bab ii dasar teori - repository.ittelkom-pwt.ac.id
TRANSCRIPT
LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 9 13101141
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Teknologi Jaringan Selular
Teknologi jaringan selular berevolusi dari analog menjadi
sistem digital dari circuit switching menjadi teknologi packet
switching. Evolusi teknologi selular terbagi menjadi beberapa
generasi yaitu generasi pertama (1G), generasi kedua (2G/2.5G),
generasi ketiga (3G/3.5G) dan generasi terakhir adalah 4G.
Teknologi selular generasi pertama masih berbasis teknologi
analog tetapi seiring dengan perkembangan dan peningkatan
jumlah pengguna telekomunikasi maka teknologi digital mulai
diterapkan mulai dari penyandian digital sampai pengguna sirkuit
digital untuk mendukung kecepatan dan kehandalan sistem
telekomunikasi. Global System for Mobile Communication
(GSM) merupakan teknologi 2G yang mengkombinasikan antara
teknik Time Division Multiple Access (TDMA) dan teknik
Frequency Division Multiple Access (FDMA)[1].
Teknologi telekomunikasi selular modern mulai dari 1G,
2G dan seterusnya memungkinkan komunikasi dua arah secara
downlink dan uplink, atau disebut sebagai duplex transmission.
Ada dua cara duplex transmission yaitu[1] :
10 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
1. Frequency Division Duplex (FDD) merupakan
pentransmisian komunikasi secara uplink dan downlink
menggunakan frekuensi yang berbeda. Jarak antara
frekuensi uplink dan downlink disebut dengan duplex
distance.
2. Time Division Duplex (TDD) merupakan pentransmisian
komunikasi secara uplink dan downlink menggunakan
frekuensi yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.
Terdapat switch waktu yang sangat cepat antara komunikasi
uplink dan downlink sehingga pada pengguna masih bisa
merasakan komunikasi yang kontinyu.
Sistem GSM menggunakan teknik FDD untuk membedakan
transmisi uplink dan downlink.
2.2 Teknologi Jaringan Selular 3G (WCDMA)[1]
Teknologi WCDMA adalah teknologi radio yang
digunakan pada sistem 3G/UMTS. Teknologi WCDMA sangat
berbeda dengan teknologi jaringan GSM. Pada jaringan 3G
dibutuhkan kualitas suara yang lebih baik, data rate yang semakin
tinggi oleh sebab itu bandwidth sebesar 5 MHz dibutuhkan pada
sistem WCDMA. Posibilitas setiap user untuk mendapatkan
bandwidth yang bervariasi sesuai permintaan layanan user adalah
salah satu keunggulan jaringan UMTS. Teknik diversitas
digunakan untuk meningkatkan kapasitas user downlink, dan
11 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
karena hanya satu frekuensi yang digunakan, aktifitas frequency
planning yang rumit pada jaringan GSM tidak perlu dilakukan.
Packet data scheduling tergantung pada kapasitas jaringan
sehingga lebih efisien dibandingkan jaringan GSM yang
bergantung pada kapasitas timeslot.
Alokasi frekuensi untuk sistem 3G dibagi menjadi dua yaitu :
Sistem Time Division Duplex (TDD) : Range frekuensi
adalah 1900 MHz – 1920 MHz dan 2010 MHz – 2025 MHz
yang digunakan kedua range tersebut untuk transmisi uplink
dan downlink secara bersamaan.
Sistem Frequency Division Duplex (FDD) : Range
frekuensi adalah 1920 MHz – 1980 MHz untuk transmisi
downlink dan 2110 MHz -2170 MHz untuk transmisi
uplink.
Gambar 2.1. Alokasi Frekuensi pada sistem 3G.
12 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Salah satu alasan digunakannya sistem FDD dibandingkan
dengan sistem TDD adalah alokasi frekuensi yang dapat
dibagikan oleh operator dengan banwidth 5 MHz pada sistem
FDD lebih banyak sejumlah 12 frequency carrier dibandingkan
dengan sistem TDD yang hanya 7 frequency carrier. Alasan
kedua adalah masalah Harmonic Distortion yang dihasilkan oleh
sistem GSM 900 apabila terdapat colocated site antara sistem
GSM 900 dengan WCDMA TDD. Second Harmonic Frekuensi
Downlink GSM 900 yaitu pada frekuensi 935 – 960 MHz tepat
pada frekuensi WCDMA TDD dan batas bawah WCDMA FDD.
Ditunjukan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Harmonic Distortion GSM 900 tepat pada
frekuensi WCDMA TDD
13 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
2.3 Antena
2.3.1 Definisi Antena[7]
Antena didefinisikan sebagai suatu perangkat logam
(misalnya konduktor atau kawat) yang berfungsi meradiasikan
atau menerima gelombang radio. Standar IEEE 145-1983
mendifinisikan antena atau aerial sebagai suatu alat yang
berfungsi untuk meradiasikan dan menerima gelombang radio.
Dalam hal ini juga dapat disebutkan sebagai struktur pengalihan
antara ruang bebas dan media pembimbing, nampak sepeti pada
gambar 2.3[7].
Gambar 2.3. Antena Sebagai Media Transmisi
14 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Media pembimbing atau saluran transmisi dapat
berbentuk suatu kabel coaxial atau pipa kosong/bumbung
gelombang (waveguide). Media pembimbing ini digunakan untuk
membawa energi electromagnetic dari sumber pancaran
(transmitter) hingga sampai ke antena penerima (receiver).
Antena berfungsi untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal
elektromagnetik, lalu meradiasikannya (pelepasan energi
elektromagnetik ke udara / ruang bebas). Dan sebaliknya, antena
juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal elektromagnetik
(penerima nenrgi elektromagnetik dari ruang bebas) dan
mengubah menjadi sinyal listrik.
2.3.2 Jenis-jenis Antena[7]
Pada Sub-bab ini akan membahas secara singkat
beberapa bentuk jenis antena, yaitu diantaranya adalah antena
kawat, antena aperture, antena microstrip dan antena array.
2.3.2.1 Antena Kawat
Antena kawat sangat akrab bagi orang awam karena
hampir semua terlihat dimana-mana, seperti pada mobil,
bangunan, kapal, pesawat terbang dan sebagainya. Ada berbagai
bentuk antena kawat lurus (dipole), lingkaran dan helix yang
ditunjukkan pada Gambar 2.4[7].
15 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Gambar 2.4. Konfigurasi Antena Kawat (a) Dipole, (b) Circular
(square) loop, (c) Helix
Antena loop tidak hanya berbentuk lingkaran. Antena
loop juga bisa berbentuk seperti rectangular, square dan ellipse
atau bentuk konfigurasi lainnya. Antena loop lingkaran
merupakan konfigurasi yang paling umum digunakan karena
kesederhanaan dalam konstruksi.
2.3.2.2 Antena Aperture[3]
Pada jenis antena apertur menggunakan teknologi
waveguide (pemandu gelombang). Jenis antena apertur yang
sederhana ini merupakan sebuah waveguide yang dipotong
16 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
penampangnya dan dibiarkan terbuka. Gambar 2.5
menunjuukkan contoh antena apertur yang berbentuk potongan
waveguide, dengan ujungnya satu tertutup metal dan ujung
satunya terbuka dan terhubung dengan ruang bebas. Sebuah
energi yang masuk ke waveguide melalui konektor kabel koax di
tunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Antena Apertur terbuat dari waveguide
segiempat[3]
2.3.2.3 Antena Microstrip
Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang
menempel diatas ground plane yang diantaranya terdapat bahan
dielektrik seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Antena
mikrostrip merupakan antena yang memiliki massa ringan,
mudah difabrikasi, dan dengan sifatnya yang konformal sehingga
17 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
dapat ditempatkan pada hampir semua jenis permukaan dan
ukurannya kecil jika dibandingkan dengan antena jenis lain.
Karena sifat yang dimilikinya, antena mikrostrip sangat sesuai
dengan kebutuhan saat ini sehingga dapat diintegrasikan dengan
peralatan telekomunikasi lain yang berukuran kecil, akan tetapi
antena mikrostrip juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:
bandwidth yang sempit, gain dan directivity yang kecil, serta
efisiensi yang rendah.
Gambar 2.6. Struktur Dasar Antena Mikrostrip[4].
Dengan:
t = Tinggi Patch/Tebal Patch
W = Panjang Patch
L = Lebar Patch
h = Tinggi Substrat/Tebal Substrat
18 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
εr = Susbtrat Dielektrik
Antena mikrostrip terdiri dari tiga lapisan. Lapisan
tersebut adalah conducting patch, substrat dielektrik, dan ground
plan. Adapun fungsi dari masing-masing bagian dari antena
mikrostrip adalah[6] :
1. Conducting patch
Patch ini berfungsi untuk meradiasikan gelombang
elektromagnetik ke udara, terletak paling atas dari keseluruhan
sistem antena. Patch terbuat dari bahan konduktor seperti
tembaga. Bentuk patch bisa bermacam-macam misalnya
lingkaran, rectangular, segitiga, ataupun bentuk circular ring.
Bentuk patch tersebut terlihat pada Gambar 2.6.
2. Dielectric Substrate
Substrat berfungsi sebagai bahan dielektrik dari antena
mikrostrip yang membatasi elemen peradiasi dengan elemen
pentanahan. Elemen ini memiliki jenis yang bervariasi yang
dapat digolongkan berdasarkan nilai konstanta dielektrik (εr) dan
ketebalannya (h). Kedua nilai tersebut mempengaruhi frekuensi
kerja, bandwidth dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat.
Ketebalan substrat jauh lebih besar daripada ketebalah konduktor
metal peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth akan
semakin meningkat, tetapi berpengaruh terhadap timbulnya
gelombang permukaan (surface wave).
19 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
3. Ground plan
Ground plan berfungsi sebagai ground bagi sistem antena
mikrostrip. Elemen pentanahan ini umumnya memiliki jenis
bahan yang sama dengan elemen peradiasi yaitu berupa logam
tembaga dan berfungsi untuk memantulkan sinyal yang tidak
diinginkan.
Bentuk konduktor bisa bermacam-macam tetapi pada
umumnya yang paling sering digunakan adalah berbentuk persegi
empat dan lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Bentuk dasar patch antena[5]
Antena mikrostrip ini mempunyai beberapa keuntungan
apabila dibandingkan dengan antena konvesial lainnya, yaitu[7]:
20 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
1. Memiliki ukuran yang kecil dan ringan.
2. Dual polarisasi dan dual frekuensi dapat dengan mudah
dibuat.
3. Mudah difabrikasi dan tidak memakan biaya yang besar.
4. Dapat dengan mudah diintegrasikan dengan gelombang
mikro sirkuit terpadu.
Akan tetapi selain kelebihan-kelebihan yang telah diuraikan
diatas, antena mikrostrip juga mempunyai bebrapa keterbatasan,
yaitu[7]:
1. Mempunyai gain yang rendah.
2. Memiliki bandwidth yang sempit.
3. Mempunyai efisiensi yang rendah.
4. Dapat terjadi radiasi yang tidak diinginkan pada feed line-
nya.
5. Timbulnya surface wave (gelombang permukaan).
2.3.2.3.1 Antena Mikrostrip Patch Persegi Panjang
(Rectangular)
Pada antena mikrostrip, penggunaan patch yang paling
umum adalah patch berbentuk persegi panjang (rectangular)
karena mudah untuk dianalisa. Berikut adalah beberapa
perhitungan yang digunakan untuk merancang antena mikrostrip
berbentuk persegi panjang [7][8]:
21 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Menentukan lebar patch (W) pada persamaan (2.1) :
(2.1)
Dengan :
C : Kecepatan cahaya di ruang bebas yaitu 3×108 m/s
�� : Frekuensi kerja dari antena
�� : Konstanta dielektrik dari bahan substrat
Sedangkan untuk menentukan panjang patch (L)
diperlukan parameter ΔL yang merupakan pertambahan panjang
dari L akibat adanya fringing effect. Pertambahan panjang dari L
(ΔL) tersebut dapat dilihat pada persamaan (2.2)[7][8]:
(2.2)
Dimana h merupakan merupakan tinggi substrat atau tebal
substrat, dan ���� adalah konstanta dielektrik relatif, dapat dilihat
pada persamaan (2.3)[7][8]:
(2.3)
Dengan demikian panjang patch (L) ditunjukan pada
persamaan (2.4):
���� =�� + 1
2+
�� − 1
2��1 +
12ℎ
��
���
�
�� = 0.412ℎ����� + 0.3� �
�ℎ
+ 0.264�
����� − 0.258� ��ℎ
+ 0.8�
� = �
2. ���
2
�� + 1
22 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
(2.4)
Dimana ����merupakan panjang patch efektif yang dapat
dilihat pada persamaan (2.5):
(2.5)
2.3.2.3.2 Teknik Pencatuan Saluran Mikrostrip[10]
Dalam proses perancangan antena mikrostrip, teknik
pencatuan juga merupakan hal yang penting. Masing-masing
teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan. Teknik pencatuan
antena mikrostrip rectangular dapat dilakukan secara langsung
menggunakan teknik probe coaxial atau dengan menggunakan
microstrip line. Karakteristik antena dan impedansi inputan
dipengaruhi juga oleh teknik pencatuan.
Pada teknik ini, pencatuan dilakukan dengan cara
menghubungkan line pencatuan dengan patch, dimana patch dan
line pencatuan menggunakan bahan yang sama yang difabrikasi
dengan cara di-etching-kan. Saluran transmisi mikrostrip tersusun
ini terdari dua konduktor, yaitu sebuah strip dan lebar w dan
bidang ground plane, keduanya dipisahkan oleh suatu substrat
yang memiliki permitifitas relative �� dengan tinggi h seperti
yang ditunjukan Gambar 2.8. Parameter utama yang penting
� = ���� − 2��
���� =�
2. �������
23 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
untuk diketahui pada suatu saluran transmisi adalah impedansi
karakteristiknya, �� dari saluran mikrostrip ditentukan oleh lebar
strip w dan tinggi substrat h. Berikut perancangan konstanta
dielektrik dan impedansi karakteristik.
Gambar 2.8. Struktur Microstrip Line[8]
Lebar saluran pencatu (w) tergantung dari impedansi (Z0)
yang diinginkan. Adapun persamaan untuk menghitung lebar
saluran mikrostrip ditunjukkan pada persamaan (2.6).
(2.6)
Dengan nilai B :
(2.7)
��� =2ℎ
��� − 1 − ln(2� − 1) +
�� − 1
2��
�ln(� − 1) + 0,39 −0,61
��
��
� =60��
��√��
; Z0 = Impedansibeban
24 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Maka dapat dicari karakteristik saluran mikrostrip
dengan ada dua kondisi, seperti yang ditunjukkan pada
persamaan (2.8) dan (2.9).
a. Karakteristik Microstrip Line untuk w/h<1
Konstanta dielektrik relatif
(2.8)
b. Karakteristik Microstrip Line untuk w/h>1
Konstanta dielektrik relatif
(2.9)
Agar memiliki kondisi matching dapat dilakukan dengan
cara menambah transformator �/2. Transformator �/2
merupakan suatu teknik impedance matching dengan cara
memberikan saluran transmisi dengan impedansi ZT diantara dua
saluran transmisi yang tidak match. Panjang saluran transmisi
(lst) transformator �/2 ini seperti pada persamaan (2.10).
(2.10)
��������� =�� + 1
2+
�� − 1
2
⎣⎢⎢⎡
1
�1 + 12ℎ�
+ 0,04 �1 −�
ℎ�
�
⎦⎥⎥⎤
��������� =�� + 1
2+
�� − 1
2
⎣⎢⎢⎡
1
�1 + 12ℎ�⎦
⎥⎥⎤
� =��
2
25 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Dimana �� merupakan panjang gelombang bahan
dielektrik nampak seperti pada persamaan (2.11).
(2.11)
2.3.2.4 Antena Array
Banyak aplikasi memerlukan karakteristik radiasi yang
mungkin tidak dicapai oleh elemen tunggal. Yaitu dengan
menggunakan antena yang disusun menurut konfigurasi
geometris dan elektrik tertentu. Susunan antena ini disebut array
(grup antena).
Antena-antena yang disusun menjadi grup/kelompok ini
biasanya antena yang sejenis seperti array dipole, array
waveguide dan array microstrip). Teknik array ini diinginkan
agar menghasilkan radiasi elemen yang maksimum dalam arah
tertentu. Contoh umum dari array ditunjukkan pada Gambar
2.9[7].
�� =��
����������
26 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
(a)(b)
(c)
Gambar 2.9. Tipe array (a) Dipole Array, (b) Aperture Array,
(c) Microstrip Patch Array[7]
2.3.3 Parameter Antena
Parameter antena merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk menjelaskan unjuk kerja sebuah antena. Sehingga
diperlukan parameter antena yang akan memberikan informasi
suatu antena sebagai pemancar maupun sebagai penerima.
Adapun parameter-parameter dari antena adalah lebar pita
(bandwidth), voltage standing wave ratio (VSWR), return loss,
polarisasi, penguatan (gain) dan impedansi masukan.
2.3.3.1 Bandwidth
Bandwidth sebuah antena didefinisikan sebagai rentang
frekuensi di mana kinerja antena yang berhubungan dengan
27 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
beberapa karakteristik (seperti impedansi masukan, pola radiasi,
beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss)
memenuhi spesifikasi standar[6]. Pada Gambar 2.10 merupakan
contoh rentang bandwidth yang dihasilkan dari frekuensi rendah
sampai dengan frekuensi tinggi, dengan batas nilai ≤ 2.
2.0
VSWR
f1 f2fc
Bandwidth
Frequency
Gambar 2.10. Rentang frekuensi yang menjadi Bandwidth (f1:
Frequency Low, fc: Frequency Centre, f2: Frequency High)[4]
Pada umumnya kriteria bandwidth antena adalah
besarnya perubahan impedansi antena tersebut terhadap
perubahan frekuensi kerja dari frekuensi tengahnya. Perubahan
impedansi antena biasanya ditunjukkan oleh perubahan harga
VSWR maupun return loss. Jadi, bandwidth antena dapat
28 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
diartikan sebagai lebar bidang frekuensi untuk VSWR atau return
loss di bawah suatu harga tertentu. Pada pembuatan antena yang
dilakukan kali ini rentang frekuensi yang digunakan adalah dari
1.920 MHz sampai 1.980 MHz dengan nilai frekuensi centre-nya
pada frekuensi 1.950 MHz.
Bandwidth dapat dicari dengan menggunakan persamaan
(2.12)[5] :
(2.12)
Dengan :
BW = Bandwidth, MHz untuk VSWR kurang dari 2:1
t = Ketebalan [(kebanyakan ketebalan papan tersedia dalam
kelipatan 1/32 di (0,794 mm)]
f = Frekuensi Kerja (GHz)
2.3.3.2 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)
VSWR adalah perbandingan antara amplitudo
gelombang berdiri (standing wave) maksimum (|V|max) dengan
minimum (|V|min) [6]. Pada saluran transmisi ada dua komponen
gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan
tegangan yang direfleksikan atau dipantulkan (V0-). Gambar 2.11
menunjukkan ilustrasi dari gelombang berdiri (standing wave).
�� = 4�� ��
132
�
29 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Gambar 2.11. Ilustrasi Gelombang Berdiri (Standing Wave)[7]
Gelombang berjalan sepanjang saluran transmisi
mempunyai dua komponen yaitu arah z positif dan arah negatif.
Arah negatif terjadi karena adanya pantulan akibat beban yang
tidak sesuai dengan impedansi karakteristik saluran (Z0).
Perbandingan amplitudo-amplitudo gelombang yang dipantulkan
terhadap gelombang datang ditentukan oleh impedansi beban
(ZL), perbandingan tersebut dinyatakan oleh suatu bilangan yang
disebut koefisien pantul (Reflection Coefficient) yang
disimbolkan Γ seperti pada persamaan (2.13)[6] :
(2.13)
à = ��
�
��� =
�� − ��
�� + ��|�|���
|�|���
30 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Di mana Z0 adalah impedansi saluran lossless (tak
meredam). Koefisien refleksi tegangan memiliki nilai
kompleks, yang mempresentasikan besarnya amplitudo dan fasa
dari refleksi. Untuk beberapa kasus yang sederhana, ketika
bagian imajiner dari adalah nol, maka:
Γ=0 : Tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan
matched sempurna
Γ=-1 : Refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung
singkat
Γ = +1 : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam
rangkaian terbuka
Di mana untuk mencari nilai VSWR seperti yang
ditunjukan pada persamaaan (2.14)[6]:
(2.14)
Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai
1 yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan
matching sempurna. Namun kondisi ini pada praktiknya sulit
untuk didapatkan. Pada umumnya nilai VSWR yang dianggap
baik adalah VSWR ≤ 2. Maka dari itu pada penelitian ini, nilai
VSWR yang diharapkan adalah kurang ≤ 2.
���� = |�|���
|�|��� =
|1 + Γ|
|1 − Γ|
31 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Nilai VSWR akan sangat dipengaruhi oleh dua hal
yaitu[1] :
1. Perbedaan impedansi saluran transmisi dengan impedansi
beban.
2. Diskontinuitas saluran transmisi yang diakibatkan oleh
bending feeder yang terlalu berlebihan, pemasangan
konektor yang kurang bagus atau terdapat kerusakan pada
feeder itu sendiri.
2.3.3.3 Return Loss
Return loss adalah perbandingan antara amplitudo dari
gelombang yang direfleksikan terhadap amplitudo gelombang
yang dikirimkan. Return loss digambarkan sebagai peningkatan
amplitudo dari gelombang yang direfleksikan (V0-) dibanding
dengan gelombang yang dikirim (V0+). Return loss dapat terjadi
akibat adanya ketidaksesuaian impedansi (mismatched) antara
saluran transmisi dengan impedansi masukan beban (antena).
persamaan untuk mencari nilai return loss yaitu pada persamaan
(2.15) dan (2.16)[5]:
(2.15)
(2.16)
à =��
�
��� =
�� − ��
�� + ��=
���� − 1
���� + 1
���������� = 20���10|Γ|
32 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Dengan menggunakan nilai VSWR ≤ 2 maka diperoleh
nilai return loss berdasarkan persamaan (2.5) adalah ≤ -9,6 dB.
Dengan nilai ini, dapat dikatakan bahwa nilai gelombang yang
direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang
yang dikirimkan atau dengan kata lain, saluran transmisi sudah
dapat matching. Nilai parameter ini dapat menjadi acuan untuk
melihat apakan antena sudah mampu bekerja pada frekuensi yang
diharapkan atau tidak.
2.3.3.4 Polarisasi
Definisi polarisasi antena adalah orientasi perambatan
radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu
antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi
sebagai referensi lain atau polarisasi dari gelombang yang
ditransmisikan oleh antena[4]. Dengan mempertimbangkan jarak,
right angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan.
Pada Gambar 2.12 menunjukkan polarisasi antena.
Gambar 2.12. Polarisasi Antena[4]
33 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Polariasi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, polarisasi
linear, polarisasi circular dan polarisasi elips.
a. Polarisasi Linear
Terjadinya polarisasi linier dikarenakan suatu gelombang
yang berubah menurut waktu pada suatu titik diruang memiliki
vektor medan elektrik (magnet) pada titik tersebut selalu
berorientasi pada garis lurus yang sama pada setiap waktu yang
ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Polarisasi Linier[4]
Polarisasi linear terbagi lagi menjadi dua yaitu polarisasi
horizontal dan polarisasi vertikal. Polarisasi horizontal adalah
polarisasi yang arah perambatan gelombang ke arah horizontal
terhadap permukaan bumi. Sedangkan polarisasi vertikal adalah
polarisasi yang arah perambatan gelombangnya secara vertikal
terhadap permukaan bumi.
34 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
b. Polarisasi Circular
Polarisasi melingkar (Gambar 2.14) terjadi jika suatu
gelombang yang berubah menurut waktu pada suatu titik
memiliki vektor medan elektrik (magnet) pada titik tersebut
berada pada jalur lingkaran sebagai fungsi waktu.
Gambar 2.14. Polarisasi Melingkar[4]
c. Polarisasi Eliptical
Polarisasi elips pada gambar 2.15 terjadi ketika
gelombang yang berubah menurut waktu memiliki vektor medan
(elektrik atau magnet) berada pada jalur kedudukan elips pada
ruang.
Gambar 2.15. Polarisasi Eliptical[4]
35 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
2.3.3.5 Penguatan (Gain)
Sebuah gain memiliki keterkaitan dengan kemampuan
antena mengarahkan radiasi sinyalnya dan juga penerimaan
sinyal dari arah tertentu. Gain suatu antena merupakan
perbandingan intensitas radiasi maksimum suatu antena terhadap
intensitas radiasi antena referensi dengan daya input yang sama.
Besarnya gain antena dinyatakan dalam satuan dB terhadap
antena referensi. Dengan menggunakan persamaan Friss akan
diketahui gain dari kedua antena tersebut. Besarnya gain antena
dinyatakan dalam satuan dBi. Persamaan Friss untuk menghitung
nilai gain dapat dilihat pada persamaan (2.17)[7]:
(2.17)
Dimana :
(���)�� = gain antena transmitter (dB)
(���)�� = gain antena receiver (dB)
Pr = receive power (W)
Pt = transmitted power (W)
R = diagonal antena (m)
� = panjang gelombang (mm)
(G��)�� + (G��)�� = 20log�� �4πR
λ� + 10log�� �
P�
P��
36 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
2.3.3.6 Pola Radiasi
Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai
gambaran secara grafik dari sifat-sifat radiasi suatu antena
sebagai fungsi koordinat ruang. Dalam banyak keadaan, pola
radiasi ditentukan pada pola daerah medan jauh dan digambarkan
sebagai fungsi koordinat-koordinat arah sepanjang radius
konstan, dan digambarkan pada koordinat ruang. Sifat – sifat
radiasi ini mencakup intensitas radiasi, kekuatan medan (field
strenght) dan polarisasi. Sedangkan untuk pola radiasi antena
microstrip mempunyai fenomena yang sama dengan pola radiasi
antena konvensional.
Gambar 2.16. Pola Radiasi[7]
37 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Lebar berkas ½ daya (half power beamwidth / HPBW)
adalah lebar sudut pada 3 dB dibawah maksimum. Untuk
menyatakan lebar berkas biasanya dalam satuan derajat. Pada
Gambar 2.16 tampak pola radiasi yang terdiri dari lobe-lobe
radiasi yang meliputi main lobe dan minor lobe (side lobe). Main
lobe adalah lobe radiasi yang mempunyai arah radiasi
maksimum. Sedangkan minor lobe adalah radiasi pada arah lain
yang sebenarnya tidak diinginkan[9]. Pola radiasi antena
menjelaskan bahwa bagaimana antena menerima energi serta
bagaimana antena meradiasikan energi.
a. Pola Radiasi Antena Unidirectional
Antena unidirectional memiliki pola radiasi yang
terarah dan dapat menjangkau jarak yang relative jauh. Pada
gambar 2.17 merupakan bentuk pancaran yang dihasilkan oleh
antena unidirectional secara umum.
Gambar 2.17. Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional[9]
38 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional
Antena omnidirectional memiliki pola radiasi yang
visualnya digambarkan seperti bentuk donat dengan pusat
terhimpit. Pada umumnya antena omnidirectional memiliki pola
radiasi 3600 apabila dilihat pada bidang medan magnetnya. Pada
Gambar 2.18 merupakan bentuk pancaran yang dihasilkan oleh
antena omnidirectional secara umum.
Gambar 2.18. Pola radiasi omnidirectional[9]
2.3.3.7 Impedansi Antena
Hal yang menentukan transfer daya maksimum antara
saluran transmisi dengan antena adala impedansi antena. Transfer
daya maksimum disini berarti energi yang disalurkan bisa sampai
ke penerima dengan maksimal, tidak ada energi yang
dipantulkan. Dalam pencapaian transfer daya maksimum
dikatakan bisa tercapai, apabila impedansi antena ini matching
39 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
dengan impedansi saluran transmisi. Jika impedansi antena
dengan saluran transmisi antena tidak sama maka akan terjadi
gelombang pantul yang merambat balik kearah sumber
gelombang, sehingga kinerja dari antena juga berkurang.
2.3.4 Antena Mikrostrip Array
Pada Umumnya antena mikrostrip dengan patch elemen
tunggal memiliki pola radiasi yang sangat lebar, dan
menghasilkan keterarahan dan perolehan gain yang kurang baik.
Sedangkan pada beberapa aplikasinya diperlukan antena dengan
keterarahan yang baik dan perolehan gain yang tinggi. Untuk
memenuhi kebutuhan karakteristik tersebut, maka antena
mikrostrip disusun dengan beberapa konfigurasi. Susunan antena
ini sering disebut sebagai antena susun (array ).
Antena array adalah susunan dari beberapa antena yang
identik. Dalam antena mikrostrip patch, yang disusun secara
array adalah bagian patch. Medan total dari antena array
ditentukan oleh penjumlahan vektor dari medan yang
diradiasikan oleh elemen tunggal. Untuk membentuk pola yang
memiliki keterarahan tertentu, diperlukan medan dari setiap
elemen array berinterferensi secara konstruktif pada arah yang
diinginkan dan berinterferensi secara destruktif pada arah yang
lain[5].
40 LAPORAN SKRIPSI BAB II
ST3 TELKOM PURWOKERTO 13101141
Susunan array ditentukan oleh jarak antar patch.
Sebelum menentukan jarak antar patch, lamda pada bahan (λ�)
harus diketahui terlebih dahulu. Persamaan (2.18) untuk mencari
lamda pada bahan (λ�)dan jarak antar patch ditunjukkan pada
persamaan (2.19).
(2.18)
Jika diketahui panjang gelombangnya adalah ½ λ maka
persamaannya adalah :
(2.19)
λ� =�
�. √��
1
2λ�