bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0112061_bab1.pdf ·...

47
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama. Bahasa digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan segala sesuatu ide, gagasan, isi, pikiran, maksud, realitas, dan perasaannya. Bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat tutur ialah bahasa Jawa. Di dalam penggunaan bahasa pastinya mempunyai aturan atau patokan tersendiri. Aturan tersebut dalam struktur bahasa disebut dengan tata bahasa. Tata bahasa dibedakan menjadi lima bagian, yaitu fonologi, morfologi (tata bentuk), sintaksis, semantik, dan wacana. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu (Sumarlam, 2013: 30). Studi mengenai wacana lisan dan wacana tulis disebut sebagai kajian wacana atau analisis wacana. Analisis wacana adalah disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam tindak komunikasi. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs dalam Rani dkk, 2006: 9). Analisis

Upload: vonguyet

Post on 01-Jul-2018

287 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya selalu berhubungan

dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk

berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Hal ini disebabkan

karena bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama. Bahasa digunakan

sebagai sarana untuk mengungkapkan segala sesuatu ide, gagasan, isi, pikiran,

maksud, realitas, dan perasaannya. Bahasa yang sering digunakan oleh

masyarakat tutur ialah bahasa Jawa. Di dalam penggunaan bahasa pastinya

mempunyai aturan atau patokan tersendiri. Aturan tersebut dalam struktur bahasa

disebut dengan tata bahasa. Tata bahasa dibedakan menjadi lima bagian, yaitu

fonologi, morfologi (tata bentuk), sintaksis, semantik, dan wacana.

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan

seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tulis seperti cerpen,

novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi

makna) bersifat koheren, terpadu (Sumarlam, 2013: 30). Studi mengenai wacana

lisan dan wacana tulis disebut sebagai kajian wacana atau analisis wacana.

Analisis wacana adalah disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan

bahasa yang nyata dalam tindak komunikasi. Analisis wacana merupakan suatu

kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah,

baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs dalam Rani dkk, 2006: 9). Analisis

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

2

wacana mempunyai aspek keutuhan wacana yang terbagi dua yaitu kohesi dan

koherensi. Kohesi dalam wacana meliputi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

Kohesi gramatikal terbagi atas empat bagian, yaitu: (1) pengacuan (referensi), (2)

penyulihan (substitusi), (3) pelesapan (elipsis), dan (4) perangkaian (konjungsi).

Selanjutnya, kohesi leksikal meliputi: (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi

(padan kata), (3) antonimi (oposisi makna), (4) kolokasi (sanding kata), (5)

hiponimi (hubungan atas-bawah), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan).

Menurut Tarigan, wacana yang ideal mengandung seperangkat proposisi

yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi.

Selain itu juga dibutuhkan keteraturan atau kerapian susunan yang menimbulkan

rasa koherensi (1987: 70). Kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi)

merupakan unsur hakikat wacana, unsur yang turut menentukan keutuhan wacana

(Tarigan, 1987: 96). Wacana gempilan sejarah yang menjadi objek kajian

penelitian ini merupakan salah satu wacana yang ideal, karena di dalam wacana

tersebut mengandung aspek-aspek yang saling berhubungan, terpadu, dan

menyatu. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek kohesi dan koherensi. Aspek

kohesi dan koherensi tersebut yang ikut menentukan keutuhan suatu wacana.

Contoh data yang mendukung kepaduan wacana yang ditandai dengan

penanda kohesi gramatikal berupa pengacuan persona III dapat dilihat pada data

(33) berikut.

(33) Sedina sadurunge dheweke wafat, salah sijine mitrane sing uga dadi

jurnalis, yaiku Imam Soepardi sing dadi Pemimpin Redaksi mingguan

basa Jawa “Panjebar Semangat” merlokake tinjo neng omahe

Soepratman. (PS/1/10/22/1/06/2013).

‗Sehari sebelum dia meninggal, salah satu temannya yang juga

menjadi seorang jurnalis, yaitu Imam Soepardi yang menjadi

pemimpin redaksi mingguan bahasa Jawa ―Panjebar Semangat‖ perlu

berkunjung ke rumahnya Soepratman.‘

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

3

Tampak pada tuturan (33) terdapat pengacuan pronomina persona III

tunggal bentuk bebas dheweke ‗dia‘ mengacu pada unsur lain yang berada di

dalam tuturan yang disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah

kanan, yaitu mengacu pada Soepratman. Dengan ciri-ciri seperti itu maka

dheweke ‗dia‘ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora, yang

bersifat kataforis melalui satuan lingual berupa pengacuan pronomina persona III

tunggal bentuk bebas.

Selain penanda kohesi gramatikal yang ditunjukkan melalui pengacuan

persona III di atas, penanda kohesi leksikal juga mendukung kepaduan wacana

yang terdapat dalam wacana gempilan sejarah adalah data (261) sebagai berikut.

(261) Kathik ana unen-unen, tumiyunge katresnane biyung iku marang

anak lanang, dene katresnane si bapa tumiyunge marang anak

wadon. (PS/1/10/17/27/04/2013).

‗Sebab ada peribahasa, seorang ibu lebih sayang pada anak laki-

lakinya, sedangkan bapak lebih sayang pada anak perempuannya.‘

Pada tuturan (261) di atas menunjukkan adanya oposisi hubungan antara

kata biyung ‗ibu‘ pada klausa pertama dengan bapa ‗bapak‘ pada klausa kedua.

Kedua satuan lingual tersebut bersifat saling melengkapi, karena kehadiran kata

biyung ‗ibu‘ akan bermakna jika dilengkapi dengan kata bapa ‗bapak‘. Selain

data (261) di atas, dalam wacana gempilan sejarah juga ditemukan penanda

koherensi berupa simpulan yang mendukung terjadinya kekoherensian wacana.

Berikut contoh penanda koherensi berupa simpulan tersebut bisa dilihat

pada data (295) berikut.

(295) Dadi jurnalis, ora mung akeh tepungane bae, ning uga bisa mlebu

metu ngendi-endi papan, nganakake sesambungan karo sapa bae.

(PS/2/10/18/4/05/2013).

‗Menjadi jurnalis, tidak hanya banyak kenalan saja, tetapi juga bisa

keluar masuk mana saja, mengadakan hubungan dengan siapa saja.‘

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

4

Koherensi dadi ‗menjadi‘ pada tuturan (295) menunjukkan hubungan

penyimpulan, karena satuan lingual tersebut berfungsi untuk memberikan

keterangan hasil atau penyimpulan dari ora mung akeh tepungane bae, ning uga

bisa mlebu metu ngendi-endi papan, nganakake sesambungan karo sapa bae

‗tidak hanya banyak kenalan saja, tetapi juga bisa keluar masuk mana saja,

mengadakan hubungan dengan siapa saja‘. Kata dadi ‗jadi‘ pada tuturan (295) di

atas memberikan kepaduan wacana sehingga wacana menjadi koheren.

Wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan yang menjadi objek kajian penelitian ini merupakan karya Soebagijo I.

N. Soebagijo Ilham Notodidjojo lahir di Blitar pada 5 Juli 1924. Ia dikenal

sebagai wartawan penulis biografi dan perjalanan sejumlah tokoh nasional.

Biografi pertama yang ia tulis ialah mengenai Nyoman Idayu, ibunda Bung

Karno, Pengoekir Djiwa Soekarno (1949). Ia juga menulis biografi Bung Karno

dalam bahasa Jawa, Boeng Karno saka Soekamiskin tekan Istana Merdeka

(cetakan ke-5, 1960). Buku lainnya kebanyakan mengenai pers, misalnya Lima

Windu Antara, Sejarah dan Perjuangannya (1978), atau biografi singkat para

pelopor pers nasional, Jagat Wartawan Indonesia (1981), yang pernah diresensi di

harian Asahi Shimbun, Tokyo, edisi 23 Juli 1981.

(Budimanshartoyo.wordpress.com).

Sejak tahun 1950-an, Soebagijo I. N. terkenal sebagai penulis kisah serial

di majalah Minggoe Pagi, Yogyakarta. Selain menggunakan nama asli, Pak

Bagijo juga menggunakan nama samaran, seperti Pak SIN, Haji SIN, Satrio

Wibowo, Anggajali, Damajanti, dan Endang Moerdiningsih. Sejumlah media

yang memuat tulisan Soebagijo I.N., baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

5

Jawa, antara lain, Menara Merdeka (Kediri), Djaja Baja, Soerabaja Post, Soeara

Oemoem (Surabaya), Kedaulatan Rakyat, Nasional, Mekarsari, Minggu Pagi

(Yogyakarta), Suara Merdeka (Semarang), Kompas, Berita Buana, Warna Sari

(Jakarta), Panjebar Semangat. (Budimanshartoyo.wordpress.com diakses Senin,

29-02-2016 11.03 WIB).

Panjebar Semangat adalah majalah mingguan berbahasa Jawa yang terbit

di Surabaya. Majalah ini pertama kali terbit pada 2 September 1933. Panjebar

Semangat didirikan oleh Dr. Soetomo, tokoh pendiri Budi Utomo, sebagai salah

satu media yang digunakan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.

(Wikipedia.org diakses Senin, 29-02-2016 09.47 WIB). Majalah Panjebar

Semangat ini memuat berbagai kolom wacana, yaitu; Gempilan Sejarah, Cerita

Rakyat, Layang saka warga, Pangudarasa, Sariwarta, Pethilan, Guntingan PS 10

taun kepungkur, Yok apa rek kabare... Surabaya, Olahraga, Obrolan

Banyumasan dan Rujak Cingur, Cerkak (cerita cekak), Padhalangan, Kok Rena-

rena, Pitakon dan Jawaban Kawruh Agama Islam, Kasarasan, Apa Tumon,

Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman

Prapatan PS.

Bertepatan dengan usianya yang ke-80, majalah Panjebar Semangat

memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia sebagai majalah berbahasa Jawa

tertua di Indonesia. Penghargaan itu diberikan oleh Senior Manager MURI Paulus

Pangka di Rumah Makan Taman Sari, Surabaya, Senin malam, 2 September 2013.

"Majalah ini konsisten menjaga kearifan lokal sejak 1933," kata Paulus dalam

sambutannya. Sabtu Wage, 2 September 1933, Panjebar Semangat pertama kali

diterbitkan oleh dr Soetomo yang juga pendiri organisasi Boedi Oetomo.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

6

Penerbitan pertama ini masih berbentuk tabloid serba-sederhana. Dr Soetomo,

yang dibantu oleh wartawan Imam Soepardi, kala itu hanya bermodal nekat.

Majalah ini digunakan untuk mengobarkan semangat merebut kemerdekaan. Alih-

alih memakai bahasa Indonesia yang baru dideklarasikan pada 1928, Panjebar

Semangat justru eksis dengan bahasa Jawa hingga sekarang. Panjebar Semangat

bahkan menjadi satu-satunya majalah yang dianugerahi rekor MURI sebagai

majalah tertua. (Tempo.co/read/news/2013/09/03/ diakses Senin, 29-02-2016

09.52 WIB).

Wacana gempilan sejarah merupakan salah satu wacana yang terdapat di

dalam majalah Panjebar Semangat pada halaman 9 dan 10. Wacana Gempilan

Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I.

N. ini berisi tentang kisah perjalanan seorang tokoh komponis yaitu kisah WR.

Soepratman. Wacana ini tersusun dalam kalimat-kalimat berbahasa Jawa.

Llamzon (dalam Sumarlam, 2013: 37), menyebutkan wacana ada yang bersifat

naratif, prosedural, hortatorik, ekspositorik, dan deskriptif. Berdasarkan klasifikasi

tersebut, wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat digolongkan

ke dalam wacana naratif/narasi.

Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam

narasi terdapat unsur-unsur cerita yang penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan

peristiwa. Dalam wacana narasi harus ada unsur waktu, bahkan unsur pergeseran

waktu itu sangat penting. Unsur pelaku atau tokoh merupakan pokok yang

dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang dialami oleh sang

pelaku (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006: 37).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

7

Penelitian yang sudah pernah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

wacana serta memiliki hubungan dengan penelitian ini, antara lain:

―Analisis Wacana Obrolan Rujak Cingur dan Warung Tegal dalam

Majalah Panjebar Semangat (Suatu Tinjauan Kohesi)‖ oleh Marningsih (2009),

penelitian ini membahas tentang penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal

serta kekhasan obrolan rujak cingur dan warung tegal dalam majalah Panjebar

Semangat.

Skripsi yang berjudul ―Wacana Glanggang Remaja Rubrik Tekno dalam

Majalah Panjebar Semangat (Kajian Kohesi dan Koherensi)‖ oleh Siti Marfuah

Nur Khasanah Ariyani (2010), skripsi ini membahas mengenai kohesi dan

koherensi serta karakakteristik wacana glanggang remaja rubrik tekno dalam

majalah Panjebar Semangat.

Penelitian yang berjudul ―Kohesi dan Koherensi antarkalimat dalam

wacana berita di majalah Panjebar Semangat‖ oleh Hany Uswatun Nisa (2011),

penelitian ini mendeskripsikan mengenai kohesi dan koherensi antarkalimat dalam

wacana berita di majalah Panjebar Semangat. Dengan melihat penelitian Hany

Uswatun Nisa, terutama pada kajian pustakanya dapat dijadikan masukan pada

penelitian ini untuk meneliti sarana kohesi dan koherensi.

Penelitian tentang kohesi dan koherensi juga pernah dilakukan oleh Puji

Utami (2012) dalam skripsinya yang berjudul ―Wacana Novel Jaring

Kalamangga Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)‖,

skripsi ini membahas tentang analisis terhadap novel Jaring Kalamangga karya

Suparto Brata yang dikaji dari segi kohesi dan koherensi. Dari hasil penelitian

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

8

Puji Utami, yang dijadikan masukan pada penelitian ini adalah pembahasan

mengenai hasil analisis sarana kohesi dan koherensi wacana.

Dyah Kartika Sari (2013) meneliti tentang kohesi dan koherensi dalam

penelitiannya yang berjudul ―Wacana Hortatorik Rubrik Sumber Semangat pada

Majalah Panjebar Semangat (Kajian Kohesi dan Koherensi)‖. Penelitian ini

membahas tentang kohesi dan koherensi serta kekhasan wacana rubrik Sumber

Semangat majalah Panjebar Semangat.

Pada tahun 2014, Putri Herwinda Anggun Tyas menulis skripsi yang

berjudul ―Wacana Deskriptif Rubrik Klik dalam Majalah Panjebar Semangat

(Kajian Kohesi dan Koherensi)‖, skripsi ini membahas mengenai penanda kohesi

dan koherensi serta kekhasan wacana deskriptif yang terdapat pada wacana rubrik

Klik. Pada metode analisis yang digunakan adalah metode distribusional dan

metode padan. Dengan melihat metode yang digunakan dapat dijadikan masukan

bagi peneliti ini untuk menganalisis data dalam mengkaji sarana kohesi dan

koherensi wacana gempilan sejarah.

Persamaan keenam penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-

sama mengkaji mengenai sarana keutuhan wacana, sedangkan perbedaannya

terletak pada objek kajian serta penanda yang ditemukan. Adapun yang penulis

tekankan pada penelitian ini adalah penulis menganalisis penanda kohesi

gramatikal, kohesi leksikal, dan penanda koherensi wacana Gempilan Sejarah:

Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam

majalah Panjebar Semangat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

melengkapi penelitian sebelumnya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

9

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan di atas, penelitian

terhadap penanda kohesi dan koherensi wacana Gempilan Sejarah: Sang

Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam

majalah Panjebar Semangat belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong penulis

untuk mengkaji wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan

ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat. Alasan

penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat

menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar. Hal ini sesuai dengan objek

penelitian penulis, terutama yang berkaitan dengan kohesi dan koherensi yang

terdapat pada wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora

Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar

Semangat.

2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pesan, isi serta makna wacana

Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan

karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat.

3. Wacana ini mempunyai kelebihan/manfaat, terutama sebagai sarana

pendidikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Dengan adanya

wacana gempilan sejarah ini, membantu para pembaca untuk mengingat

kembali mengenai suatu peristiwa yang terjadi di zaman sejarah. Selain itu

wacana ini juga membantu pembaca untuk mengetahui sekilas cerita sejarah,

terutama mengenai tokoh-tokoh nasional.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

10

4. Di dalam wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan

ing Katresnan karya Soebagijo I. N. ini banyak ditemukan variasi

penggunaan penanda kohesi dan koherensi yang mendukung keterkaitan serta

kepaduan bentuk dan makna. Hal ini menunjukkan bahwa wacana gempilan

sejarah mempunyai tingkat kekohesifan dan kekoherensian yang tinggi.

Adapun judul penelitian ini yaitu Penanda Kohesi dan Koherensi Wacana

Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan Karya

Soebagijo I. N. dalam Majalah Panjebar Semangat.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian tidak meluas, maka

perlu dijelaskan batas objek kajiannya. Wacana Gempilan Sejarah: Sang

Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam

majalah Panjebar Semangat dapat dikaji dari beberapa aspek seperti penggunaan

bahasa, wacana, stilistika, sintaksis maupun morfologi, maka penelitian ini perlu

dilakukan pembatasan masalah.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah penanda kohesi

dan koherensi yang terdapat pada wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing

Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar

Semangat (Edisi 27 April 2013 – 15 Juni 2013).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka

masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penanda kohesi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing

Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

11

Semangat? (Masalah ini dikaji untuk mendeskripsikan bentuk penanda kohesi

wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat yang

berupa kohesi gramatikal (pengacuan, penyulihan, pelesapan, dan perangkaian)

dan kohesi leksikal (repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan

ekuivalensi).

2. Bagaimanakah penanda koherensi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis

sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah

Panjebar Semangat? (Masalah ini dikaji untuk mendeskripsikan makna

penanda koherensi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora

Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar

Semangat yang berupa penekanan, simpulan, dan contoh).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian penanda kohesi dan koherensi wacana Gempilan

Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I.

N. dalam majalah Panjebar Semangat ini adalah:

1. Mendeskripsikan penanda kohesi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis

sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah

Panjebar Semangat.

2. Mendeskripsikan penanda koherensi wacana Gempilan Sejarah: Sang

Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam

majalah Panjebar Semangat.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

12

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat

teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan

yang bermanfaat bagi teori-teori linguistik, khususnya teori yang berkaitan

dengan analisis wacana berbahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam

memahami isi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora

Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar

Semangat. Selain itu agar pembaca dapat mengetahui penanda kohesi dan

koherensi wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan karya Soebagijo I.N. dalam majalah Panjebar Semangat, dapat

menambah koleksi penelitian yang sudah ada serta dapat dijadikan model

penelitian selanjutnya.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan

seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tulis seperti cerpen,

novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya

(dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari

segi makna) bersifat koheren, terpadu (Sumarlam, 2013: 30). Selanjutnya,

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

13

menurut Poerwadarminta (1976: 1144) dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia, wacana adalah 1 ucapan; percakapan; 2 kuliah.

Harimurti Kridalaksana dalam Kamus Linguitik (2008: 259)

menyatakan bahwa wacana (discourse): satuan bahasa terlengkap, dalam

hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri

ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang

lengkap; teks dalam wacana.

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di

atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara

lisan atau tertulis (Tarigan, 1987: 27).

Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan

paling lengkap. Satuan pendukungnya meliputi fonem, morfem, kata, klausa,

kalimat, paragraf, hingga karangan utuh (Mulyana, 2005: 1). Wacana yang

utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang

terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud, antara lain, adalah kohesi,

koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan

aspek semantis (Mulyana, 2005: 25).

Eriyanto dalam buku berjudul Analisis Wacana: Pengantar Analisis

Teks Media (2006: 3 dan 6) menyatakankan wacana sebagai berikut. Wacana

adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat; atau wacana adalah suatu

upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang

mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan di antaranya

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

14

dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran

mengikuti struktur makna dari sang pembicara.

Wacana merupakan tataran tertinggi dalam hierarki kebahasaan.

Pembicaraan tentang wacana tidak akan terlepas dari masalah kekohesifan

karena kohesi merupakan bagian dari sebuah wacana. Sebagai sebuah tuturan

tataran tertinggi, wacana bukanlah suatu satuan bahasa yang merupakan

susunan kalimat semata, melainkan suatu susunan satuan bahasa yang

berkesinambungan dan membentuk suatu kepaduan (Indiyastini, 2001: 81).

Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuk

makna yang serasi di antara kalimat itu (Moeliono, 1988: 34). Ditinjau dari

posisinya dalam tataran kebahasaan, wacana merupakan wujud pemakaian

bahasa yang berada di atas tataran kalimat. Jika ditinjau dari keutuhannya,

wacana merupakan satuan kebahasaan (satuan lingual) terlengkap yang

menyatakan gagasan yang utuh (Sumadi, 2004: 61). Banyak dan berbagai

macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak

definisi dan yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana

adalah satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer, 1994: 267).

Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, tertinggi, dan terbesar di atas

kalimat atau klausa, yang dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir

bersifat kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya

bersifat koheren, yang disampaikan secara lisan (pidato, ceramah, khotbah,

dialog, pambiwara, tembang bahasa Jawa, siaran berita berbahasa Jawa, dan

tuturan dalam rekaman) maupun secara tulis (cerkak ‗cerpen‘, cerbung ‗cerita

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

15

sambung‘, novel, artikel, wacana gempilan sejarah, buku-buku teks, surat,

majalah, koran, dan dokumen tertulis seperti; skripsi, tesis, dan disertasi).

2. Jenis-Jenis Wacana

Wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan cara penyusunan, isi, dan

sifatnya. Misalnya Llamzon (1984) dalam Sumarlam (2013: 37), menyebutkan

wacana ada yang bersifat naratif, prosedural, hortatorik, ekspositorik, dan

deskriptif. Berdasarkan klasifikasi tersebut, wacana Gempilan Sejarah: Sang

Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam

majalah Panjebar Semangat digolongkan ke dalam wacana naratif/narasi.

Digolongkan ke dalam wacana narasi karena wacana tersebut berisi

rangkaian tuturan yang menceritakan suatu kisah atau peristiwa melalui

penonjolan tokoh (WR. Soepratman sebagai pelaku), yang dituturkan oleh

orang ketiga (Soebagijo I.N. selaku pengarang karya tersebut) dalam waktu

tertentu, dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis, dengan tujuan

menambah dan memperluas wawasan pembaca atau pendengar.

Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau

menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh atau pelaku

(orang pertama atau ketiga) dengan maksud memperluas pengetahuan

pendengar atau pembaca (Llamzon dalam Sumarlam (2013: 37). Mulyana

dalam buku Kajian Wacana (2005: 48) menyatakan bahwa, wacana naratif

adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu

kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting

sering diberi tekanan atau diulang.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

16

Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal (Chaer,

1994: 272). Sumarlam dalam Teori dan Praktik Analisis Wacana (2013: 30),

mendefinisikan wacana narasi sebagai berikut. Wacana narasi atau wacana

penceritaan, disebut juga wacana penuturan ialah wacana yang mementingkan

urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu

tertentu. Wacana narasi berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat

secara kronologis.

Wacana narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya

adalah tindakan yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang

terjadi dalam kesatuan waktu; atau suatu bentuk wacana yang berusaha

menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu

peristiwa yang telah terjadi (Widada, 2001: 28).

Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam

narasi terdapat unsur-unsur cerita yang penting misalnya unsur waktu, pelaku,

dan peristiwa. Dalam wacana narasi harus ada unsur waktu, bahkan unsur

pergeseran waktu itu sangat penting. Unsur pelaku atau tokoh merupakan

pokok yang dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang

dialami oleh sang pelaku (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006:

37).

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

wacana narasi ialah suatu wacana yang berisi rangkaian cerita (waktu, pelaku,

peristiwa) yang bersifat menceritakan sesuatu kisah atau topik dengan tujuan

menambah dan memperluas wawasan pembaca atau pendengar.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

17

3. Kohesi

Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan

unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau

koheren (Moeliono, 1988: 343). Kohesi merupakan salah satu konsep ikatan di

dalam proses penyusunan karangan atau tulisan sebagai suatu wacana

(Wedhawati et.al., 2007: 12 dalam Sumadi, 2010: 36). Kohesi berkenaan

dengan hubungan bentuk antara bagian wacana yang satu dengan bagian

wacana yang lain (Baryadi, 2001: 10).

Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh

pengguna unsur bahasa (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006: 88).

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

struktural membentuk ikatan sintaktikal. Konsep kohesi pada dasarnya

mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau

kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan

secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam aspek internal

struktur wacana (Mulyana, 2005: 26). Kohesi merupakan keserasian hubungan

antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta

pengertian yang padu (Indiyastini, 2001: 82). Menurut Sumadi (2004: 62)

kohesi adalah perpautan bentuk antara kalimat-kalimat yang membangun

keutuhan (kekohesifan) wacana.

Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan

demikian jelaslah bagi kita bahwa kohesi merupakan organisasi sintaktik,

merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk

menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Hal ini berarti pula bahwa kohesi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

18

adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah wacana baik dalam strata

gramatikal maupun strata leksikal tertentu (Gutwinsky dalam Tarigan, 1987:

96).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, kohesi adalah

keserasian hubungan bentuk atau struktur lahir suatu wacana. Kohesi wacana

dapat dibagi menjadi dua, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

a. Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal adalah perpaduan bentuk antara kalimat-kalimat

yang diwujudkan dalam sistem gramatikal (Indiyastini, 2001: 83). Menurut

Baryadi (2001: 10) kohesi gramatikal ialah keterkaitan gramatikal antara

bagian-bagian wacana. Selanjutnya, Sumadi menyatakan bahwa kohesi

gramatikal adalah perpautan bentuk antara kalimat-kalimat yang

diwujudkan dalam sistem gramatikal (2004: 62). Dalam analisis wacana,

segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana

(Sumarlam, 2013: 40). Aspek gramatikal atau kohesi gramatikal wacana

meliputi: (1) pengacuan (referensi), (2) penyulihan (substitusi), (3)

pelesapan (elipsis), dan (4) perangkaian (konjungsi). Berikut ini adalah

penjelasan keempat kohesi gramatikal tersebut.

1) Pengacuan (Referensi)

Secara tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dengan

benda orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya (Mulyana,

2005: 15). Penunjukan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi

gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan

lingual yang mendahului atau mengikuti (Baryadi, 2001: 10). Menurut

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

19

Kridalaksana (2008: 208) referensi ialah hubungan antar referen (unsur

luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa) dengan lambang yang

dipakai untuk mewakilinya. Selanjutnya, Sumarlam dalam Teori dan

Praktik Analisis Wacana (2013: 41) menyatakan bahwa pengacuan atau

referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan

lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan)

yang mendahului atau mengikuti.

Berdasarkan tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi dua yaitu:

(1) pengacuan endofora (satuan lingual yang diacu berada di dalam teks

wacana), dan (2) pengacuan eksofora (satuan lingual yang diacu berada

di luar teks wacana). Pengacuan endofora berdasarkan arah

pengacuannya terbagi menjadi: (1) pengacuan anaforis (mengacu pada

unsur yang telah disebut terdahulu) dan (2) pengacuan kataforis

(mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian atau antesedennya

berada di sebelah kanan).

Jenis kohesi gramatikal pengacuan diklasifikasikan menjadi tiga

macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan

(3) pengacuan komparatif. Ketiga macam pengacuan itu akan diuraikan

sebagai berikut.

1.1 Pengacuan Persona

Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona

(kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua

(persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak

(Sumarlam, 2013: 42). Pronomina persona adalah pronomina yang

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

20

mengacu pada manusia. Pronomina persona dapat mengacu pada diri

sendiri (pronomina persona pertama), orang yang diajak bicara

(pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang

dibicarakan (pronomina persona ketiga) (Wedhawati, et al. 2001:

236 dalam Indiyastini, 2006: 39). Pronomina persona sebagai

pembentuk kekohesifan paragraf itu dapat direalisasikan dalam

bentuk bebas ataupun bentuk terikat (Indiyastini, 2006: 39).

Bagan 1

Klasifikasi Pengacuan Pronomina Persona

Data (6) di bawah merupakan contoh pengacuan persona

yang terdapat dalam penelitian.

(6) Iya aku dhewe iki, sing miturut ngendikane Ibuku, lair ing

kampung Kentadhan, Tulungagung. (PS/3/9/17/27/04/2013).

‗Ya saya sendiri ini, yang menurut Ibuku, lahir di desa

Kentadhan, Tulungagung.‘

Tampak pada tuturan (6) terdapat pronomina persona I

tunggal bentuk bebas aku ‗saya‘ mengacu pada unsur lain yang

berada di luar wacana gempilan sejarah, yaitu mengacu pada

PERSONA

I

tg : aku, kula, kawula, dalem, ingsun

terikat lekat kiri : dak-/tak-

lekat kanan : -ku jm : aku kabeh, kula sedaya, awake

dhewe

II

tg : kowe, sampeyan, panjenengan, sliramu

terikat lekat kiri : kok-/ko-

lekat kanan : -mu jm : kowe kabeh, sampeyan kabeh,

panjenengan sedaya

III

tg : dheweke/dheke, piyambakipun, panjenenganipun

terikat lekat kiri : dipun-

lekat kanan : -e/-ne, -ipun/-nipun jm : dheweke kabeh/dheke kabeh,

piyambakipun sedaya, panjenenganipun sedaya

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

21

pengarang ‗Soebagijo I.N.‘ ini merupakan kohesi gramatikal

pengacuan eksofora.

1.2 Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demontratif waktu

(temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional)

(Sumarlam, 2013: 44).

Bagan 2

Klasifikasi Pengacuan Pronomina Demonstratif

Data yang menunjukkan pengacuan demonstratif tempat

tampak pada data (65) berikut:

(65) Ning, bareng mlebu sekolah ing HIS (Hollands Inlandse

School), Sek. Dasar 7 taun mawa wulangan basa Landa, ing

Blitar, anggone ndaftarake, lair ing Blitar.

(PS/3/9/17/27/04/2013).

‗Tapi, setelah masuk sekolah di HIS (Hollands Inlandse

School), Sek. Dasar 7 tahun menggunakan pelajaran bahasa

Belanda, di Blitar, mendaftarkan, lahir di Blitar.‘

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

22

Data (65) di atas terlihat adanya pronomina demonstratif

tempat menunjuk secara eksplisit pada nama kota yaitu kota Blitar.

1.3 Pengacuan Komparatif (Perbandingan)

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis

kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih

yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud,

sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam, 2013: 46).

Kata-kata yang biasa digunakan misalnya lir, kaya, kadya, kadi, kadi

dene, lir pendah, prasasat, padha karo, beda karo.

Tuturan yang mengandung penanda kohesi berupa pengacuan

komparatif adalah data (77) berikut.

(77) Mung bae, dhek samana sajake peraturan isih durung keras

kaya saiki. (PS/3/9/17/27/04/2013).

‗Hanya saja, peraturan zaman dulu masih belum keras seperti

sekarang.‘

Satuan lingual kaya ‗seperti‘ pada tuturan (77) merupakan

pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara

peraturan zaman dulu dengan sekarang.

2) Penyulihan (Substitusi)

Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh

unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur

pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana,

2008: 229). Menurut Mulyana, substitusi (penggantian) adalah proses

dan hasil peggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang

lebih besar (2005: 28).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

23

Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal

yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut)

dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur

pembeda. Selain mendukung kepaduan wacana, substitusi juga berfungsi

untuk (1) menghadirkan variasi bentuk, (2) menciptakan dinamisasi

narasi, (3) menghilangkan kemonotonan, serta (4) memperoleh unsur

pembeda. Berdasarkan satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi

empat yaitu sebagai berikut (Sumarlam, 2013: 47-49).

a) Substitusi nominal, adalah penggantian satuan lingual yang

berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang

juga berkategori nomina.

b) Substitusi verbal, ialah penggantian satuan lingual yang berkategori

verba (kata kerja) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori

verba.

c) Substitusi frasal, merupakan penggantian satuan lingual tertentu

yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang

berupa frasa.

d) Substitusi klausal, yaitu penggantian satuan lingual tertentu yang

berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang

berupa kata atau frasa.

Data yang menunjukkan salah satu jenis substitusi tampak pada

data (92) berikut.

(92) Krungu andharan mitrane mau katon praupane Soepratman dadi

sumringah, seger, bungah. Imam Soepardi dhewe babarpisan uga

ora ngira yen pertemuane kuwi mau mujudake pertemuan sing

pungkasan karo komponis agung kuwi. (PS/1/10/22/1/16/2013).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

24

‗Mendengar penjelasan sahabatnya tadi terlihat wajahnya

Soepratman menjadi bersemangat, segar, senang. Imam Soepardi

sendiri sama sekali juga tidak menyangka jika pertemuan tersebut

merupakan mewujudkan pertemuan yang terakhir dengan

komponis besar itu.‘

Wacana (92) di atas terdapat substitusi nominal terlihat pada kata

Soepratman ‗Soepratman‘ yang disubstitusi dengan frasa komponis

agung ‗komponis besar‘. Substitusi tersebut berfungsi memunculkan

variasi bentuk untuk memperoleh unsur pembeda.

3) Pelesapan (Elipsis)

Elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah proses penghilangan kata

atau satuan-satuan kebahasaan lain (Mulyana, 2005: 28). Kridalaksana

dalam Kamus Linguistik (2008: 57) mengatakan bahwa elipsis adalah

peniadaan kata atau satuan lain yang ujud asalnya dapat diramalkan dari

konteks bahasa atau konteks luar bahasa. Menurut Abdul Chaer (1994:

270) elipsis yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat

kalimat yang lain. Selanjutnya, Sumarlam dalam Teori dan Praktik

Analisis Wacana (2013: 49) mendefinisikan pelesapan (elipsis) adalah

salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau

pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya.

Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan, dapat berupa kata, frasa,

klausa, atau kalimat.

Pelesapan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

pelesapan (zero) konstituen tertentu yang telah disebutkan (Baryadi,

2001: 12). Elipsis dapat pula dikatakan penggantian nol (zero); sesuatu

yang ada tetapi tidak diucapkan atau tidak dituliskan. Hal ini dilakukan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

25

demi kepraktisan. Elipsis pun dapat pula dibedakan atas elipsis nominal,

elipsis verbal, elipsis klausal (Tarigan, 1987: 101). Adapun fungsi

pelesapan dalam wacana antara lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat

yang efektif (untuk efektivitas kalimat), (2) efisiensi, yaitu untuk

mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek

kepaduan wacana, (4) bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk

mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam

satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam

berkomunikasi secara lisan (Sumarlam, 2013: 50).

Contoh elipsis dapat dilihat pada data (114) sebagai berikut.

(114) Sing disebut koran Tionghoa-Melayu kuwi, anane dhek jaman

penjajahan Landa mbiyen; Ø migunakake basa Melayu pasaran,

dudu basa Indonesia. (PS/3/9/18/4/05/2013).

‗Yang disebut koran Tionghoa-Melayu itu, adanya waktu zaman

penjajahan Belanda dulu, Ø menggunakan bahasa Melayu pasaran,

bukan bahasa Indonesia.‘

Terlihat pada tuturan (114) di atas, dapat diketahui adanya

pelesapan yaitu satuan lingual koran Tionghoa-Melayu yang dilesapkan.

Analisis wacana yang dilesapkan bisa ditandai dengan konstituen nol

atau zero (dengan lambang Ø pada tempat terjadinya pelesapan).

4) Perangkaian (Konjungsi)

Perangkaian adalah kohesi gramatikal yang berwujud konjungsi

(Baryadi, 2001: 12). Konjungsi yakni alat untuk menghubung-hubungkan

bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf

(Chaer, 1994: 269). Konjungsi adalah yang dipergunakan untuk

menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan

klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

26

(Kridalaksana, 1984: 105 dalam Tarigan, 1987: 101). Konjungsi

merupakan kata perangkai yang menghubungkan antara kalimat satu

dengan kalimat yang lainnya (Syamsuddin, 1998: 80) (dalam

rafikoh.blogspot.com. diakses Jumat, 11-12-2015 04.00 WIB).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa

konjungsi merupakan jenis kohesi gramatikal yang berwujud kata

perangkai yang menghubungkan satuan lingual satu dengan satuan

lingual lain dalam wacana.

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang

dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur

yang lain dalam wacana. Dilihat dari segi maknanya, perangkaian unsur

dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Makna

perangkaian beserta konjungsi antara lain sebagai berikut (Sumarlam,

2013: 52).

a) Sebab-akibat (kausalitas): sebab ‗sebab‘, awit, jalaran, amarga

‗karena‘, mula ‗maka‘, mulane ‗makanya‘

b) Pertentangan : nanging ‗tetapi, namun‘

c) Kelebihan (eksesif) : malah ‗malah‘

d) Perkecualian (ekseptif) : kajaba, kajawi ‗kecuali‘

e) Konsesif : nadyan ‗walaupun‘, sanadyan ‗meskipun‘

f) Tujuan : supaya, supados, amrih ‗agar, supaya‘

g) Penambahan (aditif) : lan ‗dan‘, uga ‗juga‘, ugi ‗juga‘, sarta

‗serta‘

h) Pilihan (alternatif) : utawa, utawi ‗atau‘, apa, menapa ‗apa‘

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

27

i) Harapan (optatif) : muga-muga, mugi-mugi ‗semoga‘

j) Urutan (sekuensial) : banjur ‗lalu‘, terus ‗terus‘, lajeng

‗kemudian‘

k) Perlawanan : kosok baline, sewalike ‗sebaliknya‘

l) Waktu (temporal) : bubar, sawise ‗setelah, sesudah, usai,

selesai‘, sadurunge ‗sebelumnya‘

m) Syarat : yen, manawa (mangkono) ‗apabila, jika

(demikian)‘

n) Cara : kanthi (cara) mangkono ‗dengan (cara)

begitu‘

o) Makna lainnya : (yang ditemukan dalam tuturan)

Data yang menunjukkan konjungsi yang berupa sebab-akibat

(kausalitas) tampak pada data (128) berikut.

(128) Dijenengake Wage, laras karo adat Jawa (dhek samana), merga

laire pas pasaran Wage. (PS/1/10/17/27/04/2013).

‗Dinamakan Wage, serasi dengan adat Jawa (zaman dulu), karena

lahirnya bertepatan dengan pasaran Wage.‘

Konjungsi merga ‗karena‘ pada tuturan (128) di atas, menyatakan

hubungan sebab-akibat antara klausa laire pas pasaran Wage ‗lahirnya

bertepatan dengan pasaran Wage‘ sebagai sebab, dengan klausa

Dijenengake Wage, laras karo adat Jawa (dhek samana) ‗Dinamakan

Wage, serasi dengan adat Jawa (zaman dulu)‘ sebagai akibat.

b. Kohesi Leksikal

Kohesi Leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal

antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara

kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal diantaranya ialah untuk

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

28

mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan

keindahan bahasa lainnya (Mulyana, 2005: 29). Kohesi leksikal merupakan

perpautan bentuk antara kalimat-kalimat yang diwujudkan dalam sistem

leksikal (Sumadi, 2004: 62). Menurut Tarigan dalam Pengajaran Wacana

(1987: 102), kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang

serasi. Baryadi (2001: 10) menyatakan bahwa kohesi leksikal adalah

keterkaitan leksikal antara bagian-bagian wacana. Selanjutnya, Sumarlam

dalam buku yang berjudul Teori dan Praktik Analisis Wacana (2013: 55),

mendefinisikan kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana

secara semantis.

Kohesi leksikal dalam wacana dapat diklasifikasikan menjadi enam

macam yaitu (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan kata), (3)

antonimi (oposisi makna), (4) kolokasi (sanding kata), (5) hiponimi

(hubungan atas-bawah), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan) (Sumarlam,

2013: 55 lihat pula Tarigan, 1987: 102). Berikut penjelasan keenam kohesi

leksikal tersebut.

1) Repetisi (Pengulangan)

Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk

mempertahankan hubungan kohesif antarkalimat (Abdul Rani, Bustanul

Arifin, dan Martutik, 2006: 130). Repetisi sebagai jenis kohesi leksikal

adalah pengulangan atau penyebutan ulang konstituen pada kalimat-

kalimat pembangun wacana, yang berfungsi sebagai pembentuk keutuhan

atau kekohesifan wacana itu (Sumadi, 2004: 68). Repetisi berarti salah

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

29

satu jenis kohesi leksikal yang berupa pengulangan satuan lingual yang

dianggap penting secara berturut-turut dalam sebuah konstruksi.

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata,

kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan

dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual

yang diulang, repetisi dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yaitu

repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,

epanalepsis, anadiplosis, dan repetisi utuh/penuh. Berikut penjelasan

mengenai kesembilan jenis repetisi tersebut (Sumarlam, 2013: 55-60).

a) Repetisi epizeuksis, ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang

dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

b) Repetisi tautotes, adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata)

beberapa kali dalam sebuah konstruksi.

c) Repetisi anafora, merupakan pengulangan satuan lingual berupa kata

atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

d) Repetisi epistrofa, yaitu pengulangan satuan lingual kata/frasa pada

akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara

berturut-turut.

e) Repetisi simploke, ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan

akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut.

f) Repetisi mesodiplosis, adalah pengulangan satuan lingual di tengah-

tengah baris atau kalimat berturut-turut.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

30

g) Repetisi epanalepsis, merupakan pengulangan satuan lingual, yang

kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan

kata/frasa pertama.

h) Repetisi anadiplosis, yaitu pengulangan satuan lingual kata/frasa

terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada

baris/kalimat berikutnya.

i) Repetisi utuh/penuh, ialah pengulangan satuan lingual secara atau

secara penuh.

Berikut ini data yang menunjukkan salah satu jenis repetisi

terdapat dalam data (215) berikut.

(215) Sing bakal nyanyekake, sawijining kenya, udakara umur 15

taunan. Karuwan bae, para hadirin padha kaget sajak gawok,

kepengin weruh sapa baya kenya sing wani ngumandhangake

“Indonesia Raya” iki ing ndalem tetembungan.

(PS/3/9/20/18/05/2013).

‗Yang akan menyanyikan, salah satu gadis, kurang lebih berumur

15 tahun. Tentu saja, para hadirin terkejut agak keheranan, ingin

tahu siapa gadis yang berani menyanyikan ―Indonesia Raya‖ ini

yang dalam nyanyian.‘

Data (215) terdapat repetisi epizeuksis yaitu satuan lingual kenya

‗gadis‘ yang diulang secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya

satuan lingual tersebut dalam konteks tuturan itu.

2) Sinonimi (Padan Kata)

Sinonimi atau sinonim adalah hubungan semantik yang

menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan

satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994: 297). Sinonimi adalah kohesi

leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen

yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2001: 14). Sinonimi

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

31

sebagai pembentuk kekohesifan wacana ditunjukkan oleh adanya

hubungan antara konstituen-konstituen yang sama atau mirip maknanya

dengan bentuk berbeda yang terdapat pada kalimat-kalimat pembangun

wacana itu (Sumadi, 2004: 65).

Kridalaksana dalam Kamus Linguistik menyatakan bahwa,

sinonim ialah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan

bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat,

walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja

(2008: 222). Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk

mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan

makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual

lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat

dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem

(bebas) dan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa

atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, dan (5) klausa/kalimat dengan

klausa/kalimat (Sumarlam, 2013: 61).

Kohesi leksikal sinonimi, misalnya tampak pada data (242)

berikut:

(242) Kelakon dicathet lan ditulis ing rapor, ing ijazah.

(PS/1/10/17/27/04/2013).

‗Pasti akan dicatat dan ditulis di raport, di ijazah.‘

Pada data (242) di atas terdapat penanda kohesi leksikal berupa

sinonim frasa dengan frasa, yaitu frasa dicathet ‗dicatat‘ bersinonimi

dengan frasa ditulis ‗ditulis‘. Kedua satuan lingual tersebut mempunyai

makna yang sama atau sepadan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

32

3) Antonimi (Oposisi Makna)

Antonimi atau antonim adalah hubungan semantik antara dua

buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan,

atau kontras antara yang satu dengan yang lain (Chaer, 1994: 299).

Antonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang

bersifat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan

konstituen yang lain (Baryadi, 2001: 14). Antonimi yang merupakan

jenis kohesi leksikal dapat diartikan sebagai relasi atau hubungan antara

konstituen-konstituen yang memiliki makna leksikal

bertentangan/berlawanan (Sumadi, 2004: 67).

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal

yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi

dengan satuan lingual yang lain. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna

dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi

kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi

majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek

leksikal yang mampu mendukung kepaduan makna wacana secara

semantis. Berikut penjelasan mengenai kelima jenis oposisi makna

tersebut (Sumarlam, 2013: 62-66).

a) Oposisi mutlak, adalah pertentangan makna secara mutlak, misalnya

oposisi antara kata hidup dengan kata mati, dan oposisi antara

bergerak dengan diam.

b) Oposisi kutub, ialah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi

bersifat gradasi (ada tingkatan makna).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

33

c) Oposisi hubungan, merupakan oposisi makna yang bersifat saling

melengkapi.

d) Oposisi hirarkial, yaitu oposisi makna yang menyatakan deret

jenjang atau tingkatan.

e) Oposisi majemuk, artinya oposisi makna yang terjadi pada beberapa

kata (lebih dari dua).

Contah oposisi hubungan terdapat pada data (258) berikut.

(258) Sedulure WR Soepratman ana lima, dadi putrane pak sersan sing

nunggal bapa-ibu karo Soepratman, ana enem.

(PS/1/10/17/27/04/2013).

‗Saudaranya WR Soepratman ada lima, jadi putranya pak sersan

yang sama bapak-ibunya dengan Soepratman, ada enam.‘

Data (258) menunjukkan adanya penanda kohesi leksikal oposisi

hubungan antara kata bapa ‗bapak‘ dan kata ibu ‗ibu‘, kedua kata

tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi.

4) Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi ialah asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain

yang berdampingan dalam kalimat (Kridalaksana, 2006: 127). Kolokasi

adalah perpautan makna leksikal yang tetap antara konstituen yang satu

dengan konstituen lain yang berdampingan (Sumadi, 2004: 70). Kolokasi

atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan

kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang

berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu

domain atau jaringan tertentu. Kata-kata seperti sawah/sabin ‗sawah‘,

tani ‗petani‘, winih ‗benih‘, pari ‗padi‘, dan panen ‗panen‘, dipakai

dalam jaringan pertanian (Sumarlam, 2013: 67).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

34

Data (264) berikut merupakan contoh kolokasi:

(264) “Publicist” mono tembung mbiwarakake, merga tembung

wartawan utawa jurnalis rikala kuwi mula uga isih arang

kanggone. Lha Soepratman saikine lagi ngrasa, yen mula bingung

jurnalistik iki sing mujudake “duniane”. (PS/1-

2/10/18/4/05/2013).

‗‖Wartawan‖ memang kata memberitakan, karena kata wartawan

utawa jurnalis ketika itu juga masih jarang gunanya. Lha

Soepratman sekarang ini baru merasakan, maka bingung

jurnalistik ini yang mewujudkan ‖dunianya‖.‘

Tuturan (264) di atas tampak adanya penggunaan kata wartawan,

kata jurnalis, kata jurnalistik yang saling berkolokasi serta mendukung

kepaduan wacana tersebut.

5) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)

Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran

yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain (Chaer,

1994: 305). Menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik (2008: 83)

mendefinisikan hiponimi ialah hubungan dalam semantik antara makna

spesifik dan makna generik, atau antara anggota taksonomi dan nama

taksonomi. Selanjutnya, Sumadi (2004: 63) mendefinisikan hiponimi

sebagai berikut. Hiponimi sebagai salah satu jenis kohesi leksikal adalah

relasi antara konstituen yang bermakna umum (generik) dan konstituen

yang bermakna khusus (spesifik). Konstituen yang bermakna umum

disebut superordinat (hipernim) dan konstituen yang bermakna khusus

disebut hiponim.

Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa,

kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan

lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

35

unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut ―hipernim‖ atau

―superordinat‖, sedangkan hubungan antarunsur bawahan atau antarkata

yang menjadi anggota hiponim itu disebut ―kohiponim‖. Fungsi hiponimi

adalah untuk mengikat hubungan antarunsur atau antarsatuan lingual

dalam wacana secara semantis, terutama untuk menjalin hubungan

makna atasan dan bawahan, atau antara unsur yang mencakupi dan unsur

yang dicakupi (Sumarlam, 2013: 68-69). Dilihat dari segi lain, masalah

hiponimi dan hipernimi ini, sebenarnya tidak lain dari usaha untuk

membuat klasifikasi terhadap konsep akan adanya kelas-kelas generik

dan spesifik (Chaer, 1994: 306).

6) Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi ialah makna yang sangat berdekatatan; lawan dari

kesamaan bentuk (Kridalaksana, 2008: 56). Ekuivalensi adalah hubungan

kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang

lain dalam satu paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses

afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan

kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata nuku ‗membeli‘,

dituku ‗dibeli‘, nukokake ‗membelikan‘, ditukokake ‗dibelikan‘, dan

nukoni (tuku) ‗pembeli‘, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama

yaitu ‗beli‘ (Sumarlam, 2013: 69).

Data (270) di bawah merupakan contoh penanda ekuivalensi atau

kesepadanan.

(270) Embuh iki Dichtung (dongengan) bae, apa Wahrheit (kenyataan),

kacarita saka kuwasaning GUSTI Sing Maha Agung, si biyung sing

banget ditresnani lan sing anresnani anak lanang mau, banjur

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

36

mbukak socane sedhela, mandeng marang Soepratman, sedhela

bae. (PS/2/10/17/27/04/2013).

‗Entah ini dongengan saja, apa kenyataan, diceritakan dari

kuasaNya Allah Yang Maha Kuasa, si ibu yang sangat dicintai dan

yang mencintai anak putranya tadi, kemudian membuka matanya

sebentar, melihat Soepratman, sebentar saja.‘

Pada tuturan (270) menunjukkan adanya hubungan kesepadanan

atau ekuivalensi yaitu antara satuan lingual ditresnani ‗dicintai‘ dan

satuan lingual anresnani ‗mencintai‘, yang menunjukkan adanya

kesepadanan karena proses afiksasi dibentuk dari bentuk asal yang sama

yaitu tresna ‗cinta‘.

4. Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana

(Baryadi, 2001: 15). Istilah ‗koherensi‘ mengandung makna ‗pertalian‘. Dalam

konsep kewacanan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, 1987: 32

dalam Mulyana, 2005: 135). Jadi koherensi pada dasarnya adalah memberi

ukuran tentang seberapa jauh kebermaknaan suatu teks. Pada dasarnya,

hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan

tersusun secara logis (Mulyana, 2005: 136).

Koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian

dalam wacana (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2006: 89).

Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik

yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang

membentuk kalimat itu (Keraf, 2001: 38). Eriyanto (2006: 242) menyatakan

bahwa koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam

teks. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

37

secara strategi menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau

peristiwa.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, koherensi

ialah kepaduan hubungan makna atau struktur batin suatu wacana. Sarana

koherensi yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini antara lain:

a. Penanda Koherensi Penekanan

Penanda koherensi berupa penekanan berfungsi untuk menyatakan

penekanan terhadap suatu maksud yang telah dinyatakan dalam sebuah

kalimat. Penanda koherensi berupa penekanan ditandai dengan penggunaan

kata saya ‗semakin‘, mesthine ‗pastinya‘, dan mesthi ‗pasti‘.

Data (280) di bawah merupakan contoh koherensi penekanan yang

terdapat dalam penelitian.

(280) Ha hiya iki sing njalari saya tambah nggrantesing atine sang

komponis.

‗Lha iya ini yang membuat semakin tambah sedih sekali hatinya sang

komponis.‘ (PS/3/9/21/25/05/2013).

Koherensi saya ‗semakin‘ pada tuturan (280) merupakan penanda

koherensi penekanan, karena satuan lingual tersebut berfungsi untuk

menyatakan makna penekanan terhadap tambah nggrantesing atine sang

komponis ‗tambah sedih sekali hatinya sang komponis‘.

b. Penanda Koherensi Simpulan

Penanda koherensi berupa simpulan berfungsi untuk memberikan

keterangan hasil dari suatu proses atau penyimpulan sebuah penelitian.

Kata-kata yang biasa digunakan misalnya asil ‗hasil‘, asiling ‗hasilnya‘,

ngono mau ‗itu tadi‘, dan dadi ‗jadi‘.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

38

Contoh penanda koherensi berupa simpulan tampak pada data (295)

berikut.

(295) Ha wong Si Wage anak Lanang siji-sijine, dadi apa sapanjaluke

dituruti, apa pepenginane ditekakake. (PS/1/10/17/27/04/2013).

‗Lha Si Wage anak laki-laki satu-satunya, jadi apapun permintaannya

dituruti, apapun keinginannya didatangkan.‘

Data (295) di atas menunjukkan adanya penanda koherensi berupa

simpulan pada kata dadi ‗jadi‘ berfungsi untuk memberikan keterangan

proses hasil dari Si Wage anak laki-laki sata-satunya menyebabkan apapun

permintaanya dituruti, apapun keinginannya didatangkan.

c. Penanda Koherensi Contoh

Penanda koherensi berupa contoh untuk memberikan keterangan

atau memberi penjelasan dari sebuah kalimat sehingga kalimat tersebut jelas

maksudnya. Penanda koherensi berupa contoh ditandai dengan penggunaan

kata kayadene ‗seperti‘, antara liya ‗antara lain‘, dan antarane ‗antara lain‘.

Koherensi contoh terdapat dalam data (309) berikut.

(309) Ing ngarepe, ora mung ana pulisi sandi (reserse) Landa bae, ning uga

tokoh-tokoh pergerakan, kayadene Mohammad Husni Thamrin, Mr.

Raden Mas Sartono sing Ketua Partai Nasional Indonesia lan liyane

maneh. (PS/3/10/19/11/05/2013).

‗Di depannya, tidak hanya ada polisi reserse Belanda saja, tetapi juga

ada tokoh-tokoh pergerakan, seperti Mohammad Husni Thamrin, Mr.

Raden Mas Sartono Ketua Partai Nasional Indonesia dan lain-lain.‘

Tampak pada data (309) di atas terdapat penanda koherensi berupa

contoh pada satuan lingual kayadene ‗seperti‘ berfungsi untuk memberikan

keterangan atau penjelasan kepada pembaca mengenai tokoh pergerakan.

G. Data dan Sumber Data

Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi atau

bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

39

dan dipilah oleh peneliti (Subroto, 1992: 34). Dengan demikian data itu dapat

berwujud angka-angka, perkataan-perkataan, kalimat-kalimat, wacana-wacana,

gambar-gambar atau foto-foto, rekaman-rekaman, catatan-catatan ataupun arsip-

arsip, dokumen-dokumen, buku-buku (Subroto, 1992: 34). Data dalam penelitian

ini adalah data tulis berupa wacana (alinea) yang mengandung penanda kohesi dan

koherensi pada wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan

ing Katresnan karya Soebagijo I. N. dalam majalah Panjebar Semangat. Sumber

data dalam penelitian ini adalah naskah wacana Gempilan Sejarah: Sang

Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya Soebagijo I. N. yang

terdapat dalam majalah Panjebar Semangat.

H. Metode Penelitian

Istilah ―metode‖ dalam penelitian linguistik mencakup kesatuan dari

serangkaian proses: penentuan kerangka pikiran, perumusan hipotesis atau

perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sampel, data, teknik

pemerolehan data, dan analisis data (Subroto, 1992: 31).

Dalam metode penelitian ini akan dibahas beberapa hal, yaitu: (1) Jenis

Penelitian, (2) Alat Penelitian, (3) Sampel, (4) Metode dan Teknik Pengumpulan

Data, (5) Metode dan Teknik Analisis Data, dan (6) Metode Penyajian Analisis

Data.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian mengenai penanda kohesi dan koherensi wacana

Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya

Soebagijo I.N. dalam majalah Panjebar Semangat adalah deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

40

pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa

yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya (Sutopo,

2002: 111).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang penentuan sampelnya

dengan cara cuplikan atau nukilan yang juga disebut purposive sampling,

artinya sampel ditentukan secara selektif, sumber datanya diarahkan kepada

sumber data yang menghasikan data secara produktif, sesuai dengan

permasalahan yang ditentukan dalam tujuan penelitian, dan teori yang

digunakan (Sutopo, 2002: 36). Penelitian deskriptif kualitatif ialah penelitian

yang mendeskripsikan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan dengan

penentuan sampelnya menggunakan cara cuplikan atau nukilan yang juga

disebut purposive sampling.

Penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan

teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana,

gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tipe (Subroto, 1992:

7). Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan data kebahasaan yang

diperoleh dari sumber data tulis yang berupa satuan lingual (kata, frasa, klausa,

maupun kalimat) pada teks wacana. Data yang terkumpul berupa kata-kata

bukan angka, yang dikerjakan secara cermat serta hasil analisis disampaikan

dengan kata-kata.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam

penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri artinya ketentuan sikap peneliti mampu

menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2002: 35-36).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

41

Peneliti merupakan komponen yang harus ada dalam penelitian. Dengan

ketajaman intuisi kebahasaan/lingual peneliti mampu membagi data secara baik

menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993: 31-32). Selanjutnya, alat bantu

merupakan alat yang digunakan untuk membantu memperlancar jalannya

penelitian tersebut. Alat bantu dalam penelitian ini meliputi; buku, bolpoint,

pensil, notebook, flasdisk, print, dan alat lainnya yang dapat membantu

jalannya penelitian ini.

3. Sampel

Sampel adalah data penelitian yang sudah disahkan berdasar atas

rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan landasan teori atau

kerangka teori penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut. Sampel

dalam penelitian ini adalah penanda kohesi dan koherensi yang terdapat pada

teks wacana Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing

Katresnan karya Soebagijo I.N. dalam majalah Panjebar Semangat.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu pengambilan ditentukan secara selektif, sumber datanya

diarahkan pada sumber data yang menghasikan data secara produktif, sesuai

dengan permasalahan yang ditentukan dalam tujuan penelitian, dan teori yang

digunakan (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel yang dimaksud adalah wacana

Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan karya

Soebagijo I.N. dalam majalah Panjebar Semangat yang terbit pada 27 April

2013 sampai dengan 15 Juni 2013.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

42

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode simak dan dilanjutkan dengan teknik catat. Disebut ―metode simak‖

atau ―penyimakan‖ karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan

menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133).

Teknik catat adalah mencatat data yang sesuai dengan objek penelitian.

Data terkumpul dan diseleksi, selanjutnya diklasifikasi. Diklasifikasi

tujuan memilih dan memilah data agar mudah dianalisis. Mengklasifikasikan

data berdasarkan bentuk penanda kohesi, makna penanda koherensi. Adapun

langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan majalah Panjebar Semangat yang terdapat wacana

Gempilan Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhan ing Katresnan

karya Soebagijo I. N. (Edisi 27 April 2013 – 15 Juni 2013).

2. Menyimak (membaca, mempelajari, memperhatikan) penggunaan bahasa

pada teks wacana gempilan sejarah dalam majalah Panjebar Semangat.

3. Mengidentifikasi atau menandai data dengan menggaris bawahi kalimat

yang mengandung penanda kohesi dan koherensi.

4. Mencatat data yang terdapat penanda kohesi dan koherensi serta

terjemahannya.

5. Mengklasifikasikan data berdasarkan bentuk penanda kohesi dan makna

penanda koherensi.

6. Setelah mengklasifikasikan data, dilanjutkan dengan deskripsi dan analisis

data.

Contoh penulisan data beserta kodenya tampak pada data (55) berikut:

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

43

(55) Isih miturut “KR”, Pemerintah wiwit melu campur tangan ing ndalem

pengetan iki, bareng kelakon nuku tanah dalah bangunan omah papan

laire WR. Soepratman sing ambane 400 meter persegi saka kalawarga

Singoprono (taun 2007). (PS/2/9/17/27/04/2013).

‗Masih menurut ―KR‖, Pemerintah mulai ikut campur tangan di dalam

peringatan ini, setelah mampu membeli tanah beserta bangunan rumah

tempat lahirnya WR. Soepratman yang luasnya 400 meter2

dari keluarga

Singoprono (tahun 2007).

Pada tuturan (55) di atas dilukiskan pengacuan demonstratif tempat

dekat dengan penutur. Pada kodenya tertera (PS/2/9/17/27/04/2013) yang

berarti tuturan tersebut terdapat di dalam Panjebar Semangat kolom 2,

halaman 9, nomor 17 tanggal 27 April 2013.

5. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

ialah metode distribusional dan metode padan. Metode distribusional

digunakan untuk menganalisis data yang berupa penanda kohesi, sedangkan

metode padan digunakan untuk menganalisis data yang berupa penanda

koherensi.

Metode distribusional menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan

kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-

ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Subroto, 1992: 64).

Selanjutnya, menurut Sudaryanto (1993: 15) metode distribusional atau metode

agih merupakan suatu metode yang alat penentunya justru bagian dari bahasa

yang bersangkutan itu sendiri. Metode ini digunakan untuk menganalisis

bentuk penanda kohesi gramatikal dan kohesi leksikal wacana Gempilan

Sejarah: Sang Komponis sing Ora Kapatedhah ing Katresnankarya Soebagijo

I. N. dalam majalah Panjebar Semangat.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

44

Teknik dasar metode agih ini adalah teknik bagi unsur langsung atau

teknik BUL. Disebut demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja

analisis ialah membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau

unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian langsung

membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Unsur

langsung ialah unsur yang secara langsung membentuk konstruksi yang lebih

besar atau konstruksi yang dianalisis (Subroto, 1992: 67). Teknik lanjutan yang

digunakan adalah teknik lesap dan teknik ganti. Teknik lesap dilaksanakan

dengan melesapkan (melesapkan, menghilangkan, menghapuskan,

mengurangi) unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan, sedangkan

teknik ganti dilaksanakan dengan menggantikan unsur tertentu satuan lingual

yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 37).

Berikut ini merupakan contoh analisis penanda kohesi menggunakan

metode distribusional.

(21) Ana siji sing narik kawigaten ngenani kapribadene Soepratman, yaiku

dheweke kuwi nduweni dhasar (bakat) sing ana gandheng cenenge karo

kagunan (kesenian) luwih-luwih karo musik. (PS/2/10/17/27/04/2013).

‗Ada satu yang menarik perhatian mengenai kepribadiannya Soepratman,

yaitu dia itu mempunyai bakat yang ada hubungannya dengan kesenian

terutama dengan musik.‘

Pada data (21) di atas terdapat pengacuan pronomina persona III

tunggal bentuk bebas dheweke ‗dia‘ mengacu pada unsur lain yang berada di

dalam tuturan, yaitu mengacu pada Soepratman yang disebutkan sebelumnya.

Dengan ciri-ciri seperti itu maka satuan lingual dheweke merupakan kohesi

gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis melalui pengacuan

pronomina persona III tunggal bentuk bebas.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

45

Kemudian data (21) tersebut diuji dengan teknik BUL yaitu dibagi atas

dua unsur langsungnya menjadi berikut.

(21a) Ana siji sing narik kawigaten ngenani kapribadene Soepratman

‗Ada satu yang menarik perhatian mengenai kepribadiannya Soepratman‘

(21b) yaiku dheweke kuwi nduweni dhasar (bakat) sing ana gandheng cenenge

karo kagunan (kesenian) luwih-luwih karo musik

‗yaitu dia itu mempunyai bakat yang ada hubungannya dengan kesenian

terutama dengan musik‘

Selanjutnya data (21) diuji dengan teknik lesap, hasilnya adalah sebagai

berikut:

(21c) Ana siji sing narik kawigaten ngenani kapribadene Soepratman, yaiku Ø

kuwi nduweni dhasar (bakat) sing ana gandheng cenenge karo kagunan

(kesenian) luwih-luwih karo musik.

‗Ada satu yang menarik perhatian mengenai kepribadiannya Soepratman,

yaitu Ø itu mempunyai bakat yang ada hubungannya dengan kesenian

terutama dengan musik.‘

Analisis dari data (21c) di atas, menunjukkan bahwa penanda kohesi

gramatikal yang berupa pengacuan pronomina persona dheweke apabila

dilesapkan data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena

menyebabkan informasi yang diterima oleh pembaca kurang lengkap dan jelas.

Setelah data (21) diuji dengan teknik lesap, kemudian dianalisis dengan teknik

ganti sebagai berikut.

(21d) Ana siji sing narik kawigaten ngenani kapribadene Soepratman, yaiku

dheweke kuwi nduweni dhasar (bakat) sing ana gandheng

*piyambakipun

*panjenenganipun

cenenge karo kagunan (kesenian) luwih-luwih karo musik.

‗Ada satu yang menarik perhatian mengenai kepribadiannya

Soepratman, yaitu dia itu mempunyai bakat yang ada hubungannya

*dia

*dia

dengan kesenian terutama dengan musik.‘

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

46

Pronomina persona dheweke tidak dapat diganti dengan pronomina

persona piyambakipun maupun panjenenganipun, karena berbeda ragam.

Kata dheweke ‗dia‘ merupakan ragam ngoko sehingga tidak dapat digantikan

dengan kata piyambakipun ‗dia‘ ataupun panjenenganipun ‗dia‘ sebab kata

tersebut termasuk dalam ragam krama. Meskipun maknanya tetap atau tidak

berubah tetapi kurang tepat jika digantikan dengan kata piyambakipun maupun

panjenenganipun. Jadi kata dheweke ‗dia‘ lebih tepat jika digunakan pada

data di atas.

Metode Padan ialah metode analisis data dengan alat penentunya di

luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang

bersangkutan Sudaryanto (1993: 13). Alat penentunya adalah kenyataan atau

segala sesuatu yang ditunjukkan oleh bahasa atau referent bahasa. Penelitian

ini menggunakan metode padan referensial untuk mengetahui makna yang

ditunjukkan oleh sarana koherensi.

Di bawah ini contoh penerapan metode padan dalam menganalisis data

adalah sebagai berikut.

(285) Mesthi bae bu Eldick kabotan, ning merga saka adrenge penjaluke si

adhi, katemahane iya diidinake. (PS/3/10/17/27/04/2013).

‗Pasti saja bu Eldick keberatan, tapi karena si adik meminta dengan

sangat, akhirnya juga diizinkan.‘

Data (285) di atas menunjukkan adanya penanda koherensi berupa

penekanan pada satuan lingual mesthi ‗pasti‘ yang berfungsi untuk menyatakan

makna penekanan bahwa bu Eldick kabotan ‗bu Eldick merasa keberatan‘.

6. Metode Penyajian Hasil Analisis

Metode penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan

metode informal dan metode formal. Menurut Sudaryanto (1993: 145) metode

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112061_bab1.pdf · Taman Geguritan, Alaming Lelembut, Glanggang Remaja, dan Cangkriman ... narasi terdapat

47

penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa — walaupun

dengan terminologi yang eknis sifatnya; sedangkan penyajian formal adalah

perumusan dengan tanda dari lambang. Tanda-tanda yang digunakan dalam

penelitian ini diantaranya adalah garis miring (/), tanda bintang (*), tanda petik

(‗‘), tanda kurung biasa (( )), dan tanda kurung kurawal({}), adapun lambang

adalah lambang huruf sebagai singkatan nama.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari tiga bab. Ketiga bab tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik

manfaat teoretis maupun manfaat praktis, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II Analisis Data. Dalam bab ini mendeskripsikan dan menguraikan

data yang sesuai dengan objek dan tujuan penelitian.

BAB III Penutup. Bab ini berisi dua hal pokok, yaitu simpulan dan saran.

Pada akhir tulisan disertai daftar pustaka dan lampiran data penelitian.

Daftar Pustaka

Lampiran