(a) kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut; dan

(b) biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal. Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomis masa depan, perusahaan harus menggunakan asumsi yang masuk akal atau rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut. Dalam menilai tingkat kepastian akan adanya manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari dari penggunaan aset tidak berwujud, entitas mempertimbangkan bukti yang tersedia pada saat pengakuan awal aset takberwujud dengan memberikan penekanan pada bukti ekstern. Suatu aset takberwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan. Jika suatu aset takberwujud diperoleh secara terpisah, biaya aset takberwujud biasanya dapat diukur secara andal. Hal itu akan tampak jelas jika pembayaran dilakukan dalam bentuk uang tunai atau aset moneter lainnya. Biaya perolehan suatu aset takberwujud terdiri dari harga beli, termasuk bea masuk ( impor) , pajak yang sifatnya tidak dapat direstitusi ( non-refundable) setelah dikurangi diskon dan rabat.dan semua pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung dalam mempersiapkan aset tersebut sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya. Pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung adalah : a) biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung ketika membawa aset

dalam kondisi siap digunakan;

Page 88: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

88

b) biaya profesional yang muncul secara langsung untuk membawa aset pada kondisi siap digunakan;

c) biaya untuk menguji apakah aset tersebut berfungsi dengan baik. Contoh dari pengeluaran yang tidak termasuk biaya aset takberwujud

adalah : a) biaya pengenalan produk atau jasa baru ( termasuk biaya iklan dan kegiatan promosi) b) biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi atau pelanggan baru ( termasuk

biaya pelatihan karyawan ),dan c) biaya administrasi dan biaya overhead umum lain. Pengakuan biaya perolehan dalam jumlah tercatat aset takberwujud

dihentikan pada saat aset tersebut berada pada kondisi yang diijinkan agar aset tersebut siap digunakan dengan cara yang dimaksudkan oleh manajemen. Oleh karena itu biaya yang terjadi dalam menggunakan atau mengembangkan kembali aset takberwujud tidak termasuk dalam jumlah tercatat aset, seperti :

a) biaya yang dikeluarkan saat aset sudah dapat digunakan sesuai dengan cara yang dimaksud oleh manajemen tetapi aset tersebut belum digunakan;

b) kerugian operasi awal, seperti halnya biaya yang timbul ketika permintaan atas keluaran aset meningkat.

Satu atau lebih aset tidak berwujud mungkin diperoleh melalui pertukaran dengan moneter atau aset nonmoneter atau kombinasi keduanya. Hal berikut ini mengacu pada pertukaran satu aset nonmoneter dengan aset nonmoneter lain, tetapi hal ini juga berlaku untuk semua pertukaran aset. Biaya perolehan aset tak berwujud tersebut diukur pada nilai wajar, kecuali : a ) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau b ) nilai wajar aset yang diterima dan aset yang diserahkan tidak dapat

diukur secara andal Aset yang diperoleh diukur dengan cara tersebut bahkan jika entitas tidak

dapat segera menghentikan pengakuan aset yang diserahkan. Jila aset yang diperoleh tidak dapat diukur pada nilai wajar, maka biaya perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diserahkan.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

89

Entitas menentukan apakah transaksi pertukaran memiliki substansi komersial dengan mempertimbangkan sejauh mana ekspektasi arus kas masa depan dapat berubah sebagai akibat dari transaksi tersebut. Suatu transaksi pertukaran memiliki substansi komersial jika :

a) konfigurasi ( risiko, waktu, dan jumlah ) arus kas dari aset yang diterima berbeda dengan konfigurasi arus kas dari aset yang diserahkan; atau

b) nilai spesifik entitas dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh transaksi berubah sebagai akibat dari pertukaran; dan

c) selisih di (a) atau (b) adalah relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang dipertukarkan.

Nilai wajar suatu aset takberwujud ketika transaksi pasar yang serupa tidak tersedia, dapat diukur secara andal jika :

(a) variabilitas dalam rentang estimasi nilai wajar yang rasional untuk aset tersebut tidak signifikan; atau

(b) probabilitas dari beragam estimasi dalam rentang tersebut dapat dinilai secara rasional dan digunakan dalam mengistimasi nilai wajar

Jika entitas dapat menentukan nilai secara andal baik dari aset yang diterima maupun aset yang diserahkan, maka nilai wajar dari aset yang diserahkan digunakan untuk mengukur biata perolehan dari aset yang diterima, kecuali jika nilai wajar aset yang diterima lebih jelas.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas

setiap tukar menukar atau penjualan aset tidak berwujud selalu menggunakan harga pasar, sehingga atas setiap tukar menukar atau penjualan aset harus dihitung rugi atau laba atas pertukaran atau penjualan.

3. Penelitian dan Pengembangan ( Research and Development ) Penelitian adalah penyelidikan asli dan terencana yang dilaksanakan

dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru. Sedangkan pengembangan adalah penerapan temuan penelitian atau pengetahuan lain pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem, atau jasa yang baru atau yang mengalami perbaikan substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian.

Contoh-contoh kegiatan riset adalah : (a) kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan baru;

Page 90: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

90

(b) pencarian, evaluasi, dan seleksi final untuk penerapan penemuan penelitian atau pengetahuan lainn;

(c) pencarian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem, atau jasa; dan

(d) perumusan, desain, evaluasi, dan seleksi berbagai alternatif kemungkinan bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem, atau jasa baru yang dapat diperbaiki.

Pengeluaran untuk penelitian ( atau tahap penelitian pada suatu proyek internal) tidak boleh diakui sebagai aset takberwujud, tetapi harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Dalam tahap penelitian proyek internal, entitas tidak dapat menunjukkan bahwa aset takberwujud yang ada akan memberikan kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan. Dengan demikian pengeluaran untuk riset selalu diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, pengeluaran untuk kegiatan riset dapat diakui sebagai beban pada saat terjadinya, asalkan kegiatan tersebut dilakukan di Indonesia dan jumlahnya wajar. Jika kegiatan riset dilakukan di luar Indonesia, maka pengeluaran untuk riset tersebut sama sekali tidak diakui sebagai beban. Dalam pragraf 56 PSAK 19 disebutkan bahwa suatu aset takberwujud yang timbul dari pengembangan ( atau dari tahap pengembangan pada proyek internal) “diakui jika, dan hanya jika” entitas dapat menunjukkan semua hal berikut :

(a) kelayakan teknis penyelesaian aset takberwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual;

(b) maksud untuk menyelesaikan aset takberwujud tersebut dan menggunakannya atau menjualnya;

(c) kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset takberwujud tersebut;

(d) bagaimana aset takberwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan. Antara lain entitas harus mampu menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset takberwujud atau pasar atas aset takberwujud itu sendiri, atau jika aset takberwujud itu akan digunakan secara internal, entitas mampu menunjukkan kegunaan aset tak berwujud tersebut.

(e) tersedianya kecukupan sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lain untuk menyelesaikan pengembangan aset takberwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut; dan

Page 91: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

91

(f) kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset takberwujud selama pengembangannya.

Contoh kegiatan pengembangan adalah : (a) desain, konstruksi, dan pengujian purwarupa dan model sebelum

produksi atau sebelum digunakan; (b) desain peralatan, jig, cetakan, dan pewarnaan yang melibatkan teknologi

baru; (c) desain, konstruksi, dan operasi pabrik percontohan yang skalanya tidak

ekonomis untuk produksi komersial; dan (d) desain, konstruksi, dan pengujian alternatif bahan baku, peralatan,

produk, proses, sistem, atau jasa yang baru atau yang diperbaiki. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sama

seperti pengeluaran untuk riset, pengeluaran untuk kegiatan pengembangan dapat diakui sebagai beban pada saat terjadinya asalkan pengembangan tersebut dilakukan di Indonesia dan jumlahnya wajar. Jika kegiatan pengembangan dilakukan di luar Indonesia, maka pengeluaran untuk kegiatan pengembangan tersebut sama sekali tidak boleh diakui sebagai beban. Dengan demikian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, perlakuan pajak atas biaya pengembangan adalah sama dengan perlakuan atas biaya riset.

4. Amortisasi Manfaat ekonomi masa depan yang terkandung dalam suatu aset

takberwujud dikonsumsi dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi tersebut, nilai tercatat aset tersebut diturunkan. Hal tersebut dilakukan melalui alokasi sistematis atas biaya perolehan, yang disebut amortisasi.

Amortisasi adalah alokasi secara sistematis jumlah tersusutkan aset takberwujud selama masa manfaatnya.

Jumlah yang dapat diamorisasi dari suatu aset takberwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan.

Entitas menilai apakah umur masa manfaat aset takberwujud terbatas atau tidak terbatas dan, jika terbatas, jangka waktu atau jumlah produksi atau jumlah unit serupa yang dihasilkan selama umur manfaat. Aset takberwujud dianggap oleh entitas memiliki umur manfaat tidak terbatas jika berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan, tidak ada batas yang terlihat pada saat ini atas periode aset diperkirakan menghasilkan arua kas neto untuk entitas.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

92

Umur manfaat aset takberwujud yang timbul dari hak kontraktual atau hak hukum lain tidak lebih lama dari masa hak kontraktual atau hak hukum lain tersebut tetapi dapat lebih singkat bergantung pada periode kapan aset dapat digunakan entitas. Jika hak kontraktual atau hak hukum lain memiliki batasan yang dapat diperbarui, maka umur manfaat dari aset takberwujud termasuk periode pembaruan hanya jika terdapat bukti yang mendukung pembaruan umur manfaat tidak menimbulkan biaya yang signifikan. Umur manfaat hak yang diperoleh kembali yang diakui sebagai aset takberwujud dalam kombinasi bisnis adalah sisa periode kontraktual hak tersebut diberikan dan tidak termasuk periode pembaruan.

Baik faktor ekonomi maupun faktor hukum dapat mempengaruhi umur manfaat aset takberwujud. Faktor ekonomi menentukan periode manfaat ekonomi masa depan yang akan diperoleh entitas. Faktor hukum mungkin membatasi periode entitas memiliki akses pengendalaian atas manfaat tersebut. Umur manfaat tersebut adalah periode yang lebih singkat daripada periode yang ditentukan dengan kedua faktor tersebut.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan umur manfaat adalah :

(a) ekspektasi manfaat aset untuk entitas dan dan apakah aset dapat dikelola secara efisien oleh tim manajemen lain;

(b) daur hidup tipikal dari aset dan informasi umum mengenai estimasi umur manfaat dari aset serupa yang digunakan untuk keperluan yang serupa;

(c). keusangan teknis, teknologi, atau jenis-jenis keusangan lainnya; (d). stabilitas industri di mana aset takberwujud beroperasi dan perubahan

permintaan pasar atas produk atau jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut;

(e). ekspektasi tindakan kompetitor atau kompetitor potensial; (f). tingkat/jumlah pengeluaran perawatan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan manfaat ekonomi masa depan aset serta kemampuan dan maksud entitas untuk mencapai tingkat tersebut;

(g). periode pengendalian aset dan batasan hukum atau batasan serupa dalam pemanfaatan aset , seperti masa berlaku sewa yang terkait;dan

(h). apakah umur manfaat aset bergantung pada umur manfaat aset lain entitas.

Dalam praktik terdapat beberapa metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah yang dapat diamortisasi dari suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode-metode ini meliputi metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode jumlah unit produksi. Metode yang digunakan pada suatu aset ditentukan berdasarkan

Page 93: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

93

perkiraan pola konsumsi manfaat ekonomis dan diterapkan secara konsisten dari suatu periode ke periode lainnya, kecuali bila terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi tersebut.

Periode amortisasi dan metode amortisasi ditelaah (ditinjau ulang) setidak-tidaknya setiap akhir tahun buku.

Jika perkiraan umur manfaat aset berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, maka periode amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan dalam perkiraan pola konsumsi manfaat aset, maka metode amortisasi harus diubah untuk mencerminkan pola yang berubah tersebut. Perubahan tersebut diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 A UU PPh terdapat beberapa metode amortisasi, yaitu :

(1).Metode garis lurus; (2).Metode saldo menurun ganda;

(3).Metode satuan produksi; Metode ini digunakan atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi.

(4).Metode satuan produksi secara terbatas. Metode ini digunakan atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain penambangan minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yaitu paling tinggi 20 % setahun.

(5).Pembebanan sekaligus pada tahun terjadinya. Khusus untuk pengeluaran biaya pendirian dan perluasan modal suatu perusahaan, Wajib Pajak dapat memilih pembebanan pada saat terjadinya atau melakukan amortisasi dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.

Sama halnya dengan saat mulai dilakukan penyusutan yaitu pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut, saat mulai dilakukan amortisasi adalah pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Sesuai dengan masa manfaatnya, untuk kepentingan amortisasi harta tidak berwujud dikelompokkan menjadi :

a. Kelompok 1, dengan masa manfaat 4 tahun; b. Kelompok 2, dengan masa manfaat 8 tahun; c. Kelompok 3, dengan masa manfaat 16 tahun;

Page 94: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

94

d. Kelompok 4, dengan masa manfaat 20 tahun. Untuk aset tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum

pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tidak berwujud yang masa manfaat yang sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun (kelompok 1) atau 8 tahun (kelompok 2). Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 7 tahun, maka harta tidak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 8 tahun ( kelompok 2 ). Berdasarkan uraian di atas, masa manfaat suatu harta tak berwujud untuk kepentingan amortisasi paling lama 20 tahun meskipun manfaat yang sebenarnya lebih lama dari 20 tahun. Misalnya untuk perpanjangan hak guna usaha selama 40 tahun, akan diamortisasi selama 20 tahun. Atas ketentuan tersebut di atas terdapat pengecualian yaitu amortisasi atas bangun guna serah (build, operate, and transfer) yaitu berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya.

5. Nilai Residu

Menurut pragraf 100 PSAK 19, nilai residu suatu aset takberwujud dengan umur manfaat terbatas seharusnya diasumsikan nol, kecuali: (a) ada komitment dari pihak ketiga untuk membeli aset takberwujud

tersebut pada akhir umur manfaatnya; atau (b) ada pasar aktif untuk aset takberwujud tersebut, dan :

i. nilai residu aset takberwujud dapat ditentukan dengan mengacu pada harga yang berlaku di pasar tersebut; dan

ii. terdapat kemungkinan besar bahwa pasar yang aktif tetap tersedia sampai akhir umur manfaat aset tersebut.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan nilai sisa pada akhir masa amortisasi harus nol

Page 95: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

95

B A B X SEWA ( LEASING) 1. Pendahuluan Pada hakikatnya perluasan usaha membutuhkan ketersediaan dana dan

peralatan modal. Dalam hal penyediaan dana, selain melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan non bank yang sudah lama dikenal, belakangan ini dikenal sistem pembiayaan alternatif lainnya yaitu bisnis “sewa guna usaha” yang dalam bahasa asing dikenal dengan nama “leasing”. Dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat yang sudah mengenal bisnis sewa guna usaha sebelum Perang Dunia II, di Indonesia bisnis sewa guna usaha masih relatif baru yaitu mulai tahun 1974 setelah diterbitkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, dan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor: Kep 122/MK/2/1974, Nomor32/M/SK/2/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/ 1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.

Sejak saat itu dan utamanya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan leasing makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang –barang modal dunia usaha.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan leasing.? Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas di bawah ini diberikan beberapa pengertian sebagai berikut :

a. SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian

“ Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala serta disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”

Definisi tersebut hanya menampung satu jenis leasing yang lazim

disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis sewa guna usaha telah diperluas menjadi finance lease yaitu kegiatan sewa guna usaha, di mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, dan operating lease yaitu kegiatan sewa guna

Page 96: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

96

usaha di mana Penyewa Guna Usaha (Lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha..

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/ 1991. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

c. Kieso, Weygant, Warfield ( Intermediate Accounting) Sewa guna usaha (lease) adalah perjanjian konraktual antara lessor dan

lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan properti tertentu, yang dimiliki oleh lessor selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik. Unsur utama dari perjanjian sewa guna usaha adalah bahwa hak kepemilikan lessor atas properti yang disewa guna usahakan menjadi berkurang.

d. International Accounting Standards Sewa (lease) adalah perjanjian antara lessor dan lessee di mana lessor

menerima balas jasa berupa sewa dari lessee sebagai imbalan atas pemberian hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset dalam jangka waktu yang telah disepakati.

( A lease is an agreement whereby the lessor conveys to lessee in return for rent the right to use an asset for agreed period of time)

e. PSAK 30 ( Revisi 2014) Sewa (lease) adalah suatu perjanjian yang mana lessor memberikan hak

kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.

Dari pengertian sewa yang dikemukakan di atas pada prinsipnya sewa

guna usaha mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (a) adanya pihak lessor, (b) adanya pihak lessee, (c) pembiayaan

perusahaan, (d) penyediaan barang modal, (e) jangka waktu tertentu, (f) pembayaran secara berkala, (g) adanya hak opsi, (h) adanya nilai sisa yang disepakati bersama. Unsur g dan h hanya ada jika perjanjian sewa guna usaha berupa sewa pembiayaan ( finance lease)

Page 97: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

97

Perjanjian sewa ( lease) tidak sama dengan sewa beli (hire purchase), sewa (renting), dan jual beli angsuran ( installment sales)

Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor : 34/KP/II/80 tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran (Installment Sales) dan Sewa (Renting) ditentukan sebagai berikut :

(1). “Renting adalah kegiatan di bidang sewa menyewa atas barang, di mana hak milik atas barang yang disewakan tetap berada pada pemilik barang”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dalam perjanjian sewa menyewa, kewajiban dari pihak menyewakan adalah menyerahkan barang yang akan dinikmati oleh pihak penyewa, sehingga barang yang diserahkan itu tidak untuk dimiliki, tetapi hanya dinikmati kegunaannya. Jadi unsur terpenting dalam perjanjian sewa menyewa adalah kenikmatan dari suatu barang yang disewakan dan harga sewa.

(2). “Sewa Beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang di mana penjual

melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas pembeli kepada penjual.”

Menurut Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal dalam bukunya “ Akuntansi Leasing” dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa :

(a) Pada sewa (lease) , lessor biasanya adalah penyedia dana dan membiayai pembelian barang tersebut seluruhnya dan bertindak sebagai lembaga keuangan, sedangkan pada sewa beli, penjual adalah produsen atau penjual yang berusaha menjual barangnya.

(b) Masa sewa guna usaha biasanya ditetapkan sesuai dengan kegunaan barang yang diperkirakan, dan angsuran imbalan jasa disesuaikan dengan hasil usaha lessee yang diperkirakan oleh lessor, sedangkan dalam sewa beli tidak selalu demikian halnya, karena masa pembayaran angsuran ditetapkan atas dasar kemampuan pembeli.

(c) Dalam sewa beli pembeli bermaksud untuk memiliki barang tersebut, sedangkan dalam sewa ( lease) belum tentu ada tujuan tersebut pada lessee. Dalam sewa beli, pada akhir masa sewa beli, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih kepada pembeli, sedangkan dalam sewa guna usaha, lessee-lah yang memutuskan apakah akan menggunakan hak opsinya untuk membeli, memperpanjang atau

Page 98: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

98

mengembalikan barang tersebut kepada lessor, dan hanya setelah pembayaran harga pembelian, hak milik atas barang tersebut beralih kepada lessee.

(3).Jual Beli dengan Angsuran ( Installment Sales) adalah jual beli

barang di mana penjual melaksanakan penjualan dengan cara menerima pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

Perbedaan sewa dengan jual beli angsuran adalah: (a) Pada jual beli dengan angsuran, hak milik berpindah pada saat

barang diserahkan penjual kepada pembeli, sedangkan pada sewa , hak milik atas barang tetap berada pada lessor.

(b) Pada sewa (lease), jangka waktunya disesuaikan dengan masa manfaat dari barang yang disewa guna usahakan, sedangkan pada jual beli dengan angsuran ditetapkan sepihak oleh penjual.

2.Keunggulan Sewa

Jika dibandingkan antara sewa dengan membeli tunai melalui utang bank, maka sewa memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : (Dwi Martani et al, 2015)

a. Pendanaan 100%. Pembiayaan dengan sewa mencakup 100% atas nilai aset, sedangkan pembiayaan melalui bank biasanya hanya mencakup 80% dari nilai aset, sehingga dengan pembiayaan bank, perusahaan harus mencari dana tambahan sebesar 20% agar dapat membeli aset tersebut.

b. Bunga tetap. Walaupun tidak menutup kemungkinsn tingkat bunga sewa berfluktuasi, namun sebagian sewa menawarkan tingkat bunga tetap sehingga pembayaran sewa juga tetap. Pembayaran sewa yang tetap lebih memberikan kepastian pada pengelolaan arus kas masa depan perusahaan.

c.Perlindungan terhadap keusangan. Perjanjian sewa terkadang memberikan opsi kepada lessee untuk mengajukan kepada lessor untuk mengganti aset sewaan yang sudah usang atau ketinggalan teknologi dengan aset yang lebih baru. Hal ini menjamin lessee untuk mendapatkan aset yang baik dan terkini.

d.Fleksibel. Perjanjian sewa lebih fleksibel dan tidak seketat perjanjian pinjaman pada bank sehingga lebih menjangkau banyak kalangan

Page 99: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

99

termasuk UKM. Lessor yang khusus berbisnis penyewaan, tentunya telah menyediakan berbagai skema jangka waktu dan besaran cicilan yang diinginkan.

e.Bunga lebih rendah. Rata-rata tingkat bunga (leasing) lebih rendah dibandingkan suku bunga pinjaman bank. Hal ini akan menguntungkan lessee karena mendapatkan pendanaan dengan biaya lebih rendah.

f Keuntungan pajak. Dalam sewa pembiayaan, penyerahan aset sewaan tidak dikenakan PPN dan lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa kepada lessor

g. Pembiayaan off balance sheet. Dengan menyewa, memungkinkan bagi lessee untuk tidak mengakui aset dan liabilitas sewaan di Laporan Posisi Keuangan, sehingga perusahaan dapat menghindari peningkatan leverage. Sedangkan pembelian yang berasal dari pembiayaan bank, perusahaan tidak mungkin menghindari pengakuan aset dan liabilitas yang timbul dari transaksi tersebut

3. Beberapa Pengertian Istilah yang Digunakan Dalam sewa. a. Awal Masa Sewa adalah tanggal saat lessee mulai berhak

menggunakan aset sewaan. Tanggal ini merupakan tanggal pertama kali pengakuan sewa ( yaitu pengakuan aset, liabilitas, pendapatan, atau beban sewa )

b. Awal Sewa adalah tanggal yang lebih awal antara tanggal perjanjian sewa dan tanggal pihak-pihak berkomitmen terhadap persyaratan pokok sewa. Pada tanggal ini :

1. sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan 2.untuk sewa pembiayaan, ditentukan jumlah yang diakui pada awal

masa sewa. c. Biaya Langsung adalah biaya tambahan yang dapat diatribusikan

secara langsung pada negosiasi dan pengaturan sewa, kecuali biaya yang dikeluarkan oleh lessor pabrikan atau dealer.

d. Investasi Sewa Bruto adalah jumlah gabungan dari : 1.pembayaran sewa minimum yang akan diterima lessor dalam sewa

pembiayaan; dan 2.nilai residu yang tidak dijamin yang menjadi hak lessor e. Investasi Sewa Neto adalah investasi sewa bruto yang didiskontokan

dengan suku bunga implisit dalam sewa. f. Masa Sewa adalah periode yang tidak dapat dibatalkan yang mana

lessee telah menyepakati perjanjian untuk menyewa aset ditambah dengan persyaratan lain yang mana lessee memiliki opsi untuk melanjutkan sewa tersebut, dengan atau tanpa pembayaran lebih

Page 100: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

100

lanjut, jika pada awal sewa hampir pasti lessee akan melakukan opsi tersebut.

g. Nilai Residu yang Dijamin adalah : 1. bagi lessee, bagian dari nilai residu yang dijamin oleh lessee atau

pihak yang berelasi dengan lessee ( jumlah jaminan adalah jumlah maksimum yang dapat menjadi terutang dalam kondisi apa pun ) dan ;

2.bagi lessor, bagian residu yang dijamian oleh lessee atau pihak ketiga yang tidak berelasi dengan lessor yang secara finansial memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban atas jaminan tersebut.

h. Nilai Residu yang Tidak Dijamin adalah bagian dari nilai residu aset sewaan yang nilai realisasinya tidak dapat dipastikan oleh lessor atau dijamin semata-mata oleh satu pihak yang berelasi dengan lessor.

i. Nilai Wajar adalah jumlah suatu aset dipertukarkan, atau liabilitas diselesaikan, antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi yang wajar.

j. Pembayaran Sewa Minimum adalah pembayaran sewa selama masa sewa yang harus dibayar ( atau dapat diharuskan untuk dibayar) oleh lessee, tidak termasuk rental kontinjen, biaya jasa, dan pajak yang dibayar dan diganti kepada lessor, ditambah dengan :

(1) bagi lessee, jumlah yang dijamin lessee atau oleh pihak yang berelasi dengan lessee; atau

(2) bagi lessor, nilai residu yang dijamin oleh : (i) lessee; (ii) pihak yang berelasi dengan lessee, atau (iii) pihak ketiga yang tidak berelasi denga lessor secara finansial

memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban atau jaminan tersebut.

Akan tetapi, jika lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan lebih rendah daripada nilai wajar pada tanggal opsi dilaksanakan, sehingga pada awal sewa hampir dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan, maka pembayaran sewa minimum meliputi pembayaran minimum terutang selama masa sewa hingga tanggal pelaksanaan opsi pembelian dan pembayaran yang disyaratkan untuk melaksanakan opsi pembelian tersebut.

k. Pendapatan Keuangan yang Belum Diterima adalah selisih antara : (a) investasi sewa bruto; dan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

101

(b) investasi sewa neto. l. Rental Kontinjensi adalah bagian dari pembayaran sewa yang

jumlahnya tidak tetap tetapi didasarkan pada perubahan faktor tertentu di masa depan selain faktor berlalunya waktu ( misalnya persentase dari penjualan masa depan, jumlah penggunaan masa depan, indeks harga masa depan, dan suku bunga pasar masa depan )

m. Sewa yang Tidak Dapat Dibatalkan adalah sewa yang hanya dapat dibatalkan:

(1) dengan terjadinya kontinjensi yang kemunginannya sangat kecil (2) dengan persetujuan lessor; (3) jika lessee mengadakan perjanjian sewa baru atas aset yang sama

atau setara dengan lessor yang sama; atau (4)dengan pembayaran tambahan yang signifikan oleh lessee

sehingga secara ekonomik dapat dipastikan pada awal sewa, tidak akan ada pembatalan.

n. Suku Bunga Implisit Dalam Sewa adalah tingkat diskonto yang pada awal sewa menghasilkan jumlah gabungan nilai kini dari :

(1) pembayaran sewa minimum; dan (2) nilai residu yang tidak dijamin yang nilainya sama dengan jumlah

dari nilai wajar aset sewaan dan biaya langsung lessor. o. Suku Bunga Pinjaman Inkremental Lessee adalah suku bunga yang

harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa atau, jika suku bunga tersebut tidak dapat ditentukan, suku bunga pada awal sewa yang ditanggung lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa.

p. Umur Ekonomik adalah : (1) periode aset diperkirakan secra ekonomik dapat digunkan oleh

satu atau lebih pengguna, atau : (2) jumlah produksi atau unit serupa yang diperkirakan akan

diperoleh dari aset oleh satu atau lebih pengguna. q. Umur Manfaat adalah estimasi periode tersisa mulai dari awal masa

sewa, tanpa dibatasi masa sewa, selama masa manfaat ekonomik aset diperkirakan digunakan oleh entitas.

4 .Klasifikasi Sewa Berdasarkan PSAK 30 (Revisi 2014) Leasing diterjemahka sebagai

“Sewa” .Pengklasifikasian sewa didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Sewa diklasifikasikan sebagai berikut :

Page 102: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

102

a. Sewa pembiayaan ( finance lease ) yaitu sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.

Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah : (1) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa

sewa; (2) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang

diperkirakan cukup rendah dibandingkan dengan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan;

(3) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak dialihkan;

(4) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan ; dan

(5) aset sewaan bersifat khusus dan di mana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :

(1)jika lessee dapat membatalkan sewa, maka kerugian lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee;

(2) keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee ( misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan

(3) lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada nilai pasar rental.

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset

dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah daripada nilai wajar.Penilaian ditentukan pada awal masa sewa. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat digunakan secara praktis; jika tidak, digunakan suku bunga pinjaman inkremental lessee yaitu suku bunga yang harus

Page 103: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

103

dibayar lessee dalam sewa yang serupa atau, jika suku bunga tersebut tidak dapat ditentukan, suku bunga pada awal sewa yang ditanggung lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa. Biaya langsung awal dari lessee ditambahkan dalam jumlah yang diakui sebagai aset.

Sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset

tersusutkan dan beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16 d dan PSAK 19. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, maka aset sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya. ( Umur manfaat adalah estimasi periode tersisa dari awal masa sewa, tanpa dibatasi masa sewa, selama masa manfaat ekonomik aset diperkirakan digunakan oleh entitas )

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991

tanggal 27 November 1991 kriteria sewa guna usaha pembiayaan adalah : (a) jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha

pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal ditambah keuntungan lessor;

(b) masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 ( tuju) tahun untuk Golongan Bangunan;

(c) perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan opsi bagi lessee. Sedangkan menurut Kieso, Weygant, Warfield kriteria sewa

pembiayaan adalah: (a) lessor mengalihkan kepemilikan properti kepada lessee; (b) lessee memiliki opsi untuk membeli dengan harga khusus;

(c) jangka waktu lease adalah untuk sebagian besar dari estimasi umur ekonomi aset yang disewa;

(d) Nilai sekarang dari pembayaran sewa guna usaha minimum ( tidak termasuk biaya eksekusi) sama dengan nilai wajar properti yang disewa guna usaha.

b.Sewa operasi

Page 104: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

104

Menurut PSAK 30 (revisi 2014) sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi dalam laporan posisi keuangan. Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih menceminkan pola waktu yang mana penggunaan manfaat aset sewaan menurun.

Biaya, termasuk penyusutan yang terjadi untuk memperoleh pendapatan sewa diakui sebagai beban.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 kriteria sewa operasi adalah :

(a) jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal lessor yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan lessor;

(b) perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee

Menurut Kieso, Weygant, dan Warfield kriteria sewa operasi adalah bila sewa tidak memenuhi kriteria salah satu kriteria sewa pembiayaan

4. Perlakuan Akuntasi atas Sewa. 4.1 Sewa Pembiayaan 4.1.1 Lessee a. Pengakuan awal.

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lessee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset. (tingkat bunga inkremental lessee adalah tingkat bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa, atau jika tingkat bunga tersebut tidak dapat ditentukan, tingkat bunga yang pada awal sewa yang harus ditanggung oleh lessee ketika

Page 105: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

105

meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa)

b.Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Pembayaran sewa minimum harus dipisahkan antara bagian yang

merupakan beban keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan liabilitas. Beban keuangan harus dialokasikan ke setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontinjen dibebankan pada awal terjadinya

c.Penyusutan Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset

yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan harus disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya..

4,1.2 Lessor a.Pengakuan awal Dalam sewa pembiayaan, lessor mengakui aset berupa piutang sewa

pembiayaan di neraca sebesar jumlah yang sama dengan investasi sewa neto tersebut.Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan legal dialihkan oleh lessor kepada lessee , dan dengan demikian penerimaan piutang sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan penghasilan pembiayaan ( finance income) yang diterima lessor sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya.

b.Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Pengakuan penghasilan pembiayaan didasarkan pada suatu pola

yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan.Lessor mengalokasikan penghasilan pembiayaan selama masa sewa dengan dasar yang sistematis dan rasional. Alokasi penghasilan ini didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan. Pembayaran sewa dalam suatu periode, di luar biaya jasa, dikurangkan dari investasi sewa bruto untuk mengurangi pokok dan penghasilan pembiayaan tangguhan.Estimasi nilai residu yang tidak dijamin yang digunakan dalam perhitungan

Page 106: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

106

lessor dikaji ulang secara reguler. Jika telah terjadi penurunan dalam estimasi nilai residu yang tidak dijamin, alokasi penghasilan selama masa sewa harus direvisi dan penurunan yang terkait dengan jumlah yang telah diakru diakui segera.

4.2 Sewa Operasi. 4.2.1 Lessee. Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan

dasar garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna.

4.2.2 Lessor Lessor menyajikan aset untuk sewa operasi di neraca sesuai sifat aset

tersebut. Pendapatan sewa dari sewa operasi diakui sebagai pendapatan dengan dasar garis lurus selama masa sewa, kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat penggunaan aset sewaan menurun.

Biaya-biaya, termasuk biaya penyusutan, yang terjadi untuk memperoleh pendapatan sewa diakui sebagai beban. Pendapatan sewa diakui dengan dasar garis lurus selama masa sewa walaupun penerimaan sewa tidak dengan dasar hal tersebut, kecuali jika terdapat dasar sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu di mana manfaat penggunaan dari aset menurun.

Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten dengan kebijakan penyusutan normal untuk aset sejenis.

4.3 Transaksi Jual dan Sewa-balik (Sales and Leaseback) Transaksi jual dan sewa-balik meliputi penjualan suatu aset dan

penyewaan kembali aset yang sama.Pembayaran sewa dan harga jual biasanya saling terkait karena keduanya dinegosiasikan sebagai suatu paket. Perlakuan akuntansi untuk transaksi jual dan sewa-balik tergantung pada jenis sewanya.

Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan atas nilai tercatat tidak diakui segera sebagai penghasilan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa. Transaksi ini merupakan suatu cara bagi lessor memberikan pembiayaan kepada lessee dengan aset sebagai jaminan, sehingga tidak tepat jika selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat diakui sebagai penghasilan.

Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa operasi dan jelas bahwa transaksi tersebut terjadi pada nilai wajar, maka keuntungan

Page 107: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

107

atau kerugian harus diakui segera. Jika harga jual di bawah nilai wajar, maka laba atau rugi harus diakui segera, kecuali kerugian tersebut dikompensasikan dengan pembayaran sewa masa depan yang lebih rendah daripada harga pasar, maka kerugian tersebut harus ditangguhkan dan diamortisasi secara proporsional dengan pembayaran sewa selama periode penggunaan aset. Apabila harga jual di atas nilai wajar, maka selisih lebih dari nilai wajar tersebut ditangguhkan dan diamortisasi selama perkiraan periode penggunaan aset.

Berbeda dengan perlakuan akuntansi, perlakuan fiskal atas selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat dalam transaksi jual dan sewa balik baik berupa sewa pembiayaan maupun sewa operasi diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual lessee pada tahun terjadinya transaksi jual dan sewa balik.

Di bawah ini diberikan ilustrasi jual dan sewa balik (sale and

leaseback) sebagai berikut. PT A pada tanggal 1 Januari 2012 menjual seperangkat mesin yang

harga perolehannya Rp 100.000.000 dan harga buku komersialnya Rp 75.000.000, serta nilai buku fiskalnya Rp 68.750.000 kepada PT B suatu perusahaan leasing seharga Rp 90.000.000, dan langsung menyewa mesin tersebut dengan syarat sebagai berikut :

a. Jangka waktu sewa usaha adalah 10 tahun tidak dapat dibatalkan, dengan pembayaran sewa ( rental payment) yang sama besar setiap tahun sebesar Rp 14.221.941.

b. Harga wajar mesin Rp 90.000.000 pada tanggal 1 Januari 2012, dan taksiran umur ekonomis 10 tahun.

c. PT A menyusutkan mesin yang sama miliknya selama 10 tahun dengan metode garis lurus.

d. Tingkat bunga implisit yang diperhitungkan PT B adalah 12 % per tahun e. Tingkat bunga inkremental PT A adalah 12 % per tahun. Atas peristiwa di atas akan dilakukan pembukuan sebagai berikut :

1.Tanggal 1 Januari 2012 penjualan mesin dan sewa kembali oleh PT A. PT A PT B Kas 90.000.000 Mesin 90.000.000 Ak.Peny.Mesin 25.000.000 Kas 90.000.000 Mesin 100.000.000

Laba Dit. di Muka 15.000.000 Mesin Sewa 90.000.000 Piutang Sewa 90.000.000 Liabilitas Sewa 90.000.000 Mesin 90.000.000

Page 108: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

108

2.Pembayaran Sewa pertama 1 Januari 2012 Liabilitas Sewa 14.221.941 Kas 14.221.941 Kas 14.221.941 Piutang Sewa 14.221.941

3.Beban Penyusutan Mesin 31 Desember 2012 Beban Peny.Mesin Sewa 9.000.000 Ak. Peny Mesin Sewa 9.000.000 -

4.Amortisasi Laba atas Jual Sewa Balik Mesin Laba Dit. di Muka 1.500.000 Pend.Jual Sewa Balik 1.500.000

5.Bunga Tahun 2013

Beban Bunga 9.093.367 * Piutang bunga 9.093.367 Utang Bunga 9.093.367 Pend. Bunga 9.093.367 * 12 % x ( 90.000.000-/-14.221.941) = 9.093.367

Untuk kepentingan fiskal laba penjualan mesin sebesar 21.250.000 ( 90.000.000-/- 68.750.000.000) seluruhnya diakui sebagai laba oleh PT A untuk tahun 2012, dan PT A tidak boleh menyusutkan mesin Sewa

-

5. Perlakuan Fiskal atas Sewa. 5.1.Sewa Pembiayaan 5.1.1.Lessee a selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan

penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha, hingga lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.

b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal yang bersangkutan.

c. sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan.

d. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha.

e .lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa sewa guna usaha.

5.1.2.Lessor

Page 109: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

109

a.penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha berupa imbalan sewa guna usaha

b.lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang disewa guna usahakan

c.dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;

d.lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang-ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya 2,5 % dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna uasaha;

e.kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan piutang ragu-ragu yang dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;

f.dalam hal cadangan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutupi kerugian dimaksud, maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan.

5.2.Sewa Operasi 5.2.1 Lessee

a.sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;

b.lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa guna yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

5.2.2 Lessor a.seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh

lessor merupakan objek Pajak Penghasilan; b.lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang

disewa guna usahakan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sewa pembiayaan , di bawah ini diberikan ilustrasi sebagai berikut :

PT A ( Lessor ) menyewakan seperangkat mesin kepada PT B ( Lessee ) yang diikat dengan suatu perjanjian pada tanggal 1 Januari 2012 sebagai berikut :

1.Harga pasar mesin yang disewakan adalah Rp 30.000.000 2.Pembayaran sewa dilakukan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli sebesar

3.630.602 selama 5 tahun.

Page 110: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

110

3.Nilai sisa pada akhir masa sewa adalah 3.000.000 dan lessee diberikan opsi untuk membeli atau memperpanjang sewa setelah masa sewa berakhir.

4.Tingkat bunga implisit yang diperhitungkan lessor adalah 12 % per tahun, dan tingkat bunga tersebut adalah sama dengan tingkat bunga inkremental lessee.

Berdasarkan infomasi di atas maka dapat disusun skedul pembayaran sewa

sebagai berikut. Tgl Pembayaran Sewa B u n g a Pengurangan Liabilitas Sewa Liabilitas

1/1-2012 30.000.000 1/1-2012 3.630.602 --- 3.630.602 26.369.398 1/7-2012 3.630.602 1.582.164 2.048.438 24.320.960 1/1-2013 3.630.602 1.459.258 2.171.344 22.149.616 1/7-2013 3.630.602 1.328.977 2.301.625 19.847.991 1/1-2014 3.630.602 1.190.879 2.439.723 17.408.268 1/7-2014 3.630.602 1.044.496 2.586.106 14.822.162 1/1-2015 3.630.602 889.330 2.741.272 12.088.890 1/7-2015 3.630.602 724.853 2.905.749 9.175.141 1/1-2016 3.630.602 550.508 3.080.094 6.095.047 1/7-2016 3.630.602 365.703 3.264.899 2.830.148 31/12-2016 3.000.000 169.852 * 2.830.148 0 ------------- ----------- ------------- 39.306.020 9.306.020 30.000.000 ======== ======= ======== *6 % x 2.830.148 = 169.809.Terdapat perbedaan 43, karena pembulatan-pembulatan

Pada tanggal 1/1-2012 Lessor dan Lessee akan membukukan sebagai berikut : Lessor Lessee Piutang Sewa 30.000.000 Mesin Sewa 30.000.000 Mesin 30.000.000 Liabilitas Sewa 30.000.000 Pembukuan atas pembayara Sewa tanggal 1/1-2012 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.630.602 Piutang Sewa 3.630.602 Kas 3.630.602 Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2012 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.048.438 Piutang Sewa 2.048.438 Beban Bunga 1.582.164 Pendapatan Bunga 1.582.164 Kas 3.630.602 Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/1- 2013 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.171.344 Piutang Sewa 2.171.344 Beban Bunga 1.459.258

Page 111: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

111

Pendatan Bunga 1.458.258 Kas 3.630.602 Pembukuan atas pembayaran Sewa tanggal 1/7-2013 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.301.625 Piutang Sewa 2.301.625 Bebaan Bunga 1.328.977 Pendapatan Bunga 1.328.877 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/1-2014 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.439.723 Piutang Sewa 2.439.723 Beban Bunga 1.190.879 Pendapatan Bunga 1.190.879 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7-2014 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.586.106 Piutang Sewa 2.586.106 Beban Bunga 1.044.496 Pendapatan Bunga 1.044.496 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran SGU tanggal 1/1- 2015 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.741.472 Piutang Sewa 2.741.472 Beban Bunga 889.330 Pendapatan Bunga 889.330 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7-2015 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 2.905.749 Piutang Sewa 2.905.749 Beban Bunga 724.853 Pendapatan Bunga 724.853 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/1- 2016 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.080.094 Piutang Sewa 3.080.094 Beban Bunga 550.508 Pendapatan Bunga 550.508 Kas 3.630.602 Pembukuan Pembayaran Sewa tanggal 1/7- 2016 Kas 3.630.602 Liabilitas Sewa 3.264.899 Piutang Sewa 3.264,899 Beban Bunga 365.703 Pendapatan Sewa 365.703 Kas 3.630.602

Jika lessee menyusutkan aset selama 5 tahun dengan metode garis lurus maka beban penyusutan setiap tahun adalah 1/5 x 27.000.000 = 5.400.000. Selain itu lessee juga akan membebankan bunga untuk tahun 2012 sebesar

Page 112: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

112

1.582.164 + 1.459.258 = 3.041.422 sehingga jumlah beban untuk tahun 2012 menjadi 5.400.000 + 3.041.422 = 8.441.422. Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, beban pajak adalah seluruh pembayaran sewa yang untuk tahun 2012 yaitu sebesar 3.630.602 + 3.630.602 = 7.261.204, sedangkan beban penyusutan tidak diperkenankan untuk dibiayakan.Walaupun terdapat perbedaan jumlah beban setiap tahun antara akuntansi dan pajak, namun pada akhir tahun kelima jumlah keseluruhan beban adalah sama. Beban menurut akuntansi adalah 27.000.000 (total beban penyusutan) + 9.306.020 ( beban bunga) = 36.306.020 ,sedangkan menurut pajak juga adalah 36.306.020 ( jumlah seluruh pembayaran yaitu sebesar 39.306.020 dikurangi 3.000.000 nilai sisa)

Bagi lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh penghasilan pembiayaan (finance income) yaitu total seluruh penerimaan dikurangi dengan jumlah investasi dalam mesin, yaitu sebesar 9.306.020.

6.Pelaksanaan Sewa Guna Usaha yang Lebih Pendek Dari Masa Sewa Guna

Usaha yang Dipersyaratkan. Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-

kadang terputus; sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa semula yang diperjanjikan. Hal ini dapat terjadi karena :

a.force majeur, yaitu terputusnya transaksi SGU karena bencana alam seperti kebakaran, gempa bumi dan lain-lain , sehingga barang modal yang diperoleh secara SGU pembiayaan mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi

b. default (gagal bayar), yaitu terputusnya transakasi SGU karena lessee tidak dapat memenuhi pembayaran sewa ( lease peyment) dan kewajiban lainnya sehingga kontrak sewa pembiayaan berakhir lebih cepat

c. ekonomi, yaitu lessee mengakhiri masa sewa sebelum waktunya karena pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar sekaligus kewajiban yang tersisa.

Perlakuan fiskal atas hal-hal yang disebutkan di atas ditentukan sebagai

berikut: a. Alasan force majeur.

Pemutusan sewa pembiayaan karena force majeur di mana sebagian atau seluruhnya aset perusahaan ( termasuk barang modal sewa pembiayaan) rusak berat dan lessor menderita kerugian besar, maka perlakuan fiskalnya adalah sebagai berikut :

1 .Apabila barang modal tersebut diasuransikan, maka penggantian asuransi yang diterima merupakan penghasilan.

Page 113: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

113

2 .Barang modal yang rusak dimasukkan sebagai kerugian sebesar harga perolehan barang modal tersebut dikurangi dengan jumlah angsuran pokok pembiayaan (principal) SGU yang telah diterima.

3. Hasil penjualan barang modal yang rusak, merupakan penghasilan dalam tahun transaksi penjualan Bagi lessee, jika kegiatan usaha dihentikan setelah terjadinya force majeur, maka kewajiban-kewajiban yang masih belum dilunasi atas transaksi sewa pembiayaan sampai terjadinya force majeur dianggap sebagai utang perusahaan atau ditiadakan, tergantung pada perjanjian yang telah disepakati.

b. Alasan default (gagal bayar) Dalam pemutusan SGU sewa pembiayaan karena gagal bayar, maka lessor

akan bertindak sebagai berikut : 1. Barang modal akan ditarik kembali 2. Tagihan berupa pembayaran sewa ( lease payment) sampai dengan saat

terjadinya gagal bayar yang belum diterima, dibukukan sebagai piutang. 3. Jika setelah dilakukan upaya terakhir penagihan piutang ternyata tidak

dapat lagi ditagih, maka piutang tersebut dihapuskan dan dibukukan sebagai kerugian.

Untuk menghindari penyalahgunaan, baik oleh lessor maupun lessee, pemutusan kontrak SGU karena gagal bayar hanya dapat dibenarkan jika lessor sudah melakukan upaya hukum sesuai dengan perjanjian SGU. Apabila upaya hukum tersebut belum dilakukan maka pemutusan kontrak SGU karena alasan gagal bayar tidak dapat dibenarkan dan SGU dianggap tetap berjalan sebagaimana biasa seolah-olah tidak terjadi gagal bayar.

Bagi lessee, jika kegiatan usaha masih dilanjutkan setelah pemutusan SGU, maka kewajiban yang belum dilunasi harus dibukukan sebagai utang perusahaan.

c. Alasan ekonomis.

Dalam pemutusan perjanjian SGU karena sebab ekonomis, harus terdapat kesepakatan antara lessor dan lessee.

Lessor. 1.Akan timbul akumulasi penerimaaan pembayaran sewa (lease payment)

yang terdiri dari angsuran pokok pembiayaan dan imbalan jasa SGU ( lease fee)

2.Pelunasan pembelian barang modal karena lessee menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh lessor.

Page 114: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

114

3.Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi jasa SGU ( lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah penalti yang dibebankan lessor kepada lessee akibat dipercepatnya masa SGU.

Lessee. Pengeluaran sekaligus berupa (1) akumulasi sisa angsuran SGU, (2) penalti

akibat dipercepatnya masa SGU dan (3) nilai residu yang harus dibayar jika lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang bersangkutan, harus diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang bersangkutan.

Dalam hal antara pihak lessor dan pihak lessee terdapat hubungan

istimewa maka atas terjadinya keputusan perubahan masa sewa pembiayaan ( finance lease) menjadi lebih singkat dari perjanjian semula, kecuali karena force majeur , perlakuan perpajakan atas kontrak sewa pembiayaan tersebut harus diubah dan diperlakukan sebagai sewa operasi (operating lease)

1. Masa yang lebih singkat karena gagal bayar. a.Baik lessor maupun lessee harus membetulkan SPT Tahunan PPh yang

telah disampaikan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari sewa pembiayaan menjadi sewa operasi.

b Lessor melakukan penyusutan atas harta yang disewa guna usahakan Lessee tidak boleh melakukan penyusutan.

c. Atas masa sewa guna usaha yang telah lewat, lessee harus memotong PP Pasal 23 sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment)

2. Masa yang lebih singkat karena sebab ekonomis. a.Baik lessor maupun lessee harus membetulkan SPT Tahunan PPh yang

telah disampaikan dengan melakukan pembetulan atas penghasilan atau biaya sebagai akibat perubahan perlakuan dari sewa pembiayaan mejadi sewa operasi sampai dengan saat opsi dilaksanakan. Perlakuan PPh atas pelaksanaan opsi adalah sama dengan perlakuan jual beli aset biasa.

b.Lessor melakukan penyusutan atas harta yang disewa guna usahakan sampai dengan hak opsi dilakukan oleh lessee. Lesse melakukan penyusutan atas aset tersebut sejak opsi dilakukan dan dasar penyusutan adalah nilai perolehan yang terdiri dari akumulasi sisa angsuran, penalti dan nilai residu yang dibayar.

Page 115: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

115

Aliran masuk aset

Kenaikan Aset

Aliran keluar barang dan jasa

Penjualan barang dan penyerahan jasa

c.Atas masa sewa guna usaha yang telah lewat, lessee harus memotong PPh Pasal 23 sebesar pembayaran bruto berupa sewa (lease payment)

I

PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN A. Pendapatan (Revenues)

1. Pengertian

PSAK 23 : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomik yang timbul dari aktivitas normal entitas selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Menurut Kerangka Dasar Penyususunan dan Penyajian Laporan Keuangan, penghasilan (income) didefinisikan adalah kenaikan manfaat ekonomik selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomik dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Keuntungan meliputi misalnya pos yang timbul dari pengalihan aset tidak lancar. Definisi penghasilan juga mencakup keuntungan yang belum direalisasi, misalnya, yang timbul dari

Konsep Aliran Masuk (inflow)

Konsep Aliran Keluar (outflow)

Pendapatan Pendekatan Aset - Liabilitas

Pendekatan Beban - Pendapatan

Page 116: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

116

revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan ( marketable) dari kenaikan jumlah aset jangka panjang. Jika diakui dalam laporan laba rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan ekonomik. Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan beban yang bersangkutan.

2. Pengukuran Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dengan nilai

yang wajar yang diterima atau dapat diterima dalam suatu transaksi yang wajar (arm’s length transactions). Nilai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau nilai diskonto tunai dari uang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan. Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang serupa, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan, Hal ini sering terjadi pada komoditas seperti minyak atau susu ketika penyalur menukarkan persediaan di beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan secara tepat waktu dalam suatu lokasi tertentu. Jika barang dijual atau jasa diberikan dengan barang atau jasa yang tidak serupa, maka pertukarn tersebut dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang dialihkan. Jika nilai barang atau jasa yang diterima tidak dapat diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang dialihkan.

3. Pembentukan dan Realisasi Pendapatan Pembentukan pendapatan berkaitan dengan kapan pendapatan

dianggap terbentuk, sedang realisasi berkaitan dengan kapan pendapatan dianggap terealisasi dalam suatu transaksi : a) Pembentukan Pendapatan (earning process) Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang menjelaskan

proses terjadinya pendapatan. Secara konseptual, pendapatan dianggap terbentuk bersamaan dengan seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan. Jadi proses pembentukan pendapatan dimulai dari kegiatan produksi, penjualan dan pengumpulan/penagihan piutang. Hal ini berarti bahwa apabila sejumlah potensi jasa tertentu yang melekat pada aset telah

Page 117: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

117

Pendapatan Beban

Awal Produksi

Produksi Selesai

Penjualan Pengumpulan Kas

Waktu

terbentuk selama kegiatan produksi, otomatis telah terbentuk pendapatan, meskipun belum terjadi penjualan.

b) Realisasi Pendapatan Konsep realisasi berbeda dengan konsep pembentukan pendapatan.

Realisasi merupakan teknik akuntansi yang dijadikan dasar untuk menandai pengakuan pendapatan. Atas dasar konsep ini, pendapatan baru terbentuk setelah produksi selesai dikerjakan dan terealisasi melalui penjualan baik secara langsung maupun kontrak penjualan. Diterimanya kas atau kesanggupan membayar dari pihak pembeli merupakan proses realisasi pendapatan. Dengan demikian proses realisasi pendapatan ditandai oleh dua kejadian berikut : 1. Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset lain

(potensi jasa) melalui kegiatan penjualan yang sah. 2. Diperolehnya aset lain (biasanya aset lancar) sebagai pengesahan

terhadap transaksi penjualan tersebut. Dari kedua kejadian di atas, dapat dikatakan bahwa proses realisasi pada dasarnya merupakan penegasan terhadap proses pembentukan pendapatan.

4. Pengakuan Pendapatan Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) pengakuan

adalah proses untuk mencatat atau memasukkan secara formal suatu pos dalam akun dan laporan keuangan entitas. Pengakuan ini meliputi penjelasan suatu pos baik dengan kata-kata maupun angka, dan jumlah itu termasuk dalam angka total laporan keuangan. Untuk aset dan liabilitas, pengakuan menyangkut pencatatan bukan hanya perolehan atau terjadinya pos itu tetapi juga perubahan sesudahnya, termasuk penghapusan dari laporan keuangan yang sebelumnya diakui.

Rp.

Page 118: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

118

a) Kriteria Secara umum, ada dua kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk

mengakui pendapatan, yaitu : 1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila telah terjadi transaksi

pertukaran antara barang yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas, atau ada kepastian akan segera terealisasi (realizable), di mana barang hasil pertukaran dapat segera diubah (dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk menerima kas. Syarat barang yang mudah dikonversi adalah :

Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak terpengaruh oleh perubahan bentuk dan ukuran barang, misalnya logam mulia.

Mudah dijual tanpa memerlukan biaya yang besar. 2. Pendapatan telah terbentuk (earned) yaitu bila kegiatan

menghasilkan barang dan jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.

b) Saat pengakuan : Menurut Kieso Cs dalam bukunya“Intermediate Accounting”

pendapatan diakui jika besar kemungkinan ( probable) manfaat ekonomik masa depan akan mengalir ke perusahaan dan pengukuran jumlah pendapatan secara andal mungkin dilakukan. Berdasarkan konsep fundamental pengakuan pendapatan ini, maka dikembangkan pengkuan berbagai jenis pendapatan sebagai berikut 1. Selama kegiatan produksi Pendapatan dapat diakui selama kegiatan produksi, meskipun

produk yang dihasilkan perusahaan masih dalam proses produksi. → Perusahaan konstruksi yang memerlukan penyelesaian

dalam beberapa periode akuntansi. Taksiran pendapatan dilakukan dengan dua pendekatan :

Persentase Biaya

Persentase Penyelesaian Pisik 2. Saat produksi selesai Saat pengakuan pendapatan ini pada umumnya dilakukan

terhadap produk yang memiliki harga yang sudah pasti dan pemasarannya terjamin, misalnya emas, perak, timah, gandum, dsb.

Page 119: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

119

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengakuan pendapatan saat produksi selesai yaitu : a. Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat. b. Tidak diperlukan kegiatan/biaya pemasaran yang cukup

material untuk menjual produk tersebut. c. Harga pokok produk sulit ditentukan. d. Satuan-satuan persediaan dapat saling dipertukarkan

(barang tidak terpengaruh oleh perubahan bentuk atau ukuran).

3. Saat penjualan Pada umumnya perusahaan mengakui pendapatan pada saat

penjualan yang merupakan dasar yang paling jelas dan objektif. Kapan saat yang tepat dijadikan dasar yang menandai terjadinya penjualan?

Berdasarkan paragraf 13 PSAK 23 ditentukan bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi : a. entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan

barang secara signifikan kepada pembeli; b. entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya

terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;

c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal; d. kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait dengan

transaksi tersebut akan mengalir ke entitas; dan. e biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan

transaksi penjualan tersebut dapat diukur secara andal. Penentuan kapan suatu entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan kepada pembeli memerlukan pengujian atas keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat bersamaan waktunya dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan penjualan eceran. Dalam kasus lain pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut. Jika entitas menahan risiko signifikan dari kepemilikan, maka transaksi tersebut bukanlah penjualan dan pendapatan tidak

Page 120: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

120

diakui. Entitas dapat menahan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan dengan berbagai cara seperti : a) bila entitas menahan kewajiban sehubungan dengan

pelaksanaan suatu hal yang tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal;

b) bila penerimaan pendapatan dari suatu penjualan bergantung pada pendapatan pembeli yang bersumber dari penjualan barang yang bersangkutan;

c) bila pengiriman barang bergantung pada instalasinya, dan instalasi tersebut merupakan bagian yang signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh perusahaan;

d) bila pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak dan perusahaan tidak dapat memastikan apakah akan terjadi retur.

4. Saat kas diterima Digunakan dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar

mengenai kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang dan jasa, atau biaya penagihan cukup tinggi, atau apabila penjualan bukan merupakan penyelesaian earning process secara substansial. pengakuan pendapatan dapat ditunda sampai saat diterimanya kas.

Menurut Ahmed Riahi Belkaoui bukunya “Accounting Theory”, secara umum pendapatan diakui berdasarkan basis akrual atau berdasarkan basis peristiwa kritis. 1. Basis Akrual

1.1. Selama kegiatan produksi Sewa, bunga, dan komisi diakui sebagai pendapatan berdasarkan

perjanjian atau kontrak yang dibuat sebelumnya yang menjelaskan tentang peningkatan secara bertahap atas klaim kepada pelanggan.

1.2. Berdasarkan kemajuan kerja atau persentase selesai kontrak jangka panjang.

1.3. Berdasarkan fee tetap ditambah biaya tertentu. Pendapatan dari cost plus fixed fee contracts. 1.4. Berdasarkan perubahan aset karena pertumbuhan. Pendapatan dari minuman keras atau anggur, tanaman hutan

industri, peternakan. 2. Basis Peristiwa Kritis

2.1. Saat penjualan Digunakan apabila :

(a) Harga produk diakui secara pasti.

Page 121: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

121

(b) Petukaran telah selesai dengan pengiriman barang, sehingga sudah dapat diketahui biaya yang sudah dikeluarkan.

(c) Dari segi realisasi, penjualan tersebut dianggap sebagai kejadian penting.

2.2. Selesai produksi Digunakan apabila keadaan pasar stabil dan harga komoditas stabil,

serta kejadian penting adalah kegiatan produksi bukan penjualan, misalnya logam mulia seperti emas, perak, dan sejenisnya yang harganya relatif stabil.

2.3. Saat pembayaran setelah dilakukan penjualan. Digunakan apabila penjualan yang akan dilakukan dan penilaian

yang akurat tidak dapat dilakukan atas barang yang diserahkan tersebut, misalnya penjualan angsuran.

Menurut pragraf 19 PSAK 23 , jika hasil transaksi yang terkait dengan

penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal, jika seluruh kondidsi berikut ini dipenuhi:

(a) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal; (b) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas; (c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal ; dan (d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan

transaksi tersebut dapat diukur secara andal

Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan diakui hanya sebesar beban yang telah diakui yang dapat dipulihkan ..

Namun jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi secara andal dan kemungkinan kecil biaya yang terjadi akan dipulihkan, maka pendapatan tidak diakui dan biaya yang timbul diakui sebagai beban.

Jika tidak ada lagi kondisi semula yang mengakibatkan hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan diakui sesuai dengan pragraf 19 yang disebutkan di atas.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh , “penghasilan” adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Page 122: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

122

diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk... Berdasarkan definisi di atas, penghasilan mengandung unsur-unsur : a) setiap tambahan kemampuan ekonomis; b) yang diterima atau diperoleh; c) baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (global

income); d) yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan; e) dengan nama dan dalam bentuk apapun. Kata-kata yang menyatakan “diterima atau diperoleh” mengandung arti bahwa penghasilan baru diakui setelah ada realisasi. Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat ( 5) UU KUP antara lain dikemukan sebagai berikut : Pengertian diperoleh merujuk kepada stelsel akrual ( accrual basis) yaitu suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang digunakan dalam bidang usaha tertentu seperti built operate and transfer (BOT) dan real estat. Perlu diketahui bahwa terhitung mulai 1 Januari 2009 berdasarkan PP No : 40 Tahun 2009 tentang perubahan PP No : 51 Tahun 2008, pengenaan PPh atas penghasilan jasa konstruksi adalah bersifat final. Pengertian diterima merujuk kepada stelsel kas ( cash basis) yaitu penghasilan baru diakui sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru diakui sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa seperti transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan

Page 123: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

123

diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa dan biaya operasi lain dibayar. Dengan demikian pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan, pemakaian stelsel kas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan , baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara konsisten. Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-184/PJ/2002 tanggal 11 April 2002 bahwa penghasilan bank berupa bunga kredit non-performing diakui pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh bank (cash basis).

Penjualan Angsuran Metode pengakuan pendapatan dan/atau penghasilan bruto yang paling banyak digunakan untuk mengatasi ketidakpastian yang melingkupi penerimaan kas dari hasil penjualan adalah metode penjualan angsuran. Dengan metode penjualan angsuran, penghasilan ( bruto ) diakui pada saat atau dalam proses terjadinya penerimaan kas dari hasil penjualan, dan tidak pada saat atau dalam proses terjadinya penjualan. Metode penjualan angsuran dikembangkan sebagai respon terhadap meningkatnya kontrak-kontrak penjualan dengan masa pembayaran dalam beberapa tahun, dengan penyerahan atau pemindahan hak milik atas barang yang diperjual-belikan baru dilakukan setelah pembayaran yang terakhir kalinya. Banyak barang-barang konsumsi seperti misalnya peralatan elektronik, perhiasan, otomotif, ditawarkan untuk dijual berdasarkan kontrak penjulan angsuran. Akan tetapi, semakin populernya kontrak penjualan dengan pembayaran angsuran dalam dunia bisnis, dan semakin komprehensif-nya penilaian tentang kredibilitas pelanggan, semakin kecil pula ketidakpastian penerimaan kas dari hasil penjualan

Page 124: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

124

berdasar kontrak pembayaran angsuran. Penerimaan kas bukan lagi merupakan hal yang krusial, tetapi peristiwa terjadinya transaksi penjualanlah yang pada hakikatnya merupakan saat yang secara substansial diselesaikannya proses memperoleh pendapatan. Biaya kolektibilitas dan kerugian piutang sudah dapat diestimasi pada saat terjadinya transaksi penjualan. Di samping itu perlindungan atau proteksi atas tidak tertagihnya piutang sudah didapat oleh pihak penjual, karena pada umumnya pihak penjual mempunyai hak untuk menarik kembali barang yang diperjual-belikan di samping uang muka yang biasanya cukup signifikan jumlahnya. Oleh karena itu pada dasarnya UU PPh tidak memperkenankan untuk digunakannya metode penjualan angsuran sebagai dasar pengakuan pendapatan dan/atau penghasilan bruto. Namun dewasa ini, kontrak-kontrak penjualan dengan pembayaran angsuran yang mencakup jangka waktu lebih panjang lagi juga semakin populer, khususnya penjualan properti, seperti real estat, tanah kavling siap bangun. Biasanya kontrak penjualan dilakukan dengan uang muka yang relatif kecil, bahkan kadang-kadang tanpa uang muka, dengan masa pembayaran yang meliputi 15 sampai 20 tahun. Risiko menunggak pada tahun-tahun awal biasanya relatif besar, karena bagi pembeli pada tahun-tahun awal tersebut sedikit banyak merupakan suatu investasi; dan sering kali harga properti terkait sering tidak stabil. Penerapan metode akrual murni untuk kontrak penjualan angsuran akan berakibat penghasilan diakui terlalu besar pada tahun-tahun awal, karena kegagalan dalam mengakui secara realistis biaya-biaya yang akan timbul dalam kaitannya dengan kontrak penjualan, termasuk kerugian sebagai akibat adanya piutang yang tertunggak dan pembatalan kontrak.

B. Beban (Expenses) 1. Pengertian Menurut pragraf 70 butir b “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian

Laporan Keuangan”, beban (expenses) adalah “penurunan manfaat ekonomik selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal”. Beban mencakup baik kerugian (loss) maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi, misalnya beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban itu biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan, dan aset tetap. Kerugian mencerminkan

Page 125: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

125

pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomik, dan pada hakikatnya tidak berbeda dari beban lain.

Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakup kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh kenaikan kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang tersebut. jika kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomik. Kerugian sering kali dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan.

2. Pengakuan (Recognition) Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat

ekonomik masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Hal ini berarti bahwa pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset, misalnya akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap.

Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching costs with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan ( cost or expense of goods sold ) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh dalam penjualan barang.

Kalau manfaat ekonomik diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung, maka beban yang diakui dalam laporan laba rugi adalah atas dasar alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus semacam ini, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomik aset yang bersangkutan.

Page 126: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

126

Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomik masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomik masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aset.

Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa pengakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk.

3. Pengukuran Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan perusahaan dalam

penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis (historical cost). Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang lain. Misalnya persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis atau nilai realisasi bersih (lower cost or net realizable value).

Menurut historical cost aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) atau nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Liabilitas dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation) atau keadaan tertentu (misalnya pajak penghasilan), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.

Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak ada diberikan pengertian atau definisi beban/biaya. Namun demikian jika diteliti lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya adalah “segala sesuatu yang dapat dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak yaitu biaya untuk mendapatkan , menagih, dan memelihara penghasilan (tidak termasuk kerugian yang dapat dikompensasikan dan PTKP)”.

Tidak semua beban yang diakui dalam laporan laba rugi komersial diakui dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak pada dasarnya kriteria pengeluaran yang dapat dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah : a) pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) dibebankan pada

tahun pengeluaran sedangkan pengeluaran kapital (capital expenditure) dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi.

b) terdapat hubungan langsung dengan usaha dan kegiatan. c) tidak terkait dengan penghasilan yang bukan objek pajak atau

penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Page 127: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

127

d) pengeluaran kas, bukan natura atau kenikmatan. e) dalam batas kewajaran dan sesuai dengan adat pedagang yang baik

(sound business practice). Menurut Harnanto dalam” Akuntansi Perpajakan “ konsep dasar atau

prinsip biaya fiskal sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya, atau kerugian dapat diperlakukan atau memenuhi kualifikasi sebagai pengurang penghasilan bruto untuk tujuan penentuan pajak penghasilan, meliputi : (1) diotorisasi oleh UU PPh, (2) bukan merupakan pengeluaran pribadi, (3) merupakan pengeluaran pendapatan, penyusutan dan/atau amortisasi (4) merupakan pengeluaran yang bersifat rutin, diperlukan, dan wajar jumlahnya, (5) merupakan biaya usaha, alokasi atau amortisasi biaya terkait dengan aktivitas investasi, (6) merupakan kerugian yang sesungguhnya terjadi, (7) merupakan kewajiban bagi wajib pajak; dan (8) didukung oleh dokumentasi yang memadai

Beban / biaya yang tidak boleh dikurangkan (tidak diakui) dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah : a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang bukan merupakan objek pajak; b. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang pengenaan pajaknya bersifat final; c. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Penghasilan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;

d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak;

Catatan. Pengecualaian di atas tidak berlaku lagi sejak 1 Januari 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010.

e. Kerugian atas harta atau hutang yang tidak dimiliki dan dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak

f. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan;

Page 128: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

128

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan konsumen dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangn bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

i. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

j. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

k. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

l. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota;

m. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

Page 129: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

129

n. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau yang menjadi tanggungannya.

Dasar pengukuran beban dalam penjualan adalah sama dengan dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan komersial yaitu biaya historis (historical cost).

Page 130: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

130

BAB XII INVESTASI

1. Pendahuluan.

Investasi adalah suatu aset yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aset tetap bukan merupakan investasi (Paragraf 3 PSAK 13).

Pada umumnya investasi dapat dibagi dua yaitu (1) Investasi lancar adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang, dan (2) investasi jangka panjang adalah investasi selain investasi lancar.

Uraian mengenai investasi ini dibatasi hanya tentang investasi jangka panjang dalam bentuk investasi dalam sekuritas utang dan investasi dalam sekuritas ekuitas.

2.Sekuritas Utang (Debt Securities)

Sekuritas utang adalah instrumen yang menunjukkan hubungan kreditor dengan suatu perusahaan. Sekuritas utang antara lain adalah sekuritas pemerintah yang lebih dikenal dengan Surat Utang Negara, obligasi perusahaan, utang konvertibel, dan kertas komersial (comercial paper). Oleh Kieso dkk dalam buku “Intermediate Accounting “ investasi dalam sekuritas utang dikelompokkan menjadi tiga kategori terpisah untuk tujuan akuntansi dan pelaporan. Ketiga kategori itu adalah sebagai berikut : (a) Dimiliki hingga jatuh tempo (held to maturity). Sekuritas utang yang

menurut maksud dan kemampuan perusahaan akan dimiliki sampai jatuh tempo.

(b) Diperdagangkan (trading). Sekuritas utang yang dibeli dan dimiliki terutama untuk dijual dalam waktu dekat untuk menghasilkan laba dan selisih harga jangka pendek.

(c) Tersedia untuk dijual (available for sale). Sekuritas utang yang tidak diklasifikasikan sebagai sekuritas yang dimiliki sampai jatuh tempo atau perdagangan.

Hanya sekuritas utang yang dapat diklasifikasikan sebagai sekuritas yang dimiliki sampai jatuh tempo, karena menurut definisinyas ekuritas ekuitas tidak mempunyai tanggal jatuh tempo. Sekuritas utang harus diklasifikasikan sebagai dimiliki sampai jatuh tempo jika entitas yang

Page 131: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

131

melaporkan mempunyai (1) niat positif, dan (2) kemampuan untuk memiliki sekuritas itu sampai jatuh tempo. Sekuritas yang dimiliki sampai jatuh tempo dipertanggungjawabkan sebesar biaya yang diamortisasi (amortization cost), bukan pada nilai wajarnya. Jika manajemen berniat untuk memiliki efek investasi tertentu sampai jatuh tempo dan tidak mempunyai rencana untuk menjualnya, maka nilai wajar (harga jual) tidaklah relevan untuk mengukur dan mengevaluasi arus kas yang berkaitan dengan efek ini. Terakhir, karena sekuritas ini tidak meningkatkan volalitas laba yang dilaporkan atau modal yang dilaporkan seperti halnya “efek diperdagangkan” dan “efek tersedia untuk dijual”.

Untuk menggambarkan akuntansi atas efek utang dimiliki sampai jatuh tempo, misalkan PT Gergaji Langit membeli obligasi 8% PT Mumbang Lonong bernilai pari (nominal) Rp. 100.000,- pada tanggal 1 Januari 2006 dengan membayar Rp. 92.278. Obligasi ini jatuh tempo tanggal 1 Januari 2011; bunga dibayar setiap tanggal 1 Juli dan 1 Januari. Diskonto (discount) sebesar 7.722 (100.000 -/- 92.278) memberikan hasil bunga efektif sebesar 10%. Ayat jurnal untuk mencatat investasi ini adalah :

1 Januari 2006 Investasi (Efek yang Dimiliki Sampai Jatuh Tempo) 92.278 Kas 92.278

Pengaruh amortisasi diskonto terhadap pendapatan bunga yang dicatat setiap periode untuk investasi PT. Mumbang Lonong adalah sebagai berikut :

Obligasi 8% yang Dibeli untuk Memberikan Hasil 10%

Tanggal Kas yang Diterima

Pendapatan Bunga

Amortisasi Diskonto Obligasi

Jumlah Tercatat Obligasi

1/1/06 92.278

1/7/06 4.0001) 4.6142) 6143) 92.8924)

1/1/07 4.000 4.645 645 93.537

1/7/07 4.000 4.677 677 94.214

1/1/08 4.000 4.711 711 94.925

1/7/08 4.000 4.746 746 95.671

1/1/09 4.000 4.783 783 96.454

1/7/09 4.000 4.823 823 97.277

1/1/10 4.000 4.684 864 98.141

1/7/10 4.000 4.907 907 99.048

1/1/11 4.000 4.952*) 952 100.000

40.000 47.722 7.722

1) 4.000 = 100.000 x 0,08 x 6/12 3) 614 = 4.614 -/- 4.000 2) 4.614 = 92.278 x 0,10 x 6/12 4) 92.892 = 92.278 + 614 *) 5% x 99.948 = 4.952

Amortisasi atas diskonto dilakukan dengan metode bunga efektif, bukan dengan metode garis lurus. Suku bunga efektif atau hasil dihitung pada saat investasi dilakukan dan dikenakan pada jumlah tercatat awalnya (nilai buku) atas

Page 132: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

132

setiap periode bunga untuk menghitung pendapatan bunga. Jumlah tercatat investasi akan bertambah dengan diskonto yang diamortisasi atau berkurang dengan premium yang diamortisasi dalam setiap periode.

Ayat jurnal untuk mencatat penerimaan pembayaran bunga setengah tahunan yang pertama pada tanggal 1 Juli 2006 (dengan menggunakan data tersebut di atas) :

1 Juli 2006

Kas 3.400 PPh Pasal 23 600 Investasi 614 Pendapatan Bunga 4.614 Karena PT Gergaji Langit menggunakan dasar tahun kalender, maka

perusahaan ini mengakrualkan bunga dan mengamortisasikan diskonto pada tanggal 31 Desember 2006 sebagai berikut :

31 Desember 2006 Piutang Bunga 4.000 Investasi 645 Pendapatan Bunga 4.645 Jika dimisalkan PT Gergaji Langit membeli obligasi 10%, 5 tahun dengan

nilai nominal Rp.100.000 pada tanggal 1 Januari 2006, dengan bunga dibayar setiap tanggal 1 Juli dan 1 Januari. Obligasi dijual dengan harga Rp. 108.111, sehingga menghasilkan premium sebesar Rp. 8.111, dan suku bunga efektif 8%.

Obligasi 10% yang Dibeli untuk Memberikan Hasil 8%

Tanggal Kas yang Diterima

Pendapatan Bunga

Amortisasi Premiun Obligasi

Jumlah Tercatat Obligasi

1/1/06 108.111

1/7/06 5.000a) 4.324b) 676c) 107.435d)

1/1/07 5.000 4.297 703 106.732

1/7/07 5.000 4.269 731 106.001

1/1/08 5.000 4.240 760 105.241

1/7/08 5.000 4.210 790 104.451

1/1/09 5.000 4.178 722 103.629

1/7/09 5.000 4.145 855 102.774

1/1/10 5.000 4.111 889 101.885

1/7/10 5.000 4.075 925 100.960

1/1/11 5.000 4.040*) 960 100.000

50.000 41.889 8.111

a) 5.000 = 100.000 x 0,10 x 6/12 c) 676 = 5.000 -/- 4.324 b) 4.324 = 108.111 x 0,08 x 6/12 d) 107.435 = 108.111 -/- 676 *) 4% x 100.960 = 4.038 4.040

Page 133: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

133

Selisih = 2 karena pembulatan-pembulatan

Ayat jurnal untuk mencatat pembelian obligasi adalah sebagai berikut :

1 Januari 2006 Investasi (Sekuritas Tersedia Dijual ) Rp. 108.111 Kas Rp. 108.111 Ayat jurnal untuk mencatat pendapatan bunga adalah sebagai berikut :

1 Juli 2006 Kas Rp. 4.250 PPh Pasal 23 Rp. 750 Investasi (Sekuritas Tersedia Dijual Rp 676 Pendapatan Bunga Rp. 4.424 Pada tanggal 31 Desember 2006 PT Gergaji Langit akan membuat ayat

jurnal untuk mengakrualkan pendapatan bunga. 31 Desember 2006

Piutang Bunga Rp. 5.000 InvestasiSk Tkuritas tersedia Dijual) Rp. 703 Pendapatan Bunga Rp.4.297 Menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh bahwa bunga, termasuk premium dan diskonto, dan jaminan pengembalian utang adalah penghasilan. Dalam memori penjelasan disebutkan bahwa premium terjadi apabila surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

Sebenarnya baik menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun menurut akuntansi, diskonto yang diperoleh pada saat membeli obligasi adalah penghasilan. Perbedaannya hanya pada saat pengakuan. Menurut akuntansi, diskonto yang diperoleh pada saat membeli obligasi akan diakui sebagai penghasilan secara bertahap sampai dengan jatuh tempo, sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diskonto yang diperoleh pada saat membeli obligasi diakui seluruhnya sebagai penghasilan pada saat jatuh tempo. Dengan demikian pada tahun 2006 jumlah pendapatan bunga menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah Rp. 8.000 sedangkan menurut akuntansi adalah 9.359 (4.614 + 4.645). Untuk tahun 2010 penghasilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah Rp. 15.722 terdiri

Page 134: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

134

dari bunga Rp. 8.000 dan diskonto Rp. 7.722 sedangkan menurut akuntansi penghasilan bunga adalah 9.859 (4.907 + 4.952) sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 5.863. Selisih ini adalah merupakan amortisasi diskonto tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

Berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 2002 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final, kecuali : a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; b. Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan; c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal selama 5

(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha, tidak dipungut; dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto obligasi tersebut dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah PTKP, tidak bersifat final.

Perlakuan Pajak Penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan di bursa dan atau dilaporkan perdagangannya ke bursa baik untuk obligasi tanpa kupon (zero coupon bond) maupun obligasi dengan kupon (interest bearing bond) tidak ada perbedaan. Demikian pula tidak ada perbedaan perlakuan pajak antara obligasi korporasi yang diterbitkan oleh badan swasta (corporate bond) dengan obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (government bond). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 587/KMK.04/96 yang dimaksud dengan : a. Obligasi adalah obligasi dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

penjualannya dilakukan melalui penawaran umum dan/atau di bursa efek di Indonesia.

b. Bunga adalah tingkat keuntungan yang dijanjikan oleh penerbit obligasi kepada pembeli.

c. Diskonto adalah selisih antara nilai nominal obligasi dengan jumlah harga di bawah nilai nominal yang dibayar oleh pembeli.

Bunga obligasi adalah berkenaan dengan obligasi yang bunganya dibayarkan (lazimnya secara periodik) selama jangka waktu obligasi. Bunga ini merupakan penghasilan bagi pembeli obligasi pada saat jatuh tempo pembayaran bunga atau pada saat dijual kembali. Dalam hal obligasi konversi, termasuk dalam pengertian bunga adalah selisih antara nilai nominal obligasi dengan jumlah harga pasar saham pada saat konversi dilakukan.

Diskonto obligasi adalah berkenaan dengan obligasi yang selama jangka waktu obligasi tidak ada pembayaran bunga. Diskonto ini pada dasarnya adalah bunga atas obligasi yang diperhitungkan dengan harga obligasi pada waktu

Page 135: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

135

dijual. Diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli pada saat terjadinya transaksi jual beli, termasuk pada penawaran umum perdana.

Berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 121 Tahun 2002 besarnya Pajak Penghasilan adalah 20% atas bunga obligasi dengan kupon, 20% atas diskonto obligasi dengan kupon, dan 20% atas diskonto obligasi tanpa bunga. Di bawah ini diberikan contoh-contoh sebagai berikut : Contoh 1 : Pada tanggal 1 Juli 2006 PT ABC (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebagai berikut :

Nilai nominal Rp. 10.000.000

Jangka waktu obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2011)

Bunga tetap (fixed rate) sebesar 16% per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember.

PT XYZ (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar obligasi dengan harga di bawah nominal (at discount), yaitu sebesar Rp. 9.000.000 per lembar. Penghitungan bunga dan PPh final yang terutang oleh PT XYZ pada saat jatuh tempo bunga tanggal 31 Desember 2006 adalah sebagai berikut :

Bunga = (6/12 x 16% x Rp. 10.000.000) x 10 = Rp. 8.000.000

PPh final = 20% x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.600.000 dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran (cash settlement).

Keterangan : Dalam kenyataan, harga perolehan obligasi dengan kupon (interst bearing bond) pada saat penerbitan pertama tidak harus selalu sama dengan nilai nominalnya. Pembeli bisa memperoleh obligasi dengan harga di bawah nominal (at discount) atau di atas nilai nominal (at premium). Pada hakekatnya selisih harga beli di bawah atau di atas nilai nominal tersebut merupakan penyesuaian tingkat bunga obligasi yang diperhitungkan ke dalam harga perolehan. Contoh 2 : Pada tanggal 31 Maret 2007, PT XYZ menjual seluruh obligasi yang dimilikinya kepada PT PQR melalu perusahaan efek PT MNO Sekuritas dengan harga jual Rp. 10.400.000 per lembar termasuk bunga berjalan. Penjualan obligasi tersebut dilaporkan ke bursa efek.

Page 136: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

136

XYZ pada saat penjualan obligasi tanggal 31 Maret 2007 adalah sebagai berikut :

Bunga berjalan = (3/12 x 16% x Rp. 10.000.000) x 10 = Rp.4.000.000

Diskonto = {(10.400.000 -/- 400.000) -/- Rp. 9.000.000} x 10 = Rp.10.000.000. Karena dikenakan PPh final dengan tarif yang sama, bunga berjalan dan diskonto dapat dihitung sekaligus yaitu: (Rp. 10.400.000 -/- Rp. 9.000.000) x 10 = Rp.14.000.000.

PPh final = 20% x Rp. 14.000.000 = Rp. 2.800.000 dipotong oleh PT MNO Sekuritas.

Contoh 3 : Pada tanggal 31 Desember 2007 setelah menerima bunga dari emiten, PT PQR menjual seluruh obligasi yang dimilikinya kepada PT CDE melalui bank Pundi Nasional dengan harga Rp. 10.500.000 per lembar. Penjualan obligasi tersebut dilaporkan ke bursa efek. Penghitungan bunga, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh PT PQR pada saat jatuh tempo bunga/saat penjualan obligasi tanggal 31 Desember 2010 adalah sebagai berikut :

Bunga = (6/12 x 16% x 10.000.000) x 10 = Rp. 8.000.000

PPh final atas bunga = 20% x Rp. 8.000.000 = Rp. 1.600.000, dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran.

Diskonto = (10.500.000 -/- Rp. 10.000.000) x 10 = Rp. 5.000.000

PPh final atas diskonto = 20% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.000.000, dipotong oleh Bank Pundi Nasional selaku pedagang perantara.

Catatan : Pengertian diskonto dalam peraturan ini tidak hanya terbatas pada realisasi selisih harga perolehan perdana di bawah (at discount) nilai nominal obligasi, tetapi mencakup selisih harga jual di atas harga perolehan obligasi. Contoh 4 : Pada tanggal 31 Mei 2011, PT CDE menjual seluruh obligasi yang dimilikinya kepada Dana Pensiun Sejahtera Mandiri (telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan) langsung tanpa pedagang perantara dengan harga jual Rp.10.666.667 per lembar termasuk bunga. Penjualan obligasi tersebut tidak dilaporkan ke bursa efek. Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh yang terutang oleh PT CDE pada saat penjualan obligasi tanggal 31 Mei 2011 adalah sebagai berikut :

Bunga berjalan = (5/12 x 16% x Rp. 10.000.000) x 10 = Rp.6.666.670

Page 137: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

137

Diskonto = {(Rp.10.666.667 -/- Rp. 666.667) -/- Rp. 10.500.000} x 10= (Rp. 5.000.000), diskonto negatif atau rugi.

Perolehan diskonto negatif atau rugi diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. PPh yang terutang tidak bersifat final (PPh Pasal 23) karena penjualan obligasi tidak dilaporkan ke bursa efek sebagai berikut : PPh Pasal 23 = 15% x (6.666.670 -/- Rp. 5.000.000 = Rp. 250.000. Karena dilakukan ofset antara penghasilan bunga dengan diskonto negatif atau rugi, maka PPh Pasal 23 dapat dihitung sekaligus yaitu : 15% x (Rp. 10.666.667 -/- Rp. 10.500.000) x 10 = Rp. 250.000.

Catatan : Meskipun penjualan obligasi tidak dilakukan melalui pedagang perantara dan tidak dilaporkan ke bursa, dana pensiun sebagai pembeli wajib melakukan pemotongan pajak. Ketentuan yang sama juga berlaku dalam hal pembelian langsung dilakukan oleh perusahaan efek, bank, dan reksadana sebagai investor. Contoh 5 : Pada tanggal 1 Juli 2011 (jatuh tempo obligasi) Dana Pensiun Sejahtera Mandiri menerima pelunasan seluruh obligasi yang dimilikinya beserta imbalan bunga sesuai masa kepemilikan (1 bulan) dari PT ABC, emiten obligasi tersebut. Penghitungan bunga, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh Dana Pensiun Sejahtera Mandiri saat jatuh tempo obligasi tanggal 1 Juli 2011 adalah sebagai berikut :

Bunga = (1/12 x 16% x 10.000.000) x 10 = Rp. 1.333.330

Diskonto = (10.000.000 -/- Rp. 10.000.000) x 10 = Nihil

PPh final tidak terutang oleh dana pensiun yang memenuhi syarat, karena obligasi tersebut penerbitannya tercatat di bursa efek.

Contoh 6 : Pada tanggal 1 Januari 2008, PT ABC menerbitkan obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) berjangka waktu 10 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Januari 2018) dengan nilai nominal sebesar Rp. 10.000.000. Penerbitan perdana obligasi tercatat di Bursa Efek Indonesia. PT GHI membeli 100 lembar obligasi tanpa bunga tersebut dengan harga perdana Rp. 6.000.000 per lembar. Pada tanggal 31 Agustus 2011, PT GHI menjual 50 lembar obligasi tersebut di Bursa Efek Indoesia melalui perusahaan efek PT MNO Sekuritas kepada PT JKL seharga Rp. 7.000.000 per lembar. Penghitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT GHI adalah sebagai berikut :

Diskonto = (Rp.7.000.000 -/- Rp.6.000.000) x 50 = Rp. 50.000.000

Page 138: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

138

PPh final = 20% x Rp. 50.000.000 = Rp. 1.000.000, dipotong oleh Bank Pundi Nasional selaku pedagang perantara.

Catatan : Diskonto obligasi tanpa kupon dikenakan PPh final pada setiap kali dilakukan penjualan, sepanjang :

Penjualannya dilakukan di bursa efek atau dilaporkan ke bursa efek.

Penjualan dilakukan melalui pedagang perantara atau pembeli langsung yang ditunjuk sebagai pemotong pajak.

Penjual obligasi tidak dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan.

Pada saat jatuh tempo/pelunasan obligasi, atau diskonto terakhir dikenakan PPh final karena pada waktu penerbitan perdananya telah tercatat di bursa efek. Kiranya perlu dikemukakan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun 2009 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009 ketentuan tersebut di atas tidak berlaku lagi. Hal-hal yang diatur dalam PP 16/2009 tersebut di atas antara lain : Pasal 1. 1. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka

waktu lebih dari 12 bulan. 2. Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh

pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Pasal 2. 1. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa

bunga obligasi dikenai PPh yang bersifat final. 2. Ketentuan pada ayat (1) tidak belaku untuk :

a. WP Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.

b. WP Bank yang didirikan di Indonesia dan Cabang Bank luar negeri di Indonesia.

Pasal 3. 1. Bunga obligasi dengan kupon: a. 15 % bagi WP DN dan BUT b. 20 % bagi WP LN selain BUT atau tarif berdasarkan P3B, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi. 2. Diskonto obligasi dengan kupon :

Page 139: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

139

a. 15 % bagi WP DN dan BUT b. 20 % bagi WP LN selain BUT atau tarif berdasarkan P3B, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan

obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. 3. Diskonto obligasi tanpa bunga: a. 15 % bagi WP DN dan BUT b. 20 % bagi WP LN selain BUT atau tarif berdasarkan P3B dari selisih lebih harga jual atau nilai obligasi di atas harga perolehan

obligasi. 4. Bunga dan /atau diskonto dari obligasi yang diterima atau diperoleh WP

reksadana yang terdaftar pada BAPEPAM-LK : a. 0 % untuk tahun 2009 s/d 2010 b. 5 % untuk tahun 2011 s/d 2013 c. 15 % untuk tahun 2014 dan seterusnya. Pasal 4. Pemotong Pajak: 1.Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk

atas bunga dan/atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi, atau

2 Perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan/atau pembeli atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.

3. Efek Ekuitas (equity securities)

Efek ekuitas digambarkan sebagai sekuritas yang menunjukkan bagian kepemilikan seperti saham biasa, saham preferen, atau modal saham lainnya. Efek juga mencakup hak untuk memperoleh atau melepaskan bagian yang sudah disepakati atau yang dapat ditentukan seperti waran, hak (right), serta opsi beli (call option). Efek utang konvertibel saham preferen yang dapat ditebus tidak diperlakukan sebagai efek ekuitas. Pada saat efek ekuitas dibeli, harga pokoknya mencakup harga beli efek tersebut ditambah komisi pialang dan beban lainnya yang berkaitan dengan pembelian itu.

Dalam PSAK 15 tentang “Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi” ditentukan bahwa jika investor memiliki baik langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan, 20% atau lebih dari hak suara pada perusahaan investee, maka investor dipandang mempunyai pengaruh yang signifikan. Sebaliknya jika investor memiliki, baik langsung maupun tidak

Page 140: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

140

langsung melalui anak perusahaan kurang dari 20% hak suara, investor dianggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kepemilikan substansial atau mayoritas oleh investor lain tidak perlu menghalangi investor memiliki pengaruh signifikan. Apabila investor mempunyai pengaruh yang signifikan maka investasi pada investee dicatat dengan menggunakan metode ekuitas ( equity method ). Sebaliknya apabila investor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka investasi dicatat dengan menggunakan metode biaya ( cost method ).

Menurut metode ekuitas, investasi pada awalnya dicatat sebesar biaya perolehan, dan nilai tercatat ditambah atau dikurangi untuk mengakui bagian investor atas laba atau rugi investee setelah tanggal perolehan. Distribusi laba ( kecuali dividen saham) yang diterima dari investee mengurangi nilai tercatat ( carrying amount ) investasi. Penyesuaian terhadap nilai tercatat tersebut juga diperlukan untuk mengubah hak kepemilikan proporsional investor pada investee yang timbul dari perubahan dalam ekuitas investee yang belum diperhitungkan kedalam laporan laba rugi. Perubahan semacam itu meliputi perubahan yang timbul sebagai akibat dari revaluasi aset tetap, perbedaan dalam penjabaran mata uang asing, dan dari penyesuaian yang timbul dari penggabungan usaha.

Menurut metode biaya, investor mencatat investasinya pada perusahaan investee sebesar biaya perolehan. Investor mengakui penghasilan hanya sebatas distribusi laba ( kecuali dividen saham yang diterima) yang berasal dari laba bersih yang diakumulasikan investee setelah tanggal perolehan.

Kieso, Weygant, dan Warfield dalam “Intermediate Accounting” mengklasifikasikan investasi dalam efek ekuitas berdasarkan besarnya persentase kepemilikan saham oleh investor sebagai berikut : (1) Kepemilikan kurang dari 20 % (metode nilai wajar)---investor

mempunyai hak pasif. (2) Kepemilikan antara 20 % dan 50 % (metode ekuitas)--- investor

mempunyai hak mengendalikan. (3) Kepemilikan lebih dari 50 % ( laporan konsolidasi)—investor mempunyai

hak mengendalikan. Jika investor memiliki kurang dari 20 % saham biasa perusahaan lain, maka dianggap bahwa investor itu memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap investee. Akibatnya laba bersih yang dihasilkan investee tidak dianggap sebagai dasar tepat untuk mengakui laba dari investasi oleh investor. Alasannya adalah bahwa investee bisa saja memilih untuk menahan kanaikan aset bersih yang dihasilkan dari operasi yang menguntungkan itu

Page 141: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

141

untuk digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, laba bersih tidak dianggap diperoleh oleh investor sampai dividen tunai diumumkan oleh investee.

Dalam hal terdapat pengaruh yang signifikan ( bisanya investasi sebesar 20 % atau lebih ) investor diharuskan untuk memperhitungkan investasi itu dengan metode ekuitas ( equity method ). Dalam metode ekuitas adanya hubungan ekonomi yang nyata antara investor dan investee. Investasi pada awalnya dicatat pada harga perolehan saham, tetapi kemudian disesuaikan pada setiap periode untuk memperhitungkan perubahan aset bersih investee, yaitu jumlah tercatat investasi secara periodik ditambah (dikurangi) dengan bagian proporsional investor atas laba (rugi) investee dikurangi dengan semua dividen yang diterima dari investee.

Di bawah ini diberikan ilustrasi penggunaan metode ekuitas sebagai berikut: (1) Pada tanggal 2 Januari 2008, PT Gargar Dolok membeli 48.000 saham

PT Marhaha ( 40 % saham biasa beredar PT Marhaha) dengan harga Rp 10.000 per lembar.

Investasi dalam Saham PT Marhaha Rp 480.000.000 Kas Rp 480.000.000 (2) Untuk tahun 2008 PT Marhaha melaporkan laba bersih Rp

200.000.000. Investasi dalam Saham PT Marhaha Rp 80.000.000 Pendapatan dari Investasi Rp 80.000.000 (3) Pada tanggal 15 April 2008 PT Marhaha mengumumkan dan membayar

dividen tunai sebesar Rp 100.000.000 Kas Rp 40.000.000 Investasi dalam Saham PT Marhaha Rp 40.000.000 (4) Untuk tahun 2009 PT Marhaha melaporkan kerugian bersih sebesar Rp

50.000.000 Kerugian atas Investasi Rp 20.000.000 Investasi dalam Saham PT Marhaha Rp 20.000.000 Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU.PPh, tidak termasuk sebagai objek pajak yaitu dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : (a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan (b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha

milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan

Page 142: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

142

yang memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f tersebut, maka

penghasilan yang diperoleh PT Gargar Dolok dari PT Marhaha bukan merupakan objek pajak. Perlu dikemukakan bahwa UU PPh mengakui adanya penghasilan berupa dividen hanya jika investee telah mengumumkan pembagian dividen secara resmi. Dengan demikian metode ekuitas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengakui adanya penghasilan berupa dividen. Laporan keuangan konsolidasi juga tidak diperkenankan karena baik induk perusahaan maupun anak perusahaan masing-masing adalah entitas yang terpisah yang pengenaan PPh-nya dilakukan sendiri-sendiri sesuai dengan NPWP.

Page 143: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

143

BAB XIII LIABILITAS JANGKA PANJANG

1. Pendahuluan

Liabilitas jangka panjang (long term debt) terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin di masa datang akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau siklus operasi perusahaan, mana yang lebih lama. Utang obligasi, wesel bayar jangka panjang, dan utang hipotik adalah contoh liabilitas jangka panjang. Pada umumnya liabilitas jangka panjang memiliki berbagai ketentuan atau pembatasan unuk melindungi baik peminjam maupun pemberi pinjaman. Untuk liabilitas jangka panjang ini yang akan diuraikan hanya dibatasi pada obligasi saja.

2. Obligasi

Harga jual obligasi ditentukan oleh fenomena umum seperti penawaran dari penjual dan permintaan dari pembeli, risiko relatif, kondisi pasar, dan keadaan perekonomian. Masyarakat investasi (pembeli) menilai obligasi pada nilai sekarang dan arus kas masa datang, yang terdiri dari (i) bunga, dan (ii) pokok. Suku bunga yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas ini adalah suku bunga yang memberikan pengembalian atas investasi yang dapat diterima, yang sebanding dengan karakteristik risiko penerbitannya. Suku bunga yang tertulis dalam persyaratan obligasi (dan biasanya tercetak pada sertifikat obligasi) dikenal sebagai suku bunga ditetapkan, kupon, atau nilai nominal. Suku bunga ini, yang ditetapkan oleh penerbit obligasi (emiten), dinyatakan sebagai persentase dari nilai nominal, yang disebut juga nilai pari (par value), jumlah pokok (principal amount), atau nilai jatuh tempo (maturity value) obligasi tersebut.

Jika suku bunga yang digunakan oleh masyarakat investasi (pembeli) berbeda dengan suku bunga yang ditetapkan, maka nilai sekarang obligasi yang dihitung oleh pembeli (dan harga beli berjalan) akan berbeda dengan nilai nominal obligasi. Selisih antara nilai nominal dan nilai sekarang obligasi bisa berupa diskonto (discount) atau premium (premium). Jika obligasi lebih rendah daripada nilai nominalnya, maka obligasi tersebut dijual dengan diskonto. Sebaliknya jika obligasi dijual lebih tinggi daripada nilai nominalnya, maka obligasi tersebut dijual dengan premium.

Suku bunga aktual yang dihasilkan oleh pemegang obligasi disebut hasil efektif (effective yield), atau suku bunga pasar (market rate). Jika obligasi dijual dengan diskonto, maka hasil efektifnya lebih tinggi dari pada

Page 144: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

144

suku bunga yang ditetapkan. Sebaliknya jika obligasi dijual dengan premium, maka hasil efektifnya lebih rendah daripada suku bunga yang ditetapkan. Pada saat obligasi beredar, harganya dipengaruhi oleh beberapa variabel, di mana yang sangat berpengaruh adalah suku bunga pasar.

Diskonto utang obligasi bukan merupakan aset karena tidak memberikan manfaat ekonomi di masa mendatang. Perusahaan mungkin akan menggunakan dana yang dipinjam, walaupun untuk itu harus membayar bunga. Dalam hal terdapat diskonto pada penerbitan obligasi, berarti perusahaan meminjam lebih kecil daripada nilai nominal atau nilai jatuh tempo obligasi tersebut dan karenanya menghadapi suku bunga aktual (efektif) yang lebih tinggi daripada suku bunga ditetapkan (nominal) Secara konseptual, diskonto utang obligasi merupakan akun penilaian (valuation account) , yaitu pengurangan dari jumlah nilai nominal atau jatuh tempo liabilitas yang berkenaan. Akun ini disebut sebagai akun kontra.

Premi utang obligasi tidak memiliki eksistensi yang terpisah dari utang yang terkait. Beban bunga yang lebih rendah akan dihasilkan karena hasil pinjaman melebihi jumlah nominal atau jatuh tempo utang. Secara konseptual, premi utang obligasi merupakan akun penilaian kewajiban, yaitu penambahan pada jumlah nominal atau jatuh tempo liabilitas yang terkait. Akun ini disebut sebagai akun ajun atau akun penyeimbang ( adjunct account)

Dengan demikian diskonto obligasi dan premi obligasi dilaporkan sebagai pengurangan langsung dari atau penambahan pada jumlah nilai nominal obligasi.

a. Obligasi yang Diterbitkan Dengan Diskonto

PT Mumbang Lonong menerbitkan obligasi 8% senilai Rp. 100.000 pada tanggal 1 Januari 2006, jatuh tempo 1 Januari 2011, dengan bunga dibayarkan setiap tanggal 1Juli dan 1 Januari. Karena investor menuntut suku bunga efektif 10%, maka mereka membayar Rp. 92.278 untuk obligasi senilai Rp. 100.000, yang menciptakan diskonto sebesar Rp.7.722.

Skedul amortisasi 5 tahun adalah sebagai berikut :

Skedul Amortisasi Diskonto Obligasi

Page 145: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

145

Metode Bunga Efektif – Pembayaran Bunga Setengahtahunan Obligasi 5 Tahun, 8%, Dijual untuk Hasil 10%

Tanggal Kas yang

Dibayarkan Beban Bunga

Amortisasi Diskonto

Jumlah Tercatat Obligasi

1/1/06 92.278

1/7/06 4.000a) 4.614b) 614c) 92.892d)

1/1/07 4.000 4.645 645 93.537

1/7/07 4.000 4.677 677 94.214

1/1/08 4.000 4.711 711 94.925

1/7/08 4.000 4.746 746 95.671

1/1/05 4.000 4.783 783 96.454

1/7/09 4.000 4.823 823 97.277

1/1/10 4.000 4.684 864 98.141

1/7/10 4.000 4.907 907 99.048

1/1/11 4.000 4.952*) 952 100.000

40.000 47.722 7.722

a) 4.000 = 100.000 x 0,08 x 6/12 c) 614 = 4.614 -/- 4.000 b) 4.614 = 92.278 x 0,10 x 6/12 d) 92.892 = 92.278 + 614 *) 5% x 99.0948 = 4.952

Ayat jurnal untuk mencatat penerbitan obligasi PT Mumbang Lonong dengan diskonto pada tanggal 1 Januari 2006 adalah : Kas Rp. 92.278 Diskonto atas Utang Obligasi Rp. 7.722 Utang Obligasi Rp. 100.000 Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran bunga pertama pada 1 Juli 2006 dan amortisasi adalah : Beban Bunga Obligasi Rp. 4.614 Diskonto atas Utang Obligasi Rp. 614 PPh Pasal 23 Rp. 600 Kas Rp. 3.400 Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada tanggal 31 Desember 2006 (akhir tahun) dan amortisasi diskonto adalah : Beban Bunga Obligasi Rp. 4.645 Utang Bunga Obligasi Rp. 4.000 Diskonto Utang Obligasi Rp. 645 b. Obligasi Diterbitkan dengan Premium

Page 146: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

146

Jika pasar adalah sedemikian rupa sehingga investor ingin menerima suku bunga 6% atas terbitan obligasi yang digambarkan di atas, maka mereka akan membayar Rp. 108.530 atau premium sebesar Rp.8.530.

Skedul Amortisasi Diskonto Obligasi

Metode Bunga Efektif – Pembayaran Bunga Setengahtahunan Obligasi 5 Tahun, Dijual untuk Hasil 8%

Tanggal Kas yang

Dibayarkan Beban Bunga

Amortisasi Premium

Jumlah Tercatat Obligasi

1/1/06 108.530

1/7/06 4.000a) 3.256b) 744c) 107.786d)

1/1/07 4.000 3.234 766 107.020

1/7/07 4.000 3.211 789 106.231

1/1/08 4.000 3.187 813 105.418

1/7/08 4.000 3.162 838 104.580

1/1/09 4.000 3.137 863 103.717

1/7/09 4.000 3.112 888 102.829

1/1/10 4.000 3.085 915 101.914

1/7/10 4.000 3.057 943 100.971

1/1/11 4.000 3.029*) 971 100.000

40.000 31.470 8.530

a) 4.000 = 100.000 x 0,08 x 6/12 c) 744 = 4.000 -/- 3.256 b) 3.256 = 108.530 x 0,06 x 6/12 d) 107.786 = 108.530 -/- 744 *) 3% x 100.971 = 3.029

Ayat jurnal untuk mencatat penerbitan obligasi PT Mumbang Lonong dengan premi pada 1 Januari 2006 adalah : Kas Rp. 108.530 Premium atas Utang Obligasi Rp. 8.530 Utang Obligasi Rp. 100.000 Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran bunga pertama pada 1 Juli 2001 dan amortisasi premium adalah : Beban Bunga Obligasi Rp. 3.256 Premium atas Utang Obligasi Rp. 744 Kas Rp. 3.400 PPh Pasal 23 Rp. 600 Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada 31 Desember 2001 (akhir tahun) dan amortisasi diskonto adalah : Beban Bunga Obligasi Rp. 3.234

Page 147: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

147

Premium atas Utang Obligasi Rp. 766 Utang Bunga Rp. 4.000

Dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh disebutkan bahwa premium terjadi jika surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi.

Jika ditelaah lebih mendalam mengenai premium dan diskonto, sebenarnya premium dan diskonto timbul karena adanya perbedaan antara suku bunga yang digunakan oleh pembeli (investor) dan suku bunga yang ditetapkan oleh emiten. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa amortisasi diskonto akan menambah beban bunga, sedangkan amortisasi premium akan mengurangi beban bunga. Jadi sebenarnya kurang tepat jika dikatakan premium merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi, karena penerbit obligasi tidak memperoleh penghasilan atas penerbitan obligasi melainkan harus membayar bunga.

Di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak ada ketentuan yang mengatur apakah premium itu diamortisasi dan diperlakukan sebagai pengurang beban bunga sesuai dengan periode amortisasi ataukah premium tersebut seluruhnya dikurangkan sekaligus dari beban bunga pada saat jatuh tempo obligasi. Namun demikian jika diperhatikan PP Nomor : 6 Tahun 2002, perhitungan rugi atau laba atas investasi dalam obligasi adalah selisih antara harga beli dan harga jual obligasi, tanpa memperhitungkan amortisasi diskonto atau amortisasi premium sebagaimana diberlakukan dalam akuntansi. Konsisten dengan ketentuan tersebut, maka bagi penerbit obligasi, diskonto akan diakui seluruhnya sebagai beban bunga dan premium akan diakui seluruhnya sebagai pengurang beban bunga pada saat jatuh tempo obligasi.

Dengan demikian berdasarkan contoh di atas dalam hal obligasi dijual dengan diskonto, maka beban bunga tahun 2010 untuk kepentingan fiskal adalah Rp.15.722 (Rp. 8.000 beban bunga tahun 2010 ditambah Rp. 7.722 diskonto) sedangkan menurut akuntansi adalah Rp. 9.859 (Rp. 4.907 beban bunga periode Januari s/d Juni ditambah Rp. 4.952 beban bunga periode Juli s/d Desember) sehingga terdapat perbedaan sementara sebesar Rp. 5.853 (negatif). Dalam hal obligasi dijual dengan premium, maka untuk kepentingan fiskal, pendapatan bunga adalah Rp. 530 (Rp. 8.000 beban bunga tahun 2005 dikurangi 8.530 premium) sedangkan menurut akuntansi adalah Rp. 6.086 (Rp. 3.057 beban bunga periode Januari s/d Juni dan Rp. 3.029 beban bunga periode Juli s/d Desember.

Page 148: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

148

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Pajak Penghasilan

Pasal 1 1. Untuk keperluan penghitungan PPh ditetapkan besarnya perbandingan

antara utang dan modal bagi Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang terbagi atas saham-saham.

2. Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata utang pada suatu tahun, yang dihitung berdasarkan : a. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada tahun pajak ybs; atau b. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak ybs.

3. Saldo utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi saldo utang jangka panjang maupun saldo utang jangka pendek termasuk saldo utang dagang yang dibebani bunga.

4. Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak, yang dhitung berdasarkan : a. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada tahun pajak ybs; atau b. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak ybs

5. Saldo modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam standar akuntansi yang berlaku dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan istimewa

Pasal 2

(1) Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (!) ditetapkan paling tinggi sebesar sebesar empat dibanding satu ( 4:1)

(2) Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Wajib Pajak bank; b. Wajib Pajak lembaga pembiayaan; c. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi; d. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan

minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan

Page 149: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

149

e. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan peraturan perundangan-undangan tersendiri; dan

f. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur. (3) Wajib Pajak bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah

bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, dan Bank Indonesia.

(4) Wajib Pajak lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-undangan mengenai pembiayaan.

(5) Wajib Pajak asuransi dan reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang menjalankan usaha asuransi dan/ atau reasuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-undangan mengenai perasuransian.

Pasal 3

(1) Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya perbandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

(2) Biaya pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya yang ditanggung Wajib Pajak sehubungan dengan pinjaman dana yang meliputi : a. bunga pinjaman; b. diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman; c. biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan

pinjaman (arrangement of borrowings); d. beban keuangan dalam sewa pembiayaan; e. biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan f. selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing

sepanjang selisih kurs tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya sebagamana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

(3) Besarnya biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dapat

Page 150: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

150

diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak juga memperhatikan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh.

(4) Dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), biaya pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus pula memenuhi kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh.

(5) Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak yang bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak.

Pasal 4

(1) Bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi , pertambangnan umum, dan pertambangan lainnya yang : a. terkait kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama

pertambangan; dan b. dalam kontrak atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf a

mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal;

ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal dimaksud berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak dan perjanjian teraebut.

(2) Dalam hal Wajib Pajak menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya, yang a. terikat konrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama

pengusahaan pertambangan, dan b. dalam kontrak atau perjanjian sbagaimana dimaksud pada huruf a

tidak mengatur atau tidak mencantumkan ketentuan mengenai perbandingan antara utang dan modal;

besarnya perbandingan utang dan modal gagi Wajib Pajak tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1)

Pasal 5

Page 151: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

151

(1) Wajib Pajak yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan besarnya utang swasta luar negeri tersebut kepada DirJen Pajak.

(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas biya pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut tidak dapat dikurangkan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. dimaksud.

(3) Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan DirJen Pajak.

CONTOH PENGHITUNGAN PERBANDINGAN UTANG DAN MODAL SERTA BIAYA

PINJAMAN YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DALAM MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK

Contoh 1: PT XXX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur. Berdasarkan Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi yang disampaikan oleh PT XXX, diketahui hal-hal sebagai berikut: 1. Liabilitas (dalam juta Rupiah):

Liabilitas

Posisi per 31 Desember

Tahun 2016 Tahun 2015

a. Utang Dagang

* Interest Bearing 810.000 800.000

* Non-Interest Bearing 700.000 600.000

b. Pinjaman Tanpa Bunga dari XXX Ltd. (Pihak Yang Memiliki Hubungan Istimewa)

50.000 50.000

c. Utang Jangka Pendek

* Utang kepada PT ABC (Pihak Yang Memiliki Hubungan Istimewa)

725.000 800.000

d. Utang Jangka Panjang

* Utang kepada PT JKL 660.000 900.000

* Utang kepada WWW.Ci.Ltd. 1.970.000 2.500.000

2. Ekuitas (dalam juta Rupiah):

Page 152: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

152

Ekuitas

Posisi per 31 Desember Tahun 2016 Tahun 2015

a. Modal Saham 150.000 150.000

b. Agio Saham 110.000 110.000

c. Laba Ditahan 475.000 425.000

3. Penghasilan bruto sebesar Rp20.000.000.000.000,00.

4. Biaya pinjaman (biaya bunga dan biaya terkait lainnya) sebesar Rp228.000.000.000,00 terdiri dari:

a. biaya pinjaman kepada PT. ABC sebesar Rp96.000.000.000,00; b. biaya pinjaman kepada PT. JKL sebesar Rp20.660.000.000,00; c. biaya pinjaman kepada WWW.Co.Ltd sebesar Rp100.575.000.000,00; dan d. biaya pinjaman atas Utang Dagang (Interest Bearing) sebesar

Rp10.765.000.000,00. Penghitungan perbandingan utang dan modal (Debt to Equity Ratio/DER) berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:

Penghitungan saldo rata-rata utang:

Saldo rata-rata utang dihitung berdasarkan rata-rata saldo utang tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:

Bulan

Saldo Akhir Bulan (dalam Juta Rupiah)

Utang Ke PT. ABC

Utang Ke PT. JKL

Utang ke WWW.Co.Ltd

Utang Dagang (Interest Bearing)

Jumlah

Januari 800.000 900.000 2.500.000 800.000 5.000.000

Februari 750.000 900.000 2.500.000 790.000 4.940.000

Maret 750.000 900.000 2.500.000 750.000 4.900.000

April 750.000 900.000 2.500.000 820.000 4.970.000

Mei 740.000 900.000 2.500.000 850.000 4.990.000 Juni 740.000 900.000 2.500.000 720.000 4.860.000

Juli 740.000 660.000 1.970.000 800.000 4.170.000

Agustus 740.000 660.000 1.970.000 810.000 4.180.000

September 725.000 660.000 1.970.000 845.000 4.200.000

Oktober 725.000 660.000 1.970.000 860.000 4.215.000

November 725.000 660.000 1.970.000 805.000 4.160.000 Desember 725.000 660.000 1.970.000 810.000 4.165.000

Rata-rata 742.500 780.000 2.235.000 805.000 4.562.500

Jumlah saldo rata-rata utang PT. XXX tahun 2016 = Rp4.562.500.000.000,00.

Penghitungan saldo rata-rata modal:

Page 153: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

153

Saldo rata-rata modal dihitung berdasarkan rata-rata saldo modal tiap akhir bulan selama tahun pajak 2016 sebagai berikut:

Bulan

Saldo Akhir Bulan (dalam Juta Rupiah)

Modal Saham

Agio Saham

Laba Ditahan

Pinjaman Tanpa

Bunga dari XXX Ltd

Jumlah

Januari 150.000 110.000 425.000 50.000 735.000

Februari 150.000 110.000 425.000 50.000 735.000

Maret 150.000 110.000 575.000 50.000 885.000 April 150.000 110.000 300.000 50.000 610.000

Mei 150.000 110.000 300.000 70.000 630.000

Juni 150.000 110.000 600.000 70.000 930.000

Juli 150.000 110.000 400.000 70.000 730.000

Agustus 150.000 110.000 400.000 30.000 690.000

September 150.000 110.000 700.000 30.000 990.000

Oktober 150.000 110.000 400.000 30.000 690.000 November 150.000 110.000 400.000 50.000 710.000

Desember 150.000 110.000 475.000 50.000 785.000

Rata-rata 150.000 110.000 450.000 50.000 760.000

Jumlah saldo rata-rata modal PT XXX tahun 2016 = Rp760.000.000.000,00 Besar DER = Rp4.562.500.000.000,00: Rp760.000.000.000,00 = 6 : 1 Penghitungan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut: Besar DER paling tinggi yang diperkenankan = 4 : 1 Biaya Pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak = 4/6 x biaya pinjaman dari masing-masing utang, yaitu Rp152.000.000.000.,00; dengan penghitungan sebagai berikut:

(Dalam Juta Rupiah)

Page 154: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

154

Jenis Utang Saldo Rata-Rata Utang

Biaya Pinjaman

Biaya Pinjaman yang dapat

Diperhitungkan

Utang kepada PT ABC 742.500 96.000 64.000

Utang kepada PT JKL 780.000 20.660 13.773

Utang kepada WWW.Co.Ltd 2.235.000 100.575 67.050

Utang Dagang (Interest Bearing)

805.000 10.765 7.177

Total 4.562.500 225.000 152.000

Mengingat bahwa utang kepada PT. ABC merupakan utang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa, maka biaya pinjaman terkait utang kepada PT. ABC sebesar Rp64.000.000.000,00 yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Contoh 2:

Berdasarkan data dari contoh 1, apabila dalam komponen penghasilan bruto PT XXX tahun 2016 termasuk penghasilan dari persewaan tanah dan bangunan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan final dan biaya pinjamannya merupakan biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungkan besarnya penghasilan kena pajak, maka pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak dihitung secara proporsional. Biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar:

(Rp15.000.000.000.000/Rp20.000.000.000.000)x Rp152.000.000.000,00

= Rp114.000.000.000

Contoh 3:

Page 155: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

155

Berdasarkan data dari contoh 1, dana yang diperoleh dari utang kepada PT ABC digunakan untuk membeli saham di PT ZZZ dengan kepemilikan 60% dan dividen yang diterima dari PT ZZZ bukan merupakan objek pajak. Biaya pinjaman (biaya bunga dan biaya terkait lainnya) yang dibayarkan kepada PT ABC adalah Rp96.000.000.000,00. Mengingat bahwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, biaya pinjaman (biaya bunga dan biaya terkait lainnya) atas utang yang digunakan untuk membeli saham tersebut tidak dapat diperhitungkan penghasilan kena pajak, maka utang kepada PT. ABC tersebut harus terlebih dahulu dikeluarkan dari penghitungan DER. Penghitungan kembali saldo rata-rata utang selain utang dari PT. ABC: Saldo rata-rata utang jangka panjang kepada PT JKL = Rp. 780.000.000.000 Saldo rata-rata utang jangka panjang kepada WWW.Co.Ltd

= Rp. 2.235.000.000.000

Saldo rata-rata utang dagang (Interest Bearing) = Rp. 805.000.000.000

Jumlah saldo rata-rata utang PT XXX tahun 2016 = Rp. 3.820.000.000.000 Jumlah saldo rata-rata modal PT XXX tahun 2016 = Rp. 760.000.000.000

Besaran DER : Rp3.820.000.000.000,00 : Rp760.000.000.000,00 = 5 : 1 Besar DER paling tinggi yang diperkenankan = 4 : 1 Besarnya biaya bunga dan biaya terkait lainnya atas utang selain utang kepada PT ABC : Rp228.000.000.000,00 – Rp96.000.000.000,00 = Rp132.000.000.000,00 Penghitungan biaya bunga dan biaya terkait lainnya yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak = 4/5 x biaya bunga dan biaya terkait lainnya dari masing-masing utang = Rp105.600.000.000,00; dengan penghitungan sebagai berikut:

(Dalam Juta Rupiah)

Page 156: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

156

Jenis Utang Saldo Rata-Rata Utang

Bunga dan Biaya

Terkait Lainnya

Bunga dan Biaya Terkait Lainnya Yang

Dapat Diperhitungkan

Utang kepada PT JKL 780.000 20.660 16.528

Utang kepada WWW.Co.Ltd. 2.235.000 100.575 80.460

Utang Dagang (Interest Bearing) 805.000 10.765 8.612

Total 3.820.000 132.000 105.600

Page 157: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

157

BAB XIV KOMBINASI BISNIS

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 22

“kombinasi bisnis (business combination) adalah suatu transaksi atau peristiwa lain di mana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu lebih bisnis. Transaksi yang kadangkala disebut sebagai penggabungan sesungguhnya ( true merger ) atau penggabungan setara ( merger of equals) juga merupakan kombinasi bisnis.Pihak pengakuisisi mungkin memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi dengan beberapa cara, misalnya : (a) dengan mengalihkan kas, setara kas, atau aset lainnya ( termasuk aset neto

yang merupakan suatu bisnis); (b) dengan menimbulkan liabilitas; (c) dengan menerbitkan kepentingan ekuitas; (d) dengan memberikan lebih dari satu imbalan; atau (e) tanpa mengalihkan imbalan, termasuk yang hanya berdasarkan kontrak. Suatu kombinasi bisnis mungkin dirancang dengan berbagai cara untuk alasan

hukum, perpajakan atau alasan lainnya termasuk tetapi tidak terbatas pada : (a) satu atau lebih bisnis menjadi entitas anak dari pihak pengakuisisi atau aset

neto dari satu atau lebih bisnis secara hukum digabungkan ke pihak pengakuisisi;

(b) satu entitas yang bergabung mengalihkan aset netonya, atau pemiliknya mengalihkan kepentingan ekuitasnya kepada entitas lain yang bergabung atau pemiliknya;

(c) semua entitas yang bergabung mengalihkan aset netonya, atau pemiliknya mengalihkan kepentingan ekuitasnya, kepada suatu entitas yang baru dibentuk ( terkadang disebut roll up atau put together) ; atau

(d) sekelompok pemilik sebelumnya dari salah satu entitas yang bergabung memperoleh pengendalian atas entitas hasil penggabungan tersebut.

Beberapa alasan kombinasi bisnis sebagai alat perluasan adalah : a. Manfaat Biaya (Cost Adventage) Sering lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang

dibutuhkan melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan. Hal ini terutama benar pada periode inflasi.

b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk) Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil

risikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan

Page 158: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

158

pasarnya. Penggabungan usaha kurang berisiko ketika tujuannya adalah diversifikasi.

c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays) Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat

diharapkan untuk segera beroperasi dan memenuhi peraturan yang berhubungan dengan lingkungan dan peraturan pemerintah lainnya. Sedangkan membangun fasilitas perusahaan yang baru mungkin menimbulkan penundaan dalam pembangunannya karena diperlukan persetujuan pemerintah untuk memulai operasi.

d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers) Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengakuisisian di antara

mereka. Karena perusahaan-perusahaan yang lebih kecil cenderung lebih mudah diserang untuk diambilalih maka beberapa di antara mereka memakai strategi pembeli yang agresif sebagai pertahanan yang terbaik melawan usaha pengambilalihan oleh perusahaan lain. Perusahaan-perusahaan dengan rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi biasanya bukan merupakan calon pengambilalihan yang menarik.

e. Alasan Lain Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih

kombinasi usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak.

BENTUK-BENTUK MERGER DAN CONSOLIDATION Perluasan perusahaan dapat dilakukan secara internal misalnya

menambah kapasitas atau unit produksi, divisi , cabang, pabrik, atau kantor baru atau secara eksternal dengan kombinasi perusahaan yang telah ada melalui penggabungan usaha (merger) dan peleburan (consolidation).

1. Penggabungan Usaha ( Merger )

Penggabungan usaha ( merger ) adalah penggabungan dua atau lebih badan usaha yang terpisah yang modalnya terbagai atas saham dengan cara mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil. 1.1 Bentuk Umum Penggabungan Usaha ( Basic Merger ) Bentuk umum penggabungan usaha adalah sebagai berikut : (i) semua aset kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang

saham yang tidak setuju (disapproving shareholders), dan utang dari satu badan usaha atau lebih (transferor company) dialihkan kepada badan usaha lainnya ( acquiring company).

Page 159: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

159

(ii) para pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan aset tersebut yang setuju dengan penggabungan usaha ( approving shareholders ) menjadi pemegang saham dari badan usaha yang menerima pengalihan aktiva.

(iii) badan usaha yang mengalihkan aset tersebut menghentikan kegiatan usahanya dan di gabung ke dalam badan usaha yang menerima pengalihan aset.

1.2 Penggabungan Usaha ke Induk Perusahaan ( Upstream Merger) Dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan, sebelum

penggabungan, suatu induk perusahaan ( parent company ) memiliki saham pada anak perusahaan ( subsidiary company ), dalam proses penggabungan, maka : (i) semua aset kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang

saham yang tidak setuju (disapproving shareholders) dan utang anak perusahaan dialihkan kepada induk perusahaan.

(ii) para pemegang saham minoritas ( minority shareholders ) dari anak perusahaan dapat memilih menjadi pemegang saham dari induk perusahaan atau menukarkan sahamnya pada anak perusahaan dengan uang tunai.

(iii) anak perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam induk perusahaan. Dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan ini, induk perusahaan adalah badan usaha yang menerima pengalihan aset ( acquiring company ) dan anak perusahaan adalah badan usaha yang mengalihkan aset ( transferor company)

1.3 Penggabungan Usaha ke Anak Perusahaan ( Downstream Merger) Dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan, sebelum penggabungan suatu induk perusahaan ( parent company ) memiliki saham pada anak perusahaan ( subsidiary company), dalam proses penggabungan, maka : (i) semua aset, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang

saham yang tidak setuju ( disapproving shareholders) dan utang perusahaan induk dialihkan kepada anak perusahaan

(ii) para pemegang saham dari induk perusahaan yang setuju dengan penggabungan usaha ( approving shareholders) , menjadi pemegang saham dari anak perusahaan.

(iii) induk perusahaan menghentikan usahanya dan digabung ke dalam anak perusahaan

1.4 Penggabungan Usaha Horisontal ( Brother-Sister Merger)

Page 160: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

160

Dalam penggabungan usaha horisontal, sebelum penggabungan pemegang saham yang sama memiliki saham pada badan usaha yang mengalihkan aset dan pada badan usaha yang menerima pengalihan aset (transferor company-acquiring company) . Kedua badan usaha tersebut merupakan badan-badan usaha yang setara tingkatannya ( brother-sister companies ). Dalam proses penggabungan maka : (i) semua aset, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang

saham yang tidak setuju (disapproving sharehoders) , dan utang dari badan usaha yang mengalihkan aset, dialihkan kepada badan usaha yang menerima pengalihan aset ( dengan atau tanpa penerbitan saham baru )

(ii) badan usaha yang mengalihkan aset menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam badan usaha yang menerima pengalihan aset.

2. Peleburan Usaha ( Consolidation )

Peleburan usaha adalah penggabungan dua atau lebih badan usaha di mana satu badan usaha baru dibentuk untuk mengambil alih aset dan operasi dari dua atau lebih badan usaha yang terpisah dan akhirnya badan usaha yang terpisah tersebut dibubarkan. Dalam peleburan usaha, maka : (i) semua aset, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang

saham yang tidak setuju ( disapproving shareholders) , dan utang dari dua badan usaha atau lebih ( transferor company ) dialihkan kepada badan usaha yang baru ( acquiring ompany)

(ii) pemegang saham dari masing-masing badan usaha yang menyetujui peleburan usaha ( approving shareholders ) menjadi pemegang saham dari badan usaha yang menerima pengalihan aset.

(iii) badan-badan usaha yang mengalihkan aset menghentikan kegiatan usahanya dan dilebur menjadi badan usaha yang baru.

3. Pemekaran Usaha

Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi usaha yang lama.

Page 161: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

161

PERLAKUAN PAJAK 1. Penggunaan Nilai Buku

Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah :

a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana ( Initial Public Offering) atau :

b.Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana ( Initial Public Offering)

Penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha oleh Wajib Pajak wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan

melampirkan alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha

(b) melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan (c) memenuhi persyaratan tujuan bisnis ( business purpose test) Wajib Pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur.

Ketentuan Pengajuan Permohonan. a.Pengajuan permohonan Permohonan diajukan oleh: 1.Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal dilakukan merger: atau 2.Wajib Pajak yang mengalihkan harta, dalam hal dilakukan pemekaran

usaha. b.Tujuan permohonan Permohonan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang

membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan.

c. Ketentuan permohonan 1.menggunakan surat permohonan sesuai dengan format yang ditetapkan 2.melampirkan surat pernyataan yang mengemukakan alasan dan tujuan

melakukan merger atau pemekaran usaha dengan disertai bukti pendukung yang ditentukan:

Page 162: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

162

3.melampirkan daftar isian dan surat pernyataan dalam rangka business purpose test sesuai dengan format yang ditentukan.

d. Penerbitan surat keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan

surat keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan dari Wajib Pajak secara lengkap.

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi surat keputusan belum diterbitkan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan kepadanya diterbitkan surat keputusan.

Pelunasan Utang Pajak Pelunasan seluruh utang pajak wajib dipenuhi Wajib Pajak yang

mengalihkan harta dan Wajib Pajak yang menerima harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak.

Persyaratan Tujuan Bisnis ( Business Purpose Test) 1.tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan

sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak;

2.kegiatan Usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger;

3.kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

4.kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

5.kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran usaha: dan

6.harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha.

Pengalihan Harta Apabila Wajib Pajak yang menerima harta melakukan penjualan harta yang

sebelumnya dimiliki Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau

Page 163: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

163

pemekaran usaha, Wajib Pajak tersebut wajib menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai bukti pendukung.

Pernyataan dimaksud disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP paling lama 1 (satu) bulan setelah terjadinya penjualan dengan mrnggunakan bentuk formulir yang ditentukan

Penawaran Umum Perdana ( Initial Public Offering ) 1.Paling lama 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan DirJen Pajak

untuk melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, Wajib Pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek harus sudah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam-LK dalam rangka penawaran umum perdana dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif;

2.Jangka waktu tersebut di atas dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun dalam hal keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak, dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP yang berwenang;

3. Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 di atas Wajib Pajak belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun setelah mendapatkan persetujuan dari DirJen Pajak.

Pencatatan dan Penyusutan Harta yang Dialihkan 1.Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan

harta sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

2. Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

PPh Pasal 25 dan Pembayaran Pajak 1.Jika merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun berjalan, maka

angsuran PPh Pasal 25 dari pihak yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

2.Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya merger atau pemekaran usaha dapar dipindahbukukuan menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

Page 164: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

164

Sanksi 1. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun DirJen Pajak melalui penelitian

atau pemeriksaan menemukan bukti bahwa merger atau pemekaran usaha tidak memenuhi persyaratan ketentuan tentang tujuan bisnis dan atau pengalihan harta, maka nilai pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.

2.Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan tentang penawaran umum perdana, maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.

3.Kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 di atas, Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama DirJen Pajak menerbitkan surat keputusan pencabutan atas surat persetujuan yang telah diterbitkan.

4.Berdasarkan hasil pemeriksaan dan surat keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas, DirJen Pajak menerbitkan surat ketetepan pajak.

Page 165: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

165

BAB XV AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

1. Pendahuluan PSAK 46 adalah suatu metode akuntansi pajak penghasilan yang secara komprehensif mencoba

menerapkan pendekatan aset—liabilitas ( asset—liability approach ). Metode akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca (oriented balance sheet) mengakui adanya perbedaan waktu ( temporary atau timing diferences ) dan sisa kerugian yang masih atau belum dikompensasikan. PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dalam :

(1) Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang untuk hal- hal :

a. Pemulihan (penyelesaian) nilai tercatat aset ( liabilitas) di masa depan yang diakui pada laporan keuangan entitas.

b. Transasksi-transaksi atau kejadian lain dalam periode kini yang diakui dan pada laporan keuangan entitas.

(2) Pengakuan aset pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum dikompensasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan.

2. Definisi

a. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak. b. Laba Kena Pajak atau Laba Fiskal ( taxable profit) atau Rugi Pajak ( tax loss) adalah laba atau rugi

selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan otoritas perpajakan atas pajak penghasilan yang terutang ( dipulihkan )

c. Beban Pajak ( tax expense ) atau Penghasilan Pajak ( tax income ) adalah jumlah gabungan pajak kini ( current tax ) dan pajak tangguhan ( deferred tax ) yang diperhitungkan dalam menentukan laba rugi satu periode.

d. Pajak Kini ( current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terutang ( dipulihkan) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk suatu periode

e. Liabilitas Pajak Tangguhan ( deferred tax liabilities ) adalah jumlah pajak penghasilan terutang ( payable ) pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

f. Aset Pajak Tangguhan ( deferred tax assets ) adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan ( recoverable ) pada periode mendatang sebagai akibat adanya :

(a) perbedaan temporer dapat dikurangkan ; (b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi dan (c) akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan, dalam hal hal peraturan perpajakan

mengizinkan. i. Perbedaan Temporer ( temporary differences ) adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau

liabilitas dalam laporan posisi keuangan dan dasar pengenan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa :

(a) Perbedaan temporer kena pajak ( taxable temporary differences ) yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode msasa depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan ( settled); atau

(b) Perbedaan temporer dapat dikurangkan ( deductible temporary differences ) yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan ( deductible amounts ) dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan ( recovered ) atau diselesaikan( settled )

j. Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ) aset atau liabilitas adalah nilai yang terkait dengan aset atau liabilitas untuk tujuan pajak..

Page 166: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

166

k. Nilai Tercatat Aset dan Liabilitas adalah nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

DPP aset adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan pajak, terhadap setiap manfaat ekonomik kena pajak yang akan mengalir ke entitas ketika memulihkan nilai tercatat aset tersebut. Apabila manfaat ekonomik tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka DPP aset tersebut adalah sama dengan nilai tercatat aset. Contoh :

(a) Biaya perolehan mesin 100. Untuk tujuan pajak, penyusutan sebesar 30 telah dikurangkan pada periode berjalan dan periode sebelumnya, dan sisa biaya perolehan akan dapat dikurangkan pada periode masa depan, melalui penyusutan atau pengurangan atas pelepasan. Pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan mesin merupakan objek pajak. setiap keuntungan atas pelepasan mesin akan menjadi objek pajak dan setiap kerugian atas pelepasan mesin akan dikurangkan untuk tujuan pajak. DPP mesin adalah 70

(b) jumlah tercatat piutang bunga adalah 100. Penerimaan piutang bunga terkait akan dikenakan pajak dengan dasar kas, . DPP piutang bunga adalah nihil

(c) Jumlah tercatat piutang usaha adalah 100. Pendapatan usaha terkait telah termasuk dalam laba kena pajak (rugi pajak) . DPP piutang usaha adalah 100.

(d) Jumlah tercatat piutang dividen dari entitas anak adalah 100. Dividen bukan objek pajak. Secara substansi, seluruh jumlah tercatat aset tersebut dikurangkan terhadap manfaat ekonomi. Kosekuensinya, DPP piutang dividen adalah 100

Catatan. Dalan analisis ini tidak ada perbedaan temporer kena pajak. Analisis alternatif adalah piutang dividen yang diakru memiliki dasar pengenaan pajak nihil dan tarif pajak nihil diterapkan untuk menghasilkan perbedaan temporer kena pajak sebesar 100. Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan.

(e) Jumlah tercatat piutang pinjaman adalah 100. Penerimaan kembali pinjaman tidak mempunyai konsekuensi pajak. DPP piutang pinjaman adalah 100.

DPP liabilitas adalah jumlah tercatat liabilitas dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan

untuk tujuan pajak berkenaan dengan liabilitas tersebut pada periode masa depan Dalam hal pendapatan diterima di muka, maka dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat liablitas, dikurangi setiap jumlah pendapatan yang tidak dikenakan pajak pada periode masa depan.

Contoh :

(a) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek mencakup beban terakru ( accrued expenses ) dengan nilai tercatat sebesar 100. Beban terkait akan dikurangkan untuk tujuan pajak dengan dasar kas. DPP beban terakru adalah nihil.

(b) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek termasuk pendapatan bunga diterima di muka sebesar 100. Pendapatan bunga tersebut dikenakan pajak dengan dasar kas, yang berarti sudah seluruhnya diakui sebagai elemen penghasilan kena pajak tahun yang lalu. DPP bunga diterima di muka adalah nihil.

(c) Jumlah tercatat liabilitas jangka pendek termasuk beban terakru ( accrued expense ) sebesar 100. Beban tersebut telah dikurangkan untuk tujuan fiskal. DPP atas beban terakru adalah 100

(d) Jumlah tercatat libilitas jangka pendek termasuk denda dan pinalti terakrur sebesar 100. Untuk tujuan pajak, beban tersebut tidak dapat dikurangkan.DPP denda atas denda dan pinalti adalah 100.

Catatan : Dalam analisis ini tidak ada perbedaan temporer yang dapat dikkurangkan. Analisis alternatif adalah utang denda dan pinalti terakru memiliki dpp nihil dan tarif pajak nihil diterapkan untuk menghasilkan perbedaan temporer yang dapat dikurangkan sebesar 100. Dari kedua analisis tersebut tidak ada aset pajak tangguhan.

Page 167: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

167

(e) Jumlah tercatat utang pinjaman sebesar 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak mempunyai konsekuensi pajak. DPP atas utang pinjaman adalah 100.

4. Prinsip-prinsip Dasar. (1) PPh tahun berjalan yang kurang dibayar atau terutang diakui sebagai Liabilitas Pajak Kini (current

tax liabilities ) sedangkan PPh tahun berjalan yang lebih dibayar diakui sebagai Aset Pajak Kini ( current tax asset )

(2) Konsekuensi pajak periode mendatang yang dapat diatribusikan dengan perbedaan temporer kena pajak ( taxable temporary differences ) diakui sebagai Liabilitas Pajak Tangguhan ( deferred tax liabilities ) , sedangkan efek perbedaan yang boleh dikurangkan ( deductible temporary differences ) dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan diakui sebagai Aset Pajak Tangguhan (deferred tax assets )

(3) Pengukuran liabilitas dan aset didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; efek perubahan peraturan perpajakan yang terjadi di masa depan tidak boleh diantisipasi atau diestimasikan.

(4) Penilaian (kembali) Aset Pajak Tangguhan harus dilakukan pada setiap tanggal laporan posisi keuangan, terkait dengan kemungkinan dapat atau tidaknya pemulihan aset pajak tangguhan direalisasikan dalam periode mendatang.

5. Nilai Tercatat Aset dan Liabilitas.

Nilai tercatat aset mengandung makna bahwa nilai tercatat aset itu akan terpulihkan ( recovered) dalam bentuk manfaat ekonomik yang akan mengalir ke entitas pada peiode masa depan. Apabila nilai tercatat lebih besar daripada dasar pengenaan pajaknya (DPP), maka jumlah manfaat ekonomik yang kena pajak akan melebihi jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak. Perbedaan ini merupakan perbedaan temporer kena pajak, dan kewajiban untuk membayar pajak penghasilan pada periode masa depan yang dihasilkan merupakan liabilitas pajak tangguhan. Ketika entitas memulihkan nilai tercatat aset, maka perbedaan temporer akan terealisasi menjadi laba kena pajak.Sebaliknya apabila nilai tercatat aset lebih kecil daripada DPP aset , maka jumlah manfaat ekonomk yang kena pajak akan lebih kecil daripada jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak. Perbedaan ini adalah perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan selisihnya merupakan aset pajak tangguhan, berupa pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada masa depan ( lihat gambar 1) Gambar 1 : Pengaruh perbedaan antara nilai tercatat aset dengan DPP aset.

Nilai Tercatat Aset

Perbedaan Temporer

DPP Aset

Perbedaan Temporer Kena

Pajak

Perbedaan Temporer Boleh

Dikurangkan

Liabilitas Pajak

Tangguhan

Aset Pajak

Tangguhan

Tarif Pajak

Lebih Besar ?

Ya Tidakk

Page 168: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

168

Nilai tercatat liabilitas mengandung makna bahwa liabilitas itu akan diselesaikan dengan menggunakan sumber daya ekonomik perusahaan. Pada saat pelunasan/penyelesaian liabilitas, mungkin sebagian atau seluruh sumber daya ekonomik tersebut dapat dikurangkan dari laba pajak setelah pengakuan liabilitas. Hal ini akan menimbulkan perbedaan antara jumlah nilai tercatat liabilitas dengan DPP liabilitas. Apabila nilai tercatat liabilitas lebih besar daripada DPP liabilitas, maka perbedannya merupakan perbedaan boleh dikurangkan, yang menimbulkan aset pajak tangguhan berupa pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada masa depan. Sebaliknya apabila nilai tercatat liabilitas lebih kecil daripda DPP liabilitas, perbedaan ini merupakan perbedaan temporer kena pajak yang menimbulkan liabilitas pajak tangguhan ( lihat gambar 2) Gambar 2 : Pengaruh perbedaan antara nilai tercatat liabilita dengan DPP liabilitas.

Contoh 1 : Pencatatan Pajak Penghasilan Kini

PT Merapi untuk tahun pajak yang berakhir 31 Desember 2015 memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp90.000.000.000. Hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan permanen koreksi positif sebesar Rp2.000.000.000. Koreksi perbedaan temporer sebesar Rp3.000.000.000 koreksi negatif dan koreksi positif Rp5.000.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp1.700.000.000. Pajak penghasilan yang telah dipotong oleh pihak lain adalah sebagai berikut:

• PPh final sebesar Rp1.500.000.000 atas penghasilan sewa bruto Rp15.000.000.000, PPh 23

tidak final sebesar Rp1.000.000.000 atas penghasilan sebesar Rp 50.000.000.000. • Penghasilan diterima dari luar negeri sebesar Rp20.000.000.000. Pajak yang telah dipotong di

luar negeri sebesar Rp6.000.000.000, PPh Pasal 24 boleh dikreditkan terkait penghasilan luar negeri sebesar Rp5.000.000.000.

• Angsuran pembayaran PPh 25 sebesar Rp10.000.000.000. • Pajak yang dipungut oleh bea cukai, PPh 22 sebesar Rp2.000.000.000 atas impor.

Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final sebagai

pajak dibayar di muka. Buatlah jurnal pencatatan pembayaran pajak dan penyesuaian yang dibuat untuk mengakui utang pajak penghasilan kini. Tarif pajak yang berlaku 25%.

Atas penerimaan penghasilan pajak yang dikenakan pajak final, akan dicatat penghasilan dan pajak dibayar di muka. Dalam mencatat harus diberikan identitas final dan tidak final karena

Nilai Tercatat Liabilitas

Perbedaan Temporer

DPP Liabilitas

Perbedaan Temporer Boleh

Dikurangkan

Perbedaan Temporer Kena

Pajak

Liabilitas Pajak

Tangguhan

Aset Pajak

Tangguhan

Tarif Pajak

Lebih Besar ?

Ya Tidakk

Page 169: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

169

dampaknya berbeda terhadap nilai liabilitas pajak kini (utang pajak). Sebagai alternatif dapat juga langsung dicatat sebagai beban pajak.

Kas 13.500.000.000 Pajak Dibayar di Muka Final 1.500.000.000 Pendapatan 15.000.000.000

Kas 49.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka (Tidak Final) 1.000.000.000 Pendapatan 50.000.000.000

Kas 14.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka (LN) 6.000.000.000 Pendapatan 20.000.000.000

Pajak yang dibayar langsung oleh perusahaan ke kas negara, baik angsuran pajak dan pajak yang dipungut akan dicatat sebagai pajak dibayar di muka. Dalam praktik jurnal ini akan dibuat sesuai dengan waktu pembayarannya.

Pajak Dibayar di Muka PPh 22 2.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 25 10.000.000.000 Kas 12.000.000.000

Pada akhir tahun, akan diperhitungkan pajak yang telah dibayar dengan jumlah pajak terutang. Jika jumlah pajak terutang lebih besar daripada pajak yang telah dibayar, akan diakui sebagai liabilitas pajak kini. Dalam laporan keuangan disajikan dengan nama utang PPh Badan. Utang ini menurut ketentuan pajak harus dibayarkan paling lambat akhir bulan keempat setelah tanggal laporan keuangan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.

Perhitungan pajak terutang: Penghasilan kena pajak Rp90.000.000.000 + Rp2.000.000.000 – Rp3.000.000.000 + Rp5.000.000.000 -- 15.000.000.000 = Rp79.000.000.000. Pajak terutang = 25% x Rp79.000.000.000 = Rp19.750.000.000

Beban Pajak Kini 19.750.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 22 2.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 23 1.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 24 5.000.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 25 10.000.000.000 Utang PPh Badan (29) 1750.000.000

Total beban pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak yang dibayarkan yaitu pajak final dan pajak tidak final, termasuk juga pajak LN yang tidak boleh dikreditkan. Total beban pajak kini = pajak terutang tahunan Rp19.750.000.000 + final Rp1.500.000.000 + Rp.1.000.000.000 LN = Rp22.500.000.000.

Beban Pajak Kini 2.500.000.000

Page 170: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

170

Pajak Dibayar di Muka PPh Final 1.500.000.000 Pajak LN Dibayar di Muka PPh 24 1.000.000.000

Beda temporer net Rp5.000.000.000 – Rp3.000.000.000 = Rp2.000.000.000 positif. Pajak tangguhan 25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000. Penghasilan kena pajak lebih besar dibandingkan dengan laba menurut akuntansi, sehingga pengenaan pajak akan mendahului pengakuan menurut akuntansi. Karena sebelumnya terdapat liabilitas pajak tangguhan, maka pendapatan pajak tangguhan akan mengurangi liabilitas pajak tangguhan. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp1.700.000.000 – Rp500.000.000 = Rp1.200.000.000.

Liabilitas Pajak Tangguhan 500.000.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 500.000.000

Saldo total beban pajak perusahaan adalah beban pajak kini ditambah pajak tangguhan = Rp22.250.000.000 – Rp500.000.000 = Rp21.750.000.000.

Penyajian dalam laporan keuangan Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif

Laba sebelum pajak Rp90.000.000.000 Beban pajak: Beban pajak kini Rp22.250.000.000 Pendapatan pajak tangguhan (Rp. 500.000.000)

Total beban pajak Rp21.750.000.000

Laba bersih Rp68.250.000.000 Laporan posisi keuangan

Utang PPh Badan (liabilitas pajak kini) Rp1.750.000.000 Liabilitas pajak tangguhan Rp1.200.000.000

Utang PPh Badan yang muncul dalam laporan keuangan merupakan Pajak kurang bayar dalam satu tahun fiskal atau sering dikenal sebagai pajak rampung atau PPh 29. Utang PPh Badan merupakan utang yang terkait dengan beban pajak entitas. Utang pajak yang lain merupakan utang pajak terkait dengan kewajiban entitas untuk memotong pajak pihak lain sehingga tidak akan mempengaruhi nilai beban pajak. Entitas dapat menyajikan dalam laporan posisi keuangan hanya satu baris utang pajak dan rincian jenis-jenis pajaknya di catatan atas laporan keuangan, atau menampilkan rincian utang pajak dalam laporan posisi keuangan.

Contoh 2 : Perbedaan Temporer Penghasilan Kena Pajak dan Laba Sebelum Pajak

PT Kencana menurut akuntansi melaporkan pendapatan yang sama selama tahun 2015, 2016, dan 2017 sebesar Rp300.000.000 per tahun dan beban sebesar Rp200.000.000 per tahun. Untuk tujuan pajak, terdapat perbedaan temporer terkait dengan pengakuan pendapatan sehingga penghasilan untuk 2015, 2016, dan 2017 secara berturutan sebesar Rp240.000.000, Rp320.000.000, dan Rp340.000.000.

Jelaskan bagaimana dampak dari perbedaan ini dalam laporan keuangan entitas.

Tabel : Laporan Keuangan Entitas

Laporan Keuangan 2015 2016 2017 Total

Pendapatan 300.000.000 300.000.000 300.000.000 900.000.000

Beban 200.000.000 200.000.000 200.000.000 600.000.000

Laba sebelum pajak 100.000.000 100.000.000 100.000.000 300.000.000

Beban pajak penghasilan 25% 25.000.000 25.000.000 25.000.000 75.000.000

Page 171: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

171

Laporan Pajak 2015 2016 2017 Total

Penghasilan 240.000.000 320.000.000 340.000.000 900.000.000

Beban yang dapat dikurangkan 200.000.000 200.000.000 200.000.000 600.000.000

Penghasilan kena pajak 40.000.000 120.000.000 140.000.000 300.000.000

Beban pajak kini (pajak terutang 25%) 10.000.000 30.000.000 35.000.000 75.000.000

Penyajian dalam laporan keuangan

Beban pajak kini 10.000.000 30.000.000 35.000.000 75.000.000

Beban (pendapatan) pajak tangguhan 15.000.000 (5.000.000) (10.000.000) -

Total beban pajak penghasilan 25.000.000 25.000.000 25.000.000 75.000.000

Liabilitas pajak tangguhan 15.000.000 10.000.000 - -

Dalam kasus ini perbedaan yang muncul hanya perbedaan temporer sehingga beban pajak menurut akuntansi dibagi laba sebelum pajak (tarif pajak efektif) sama dengan tarif pajak yang berlaku yaitu 25%. Jika terdapat perbedaan permanen tarif pajak efektif tidak sama dengan tarif pajak yang berlaku.

Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa perbedaan temporer kena pajak dan perbedaan temporer dapat dikurangkan. Perbedaan temporer terjadi karena perbedaan waktu pengakuan namun secara total nilai penghasilan dan beban yang diakui jumlahnya sama.

Misalnya beban terkait dengan aset tetap. Secara total nilai aset yang dibeli untuk kegiatan operasional entitas dapat dibebankan sebagai beban operasional melalui proses depresiasi. Perbedaan masa manfaat depresiasi antara akuntansi dan pajak menyebabkan perbedaan beban depresiasi pada setiap periode, namun totalnya sama. Akuntansi sering menggunakan nilai sisa sedangkan pajak tidak menggunakan nilai sisa dalam depresiasi. Penggunaan nilai sisa akan menyebabkan beban depresiasi yang berbeda antara akuntansi dan pajak, namun perbedaan ini akan hilang pada saat aset tersebut dijual atau dilepaskan. Perbedaan pengakuan keuntungan/ kerugian pelepasan aset antara akuntansi dan pajak menyebabkan perbedaan akibat nilai sisa menjadi hilang.

Perbedaan temporer akan diakui sebagai pendapatain atau beban pajak tangguhan dan sebagai konsekuensinya akan diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan dalam laporan posisi keuangan. Perbedaan temporer akan dipulihkan atau diselesaikan di masa mendatang, sehingga konsekuensi perbedaan atas pengakuan aset/liabilitas tertentu akan hilang ketika perbedaan tersebut tidak ada lagi.

Contoh 3 : Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan

PT Merbabu selama tahun 2015 mengakui beban garansi sebesar 2% dari total penjualan. Garansi akan dilakukan selama dua tahun. Total penjualan pada 2015 sebesar Rp800.000.000. Beban tersebut diakui menurut akuntansi dengan basis akrual pada saat penjualan terjadi yaitu pada tahun 2015. Menurut ketentuan pajak, beban tersebut baru diakui jika entitas telah secara nyata memberikan garansi kepada pelanggannya. Kenyataannya beban garansi atas penjualan 2015 dibayarkan pada tahun 2015 sebesar Rp2.000.000, 2016 sebesar Rp8.000.000, dan 2017 sebesar Rp6.000.000.

Atas biaya garansi tersebut akan diakui menurut akuntansi sebesar 2% x Rp800.000.000 = Rp16.000.000. Beban tersebut akan diakru pada 2015 dan menimbulkan liabilitas.

Beban Garansi 16.000.000 Liabilitas Garansi 16.000.000

Page 172: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

172

Atas garansi ini ada yang telah diberikan jasanya pada 2015 sehingga liabilitas akan berkurang.

Liabilitas Garansi 2.000.000 Kas (Kredit yang Lain) 2.000.000

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan

2015 2016 2017 Total

Beban garansi akuntansi 16.000.000 -- -- 16.000.000

Beban garansi pajak 2.000.000 8.000.000 6.000.000 16.000.000

Perbedaan laba akuntansi dan pajak Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

(14.000.000) 8.000.000 6.000.000 ---

Aset pajak tangguhan (akhir periode) 3.500.000 1.500.000 --

Beban (pendapatan) pajak tangguhan (3.500.000) 2.000.000 1.500.000

Liabilitas garansi (akhir periode) 14.000.000 6.000.000 --

Menurut akuntansi akan diakui beban garansi sebesar Rp16.000.000, sedangkan menurut

pajak akan diakui beban garansi sebesar yang telah dibayarkan Rp2.000.000. Dengan demikian terdapat perbedaan laba Rp14.000.000. Laba menurut penghasilan kena pajak lebih besar dibandingkan dengan laba menurut akuntansi. Perbedaan ini tercermin dengan perbedaan pengakuan liabilitas garansi dalam laporan posisi keuangan sebesar Rp16.000.000 – Rp2.000.000 = Rp14.000.000.

Perbedaan tersebut akan terpulihkan di masa mendatang sehingga menimbulkan perbedaan temporer yang dapat dikurangkan. Perbedaan tersebut akan diakui sebagai aset pajak tangguhan sebesar perbedaan atas laba dikalikan dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut akan terpulihkan. Misalkan tarif pajak yang berlaku 25% dan tidak akan berubah pada beberapa tahun berikutnya.

Aset Pajak Tangguan 3.500.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 3.500.000

Pendapatan pajak tangguhan akan mengurangi beban pajak kini entitas. Dengan demikian dampak dari jurnal tersebut total beban pajak akan lebih kecil dibandingkan dengan pajak kini. Laba menurut akuntansi lebih kecil dari laba menurut pajak maka total beban pajak lebih kecil dibandingkan dengan pajak kini. Total beban pajak akan dipadankan (di-matching-kan) dengan laba sebelum pajak, sehingga tepat karena pada 2015 laba menurut akuntansi lebih kecil.

Pada tahun 2016 dilakukan pembayaran garansi Rp8.000.000 sehingga liabilitas pajak tangguhan akan berkurang sehingga bersaldo Rp6.000.000. Akibat transaksi ini aset pajak tangguhan juga harus dikurangi karena liabilitasnya telah terselesaikan. Atas berkurangnya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan tersebut akan dibuat jurnal.

Liabilitas Garansi 8.000.000 Kas (Kredit yang Lain) 8.000.000 Beban Pajak Tangguhan 2.000.000 Aset Pajak Tangguhan 2.000.000

Saldo aset pajak tangguhan Rp1.500.000 pada akhir tahun 2016 akan terselesaikan pada tahun 2017 dengan pembayaran garansi sebesar Rp6.000.000.

Liabilitas Garansi 6.000.000 Kas (Kredit yang Lain) 6.000.000 Beban Pajak Tangguhan 1.500.000 Aset Pajak Tangguhan 1.500.000

Page 173: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

173

Pada akhir tahun 2017 perbedaan tersebut akan terselesaikan semuanya, sehingga saldo liabilitas garansi nol dan aset pajak tangguhan juga bersaldo nol.

Perbedaan temporer yang dapat dikurangkan di masa mendatang harus dievaluasi setiap

periode untuk memastikan bahwa perbedaan tersebut dapat dikurangkan. Dalam beberapa kondisi perbedaan temporer tersebut tidak dapat dikurangkan di masa mendatang. Jika perbedaan temporer tersebut tidak dapat dikurangkan maka aset pajak tangguhan yang timbul dari perbedaan tersebut tidak boleh diakui lagi. Untuk menjelaskan keadaan ini dapat dilihat dalam Contoh 4 yang merupakan lanjutan Contoh 3.

Contoh 4 : Evaluasi atas Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan

Melanjutkan kasus dalam Contoh 3 namun pada tahun 2017 beban garansi yang dibayarkan sebesar Rp4.000.000. Garansi tidak dapat lagi digunakan oleh pelanggan pada tahun 2018.

Berdasarkan data tersebut pengakuan garansi sebesar Rp16.000.000 namun pembayaran garansi yang dilakukan hanya sebesar 2.000.000 + 8.000.000 + 4.000.000 = 14.000.000 sehingga terdapat Rp2.000.000 perbedaan temporer yang tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian pada tahun 2017 akan dibuat jurnal berikut ini:

Liabilitas Garansi 4.000.000 Kas (Kredit yang Lain) 4.000.000 Beban Pajak Tangguhan 1.000.000 Aset Pajak Tangguhan 1.000.000

Tabel : Perhitungan Evaluasi atas Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan

2015 2016 2017 Total

Beban garansi akuntansi 16.000.000 -- -- 16.000.000

Beban garansi pajak 2.000.000 (8.000.000) 4.000.000 14.000.000

Perbedaan laba akuntansi dan pajak Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

(14.000.000) 8.000.000 4.000.000 (2.000.000)

Aset pajak tangguhan (akhir periode) 3.500.000 1.500.000 --

Beban (pendapatan) pajak tangguhan (3.500.000) 2.000.000 1.500.000

Liabilitas garansi (akhir periode) 14.000.000 6.000.000 --

Terkait dengan beban garansi yang telah diestimasi dan diakui Rp16.000.000 ternyata hanya terealisasi Rp14.000.000, sehingga akan dilakukan koreksi atas estimasi yang telah dilakukan pada 2017. Perbedaan temporer yang tidak diselesaikan juga akan disesuaikan akibat koreksi atas estimasi yang dilakukan.

Liabilitas Garansi 2.000.000 Kas (Kredit yang Lain) 2.000.000 Beban Pajak Tangguhan 500.000 Aset Pajak Tangguhan 500.000

Akibat jurnal penyesuaian tersebut saldo liabilitas garansi akan menjadi nol dan aset pajak tangguhan menjadi nol. Beban garansi dicatat sebagai kredit akan digabungkan dengan pengakuan beban garansi atas penjualan yang dilakukan pada 2017.

Page 174: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

174

Contoh 5 : Perbedaan Temporer Kena Pajak

PT Sumbing pada awal Januari 2015 membeli kendaraan dengan harga Rp200.000.000. Menurut akuntansi aset ini disusutkan 5 tahun tanpa nilai sisa sedangkan menurut pajak disusutkan 4 tahun tanpa nilai sisa.

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer Kena Pajak

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 Total

Beban depresiasi akuntansi 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 200.000.000

Beban depresiasi pajak 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 -- 200.000.000

Perbedaan laba akuntansi dan pajak Laba akuntansi lebih tinggi (rendah)

10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 (40.000.000) --

Liabilitas pajak tangguhan (akhir periode)

2.500.000 5.000.000 7.500.000 10.000.000 --

Beban (pendapatan) pajak tangguhan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 --

Perbedaan nilai kendaraan net (akhir) 10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 --

Menurut akuntansi beban depresiasi per tahun Rp40.000.000, sedangkan menurut pajak beban depresiasi sebesar Rp50.000.000. Akibatnya laba sebelum pajak setiap tahun dari 2015-2018 lebih besar Rp10.000.000 dibandingkan penghasilan kena pajak. Namun pada 2019, laba menurut akuntansi lebih kecil Rp 40.000.000 karena pada tahun tersebut tidak ada depresiasi.

Akibat beban depresiasi tersebut akumulasi depresiasi menurut akuntansi lebih kecil, sehingga aset net menjadi lebih besar. Perbedaan tersebut terakumulasi selama empat tahun sehingga saldo perbedaan pada akhir 2018 sebesar Rp40.000.000. Perbedaan tersebut tidak ada lagi ketika diakui beban depresiasi menurut akuntansi sedangkan menurut pajak tidak diakui lagi beban depresiasi.

Akibat laba sebelum pajak diakui lebih tinggi maka akan diakui beban pajak, namun penyelesaiannya ditangguhkan pada saat penghasilan kena pajaknya diakui. Beban pajak tangguhan diakui sebesar 25% x Rp10.000.000 = Rp2.500.000. Sebagai lawannya akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Jurnal yang dibuat selama empat tahun atas perbedaan laba akuntansi dan penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:

Beban Pajak Tangguan 2.500.000 Liabilitas Pajak Tangguhan 2.500.000

Jurnal ini dibuat sama selama empat tahun 2015-2018, sehingga liabilitas pajak tangguhan akan terakumulasi dan bersaldo Rp10.000.000 pada tahun 2019. Sebaliknya pada tahun 2019, laba sebelum pajak lebih rendah Rp40.000.000 dibandingkan dengan penghasilan kena pajak. Atas perbedaan tersebut akan diakui pendapatan pajak tangguhan dan lawannya liabilitas pajak tangguhan. Pendapatan pajak tangguhan tersebut akan mengurangi beban pajak kini, sehingga pada tahun 2019, total beban pajak akan lebih kecil dibandingkan dengan pajak kini.

Liabilitas Pajak Tangguan 10.000.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 10.000.000

Untuk depresiasi aset tetap, perbedaan temporer juga dapat terjadi akibat nilai sisa. Menurut regulasi pajak di Indonesia, depresiasi dilakukan atas nilai seluruh aset tanpa memperhitungkan nilai sisa. Sementara menurut akuntansi, entitas dapat menetapkan nilai sisa. Akibat nilai sisa maka beban depresiasi menurut pajak dan akuntansi berbeda. Perbedaan tersebut, pada masa manfaat aset akan tetap ada dan akan diakui liabilitas pajak tangguhan karena beban depresiasi menurut akuntansi secara total lebih kecil dibandingkan dengan beban depresiasi menurut pajak. Perbedaan ini akan hilang pada saat aset dijual atau dilepas. Pada saat aset dijual atau dilepas,

Page 175: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

175

entitas akan mengakui keuntungan/kerugian penjualan sebesar selisih nilai jual dengan nilai sisa. Sementara menurut pajak, seluruh hasil penjualan akan diakui sebagai keuntungan karena nilai sisa aset nol. Perbedaan keuntungan dan kerugian penjualan aset ini akan mencerminkan perbedaan akibat nilai sisa. Liabilitas pajak tangguhan akan terpulihkan pada saat aset tersebut dijual atau dilepaskan.

Contoh 6 : Perbedaan Temporer dan Permanen serta Pajak Kini

PT Sindoro pada tahun 2015 melaporkan laba sebelum pajak sebesar Rp900.000.000. Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat perbedaan antara akuntansi dan pajak yang disebabkan oleh beberapa hal berikut: 1. Beban depresiasi menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan menurut pajak sebesar

Rp20.000.000. 2. Beban garansi menurut akuntansi lebih besar Rp80.000.000 dibandingkan menurut pajak. 3. Beban sumbangan sebesar Rp10.000.000 tidak diperkenankan menurut pajak. 4. Penghasilan sewa tanah dan bangunan sebesar Rp50.000.000 dikenakan pajak final sebesar

10%.

Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%. Entitas belum memiliki saldo awal aset/liabilitas pajak tangguhan. Pajak dibayar di muka terdiri atas angsuran pajak (PPh 25) Rp180.000.000, PPh 23 sebesar Rp20.000.000, dan pajak final atas sewa Rp5.000.000. Entitas menyusun laporan keuangan tahunan, sehingga jurnal penyesuaian beban pajak dilakukan di akhir tahun.

Tabel : Perhitungan Perbedaan Temporer dan Permanen serta Pajak Kini

2015 Perbedaan dapat

dikurangkan Perbedaan kena

pajak

Laba sebelum pajak (a) 900.000.000

Perbedaan temporer

Beban depresiasi (negatif) (20.000.000) 20.000.000

Beban garansi (positif) 80.000.000 80.000.000

Total perbedaan temporer (b) 60.000.000

Perbedaan permanen

Beban sumbangan (positif) 30.000.000

Penghasilan sewa final (negatif) (50.000.000)

Total perbedaan permanen (c) (20.000.000)

Penghasilan kena pajak (a) + (b) + (c) 940.000.000

Pajak terutang dalam satu tahun fiskal (25%) 235.000.000

Pajak tangguhan (15.000.000) 20.000.000 5.000.000

Pajak kini karena penghasilan final 5,000..000

Total Beban Pajak 225.000.000

Beban depresiasi menurut akuntansi terlalu kecil sehingga laba akuntansi lebih besar. Hal tersebut memunculkan perbedaan kena pajak sebesar Rp20.000.000, liabilitas pajak tangguhan yang diakui sebesar 5.000.000 (25% x 20.000.000).

Page 176: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

176

Beban garansi menurut akuntansi terlalu besar sehingga laba akuntansi lebih kecil, atau penghasilan kena pajak lebih besar sehingga memunculkan perbedaan dapat dikurangkan sebesar Rp80.000.000, aset pajak tangguhan diakui sebesar Rp20.000.000.

Kedua perbedaan tersebut menghasilkan pendapatan pajak tangguhan Rp15.000.000. Beban sumbangan tidak boleh diakui sehingga koreksi positif, menambah penghasilan kena pajak. Penghasilan final tidak diperhitungkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak sehingga dilakukan koreksi negatif.

Beban pajak kini entitas gabungan pajak terutang dalam satu tahun fiskal ditambah pajak atas penghasilan yang dikenakan pajak final = 235.000.000 + 5.000.000 = 240.000.000. Total beban pajak entitas merupakan penjumlahan beban pajak kini dan pajak tangguhan sebagai berikut: Rp240.000.000 – Rp15.000.000 = Rp225.000.000.

Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dalam penyajian akan disajikan neto sehingga akan disajikan sebagai aset pajak tangguhan 15.000.000 (20.000.000 – 5.000.000).

Tarif efektif pajak entitas dihitung dari total beban pajak dibagi laba sebelum pajak sebesar 25% (225.000.000/900.000.000). Jika tarif pajak efektif dihitung dari beban pajak kini, sebesar 26,67% (240.000.000/900.000.000), sering disebut sebagai current effective tax rate. Perbedaan tarif pajak efektif dengan tarif pajak pemerintah karena terdapat perbedaan permanen.

Jurnal yang akan dibuat untuk penyesuaian akhir tahun dan pengakuan pajak tangguhan adalah:

Beban Pajak Penghasilan (Kini) 235.000.000 Pajak Dibayar di Muka Angsuran PPh 25 180.000.000 Pajak Dibayar di Muka PPh 23 20.000.000 Utang PPh Badan 35.000.000 Beban Pajak Penghasilan (Kini) 5.000.000 Pajak Dibayar di Muka 5.000.000 Aset Pajak Tangguhan 20.000.000 Liabilitas Pajak Tangguhan 5.000.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 15.000.000

Penyajian dalam laporan laba rugi Laba sebelum pajak Rp900.000.000 Beban pajak penghasilan: Pajak kini Rp240.000.000 Pajak tangguhan (Rp15.000.000) Total beban pajak penghasilan Rp225.000.000 Laba bersih Rp675.000.000

Penyajian dalam Laporan posisi keuangan Aset pajak tangguhan Rp15.000.000

Contoh 7 : Kompensasi Kerugian

PT Slamet pada tahun 2015 mengalami rugi sebelum pajak sebesar Rp700.000.000. Pada tahun 2016 entitas memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp100.000.000, tahun 2017 sebesar Rp200.000.000 dan pada tahun 2018 sebesar Rp600.000.000. Entitas tidak memiliki perbedaan permanen dan temporer sehingga laba (rugi) sebelum pajak menurut akuntansi sama dengan laba (rugi) kena pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%.

Tabel : Perhitungan Kompensasi Kerugian PT Slamet

Tahun 2015 2016 2017 2018

Laba atau rugi sebelum pajak (700.000.000) 100.000.000 200.000.000 600.000.000

Beban pajak

Page 177: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

177

Beban pajak kini 0 0 0 50.000.000

Beban (pendapatan) pajak tangguhan (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 100.000.000

Total beban pajak (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 150.000.000

Laba (rugi) setelah pajak (525.000.000) 75.000.000 150.000.000 450.000.000

Aset pajak tangguhan 175.000.000 150.000.000 100.000.000 0

Tarif pajak efektif 25% 25% 25% 25%

Tarif pajak efektif kini (current effective rate) 0 0 0 8,33%

Pada tahun 2015 atas kerugian sebesar Rp700.000.000 diakui aset pajak tangguhan dan pendapatan pajak tangguhan. Sesuai dengan prinsip matching, manfaat kompensasi akan diakui pada saat terjadinya kerugian. Aset pajak tangguhan diakui, karena kompensasi tersebut memberikan manfaat di masa mendatang, karena entitas memperoleh laba tidak perlu membayar pajak. Aset pajak tangguhan dan pendapatan pajak tangguhan diakui sebesar Rp700.000.000 x 25% = 175.000.000.

Pada tahun 2016, atas laba yang diperoleh dikenakan pajak sehingga pajak kini nol. Namun

kompensasi kerugian akan dimanfaatkan sebesar Rp100.000.000, sehingga aset pajak tangguhan akan berkurang sebesar 25% x Rp100.000.000 = Rp25.000.000.

Pada tahun 2017 kompensasi yang dimanfaatkan Rp200.000.000 sehingga aset pajak

tangguhan akan berkurang dan diakui beban pajak tangguhan sebesar 25% x Rp200.000.000 = Rp50.000.000. Pada tahun 2018, kompensasi yang masih dapat dimanfaatkan sebesar Rp400.000.000 (Rp700.000.000 – Rp100.000.000 – Rp200.000.000). Dengan demikian entitas tetap harus membayar pajak atas penghasilan yang tidak dapat lagi dikompensasi sebesar Rp600.000.000 – Rp400.000.000 = Rp200.000.000. Pajak kini yang dibayarkan sebesar 25% x Rp200.000.000 = Rp50.000.000. Total beban pajak adalah Rp100.000.000 + Rp50.000.000 = Rp150.000.000.

Pengakuan pajak tangguhan atas kompensasi kerugian akan menyebabkan tarif pajak efektif

sama seperti tarif pajak yang berlaku 25%. Namun jika tarif efektif hanya dihitung dari pajak yang dibayarkan atau pajak kini saja, maka terlihat CETR nol dan baru terlihat pada tahun 2018. Contoh tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan pajak tangguhan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pembaca karena dapat menunjukkan potensi manfaat dalam laporan posisi keuangan dan beban diakui pada waktu yang lebih tepat.

Jurnal yang dibuat.

2015 Aset Pajak Tangguhan 175.000.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 175.000.000 2016 Beban Pajak Tangguhan 25.000.000 Aset Pajak Tangguhan 25.000.000 2017 Beban Pajak Penghasilan 50.000.000 Aset Pajak Tangguhan 50.000.000 2018 Beban Pajak Tangguhan 100.000.000 Beban Pajak Kini 50.000.000 Aset Pajak Tangguhan 100.000.000 Utang PPh Badan 50.000.000

Page 178: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

178

Contoh 8 : Penyesuaian Aset Pajak Tangguhan

PT Lawu pada tahun 2015 mengalami kerugian sebelum pajak sebesar Rp500.000.000. Entitas memperkirakan kerugian ini bersifat sementara, berdasarkan rencana kerja perusahaan dapat diyakini bahwa entitas dapat memanfaatkan kompensasi kerugian tersebut di masa depan. Pada tahun 2016 entitas memperoleh laba sebesar Rp20.000.000. Entitas masih meyakini bahwa kompensasi masih dapat dimanfaatkan. Pada tahun 2017 entitas memperoleh laba Rp40.000.000. Berdasarkan kinerja dua tahun tersebut entitas memprediksi bahwa dari sisa kompensasi kerugian di tahun 2017 sebesar Rp440.000.000 (Rp500.000.000 – Rp40.000.000 – Rp20.000.000) hanya dapat dimanfaatkan sebesar Rp240.000.000 sisanya kemungkinan tidak dapat dimanfaatkan sehingga laba sebesar Rp200.000.000 dan pada tahun 2018 memperoleh laba Rp600.000.000. Entitas tidak memiliki perbedaan permanen dan temporer sehingga laba (rugi) akuntansi sama dengan laba (rugi) menurut pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar 25%.

Tabel : Perhitungan Aset Pajak Tangguhan PT Lawu

Tahun 2015 2016 2017 2017

Penyesuaian

Laba atau rugi (500.000.000) 20.000.000 40.000.000 40.000.000

Beban pajak

Beban pajak kini 0 0 0 0

Beban (pendapatan) pajak tangguhan (125.000.000) 5.000.000 10.000.000 60.000.000

Total beban pajak 125.000.000 5.000.000 10.000.000 60.000.000

Laba (rugi) setelah pajak (375.000.000) 15.000.000 30.000.000 (20.000.000)

Aset pajak tangguhan 125.000.000 120.000.000 110.000.000 60.000.000

Pada tahun 2015 manfaat kompensasi sebesar Rp500.000.000, akan diakui sebagai pendapatan dan aset pajak tangguhan sebesar Rp125.000.000. Pada tahun 2016 aset pajak tangguhan berkurang sebesar 25% x Rp20.000.000 = Rp5.000.000. Pada tahun 2017 aset pajak tangguhan berkurang sebesar 25% x Rp40.000.000 = Rp10.000.000.

Atas informasi bahwa kompensasi yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar Rp240.000.000

dan sisanya Rp200.000.000 tidak dapat dimanfaatkan. Untuk itu dibuat penyesuaian atas aset pajak tangguhan, sehingga saldo aset pajak tangguhan hanya mencerminkan potensi manfaat kompensasi yang dapat dimanfaatkan sebesar 25% x Rp240.000.000 = Rp60.000.000.

2015 Aset Pajak Tangguhan 125.000.000 Pendapatan Pajak Tangguhan 125.000.000 2016 Beban Pajak Tangguhan 5.000.000 Aset Pajak Tangguhan 5.000.000 2017 Beban Pajak Penghasilan 10.000.000 Aset Pajak Tangguhan 10.000.000 Penyesuaian 2017 Beban Pajak Tangguhan 50.000.000 Beban Pajak Kini 50.000.000

Penyesuaian aset pajak tangguhan tidak hanya dilakukan akibat dari kompensasi kerugian yang tidak dapat dimanfaatkan. Dalam beberapa kasus dapat saja terjadi perbedaan temporer yang awalnya diprediksi dapat dikurangkan ternyata sesuai dengan ketentuan perpajakan tidak dapat dikurangkan. Kondisi tersebut juga harus dibuatkan jurnal penyesuaiannya. Misalnya beban

Page 179: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

179

penyisihan piutang menurut akuntansi sudah diakui dan atas pengakuan tersebut diharapkan beban diakui oleh pajak. Namun dalam kenyataannya, beban penyisihan atau penghapusan piutang tersebut tidak memenuhi syarat administrasi pajak sehingga tidak dapat dibebankan. Kondisi ini mengharuskan entitas melakukan penyesuaian atas aset pajak tangguhan yang telah diakui.

PSAK 46 mengharuskan entitsas untuk mengakui liabilitas pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan sebagai konsekuensi perpajakan yang timbul dari pengakuan terhadap aset dan liabilitas dalam laporan keuangan

5. Saldo Rugi Fiskal yang Dapat Dikompensasi. Akumulasi rugi yang belum dikompensasi dan kredit pajak yang belum dimanfaatkan diakui sebagai aset

pajak tangguhan apabila kemungkinan besar laba kena pajak pada masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi dan kredit pajak belum dimanfaatkan. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah laba kena pajak akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan : (a) apakah entitas memilikii perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang cukup berkaitan

pada otoritas perpajakan yang sama dan entitas kena pajak yang sama, yang akan menghasilkan jumlah kena pajak sehingga rugi pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan dapat digunakan sebelum berlakunya daluwarsa;

(b) apakah memungkinkan bahwa entitas akan mendapat laba kena pajak sebelum rugi pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan daluwarsa;

(c) apakah rugi pajak dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus yang teridentifikasi yang hampir tidak mungkin terulang; dan

(d) apakah kesempatan perencanaan pajak tersedia pada entitas yang akan menghasilkan laba kena pajak pada periode tersebut saat rugi pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaarkan dapat digunakan.

Apabila keciil kemungkinan bahwa laba kena pajak mendatang akan memadai untuk dikompensasi dengan rugi pajak belum dikompensasi atau kredit pajak belum dimanfaatkan dapat digunakan, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.

Page 180: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

180

6. Hubungan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal

Secara skematis, pengakuan beban pajak kini dan tangguhan serta aset dan liabilitas pajak tangguhan dapat digambarkan sebagai berikut :

Laba Akuntansi Perbedaan Laba Fiskal

Perbedaan Tetap

Perbedaan Temporer

Beban Pajak Penghasilan Kini

(PSAK 46)

Perbedaan Temporer Kena Pajak

Kerugian Pajak yang Dapat Dikompensasikan (Carried

Forward Loss)

Perbedaan Temporer Boleh Dikurangkan

PENGECUALIAN

Perbedaan Temporer Kena Pajak yang timbul dari : 1. Amortisasi Goodwill non

tax deductible. 2. Pengakuan awal aset/liabilitas :

- bukan dari penggabungan usaha

- tidak mempenga-ruhi laba akuntan-si/pajak.

Liabilitas Pajak

Tangguhan

Aset Pajak

Tangguhan

PENGECUALIAN

Perbedaan Temporer Boleh Dikurangkan yang timbul dari : 1. Goodwill negatif. 2. Pengakuan awal aset/kewajiban :

- bukan dari penggabungan usaha

- tidak mempenga-ruhi laba akuntan-si/pajak.

Pajak Tangguhan Neto Akhir

Dibandingkan

Pajak Tangguhan Neto Awal

Selisihnya

Beban (Penghasilan) Pajak Tangguhan

Tidak ada Pengakuan Liabilitas Pajak

Tangguhan

Tidak ada Pengakuan Aset Pajak Tangguhan

Nerac

a

L / R

Page 181: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

181

Sebagai ilustrasi di bawah ini diberikan contoh sebagai berikut:

PT Datu Ronggur memulai kegiatan usahanya dalam tahun 2014. Perusahaan terdaftar sebagai Wajib Pajak tanggal 1 Maret 2014 dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tanggal 15 Maret 2014. Menurut laporan laba rugi yang disusun oleh perusahaan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2014, laba persusahaan sebelum dikurangi PPh adalah Rp 950.400.500. Data mengenai kegiatan perusahaan dalam tahun 2014 antara lain adalah sebagai berikut. 1. Sebelum memulai kegiatan usahanya, perusahaan mengeluarkan biaya pendirian berupa biaya akte

notaris, pengurusan surat izin usaha, dan pengurusan surat-surat lainnya ke instansi yang berwenang.. Seluruh biaya pendirian berjumlah Rp 90.000.000, dimortisasi perusahaan selama 5 tahun dengan metode garis lurus terhitung 1 April 2014. Untuk kepentingan fiskal perusahaan membebankannya sekaligus pada tahun pengeluaran. Setelah diteliti ternyata dalam jumlah Rp 90.000.000 di antaranya terdapat Rp 12.000.000 yang menurut ketentuan fiskal termasuk kategori sumbangan.

2 Pada tanggal 1 April 2014 perusahaan membeli tanah beserta bangunan di atasnya dari perusahaan real estate seharga Rp 1.925.000.000 termasuk PPN 10 % tetapi belum termasuk biaya pengurusan surat-surat yang berkenaan dengan bukti kepemilikan. Harga beli adalah sama dengan NJOP. Harga pembelian tanah/bangunan dialokasikan 60 % untuk tanah dan sisanya untuk bangunan. Alokasi ini telah sesuai dengan tandar akuntansi keuangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Biaya pengurusan bukti kepemilikan yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 180.000.000 dan dialokasikan ke tanah dan bangunan sebanding dengan harga beli tanah dan bangunan. Hak Guna Bangunan berakhir tanggal 31 Maret 2028. Bangunan disusutkan perusahaan 4 % setiap tahun dari harga perolehan.

3. Dalam tahun 2014 perusahaan mengeluarkan biaya untuk pengembangan produk sebesar Rp 300.000.000. Biaya pengembangan produk tersebut meliputi biaya yang dikeluarkan di Indonesia sebesar Rp 180.000.000 dan di luar negeri sebesar Rp 120.000.000. Oleh perusahaan biaya pengembangan produk ini dikapitalisasi dan diamortisasi selama 10 tahun dengan menggunakan metode garis lurus. Saldo biaya pengembangan menurut Neraca per 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 287.500.000

4. Pada bulan September 2014, perusahaan membeli saham di Bursa Efek Indonesia sebanyak 10.000 lembar seharga Rp 150.000.000 , terdiri dari saham PT Hasian 4.000 lembar seharga Rp 60.000.000, saham PT Marhaha sebanyak 3.000 lembar seharga Rp 75.000.000 dan sisanya saham PT Maranggi. Pada tanggal 1 November 2014 perusahaan menjual saham PT Hasian sebanyak 3.000 lembar seharga Rp 45.000.000 (neto) dan saham PT Marhaha sebanyak 1.500 lembar seharga Rp 48.000.000 (neto). Pada akhir tahun 2014, harga pasar saham PT Hasian Rp 18.000 per lembar, harga saham PT Marhaha Rp 24.000 per lembar, dan harga saham PT Maranggi Rp 7.5000 per lembar. Harga saham di Neraca per 31 Desember 2014 dinilai oleh perusahaan berdasarkan harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar secara individual.

5. Untuk menarik pembeli, perusahaan memberikan jaminan purna jual selama 3 tahun. Dalam laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2014, beban purna jual berjumlah Rp 90.000.000 sedangkan dalam Neraca terdapat utang jaminan Rp 75.000.000

6. Pada tanggal 1 April 2014 dibeli seperangkat mesin seharga Rp 2.750.000.000 ( termasuk PPN 10 % dari harga beli). Biaya transportasi Rp 3.000.000. Biaya pemasangan mesin Rp 17.000.000. Mesin selesai dipasang 1 Mei 2042 dan mulai digunakan setelah selesai uji coba ( trial run ) tanggal 1 Juli 2014. Untuk kepentingan pajak, mesin mulai disusutkan setelah selesai dipasang dengan metode saldo menurun kelompok dua. Untuk kepentingan komersial, perusahaan menyusutkan mesin dengan metode jumlah angka tahun ( sum of years digit method) selama 8 tahun.

Page 182: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

182

7. Setelah mesin bekerja 8.000 jam, harus dilakukan perawatan khusus. Jumlah beban perawatan khusus diperkirakan Rp 600.000.000. Agar alokasi beban perawatan khusus sebanding dengan jumlah jam kerja mesin, maka perusahaan membentuk penyisihan beban perawatan berdasarkan jam kerja mesin. Selama tahun 2014 mesin bekerja 1.600 mesin.

8. Pada awal Mei 2014 perusahaan membeli 4 (empat) unit kendaraan, yaitu : a. Mobil sedan merk Mercedes Benz seharga Rp 1.200.000.000. (termasuk PPN sebesar Rp 80.000.000. b. Mobil sedan BMW seharga Rp 900.000.000 ( termasuk PPN sebesar Rp 60.000.000) c. Satu unit mini bis seharga Rp 190.000.000 ( termasuk PPN Rp 10.000.000) d. Satu unit truck seharga Rp 177.000.000 ( termasuk PPN Rp 9.000.000 )

Mini bis digunakan perusahaan untuk antar jemput karyawan, truck untuk mengangkut barang kepada pelangggan, sedangkan mobil sedan digunakan oleh direksi sebagai fasilitas yang bukan penghasilan yang dikenakan pajak .Mini bis dan sedan disusutkan oleh perusahaan selama 5 tahun, truck selama 4 tahun, semuanya dengan metode garis lurus. Untuk kepentingan fiskal, semua kendaraan disusutkan dengan metode saldo menurun.

9. Bahan bakar dan beban perawatan kendaraan selama tahun 2014 adalah sebagai berikut : a. Mini bis ; Rp 45.000.000 b. Truck : Rp 65.000.000 c. Sedan : Rp 105.000.000

10. Pinjaman rata-rata per tahun dalam tahun 2014 dibebani bunga 12 % per tahun, sedangkan deposito rata-rata mendapat imbalan bunga sebagai berikut :

a. BNI Cabang Singapura ; 4,5 % per tahun b. Citibank Singapura : 4 % per tahun c. Bank Mandiri Cabang Jakarta : 5 % per tahun Beban bunga pinjaman selama tahun 2014 bejumlah Rp 378.000.000 sedangkan bunga deposito

adalah sebagai berikut : BNI ; Rp 18.000.000 (neto setelah dipotong PPh) Citibank : Rp 35.000.000 (neto setelah dipotong PPh) Bank Mandiri : Rp 25.000.000 ( setelah dipotong PPh) Atas bunga deposito di Citibank Singapura dikenakan PPh 30 %.

11. Pada tahun 2012, perusahaan mendapat pemberitahuan dari Kementerian Lingkungan Hidup bahwa perusahaan akan digugat ke pengadilan akibat pencemaran lingkungan hidup. Walaupun sampai dengan akhir tahun 2014 belum ada putusan dari pengadilan tentang denda yang harus dibayar, namun perusahaan telah memperhitungkan kewajiban sebesar Rp 150.000.000. Pengakuan atas denda pencemaran lingkungan hidup untuk kepentingan fiskal adalah pada saat diperoleh kepastian jumlah denda yang harus dibayar.

12. Bangunan pabrik seharga Rp 750.000.000 selesai dibangun 1 April 2014 dan mulai digunakan 1 Mei 2014. Penyusutan komersial adalah 4 % setiap tahun dari harga perolehan.

13. Dalam tahun 2014 perusahaan menjual produk dengan dua cara yaitu penjualan kredit biasa dan penjualan secaa angsuran sebagai berikut :

Penjualan kredit biasa : Rp 9.500.000.000 Penjualan secara cicilan : Rp 1.470.000.000 Pelunasan penjualan kredit biasa selama tahun 2014 berjumlah Rp 8.100.000.000 sedangkan

penjualan secara angsuran Rp 620.000.000. Pengakuan penghasilan atas penjualan secara angsuran untuk kepentingan komersial dilakukan setelah pelunasan diterima, sedangkan untuk kepentingan fiskal pengkuan penghasilan dilakukan pada saat penjualan. Harga pokok penjualan atas penjualan secara angsuran adalah Rp 1.073.100.000. Pada akhir tahun 2014, perusahaan membentuk penyisihan untuk kerugian piutang tak tertagih sebesar 2 % dari saldo piutang akhir tahun.

14. Pajak yang dibayar atau dipotong selama tahun 2014 :

Page 183: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

183

a. PPh Pasal 25 : Rp 300.000.000 b. PPh dipotong Bank Mandiri : Rp 6.250.000 c. PPh dipotong BNI : Rp 4.500.000 d. PPh dibayar di Singapura : Rp 9.000.000

15 Tarif pajak yang berlaku adalah tarif tunggal 25 %

Diminta : a. Hitung laba komersial seharusnya. b. Hitung beban pajak tahun 2014 c Hitung PPh terutang, PPh kurang (lebih) bayar untuk tahun 2014 d. hitung laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak. e. Buat jurnal yang diperlukan.

Kegiatan perusahaan berkelanjutan dalam tahun 2015. 1. Suatu analisis pada akhir tahun 2015 atas utang jaminan purna jual adalah sebagai berikut : Saldo utang pada awal tahun 2015 Rp 75.000.000 Beban untuk perhitungan laba rugi tahun 2015 Rp 160.000.000 Jumlah yang dibayar untuk produk yang dijual tahun 2014 ( Rp 40.000.000 ) Jumlah yang dibayar untuk produk yang dijual tahun 2015 ( Rp 70.000.000 ) Saldo utang akhir tahun 2015 Rp 125.000.000

2. Dalam tahun 2015 perusahaan menghapusbukukan piutang yang tidak dapat ditagih sebesar Rp 20.000.000 . Penghapusbukuan piutang ini sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut neraca per 31 Desember 2015 penyisihan piutang tak tertagih berjumlah Rp 50.000.000

3. Berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, denda yang dikenakan kepada perusahaan atas pencemaran lingkungan berjumlah Rp 175.000.000. Denda ini dibayar perusahaan dalam tahun 2015.

4. Seluruh investasi sementara dijual perusahaan seharga Rp 66.750.000 ( neto)

5. Seluruh sisa penjualan secara angsuran tahun 2014 diteima tahun 2015. Tidak ada lagi penjualan secara angsuran dilakukan dalam tahun 2015.

6. Dalam tahun 2015 mesin bekerja 2.000 jam.

7. Laba komersial tahun 2015 sebelum dikurangi Pajak Penghasilan berjumlah Rp 845.375.000

8. Bahan bakar dan perawatan kendaraan selama tahun 2015’ a. Mini bis Rp 75.000.000 b. Truck Rp 90.000.000 c. Sedan Rp 150.000.000

9. Tarif pajak yang berlaku adalah tarif tunggal 25 %

Diminta :

a. Hitung beban pajak tahun 2015. b. Hitung laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak. c. Buat jurnal yang diperlukan. J A W A B A N

Page 184: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

184

1 Beban Amortisasi Biaya Pendirian.

Beban Amortisasi Fiskal .............................................................. Rp 78.000.000 Beban Amortisasi Komersial : 9/12 x 1/5 x 78.000.000 = Rp 11.700.000 Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Sementara ( Rp 66.300.000 ) Beban Amortisasi Fiskal .............................................................. NIHII Beban Amortisasi Komersial : 9/12 x 1/5 x 12.000.000 = Rp 1.800.000 Koreksi Fiskal Positif –Beda Tetap Rp 1.800.000 2. Beban Penyusutan Bangunan . Harga beli tanah dan bangunan : 1.925.000.000 : 1,1 = Rp 1.750.000.000

a. Harga perolehan tanah menurut fiskal dan komersial : Harga beli : 60 % x 1.750.000.000 = Rp 1.050.000.000

Pengurusan bukti kepemilikan :60 % x Rp 180.000.000 = Rp 108.000.000 Harga perolehan tanah menurut fiskal Rp 1.158.000.000 b. Harga perolehan bangunan menurut fiskal; Harga beli : 40 % x 1.750.000.000 = Rp 700.000.000 Pengurusan bukti kepemilikan: 40 % x 180.000.000 = Rp 72.000.000 Harga perolehan bangunan Rp 772.000.000 Beban Penyusutan Bangunan Menurut Fiskal 9/12 x: 5 % x 772.000.000 = Rp 28.950.000 Menurut Komersial : 9/12 x 4 % x 772.000.000 = Rp 23.160.000 Koreksi fiskal (negatif) Beda Sementara ( Rp 5.790.000 ) 3. Biaya Pengembangan Produk

Menurut Pasal 6 ayat (1) huruf f UU PPh, biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Berdasarkan ketentuan tersebut beban pengembangan produk sebesar Rp 180.000.000 yang dilakukan di Indonesia dapat dibebankan sebagai biaya, sedangkan biaya pengembangan produk sebesar Rp 120.000.000 yang dilakukan di luar negeri tidak boleh dibebankan sebagai biaya.. Dengan demikian atas biaya pengembangan produk ini akan dilakukan koreksi fiskal sebagai berikut :

Beban amortisasi biaya pengembangan produk menurut Komersial adalah Rp 300.000.000 -/- 287.500.000: = 12.500.000

Beban amortisasi atas pengeluaran di Indonesia : 0,6 x 12.500.000 = Rp 7.500.000 Beban amortisasi atas pengeluaran di luar negeri : 0,4 x 12.500.000 = Rp 5.000.000 Beban pengembangan produk yang di lakukan di Indonesia ; Menurut fiskal = Rp 180.000.000 Menurut komersial = Rp 7.500.000 Koreksi Fiskal ( Negatif ) Beda Sementara ( Rp 172.500.000 ) Beban pengembangan produk yang dilakukan di luar negeri : Menurut fiskal nihil Menurut komersial Rp 5.000.000 Koreksi Fiskal Positif --- Beda Tetap Rp 5.000.000

Page 185: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

185

4. Laba-Rugi Penjualan Saham di BEI Harga pembelian saham : a. 4.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000 per lembar = Rp 60.000.000 b 3.000 lembar saham PT Marhaha a Rp 25.000 per lembar = Rp 75.000.000 c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 per lembar = Rp 15.000.000 Total harga pembelian 10.000 lembar saham = Rp 150.000.000 Harga jual saham : a. 3.000 lembar saham PT Hasian ............................ = Rp 45.000.000 a. 1.500 lembar saham PT Marhaha = Rp 48.000.000 Rp 93.000.000 Harga pokok penjualan saham a. 3.000 lembar saham PT Hasian a 15.000 per lembar = Rp 45.000.000 b. 1.500 lembar saham PT Marhaha a Rp 25.000 per lembar = Rp 37.500.000 Rp 82.500.000 Laba penjualan saham menurut komersial Rp 10.500.000 Laba- rugi penjualan saham menurut fiskal nihil *) --------------------- i Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Tetap (Rp 10.500.000 ) *) Pengenaan PPh atas penjualan saham di BEI adalah final Penurunan harga saham pada akhir tahun: Harga perolehan saham : a. 1.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000 per lembar : Rp 15.000.000 b. 1.500 lembar saham PT:Marhaha a Rp 25.000 per lembar : Rp 37.500.000 c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 per lembar : Rp 15.000.000 Rp 67.500.000 Harga saham di Neraca : a. 1.000 lembar saham PT Hasian a Rp 15.000.000 : Rp 15.000.000 b 1.500 lembar saham PT Marhaha a Rp 24.000 : Rp 36.000.000 c. 3.000 lembar saham PT Maranggi a Rp 5.000 : Rp 15.000.000 Rp 66.000.000 Rugi penurunan harga saham menurut komersial Rp 1.500.000 Penurunan harga saham menurut fiskal nihil ---------------------- Koreksi fiskal positif beda tetap Rp 1.500.000

5. Beban Jaminan Purna Jual Komersial : Rp 90.000.000 Fiskal : Rp 15.000.000 Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara : Rp 75.000.000

6. Beban Penyusutan Mesin Harga beli mesin : 2.750.000.000 : 1,1 = Rp 2.500.000.000 Biaya transportasi = Rp 3.000.000 Biaya pemasangan = Rp 17.000.000 Harga perolehan mesin Rp 2.520.000.000 Beban penusutan mesin : Komersial : 6/12 x 8/36 x 2.520.000.000 = Rp 280.000.000 Fiskal : 8/12 x 25 % x 2.520.000.000 = Rp 420.000.000 Koreksi Fiskal (Negatif) –Beda Sementara ( Rp 140.000;000 ) 7. Beban Perawatan Khusus Mesin

Page 186: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

186

Komersial : ( 600.000.000 : 8.000 ) x 1.600 = Rp 120.000.000 Fiskal = n i h i l ---------------------------- Koreksi Fiskal Positif -- Beda Sementara Rp 120.000.000 8. Beban Penyusutan Kendaraan a. Komersial 1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 20 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 80.000.000 2. BMW : ( 8/12 x 20 % x 900.000.000 ) x 50 % = 60.000.000 3. Mini bis : 8/12 x 20 % x 180.000.000 = 24.000.000 4. Truck : 8/12 x 25 % x 168.000.000 = 28.000.000 Rp 192.000.000 b. Fiskal 1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 25 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 100.000.000 2. BMW : ( 8/12 x 25 % x 900.000.000) x 50 % = 75.000.000 3. Mini bis : 8/12 x 25 % x 180.000.000 = 30.000.000 4. Truck : 8/12 x 25 % x 168.000.000 = 28.000.000 Rp 233.000.000 Koreksi Fiskal ( Negatif) Beda Sementara ( Rp 41.000.000)

Beda Tetap: Komersial: 1. Mercedes Benz : ( 8/12 x 20 % x 1.200.000.000 ) x 50 % = 80.000.000 2. MBW : ( 8/12 x 20 % x 900.000.000 ) x 50 % = 60.000.000 Jumlah Rp 140.000.000 Fiskal nihil --------------------- Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 140.000.000

9. Bahan Bakar dan Perawatan Kendaraan Komersial ................................................................................. Rp 210.000.000 Fiskal ........................................................................................ Rp 157.500.000 Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 52.500.000 10. Bunga Pinjaman dan Pendapatan Bunga Deposito. Pokok Deposito : . BNI Cabang Singapura : 22.500.000 x 100/4,5 = 500.000.000 Citibank Singapura : 50.000.000 x 100/4 = 1.250.000.000 Bank Mandiri : 31.250.000 x 100/5 = 625.000.000

Atas pokok deposito BNI Cabang Singapura sebesar Rp 500.000.000 dan pokok deposito Bank Mandiri sebesar Rp .625..000.000 tidak boleh dipehitungkan bunga pinjamannya, karena pendapatan bunga atas deposito dikenakan PPh final.

Koreksi Fiskal Positif-- Beda Tetap : 1..125.000.000 x 12 % = 135.000.000. Atas pendapatan bunga dari kedua bank tersebut sebesar :( 22.500.000 + 31.250.000 ) = Rp

53.750.000 akan dilakukan koreksi negatif –Beda Tetap

11 .Beban Pencemaran Lingkungan Hidup Menurut komersial : Rp 150.000.000 Menurut fiskal : n i h i l ----------------------- Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 150.000.000

Page 187: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

187

12. Beban Penyusutan Bangunan Pabrik Menurut Komersial : 8/12 x 4 % x 750.000.000 = Rp 20.000.000 Menurut Fiskal : 9/12 x 5 % x 750.000.000 = Rp 28.125.000 Koreksi Fiskal (Negatif)—Beda Sementara ( Rp 8.125.000 ) 13. Penjualan Penjualan secara cicilan : Rp 1.470.000.000 100 % Harga Pokok penjualan : Rp 1.073.100.000 73 % Laba bruto Rp 396.900.000 27 % Laba bruto menurut komersial : 27 % x 620.000.000 = 167.400.000 Laba bruto menurut fiskal = 396.900.000 Koreksi Fiskal Positif--- Beda Sementara 229.500.000 Pengakuan penghasilan atas penjualan cicilan menurut fiskal adalah pada saat penjualan,

sedangkan menurut komersial pengakuan penghasilan adalah pada saat diterima pelunasan. 14. Beban Piutang Tak Tertagih Komersial : 2 % x 1.400.000.000 = Rp 28.000.000 Fiskal = n i h i l ------------------ Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara Rp 28.000.000 Setelah dilakukan koreksi fiskal, maka perhitungan laba –rugi fiskal adalah sebagai berikut : Laba sebelum dikurangi PPh : Rp 950.400.500 +25.750.000 = Rp 976.150.500 Koreksi Fiskal: 1. Beda Tetap a..Amortisasi biaya pendirian : Rp 1.800.000 b.Beban pengembangan produk Rp 5.000.000 c.Laba penjualan saham ( Rp 10.500.000 ) d.Penurunan harga saham : Rp 1.500.000 e.Beban penyusutan kendaraan : Rp 140.000.000 f.Bahan bakar dan perawatan : Rp 52.500.000 g.Bunga pinjaman : Rp 135.000.000 h.Penghasilan deposito ( Rp 53.750.000) Koreksi Beda Tetap Rp 271.550.000 Rp 1.247.700.500 2. Beda Sementara: a.Amortisasi biaya pendirian : ( Rp 66.300.000 ) b.Penyusutan bangunan : ( Rp 5.790.000 ) c.Pengembangan produk : ( Rp 172.500.000 ) d.Jaminan purna jual : 75.000.000 e.Penyusutan mesin : ( Rp 140.000.000 ) f.Perawatan khusus mesin Rp 120.000.000 g.Penyusutan kendaraan : ( Rp 41.000.000 ) h.Pencemaran lingkungan : Rp 150.000.000 i.Peny.bangunan pabrik :( Rp 8.125.000 ) j.Penjualan cicilan : Rp 229.500.000 k. Kerugian piutang tak tertagih : Rp 28.000.000 Rp 168.785.000 Penghasilan Kena Pajak Rp 1.416. 485.500 PPh Terutang : 25 % x 1.416.485.000 = Rp 354.121.250

Page 188: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

188

Kredit Pajak : a. PPh Pasal 24 : Rp 12.500.000 b. PPh Pasal 25 : Rp 300.000.000 Rp 312.500.000 PPh Kurang Bayar Rp 41.621.250 Beban Pajak Rp 108.428.750 Liabilitas Pajak Tangguhan Rp 108.428.750 Aset Pajak Tangguhan Rp 150.625.000 Pendapatan Pajak Rp 150.625.000

Beban Pajak : a. Beban Pajak Kini : Beban PPh 354.121.250 PPh final 10.750.000 PPh Ps 24 yang tidak dapat dikreditkan 2.500.000 367.371.250 b. Beban Pajak Tangguhan : Beban Pajak Rp 108.428.750 Pendapatan Pajak Rp 150.625.000 Beban (Pendapatan) Pajak ( 42.196.250 ) Beban Pajak 325.175.000 Laba sebelum PPh Rp 976.150.500 Beban Pajak 325.175.500 Laba neto komersial setelah PPh Rp 650.975.000 Jurnal atas beban pajak : Beban Pajak 367.371.250 PPh Ps 24 15.000.000 PPh Final 10.750.000 PPh Ps 25 300.000.000 PPh Ps 29 41.621.250 Penyajian aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dapat disajikan netonya yaitu Rp 150.625.000 -/- Rp 108.428.750 = Rp 42.196.250 sebagai Aset Pajak Tangguhan. Tahun 2015.

1. Amortisasi Biaya Pendirian : a. Beda Tetap Fiskal................................................................................................................. nihil Komersial : 20 % x 12.000.000 ....................................................................... = Rp 2.400.000 Koreksi Fiskal Positif ---Beda Tetap.................................................................. Rp 2.400.000 b. Beda Sementara Fiskal :............................................................................................................. nihil Komersial ; 20 % x Rp 78.000.000 = Rp 15.600.000 Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 15.600.000

Page 189: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

189

2. Penyusutan Gedung . a. Penyusutan gedung Fiskal : 5 % x Rp 772.000.000................................................................ = Rp 38.600.000 Komersial : 4 % x Rp 772.000.000 ......................................................... = Rp 30.880.000 Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Sementara =(Rp 7.720.000 ) 3. Biaya Pengembangan Produk a. Beda Tetap . Fiskal ............................................................................................................... n i h i l Komersial : 10 % x Rp 120.000.000 = Rp 12.000.000 Koreksi Fiskal Positif—Beda Tetap Rp 12.000.000 b. Beda Sementara Fiskal .................. ............................................................................................ n i h i l Komersial 10 % x 180.000.000................................................................ Rp 18.000.000 Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara.................................................. Rp 18.000.000 4. Laba-Rugi Penjualan Saham di BEI Fiskal .................................................................................................................. n i h i l Komersial : ( 66.750.000 -/- 66.000.000 ) Rp 750.000 Koreksi Fiskal (Negatif) Beda Tetap ( Rp 750.000 ) 5. Jaminan Purna Jual Fiskal : ( 40.000.000 + 70.000.000 )..................................................... Rp 110.000.000 Komersial ............................................................................................. Rp 160.000.000 Koreksi Fiskal Positif –Beda Sementara Rp 50.000.000 6. Beban Penyusutan Mesin Fiskal : 25 % x ( 2.520.000.000 -/- 420.000.000 ) = Rp 525.000.000 Komersial : 6/12 x 8/36 x 2.520.000.000 = Rp 280.000.000 6/12 x 7/36 x 2.520.000.000 = Rp 245.000.000 Rp 525.000.000 Koreksi Fiskal .................................................................................... n i h i l 7. Beban Perawatan Khusus Mesin Fiskal : ............................................................................................... : n i h i l Komersial : 2.000 x Rp 75.000 = Rp 150.000.000 Koreksi Fiskal Positif --- Beda Sementara Rp 150.000.000 8. Penyusutan Kendaraan a. Beda Sementara Fiskal 1. Mercedes Benz : ( 25 % x 1.000.000.000 ) x 50 % = Rp 125.000.000 2. BMW : ( 25 % x 750.000.000 ) x 50 % = Rp 93.750.000 3. Mini bis ; 25 % x ( 180.000.000 -/- 30.000.000 ) = Rp 37.500.000 4. Truck : 25 % x ( 168.000.000 -/- 28.000.000) = Rp 35..000.000 Rp 291.250.000 Komersial

Page 190: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

190

1. Mercedes Benz : 20 % x 1.200.000.000 x 50 % = Rp 120.000.000 2. BMW : 20 % x 900.000.000 x 50 % = Rp 90.000.000 3. Mini bis : 20 % x 180.000.000 = Rp 36.000.000 4. Truck : 25 % x 168.000.000 = Rp 42.000.000 Rp 288.000.000 Koreksi Fiskal ( Negatif)—Beda Sementara ( Rp 3.250.000 ) b Beda Tetap Fiskal :.................................................................................................... n i h i l Komersial : 1. Mercedes Benz : 20 % x 1.200.000.000 x 50 % = Rp 120.000.000 2. BMW : 20 % x 900.000.000 x 50 % = Rp 90.000.000 Rp 210.000.000 Koreksi Fiskal Positif –Beda Tetap Rp 210.000.000 9. Bahan Bakar dan Perawatan Kendaraan Fiskal : 315.000.000 -/- 50 % x 150.000.000 ................................. Rp 240.000.000 Komersial ;...................................................................................... Rp 315.000.000 Koreksi Fiskal Positif – Beda Tetap Rp 75.000.000 10. Beban Pencemaran Lingkungan Fiskal :................................................................................................ Rp 175.000.000 Komersial :.......................................................................................... Rp 25.000.000 Koreksi Fiskal (Negatif) – Beda Sementara ( Rp 150.000.000) 11. Penyusutan Bangunan Pabrik Fiskal. : 5 % x 750.000.000........................................................... Rp 37.500.000 Komersial : 4 % x 750.000.000 .................................................. Rp 30.000.000 Koreksi Fiskal ( Negatif )--- Beda Sementara ( Rp 7.500.000 ) 12. Penjualan Cicilan Fiskal :............................................................................................... n i h i l Komersial :...................................................................................... . Rp 229.500.000 Koreksi Fiskal (Negatif ) Beda Sementara (Rp 229.500.000) 13. Kerugian Piutang Tak Tertagih Fiskal................................................................................................ ..Rp 20.000.000 Komersial : 50.000.000 -/- ( 28.000.000 -/- 20.000.000) Rp 42.000.000 Koreksi Fiskal Positif—Beda Sementara Rp 22.000.000 Setelah dilakukan koreksi fiskal, maka penghitungan Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut : Laba komersial sebelum PPh .............................................................. Rp 845.375.000 Koreksi-koreksi fiskal : 1. Beda Tetap : a. Amortisasi biaya pendirian Rp 2.400.000 b. Pengembangan produk Rp 12.000.000 c. Laba penjualan saham ( Rp 750.000 ) d. Penyusutan Kendaraan Rp 210.000.000 e. Bahan bakar dan perawatan kendaraan Rp 75.000.000 Total Koreksi Beda Tetap Rp 298.650.000 Rp 1.144.025.000 2. Beda Sementara.

Page 191: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

191

a.Amortisasi biaya pendirian Rp 15.600.000 b. Penyusutan gedung ( Rp 7.720.000 ) c. Pengembangan produk Rp 18.000.000 d. Jaminan purna jual Rp 50.000.000 e.Penyusutan mesin n i h i l f. Perawatan khusus mesin Rp 150.000.000 g. Penyusutan kendaraan ( Rp 3.250.000 ) h.Pencemaran lingkungan ( Rp 150.000.000 ) i. Penyusutan bangunan pabrik ( Rp 7.500.000 ) j.Penjualan cicilan ( Rp 229.500.000 ) k.Kerugian piutang tak tertagih Rp 22.000.000 (Rp 142.370.000 ) Penghasilan Kena Pajak Rp 1.001.655.000 PPh Terutang : 25 % x 1.001.655.000 = Rp 250.413.750 Uraian 2014 2015 Saldo 1. Amortisasi biaya pendirian ( 66.300.000 ) 15.600.000 ( 50.700.000) 2. Penyusutan gedung ( 5.790.000) ( 7.720.000 ) ( 13.510.000 ) 3. Pengembangan produk ( 172.500.000) 18.000.000 ( 154.500.000) 4. Jaminan purna jual 75.000.000 50.000.000 125.000.000 5. Penyusutan mesin ( 140.000.000) n i h i l ( 140.000.000) 6.Perawatan khusus mesin 120.000.000 150.000.000 270.000.000 7.Penyusutan kendaraan ( 41.000.000 ) ( 3.250.000) ( 44.250.000) 8.Pencemaran lingkungan 150.000.000 (150.000.000) n i h i l 9.Peny. bangunan pabrik ( 8.125.000 ) ( 7.500.000) ( 15.625.000) 10.Penjualan cicilan 229.500.000) (229.500.000 ) n i h i l 11.Kerugian piutang tak tertagih 28.000.000 22.000.000 50.000.000 --------------------- ------------------ ------------------- 168.785.000 ( 142.370.000 ) 26.415.000 Beban pajak tangguhan = 25 % x 142.370.000 = 35.592.500

Beban pajak kini = 250.413.750 Total beban pajak 286.006.250.

Jumlah beban pajak ini adalah sama dengan laba komersial ditambah dengan koreksi fikal beda tetap, dikalikan dengan tarif yang berlaku 25 % = ( 845.375.000 + 298.650.000 ) x 25 % = Rp 286.006.250.

Jurnal atas beban tangguhan : Beban Tangguhan Rp35.592.500 Liabilitas Pajak Tangguhan Rp 35.592.500 Laba neto komersial setelah dikurangi beban pajak: Laba komersial sebelum dikenakan PPh = Rp 845.375.000. Beban pajak = Rp 286.006.250 Laba neto setelah dikurangi beban pajak = Rp 659.368.750 .

Page 192: BAB I PENDAHULUAN - Pelayanan Prima, Unggul dalam Mutu

192

DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, Ahmed Riahi : Accounting Theory, London, Academic Press Limited Dodge, Joseph M : The Logic of Tax, St Paul, Minnesota, West Publishing, Co., 1989 Fess, Philip E dan Warren, Carl S : Accounting Principles, Jakarta, Binarupa Aksara 1989 Gunadi : Akuntansi dan Pemeriksaan Pajak, Jakarta, Abdi Tandur, 1999 Gunadi : Akuntansi Pajak, Jakarta, PT Grasindo, 1997 Harahap, Sofyan Safri : Teori Akuntansi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001 Harnanto : Akuntansi Perpajakan, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta Ikatan Akuntan Indonesia : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, IAI, 2014 Kieso, Donald E., Weygant, Jerry Warfield, Terry D., Intermediate Accounting,IFRS Edition John Wiley&Son ,2011 Martani,Dwi ; NPS, Silvia Veronica ; Wardhani,Ratna; Farahmita,Aria; Tanujaya,Edward: Akuntansi Keuangan Menengah,Berbasis PSAK, Salemba Empat,2012 Stice, Earl K., Stice, James D., Skousen, K. Fred : Intermediate Accounting, South Western,

Thomson Learning, Cincinnati, 2004 Republik Indonesia :Undan-Undang KUP dan dan Peraturan Pelaksanaannya. Republik Indonesia : Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya. Republik Indonesia : Undang-Undang PPN BJ dan PPn BM S.R. Soemarso : Akuntansi, Suatu Pengantar, Jakarta, Salemba Empat, 2002.