bab i pendhauluan perkembangan

29
BAB I PENDHAULUAN Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa gejala yang secara tidak langsung muncul seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Seiring dengan perkembangan tersebut, kasus dan insiden yang terjadi di kota juga ikut bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kasus kecelakaan Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di Indonesia. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar di Indonesia. Namun selain kematian, kecelakaan juga mampu menimbulkan dampak lain yaitu kecacatan akibat timbulnya fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, atau karenakondisi- kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/ osteoporosis. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan dan kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. 1

Upload: fachruddin-razy

Post on 28-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

testing

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Pendhauluan Perkembangan

BAB I

PENDHAULUAN

Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota

yang pesat dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa gejala yang secara tidak langsung

muncul seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Seiring

dengan perkembangan tersebut, kasus dan insiden yang terjadi di kota juga ikut bertambah.

Meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kasus kecelakaan

Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan

konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di

Indonesia. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar di Indonesia.

Namun selain kematian, kecelakaan juga mampu menimbulkan dampak lain yaitu kecacatan

akibat timbulnya fraktur.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat

disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, atau karenakondisi-kondisi tertentu seperti

degenerasi tulang/ osteoporosis. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada

perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,

pekerjaan dan kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih

banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan

perubahan hormon.

Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau insidensi fraktur

tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian paha (tulang

paha). Fraktur pada tulang paha termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang

disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda

motor atau mobil. WHO (Badan Kesehatan Dunia) mencatat, terdapat lebih dari 7 juta orang

meninggal karena insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.

Chandra (2011) menyebutkan bahwa kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta

tahun setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta. Angka tersebut merupakan yang

terbesar di Asia Tenggara. Fraktur ekstremitas bawah memilik prevalensi sekitar 46,2% dari

insiden kecelakan. Menurut Depkes RI didapatakn 25 % penderita fraktur mengalami

1

Page 2: Bab i Pendhauluan Perkembangan

kematian, 45 % mengalami cacat fisik, 15 % mengalami stress psikologis dan bahkan depresi,

serta 10 % mengalami kesembuhan dengan baik.

Menurut Depkes RI (2007), kebanyakan kasus fraktur yang terjadi disebabkan oleh

cedera. Cedera tersebut berdasarkan berbagai hal yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas

dan trauma tajam/ tumpul. Pada 45.987 peristiwa terjatuh, terjadi fraktur sebanyak 1.775

orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang

(8,5 %). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur

sebanyak 236 orang (1,7 %).

2

Page 3: Bab i Pendhauluan Perkembangan

BAB II

LANDASAN TEORI

a. Definisi

Tulang merupakan tempat penyimpanan kalsium dan fosfat yaitu 99% dari kalsium

tubuh dan 90% dari fosfat tubuh. Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit

mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas

berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun

atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan

proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan

terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti

banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang

panjang (misal os femur), tulang pendek (misal os tarsalia), tulang pipih (os sternum) dan

tulang tak  teratur (misal vertebra).

Lima fungsi utama tulang yaitu:

a. Membentuk rangka badan

b. Sebagai pengumpil dan tempat melekatnya otot

c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat dalam

seperti otak, sum-sum, tulang belakang dan paru-paru

d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam

e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemapoetik untuk memproduksi

sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.

Berdasarkan bentuknya, tulang rangka dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu tulang

pipa, tulang pendek, dan tulang pipih. Setiap tulang tersebut memiliki fungsi yang berbeda.

Tulang femur adalah alah satu tulang berbentuk pipa yang berguna sebagai salah satu otot

ekstremitas.

Kata "femur" merupakan bahasa Latin untuk paha. Ostium Femur bisa diartikan

sebagai tulang paha. Femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka

tubuh manusia. Tulang femur terdiri dari beberapa bagian, yaitu: a. kaput dan collum pada

3

Page 4: Bab i Pendhauluan Perkembangan

bagian proksimal, b. dua condylus pada bagian distal. Kaput femoris akan membentuk sendi

pada pinggul. Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi

tempat perlekatan otot. Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni

permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea

aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kaput femoris

adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya.

Pada ujung distal tulang paha terdapat condylus yang akan membuat sendi condylar

bersama lutut. Terdapat dua condylus yakni condylus medialis dan condylus lateralis. Di

antara kedua condylus terdapat jeda yang disebut fossa intercondylaris.

Persendian panggul (Faiz & Moffat, 2003), merupakan bola dan mangkok sendi

dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,

trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur

masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai

darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur

bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh

darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher

femur.

Fraktur atau patah tulang (Grace & Borey, 2007) adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Patah tulang

atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang,

termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya.

Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,

kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/ osteoporosis. Tulang bersifat rapuh namun

cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,

periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang

patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang.

4

Page 5: Bab i Pendhauluan Perkembangan

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.

Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma

bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan

pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik

tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya.

- Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

- Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor

dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

- Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

dan progresif.

- Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

- Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi

diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau

oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada

penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas

dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di

sekitarnya. Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk

lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia,

5

Page 6: Bab i Pendhauluan Perkembangan

fibula, metatarsal, dan lain-lain). Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi

tiga tipe yaitu:

- Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang

yang menembus kulit.

- Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera

jaringan lunak yang major

- Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang

signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:

a. Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa memerlukan

flap coverage.

b. Kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant flap

coverage.

c. Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan

perbaikan segera.

Tanda dan gejala fraktur berupa defomitas, bengkak, bruissing (ekimosis), spasme

otot, nyeri, kehilangan fungsi, mobilitas abnormal (krepitus), dan perubahan neurovaskuler

(Black & Hawks, 2009) Tingkat dan keparahan manifestasi klinis tergantung jenis fraktur dan

area terjadinya fraktur. Manifestasi klinis fraktur femur berupa edema pada paha, deformitas,

nyeri sekali dan tidak dapat menggerakan pinggul dan lutut, serta seringkali mengalami syok

akibat perdarahan.

Klasifikasi Fraktur Femur

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

a. Fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya

penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,

dibagi dalam :

o Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

o Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

6

Page 7: Bab i Pendhauluan Perkembangan

Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar sembuh karena

bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi

kokoh untuk waktu yang cukup lama. Menurut Faiz & Moffat (2004), fraktur

jenis ini sering terjadi pada manula dengan osteoporosis.

b. Fraktur subtrochanter femur

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,

dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami

adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah

ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita

jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan

adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- tertutup

- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara

tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu:

Derajat I: Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,

biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan

dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

7

Page 8: Bab i Pendhauluan Perkembangan

Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar

sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan

saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai

bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal

sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh

dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu

atau lebih.

Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan

subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan kominutif, serta fraktur

suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat

ditangani dengan traksi adalah dislokasi tertentu berat.

Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi

buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan

jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.

Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif,

karena akan menyambung dengan baik, pemendekan kurang dari 2 cm masih dapat

diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal

ini kemungkinan karena daya proses remodeling pada anak-anak.

d. Fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot

gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung

karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan

disertai gaya rotasi.

Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti

halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif

dengan traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga

memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi

terbuka dan pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh, yang

memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut. Hal yang terakhir ini

8

Page 9: Bab i Pendhauluan Perkembangan

penting karena gerakan sendi lutut yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat

perlekatan otot dan atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.

e. Fraktur intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. Fraktur ini juga relatif jarang dan

biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari

ketinggian. Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam sendi

lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya retak.

Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati

fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau Y.

Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai

goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di

sini patella juga dapat mengalami fraktur.

f. Fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi

disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

g. Fraktur leher

Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering

pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan

dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital,

transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau

interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur

intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi

nekrosis avaskuler kaput femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan

pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis

melalui simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular.

Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak

berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya

vaskularisasinya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia

diafisis femur. Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada

9

Page 10: Bab i Pendhauluan Perkembangan

cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik

yang subservikal maupun yang basal.

Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.

Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena

trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita

umumnya datang dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri.

Umumnya penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan

eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur

dengan dislokasi pergeseran ke kranial atau impaksi ke dalam kaput.

Fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara tungkai

dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu m. iliopsoas, kelompok otot gluteus,

quadriceps femur, flexor femur, dan adductor femur. Inilah yang menggangu

keseimbangan pada garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak

tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi, periosteum

fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam

penyembuhan tulang. Oleh karena itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung

pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum

dan kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

10

Page 11: Bab i Pendhauluan Perkembangan

BAB III

PEMBAHASAN

III.I DIAGNOSIS

a. ANANMNESIS

Untuk mendiagnosis fraktur, pertama dapat dilakukan anamnesis baik dari

pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera,

apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Riwayat penyakit

terdahulu juga perlu digali dalam menentukan diagnosis. Pasien biasanya datang

dengan keluhan utama berupa nyeri yang hebat.

Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-

ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan

(mekanisme trauma). Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk

mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam, bila lebih

dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Bila tidak ada riwayat trauma, berarti

fraktur patologis. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan

lengkap.

b. PEMERIKSAAN FISIK

Pada keadaan kecelakaan, fraktur femur biasa saja disertai oleh fraktur

dilokasi lain ataupun kelainan lain yang berujung pada trauma. Untuk itu sangat

penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses

pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak.

Sangat penting untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari

kepala, muka, leher, dada, dan perut.

Tujuan pemeriksaan fisik adalah mencari kemungkinan komplikasi umum

seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis

pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk

fraktur adalah:

11

Page 12: Bab i Pendhauluan Perkembangan

- Look (inspeksi): bengkak, functio laesa (hilangnya fungsi), deformitas (terdiri dari

penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan), ukuran panjang

tulang (bandingkan kiri dan kanan).

- Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan”

menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi

keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu

antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi

tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena

adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan

kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung

persendian). Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan

mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

Pada pemeriksaan yang lainnya yaitu pemeriksaan darah lengkap, Hematokrit

mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi

fraktur atau organ jauhpada trauma multipel). Peningkatan Sel darah putih adalah

respon stres normal setelah trauma. Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk

klirens ginjal sehingga ditemukan kadar kreatinin berlebih pada pemeriksaan urin.

III.II TATA LAKSANA

A. Pertolongan Pertama

Perdarahan dari fraktur femur terbuka, adalah antara 2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur

intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin

dan reaksi silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari,

tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera setelah tersedia. Fraktur

terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi lateral atau depan paha.

Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing

12

Page 13: Bab i Pendhauluan Perkembangan

diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah debridemen luka dapat

ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat dengan jahitan primer

yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika dan antitetanus sebaiknya diberikan,

seperti pada setiap fraktur terbuka.

B. Penatalaksanaan Fraktur

Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang

supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel

sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi

pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang

biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).

Menurut Halstead (2004), manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi,

retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan

pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan

retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan

suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan. Pemasangan gips, traksi kulit dan

skeletal merupakan tindakan non bedah. Tindakan operasi dilakukan untuk reduksi dan

stabilisasi dengan eksternal fiksasi, serta memperbaiki kerusakan pada vaskuler, jaringan

lunak, saraf, otot dan tendon.

Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga

rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan

darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi

didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi

menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang

deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus

menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu.

Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas,

yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.

Bila keadaan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara

dibawah ini:

a. Traksi

13

Page 14: Bab i Pendhauluan Perkembangan

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk

menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk

menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki

deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk

menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan.

Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme

otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk

mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang

dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

b. Fiksasi Interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan

atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan

pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.

c. Pembidaian

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem

muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang

mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang

ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara

keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk

menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat

menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah

tersebut.

e. Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang ,

sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih

awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana: reduksi,

mempertahankan dan lakukan latihan.

ORIF merupakan metode penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak

keunggulannya (Price & Wilson, 2006). Keuntungan perawatan patah tulang metode ini

adalah ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah, kesempatan untuk memeriksa

pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya, dapat mencapai stabilitas fiksasi yang

14

Page 15: Bab i Pendhauluan Perkembangan

memadai, dan tidak perlu berulang kali memasang gips atau alat-alat stabilisasi lainnya, serta

perawatan rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin.

Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia

baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun

dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica. Pada

anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips.

Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau

plate dan screw.

Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu

dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6

minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa

muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi

dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.

Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa

pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan

pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti,

hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.

Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang

bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan

intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12

minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama

12-14 minggu.

Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif

hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan

remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak,

Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.

Terapi Medis Penunjang

Fraktur kolum femur pada pasien lanjut usia disebabkan oleh osteoporosis yang

mendasarinya.  Oleh karena itu, disamping stabilisasi fraktur dengan fiksasi interna atau

artroplasti, osteoporosisnya juga harus diobati. Rekomendasi pengobatannya adalah obat

15

Page 16: Bab i Pendhauluan Perkembangan

antiresorptif (bifosfonat, calcitonin) atau anabolik (estrogen), sebagai tambahan dari obat

utama berupa kalsium dan vitamin D.

16

Page 17: Bab i Pendhauluan Perkembangan

BAB IV

KESIMPULAN

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan

integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang

ada di sekitarnya. Untuk mendiagnosis fraktur, pertama lakukan anamnesis baik dari pasien

maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien

mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Apakah terlihat deformitas dari

ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk menilai

area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk mengetahui ROM

(Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari

ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return (normalnya

< 3 detik) dan pulse oximetry. Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis

digunakan pemeriksaan radiologi/ X Ray.

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan

kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi

ekstrimitas seperti semula. Manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi,

retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan

pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan

retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan

suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan.

17

Page 18: Bab i Pendhauluan Perkembangan

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, C.R. 2011. Analisis Faktor-Faktor ang Berhubungan dengan Status Fungsional Pasien

Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur Ekstremitas Bawah di RS.

Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta. Jakarta: KEPK UI.

Black, J.M., & Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Clinical management for

posittive outcome, 8th Ed. Jakarta: EGC

Carter, K.F., & Kulbok, P.A. 2003. Motivation for Health Behaviours: A Systematic review

of the nursing literature. Journal of Advance Nursing. Blackwell Science Ltd.

Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Depkes R.I. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 12 November 2014.

http://www.depkes.co.id

Faiz, O. & Moffat, D. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.

Halstead J.A. 2004. Orthopaedic Nursing: Caring for patients with musculoskeletal disorders.

Brockton : Westren Schools.

Pierce, A.G., & Borley, N. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed.3. Jakarta: Erlangga.

Price, S.A., & Wilson, M.L. 2006. Patofisologi:  konsep klinis proses-proses penyakit.

Ed.6. Jakarta: EGC.

.

18

Page 19: Bab i Pendhauluan Perkembangan

PICO

Patient/ person : Subtrochantericfemoral fractures

Intervention : fixation with dynamic condylar screw (DCS)

Control : Conservative treatment (open reduction and internal fixation)

Outcome : DCS is a Sturdy, Stable &Strong implant especially when there is a

lateral Trochanteric cortex blow out & postero-medial subtrocanteric

Communition & where Intra-medullary Coxa- femoral Implants are

likely to fail.

Aplikasi dalam dunia klinis

Patah tulang subtrochanteric membutuhkan reduksi terbuka, pengurangan anatomi,

fiksasi internal kaku untuk menghindari komplikasi seperti kegagalan implan, non-union,

infeksi dan mal-union. DCS adalah implan Kokoh, Stabil & Kuat. Pengaplikasian

metode ini dapat dilakukan di dunia klinis dan akan membarikan efek yang baik kepada

pasien terutama ketika ada korteks trokanterika lateral yang meniup & postero-medial

subtrocanteric Communition & mana Intra-medula Implants femoralis Coxa- cenderung

gagal.

19