bab ii apendiks
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Teoritis Apendisitis
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut Amin Huda (2013) apendisitis adalah peradangan akibat
infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(cecum).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2002).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermoformis (kantung buntu
diujung sekum). (Donna L Wong, 2004).
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ tersebut, fatogenesis utamnya diduga karena adanya obstruksi lumen (feces keras
yang terutama oleh serat). Penyumbatan pengeluaran secret mucus menyebabkan
terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi (Sylvia A. Price, 2005).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Usus Besar
Gambar 1.1 anatomi usus besar
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat
sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus
besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa
berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada
pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa
kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder.
Usus besar terdiri dari :
a. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit,
berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu :
1. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
2. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik.
3. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di
anus (Sjamsuhidayat, 2005).
2. Anatomi Apendiks
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran
(tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m). yang berjalan melalui bagian tengah
tubuh dari mulut sampai ke anus (sembilan meter adalah panjang saluran
pencernaan pada mayat; panjangnya pada manusia hidup sekitar separuhnya karena
kontraksi terus menerus dinding otot saluran). Saluran pencernaan mencakup organ-
organ berikut: mulut; faring; esophagus; lambung; usus halus; (terdiri dari
duodenum, jejunum, dan ileum); usus besar (terdiri dari sekum, apendiks, kolon dan
rectum); dan anus (Lauralee Sherwood, 2001).
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Keadaan
ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren(Wim De Jong,2004).
Gambar 2.2. Posisi anatomi apendiks
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis (Wim De
Jong,2004).
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendik tidak memengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Wim De Jong,2004).
C. Klasifikasi
Menurut Amin Huda (2013) apendisitis terbagi 3 yaitu :
1. Apendisitis akut adalah radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritonium local.
2. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi, kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali
kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis Kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makrokospik dan mikrokospik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
D. Etiologi
Menurut Amin Huda (2013) menyebutkan bahwa apendisitis akut umunya
disebabkan oleh :
1. Infeksi Bakteri.
2. hambatan aliran lender kemuara apendiks.
3. Hiperplasia limfe, tumor apendiks.
4. tumor apendiks.
5. Cacing akasari.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000), menyebutkan bahwa penyebab dari
apendisitis adalah akibat Penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,atau
neoplasma.
E. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus.
2. Disertai rasa mual, muntah, nafsu makan menurun.
3. Beberapa jam kemudian nyeri beralih ke titik Mc Burney dan terjadi nyeri somatik
setempat.
4. Demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5oC
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
b. Bila apendiks terletak dirongga pelvis, yaitu bila apendiks terletak didekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,
sehingga peristaltik menigkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak didekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya (Amin Huda, 2013).
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-
tanda tersebut dapat sangat meragukan, menujukkan obstruksi usus atau proses
penyakit lainnya. Paien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami
ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena
banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat
pasien-pasien yang lebih muda (C. Smeltzer, 2002).
F. Patofisiologi/Pathway
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supraktif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. (Price, 2005).
PATHWAYHiperplasia Folikel Limfoid, Fekalit, Benda Asing, Striktur Karena Fibrosis Akibat Peradangan Sebelumnya, Atau Neoplasma
Obstruksi lumen apendiks
Menyebabkan bendungan mukus
Sedangkan elastisitas dinding apendiks terbatas
Tekanan Intralumen
Menghambat aliran limfe
Edema, Diopedesis bakteri dan ulserasi mukosa
Nyeri pada epigastrium Apendisitis Akut Fokal
Sekresi Mukus terus berlanjut
Nyeri Kanan bawah
Tekanan Intralumen semakin
Obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus dinding apendiks
Peradangan Meluas
Mengenai Peritonium
Apendisitis supraktif akutAliran Arteri terganggu
Infark Dinding apendiks
GanggrenDinding apendiks Rapuh
Pecah (Perforasi)
Apendisitis perforasi
Apendisitis Ganggrenosa
Proses lambat Omentum dan usus yang dekat bergerak ke apendiks Timbul massa lokal
Infiltrat Apendikulariss
APENDIKTOMI
Tidak bisa beraktivitas
Intoleransi Aktivitas
Peristaltik usus
Distensi abdomen
APENDIKTOMI
Luka Insisi Anastesi
Kerusakan Jaringan
Ujung saraf terputus
Pelepasan bradikinin, prostaglandin, histamin
Stimulasi dihantarkan
Spinal Cord
Korteks Serebri
Nyeri dipersepsikan
Nyeri Akut Kerusakan Integritas Kulit
Pintu Masuk kuman
Perawatan luka tidak aseptik dan steril
Resiko Infeksi
Gangguan Rasa Nyaman
Mual dan Muntah
Input cairan tidak adekuat
Risiko Kekurangan Volume Cairan
Anorexia
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
BB
Depresi Sistem Respirasi
Reflek batuk
Akumulasi sekret
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
G. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu
37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intrabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Arif
Mansjoer, 2000).
H. Penatalaksanaan
1. Sebelum Operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi Apendiktomi
3. Pasca Operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan, baringkan
pasien dengan posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi
usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jamlalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah , berian penatalaksanaan seperti dalam peritonitis
akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan
terjadinya komplikasi akan berkurang (Arif Mansjoer, 2000).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik lengkap.
2. Tes laboratorium.
3. Sinar X
Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan leukosit
mungkin lebih besar dari 10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat
menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran-udara terlokalisasi.
II. Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Apendisitis
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita
akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan
terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008).
Sedangkan Menurut doenges, 2000 pengkajian fokus dari pasien
apendiktomi adalah sebagai berikut :
1. Aktifitas/istirahat : malaise
2. Sirkulasi : takikardi
3. Eliminasi : konstipasi, diare(kadang-kadang), distensi abdomen,
nyeri tekan\Lepas, penurunan/tidak ada bising usus.
4. Makanan/cairan : anoreksia, mual muntah
5. Nyeri/keamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisir pada titik mc burney.
6. Keamanan : demam
7. Pernafasan : takipneu, pernafasan dangkal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses ; prosedur invasif
insisi bedah
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi, status hipermetaabolik,
inflamasi peritonium dengan cairan asing.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan
usus oleh inflamasi ; adanya insisi bedah
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses ; prosedur invasif
insisi bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi berkurang.
KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/
inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam.
Intervensi :
a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional : Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein (bila
dimasukkan), adanya eritema.
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau
pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya.
c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
d. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien/orang terdekat.
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
e. Ambil contoh drainase bila diindikasikan.
Rasional :Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk
mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi.
f. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah
mikroorganisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
g. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.
Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi, status hipermetaabolik,
inflamasi peritonium dengan cairan asing.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan dan elektrolit menjadi kuat.
KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan
secara individual haluaran urine adekuat.
Intervensi :
a. Awasi TD dan nadi.
Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c. Awasi masukan dan haluaran : catat catat warna urine/konsentrasi, berat
jenis.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis
diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukkan oral.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukkan peroral dimulai, dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Rasional : Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan
kehilangan cairan.
f. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindung
bibir.
Rasional : Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.
g. Pertahankan penghisapan gaster/ usus.
Rasional : Selang NGT biasanya dimasukkan pada praoperasi dan
dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi
usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.
h. Berikan cairan IV dan elektrolit.
Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan
usus oleh inflamasi ; adanya insisi bedah.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
KH : Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang, klien rileks, mampu
istirahat/tidur dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik
dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang.
c. Dorong dan ajarkan ambulasi dini.
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh : merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
d. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
e. Pertahankan puasa/ penghisapan NGT pada awal.
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi
gaster/muntah.
f. Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain seperti ambulasi, batuk.
g. Berikan kantong es pada abdomen.
Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa
ujung saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat
menyebabkan kompresi jaringan. (Doenges, 2000).