bab ii acc ok

29
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Benigna prostat hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas 60 tahun (Smeltzer & Bare, 2002: 1625). Sedangkan menurut (Nursalam, 2006: 135) Benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria. Menurut (Suharyanto, 2009 : 248) Benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran kelenjar dari jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. BPH untuk mengatasinya dapat dilakukan prostatektomi. Menurut (Doenges, 2000: 679) Prostatektomi adalah reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urine dan menghilangkan retensi urinaria akut. Menurut (Smeltzer & Bare, 2002 : 1626) Prostatektomi adalah

Upload: yudha-absouluet-javanes

Post on 13-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KESEHATAN

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ACC OK

7

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Benigna prostat hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum

pada pria lansia dan penyebab paling sering untuk intervensi medis pada pria

di atas 60 tahun (Smeltzer & Bare, 2002: 1625). Sedangkan menurut

(Nursalam, 2006: 135) Benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran

prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria. Menurut

(Suharyanto, 2009 : 248) Benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran

kelenjar dari jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan

perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.

BPH untuk mengatasinya dapat dilakukan prostatektomi. Menurut

(Doenges, 2000: 679) Prostatektomi adalah reseksi bedah bagian prostat yang

memotong uretra untuk memperbaiki aliran urine dan menghilangkan retensi

urinaria akut. Menurut (Smeltzer & Bare, 2002 : 1626) Prostatektomi adalah

pembedahan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami hipertrofi.

Jadi berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa

benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran kelenjar prostat yang

menyebabkan obstruksi aliran urine pada uretra, dimana secara umum

diderita oleh para lansia.

7

Page 2: BAB II ACC OK

8

B. Penyebab

Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai

dengan perubahan hormon, dengan penuaan, kadar testosteron serum

menurun, dan kadar estrogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang

hyperolasia jaringan prostat (Price & Willson, 2005: 1320).

Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umum dan

hormon endrogen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria

usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang akan terjadi

perubahan patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun terjadi sekitar 30%

usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100% (Mansjoer, 2000: 329).

C. Patofisiologi.

Menurut Lemone (2004: 1537), penyebab BPH tidak diketahui

pasti tetapi faktor resikonya meliputi umur, riwayat kesehatan, ras, etnik, dan

faktor-faktor hormonal. Kejadiannya oleh peningkatan faktor umur, tertinggi

terjadi di Afrika, Amerika, dan Jepang yang terendah. Rata-rata tertinggi

berkaitan dengan riwayat kesehatan keluarga dengan BPH.

Dua syarat penting untuk BPH adalah umur 50 tahun atau lebih

dan hasil yang paling tampak dengan tes. Laki-laki yang belum mengalami

pubertas belum mengalami pertumbuhan prostat. Androgen yang

mempengaruhi pertumbuhan prostatik dalam semua umur adalah

Dihydrotesteron (DHT) yang ada di prostat dalam testosteron. Meskipun laki-

laki lanjut usia terjadi penurunan tingkat endrogen, sebelumnya prostat

muncul lebih sensitif dalam kelenjar prostat muncul lebih sensitif dalam

Page 3: BAB II ACC OK

9

menghasilkan DHT. Estrogen diproduksi oleh efek DHT. Peningkatan tingkat

estrogen dengan usia lanjut atau sebuah peningkatan relatif di estrogen

berhubungan dengan tingkat testosteron yang merupakan konstribusi untuk

menyebabkan prostatik hyperplasia (Lemone, 2004: 1537)

Benigna berasal dari modul yang kecil di kelenjar periuretral

dimana yang terdapat di dalam lapisan prostat. Prostat melebar dan tumbuh

modul (hyperplasia) dapat pembesaran dari sel glandular (hypertrofi),

perubahan yang berlebihan tersebut terjadi dalam periode lama. Hasil efek

patofisiologi dari sebuah kombinasi dari faktor-faktor meliputi retensi uretral,

yang merupakan efek dari BPH. Tekanan dari intravesikal selama

kekosongan, kekuatan otot detrusor, fungsi neurologis dan status kesehatan

umum. Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala

obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi, gejala iritasi terjadi

karena pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan rangsangan pada

kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi. Apabila tekanan vesika

menjadi lebih tinggi dari pada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi

inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter,

hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal (Lemone, 2004: 1537).

Kelemahan detrusor dan obstruksi uretra juga menyebabkan

bendungan saluran kemih sehingga berkurangnya aliran kemih, dan hal ini

memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang

mungkin digunakan adalah prostatektomi prasia, TURP atau insisi

prostatektomi terbuka untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplastik;

insisi transuretral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar

Page 4: BAB II ACC OK

10

jalan keluar urin; dilatasi balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra

dan terapi anti androgen untuk membuan atropi prostat. Lemone (2004:

1537).

Pembedahan ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi

diantaranya adalah perdarahan pasca operasi, infeksi saluran kemih,

inkontinensia, impotensia, dan ejakulasi retrograde (Lemone, 2004: 1537).

D. Pathway

Sumber (Price & Willson, 2005; Mansjoer, 2000; Lemone, 2004 & Doenges, 2000)

Resiko tinggi disfungsi seksual

Nyeri

Resiko tinggi infeksi

Kurang pengetahuan

Trauma saluran kemihTrauma jaringan prostat

Penurunan sekresi asam prostate

Ujung saraf terputus

Perdarahan

Resiko ekstravasi dari cairan vaskuler

Kekurangan volume cairan

Gangguan status kesehatan

Situasi krisis

Kurang informasi

Implus ke saraf aferen

Masuk medula spinalis

Sampai ke kotek serebri

Retensi urine

Penurunan fungsi uretra

spinotalanikus

Pemasangan kateter

Iritasi

Proliferasi sel prostate

Umur > 50 tahun

Peningkatan hormon estrogen/androgen

Hiperplasia sel prostat

Penurunan sistem imum disebabkan karena proses penuaan

Spasme uretra

Obstruksi saluran urine

Inadekuat aliran urine

Retensi urine

Prostatektomi dengan anestesi

Penurunan hormon tetosteron

Mempengaruhi sel nuklear RNA

Akumulasi urin ginjal

Distensi piala & kaliks ginjal

Gagal ginjal

Tekanan ginjal meningkat

Refluk vesika ureter BPHSaluran uretra menyempit

Diskontinuitas jaringan

Stimulasi saraf bebas

Spino talanikus di talamus

Gangguan eliminasi urin

Medulla spinalis Saraf eferen

Perubahan hormon

Kadar testosterone serum ↓ Kadar estrogen/endrogen ↑

Page 5: BAB II ACC OK

11

E. Manifestasi Klinis

Menurut Mansjoer (2000: 330) terdapat dua gejala utama dari BPH

yaitu gejala obsruktif dan iritatif. Kedua gejala ini bisa muncul pada penderita

secara bersamaan.

1. Gejala iritatif

a. Sering miksi (frekuensi).

b. Terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia)

c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi).

d. Nyeri pada saat miksi (disturia).

2. Gejala obsruktif

a. Pancaran melemah

b. Rasa tidak lampias sehabis miksi

c. Kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy)

d. Harus mengedan (straining)

e. Kencing terputus-putus (intermittence).

f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan

inkontinen karena overflow.

F. Pemeriksaaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Suharyanto (2009 : 251) ; Nursalam

(2006 :131)

1. Pemeriksaaan laboratorium.

a. Sedimen urine dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya proses

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna

Page 6: BAB II ACC OK

12

untuk mengetahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman

terhadap beberapa antimakroba yang diujikan.

b. Pemeriksaan faal ginjal untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.

c. Pemeriksaan gula darah untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya

penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan

persarafan pada buli-buli.

d. Urinalisis : untuk mendeteksi adanya protein atau darah dalam air

kemih, berat jenis dan osmolalitas, serta pemeriksaan mikroskopik air

kemih.

e. Cystoscopy : untuk melihat gambaran pembesaranprostat dan

perubahan dinding kandung kemih.

f. Transrectal ultrasonography : dilakukan untuk mengetahui

pembesaran dan adanya hidronefrosis.

g. Intravenous pyelography : untuk mengetahui struktur kaliks, pelvis

dan ureter. Struktur ini mengalami distorsi bentuk apabila terdapat

kista, lesi dan obstruksi (Suharyanto, 2009: 251).

2. Pemeriksaan lain

Pemeriksaan penunjang menurut Nursalam (2006: 131-132)

a. Pemeriksaan rektum : yaitu melakukan palpasi pada prostat melalui

rektum atau rectal tuocher, untuk mengetahui pembesaran prostat.

b. Pemeriksaan residual urine, yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa

urine dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah

miksi.

Page 7: BAB II ACC OK

13

c. Pancaran urine (flow rate) dapat dihitung dengan cara menghitung

jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)

atau dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik

pancaran urine.

G. Penatalaksanan

1. Keperawatan

Biasanya dilakukan pada pasien keluhan ringan. Nasihati agar

tidak minum kopi dan minum alkohol, dan anjurkan untuk minum cukup

air untuk mencegah dehidrasi (Smeltzer & Bare, 2000: 1631)

2. Pembedahan

Menurut Smeltzer dan Bare (2000 : 1626) beberapa prosedur digunakan

untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hipertrofi.

a. Prosatektomi retropubik adalah teknik lain dengan membuat insisi

abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu arkus pubis dan

kandung kemih.

b. Prosatektomi suprapubis : teknik pembedahan melalui insisi abdomen

suatu insisi dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat

diangkat.

c. Prostatektomi perineal : pengangkatan kelemjar melalui insisi dalam

perineum.

d. Insisi prostat transuretral : prosedur yang digunakan dengan cara

memasukan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat

Page 8: BAB II ACC OK

14

prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada

uretra.

H. Perawatan pasien BPH

1. Perawatan pra operasi menurut nettina (2002 : 557-558) dan potter perry

(2005 : 1845).

a. Jelaskan sifat prosedur dan perawatan paska bedah, termasuk drainase

kateter, irigasi, pemantauan hematuria.

b. Diskusikan tentang komplikasi pembedahan dan bagaimana pasien

akan melakukan koping.

1) Inkontinensia urine atau dribbling of urine dapat terjadi sampai 1

tahun setelah pembedahan; latihan perineal (Kegel) membantu

untuk memperoleh kembali control urine.

2) Ejakulasi retrograde : cairan semen dilepaskan kedalam kandung

kemih dan hilang dalam urine bukan melalui cairan prostat selama

hubungan seksual. (impotensia biasanya bukan komplikasi TURP

tetapi seringkali merupakan komplikasi dari prostatektomi

terbuka).

c. Berikan preparat usus pra bedah sesuai resep, atau instruksikan pasien

untuk memakainya dirumah ddan berpuasa setelah tengah malam.

d. Pastikan bahwa status jantung, pernafasan dan sirkulasi yang optimal

telah dicapai untuk menurunkan resiko komplikasi.

e. Berikan antibiotic profilaktik sesuai instruksi.

Page 9: BAB II ACC OK

15

2. Perawatan post operasi menurut nettina (2002 : 557-558) dan potter perry

(2005 : 1845).

a. Pertahankan kepatenan kateter uretra yang dipasang setelah

pembedahan

1) Panatu aliran irigasi tertutup tiga jalur dan system drainase, jika

digunakan

2) Gunakan teknik aseptic, lakukan irigasi manual dengan cairan

pengirigasi 50 ml. hindari distensi yang berlebihan pada kandung

kemih, yang dapat menyebabkan hemoragi.

b. Berikan obat-obatan antikolinergik, sesuai instruksi, untuk mengurangi

spasme kandung kemih.

c. Kaji tingkat hematuria dan adanya pembentukan bekuan : drainase

harus berwarna merah muda dalam 24 jam

1) Laporkan adanya perdarahan arterial (merah terang, dengan

peningkatan viskositas) : dapat memerlukan intervensi bedah.

2) Laporkan adanya peningkatan perdarahan vena (merah gelap) :

mungkin membutuhkan traksi kateter untuk memberikan tekanan

pada fosa prostat dengan balon kateter yang dikembangkan.

3) Bersiaplah untuk transfusi darah jika perdarahan terjadi terus-

menerus.

d. Berikan cairan IV sesuai instruksi dan dorongan asupan cairan oral jika

ditoleransi untuk memastikan hidrasi dan haluaran urine.

Page 10: BAB II ACC OK

16

e. Pertahankan tirah baring selama 24 jam pertama : pantau tanda-tanda

vital dengan sering, asupan dan haluaran, serta observasi kondisi

balutan insisi, jiak ada (tidak ada insisi pada TURP).

f. Setelah 24 jam, anjurkan ambulasi untuk mencegah trombosit venal

embolisme pulmoner, dan pneumonia hipostatik.

g. Observasi warna atau bau pada urine dan ambil sampel urine untuk

evaluasi infeksi sesuai instruksi.

h. Laporkan adanya nyeri testis, pembengkakan, dan nyeri tekan, yang

dapat mengindikasikan epididimitis akibat penyebaran infeksi.

i. Bantu dengan perawatan perineal jika terdapat insisi perineal untuk

mencegah kontaminasi feses.

j. Berikan obat pereda nyeri atau pantau penggunaan analgesia oleh

pasien (PCA) sesuai instruksi.

k. Beri posisi yang nyaman dan beritahukan pasien untuk menghindari

mengejan, yang akan meningkatkan kongesti vena pelvic dan dapat

menyebabkan hemoragi.

l. Berikan pelunak feses untuk mencegah rasa tidak nyaman akibat

konstipasi.

m. Pastikan bahwa kateter terpasang dengan baik pada paha pasien untuk

mencegah traksi kateter, yang akan menyebabkan nyeri dan

kemungkinan perdarahan.

n. Perawat mengkaji peristaltic usus setiap 4-8 jam. Perawat secara rutin

mengauskultasi abdomen untuk mendeteksi kembali bising usus.

Page 11: BAB II ACC OK

17

o. Pertahankan asupan nutrisi dan meningkatkan secara bertahap sesuai

program dokter.

p. Apabila peristaltic sudah kembali, berikan cairan yang encer dan

dilanjutkan dengan yang kental seperti bubur dan diet ringan yang

lebih padat dengan banyak protein untuk proses penyembuhan luka.

I. Komplikasi

1. Pre operasi

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensio urine.

Karena produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak

mampu lagi menampung urine. Sehingga tekanan intra vesika meningkat.

Dapat timbul Hidrourether, hidronefrisis dan gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-

buli, batu ini dapat menambah kebutuhan iritasi dan menimbulkan

hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistemis dan bila terjadi

refluk dapat terjadi pielonefritis.

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat

menyebabkan hernia atau hemoroid (Mansjoer, 2000 : 332).

2. Post operasi

a. Perdarahan paska operasi dan retensi bekuan darah

b. Infeksi saluran kemih (ISK)

c. Ejakulasi retrograde, impotensi.

Page 12: BAB II ACC OK

18

d. Sindrom TURP : pada 2% pasien penyerapan cairan irigasi melalui

sinus vena pada prostat menyebabkan hiponatremia, hipotensi dan

asidosis metabolic.

e. Inkontinensia urin (urin yang keluar terus-menerus)

f. Struktur uretra

g. Prostatitis : peradangan pada prostat karena bakteri ataupun infeksi

h. Karena efek anestesi memperlambat mortilitas gastrointestinal

menyebabkan mual dan muntah disebabkan oleh nyeri berat, distensi

abdomen, obat-obatan dan makanan atau minum sebelum peristaltic

kembali.

i. Konstipasi adalah buang air besar yang jarang setelah pembedahan.

Jika dalam waktu 48 jam pasien belum defekasi maka perlu di

khawatirkan, karena peristaltik yang melambat dan penundaan diet

normal.

j. Distensi abdomen : retensi udara didalam usus ditandai dengan perut

terasa penuh dan nyeri karena gas.

(Pierce & Niel, 2006 : 169 ; Potter & Perry, 2005 : 1843).

J. Pengkajian

1. Pre operatif

Menurut Nursalam (2006 : 137) pengkajian pre operatif pada pasien BPH:

a. Kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan, frekuensi urinaria setiap

hari, berkemih pada malam hari, sering berkemih, perasaan tidak

dapat mengosongkan vesika urinaria, menurunnya pancaran urine.

Page 13: BAB II ACC OK

19

b. Gunakan indeks gejala untuk menentukan gejala berat dan dampak

terhadap gaya hidup pasien.

c. Lakukan pemeriksaan rektal (palpasi ukuran, bentuk dan konsistensi)

dan pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi distensi kandung kemih

serta derajat pembesaran prostat.

d. Lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana, uroflowmetry, dan

pengukuran residual prostat, jika diindikasikan.

2. Post operatif

Menurut Smeltzer dan Bare (2002 : 429-467), poter & perry (2005 :

1836 : 1837), Doengoes (2000 : 671) dasar-dasar pengkajian benigna

prostat hyperplasia adalah :

a. Sirkulasi : peningkatan tekanan darah, kondisi kulit untuk

mengetahui tanda-tanda syok dan hemoragi.

b. Respirasi : kepatenan jalan nafas, kedalaman frekuensi, sifat dan

bunyi nafas.

c. Neurology : tingkat respon

d. Drainase : adanya drainase, kondisi balutan.

e. Psikologi : kebutuhan istirahat tidur, gangguan kebisingan oleh

pengunjung.

f. Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan.

Ketidakmampuan untuk mengosongakan kandung

dengan lengkap; dorongan dan frekuensi

Page 14: BAB II ACC OK

20

berkemih,Nokturia, disuria, hematuria,Duduk untuk

berkemih.

Tanda : Massa padat di bawah abdomen bawah (disertai

kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih,Hernia

inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan

tekanan abdomen yang memerlukan pengosongan

kandung kemih mengatasi tahanan).

g. Makanan/cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, Penurunan berat badan.

h. Nyeri

Gejala : Nyeri supra pubis, panggul, atau punggung, tajam , kuat

(pada prostatitis akut),Nyeri punggung bawah.

i. Keamanan

Gejala : Demam.

j. Seksualitas

Gejala : Masalah tentang efek kondisi/tetapi pada kemampuan

seksual, Takut inkontinensia/menetes selama hubungan

intim, Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

Tanda : Pembesaran nyeri tekan prostat.

k. Penyuluhan

Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal,

Penggunaan antihypertensif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau

agen antibiotik obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat

mengandung simpatomimetik.

Page 15: BAB II ACC OK

21

l. Pertimbangan DRG menunjukkan serat lama dirawat 1, 2 hari

Rencana pemulangan : Memerlukan bantuan dengan managemen

terapi, contoh kanker.

K. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi keperawatan

a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik,

pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi

dengan adekuat.

Menurut (Wilkinson, 2007 : 551 ; Doenges, 2000 : 673)

Tujuan : Menurut NOC

- berkemih dengan jumlah yang cukup tidak teraba distensi

kandung kemih

- Eliminasi urine tidak akan terganggu

Intervensi : Menurut NIC dan Doenges

1. Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume,

dan warna dengan tepat.

2. Anjurkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, diantara

waktu makan dan diawal petang.

3. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila tiba-tiba

dirasakan.

4. Perkusi atau palpasi daerah suprapubis.

5. Berikan obat sesuai dengan indikasi (anti spasmetik) misalnya

oksibutinin klorida (ditropan)

Page 16: BAB II ACC OK

22

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan behubungan dengan

perdarahan.

Menurut (Wilkinson, 2007 : 174 ; Doenges, 2000 : 680)

Tujuan : Menurut NOC

- menunjukan tidak ada perdarahan aktif.

- Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan

keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam

basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi yang adekuat.

Intervensi : Memurut NIC dan Doenges

1) Awasi haluaran dan pemasukan cairan.

2) Evaluasi warna, dan jumlah urine.

3) Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit

(misalnya, diare, drainase luka)

4) Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan

kreatinin.

5) Inspeksi balutan.

6) Awasi TTV.

7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium

c. Nyeri berhubungan dengan spasme otot berhubungan dengan prosedur

bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, iritasi mukosa kandung

kemih.

Page 17: BAB II ACC OK

23

Menurut (Wilkinson, 2007 : 338 ; Doenges, 2000 : 683)

Tujuan : Menurut NOC

- nyeri hilang/terkontrol.

- Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan

untuk mencegah nyeri.

Intervensi : Menurut NIC dan Doenges

1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.

2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika

pengurang nyeri tidak dapat dicapai.

3) Pertahankan potensi kateter.

4) Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari.

5) Berikan tindakan kenyaman.

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antiseptik.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasif,

trauma jaringan, irigasi kandung kemih.

Menurut (Wilkinson, 2007 : 261 ; Doenges, 2000 : 682)

Tujuan : Menurut NOC

- Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

- Menunjukan higine pribadi yang adekuat.

- Menggambarkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti

prosedur pemantauan.

Page 18: BAB II ACC OK

24

Intervensi : Menurut NIC dan Doenges

1) Pantau tanda/gejala infeksi

2) Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi.

3) Pantau hasil laboraturium.

4) Ambulasi dengan drainse dependent.

5) Awasi TTV.

6) Observasi drainase luka.

7) Ganti balutan dengan sering.

8) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik misalnya :

elambutinin klorida (ditropan)

e. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubugan dengan situasi krisis, ancaman

konsep diri.

Menurut (Wilkinson, 2007 : 454 ; Doenges, 2000 : 683)

Tujuan : Menurut NOC

- tidak terjadi disfungsi seksual

- menggambarkan perkembangan seksual

- mengungkapkan kenyamanan dengan identitas seksualnya.

Intervensi : Menurut NIC dan Doenges

1) Pantau adanya indikator resolusi dari disfungsi seksual

2) Diskusikan pentingnya modifikasi dalam aktivitas seksual, jika

diperlukan.

3) Berikan informasi faktual tentang mitos seksual dan kesalahan

informasi yang pasien kemukakan.

Page 19: BAB II ACC OK

25

4) Berikan keterbukaan orang terdekat.

5) Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksusl.

6) Instruksikan latihan perineal.

7) Kolaborasi dengan tim medis lain sebagai penasehat seksual

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Menurut (Wilkinson, 2007 : 270 ; Doenges, 2000 : 677)

Tujuan : Menurut NOC

- Menyatakan pemahaman tentang prosedur bedah dan

pengobatan.

- Menunjukan pengetahuan Diet : gambaran diet yang

dianjurkan, penjelasan alasan penganjuran diet.

Intervensi : Menurut NIC dan Doenges

1) kaji ulang implikasi prosedur dan harapan masa depan.

2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik.

3) Diskusikan pembatasan aktivitas awal.

4) Dorong kesinambungan latihan perineal.

5) Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis