bab i - alamanahbogor.files.wordpress.com · web viewdalam sebuah hadits, rasulullah saw pernah...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
Dalam kehidupan umat manusia tentu tidak akan terlepas dari peran
seorang wanita, dalam hal ini adalah isteri yang kita bisa sebut sebagai
manajer dalam rumah tangga. Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan
ibu dlm keluarga memiliki arti yg sangat penting bahkan bisa dikatakan dia
merupakan satu tiang yg menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk
pemeran utama dlm mencetak “orang2 besar.” Sehingga tepat sekali bila
dikatakan: “Di balik tiap orang besar ada seorang wanita yg mengasuh dan
mendidiknya.” Selain berperan dalam mengasuh anak-anaknya, isteri juga
sangat berperan penting dalam hal pengabdiannya kepada suami dengan
melayani kebutuhan yang diperlukan oleh suami.
Bila benar keadaanya seperti itu dalam hal ini peran isteri yang
dimaksud, tentu kita juga tidak menafikan ada sejumlah pernyataan yang
sering sekali terdengar bahwa seorang isteri yang hanya bekerja, mengasuh
anak, melayani suami, ataupun pekerjaan lainnya yang kaitannya dengan
kegiatan didalam rumah semata-mata untuk pengabdian bagi keluarga
dianggap sebagai wanita atau isteri yang pengangguran bahwa wanita yg
bekerja dalam rumah berkhidmat pada keluarga adalah pengangguran yang
hanya ada di dapur, kasur, dan sumur? Coba kita bertanya pada diri kita,
Manakah yg hakekatnya lebih utama lebih berhasil dan lebih bahagia wanita
yg tinggal di rumah menjaga diri dan kehormatan melayani suami hingga
keluarga menjadi keluarga yg sakinah penuh cinta dan kasih sayang dan ia
mengasuh anak-anak hingga tumbuh menjadi anak-anak yg berbakti dan
berguna bagi masyarakat ataukah seorang wanita yg sibuk mengejar karier di
kantor bersaing dgn para lelaki bercampur baur dengan mereka sementara
suami dan anak-anak ia serahkan pengurusan kepada orang lain? Manakah
yg lbh merasakan ketentraman dan ketenangan? Kita ke tahui berfsa ma di
era informasi yang serba modern tentu hal ini juga menjadi kekhawatiran
bagi setiap anak yang dengan mudah mendapatkan fasilitas untuk
i
kesenangan dan hiburan semata. Seorang ibu tentu hendaklah memahami
sejauh mana fasilitas tersebut mampu merubah anak-anaknya apakah
membawa madharat atau malah fasilitas tersebut justru berpengaruh dalam
pencetakan watak anak yang bisa menimbulkan degradasi moral yang
berujung kepada tindakan-tindakan yang tidak sesuai kita harapkan.
Hendaklah dipahami oleh para isteri bahwa pekerjaan berkhidmat pada
keluarga merupakan satu ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pekerjaan di dlm rumah bukanlah semata-mata gerak tubuh namun pekerjaan
itu memiliki ruh yg bisa dirasakan oleh orang yg mengerti tujuan kehidupan
dan rahasia terwujud insan yang kita idam-idamkan.
Rosulullahsaw bersabda: “ Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
berkata:
“Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam ditanya : ’ Siapakah wanita yang paling
baik?’ Beliau menjawab: ‘(Sebaik-baik wanita) adalah yang menyenangkan
(suami)-nya jika ia melihatnya, mentaati (suami)-nya jika ia memerintahnya
dan ia tidak menyelisihi (suami)-nya dalam hal yang dibenci suami pada
dirinya dan harta suaminya." (HR. Ahmad, al Hakim, an Nasa’i dan ath
Thobrani dan di Shohihkan oleh al Albani).
Berbagai hal fakta yang terjadi seperti yang dipaparkan diatas ini lah
yang menjadi landasan kami untuk mengkaji permasalahan yang kami
tuangkan dalam sebuah makalah yang berjudul: “Peran Isteri di Keluarga
dalam Mengasuh Anak dan Melayani Suami.”
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah, sbb:
a. Menganalisa informasi tentang peran isteri di keluarga dalam mengasuh
anak dan melayani suami yang sesuai dengan Al- Qur’am dan Al-Hadist.
b. Sebagai tugas untuk prasyarat dalam mengikuti perkuliahan
i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian peran isteri di keluaraga dalam mengasuh dan melayani
suami.
Pengertian peran isteri dikeluaraga dalam mengasuh dan melayani
suami. bisa diartikan sebagai bentuk pengabdian dari isteri yang semata-mata
untuk pengabdian terhadap keluarga yang sesuai dengan tuntunan ajaran
islam sebagai bentuk ibadah.
Untuk mengetahui pengertian atau definisi tersebut coba kita perhatikan
dibawah ini:
“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
“Nabi Shalallahu‘alaihiwassalam ditanya : ’ Siapakah wanita yang paling
baik?’ Beliau menjawab:‘(Sebaik-baik wanita) adalah yang menyenangkan
(suami)-nya jika ia melihatnya, mentaati (suami)-nya jika ia memerintahnya
dan ia tidak menyelisihi (suami)-nya dalam hal yang dibenci suami pada
dirinya dan harta suaminya." (HR. Ahmad, al Hakim, an Nasa’i dan ath
Thobrani dan di Shohihkan oleh al Albani).
Dan Allah SWT telah memberikan sebuah definisi wanita sholihah
yang menjadi perhiasan dan kesenangan terbaik di dunia, sebagaimana dalam
firman-Nya:
“…Maka wanita yang sholih, ialah yang taat kepada Alloh lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka)
…” (QS. an-Nisa’:34)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwassalam juga memberikan gambaran
wanita sholihah terbaik sebagaimana dalam hadits:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shalallahu
‘alaihiwassalam ditanya : ’ Siapakah wanita yang paling baik?’ Beliau
menjawab:
‘(Sebaik-baik wanita) adalah yang menyenangkan (suami)-nya jika ia
melihatnya, mentaati (suami)-nya jika ia memerintahnya dan ia tidak
menyelisihi (suami)-nya dalam hal yang dibenci suami pada dirinya dan
i
harta suaminya." (HR. Ahmad, al Hakim, an Nasa’i dan ath Thobrani dan di
Shohihkan oleh al Albani).
2.2. Bentuk peran isteri di keluaraga dalam mengasuh dan melayani suami
a. Peran isteri di keluarga
Peran utama (pokok) seorang isteri adalah sebagai ibu dan manajer
(pengatur) rumah tangga. Ini adalah pandangan yang jernih dan benar
terhadap wanita. Sebab tugas ini hanya dikhususkan kepada wanita dan
terlaksananya tugas ini akan dapat menjamin lestarinya generasi manusia
serta menjamin ketenangan hidup individu manusia dalam keluarganya.
Islam telah menempatkan wanita dengan tugasnya sebagai ibu
sebagai posisi yang mulia, mengingat pentingnya peran ibu dalam
keberlangsungan generasi manusia. Tanpa kerelaan dan keikhlasan
seorang ibu memelihara janin yang dikandungnya selama + 9 bulan, tidak
akan lahir anak manusia ke bumi ini. Demikian pula dengan kerelaan dan
kesabarannya ketika menyusui dan mengasuh bayinya, berperan besar
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak. Posisi seorang
wanita yang ridlo dengan kehamilannya sebanding (dari segi pahala)
dengan seorang prajurit yang berperang di jalan Allah dan ia sedang
berpuasa. Rasulullah saw bersabda:
"…Tidaklah seseorang diantara kamu merasa ridlo jika ia hamil dari
hasil dengan suaminya dan suaminya merasa bangga dengan
kehamilannya itu; bahwa wanita tersebut mendapat pahala sama dengan
seorang prajurit yang puasa ketika berperang di jalan Allah…(HR. Ibnu
Atsir).
b. Peran isteri di keluaraga dalam mengasuh anak
Untuk menunjang terbentuknya generasi penerus yang berkualitas,
peran isteri akan sangat berperan penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan anak, selain masalah suplai gizi, sarana pengembangan
kreatifitas anak yang beraneka rupa, kesehatan, rekreasi bekal
pengetahuan, suasana dan kondisi rumah turut berperan juga. Di lihat dari
i
kaca mata ekonomi, dalam hitungan tertentu, mengasuh dan mendidik
anak sering identik dengan biaya yang cukup lumayan.
Sunnatullah menggariskan bahwa pengembangan kepribadian
seorang anak haruslah berimbang antara fikriyah, ruhiyah dan
jasadiyahnya. Orang tua dituntut mampu memenuhi kebutuhan ini,
terutama suami/ayah.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf....." (QS.2:223).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda: "Satu
dinar kau dermakan dalam perjuangan fi sabilillah dan satu dinar kau
pergunakan memerdekakan sahaya, dan satu dinar kau sedekahkan pada
orang miskin, dan satu dinar yang kau belanjakan untuk keleurgamu, yang
terbesar pahalanya ialah yang kau belanjakan untuk keluargamu." (HR.
Muslim).
Program yang ideal dari para orang tua khususnya isteri dalam
mengasuh dan mendidik anak, kadang harus kandas karena kurangnya
dukungan sarana dan dana. Bagaimanapun anak tak hanya butuh masukan
ruh seperti pelajaran shalat, qiro'ah, do'a, akhlaq dan aqidah. Mereka juga
butuh masukan yang membuat daya fikirnya mampu berkembang optimal.
Dan makanan untuk akal itu erat terkait dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki orang tua, terutama ibu.
Seorang isteri dalam hal ini ibu haruslah memahami tahap-tahap
perkembangan psikologis dan intelektual seorang anak. Tahu pula kiat
melarang yang tidak mematikan kreativitas. Pengetahuan tersebut bisa di
dapatkan seorang ibu dari berbagai sumber, buku, pengalaman, seminar,
majalah, koran dan sekolah. Dan semuanya membutuhkan dana sebagai
sarana.
Hal yang lain adalah masalah rumah tempat tinggal dan
berkembang sang anak. Bagi seorang anak yang frekwensi keluar
rumahnya amat sedikit lingkungan rumah amat menentukan kualitas
dirinya. Termasuk dalam pembahasan masalah rumah ini adalah
menyangkut kondisi fisik dan suasana rumah. Rumah yang lapang dengan
i
ventilasi udara dan pembagian ruangan yang sesuai membantu anak
mengembangkan diri dengan baik.
Rasulullah SAW bersabda: "Empat hal yang membawa
kebahagiaan, yaitu perempuan shalehah, rumah yang luas, tetangga yang
baik dan kendaraan yang enak". (HR.Ibnu Hibban).
Bahkan dalam Al Qur'an Allah juga menyinggung fungsi rumah
sebagai sumber ketenangan yang otomatis menjadi tempat berkembang
yang amat baik bagi sang anak.
"Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat
ketenangan". (QS. 16:80)
Rumah bagi seorang anak tidak hanya tempat berteduh, tapi
sekaligus tambatan hati yang akan terkenang dan berpengaruh kuat dalam
dirinya. Beragam contoh keputusan besar yang harus diambil seorang
pemimpin banyak dipengaruhi suasana masa kanak-kanak. Ruangan yang
lapang membuat anak bebas dan kreatif bergerak. Sementara jumlah
perputaran udara dan sinar matahari yang cukup membantu terbentuknya
tubuh yang sehat. Lingkungan rumah yang baik juga erat hubungannya
dengan anak. Sebagai makhluq sosial, sang anak mau tidak mau akan
berinteraksi dengan tetangga sekitar.
Hal yang lain yang tak kalah pentingnya yaitu pendidikan bagi
anak-anaknya. Pandidikan anak akan sangat berperan penting dalam
pencetakan watak dan qualitas si anak tersebut Seorang anak bagaikan
selembar kertas putih bersih tanpa ada coretan (tulisan) maupun warna.
Orang tuanya lah yang berperan menentukan coretan-coretan dan warna
apa yang akan diberikan pertama kali. Dan ini merupakan warna dasar
yang akan menentukan warna apa yang akan diterima/dipilih pada proses
pewarnaan selanjutnya. Kalau pewarnaan dasar telah menghasilkan warna
yang khas, maka warna dasar inilah yang akan menyeleksi warna apa yang
akan diterimanya dan diserap kemudian. Sebaliknya jika warna dasar tidak
khas dan tidak jelas, maka tidak akan ada proses seleksi untuk menerima
warna berikutnya. Bisa jadi warna apapun akan diterima sehingga menjadi
warna yang berantakan (tidak khas) dan hasilnya juga akan kacau.
i
Demikianlah permisalan gambaran tentang proses pendidikan pada
seorang anak dalam rangka membentuk kepribadiannya. Sebab anak
memang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Sebagaimana sabda
Rasulullah saw :
"Tidak ada seorang anakpun yang baru lahir kecuali dilahirkan dalam
keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu
menjadi Yahudi, Nasrani atau Musyrik"(HR Muslim).
Seorang isteri atau ibu memiliki kesempatan dan potensi yang
lebih besar untuk berperan secara langsung dalam proses pemberian warna
dasar pada anak , yakni peletak dasar/landasan pembentukan
kepribadiannya. Sebab ibulah yang paling dekat dengan anak sejak awal
pertumbuhannya, sesuai dengan tugas pokoknya. Sedangkan ayah
kemungkinan besar lebih banyak di luar rumah karena menjalankan
tugasnya mencari nafkah keluarga. Sekalipun demikian, ayah tetap
dituntut peran dan tanggung jawabnya dalam proses pembentukan
kepribadian anak.
c. Peran isteri di keluaraga dalam melayani suami
Alangkah bahagia perasaan suami jika pulang sehabis bekerja mendapat sambutan hangat dari sang istri berupa senyum manisnya. Apalagi jika ditambahkan dengan hidangan secangkir teh hangat dan sepiring panganan kecil buatan sang istri.
Allah Swt. berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir” (Q. S. Ar-Rum: 21).
Ayat tersebut menggambarkan jalinan ketentraman, rasa kasih dan rasa
sayang sebagai suatu ketenangan yang dibutuhkan oleh masing-masing individu .
lakilaki dan perempuan - ketika jauh dari pasangannya. Setiap suami istri yang
menikah, tentu sangat menginginkan kebahagiaan hadir dalam kehidupan rumah
i
tangga mereka ada ketenangan, ketentraman, kenyamanan dan kasih sayang.
Rumah tangga yang menjadi surga dunia! tidaklah identik dengan limpahan
materi, kebahagiaan bukanlah sebuah kemustahilan untuk dicapai, sebab
kebahagiaan merupakan pilihan dan buah dari cara berfikir dan bersikap. Maka
dari itu, hanya dengan pasangannyalah ia dapat menikmati manisnya cinta dan
indahnya kasih sayang dan kerinduan.
Namun, rupanya itu hanyalah menjadi impian bagi sebagian suami.
Karena kenyataan yang dihadapi, mereka harus terbiasa pulang ke rumah
dalam keadaan kosong dan rumah berantakan. Tak jarang akhirnya mereka ikut
mengerjakan pekerjaan rumah yang belum beres tersebut.
Sedang sang istri dengan santainya ngobrol di rumah tetangga, dengan dalih
bukan zamannya lagi istri harus menyambut kedatangan suami pulang dari
kerja dan mengurus semua pekerjaan rumah tangga. lronisnya, kita bisa
perhatikan di sekeliling kita ada fenomena suami berada di rumah
menggantikan peran sang istri, sedang sang istri yang mencari nafkah di luar.
Salah satu sikap istri shalihah yang menandakan bagusnya interaksi
dengan suami adalah berkhidmat pada suami sebatas yang ia mampu. Ia tak
akan membiarkan suaminya yang lelah baru pulang kerja unttik mengurus
keperluannya sendiri. Apalagi harus ikut-ikutan membereskan pekerjaan rumah
tangga sedangkan dirinya masih mampu untuk mengerjakannya.
Berkhidmat di sini tidak hanya bersifat lahir saja, semisal segala sesuatu
yang berkait dengan pekerjaan rumah tangga, tapi juga bersifat batin dan
psikologis suami. Tapi, karena keterbatasan halaman ini kita fokuskan pada
urusan pekerjaan rumah tangga yang sekarang mulai dilihat sebelah mata oleh
sebagian kaum Wanita. Maka tak heran bahwa istri yang shalihah akan
menyibukkan dirinya untuk melayani keperluan suami dan rumah tangganya
dengan penuh keikhlasan sebagai salah satu wujud pengabdian. Harapannya, ia
akan mendapat pahala kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) atas
pengabdiannya. Bukanlah suatu kehinaan bagi seorang wanita yang sudah
berkeluarga untuk melayani kebutuhan suami dan anak anaknya. Karena setiap
gerak dan aktivitas Muslimah yang diniatkan karena Allah SWT akan dinilai
Sebagai ibadah.
i
Berkhidmat kepada suami telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi
mulia dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi
Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘anhuma (RA) yang berkhidmat kepada Az-
Zubair ibnul Awwam RA, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan
suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal
embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia juga yang
menjinjing biji-bijian dari tanah milik suaminya, sementara jarak tempat
tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh. (Riwayat Bukhari
Muslim).
Demikian pula khidmatnya Fathimah binti Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam (SAW) di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib RA, sampai-sampai
kedua gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta
seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan bimbingan kepadanya.
”Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian
daripada seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian
atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan
Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.”
(Riwayat al-Bukhari Muslim).
i
BAB III
KESIMPULAN
Kemuliaan wanita-wanita utama ini tidak berkurang dengan
pengabdiannya pada keluarga. Malah di situlah letak kemuliaan seorang
Muslimah Setiap tetes keringat, goresan luka, dan lecetnya tangan karena
pengabdiannya membuat para malaikat mendoakan sehingga Allah Ta’ala
berkenan.
"Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam kemudian
mengerjakan shalat dan membangunkan suaminya, maka suaminyapun
menegerjakan shalat. Jika suaminya menolak bangun, ia percikkan air pada
wajahnya." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Hadits ini bisa dipelajari dari berbagai sudut. Dari sudut kehidupan rumah
tangga, jelas nampak betapa sebuah keluarga harus dibangun atas dasar keimanan
yang kuat. Hanya keluarga yang imannya kuat saja yang mampu melaksanakan
hadits ini.
Tonggak utama keluarga adalah suami istri. Kedua unsur ini harus
memiliki bobot keimanan yang sama, sehingga ada keharmonisan dalam
mengayuh sebuah kendaraan yang mesti melalui berbagai belokan dan tanjakan.
Hal ini dilakukan semata-mata karena Allah Ta’ala sebagai landasan dalam
pengabdian terhadap sang khaliq. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. An-Nahl: 97)
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa peran wanita dalam hal ini adalah isteri sangat
besar artinya dalam pembentukan generasi di masa datang, mengingat besarnya
peluang dan kesempatan wanita (seorang ibu) berperan mengawali proses
pendidikan anak-anaknya sejak dini. Potensi dan kemampuan para wanita
muslimah sangat berpengaruh besar membentuk warna dan corak generasi umat
Islam di masa datang.
i
Wanita yang lemah, bodoh dan berperilaku buruk akan menghasilkan
generasi yang warnanya tidak jauh berbeda dengan dirinya. Sebab di masa awal,
anak mendapatkan teladan yang buruk untuk membentuk eksistensi dan
kepribadian dirinya. Anak akan menyerap informasi dan perilaku apapun yang
ada didekatnya tanpa bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk.
Sebaliknya kalau wanitanya pintar (faham dengan ajaran Islam), cerdas, kreatif,
berperilaku baik serta berkepribadian Islam yang tinggi, maka warna dasar di
masa datang akan baik. Bahkan kalau perannya berjalan optimal, wanita seperti
ini akan mampu membentuk generasi yang tangguh, yang tidak terombang-
ambing oleh ombak kehidupan. Mereka akan tetap mampu bertahan dan berdiri
dengan tegar serta kokoh prinsip hidupnya, apapun kondisi yang menghadangnya.
Sudah seyogyanya seorang ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan
landasan rasa cinta dan kasih sayang yang benar, sehingga anak-anaknya pun akan
mempunyai rasa cinta dan kasih sayang yang benar pula terhadap orang tua dan
keluarganya. Rasa cinta dan kasih sayang yang benar adalah yang mendahulukan
rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Dengan demikian rasa
cinta pada anak tidak akan menghalangi seorang ibu untuk mendidik anaknya
menjadi mujahid yang rela mengorbankan jiwanya untuk Islam. Demikian pula
seorang anak tidak terhalangi mengorbankan miliknya yang paling berharga untuk
memperjuangkan tegaknya Islam,
i
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Badi' Shaqr. Wanita-wanita Pilihan. Pustaka Manthiq. 1990.
Jabir Asysyaal. Al Qur'an bercerita Soal Wanita. GIP. 1989.
Khalid Muh. Khalid. Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah. CV
Diponegoro. Bandung. 1981.
Nashir bin Sulaiman Al-'Umr. Kedudukan Ilmu dan Ilmuwan dalam Islam.
Pustaka Al Kautsar. 1994.
Shahih Muslim.
http://blog.muslim-indonesia.com/berkhidmat-pada-suami.html
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji hanya milik Allah Tuhan Semesta
Alam, berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya, makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada kekasih Allah pejuang
agama Islam dan teladan teladan yang terbaik Nabi Muhammad saw. Beserta
keluarga, sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam di seluruh alam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, walaupun waktu, tenaga dan
pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis
miliki, demi selesainya maklaah ini dan agar bermanfaat bagi penulis dan
pembacasekalian.
Sebelumnya penulis mengucapkan jazakumullah khairan katsiran kepada
kedua orang tua tercinta, dengan curahan cinta dan kasih sayangnya, kerja
kerasnya, serta doa yang selalu dipanjatkannya sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan makalah ini. Dan tak lupa penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada kawan seperjuangan yang turut dalam menyumbangkan
tenaga dan pikirannya didalam penulisan ini, semoga Allah membalas dengan
berlipat ganda.
Hormat kami,
Penulis
i
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir” (Q. S. Ar-Rum: 21).
Ayat tersebut menggambarkan jalinan ketentraman, rasa kasih dan rasa sayang
sebagai suatu ketenangan yang dibutuhkan oleh masing-masing individu . lakilaki
dan perempuan - ketika jauh dari pasangannya. Setiap suami istri yang
menikah, tentu sangat menginginkan kebahagiaan hadir dalam kehidupan rumah
tangga mereka, ada ketenangan, ketentraman, kenyamanan dan kasih sayang.
Rumah tangga yang menjadi surga dunia! tidaklah identik dengan limpahan
materi, kebahagiaan bukanlah sebuah kemustahilan untuk dicapai, sebab
kebahagiaan merupakan pilihan dan buah dari cara berfikir dan bersikap. Maka
dari itu, hanya dengan pasangannyalah ia dapat menikmati manisnya cinta dan
indahnya kasih sayang dan kerinduan.7
i
Islam menjadikan keluarga sebagai tempat untuk menjaga diri, yaitu
menciptakan ketentraman dan keselamatan dari segala bentuk kejahatan yang
ditimbulkan oleh orang lain, sehingga keluarga harus dijadikan tempat tinggal
yang penuh dengan kebahagiaan agar seluruh anggota keluarga betah di rumah
dan selalu merindui. Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 80:
.Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal ....(Q. S. An-Nahl: 80).
Untuk mewujudkan keluarga seperti yang di atas, haruslah bersama-sama
antara suami dan istri untuk mengekalkan cinta yang merupakan anugerah dari
Allah, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas hubungan suami dan istri
i
dalam rumah tangga sangat mempengaruhi keluarga menjadi sakinah mawaddah
wa rahmah.8
7 Lembaga Darut-Tauhid, Kiprah Muslimah dalam Keluarga Islam, Terj. A.
Chumaidi Umar,
(Bandung: Mizan, 1990), Cet. Ke-1, h. 82.
8 Sholeh Gisymar, Kado Cinta untuk Istri, (Yogyakarta: Arina, 2005), Cet. Ke-1,
h. 91.
“Kehidupan suami istri itu adalah rumus dari kebahagiaan dunia”. Maka
ciptakanlah keluarga yang bahagia agar hidup di dunia juga bahagia.9
Oleh sebab itu, suami istri harus sama-sama menjaga dan menghormati ikatan
perkawinan yang telah dibuat sebagai sebuah ikatan yang suci. Agar perkawinan
itu menjadi kuat, diperlukan pengikat yang kuat pula. Adapun pengikat
perkawinan yaitu:
i
1. Mawaddah
Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari
kehendak buruk. Prof. DR. Quraish Shihab mengatakan: “Mawaddah”
adalah “cinta plus”. Orang yang di dalam hatinya ada mawaddah tidak
akan memutuskan hubungan, seperti apa yang terjadi pada orang
bercinta. Ini disebabkan hatinya begitu lapang dan kosong dari
keburukan, sehingga pintu-pintunya pun tertutup untuk dimasuki
keburukan.10
2. Rahmah
Prof. DR. Quraish Shihab mengatakan: “Rahmah” kondisi
psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan
ketidakberdayaan. Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak
i
cemburu buta, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak menjadi
pemarah apalagi pendendam.11
Kualitas mawaddah wa rahmah di dalam rumah tangga, yang dipupuk oleh
suami dan istri sangat menentukan bagaimana kondisi rumah tangga tersebut,
apakah bahagia atau tidak. Lebih tegas Dr. Yusuf Al-Qardlawy mengatakan
“bahwa tidak ada artinya hubungan suami istri yang tidak didasarkan pada cinta
dan kasih sayang, badan berdekatan namun ruh berjauhan”. Jadi, tidak bisa kita
9 Abu Mohammad Jibril Abdurrahman, Karakteristik Lelaki Shalih, (Yogyakarta: Wihdah
Press, 2000), Cet. Ke-3, h. 21.
10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur.an., h. 195.
11 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur.an., h. 196.
i