bab ii diare

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare 1. Definisi Diare Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi lebih sedikit 3 kali dalam 24 jam. Pada bayi dan anak-anak diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10g/kg/24 jam (Jufrie,2010). Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dari dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (<2 minggu) dan diare kronik (>2 minggu) (Widoyono, 2008). Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Diarrhea of any duration may cause dehydration, which means the body lacks enough fluid and electrolytes—chemicals in salts, including sodium, potassium, and chloride—to function properly. Loose stools contain more fluid and electrolytes and weigh more than solid stools (Ramaswamy dan Jacobson, 2001). 2. Etiologi Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:

Upload: tessa-septian-anugrah

Post on 17-Feb-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kj

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Diare

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Definisi Diare

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak

atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi lebih sedikit 3 kali dalam 24 jam. Pada

bayi dan anak-anak diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10g/kg/24 jam

(Jufrie,2010).

Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau

lebih dari dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi

dua, yaitu diare akut (<2 minggu) dan diare kronik (>2 minggu) (Widoyono,

2008).

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan

tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih

banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Diarrhea of any duration may cause dehydration, which means the body lacks

enough fluid and electrolytes—chemicals in salts, including sodium, potassium, and

chloride—to function properly. Loose stools contain more fluid and electrolytes and

weigh more than solid stools (Ramaswamy dan Jacobson, 2001).

2. Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi

diare akut dibagi atas empat penyebab:

a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,

Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,

imunodefisiensi, kesulitan makan (Simadibrata, 2006).

3. Klasifikasi

Terdapat beberapa pembagian diare:

a. Berdasarkan lamanya diare:

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

Page 2: BAB II Diare

2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)

selama masa diare tersebut (Suraatmaja, 2007).

b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

1) Diare sekresi (secretory diarrhea)

2) Diare osmotik (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007).

4. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman

yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung

melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Faktor risiko diare dapat diklasifikasikan menjadi tiga:

a. Faktor penjamu (host)

1) Usia. Pengaruh usia tampak pada manifestasi diare. Komplikasi lebih bayak

terjadi pada anak di bawah usia 2 bulan, makin muda usia anak, makin lama

kesembuhan klinik pada diare. Kerusakan mukosa usus yang menimbulkan

diare dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang banyak

dipengaruhi dan dipertahankan oleh sistem imunologis intestinal serta

regenerasi mukosa epitel usus yang pada masa bayi masih terbatas

kemampuannya.

2) Tidak diberi ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat

melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti: Shigella dan Vibrio cholerae.

3) Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada

penderita gizi buruk.

4) Penyakit infeksi. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat

berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu

terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

5) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin

yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Auto Imune Deficiency Syndrome). Pada anak imunosupresi berat, diare dapat

terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung

Page 3: BAB II Diare

lama. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita

(55%)

6) Status sosial ekonomi. Secara umum, status sosio-ekonomi yang rendah

telah diidetifikasi sebagai salah satu risiko diare, terutama pada anak-anak.

(Sinthamurniwati, 2006; Kemenkes RI, 2011; Bryce, Shibuya, Boschi-Pinto,

et al., 2005; Hatt dan Waters, 2005; Calistus dan Alessio, 2006).

b. Faktor perilaku

1) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare

lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan

menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini. Memudahkan pencemaran

oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.

4) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat

terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya

mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja

binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia (Sinthamurniwati, 2006;

Kemenkes RI, 2011; Arifeen, Black, Antelman, et al., 2001)

c. Faktor lingkungan

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua

faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua

faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi

dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan

Page 4: BAB II Diare

minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare

(Sinthamurniwati, 2006).

5. Pencegahan diare.

Menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006), pencegahan diare adalah

sebagai berikut:

a. Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan

zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap

diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya

lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya

bakteri penyebab diare.

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan

resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula

merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula

biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan

terjadinya gizi buruk.

b. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa

yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makan;an pendamping ASI

dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain

yang menyebabkan kematian.

c. Prilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku tersebut antara lain:

1) Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur

fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut,

cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari

tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air

tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar

bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi

mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Page 5: BAB II Diare

2) Mencuci tangan. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan

yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci

tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak

dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

3) Menggunakan jamban

Beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai

dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare.

Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan

keluarga harus buang air besar di jamban.

4) Membuang tinja bayi yang benar

d. Pemberian Imunisasi

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak

juga dapat mencegah diare oleh karena itu anak diberikan imunisasi campak

segera setelah berumur 9 bulan.

Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan.

Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang

menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari

penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus

mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah

penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan

tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio.

(Sinthamurniwati, 2006; Depkes RI, 2006)

B. Kerangka Teori

Page 6: BAB II Diare

Karakteristik Host:UsiaPenggunaan ASIStatus GiziRiwayat penyakit infeksiStatus sosial ekonomi

Perilaku hidup pengasuh dan anak:Penggunaan botol susuPenyimpanan makananKegiatan cuci tanganPenggunaan air tercemarPembuangan tinja tidak pada jamban

Lingkungan:Sarana air bersihJamban

Faktor risiko Diare

Diare

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Karakteristik, perilaku dan lingkungan mempengaruhi terjadinya diare

Page 7: BAB II Diare

DAPUS KASARFAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIAREAKUT PADA BALITA (Studi Kasus di Kabupaten Semarang) Sinthamurniwaty. 2006. ThesisBryce J, Boschi-Pinto C, Shibuya K, Black ER. 2005. WHO estimates of the causes of death in children. Lancet 365: 1147-52.Arifeen S, Black RE, Antelman G, Baqui A,Caulfield L, Becker S. 2001. Exclusive breastfeeding reduces acute respiratory infection and diarrhea deaths among infantsin Dhaka slums. Pediatrics 108(4): E64Hatt LE, Waters HR. 2005. Determinants of child morbidity in Latin America: A pooled analysis of interactions between parental education and economic status. Soc Sci Med 62(2006): 375-386

FACTORS ASSOCIATED WITH DIARRHEA AMONG

CHILDREN

LESS THAN 5 YEARS OLD IN THAILAND: A SECONDARY

ANALYSIS OF THAILAND MULTIPLE INDICATOR CLUSTER

SURVEY 2006Calistus Wilunda* and Alessio PanzaRamaswamy K, Jacobson K. Infectious diarrhea in children. Gastroenterology Clinics of North

America. 2001;30(3):611–624.