bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67319/potongan/s1...2 selain dipengaruhi oleh...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasang surut merupakan fenomena kenaikan dan penurunan muka air laut yang
terjadi diseluruh permukaan bumi secara periodik karena pengaruh gaya tarik
menarik matahari dan bulan, serta gaya sentrifugal sebagai gaya penyeimbangnya
yang menyebabkan perpindahan massa air seluruhnya dari atas sampai dasar laut
(Dronkers, 1964). Informasi pasang surut diperlukan untuk berbagai pekerjaan laut
praktis seperti penentuan muka surutan peta (Chart Datum) sebagai referensi
kedalaman pada peta batimetri, rekayasa bangunan pantai, dan keperluan navigasi
lainnya (Ali, et.al., 1994).
Produk informasi pasang surut tersebut dipengaruhi oleh kualitas data pasang
surut. Data pasang surut umumnya selalu mengandung kesalahan, sehingga untuk
mendapatkan informasi pasang surut yang baik perlu dilakukan kontrol kualitas.
Kesalahan pada data pasang surut umumnya berupa data gap, spike, dan data
diskontinyu, seperti ditunjukkan pada Gambar I.1. Kesalahan data mentah pasut
tersebut perlu dikoreksi sebelum dilakukan proses pengolahan lebih lanjut.
Gambar I.1. Bentuk data mentah pasang surut secara visual
Data dengan Trend aneh
Data Diskontinyu
Data Spike
2
Selain dipengaruhi oleh kualitas data, informasi pasang surut juga dipengaruhi
periode data atau lamanya pengamatan data pasang surut. Pada pekerjaan laut
praktis, periode pasut yang diperlukan relatif pendek sekitar 15 atau 29 piantan
pengamatan. Namun untuk pekerjaan ilmiah yang membutuhkan ketelitian tinggi
diperlukan periode pengamatan relatif panjang yaitu 18,6 tahun.
Informasi pasang surut mengenai karakteristik dan sifat pasang surut dapat
diperoleh setelah melakukan analisis harmonik pasut. Analisis pasang surut laut
dilakukan terhadap data pasang surut laut dengan periode waktu tertentu. Proses
analisis harmonik pasut menghasilkan gelombang harmonik yang biasa dinyatakan
sebagai konstanta harmonik pasut. Konstanta harmonik yang dihasilkan bergantung
pada periode pengamatan data pasut yang digunakan. Sebagai contoh, pengamatan
data pasut seri pendek, dan data pasut seri panjang, akan menghasilkan beberapa tipe
konstanta harmonik pasut yang berbeda nilainya.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa informasi pasang surut laut
yang teliti membutuhkan data pasang surut berkualitas baik dan periode pengamatan
panjang. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana kualitas data pasut pada
periode yang panjang dan pengaruh periodik pergerakan Bumi, Bulan, dan Matahari
dalam kelompok periode satu bulan, satu tahun dan 8,85 tahun terhadap nilai
amplitudo konstanta pasut dan MSL di stasiun pasut Surabaya, Jawa Timur.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Informasi pasang surut laut dibutuhkan untuk berbagai pekerjaan laut baik
yang bersifat praktis maupun ilmiah. Informasi pasang surut didapatkan dari proses
analisis harmonik pasut. Hasil analisis harmonik pasut ditentukan oleh kualitas data
dan panjang periode suatu data pasut. Data pasut yang masih berupa data mentah
umumnya mengandung beberapa kesalahan. Pada penelitian ini dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas data pasut yang digunakan untuk penelitian?
2. Berapa nilai amplitudo konstanta harmonik pasut dan nilai MSL dari tiga
periode data pasut?
3. Berapa lama periode data pasang surut yang paling optimal berdasarkan
perhitungan analisis harmonik pasut dari tiga periode data pasut?
3
1.3. Cakupan Penelitian
Penelitian ini memiliki cakupan yang menjelaskan aspek spasial, aspek
temporal dan metode yang digunakan, sehingga penelitian bisa terarah dan fokus
sesuai tujuan penelitian. Cakupan penelitan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian di stasiun pasut Surabaya, Jawa Timur, pada koordinat
7⁰11’50” LS dan 112⁰43’41” BT.
2. Data yang digunakan adalah data pasang surut selama periode panjang dari
tahun 1984 sampai dengan tahun 2004
3. Data dikelompokkan menjadi tiga kelompok data yaitu, satu bulan berdasar
periode revolusi Bulan, satu tahun berdasar periode revolusi Bumi, dan 8,85
tahun berdasar periode presesi orbit Bulan. Pengelompokan data dengan
mempertimbangkan ketersediaan data dan kualitas data yang baik.
4. Proses analisis harmonik pasut dihitung menggunakan metode Hitung
Kuadrat Terkecil melalui program t_tide versi 1.1 untuk mencari nilai
amplitudo konstanta harmonik dan nilai MSL.
5. Kualitas data pasang surut dinilai dari ketersediaan data mentah secara
keseluruhan dan besar prosentase kesalahan data gap, data spike, data
diskontinyu, serta trend data pasang surut.
6. Kontrol kualitas data dilakukan dengan cara menghilangkan spike, mengisi
data kosong dengan NaN (not-a-number), dan melakukan shifting serta
koreksi scaling pada data error.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kualitas data pasut pada tiga kelompok periode data pasut
stasiun pasut Surabaya.
2. Mendapatkan nilai amplitudo konstanta harmonik dan nilai MSL dari tiga
kelompok periode data.
3. Mengetahui beda hasil nilai amplitudo konstanta harmonik dari tiap
kelompok periode data sehingga dapat ditentukan kelompok periode data
yang paling optimal untuk analisis harmonik pasang surut.
4
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah hasil analisis harmonik
pasang surut dari tiga kelompok periode pengamatan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam memilih periode data pengamatan yang efektif dan optimal
untuk perhitungan nilai MSL di stasiun pasut Surabaya, Jawa Timur.
1.6. Tinjauan Pustaka
Pangesti (2012) melakukan perbandingan kosntanta harmonik pasang surut
yang dihasilkan dari lama pengamatan yang berbeda untuk menghitung nilai muka
surutan peta di Stasiun pasut Prigi, Jawa Timur. Rentang lama pengamatan data
pasut yang digunakan adalah 15 hari, 29 hari, 6 bulan, 1 tahun dan 3 tahun.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil melalui
software T-tide. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa nilai Chart Datum terbaik
untuk Stasiun pasut Prigi sebesar 1,3 m diperoleh dari kelompok data yang paling
dominan.
Akbar (2013) melakukan kajian pengaruh periode data pasang surut terhadap
ketelitian hasil prediksi, menggunakan data pasut Stasiun pasut Cilacap dan Prigi
tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Data pasut selanjutnya dikelompokkan
menajdi beberapa periode data, yaitu 15 hari, 29 hari, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun.
Periode data tersebut kemudian dianalisis menggunakan program T-tide untuk
menghasilkan konstanta harmonik. Hasil penelitian Akbar (2013) menunjukkan
bahwa periode data yang optimal untuk hasil prediksi pasut adalah periode 1 tahun,
karena meski pun dengan periode data yang lebih pendek namun dapat memberikan
hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil prediksi periode data 2 tahun.
International Council for the Exploration of the Sea (ICES) pada tahun 2006
menerbitkan jurnal Guidelines for Water Level Data yang didalamnya juga
membahas mengenai kontrol kualitas data pasut. ICES menetapkan standar pada data
pasut bahwa beberapa tahapan pengecekan data pasut harus dilakukan sebelum data
pengamatan tersebut di proses lebih lanjut, tahapan pengecekan tersebut antara lain
menandai anomali data seperti data spike atau pun data gap dan mengecek
kontinyuitas data serta pengecekan tinggi referensi stasiun pasut dari waktu ke
waktu.
5
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi dan
panjang periode data penelitian. Penelitian ini menggunakan data Stasiun pasut
Surabaya, Jawa Timur tahun 1984 sampai dengan tahun 2008. Data pasut tersebut
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok periode data, yaitu 1 bulan, 1 tahun
dan 8,85 tahun. Setiap kelompok periode data dilakukan analisis harmonik
menggunakan T-tide untuk mendapat nilai konstanta harmonik utama dan nilai MSL,
yang kemudian dibandingkan untuk mencari periode data pengamatan yang optimal.
1.7. Landasan Teori
1.7.1. Pasang Surut
Pasang surut merupakan fenomena kenaikan dan penurunan muka air laut yang
terjadi diseluruh permukaan bumi secara periodik karena pengaruh gaya tarik bumi,
matahari dan bulan, serta gaya sentrifugal sebagai gaya penyeimbangnya yang
menyebabkan perpindahan massa air seluruhnya dari atas sampai dasar laut.
Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasut. Walaupun massa
matahari jauh lebih besar dibanding massa bulan, namun jarak bulan ke bumi lebih
dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Matahari hanya memberikan rasio pengaruh
gaya tarik yang lebih kecil terhadap pembakitan pasut di muka bumi. Oleh karena itu
perbandingan gaya gravitasi bulan dan matahari masing-masing terhadap bumi
adalah sekitar 1 : 0,46 (Poerbandono & Djunarsjah, 2005).
1.7.2. Teori Pasang Surut
Pada awalnya fenomena pasut dijelaskan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727)
melalui teori Equilibrium Tides. Kemudian perkembangan lebih jelas lagi muncul
ketika Laplace (1749-1827) menjelaskan teori pasut melalui matematika murni.
Adapun teori pasang surut yang umumnya digunakan adalah Teori Pasut Setimbang
(Equilibrium Tide)
Pada teori ini keadaan bumi dianggap ideal dengan asumsi bahwa bumi
berbentuk bola sempurna yang diselimuti oleh lapisan air dengan kedalaman
homogen. Selain itu bumi dan lapisan air yang meneyelimutinya dianggap dalam
keadaan diam sampai ada gaya yang bekerja padanya. Dalam kondisi bumi yang
6
ideal seperti ini terjadi pasut setimbang. Teori ini mampu memberikan gambaran
tentang fenomena pasut secara kualitatif nanum belum bisa untuk ramalan pasut
secara kuantitatif.
Pada kondisi sebenarnya bumi jauh dari kondisi ideal karena dipengaruhi
beberapa hal, antara lain sebagai berikut :
1. Bumi tidak sepenuhnya diselimuti oleh air. Bentuk daratan juga
mempengaruhi fenomena pasut yang terjadi.
2. Kedalaman air di bumi tidaklah homogen. Umumnya untuk mendapatkan
kondisi pasut yang setimbang memerlukan nilai kedalaman yang jauh lebih
kecil
3. Adanya gaya gesekan antara massa air dengan dasar laut maupun antar
massa air laut sendiri yang berpengaruh terhadap kondisi pasut setimbang.
1.7.3. Gaya Pembangkit Pasut
Fenomena pasut yang terjadi di bumi dapat dijelaskan dengan melihat gerakan
bulan dan matahari secara periodik terhadap bumi. Gerakan benda astronomis seperti
bulan dan matahari secara periodik tersebut menghasilkan gaya pembangkit pasut
yang memiliki komponen periodik sesuai dengan periode gerakan bulan dan
matahari yang teratur. Gerakan utama bulan dan matahari yang mempengaruhi pasut
adalah :
1. Revolusi bulan terhadap bumi, dengan orbit berbentuk elips dan
memerlukan waktu 29,5 hari untuk menyelesaikan revolusinya.
2. Revolusi bumi terhadap matahari, dengan orbit berbentuk ellips dan
periode yang diperlukan adalah 365,25 hari.
3. Perputaran bumi pada porosnya dengan waktu yang diperlukan adalah 24
jam.
Posisi bulan, matahari dan bumi dalam satu sistem selalu bergerak pada
orbitnya masing – masing yang secara periodik berubah. Posisi tersebut dapat dilihat
pada Gambar I.2 sebagai berikut :
7
Gambar I.2. Posisi dan gerakan lintasan orbit bumi, bulan dan matahari
(Dimodifikasi dari Soeprapto, 2001)
Menurut Newton pembangkit pasut dapat dijelaskan melalui “teori gravitasi
universal”, yang menyatakan bahwa pada dua sistem benda dengan massa dan jarak
tertentu mengalami gaya tarik menarik di antara dua benda tersebut. Gaya ini dapat
dituliskan dengan persamaan (Poerbandono & Djunarsjah, 2005) :
F =G 𝑚𝑚1 . 𝑚𝑚2
𝑟𝑟2 ...................................................................................... ( I.1 )
Dalam hal ini :
F : gaya tarik menarik antara dua benda
G : konstanta gaya tarik = 6,67 x 10-11 N kg-2 m-2
m1 : massa benda ( 1 )
m2 : massa benda ( 2 )
r2 : jarak antara pusat benda ( 1 ) dan pusat benda ( 2 )
Gaya pembangkit pasut selain disebabkan oleh gaya tarik menarik benda
angkasa seperti bulan dan matahari secara periodik, juga dipengaruhi oleh gaya
sentrifugal yang bekerja akibat rotasi bumi pada porosnya.
Besarnya gaya sentrifugal sedikit lebih besar dibandingkan gaya grafitasi bumi
– bulan. Di pusat bumi gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya tarik bulan sehingga
pada pusat bumi gaya tarik tersebut adalah sama besar atau dengan kata lain resultan
gayanya adalah sama dengan nol. Besarnya gaya tarik bulan pada permukaan bumi
8
yang berbeda – beda besarnya sedangkan gaya sentrifugal yang dialaminya adalah
sama besar, maka hal ini yang menyebabkan adanya gejala pasang surut di
permukaan bumi. Gaya pembangkit pasut sebagai akibat adanya gaya tarik menarik
dan gaya sentrifugal dapat dilihat pada Gambar I.3 dibawah ini
Gambar I.3. Gaya pembangkit pasut akibat dari gaya tarik menarik dan gaya
sentrifugal ( Dimodifikasi dari Soeprapto, 1993 )
Dalam hal ini :
Fto, Ftn, Ftz : gaya tarik menarik bumi-bulan
Fso, Fsn, Fsz : gaya sentrifugal
Fpo, Fpn, Fpz : gaya pembangkit pasut
Besarnya gaya sentrifugal adalah sama untuk seluruh wilayah/posisi di bumi
dengan arah menjauh dari pusat bulan. Hal tersebut dapat dituliskan melalui
persamaan berikut :
2
2
==
ra
MeMmg
rMmGFs
...................................................................................... (I.2)
Dengan Gambar I.3. dan persamaan I.2. dapat diasumsikan bahwa gaya
sentrifugal di permukaan bumi sama dengan gaya tarik bulan di pusat bumi. Besaran
dua komponen gaya tersebut dapat dihitung dengan persamaan I.3 sebagai berikut :
𝐹𝐹𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝐹𝐹𝑔𝑔+𝐹𝐹𝑠𝑠
= 22 rGM
RGM mm − ...................................................................................................... (I.3)
(𝐹𝐹𝑠𝑠 bertanda negatif karena arahnya berlawanan dengan arah 𝐹𝐹𝑔𝑔)
9
Keterangan:
𝐹𝐹𝑔𝑔 : gaya tarik bulan
𝐹𝐹𝑠𝑠 : gaya sentrifugal di permukaan bumi
𝐹𝐹𝑃𝑃𝑃𝑃 : gaya pembangkit pasut
G : konstanta gaya tarik = 6,67 x 10-11 N kg-2 m-2
mm : massa bulan
me : massa bumi
R : jarak antara suatu titik di permukaan bumi dengan pusat bulan
a : jari-jari bumi
Gejala pasut laut terjadi jika gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi lebih
besar dibandingkan gaya sentrifugalnya.
1.7.4. Pergerakan Periodik Bumi, Bulan, dan Matahari
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan benda astronomis seperti bulan
dan matahari secara periodik terhadap bumi menghasilkan gaya pembangkit pasut.
Setiap posisi tertentu dari bulan dan matahari terhadap bumi menyebabkan beberapa
tipe pasang surut yang berbeda. Dari posisi-posisi yang berbeda diantara ketiga
benda astronomis tersebut selanjutnya dapat ditentukan tinggi dan pola pasut yang
terjadi.
Dalam penelitian membahas tiga macam kedudukan periodik dari bumi, bulan
dan matahari. Tiga macam kedudukan periodik tersebut, yaitu :
1. Revolusi bulan terhadap bumi selama 29,5 hari. Perputaran bulan pada
orbitnya yang berbentuk ellips mengelilingi bumi selama 29,5 hari
membuat bulan dalam beberapa posisi yang berbeda, seperti ditunjukkan
pada Gambar I.4. Fase bulan ini menyebabkan dua fenomena spring tides
dan neap tides. Dalam kondisi pasang purnama (spring tides) terjadi
pasang tertinggi selama dua kali dalam satu periode revolusi bulan
terhadap bumi. Pada penelitian ini periode data satu bulan dikelompokkan
berdasarkan revolusi bulan terhadap bumi.
10
Gambar I.4. Revolusi bulan terhadap bumi
2. Revolusi bumi terhadap matahari selama 365,25 hari. Dalam satu masa
revolusi bumi terhadap matahari dapat terjadi deklinasi maksimum dan
deklinasi minimum atau sama dengan nol (0) sebanyak dua kali. Sehingga
dalam periode 1 tahun dapat terjadi pasang maksimum saat deklinasi
matahari bernilai nol (0) dan terjadi pasang minimum saat terjadi deklinasi
maksimal. Pada penelitian ini periode data satu tahun dikelompokkan
berdasarkan revolusi bumi terhadap matahari.
Gambar I.5. Revolusi bumi terhadap matahari
3. Gerakan presesi bulan terhadap orbitnya selama 8,85 tahun. Orbit bulan
yang berbentuk ellips membentuk sudut deklinasi tertentu yang besarannya
bervariasi selama 8,85 tahun. Sudut deklinasi tersebut sebesar 5⁰8’.
Selama 8,85 tahun orbit bulan mengalami rotasi berdasar besaran sudut
deklinasinya. Fenomena ini biasa disebut gerak presesi bulan. Dalam gerak
presesi bulan terhadap orbitnya ini pada saat sudut deklinasi orbit bulan
bernilai minimum atau sama dengan nol (0) terjadi nilai pasang
11
maksimum. Pada penelitian ini periode data 8,85 tahun dikelompokkan
berdasarkan gerak presesi bulan terhadap orbitnya.
Gambar I.6. Gerakan presesi bulan terhadap orbitnya.
1.7.5. Tipe Pasang Surut Laut
Pasang surut laut memiliki beberapa tipe pasut berdasarkan oleh frekuensi air
pasang dan surut setiap harinya. Tipe pasut dibagi menjadi empat tipe yaitu :
1. Tipe pasut harian tunggal (diurnal tide). Tipe pasut yang dalam satu hari
pengamatan terjadi satu kali kedudukan muka air tertinggi dan satu kali
kedudukan muka air terendah.
Gambar I.7. Pasang surut harian tunggal (diurnal) (sumber : NOAA)
2. Tipe pasut harian ganda (semi diurnal tide). Pada tipe pasut ini terjadi dua
kali kedudukan muka air tertinggi dan dua kali kedudukan muka air
terendah dalam satu hari pengamatan.
12
Gambar I.8. Pasang surut harian ganda (semi diurnal) (sumber : NOAA)
3. Tipe pasut campuran condong harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal). Pada tipe pasut ini terjadi satu kali kedudukan muka air tertinggi
dan satu kali kedudukan muka air terendah tapi pada waktu tertentu terjadi
dua kali kedudukan muka air tertinggi dan dua kali kedudukan muka air
terendah dengan tinggi dan waktu yang sangat berbeda.
4. Tipe pasut campuran condong harian ganda (mixed tide prevaling semi
diurnal). Merupakan tipe pasut yang terjadi dua kali kedudukan muka air
tertinggi dan dua kali kedudukan muka air terendah tapi pada waktu tertentu
terjadi satu kali kedudukan muka air tertinggi dan satu kali kedudukan muka
air terendah dengan tinggi dan waktu yang sangat berbeda.
Gambar I.9. Pasut harian campuran (mixed diurnal) (sumber : NOAA)
13
1.7.6. Model Matematika Pasut dan Konstanta Harmonik Pasut
Pasut yang terjadi pada suatu titik di permukaan bumi terjadi akibat resultan
dari jarak dan kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi yang berubah secara
periodik. Gelombang pasut dapat dimodelkan dalam suatu persamaan matematis
sebagai berikut (Poerbandono & Djunarsjah, 2005) :
𝑦𝑦𝐵𝐵 = 𝐴𝐴𝐵𝐵 𝐶𝐶𝑆𝑆𝑠𝑠(𝜔𝜔𝑡𝑡 + 𝜃𝜃).................................................................................. (I.4)
Dimana dalam persamaan tersebut :
yB : tinggi muka air saat t1
AB : amplitudo pasut
ω : kecepatan sudut = 2πf
t : waktu
θ : keterlambatan fase
Penentuan nilai perubahan amplitudo dan keterlambatan fase akibat gaya tarik
benda angkasa terhadap kondisi bumi setimbang yang nantinya dinyatakan dalam
sebuah konstanta. Konstanta tersebut disebut sebagai komponen harmonik.
Komponen – komponen harmonik pasut utama tersebut antara lain :
Tabel I.1: Komponen harmonik utama pasang surut
Tipe Pasut
Keterangan
Simbol
Kec. Sudut
(⁰/jam)
Ganda Dipengaruhi oleh Bulan Utama
Dipengaruhi oleh Matahari Utama
Dipengaruhi oleh akibat lintasan bulan
berbentuk ellips
Dipengaruhi oleh lintasan matahari berbentuk
ellips
M2
S2
N2
K2
28,9841
30,0000
28,4397
30,0821
Tunggal Dipengaruhi oleh deklinasi Bulan dan
deklinasi matahari
Dipengaruhi oleh deklinasi Bulan Utama
Dipengaruhi oleh deklinasi Matahari Utama
K1
O1
P1
15,0411
13,9430
14,9589
Perairan
Dangkal
Kecepatan sudut dua kali kecepatan sudut M2
Modulasi dari M2 dan S2 dengan kecepatan
sudut jumlah kecepatan sudut M2 dan S2
M4
MS4
59,97
59,98
14
1.7.7. Analisis Harmonik Pasut
Analisis harmonik pasut bertujuan untuk menghitung amplitude hasil respons
dari kondisi laut setempat dan beda fase dari gelombang tiap komponen terhadap
keadaan pasang surut setimbang. Nilai perubahan amplitude dan keterlambatan fase
yang dihitung dinyatakan dalam sebuah konstanta harmonik. Untuk menentukan nilai
konstanta harmonik pasut laut tersebut maka sebelumya perlu untuk diketahui bahwa
pasut yang diamati dari variasi naik turunnya muka laut adalah hasil penjumlahan
dari semua gelombang komponen harmonik pasut yang terjadi. Dengan demikian
tinggi muka laut pada suatu saat ( t ) dapat dituliskan dalam persamaan sebagai
berikut (Soeprapto, 1993) :
)cos()()(1
ii
k
iin gtAhmtvth −+=+ ∑
=
ω .......................................................................... (I.5)
Dimana :
h(t) : tinggi muka air fungsi dari waktu
Ai : amplitudo komponen ke-i
ωi : kecepatan sudut komponen ke-i
gi : fase komponen ke-i
hm : tinggi muka air rerata
t : waktu
k : jumlah komponen
V(tn) : residu
Dari rumus diatas dapat diuraikan menjadi :
tgAtgAhmtvth ii
k
iiii
k
iin ωω sinsincoscos)()(
11∑∑==
++=+....................................... (I.6)
Jika dimisalkan :
riiii gAArgA B== sindan , cos .............................................................................. (I.7)
Maka hasilnya menjadi :
tBtAhmtvth i
k
iri
k
irn ωω sincos)()(
11∑∑==
++=+....................................................…(I.8)
Keterangan :
Ar dab Br adalah konstanta harmonik ke-i,
15
k adalah jumlah komponen pasut,
tn menunjukkan waktu pengamatan tiap jam (tn = -n, n+1, n; tn = 0 adalah waktu
tengah-tengah pengamatan).
Besarnya ( hm ) hasil hitungan dengan persamaan diatas mendekati elevasi pasut
pengamatan h(t) jika :
{ } nimummit
hmhnn
nn
n
ttv =−= ∑−=
)()( 2
.................................................................... (I.9)
Persamaan diatas kemudian diturunkan terhadap Ari dan Bri
( )( )[ ]∑ ∑=
−+−==∂∂ N
nitMhmth
Arv
1
2
)cos()()(20 ω
( )( )[ ]∑ ∑=
−+−==∂∂ N
nitMhmth
Brv
1
2
)sin()()(20 ω
Dari hubungan persamaan tersebut diperoleh 2n + 1 persamaan dimana n
adalah banyaknya komponen harmonik pasut laut. Sehingga dapat ditentukan
besaran S0, Ar, dan Br. Selanjutnya berdasarkan estimasi kuadrat terkecil maka
persamaan dapat diuraikan dalam tahap – tahap sebagai berikut :
• persamaan pengamatan tinggi muka laut L = AX
• persamaan koreksi v = (AX) – L, maka :
)(sincos)(11
thtBtAhmtv i
k
iri
k
irn −++= ∑∑
==
ωω
Berikut ini pendesainan matrik pengamatan pasut :
=
ttttt
tttttttttt
A
nnnn
kn
k1k21
1k111k1211
1k111k1211
sin sin cos sin cos 1
sin sin cos sin cos 1sin sin cos sin cos 1
ωωωωω
ωωωωωωωωωω
1
=
nh
hL
)()( 1 PLAPAAX TT −=
16
=
k
kk
B
BA
Ah
X
1
1
0
1
Menentukan nilai amplitude komponen pasut laut :
iii BrArA +=
Menentukan nilai fase komponen pasut laut :
i
ii Ar
Brg =tan
Dalam hal ini :
L : data tinggi muka laut
A : matrik koefisien
X : parameter komponen harmonik pasut laut
V : nilai koreksi
Ar : parameter A komponen pembentuk pasut
Br : parameter B komponen pembentuk pasut
𝛚𝛚 : kecepatan sudut gelombang harmonik
t : waktu pengamatan
Ai : amplitude
g : fase
1.7.8. Periode Sinodik
Dalam analisis pasut untuk dapat menentukan banyaknya gelombang pasut
yang diperoleh tergantung pada panjangnya data pengamatan pasut. Panjang data
pengamatan pasut dapat dihitung melalui kriteria Rayleigh, yaitu apabila ada dua
komponen pasut A dan B, komponen tersebut hanya dapat dipisahkan satu sama lain
apabila panjang datanya melebihi satu periode sinodik. Jika diketahui kecepatan
sudut masing komponen pasut adalah σA dan σB (⁰/ jam), maka periode sinodiknya
dapat dinyatakan sebagai berikut (Ali, et.al.,1994) :
17
PS = 360°𝜎𝜎𝐴𝐴−𝜎𝜎𝐵𝐵
(dalam jam) ............................................................................. (I.10)
Keterangan :
PS = periode sinodik (jam)
σA dan σB = kecepatan sudut (⁰/ jam) dari komponen A dan komponen B.
Dari perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa, periode sinodik merupakan
lamanya pengamatan minimum yang harus digunakan untuk analisis harmonik guna
dapat menghitung amplitudo dan keterlambatan fase dari dua buah komponen A dan
B. Apabila perbedaan frekuensi dua buah komponen A dan B semakin kecil, maka
semakin panjang data pengamatan yang diperlukan untuk dapat memisahkan dua
komponen tersebut (Ali, et.al.,1994).
1.7.9. Pengamatan Pasut
Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di
suatu lokasi perairan tertentu. Pengamatan dilakukan dengan mencatat atau merekam
data tinggi muka air laut dengan selang waktu tertentu. Lamanya pengukuran pasut
umumnya dilakukan selama rentang waktu periode gerakan benda langit yang
mempengaruhi gelombang pasut kembali ke posisi semula. Lokasi pengamatan pasut
dilakukan pada sebuah stasiun yang dilengkapi dengan suatu sistem peralatan
pengamatan pasut. Sistem peralatan pengamatan pasut umumnya terdiri dari 3
macam segment, yaitu :
1. Segment sensor perekaman data
2. Segment data collector atau data logger
3. Segment catu daya atau energi
Suatu lokasi stasiun pasut umumnya dipilih dengan mempertimbangkan
beberapa kondisi tertentu, syarat utama yang harus terpenuhi antara lain (IOC, 2006)
1. Mewakili kondisi pasut perairan sekitarnya sejauh 5 nmiles ke arah kiri dan
kanan serta sejauh 10 nmiles ke arah perairan lepas.
2. Tanah tempat berdiri stasiun harus stabil dan mampu bertahan dalam
jangka waktu yang lama.
18
3. Memiliki akses transportasi, energi (electrical power) dan komunikasi yang
baik, serta aman dari gangguan sekitar.
4. Kedalaman air lokasi stasiun pasut minimal 2 meter di bawah LAT.
5. Berada dekat dengan lokasi benchmark sebagai titik kontrol geodesi.
1.7.10. Peralatan Perekaman Data Pasut
Teknologi pengamatan pasut telah berkembang pesat, dengan perkembangan
tersebut proses pengamatan pasut kini bisa dilakukan dengan lebih mudah dan
efisien. Mulai dari proses perekaman manual menggunakan tenaga manusia untuk
mengamat dan mencatat bacaan tinggi muka air laut, hingga proses secara digital
yang merekam secara otomatis dalam interval waktu tertentu. Pada penelitian ini
digunakan kelompok data encoder (enc) yang menggunakan prinsip alat perekam
floating gauge.
Proses perekamaan bacaan tinggi muka air laut dapat dilakukan dengan
beberapa alat dan metode, berikut beberapa alat tersebut (IOC,2006):
1. Tide Pole Gauge
2. Pressure Gauge
3. Accoustic Gauge
4. Radar Gauge
5. Stilling Well Floating Gauge
Pada masanya floating gauge merupakan metode yang paling banyak
digunakan di seluruh jaringan stasiun pasut global. Kebanyakan data pasut global
direkam melalui metode ini. Namun sekarang keberadaan metode ini sudah mulai
tergeser oleh teknologi yang lebih baru seperti sensor akustik dan radar. Cara kerja
metode floating gauge cukup sederhana yaitu memakai sebuah tabung (tube) untuk
memfilter gelombang air laut yang masuk kedalam tabung, kemudian di dalam
tabung ada sebuah pelampung yang dihubungkan dengan kawat baja ke suatu silinder
gulung yang berisi paper chart untuk mencatat gerakan naik turun pelampung dalam
bentuk grafik berdasarkan perubahan permukaan air laut di dalam tabung. Sekarang
paper chart yang manual sudah bisa digantikan dengan encoder digital yang bisa
merekam data ke dalam bentuk numerik digital.
19
Gambar I.10. Skema dasar floating gauge
(IOC, 2006)
1.7.11. Bentuk Data Pasang Surut Stasiun Surabaya Dari BIG
Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan lembaga resmi pemerintah yang
berwenang melakukan kegiatan survey dan pemetaan di Indonesia. BIG memiliki
beberapa departemen yang mengurusi dalam beberapa bidang geospasial. Stasiun
pasang surut di Indonesia, pengadaan dan perawatannya dilaksanakan oleh bidang
gaya berat dan pasang surut laut BIG. Data pasang surut periode panjang pada
penelitian ini diperoleh dari BIG. Pada umumnya stasiun pasang surut di Indonesia
yang dikelola oleh BIG sebagian besar sudah terhubung dengan jaringan PSMSL dari
IOC.
Data PSMSL dari IOC-UNESCO menyediakan tiga macam kelompok data
pasut. Kelompok data yang pertama adalah data pasut yang direkam melalui sensor
20
floating encoder (enc) yang telah melalui proses filtering dari riak gelombang air
laut. Filtering dilakukan dengan tabung (tube) tempat floating encoder dipasang.
Kelompok data berikutnya adalah data pasut yang direkam melalui pressure gauge
(prs). Kelompok data yang terakhir adalah data pasut yang direkam dengan sensor
radar (rad). Tiap kelompok data tersebut disajikan dalam sebuah tabel yang berisikan
waktu (UTC) dan nilai bacaan ketinggian permukaan air laut dari tiap jenis sensor.
Masing-masing kelompok data memiliki interval waktu perekaman data yang
berbeda. Sensor encoder memiliki interval waktu perekaman data tiap lima menit,
sensor pressure gauge memiliki interval waktu perekaman data tiap satu menit dan
sensor radar memiliki interval waktu perekaman data tiap 3 menit. Tiap kelompok
data disajikan dalam unit meter (m).
Format data pasut pada stasiun pasut dalam jaringan PSMSL biasanya berupa
“.csv”. Format tersebut sudah berbentuk kolom dengan informasi berupa tanggal,
waktu pengamatan, dan tinggi bacaan pasut. Format tersebut merupakan bentuk
format baru dalam era digital untuk memudahkan pembacaan data. Hasil unduhan
data pasut dari PSMSL yang masih berupa data mentah dapat dilihat melalui Tabel
I.2 berikut :
Tinggi Pasang Surut Stasiun Surabaya
Waktu (UTC) enc(m) prs(m) rad(m)
30/04/2006 12:30 246,561
30/04/2006 12:35 244,302
30/04/2006 12:40
241,996
30/04/2006 12:45 239,646
30/04/2006 12:50 237,254
30/04/2006 12:55 234,824
30/04/2006 13:00 232,358
30/04/2006 13:05
229,857
30/04/2006 13:10 227,325
30/04/2006 13:15 224,765
Tabel I.2 : Contoh data mentah stasiun pasut Surabaya
21
Stasiun pasut Surabaya yang digunakan pada penelitian ini hanya dikelola oleh
pihak BIG saja dan tidak termasuk dalam jaringan PSMSL. BIG memiliki standar
sendiri dalam format dan pengolahan data pasut. Stasiun pasang surut Surabaya
menggunakan alat perekam data pasut berupa floating gauge digital merek OTT
Thalimedes. Hasil perekaman berupa data tinggi pasut per menit dengan satuan
milimeter (4 digit). Format data mentah pasut BIG umumnya sama dengan format
data pada jaringan PSMSL, yaitu “.csv”, tetapi untuk melakukan pengolahan analisis
dan prediksi BIG menggunakan software SLPR. Pengolahan dalam software SLPR
menggunakan format data umum atau “.DAT”, format tersebut berbentuk deret. Data
tersebut memiliki interval perekaman data per menit, untuk dilakukan pengolahan
dalam software SLPR oleh BIG data tersebut difilter menjadi data per jam. Contoh
bentuk format data “.DAT” dengan interval perekaman data per jam yang didapat
dari BIG dapat dilihat pada Gambar I.11.
Gambar I.11. Bentuk format data “.DAT” dari BIG untuk pengolahan data pada
software SLPR.
Format data tersebut merupakan bagian dari sistem yang lama, pada tahun
2010 BIG mengubah peralatan analog menjadi digital sehingga unduhan data
22
mentahnya sudah berupa format “.csv”. Tetapi untuk pengolahan data, format
tersebut tetap dikonversi ke dalam format “.DAT”, karena software SLPR membaca
data pasut dalam bentuk deret. Pada penelitian ini bentuk format data “.DAT”
dikonversi ke format “.txt” dengan melakukan operasi matrik baris terhadap data
tersebut menggunakan software Matlab. Hal ini dilakukan karena untuk melakukan
analisis harmonik pada t-tides, data pasut dibaca dalam bentuk matriks baris
berkolom satu.
1.7.12. Kontrol Kualitas Data
Perkembangan teknologi yang sangat pesat menyebabkan teknologi
pengamatan pasut ikut berkembang. Dewasa ini hampir semua alat perekam data
pasut dapat mengukur dalam interval waktu terkecil yaitu 1 menit, 3 menit atau 5
menit. Frekuensi pengambilan data pasut seperti itu menyebabkan banyaknya jumlah
data yang dapat dihimpun dalam satu periode waktu pengamatan. Data mentah
pengamatan pasut tersebut harus tetap disimpan dalam panjang frekuensi asli data
sampling. Untuk melakukan hal tersebut perlu dilakukan kontrol kualitas data pasut.
Kontrol kualitas data pasut bertujuan untuk melakukan verifikasi data pasut
sehingga dapat dilakukan deteksi terhadap anomali data tak terduga yang muncul
berupa outliers, spikes atau pun perubahan time series dari data pasut (Tides Control
Quality by SHOM, 2013). Adapun beberapa metode untuk melakukan kontrol
kualitas data adalah sebagai berikut :
1. Membandingkan data pengamatan pasut dengan data prediksi pasut. Data
pengamatan pasut yang masih mentah data hasil prediksi dibandingkan
bersama secara visual dalam bentuk grafik. Dari perbandingan tersebut
didapatkan residu dari perbedaan kurva antara keduanya. Residu tersebut
digunakan untuk mendeteksi keberadaan anomali pada data pasut.
2. Kontrol kualitas menggunakan standar deviasi dari data pengamatan
pasut. Dengan menghitung nilai standar deviasi dari data sampel
pengamatan dengan jumlah minimal 120 data ukuran dengan interval
perekaman data per 1 detik, dapat dideteksi anomali yang terjadi. Nilai
standar deviasi yang besar terhadap hasil pengamatan rata-rata biasanya
mencerminkan adanya anomali yang terjadi pada data pengamatan pasut.
23
1.7.13. Uji Statistik
Untuk menganalisis suatu kumpulan data perlu diketahui bagaimana kualitas
data tersebut secara keseluruhan. Kualitas suatu data mentah dapat dikontrol melalui
penerapan metode statistik pada data tersebut, untuk melihat apakah data tersebut
sudah baik atau belum. Dalam penelitian ini digunakan dua metode statistik yang
digunakan untuk kontrol kualitas data dan uji signifikansi dua buah sampel data.
1.7.13.1. Uji sigma kualitas menggunakan standar deviasi 2σ
Data pengamatan pasut terlihat homogen pada data ukurannya, sehingga
diperlukan nilai standar deviasi atau simpangan baku untuk menentukan seberapa
besar tingkat presisi atau kedekatan data dari ukuran ulangan untuk besaran yang
sama. Suatu simpangan baku biasa dinyatakan dalam simbol sigma (σ). Kesalahan
spike data pasut merupakan suatu penyimpangan nilai pada data. Penyimpangan
tersebut perlu direjeksi berdasarkan tingkat derajat kepercayaan yang diterapkan
pada nilai simpangan bakunya menggunakan distribusi normal. Rumus menghitung
nilai standar deviasi untuk data sampel adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2007) :
𝑆𝑆 = �∑(𝑋𝑋𝑖𝑖− 𝑋𝑋� )2
(𝑛𝑛−1) ................................................................................ (I.11)
1.7.13.2. Uji signifikansi antar dua buah sampel
Penelitian ini membandingkan antar dua macam data sampel yaitu nilai
amplitudo konstanta harmonik kelompok data satu bulan dan satu tahun dengan nilai
amplitudo konstanta harmonik kelompok data 8,85 tahun. Untuk mengetahui
hubungan dan signifikansi perbedaan antar data sampel tersebut perlu dilakukan uji
statistik komparatif menggunakan tabel distribusi t. Pengujian hipotesis komparatif
dua sampel dilakukan dengan rumus separated varians sebagai berikut (Sugiyono,
2007) :
24
𝑡𝑡 = 𝑥𝑥̅1− 𝑥𝑥̅2
�𝑆𝑆12
𝑛𝑛1+𝑆𝑆2
2
𝑛𝑛2
...............................................................................................(I.12)
Dari hasil uji t tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan.
Hipotesis awal (Ho) diterima apabila nilai hasil hitungan uji t lebih kecil dari nilai t
tabel ( thitungan < ttabel ). Apabila nilai hasil hitungan uji t lebih besar dari nilai t tabel (
thitungan > ttabel ), maka Ho ditolak dan hipotesis tandingan (Ha) yang diterima.
1.7.14. Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini data mentah pasut dikelompokkan menjadi tiga kelompok
periode data berdasar pergerakan periodik Bumi, Bulan dan Matahari. Tiap
kelompok data tersebut memiliki periode pengamatan dan kualitas data yang
berbeda. Hipotesis awal (Ho) dari penelitian ini adalah kelompok periode data 8,85
tahun berdasar pengaruh pergerakan presesi orbit bulan merupakan kelompok
periode data yang paling optimal dalam menentukan nilai amplitudo konstanta
harmonik dan MSL. Kelompok periode data 8,85 tahun dianggap paling optimal
karena merupakan kelompok periode pengamatan terpanjang. Dalam penentuan
konstanta harmonik pasang surut, semakin panjang periode pengamatan maka jumlah
konstanta harmonik yang dihasilkan akan semakin banyak dibandingkan dengan
periode pengamatan data yang lebih pendek. Pada periode pengamatan panjang juga
terdapat nilai ukuran lebih dibanding periode pengamatan yang lebih pendek,
sehingga dalam perhitungan metode hitung kuadrat terkecil untuk analisis konstanta
harmonik pasut akan dihasilkan nilai amplitudo konstanta harmonik dan MSL
dengan akurasi yang lebih tinggi.