bab i,bab ii, bab iii

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotik. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Rantai Proses Infeksi 2. Bagaimana Cara Penularan Mikroorganisme 3. Bagaimana Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi 4. Bagaimana infeksi Nosokomial 5. Bagaimana Sterilisasi 6. Bagaimana Pencegahan infeksi 7. Bagaimana Masalah pada pengendalian infeksi 8. Bagaimana Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Rantai Proses Infeksi 2. Untuk mengetahui Cara Penularan Mikroorganisme 3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi 4. Untuk mengetahui infeksi Nosokomial 5. Untuk mengetahui Sterilisasi 6. Untuk mengetahui Pencegahan infeksi 1

Upload: andrianlutfiariftea

Post on 14-Jul-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i,Bab II, Bab III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman.

Praktisi atau teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi

membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari

penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi

karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius,

meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang

disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas

perawatan akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada

mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme

tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotik. Dengan cara

mempraktikan teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat

menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Rantai Proses Infeksi

2. Bagaimana Cara Penularan Mikroorganisme

3. Bagaimana Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi

4. Bagaimana infeksi Nosokomial

5. Bagaimana Sterilisasi

6. Bagaimana Pencegahan infeksi

7. Bagaimana Masalah pada pengendalian infeksi

8. Bagaimana Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Rantai Proses Infeksi

2. Untuk mengetahui Cara Penularan Mikroorganisme

3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi

4. Untuk mengetahui infeksi Nosokomial

5. Untuk mengetahui Sterilisasi

6. Untuk mengetahui Pencegahan infeksi

7. Untuk mengetahui Masalah pada pengendalian infeksi

8. Untuk mengetahui Proses keperawatan terhadap pencegahan

infeksi

D. Manfaat

Dalam penyusunan makalah ini sebagai sumber yang dapat

dijadikan sebagai modul atau pembelajaran bagi pembaca untuk lebih

mengetahui dan memahami mata kuliah sistem muskuloskeletal.

1

Page 2: Bab i,Bab II, Bab III

BAB II

PEMBAHASAN

A. Rantai Proses Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme

yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik

apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius

terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen berbiak dan

menyebabkan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry : 2005)

Infeksi merupakan pembiakan mikroorganisme pada jaringan

tubuh,terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi

metabolisme, toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi.

(Kamus Saku Kedokteran Dorland: 1998).

1. Rantai infeksi proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait

antar berbagai faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir,

portal of exit, cara penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang

rentan.

a. Agen Infeksi

Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain

bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa

merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient

normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan

berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat

seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas

normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan

cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa

dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa

kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme

dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah

microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),

kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta

kerentanan dari host/penjamu.

b. Reservoar (Sumber Mikroorganisme)

Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup

baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai

reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan

benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya

di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme

patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada

hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat

mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi

sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam

reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman.

Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan

pencahayaan

c. Portal Of Exit (Jalan Keluar)

Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus

menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host

dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi,

mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya.

Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran

2

Page 3: Bab i,Bab II, Bab III

pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan

membrane mukosa yang rusak serta darah.

d. Cara Penularan (Transmission)

Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan

berbagai cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral,

fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau

balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi;

makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

e. Portal Masuk (Port de Entry)

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk

dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap

masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit

dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh

melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor

yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan

patogen masuk ke dalam tubuh.

f. Daya Tahan Hospes (Manusia)

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap

agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh

individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan

kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi

tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan

jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang

mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia,

keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis,

pemberian obat dan penyakit penyerta.

2. Proses Infeksi

Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien

tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan

kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka

akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.

Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan

yang diberikan.

Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan

kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi

mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel

ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon

spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut

mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang

mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan

dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan

orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan

respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.

Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan

pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang

rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah

adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan

pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu.

Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:

a. Periode/ Masa Inkubasi

3

Page 4: Bab i,Bab II, Bab III

Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya

gejala pertama.

Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari

b. Tahap Prodromal

Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise,

demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama

masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien

lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.

c. Tahap Sakit

Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap

jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit

tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga,

demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.

d. Pemulihan

Interval saat munculnya gejala akut infeksi

3. Tipe Infeksi

a. Kolonisasi : Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme

menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa

tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan

penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi

sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang

sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan

kerusakan jaringan.

b. Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana

mikroorganisme tinggal.

c. Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian

tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.

d. Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri

e. Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari

infeksi sistemik

f. Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat

g. Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode

yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)

B. Cara Penularan Mikroorganisme

1. Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi

a. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies

bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat

hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,

makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya

b. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus

masuk dalam sel hidup untuk diproduksi.

c. Fungi 

Fungi terdiri dari ragi dan jamur

d. Parasit 

Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok

parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

2. Cara Penularan Mikroorganisme

Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia

maupun hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya :

4

Page 5: Bab i,Bab II, Bab III

a. Kontak Tubuh

Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara

langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung

melalui sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung

dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman.

b. Makanan dan Minuman

Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman

yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis

penyakit infeksi cacing, dan lain-lain.

c. Serangga

Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah

penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes

dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan 

melalui lalat.

d. Udara

Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada

penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman

tuberkolosis) atau sejenisnya.

3. Cara penularan infeksi

a. Agen Infeksius

Infeksi terjadi akibat adanya mikroorganisme, termasuk

bakteri,virus,jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit dapat

merupakan flora residen atau transien. Organisme residen

berkembang biak pada lapisan kulit superfisial, namun 10 – 20%

mendiami lapisan epidermal. Organisme transien melekat pada kulit

saat seseorang kontak dengan orang atau objek lain dalam aktifitas

atau kehidupan normal. Kemungkinan bagi mikroorganisme atau

parasit untuk menyebabkan penyakit bergantung pada faktor – faktor

berikut :

- Organisme dalam jumlah yang cukup

- Virulensi atau kemampuan untuk menyebabkan sakit

- Kemampuan untuk masuk dan hidup dalam pejammu

- Pejamu yang rentan

Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi,yaitu :

1. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh

manusia yang sehat.Keberadaan bakteri disini sangat penting

dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.Tetapi

pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia

tersebut meniliki toleransi yang rendah terhadap

miikrooorganisme.Contohnya Escherechia coli paling banyak

dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.

Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi

secara aparodik maupun endemik. Contohnya :anaerobik Gram–

positif,Clostridium yang menyebabkan gangrene

2. Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh

berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis  B dan C dengan

media penularan dari tranfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.

Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus dan enterovirus

yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute

faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian

5

Page 6: Bab i,Bab II, Bab III

jarum suntik, dan trasfusi darah. Rute penularan untuk virus

sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal,

infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus

lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah

cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus,

dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.

3. Parasit dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat dengan

mudah menular ke orang dewasa maupun anak-anak.Banyak

jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat

antibiotika bakteri dan immunosupresan, contohnya infeksi dari

Candida albicans, Aspergiilus spp, Cryptococcus neformans,

Cryptosporidium.

b. Reservoar

Reservoar adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi

dapat atau tidak berkembang biak. Reservoir yang paling umum

adalah tubuh manusia.Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit

dan dalam rongga tubuh, cairan dan keluaran. Untuk berkembang

biak dengan cepat mkroorganismer memerlukan lingkungan yang

sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan

cahaya.

- Makanan. Mikroorganisme memerlukan untuk hidup, seperti

Clostridium perfringens, mikroba yang menyebabkan gangren

gas, berkembang pada materi organik lain, seperti E.coli

mengkonsumsi makanan yang tidak dicerna di usus. Organisme

lain mendapat makanan dari karbondioksida dan materi organik

seperti tanah.

- Oksigen. Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk bertahan

hidup dan multiplikasi secukupnya untuk menyebabkan

sakit.Contohnya adalah Staphylococcus aureus dan turunan

organisme Streptococccus sedangkan bakteri anaerob

berkembang biak ketika terdapat atau tidak ada tersedia oksigen

bebas. Bakteri ini yang mampu menyebabkan tetanus,gas

gangrene dan botulisme.

- Air. Kebanyakan mikroorganisme membutuhkan air atau

kelembaban untuk bertahan hidup. Dan ada juga beberapa

bakteri yang berubah bentuk, disebut dengan spora, yang

resisten terhadap kekeringan.

- Suhu. Mikroorganisme dapat hidup hanya dalam batasan suhu

terentu. Namun beberapa dapat hidup dalam temperatur yan g

ekstrem yang mungkin fatal bagi manusia. Misalnya virus

AIDS, resisten terhadap air mendidih.

- pH. Keasaman suatu lingkungan menentukan kemampuan hidup

suatu mikroorganisme. Kebanyakan organisme lebih menyukai

lingkungan dalam batasan pH 5-8.

- Cahaya. Mikroorganisme berkembang pesat dalam lingkungan

yang gelap seperti di bawah balutan dan dalam rongga tubuh.

Sinar ultra violet dapat efektif untuh membunuh beberapa

bentuk bakteri.

c. Portal Keluar

Setelah mikroorganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan

berkembang biak, mereka harus menemukan  jalan keluar jika

6

Page 7: Bab i,Bab II, Bab III

mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit.

Mikroorganisme dapat keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit

dan membran mukosa, traktus respiratoris, traktus urinarius, traktus

gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah.

d. Cara Penularan

Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoar ke

pejamu. Penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan secara

lebih umum melalui cara yang spesifik. Namun, mikroorganisme

yang sama dapat ditularkan melalui satu rute. Meskipun cara utama

penularan mikroorganisme adalah tangan dari pemberi layanan

kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan dapat menjadi alat

penularan patogen. Semua personel rumah sakit yang memberi

asuhan langsung dan memberi pelayanan diagnostik dan pendukung

harus mengikuti praktik untuk meminimalkan penyebaran infeksi

e. Portal Masuk

Organisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute yang sama

dengan yang digunakan untuk keluar. Misalnya,pada saat jarum yang

terkontaminasi mengenai kulit klien, organisme masuk ke dalam

tubuh. Setiap obstruksi aliran urine memungkinkan organisme untuk

berpindah ke uretra. Kesalahan pemakaian balutan steril pada luka

yang terbuka memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak

terlindungi. Faktor- faktor yang menurunkan daya tahan tubuh

memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh

f. Hospes Rentan

Seseorang terkena  infeksi bergantung pada kerentanan dan

bergantung pada derajat ketahanan individu terhadap patogen,

meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme

dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu

rentan terhadapjumlah mikroorganisme tersebut. Makin banyak

virulen suatu mikroorganisme makin besar didapati muncul di

lingkungan perawatan akut.

C. Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi

Sumber Penyakit

Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan

cepat atau lambat.

Kuman Penyebab

Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme,

kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya.

Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman      

Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi

cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu,

penyinaran (cahaya) dan lain-lain.

Cara Penularan

Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara

dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.

Cara Masuknya Kuman

Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman

dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit

dan lain-lain.

Daya Tahan Tubuh

7

Page 8: Bab i,Bab II, Bab III

Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau

mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya

tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau

nutrisi, tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak

sehat.

D. Infeksi Nosokomial

Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani

Nosokomien yang artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu

sendiri berasal dari Norus artinya penyakit, komeion berarti merawat.

Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau berhubungan

dengan rumah sakit atau tempat perawatan.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau

dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di

sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan,

pengunjung, maupun sumber lainnya.

Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di

lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien

sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari bahasan ini dapat disimpulkaan bahwa

kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat

dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat

dicegah.

Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan

kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan

kesehatan, baik melalui :

1. Pasien

Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi

kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan

alat kesehatan yang lainnya.

2. Petugas kesehatan

Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung

yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.

3. Pengunjung

Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam

lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah

sakit keluar rumah sakit.

4. Sumber Lainnya

Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi

lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada

dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan

kepada pasien dan sebaliknya.

E. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua

bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses

fisik maupun kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan

untuk membunuh kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang

terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merembus,

menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Sterilisasai adalah tahap

awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi. Ada 5 metode

umum sterilisasi yaitu :

1. Sterilisasi Uap

8

Page 9: Bab i,Bab II, Bab III

Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air

dalam tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air)

bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah

dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran

bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan

koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut :

Prinsip cara kerja autoklaf yaitu untuk mensterilkan berbagai macam

alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121° C.

Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu

dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang

disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel

dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media

digunakan suhu 121° C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama

15 menit. Alasan digunakan suhu 121° C atau 249,8° F adalah karena air

mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk

tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih

pada suhu 100° C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di

ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh

pada suhu 121° C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika

dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan

tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada

ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya

tercapai suhu 121° C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan

akan mati jika dididihkan pada suhu 121° C dan tekanan 15 psi selama

15 menit.

Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama

kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara

yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti

dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam

autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka

proses sterilisasi dimulai dantimer mulai menghitung waktu mundur.

Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan

dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh

dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.

Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat

digunakan mikroba pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki

endospora yaitu Bacillus stearothermophillus, lazimnya mikroba ini

tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini

dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu

ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan

autoklaf telah bekerja dengan baik.

2. Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan

oven pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh

mikroba dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini

memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih

panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature

160-1700C dengan waktu 1-2 jam.

Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-

senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas,

karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap

air.Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai

9

Page 10: Bab i,Bab II, Bab III

jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.Metode ini

juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.

Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak

dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan

(contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik.

3. Sterilisasi dengan penyaringan

Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan

yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile).

Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan

gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang

cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan

metode ini.

4. Sterilisasi gas

Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk

membunuh mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat

berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena

permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi

gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan

panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.

5. Sterilisasi dengan radiasi

Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk

mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar.

Untuk jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi

dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah

struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk

membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan

beku dilakukan pada suhu -40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk

diaplikasikan pada jaringan biologi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:

a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih

berfungsi.

b. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label

yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal

pelaksanaan steril.

c. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.

d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu

mensteril selesai.

e. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang

steril.

f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya,

bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.

6. Desinfeksi

Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme

patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada

endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang

dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak

dengan membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun

kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan

desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjemur

dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat

dalam keadaan siap pakai.

10

Page 11: Bab i,Bab II, Bab III

Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan

objek, kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba,

konsentrasi dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat

keasaman (pH).

Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat

digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat

yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada

jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati.

Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya

tergantung dari toksisitasnya.

Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang

berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga

membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien.

Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.

a. Kriteria desinfeksi yang ideal:

- Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme

pada suhu kamar

- Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH,

temperatur dan kelembaban

- Tidak toksik pada hewan dan manusia

- Tidak bersifat korosif

- Tidak berwarna dan meninggalkan noda

- Tidak berbau/ baunya disenangi

- Bersifat biodegradable/ mudah diurai

- Larutan stabil

- Mudah digunakan dan ekonomis

- Aktivitas berspektrum luas

b. Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:

- Mencegah terjadinya infeksi

- Mencegah makanan menjadi rusak

- Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry

- Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam

melakukan biakan murni.

c. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

- Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.

- Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.

- Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.

- Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.

- Struktur fisik benda.

- Suhu dan PH dari proses desinfeksi

d. Terdapat 3 tingkat desinfeksi:

- Desinfeksi tingkat tinggi : Membunuh semua organisme dengan

perkecualian spora bakteri.

- Desinfeksi tingkat sedang : Membunuh bakteri kebanyakan

jamur kecuali spora bakteri.

- Desinfeksi tingkat rendah : Membunuh kebanyakan bakteri

beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh

mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora

bakteri.

11

Page 12: Bab i,Bab II, Bab III

F. Pencegahan infeksi

Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang

yang di berikan kepada klien untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri.

1. Prinsip Pencegahan infeksi

a. Antiseptik

Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara

membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada

kulit atau jaringan tubuh lainnya.

b. Aseptik

Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah

masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan

menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau

menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda

hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan

dengan aman.

c. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara

aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja

pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara

memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap

benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau

cairan tubuh

d. Desinfeksi

Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar

mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati.

e. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali

beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus,

mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.

f. Mencuci dan membilas

Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu,

kotoran, darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati

dan membuang sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi

resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda

tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen

dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara

seksama).

g. Sterilisasi

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,

parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau

instrument.

2. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :

a. Pencucian tangan.

b. Penggunaan sarung tangan.

c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.

12

Page 13: Bab i,Bab II, Bab III

d. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas,

desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi).

e. Pembuangan sampah.

3. Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:

a. Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien

b. Jenis dan jumlah prosedur invasive

c. Terapi yang diterima

4. Lamanya perawatan Penyebab infeksi nosokomial meliputi:

a. Traktus urinarius:

a) Pemasangan kateter urine

b) Sistem drainase terbuka

c) Kateter dan selang tdk tersambung

d) Obstruksi pada drainase urine

e) Tehnik mencuci tangan tidak tepat

b. Traktus respiratorius:

a) Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi

b) Tidak tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction

c) Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat

d) Tehnik mencuci tangan tidak tepat

c. Luka bedah/traumatik:

a) Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan

b) Tehnik mencuci tangan tidak tepat

c) Tidak memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka

d) Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi

d. Aliran darah :

a) Kontaminasi cairan intravena saat penggantian

b) Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena

c) Perawatan area insersi yg kurang tepat

d) Jarum kateter yg terkontaminasi

e) Tehnik mencuci tangan tidak tepat

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

a. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif

(contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif

(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi

yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik

maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan

(pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.

Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

c. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah

untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya

bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur

yang telah ditetapkan.

G. Masalah pada pengendalian infeksi

1. Masalah pada penyebaran infeksi nosokomial yaitu :

a) Rumah sakit merupakan tempat dari segala macam jenis penyakit

b) Rumah sakit merupakan gudang kuman-kuman patogen.

c) Kuman yang biasa di rumah sakit umumnya kebal terhadap

antibiotika, bahkan terhadap banyak antibiotika.

Di rumah sakit banyak dilakukan tindakan yang mengandung

risiko terjadinya infeksi nosokomial, seperti : operasi, tindakan

13

Page 14: Bab i,Bab II, Bab III

invasif, berupa kateterisasi IV, kateterisasi saluran kemih, atau

endoskopi; dan pemeriksaan bahan-bahan infeksius. Justru dalam

situasi lingkungan seperti inilah orang sakit yang rata-rata daya tahan

tubuhnya menurun harus dirawat agar ia sembuh dari penyakitnya.

2. Masalah penyebaran infeksi karena tidak mencuci tangan dalam

tindakan aseptic

Menurut Asosiasi Kedokteran Microbiologist tahun 1995

perawat di lingkungan klinis diindikasikan untuk mencuci tangan

sebelum melakukan tindakan misalnya saat memulai tindakan

perawatan seperti pemasangan infus, pemberian obat pasien, kontak

langsung dengan pasien saat melakukan pemeriksaan hingga sampai

saat perawat hendak pulang, dan perawat juga wajib mencuci tangan

sesudah melakukan tindakan perawatan karena kemungkinan besar

akan terjadi pencemaran atau bahkan penularan seperti setelah

memegang alat-alat medis pasien, setelah membuka sarung tangan,

setelah memandikan pasien bed rest total, dll.

Pernyataan itu di dukung oleh teori standar precaution yang

menyatakan “mencuci tangan setelah tersentuh darah, cairan tubuh,

sekresi dan eksresi, dan segala sesuatu yang telah terkontaminasi.

Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan dan kontak

dengan pasien. Jauhi penyebaran infeksi mikroorganisme kepada

pasien dan lingkungan”.

H. Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi

1. Pengkajian keperawatan

Merupakan tindakan mengkaji ada atau tidaknya faktor yang

mempengaruhi atau menyebabkan infeksi, seperti penurunan daya tahan

tubuh, status nutrisi, usia, stress, dan lain-lain.pengkajian selanjutnya

adalah memeriksa ada atau tidaknya tanda klinik infeksi (seperti

pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri pada daerah lokalisasi infeksi)

dan tanda sistemik (seperti demam, malaise, anoreksia, sakit kepala,

muntah, atau diare).

2. Diagnosis keperawatan

Hal yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadinya infeksi yang

berhubungan dengan proses penyebaran teman.

3. Perencanaan keperawatan

Tujuan : Mencegah terjadi infeksi atau penyebaran kuman

Rencana tindakan : Melakukan tindakan untuk menghambat

penyebaran kuman, seperti mencuci tanagan, memakai masker, memakai

sarung tangan, sterilisasi, dan desinfeksi.

4. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan

Cara mencuci tangan

Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang

dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang

bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah

terjadinya infeksi silaang melalui tangan, dan mempersiapkan bedah

atau tindakan pembedahan

1. Teknik mencuci biasa

Alat dan bahan:

- Air bersih 

- Handuk

- Sabun

14

Page 15: Bab i,Bab II, Bab III

- Sikat lunak

Prosedur kerja :

- Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,

seperti cincin atau jam tangan

- Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,

kemudian sabuni dan sikat bila perlu

- Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan

dengan handuk atau lap kering

2. Teknik mencuci dengan disinfektan

Alat dan bahan :

- Air bersih

- Larutan disinfektan lisol / savlon

- Handuk / lap kering

Prosedur kerja

- lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,

seperti cincin atau jam tangan

- basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,

kemudian gosokan larutan disinfektan dan sikat bila perlu

- bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan

handuk atau lap kering

3. Teknik mencuci steril

Alat dan bahan :

- air mengalir

- sikat steril dalam tempat

- alcohol 70 %

- sabun

Prosedur kerja

- lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,

seperti cincin atau jam tangan

- basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,

kemudian tuang sabun   (2-5 ml) ke tangan dan gosokan

tangan serta lengan sampai 5cm di atas siku, kenudian sikat

ujung jari, tangan, lengan, dan kuku sebanyak kurang lebih

15 kali gosokan, sedangkan telapak tangan 10 kali

gosongkan bingga siku.

- Bilas dengan air bersih yang mengalir

- Setelah selesai tangan tetap di arahkan ke atas

- Gunakan sarung tangan steril

Cara menggunakan sarung tangan

Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan

keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman

dan mengurangi risiko tertularnya penyakit.

Alat dan bahan:

- Sarung tangan

- Bedak/ talk

Prosedur kerja

- Cuci tangan secara menyeluruh

- Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak, dan

tuangkan sedikit.

- Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari- jari tangan,

pastikan ibu jari dan jari- jari lain tepat pada posisinya.

- Ulangi pada tangan kiri

15

Page 16: Bab i,Bab II, Bab III

- Setelah terpasang, cukupkan kedua tangan.

Cara menggunakan masker

Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut

menggunakan masker bertujuan mencegah atau mengurangi

transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien.

Alat dan bahan:

- Masker

Prosedur kerja:

- Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker

- Pegang kedua tali masker.

- Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan

ikatan kedua berada pada bagian belakang leher.

Cara desinfeksi

1. Cara desinfeksi dengan Mencuci

Prosedur kerja

- Cucilah tangan dengan sabun kemudian bersihkan,

kemudian siram atau membasahi dengan alcohol 70%.

- Cucilah luka dengan H202, betadine, atau larutan lainnya.

- Cuculah kulit atau jaringan tubuh yang akan dioperasi

dengan yodium tinktur 3%, kemudian dengan alcohol.

- Cucilah vulva dengan larutan sublimat atau larutan

sejenisnya.

2. Cara desinfeksi dengan mengoleskan

Prosedur kerja: Oleskan luka dengan merkurokrom atau bekas

luka jahitan menggunakan alcohol menggunakan alcohol atau

betadine.

3. Cara desinfeksi dengan merendam

Prosedur kerja:

- Rendamlah tangan dengan larutan lisol 0,5%

- Rendamlah peralatan dengan larutan lisol 3-5% selama 2

jam.

- Rendamlah alat tenun dengan lisol 3-5% kurang lebih 24

jam

4. Cara desinfeksi dengan menjemur

Prosedur kerja : Jemurlah kasur, tempat tidur, urinal, pispot, dan

lain- lain; masing- masing permukaan selama 2 jam.

Cara membuat larutan desinfeksi

1. Sabun

Alat bahan :

- Sabun padat/ cream/ cair

- Gelas ukuran

- Timbangan

- Sendok makan

- Alat pengocok

- Air panas/ hangat dalam tempatnya

- Baskom

Prosedur kerja

- Masukkan 4 gram sabun padat/ cream kedalam 1 liter air

panas/ hangat kemudian diaduk sampe larut

- Masukkan 3 cc sabun cair kedalam 1 liter air panas/ hangat,

kemudian diaduk sampe larut

16

Page 17: Bab i,Bab II, Bab III

- Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan atau

peralatan medis

2. Lisol dan Kreolin

Alat/Bahan:

- Larutan lisol/ kreolin

- Gelas ukuran

- Baskom berisi air

Prosedur kerja      

- Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 0,5% sebanyak 5 cc

ke dalam air 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk

mencuci tangan.

- Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 2% sebanyak 20 cc

atau larutan Larutan lisol/ kreolin sebanyak 3% sebanyak 3

cc ke dalam 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk

merendam peralatan medis.

3. Savlon

Alat/Bahan:

- Savlon

- Gelas ukuran

- Baskom berisi air secukupnya

Prosedur kerja

- Masukkan larutan savlon 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam 1

liter air.

- Masukkan larutan savlon 1% sebanyak 10 cc ke dalam 1

liter air.

Cara sterilisasi

Beberapa alat yang perlu disterilisasi:

- Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dan lain- lain)

- Peralatan kaca (semprit, tabung kimia, dan lain- lain )

- Peralatan karet (kateter, sarung tangan, pipa lambung, drain dan

lain- lain)

- Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea, dan lain- lain)

- Peralatan email (bengkok, baskom, dan lain- lain)

- Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dan lain- lain)

- Peralatan plastic (selang infuse, dan lain- lain)

- Peralatan tenunan (kain kasa, tampon, doek baju, sprei, dan lain-

lain)

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi terhadap masalah risiko infeksi ()penyebaran kuman) secara

umum dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya tanda infeksi

nosokomial seperti penyebaran kuman ke pasien atau orang lain

Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan untuk

mengendalikan terjadinya infeksi nosokomial yaitu :

a. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap

kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan

b. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan

isolasi

c. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan

gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan

d. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari

penyakit menular

17

Page 18: Bab i,Bab II, Bab III

e. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari

pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang

digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan

f. Mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan

perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi

nosokomial.

18

Page 19: Bab i,Bab II, Bab III

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses keperawatan terhadap infeksi yaitu pengkajian keperawatan,

diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaaan

keperawatan dan evaluasi keperawatan. Dalam pelaksanaan keperawatan

terhadap infeksi seperti dengan mencuci tangan, menggunakan sarung tangan,

menggunakan masker, dan desinfeksi.

B. Saran

Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian

infeksi ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana

cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan

juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.

19

Page 20: Bab i,Bab II, Bab III

DAFTAR PUSTAKA

Azis, alimul H.2006.”Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia”.Jakarta:Salemba Medika

Ester, Monica.2005. “Pedoman Perawatan Pasien “.Jakarta:EGC

Linda Tietjen, dkk. 2004. “Panduan Pencegahan Infeksi”. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

20