bab i · web viewmanajemen pendidikan inklusif (studi tentang strategi peningkatan layanan...
TRANSCRIPT
Proposal Penelitian
PROPOSAL PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF
(Studi tentang strategi peningkatan layanan penyelenggaraan pendidikan inklusif)
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan diyakini merupakan salah satu aspek pembangunan bangsa
yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal
profesional dan berdaya saing tinggi. Pendidikan juga dipandang sebagai
investasi penting dalam pembangunan nilai-nilai dan pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara.
Di samping itu, diyakini pula oleh berbagai bangsa bahwa pendidikan juga
merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character
building, yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu
negara.
Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya
menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan
martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan
memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan
nasional. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan pendidikan mencakup
berbagai dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai satu kesatuan
yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Pendidikan secara faktual merupakan pengalaman belajar seseorang
sepanjang hidup. Seperti yang dinyatakan dalam pernyataan resmi
Unesco tentang pendidikan untuk semua (education for all) pada tahun
1990. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa setiap orang di dunia ini
berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan dapat dilakukan oleh
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Artinya pendidikan dapat
SPS UPI Bandung © 2008 1
Proposal Penelitian
dilakukan dengan tanpa mengenal batas usia, ruang, dan waktu. Setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan Pemerintah
wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang
menunjang keberlangsungan proses pendidikan. Hal sesuai dengan apa
yang telah digariskan pada Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 31
ayat (1) dan (2). Pendidikan juga tidak mengenal pembatasan bentuk dan
kegiatan, dalam hal ini pendidikan dapat dilakukan di sekolah, luar
sekolah, pondok pesantren, perguruan-perguruan, dan lain sebagainya.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (developing country)
telah menunjukkan perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan,
yang secara yuridis tercermin dalam Pasal 31 ayat (1), UUD 1945
dinyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”, artinya setiap warga negara mempunyai kesempatan yang
sama memperoleh pendidikan. Upaya untuk menjabarkan amanat
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, dan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan pendidikan
nasional, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009. RPJMN tersebut
mencakup 3 (tiga) misi pembangunan, yaitu 1) Mewujudkan negara
Indonesia yang aman dan damai; 2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang
adil dan demokratis; dan 3) Mewujudkan bangsa Indonesia yang
sejahtera. Salah satu upaya untuk mendukung tercapainya misi
pembangunan untuk mewujudkan bangsa indonesia yang sejahtera
adalah dengan membangun sektor pendidikan melalui peningkatan
program-program pendidikan.
Berdasarkan perjanjian internasional menegaskan bahwa pendidikan
dasar wajib diselenggarakan oleh pemerintah dengan tanpa biaya dan
wajib. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa terdapat korelasi antara
pendidikan dengan kemiskinan. Oleh karena itu menjadi kewajiban
SPS UPI Bandung © 2008 2
Proposal Penelitian
pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bebas biaya dan
bermutu. Meskipun disadari bahwa tidak atau belum semua negara dapat
memenuhi perjanjian tersebut. Termasuk di negeri ini, Pemerintah belum
dapat membebaskan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan dasar.
Padahal, pendidikan merupakan hak azasi bagi setiap warga di seluruh
dunia.
Seiring dengan pernyataan di atas, pada tahun 2000 di Dakar, masyarakat
pendidikan yang mewakili masyarakat dunia menyerukan kepada seluruh
pemerintah di seluruh dunia untuk lebih memperhatikan pendidikan bagi
seluruh warga negaranya. Seruan itu dikenal dengan Kerangka Kerja Aksi
Dakar (The Dakar Framework for Action) berisi suatu pernyataan yang
tegas, bahwa pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar
bagi setiap manusia, dan memberikan penekanan tentang pentingnya aksi
pemerintah berbasis hak asasi untuk mencapai tujuan Pendidikan Untuk
Semua (Education for All). Hal ini didukung juga oleh Unesco yang secara
aktif mendukung pandangan bahwa pendekatan berbasis hak asasi dalam
pembangunan pendidikan merupakan prasyarat untuk mewujudkan
Pendidikan Untuk Semua (PUS).
Sebagai Negara anggota yang telah menandatangani konvensi
internasional tentang PUS dan menyepakati deklarasi Kerangka Kerja
Aksi Dakar, Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Untuk Semua (RAN-PUS), dalam rangka mencapai sasaran dan target
PUS pada tahun 2015. Dalam RAN-PUS tersebut ditetapkan bahwa enam
target yang harus dicapai pada tahun 2015, yaitu 1) pendidikan anak usia
dini, 2) pendidikan dasar, 3) pendidikan kecakapan hidup (life skills), 4)
keaksaraan, 5) kesetaraan gender, dan 6) peningkatan mutu pendidikan.
Berkenaan dengan peningkatan mutu pendidikan, penyelenggaraan
pendidikan bermutu, juga merupakan harapan dari seluruh warga negara.
Penyelenggaraan pendidikan bermutu diyakini akan melahirkan bangsa
dan generasi muda yang cerdas, terampil, disiplin, beriman, dan bertaqwa
SPS UPI Bandung © 2008 3
Proposal Penelitian
kepada Tuhan yang maha kuasa. Pasal 5 ayat (1) dari UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa
“setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu”. Dengan kata lain penyelenggaraan pendidikan
bermutu juga diperuntukkan bagi warga negara yang memerlukan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
Seiring dengan hal tersebut, penetapan wajib belajar pendidikan dasar
selama sembilan tahun (yang ditetapkan melalui Inpres nomor 1 tahun
1994 dan Inpres nomor 5 tahun 2006) diberlakukan bagi seluruh anak
pada usia 7–15 tahun, termasuk bagi anak-anak yang membutuhkan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan. Seperti diatur oleh pasal 5
ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Menurut penjelasan Undang-undang tersebut, yang dimaksud
dengan pendidikan khusus adalah penyelenggaraan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 5 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tersebut selanjutnya dielaborasi oleh pasal 41 ayat
(1) peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu bahwa “setiap satuan pendidikan yang melaksanakan
pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai
kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan
kebutuhan khusus”. Sejauh ini tidak semua satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki pendidik yang memiliki
kompetensi pendidikan khusus yang sesuai dengan karakteristik anak
berkebutuhan khusus.
SPS UPI Bandung © 2008 4
Proposal Penelitian
Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam
tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai
lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis
kelainan sama, sehingga saat ini terdapat SLB Tunanetra, SLB
Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB
Tunaganda. SDLB, SMPLB, dan SMALB merupakan sekolah yang
menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya
mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, dan/atau tunaganda.
Di lain pihak, lokasi SLB pada umumnya berada di Ibu Kota Kabupaten.
Padahal anak-anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah
(Kecamatan/ Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya,
sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang kemampuan ekonomi
orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh
dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD
tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu
melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di
SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka,
akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dilayani untuk dididik secara
bersama-sama dengan anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam
masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan)
yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu,
anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama
dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah
(SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu
dipersiapkan segala sesuatunya.
SPS UPI Bandung © 2008 5
Proposal Penelitian
Pendidikan inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan
dalam melayani pendidikan bagi anak berkelainan khusus selama ini.
Karena untuk membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa memerlukan
biaya yang sangat mahal dan waktu yang lama. Deklarasi Salamanca
(1994) menuntut semua negara untuk mengadopsi prinsip pendidikan
inklusif ke dalam perundang-undangan atau kebijakan pemerintah, untuk
menerima semua anak di sekolah reguler kecuali bila ada alasan yang
mendesak untuk melakukan sebaliknya, untuk memberi prioritas
kebijakan, dan anggaran tertinggi untuk meningkatkan sistem pendidikan
nasional sehingga memenuhi kebutuhan semua anak tanpa memandang
perbedaan atau kesulitan individualnya.
Berdasarkan hasil Susenas 2003 jumlah penyandang cacat mencapai
1,48 juta orang atau kurang lebih 0,7% dari seluruh penduduk Indonesia.
Di lain pihak, hanya 21,42% dari jumlah ABK usia sekolah dapat mengikuti
pendidikan sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk mencapai 214 juta. Jika prosentase
penyandang cacat yang dikeluarkan BPS tetap 0,7% dan prosentase
penyandang cacat usia sekolah 21,24%, maka jumlah penyandang cacat
pada tahun 2007 mencapai 1,5 juta orang dan jumlah penyandang cacat
usia sekolah adalah 318.600 orang. Jumlah penyandang cacat usia
sekolah yang terdaftar sebagai peserta didik di SLB dan di sekolah inklusi
mencapai 78.689 orang atau hanya 24,7% saja.
Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, jumlah
sekolah inklusi di negeri ini pada tahun 2007 mancapai 796 sekolah
dengan jumlah ABK sebanyak 15.181 anak, mulai dari jenjang TK, SD,
SMP, dan SMA. Sampai saat ini masih terdapat empat propinsi yang
belum dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif. Padahal semangat
dan gaung pendidikan inklusif di seluruh dunia sangat besar, terlebih lebih
jika dikaitkan dengan hak azasi manusia. Tabel 1 berikut ini menyajikan
data sekolah penyelenggara pendidikan inklusif selengkapnya.
SPS UPI Bandung © 2008 6
Proposal Penelitian
Tabel 1. Jumlah Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Berbagai Propinsi Tahun 2007*)
No. PropinsiJenjang
JumlahTK SD SM
P SMA
1. Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
- - - - -
2. Sumatera Utara - 13 1 - 143. Sumatera Barat - 28 3 1 324. Riau - 3 - - 35. Kepulauan Riau - - - - -6. Jambi 1 6 1 - 87. Bengkulu - 4 - - 48. Sumatera Selatan 2 13 1 - 169. Bangka Belitung - 2 - - 210. Lampung - 7 - 2 911. DKI 3 37 16 10 66 12. Banten - 59 3 2 6413. Jawa Barat - 114 6 14 13414. Jawa Tengah 1 116 11 5 13315. Jogjakarta - 51 4 5 6016. Jawa Timur 9 53 9 7 7817. Kalimantan Barat - 4 - - 418. Kalimantan Tengah - 1 - - 119. Kalimantan Selatan - 14 4 4 2220. Kalimantan Timur - 2 1 1 421. Bali - 4 - - 422. Nusa Tenggara Barat - 38 8 1 4723. Nusa Tenggara Timur - 12 3 4 1924. Sulawesi Utara - 7 2 - 925. Gorontalo - 3 - - 326. Sulawesi Tengah - 4 - - 427. Sulawesi Tenggara - 5 - - 528. Sulawesi Barat - 2 1 - 329. Sulawesi Selatan 1 38 1 - 4030. Maluku - - - - -31. Maluku Utara - 4 - - 432. Papua Barat - - - - -33. Papua - 4 - - 4
Jumlah 17 648 75 56 796*) Data diadaptasi dari Direktorat Pembinaan SLB tahun 2007
SPS UPI Bandung © 2008 7
Proposal Penelitian
Pendidikan inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus di
Indonesia belum berkembang sesuai dengan harapan, hal ini disebabkan
adanya berbagai hambatan dan kondisi sosial budaya masyarakat.
Karena itu, semua pihak dituntut untuk memberi peluang yang luas
kepada pendidikan ini. Hambatan paling besar dalam pengembangan
pendidikan inklusif ini adalah kondisi sosial dan masyarakat. Seringkali
masyarakat kita malu punya anak cacat, sehingga mereka
menyembunyikan anaknya. Dengan kata lain anak tersebut tidak dapat
menerima pendidikan sebagaimana mestinya. Akibatnya, anak-anak yang
berkelainan tidak mendapatkan pendidikan seperti anak-anak lainnya.
Padahal mereka memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya.
Banyak orang tua yang tidak sadar bahwa anaknya yang mempunyai
kekhususan, juga memiliki hak yang sama dengan anak lainnya. Karena
itu, pemerintah meminta kesadaran orangtua untuk memberi akses
kepada mereka. Hambatan lain yang tidak kalah besarnya adalah dari
masyarakat dan atau anak-anak di sekolah umum yang belum menerima
kehadiran anak-anak cacat di tengah mereka. Hal-hal seperti inilah yang
mengakibatkan pendidikan inklusif di Indonesia kurang berkembang. Oleh
karena itu dipandang perlu untuk meningkatkan perhatian terhadap anak-
anak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi
belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak
berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali
karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari
tempat domisilinya.
Upaya untuk memecahkan permasalahan di atas dan dalam rangka
mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar serta dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan dasar, khususnya pendidikan inklusif,
diperlukan strategi yang yang dapat meningkatkan pengelolaan
pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya
peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.
SPS UPI Bandung © 2008 8
Proposal Penelitian
B. Identifikasi Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian
Memperhatikan berbagai permasalahan mendasar yang berhubungan
dengan perkembangan pendidikan nasional saat ini tengah mengalami
keterpurukan. Di tengah-tengah situasi krisis multidimensional,
pembangunan pendidikan terus diupayakan dibenahi dengan berbagai
keterbatasan. Demikian pula harapan setiap anak untuk mendapatkan
pendidikan yang bermutu berlum terwujud sesuai dengan yang
diharapkan. Pendidikan inklusif yang diharapkan dapat mempeluas akses
pendidikan bagi seluruh anak belum dapat terwujud secara maksimal.
Atas dasar latar belakang tersebut fokus permasalahan penelitian
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana seharusnya pendidikan inklusif
diselenggarakan guna meningkatkan layanan pendidikan bagi semua
anak dengan tanpa memperhatikan kelemahan dan kekurangan dari
peserta didik.
Selanjutnya, secara khusus pertanyaan penelitian diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi aktual sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif?
2. Bagaimana proses pembelajaran yang terjadi di sekolah
penyelenggaran pendidikan inklusif?
3. Bagaimana desain kurikulum untuk penyelenggaraan pendidikan
inklusif?
4. Bagaimana media pembelajaran yang digunakan dalam proses
pembelajaran di sekolah inklusif?
SPS UPI Bandung © 2008 9
Proposal Penelitian
5. Bagaimana interaksi sosial anak berkebutuhan khusus dengan
anak-anak lainnya?
6. Bagaimana proses penyediaan pendidik (guru) dan tenaga
kependidikan lainnya?
7. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusif di wilayahnya?
8. Bagaimana pengelolaan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif?
9. Bagaimana peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif?
10. Bagaimana kesiapan dan ketersediaan sarana dan prasarana
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
11. Faktor-faktor apa saja yang mendukung terhadap peningkatan
layanan pendidikan inklusif?
12. Kebijakan-kebijakan seperti apa yang perlu dikembangan guna
meningkatkan layanan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
13. Bagaimana harapan stakeholders terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusif?
14. Dukungan apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan
layanan pendidikan inklusif?
15. Strategi seperti apa yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan
layanan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalsis secara
komprehensif penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini juga
SPS UPI Bandung © 2008 10
Proposal Penelitian
bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor pendukung yang
berpengaruh terhadap peningkatan layayan pendidikan inklusif. Secara
rinci penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengungkap dan menganalisis kondisi aktual dan daya
dukung yang berpengaruh dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif?
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja mendukung terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif?
3. Mencari strategi yang tepat yang perlu dikembangkan untuk
meningkatkan layanan pendidikan inklusif?
D. Keluaran dan Kegunaan Penelitian
Keluaran atau output penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
alternatif strategi layanan penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, khususnya peningkatan layanan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini diharapkan juga dapat
bermanfaat dan berguna bagi pengembangan pendidikan inklusif, baik
pada tataran konseptual maupun pada tataran implementasi di lapangan.
Selanjutnya, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan
bagi Pemerintah baik Pemerintan Pusat maupun Pemerintah Daerah
dalam menentukan kebijakan pengembangan pendidikan inklusif di masa
yang akan datang.
E. Kerangka Fikir
Kerangka fikir penelitian ini merupakan ruang lingkup upaya mencari
alternatif solusi terbaik untuk meningkatkan implementasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Upaya peningkatan layanan dapat
SPS UPI Bandung © 2008 11
Proposal Penelitian
diwujudkan dengan menentukan atau mencari alternatif model strategi
yang sesuai dengan kondisi lingkungan serta budaya bangsa. Secara
umum kerangka fikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1Kerangka fikir penelitian
Masalah penyelenggaraan inklusif berawal dari adanya kesenjangan
antara kajian teori dengan fenomena yang terjadi di lapangan. Fenomena
empiris di lapangan merupakan kejadian nyata yang terjadi dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Tidak dipungkiri bahwa sebagian materi peraturan perundangan, dan
kebijakan yang disusun didasarkan pada nilai-nilai budaya dan
SPS UPI Bandung © 2008
MASALAH-MASALAH PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Fenomena Empiris
Kajian Teori
Lingkungan Eksternal
Peraturan, Perundangan
dan Kebijakan
Budaya bangsa
Lingkungan Internal
Arus Globalisasi
Sumber Daya
School Climate
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Kualitas Layanan
Feedback
School Leadership
Masyarakat (Partnership)
Pemerintah (Schooling
System)
Tujuan pendidik
an
INPUT PROSES OUTPUT
12
Proposal Penelitian
kesepakatan-kesepakatan global. Misalnya: Keputusan Presiden Nomor
36 Tahun 1990, merupakan ratifikasi dari konvensi tentang hak-hak anak
(Convention on The Right of the Child) yang antara lain menegaskan
perlunya perlindungan dan perkembangan anak dalam mendapatkan
layanan pendidikan.
Bagian proses merupakan iplementasi dari sistem pendidikan kebutuhan
khusus. Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi secara
langsung implementasi sistem pendidikan kebutuhan khusus, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari internal sekolah. Faktor internal ini sangat dipengaruhi oleh
bagaimana warga sekolah berusaha untuk selalu belajar (learning
organization), kebiasaan warga sekolah hidup dalam sistem persekolahan
(climate school), dan gaya kepemimpinan yang nampak dari manajer
sekolah (leadership).
Selain faktor internal, implementasi sistem pendidikan kebutuhan khusus
ini dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor ksternal merupakan faktor
yang berasal dari luar sistem meliputi penerapan sistem standar
penyelenggaraan sekolah (schooling system) yang berasal dari
Pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Faktor
eksternal yang lain adalah berasal dari lengkungan masyarakat sekitar
sekolah dan arus globalisasi. Sekolah yang menerapkan MBS sangat
membutuhkan peran masyarakat, karena masyarakat diharapkan dapat
menjadi supporting system penyelenggaraan pendidikan di sekolah
tersebut. Cepatnya arus informasi menandai efek globalisasi yang
melanda sistem persekolahan kita. Hal ini tidak perlu dicegah, melainkan
dibuat agar menjadi salah satu supply energi yang dibutuhkan dalam
upaya meningkatkaan mutu pendidikan di sekolah.
Seandainya ketiga faktor internal dan eksternal ini dapat berjalan dan
menghasilkan keluaran yang positif maka hasil balajar dari semua warga
sekolah ini akan sangat mendukung terhadap pencapaian mutu
SPS UPI Bandung © 2008 13
Proposal Penelitian
pendidikan, antara lain meningkatkan layanan penyelenggaraan
pendidikan. Output implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif ini
adalah peningkatan mutu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Pada akhirnya adalah peningkatan mutu pendidikan nasional.
F. Asumsi Penelitian
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa peningkatan mutu pendidikan
merupakan satu-satunya upaya yang perlu dilakukan untuk mengangkat
bangsa ini dari keterpurukan. Kita diingatkan oleh Penguasa Jepang pada
saat setelah Jepang hancur dibom oleh sekutu. Ketika itu, pertanyaan
pertama yang ditanyakan oleh penguasa jepang tersebut adalah: “Berapa
guru yang masih hidup?” Pertanyaan ini sangat sederhana. Namun,
maknanya sangat dalam. Begitu besar perhatian penguasa Jepang saat
itu terhadap pendidikan. Tentu saja pendidikan dapat dilaksanakan
dengan berbekal jumlah guru yang tersisa dan tersedia pada saat itu. Kita
dapat melihat hasil pendidikan di Jepang pada saat ini.
Asumsi kedua bahwa pendidikan merupakan hak dari setiap warga
negara. Hal ini dijamin oleh Undang-undang dan didukung oleh berbagai
organisasi Pemerintah maupun organisasi non Pemerintah, serta berbagai
organisasi internasional. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu juga
perlu diterima oleh oleh seluruh warga negara, termasuk anak-anak yang
memiliki keterbatasan atau ketunaan, baik keterbatasan fisik maupun
psikis. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah-sekolah inklusi dan membuka sekolah-sekolah umum untuk
bersama-sama menyelenggarakan sekolah inklusi.
Asumsi ketiga, untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dikembangkan
suatu sistem manajemen yang dapat mendukung sepenuhnya terhadap
peningkatan mutu pendidikan dengan memberdayakan semua komponen
manajemen pendidikan yang ada. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi
SPS UPI Bandung © 2008 14
Proposal Penelitian
strategi yang tepat guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya
strategi peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu
pendidikan inklusif.
G. Metodologi
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini
didefinisikan sebagai sebuah proses inquiry untuk memahami masalah
kemanusiaan dan sosial didasarkan pada kerumitan yang komplek,
gambaran yang holistic, dibentuk melalui kata-kata, pandangan dari para
informan dilaporkan secara detail, dan dilakukan secara alamiah (natural
setting).
Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Bogdan dan Taylor (1998) mengemukakan
bahwa melalui pendekatan kualitatif peneliti dapat mengenal subjek
(orang) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan definisi
mereka sendiri tentang berbagai hal. Melalui pendekatan kualitatif ini
diharapkan dapat mengangkat aktualitas, realitas, dan persepsi sasaran
penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal sebagaimana
dijelaskan Wolf dan Tymitz dalam Guba (1987) bahwa: untuk memahami
aktualitas-aktualitas, realitas-realitas sosial dan persepsi-persepsi
manusia yang ada tanpa dicemarkan oleh sifat menonjol dari pengukuran
formal atau pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah terbentuk.
2. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel penelitian merupakan merupakan salah satu
komponen penting dalam penelitian. Populasi dan sampel sering
SPS UPI Bandung © 2008 15
Proposal Penelitian
disebut juga sebagai subjek penelitian atau unit analisis. Konsep subjek
penelitian berhubungan dengan apa atau siapa yang diteliti. Sedangkan
dari mana data itu diperoleh disebut unit observasi atau unit
pengamatan. Konsep unit pengamatan berhubungan dengan sumber
data dan konsep subjek penelitian juga berhubungan erat dengan unit
pengamatan. Dengan kata lain subjek penelitian dapat berfungsi untuk
menjelaskan pertanyaan apa atau siapa yang diteliti. Demikian halnya
dengan unit pengamanatan, unit pengamanatan berupaya untuk
menjelaskan apa atau siapa sumber data penelitian. Sumber data
penelitian dapat berupa orang, benda, dokumen, atau proses suatu
kegiatan. Subjek penelitian merupakan entitas yang dapat mempengaruhi
disain riset, pengumpulan data, dan keputusan analisis data.
Subjek penelitian ini terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan dan Staf di Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
b. Unsur Pimpinan dan Staf di Dinas Pendidikan di 5 (lima) propinsi yakni
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan.
c. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di 5 (lima) propinsi yakni
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan.
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan purposive dan
snowball sampling. Purposive sampling digunakan dengan anggapan
sampel yang dipilih berdasarkan pada kebutuhan atau pertimbangan
tertentu dari peneliti. Snowball sampling digunakan bila sumber data yang
pertama belum dapat memberikan informasi yang cukup, sehingga
diperlukan informasi tambahan dari sampel berikutnya untuk melengkapi
data yang diperlukan. Upaya mendapatkan kelengkapan informasi ini
dilakukan secara terus menerus sampai tidak diperoleh lagi informasi lain
(jenuh).
SPS UPI Bandung © 2008 16
Proposal Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian yang sangat strategis dalam
penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data secara garis
besar dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi.
4. Validasi Data
Validasi data dilakukan melalui tiga strategi, yaitu kredibilitas,
transferabilitas, dan dependabilitas dan confomabilitas. Validasi data hasil-
hasil penelitian dilakukan melalui (1) trianggulasi, baik metode, dan
sumber untuk mencek kebenaran data dengan membandingkannya
dengan data yang diperoleh sumber lain, dilakukan, untuk mempertajam
tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data; (2) melibatkan teman
sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses
penelitian; (3) menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai
kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh, (4) member check,
pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan
tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam
memberikan data yang dibutuhkan peneliti.
5. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan merupakan kegiatan untuk mendeskripsikan hasil
pengamatan dan analisis terhadap data yang diperoleh. Penyusunan
laporan dimulai ketika peneliti mulai memperoleh data. Artinya
penyusunan laporan tidak disusun pada saat akhir penelitian, melainkan
disusun secara simultan bersamaan setelah data pertama diperoleh. Data
hasil observasi dianalisis, dideskripsikan, disimpulkan dan disusun dalam
bentuk laporan ilmiah.
SPS UPI Bandung © 2008 17
Proposal Penelitian
H. Definisi Operasional
1. Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan
yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk
belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya.
2. Sekolah inklusi adalah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di
sekolah reguler yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap murid.
3. Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah satuan pendidikan khusus yang
diperuntukkan bagi anak-anak yang membutuhkan pelayanan khusus.
SLB-SLB ini dibedakan berdasarkan kekhususannya, misalnya SLB A
(untuk anak tunanetra), SLB B (untuk anak tunarungu), SLB C (untuk
anak tunagrahita), SLB D (untuk anak tunadaksa), SLB E (untuk anak
tunalaras), dan lain-lain.
I. Teori Pendukung
Penelitian ini didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan
Nasional dalam bidang Pendidikan, perkembangan dan teori Administrasi
dan Manajemen Pendidikan, Pendidikan Inklusif dan Perkembangannya,
serta teori Peningkatan Mutu Pendidikan.
1. Kebijakan Nasional dalam Bidang Pendidikan
Pembangunan sistem pendidikan nasional adalah suatu usaha yang
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas,
maju, mandiri, dan modern. Pembangunan pendidikan merupakan bagian
penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk
meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam
SPS UPI Bandung © 2008 18
Proposal Penelitian
membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada
pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Berdasarkan hal tersebut, pembangunan pendidikan mencakup berbagai
dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus” Pasal 5 ayat (4) menyatakan bahwa
“Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus” Pasal 32 ayat (1) “Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa” Pasal 32 ayat (1) “Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.
Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 41 ayat (1) menyatakan ”Setiap satuan pendidikan
yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga
kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan
pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus”.
Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990 telah
meratifikasi konvensi tentang hak-hak anak (Convention on The Right of
the Child) yang antara lain menegaskan perlunya perlindungan dan
perkembangan anak dalam mendapatkan layanan pendidikan. Demikian
pula pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menyatakan bahwa: (1) setiap anak berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
SPS UPI Bandung © 2008 19
Proposal Penelitian
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya; (2) setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Penuntasan wajar dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil
dan merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan
sosial-budaya (yaitu penduduk miskin, memiliki hambatan geografis,
daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan atau
kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk itu,
diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan
mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta
lulusan SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang
masih besar jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan. Di
samping itu, akan dilakukan strategi yang tepat untuk meningkatkan
aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, khususnya pada masyarakat
yang menghadapi hambatan tersebut.
Tujuan dari program wajib belajar pendidikan dasar berusaha agar seluruh
anak yang berusia 7-15 tahun dapat menyelesaikan pendidikan SD dan
SMP atau yang sederajat. Pada tahun 2009, sekurang-kurangnya 95%
anak usia 7-15 tahun telah memperoleh kesempatan untuk belajar sampai
dengan sekolah menengah pertama (SMP) atau yang sederajat. Program
Wajar Dikdas 9 tahun tidak hanya mengejar target kuantitatif, tetapi
peningkatan mutu pendidikan agar mampu menyiapkan kompetensi
lulusan baik untuk melanjutkan pendidikan maupun bekerja.
2. Administrasi dan Manajemen Pendidikan
Menurut asal katanya administrasi terdiri atas dua kata, yaitu ad dan
ministrare. Ad berarti intensif dan ministrare berarti melayani. Jadi
pengertian sederhana dapat dikatakan sebagai melayani dengan intensif,
SPS UPI Bandung © 2008 20
Proposal Penelitian
dengan kata kunci melayani. Selanjutnya kata administrasi sering diartikan
sebagai mengurus. Seperti yang disebut dalam ungkapan administrasi
negara yang berarti mengurus atau menata negara. Administrasi
perkantoran yang berarti mengurus dan menata kantor. Dengan demikian
secara sederhana administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai
mengurus dan menata pendidikan.
Dalam arti sempit administrasi adalah sesuatu yang berhubungan dengan
penataan suatu sistem yang kerkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
dikemukakan oleh Usman, (2006: 2), administrasi disebut sebagai seni
dan ilmu dalam mengelola sumber daya yang diperlukan untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Yang dimaksud dengan sumber daya di
sini adalah 7M dan 1I (man, money, material, machines, methods,
marketing, minutes, dan information). Sedangkan mengelola atau
memenej berhuhungan dengan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (leading), dan pengendalian
(controlling). Efektif dan efisien berarti mencapai sasaran yang tepat (do
the right things) dengan menggunakan prinsip hemat sumber daya (do
things right). Administrasi dalam arti luas dapat juga dikatakan sebagai
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian
sumber daya organisasi. Oleh karena itu administrasi dapat dikatakan
sebagai suatu sistem terpadu (integratif) di mana setiap komponen dalam
administrasi saling terkait secara utuh dan menentukan.
3. Pendidikan inklusif dan Perkembangannya di Indonesia
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model
pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian
ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang
Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari
pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak
SPS UPI Bandung © 2008 21
Proposal Penelitian
seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”
Pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan
anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman
sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar,
sarana pembelajaran, system evaluasi, dan guru khusus. Dari segi
pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan, karena mudah
bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari sudut pandang peserta
didik, model segregasi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds dan Birch
(1988), antara lain bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan
anak berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena
kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu,
secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta
didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi
mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lain yang
tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.
Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan
Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah
yang menampung semua siswa, baik siswa yang memerlukan bantuan
khusus maupun siswa yang tidak memerlukan bantuan khusus di kelas
yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para
guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga
merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas
tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya,
maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi.
Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan
inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan
SPS UPI Bandung © 2008 22
Proposal Penelitian
berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas
reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan,
apapun jenis kelainannya, dan bagaimanapun gradasinya.
Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa
pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-
sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh
karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi
komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak,
artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua
pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak
lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak
normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan
sebagai suatu komunitas.
Selanjutnya Surat Direktur Pendidikan Dasar No.0267/C2/U/1994 tanggal
30 Maret 1994 tentang penyelenggaraan pendidikan terpadu yang
diberlakukan bagi beberapa jenis kecacatan akan tetapi memiliki
kemampuan inteligensi normal atau di atas rata-rata menjadi kendala pula
bagi pelaksanaan pendidikan terpadu di Indonesia. Sebab dengan surat
keputusan tersebut pihak sekolah umum dapat menolak siswa tuna netra
yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata, dengan demikian
pelaksanaan pendidikan terpadu menjadi sangat terbatas hanya bagi
siswa yang sangat pandai saja.
Bahwa keberadaan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya di Indonesia untuk mendapatkan kesamaan hak berbicara,
berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan,
dijamin oleh UUD 1945. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban secara
SPS UPI Bandung © 2008 23
Proposal Penelitian
penuh untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai warga negara
sama dengan warga negara lainnya.
Persamaan hak untuk mendapat layanan pendidikan sebagai warga
negara juga didukung oleh sejumlah konvensi internasional yang
dituangkan dalam berbagai dokumen, antara lain: (1) Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (1948), (2) diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989),
(3) Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), (4)
Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para
Penyandang Cacat (1993), (5) Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi
Unesco (1994), (6) Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), (7)
Kerangka Aksi Dakar (2000), (8) Undang-undang RI Nomor 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan (9) Deklarasi Kongres Anak
Internasional (2004). Seluruh dokumen tersebut memberikan jaminan
sepenuhnya kepada anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya dalam memperoleh pendidikan yang bermutu dan berpartisipasi
aktif dalam kehidupan masyarakat.
Menyadari kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang beragam, maka
kami sepakat Menuju Pendidikan inklusif. Menyelenggarakan dan
mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja
sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama
pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri,
orang tua serta masyarakat. Selanjutnya peserta lokakarya nasional
tentang pendidikan inklusif di Bandung tahun 2004 menyatakan bahwa:
penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusif
yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para
stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait,
dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
SPS UPI Bandung © 2008 24
Proposal Penelitian
4. Peningkatan Mutu Pendidikan
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan
dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan
interaksinya sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan
budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa. Mutu
pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta
berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh,
ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan non-
akademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif
terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat
lokal, nasional maupun global.
Upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan secara berkelanjutan
akan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan
pendidikan secara terpadu yang pengelolaannya dikoordinasikan secara
terpusat. Dalam pelaksanaannya koordinasi tersebut didelegasikan
kepada Gubernur atau aparat vertikal yang berkedudukan di provinsi.
Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi
pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun non-formal dalam
rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan
mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat
perkembangan peserta didik.
Tujuan jangka panjang Pemerintah adalah mendorong kebijakan sektor
agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien
dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan
jangka menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-
program yang didasarkan pada urutan prioritas. Di samping itu, disusun
pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan sektor berdasarkan prioritas,
SPS UPI Bandung © 2008 25
Proposal Penelitian
baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun stakeholder lain di setiap
tingkat pemerintahan.
Keterpurukan bangsa ini dapat dilihat dari laporan UNDP pada tahun 2003
yang menunjukkan bahwa peringkat HDI Indonesia salama 4 tahun
terakhir ini terus becokol di peringkat 110. Sedangkan di antara 10 negara
ASEAN Indonesia berada pada peringkat ke-7, yaitu di atas Mianmar,
Kamboja, dan Laos. Baru pada tahun 2006 peringkat HDI Indonesia
meningkat ke posisi 108 di atas Laos, Mianmar, Kamboja, dan Vietnam.
Sementara itu program wajib belajar atau wajar (compulsory education)
pendidikan dasar terus dikembangkan, mulai dari wajar 6 tahun hingga
sekarang menjadi wajar 9 tahun.
Keberhasilan penyelenggaraan wajib belajar akan sangat mendukung
terhadap peningkatan peringkat HDI. Karena pendidikan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka indeks
perkembangan manusia (IPM) atau human development index (HDI).
Permasalahan kesulitan siswa yang memiliki kebutuhan khusus akan
berakibat pada berkurangnya keberhasilan program wajib belajar yang
dicanangkan Pemerintah termasuk pada angka indeks pengembangan
manusia (HDI) negara ini.
Mutu pendidikan juga tercermin dalam hasil ujian akhir nasional. Tingkat
kelulusan rata-rata nasional adalah 87,03% dari 2,3 juta peserta ujian
akhir SMP pada tahun 2005. Masih terdapat 19 provinsi dengan tingkat
kelulusan di bawah rata-rata nasional. Namun, rata-rata nilai ujian akhir
nasional terus meningkat dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2005.
Nilai ujian nasional, misalnya pada tingkat SMP, terus meningkat hingga
mencapai rata-rata yang pada waktu sebelumnya tidak pernah tercapai.
Sehubungan dengan itu, di lingkungan Depdiknas telah dibentuk
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan
(Ditjen PMPTK) yang bertugas mengelola program pengendalian mutu
SPS UPI Bandung © 2008 26
Proposal Penelitian
melalui analisis, pemetaan mutu, serta penjaminan mutu secara
berkelanjutan. Program pengendalian mutu dilakukan melalui akreditasi
satuan pendidikan yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Pendidikan
yang independen, ujian akhir nasional, serta pengembangan standar
nasional pendidikan oleh BSNP yang independen.
Berpedoman pada mekanisme ini, Indonesia mulai menapak selangkah
lebih maju untuk mulai membenahi masalah mutu pendidikan secara
konseptual, sistematis, dan berkelanjutan sehingga peningkatan mutu
pendidikan berjalan dalam mekanisme yang lebih efisien, efektif, dan
akuntabel.
Dewasa ini, Indonesia mencatat sejarah baru membenahi faktor kualitas
guru sebagai faktor penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Kita
telah mempunyai Undang-undang tentang Guru dan Dosen, yang
mengatur semua aspek pengelolaan guru sebagai profesi. Kebijakan
“guru sebagai profesi” merupakan langkah transformatif untuk mengubah
jabatan guru sebagai profesi yang dapat meningkatkan mutu guru secara
sistemik dan berkelanjutan. Di samping mengatur perlindungan terhadap
hak-hak guru, UU Guru juga memberikan peluang dan rangsangan
berprestasi bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Diharapkan bahwa
peningkatan mutu guru berlangsung secara berkelanjutan sebagai faktor
kunci dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.
J. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 14 bulan dengan jadwal
kegiatan tampak pada tabel berikut.
SPS UPI Bandung © 2008 27
Proposal Penelitian
Tabel 2. Jadwal kegiatan penelitian
No. Kegiatan Waktu
1. Penyempurnaan proposal Maret – April 2008
2. Pengkajian teori pendukung penelitian April – Juni 2008
3. Mengkaji metodologi Juni – Juli 2008
4. Observasi lapangan Agustus – Oktober 2008
5. Analisis hasil observasi Agustus – Nopember 2008
6. Seminar Hasil Nopember 2008
7. Penyusunan laporan (Disertasi) Nopember 2008 – Januari 2009
8. Ujian Tahap I Februari 2009
9. Perbaikan Disertasi Februari 2009
10. Ujian Tahap II Maret 2009
11. Penyerahan laporan kepada pihak-pihak terkait April 2009
K. Pembiayaan Penelitian
Kebutuhan dana penelitian dibagi menjadi tiga kebutuhan utama, pertama
kebutuhan terhadap alat dan bahan penelitian, kedua, perjalanan dan
akomodasi, dan ketiga, kebutuhan lain-lain. Rincian kebutuhan dana
disajikan pada tabel berikut.
SPS UPI Bandung © 2008 28
Proposal Penelitian
Tabel 3. Rincian Biaya Pelaksanaan Penelitian
No. Rincian Jml Satuan Harga(Rp.)
Jumlah(Rp.)
A. Pengadaan Alat dan Bahan1. Notebook 1 Unit 7.000.000 7.000.000
2. Camera Digital 1 Unit 2.000.000 2.000.000
3. Buku Referensi 10 Eks 2.000.000 2.000.000
Jumlah A 11.000.000
B. Perjalanan dan Akomodasi1. Bandung – Jakarta – Bandung 1 Org 300.000 300.000
2. Bandung – Semarang – Bandung 1 Org 400.000 400.000
3. Bandung – Surabaya – Bandung 1 Org 600.000 600.000
4. Bandung – Medan – Bandung 1 Org 2.000.000 2.000.000
5. Bandung – Makasar – Bandung 1 Org 2.000.000 2.000.000
6. Akomodasi (1 Org x 5 Hari x 5 Lokasi)
25 OHL 400.000 10.000.000
Jumlah B 15.300.000
C. Lain-lain1. Fotocopy 5.000 Lembar 100 500.000
2. Seminar Hasil 1 Keg 5.000.000 5.000.000
3. Pelaporan 1 Keg 2.000.000 2.000.000
Jumlah C 7.500.000
JUMLAH SELURUHNYA 33.800.000
Terbilang: Tiga puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah
L. Penutup
Perkembangan terakhir dalam bidang pendidikan menunjukkan bahwa
pendidikan inklusif diyakini merupakan pendidikan masa depan.
Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang berdasarkan hak
azasi manusia dengan mengedepankan hak warga negara untuk
mendapatkan pendidikan dengan tanpa memandang kelemahan,
kekurangan, dan kekurangan, baik secara fisik maupun mental peserta
didik. Melalui penelitian ini diharapkan akan mendapat gambaran yang
SPS UPI Bandung © 2008 29
Proposal Penelitian
komprehensif perkembangan pendidikan inklusif di tanah air. Hal ini
dibutuhkan bagi pengembangan kebijakan lanjutan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
_______, (____), Effects of Inclusion on Children with Special Needs and their Peers [Online] Tersedia: https://www.uwsp.edu/Education/pshaw/Portfolios/Heather%20Dorn/BlockI205/inclusion.htm . Accessed: October 26, 2007.
Agustiyawati, (____), Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Bagi Tuna Netra di Indonesia, [Online] Tersedia: http://agustiyawati.blogspot.com/ . Accessed: October 26, 2007.
Ali, M.M., at.all. (2006). An Empirical Study on Teachers’ Perceptions Towards Inclusive Education in Malaysia. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 21 No3 2006. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/5Malaysia.doc . Accessed: November 5, 2007.
Ashman, A., and Elkins, J., (2005). Educating Children With Diverse Abilities. 2nd Edition. Pearson Education Australia. Frenchs Forest.
Berg, B. (1989). Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Boston: Allyn & Bacon.
Bogdan, R.C., & Biklen, S.K. (1982). “Qualitative research for education: An introduction to theory and methods.” Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Bogdan, R.C., & Biklen, S.K., (1998). Qualitative Research. Boston: Allyn dan Bacon Inc.
SPS UPI Bandung © 2008 30
Proposal Penelitian
Borgatti, S., (____) Introduction to Grounded Theory. [Online] Tersedia: http://www.analytictech.com/mb870/introtoGT.htm . Accessed: October 28, 2007.
Bungin, B, (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Burn, R.B. (2000) Introduction to Research methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman
Chalmers, R and O’Donoghue, T, (2002). Inclusivity, The Disabled Child and Teacher Strategies: The Deveopment of a Theory. Center for Inclusive Education Monograph Series Number 4. Chalkface Press, Cotessloe.
Cheminais, R., (2003). Closing The Inclusion Gap: Special and Mainstream Schools Working in Partnership. London. David Fulton Publishers.
Creswell, J.W., (1994), Research Design; Qualitative and Quantitative Approaches, California : SAGE Publications.
Creswell, J.W., (1998), Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing Among Five Traditions, California : SAGE Publications.
Croser, R., (- - - -) Supporting Students Using Assistive Technology in An Inclusive Education Framework. [Online] Tersedia: www.e-bility.com/arataconf/papers/ doc /croser. doc . Accessed: October 30, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1986), Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/U/1986 Tentang Program Pendidikan Terpadu Bagi Anak Cacat.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1989), Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 6718/C/I/89 Tentang Perluasan Kesempatan Belajar Bagi Anak Berkelainan di Sekolah Umum.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1992), Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0491/U/1992 tentang Pemberlakuan Sistem Pendidikan Terpadu (Integrasi) Bagi Tuna Netra.
SPS UPI Bandung © 2008 31
Proposal Penelitian
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1994), Surat Direktur Pendidikan Dasar Nomor 0267/C2/U/1994 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu yang Diberlakukan Bagi Beberapa Jenis Kecacatan Akan Tetapi Memiliki Kemampuan Inteligensi Normal atau Di Atas Rata-Rata.
Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Rencana Aksi Nasional Pendidikan Untuk Semua. Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Pendidikan Untuk Semua. Jakarta.
Departemen Perhubungan, (1999), Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan.
Dick, B., (2005) Grounded Theory: A Thumbnail Sketch. [On line] Tersedia: http://www.scu.edu.au/schools/gcm/ar/arp/grounded.html . Accessed: October 28, 2007.
Dimyati, M.1997. Penelitian Kualitatif. Malang: Program Pasca Sarjana IKIP Malang
Drifte C., (2005). A Manual for The Early Years SENCO. London. Paul Chapman Publishing. A SAGE Publication Company.
Donmoyer, D., at all (1995). The Knowledge Base in Educational Administration: Multiple Perspectives, New York, State University of New York Press.
Dyer, Ch., (2001). Teaching Pupils With Severe & Complex Difficulties: Back to First Principles. London. Jessica Kingsley Publishers Ltd.
Eisner, E. W. (1991). “The enlightened eye: Qualitative inquiry and the enhancement of educational practice.” New York, NY: Macmillan Publishing Company.
European Agency for Development in Special Needs Education, (2003), Inclusive Education and Classroom Practices. Summary Report. [Online] Tersedia: http://www.european-agency.org/iecp/downloads/summary/IECP.doc . Accessed: November 5, 2007.
SPS UPI Bandung © 2008 32
Proposal Penelitian
Faisal, S, (1990), Penelitian Kualitatif; dasar dan aplikasi, Malang: Y A 3 Malang.
Foreman, P. (2001). Integration and Inclusion in Action. 2nd Edition. Nelson Australia Pty Limited. Southbank Victoria.
Galis, S.A. (1995) Inclusion in Elementary Schools: A Survey and Policy. Analysis. Dalam Education Policy Analysis Archives Vol 3 (15), 29 halaman. [Online] Tersedia: http://epaa.asu.edu/epaa/v3n15.html 26 Oktober 2007.
Gibson, S., and Blandford, S., (2005). Managing Special Educational Needs: A Practical Guide for Primary and Scondary Schools. London. Paul Chapman Publishing.
Glaser, B. G., & Strauss, A. L. (1967). The discovery of grounded theory. Chicago, IL: Aldine Publishing Company.
Goulas, F.M., Henry, L.J., and Griffith, K., ( ). Making Inclusion Work In Rural Southeast Texas. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Making%20Inclusion.htm . 4 Oktober 2007.
Griffith, K.G., at all. (- - - -) A Three Dimensional Model For The Inclusion of Children. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/kimberly.htm . 5 Oktober 2007.
Gross, J., and White, A., (2003). Special Educational Needs and School Improvement: Practical Strategies for Raising Standards. London. David Fulton. Publishers Ltd.
Haig, B.D., (1995). Grounded Theory as Scientific Method. [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/95_docs/haig.html . Accessed: October 28, 2007.
Hollander , S.A., (- - - -). Inclusion Literature: Ideas for Teachers and Teacher Educators. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Inclusion%20Literature.htm . Accessed: November 5, 2007.
Jimenez, L.P. and Ochiai, T., (- - - - ). Inclusion versus Institutionalization: Japan fs Educational Challenge. [Online] Tersedia:
SPS UPI Bandung © 2008 33
Proposal Penelitian
http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Inclusion%20vs.htm . 4 Oktober 2007.
Kisanji, J., (1999). Historical And Theoretical Basis Of Inclusive Education. [Online] Tersedia: http://www.eenet.org.uk/theory_practice/hist_theorectic.doc . Accessed: November 5, 2007.
Knowles, G., ( ). Supporting Inclusive Practice. London. David Fulton Publishers.
Koulouris, P., (2003). Attention Deficit Disorder: Are Schools and Physicians Working Together?. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/winter_2003/ADHD.htm . 4 Oktober 2005
Lambe, J., (2007). Northern Ireland Student Teachers’ Changing Attitudes Towards Inclusive Education During Initial Teacher Training. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/7%20Lambe.doc . Accessed: November 5, 2007.
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc.
Lofland, J. & Lofland, L. H. (1981). Analysing Social Settings: A Guide To Quantitative Obsevation and Analysis. Belmot Cal : Wodsworth Publishing Company.
Manalo, E. (2005). Learning Support To Complement Inclusion: The Roles of A Learning Centre In Managing The Needs Of University Students With Specific Learning Disabilities. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/manalo_e.shtml . 31 Oktober 2007.
Martin, S., at all. (2005). Building Teacher Capacity through Partnerships with Families and School Districts: Improving Teacher Quality. [Onlline] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/martin_s.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.
SPS UPI Bandung © 2008 34
Proposal Penelitian
McCollum, J. and Yates, T. (2005). Feasibility and Validity of a Parent-Child Group Model Of Early Intervention. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mccollum_j.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007
McGhie-Richmond, D., at all. (2005). The Acquisition of Effective Instructional Practices for Students with Disabilities in Inclusive Classrooms. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mcghie-richmond_d.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.
McMillan J.H. & Schumacher, S. (2001) “Research in Education. A Conceptual Introduction”. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Mdikana, A., at.all. (2007). Pre-Service Educators’ Attitudes Towards Inclusive Education. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/15%20mdikana%20et%20al.doc . Accessed: November 5, 2007.
Messiou, K., (2005). Conceptualising Marginalisation through Children’s Voices: Implications for Inclusive Education. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/messiou_k.shtml . 31 Oktober 2007.
Mikkelsen, B. (1995) “Methods for Development Work and Research: A Guide for Practitioner”. New York: Sage Publication, Inc.
Miles, M.B., and Huberman, A.M, (1992), Analisis Data Kualitatif ; Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru (Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi), jakarta : UI-PRESS.
Miles, M.B., and Huberman, A.M, (1994). Qualitative Data Analysis. Thousand Oaks, CA: Sage.
Mokome, M.J., (2005). To Achieve “Education For All” Society. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mokome_j.shtml Accessed: 31 Oktober 2007.
Moleong, L.J., (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif, bandung : PT Remaja Rosdakarya.
SPS UPI Bandung © 2008 35
Proposal Penelitian
Morgado, J. (2005).Model Of Differentiated Classroom Management–The Classroom And The School As An Inclusive Community. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/morgado_j.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.
Morison, W.F., (2005). Teacher attitudes toward gifted students and students with emotional/behavior disabilities. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/morrison_w.shtml . 31 Oktober 2007..
Mudyahardjo, R. (2004). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Cetakan ketiga. Bandung. Rosda.
Muhadjir, N, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin.
Mulyana, D. (2003) Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan ketiga. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Cetakan ke-3. Transito. Bandung
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Galia Indonesia. Jakarta.
Patilima, H. (2005) “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: Alfabeta.
Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods (2nd ed.). Newbury Park, CA: Sage Publications, Inc.
Peter, S.J., (2003). Inclusive Education: Achieving Education for All By Including Those with Disabilities and Special Education Needs. [Online] Tersedia: http://siteresources.worldbank.org/DISABILITY/Resources/280658-1172610312075/InclusiveEduPeters.pdf . Accessed: 5 Oktober 2007.
Porter, G.L., (- - - -). Disability and Education: Toward an Inclusive Approach. [Online] Tersedia: http://www.iadb.org/sds/doc/Rev2bEditedDisability-EducationPorter.pdf . Accessed: 5 Oktober 2007.
SPS UPI Bandung © 2008 36
Proposal Penelitian
Punch, K.F. (1999). Introduction to Social Research: Quantitative & Qualitative Approach. Sage Publication. London.
Raver, S.A., (2007). The Emergence of Inclusion for Students With Disabilities in Ukraine. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/4%20Raver1.doc . Accessed: November 5, 2007.
Reid, G. (2005). Learning Styles and Inclusion. London. Paul Chapman Publishing.
Republik Indonesia, (1991), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Republik Indonesia, (1997), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Republik Indonesia. (1999), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia, (2003), Departemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Republik Indonesia, (2005), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Reynolds, M. C., & Birch, J. W. (1988). Adaptive Mainstreaming: A Primer for Teachers and Principals. (3rd ed.). New York: Longman
Rustemier, S. (2002). Inclusion Information Guide.[Online] Tersedia pada http://inclusion.uwe.ac.uk/csie/inclusionguide.htm . Diakses tanggal 1 Desember 2007
Silalahi, U. (2006). Metode Penelitian Sosial. Cetakan Pertama. Unpar Press. Bandung.
Smith, C., (2005). Teaching Gifted and Talented Pupils in The Primary School: A Practical Guide. London. Paul Chapman Publishing.
Soodak, L.C., (2003). Classroom management in inclusive settings: Theory Into Practice. [Online] Tersedia: http://findarticles.com/p/articles/mi_m0NQM/is_4_42/ai_111506830 . 22 Oktober 2007
SPS UPI Bandung © 2008 37
Proposal Penelitian
Southwest Educational Development Laboratory (SEDL) (- - - -). Inclusion: The Pros and Cons. [Online] Tersedia: http://www.sedl.org/change/issues/issues43.html . Accessed: October 26, 2007.
Stainback, W., & Stainback, S. (1995). Controversial Issues Confronting Special Education. Allyn & Bacon
Stainback, W., & Stainback, S., (1996). Inclusion: A Guide for Educators. Brookes Publishing Company, Baltimore.
Stevens, B., Everington, C. and Kozar-Kocsis. (____). What Are Teacher Doing to Accommodate for Special Need Student in the Classroom?. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Brendast.htm . 5 Oktober 2007
Strauss, A., and Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Newbury Park, CA: Sage Publications, Inc.
Strauss, A., and Corbin, J., (1997). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik dan Teori Gruonded. Terjemahan oleh H.M.Djunaidi Ghony. Surabaya. PT Bina Ilmu.
Strauss, A., and Corbin, J., (2003), Dasar-dasar penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritis Data (Penerjemah Muhammad Sodiq dan Imam Muttaqien), Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Strauss, A. (1987). Qualitative Analysis for Social Scientists. NY: Cambridge Univ. Press.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-2. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-2. Alfabeta. Bandung.
Surachmad, W. (1990). Metode Penelitian. Bandung : Transito.
Tassoni, P., (2003). Supporting Special Needs: Understanding Inclusion in The Early Years. Oxford. Heinemann Educational Publishers.
SPS UPI Bandung © 2008 38
Proposal Penelitian
Thomas, G., and Vaughan, M., (2004). Inclusive Education: Reading and Reflections. London. Open University Press.
Tirocchi, D. And Resee, B. (2002). Inclusion. [Online] Availble: http://tiger.towson.edu/users/dtiroc1/ISTC-final%20draft.htm Accessed: 26 Oktober 2007.
The Institute on Community Integration ( ). Inclusion: The Pros and Cons. [Online] Tersedia: http://www.sedl.org/change/issues/issues43.html . October 26, 2007.
Thomas, G., and Feiler, A., (1988). Planning For Special Needs: A Whole School Approach. Basil Blackwell Ltd. Oxford.
Tomasevski, K., (2005) Pendidikan Berbasis Hak Azasi: Penyederhanaan Prasyarat Hak Azasi Manusia Global,
United Nation (Doc). ( ). Programme Monitoring and Evaluation; The Disability Perspective in the Context of Development. [Online] Tersedia: http://www.un.org/esa/socdev/enable/monitor/ . Accessed: 28 September 2007.
Usman, H. (2006). Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta. Bumi Aksara.
Vaebeke, K.S., ( ). Indetifying Accommodations for Inclusion: A Strategy for Special and General Educators. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/karen.htm . Accessed: October 5, 2007.
Volante, L., (2007). Educational Quality and Accountability in Ontario: Past, Present, and Future. Online. Dalam Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue #58, 9 halaman. [Online] Tersedia: http://www.umanitoba.ca/publications/cjeap/articles/volante_educational%20_quality.html . 9 Oktober 2007.
Westwood, P., (2007) Commonsense Methods for Children with Special Education Needs. Fifth Edition. New York. Ruotledge.
Williams, R.B., (2006). Leadership for School Reform: Do Principal Decision-Making Styles Reflect a Collaborative Approach? Dalam Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue #53, May 25, 2006. 10 halaman [Online] Tersedia:
SPS UPI Bandung © 2008 39
Proposal Penelitian
http://www.umanitoba.ca/publications/cjeap/articles/williams.html . Accessed: October 10, 2007.
Yamaguchi, K. (2005). Development of Special Needs Education in Japan and Some Current Problems. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_y/yamaguchi_k.shtml . 31 Oktober 2007.
Zoniou-Sideri, A. at. all. (2005). Inclusive Classes in Greece: New Names, Old Institutions. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_z/zoniou-Sideri_a.shtml . accessed: 31 Oktober 2007.
SPS UPI Bandung © 2008 40