bab ii inspeksi berbasis risiko - · pdf fileperalatan, seperti peralatan yang terhubung pada...
TRANSCRIPT
-6-
BAB II
INSPEKSI BERBASIS RISIKO
2.1. Inspeksi Berbasis Risiko Berdasarkan API 581
Inspeksi Berbasis Risiko (Risk Based Inspection) adalah suatu metode inspeksi yang
menggunakan risiko (risk) sebagai dasar untuk merencanakan dan mengatur usaha-
usaha untuk menjalankan suatu program inspeksi. Inspeksi ini ditujukan bagi
peralatan-peralatan dalam satu proses produksi untuk diketahui seberapa besar tingkat
risiko kegagalan dari peralatan-peralatan tersebut agar kemudian dapat diurutkan
berdasar prioritas tingkat risikonya sehingga program inspeksi dapat diarahkan pada
peralatan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.[2]
Definisi teknis RBI sendiri adalah hasil kali antara kemungkinan kegagalan
(Probability Of Failure) dengan konsekuensi kegagalan (Consequence Of Failure),
untuk lebih jelasnya Gambar 2.1 mewakili definisi dari RBI segala kemungkinan
kegagalan yang dapat ditimbulkan oleh satu alat mewakili nilai dari kemungkinan
kegagalan, sedangkan besarnya akibat atau dampak yang dapat ditimbulkan apabila
peralatan mengalami kegagalan (failure) mewakili nilai dari kemungkinan
konsekuensi.
Gambar 2.1. Definisi Risiko[1]
-7-
Maksud diterapkannya RBI antara lain[1]
:
• Menghitung tingkat risiko peralatan.
• Menurunkan risiko sistematis melalui penurunan kemungkinan yang dapat
dicapai dengan pemakaian sumber daya inspeksi yang lebih baik.
• Menurunkan risiko melalui modifikasi terhadap peralatan, setelah
ditemukannya daerah-daerah yang memiliki tingkat risiko tinggi.
• Memberi kesempatan manajemen perusahaan untuk melihat risiko di bidang
keselamatan kerja, risiko dampak lingkungan dan resiko terhentinya kegiatan
usaha secara menyatu sehingga efektif dalam hal pembiayaan kegiatan
penaksiran risiko-risiko tersebut.
Menurut API 581 terdapat dua metode untuk menghitung tingkat risiko yang ada,
yaitu metode secara tradisional dan dengan analisis berbasis risiko yang ditunjukkan
dengan Gambar 2.2 dimana semakin tinggi tingkat inspeksi akan menurunkan
kategorisasi risiko, namun penurunan risiko melalui RBI lebih baik dibandingkan
dengan cara tradisional.
Penurunan risiko pada suatu peralatan tidak dapat menjadi nol disebabkan oleh faktor-
faktor berikut :
• Kesalahan manusia,
• Bencana alam,
• Kejadian tak terduga,
• Adanya efek sekunder dari unit terdekat yang mengalami kegagalan,
• Kejadian yang disengaja (misalnya sabotase),
• Adanya batasan yang mendasar dalam metode inspeksi yang dilaksanakan,
• Kesalahan desain peralatan,
• Mekanisme kerusakan yang tidak terdeteksi sebelumnya.
-8-
Gambar 2.2. Hubungan antara risiko dan tingkat inspeksi[1]
Konsep API 581 merupakan konsep yang mempertimbangkan risiko yang
bersumber pada masalah-masalah berikut[1]
:
• Keselamatan terhadap pekerja pabrik (on site risk),
• Keselamatan terhadap masyarakat luar pabrik (off-site risk),
• Terganggunya kegiatan usaha (business interruption risk),
• Kerusakan lingkungan (environmental damage risk).
Jenis-jenis risiko tersebut dalam konsep API 581 dikombinasikan ke dalam faktor-
faktor yang menghasilkan keputusan mengenai kapan, di bagian mana dari
peralatan dan bagaimana inspeksi dilakukan.
Manfaat pelaksanaan RBI yaitu tercapainya program inspeksi yang lebih terarah
sehingga menambah waktu operasi peralatan (berkurangnya waktu unplanned)
dan secara jangka panjang meningkatkan efisiensi perusahaan. Inspeksi mungkin
dilakukan berlebihan (metode termahal dan untuk cakupan paralatan yang luas),
itupun tidak terhadap peralatan yang benar-benar membutuhkannya. Sementara itu
mungkin ada peralatan yang tidak diinspeksi sesuai dengan kebutuhannya.
-9-
Pelaksanaan konsep RBI yang terintegrasi dengan konsep-konsep lain melibatkan
beberapa langkah seperti ditujukan pada Gambar 2.3. Beberapa langkah beririsan
dengan konsep lain di bidang pemeliharaan, yaitu Fitness for Service dan Quality
Measure and Audit. Kegiatan utama yang dilakukan dalam pelaksanaan RBI
adalah kegiatan inspeksi, pengumpulan data inspeksi yang telah ada, pembaharuan
data inspeksi, dan perbaikan berlanjut terhadap pelaksanaan inspeksi.
Gambar 2.3. Pelaksanaan RBI yang terintegrasi[1]
Mechanical integrity and risk analysis merupakan gabungan dua disiplin ilmu
yang dapat mempengaruhi hasi dari RBI. Faktor kemungkinan didapat dari Faktor
Modifikasi Peralatan (Equipment Modification Factor, EF) dan Faktor Modifikasi
Manajemen (Management Modification Factor, MF). Faktor modifikasi peralatan
merupakan faktor yang mempresentasikan kondisi alat termasuk di dalamnya
Subfaktor Modul Teknik yang merupakan perbandingan antara kemungkinan
kegagalan dengan frekuensi kegagalan generik. Hampir semua peralatan industri
harus dapat di inspeksi dengan baik, namun menurut API 581 ada pembatasan
alat-alat yang dapat di inspeksi. RBI membatasi pada peralatan bertekanan dan
tidak bergerak atau komponen bertekanan dan tidak bergerak dari sebuah
-10-
peralatan berotasi (rotating equipment). Adapun peralatan yang termasuk ke
dalam jangkauan RBI adalah sebagai berikut[1]
:
1. Pressure Vessels,
2. Process Piping,
3. Storage Tank,
4. Rotating Equipment,
5. Boiler and Heater,
6. Heat Exchangers,
7. Pressure Relief Devices
Sedangkan alat-alat yang tidak termasuk dalam perhitungan Inspeksi Berbasis
Risiko seperti :
1. Sistem kontrol dan instrumentasi,
2. Sistem elektrik,
3. Sistem struktural,
4. Komponen mesin (kecuali casing pompa dan kompresor).
Perhitungan kemungkinan kegagalan dilakukan melalui beberapa penyederhanaan.
Penyederhanaan yang pertama adalah membatasi skenario risiko tanpa
memasukkan risiko akibat kesalahan manusia dan risiko akibat kecelakaan, ada
empat jenis konsekuensi yang didefinisikan dalam RBI yaitu[1]
:
1. Konsekuensi keterbakaran (flammable consequenc),
2. Konsekuensi racun (toxic consequence),
3. Konsekuensi lingkungan (environtmental consequence),
4. Konsekuensi bisnis (business consequence).
2.2. Tingkatan Analisis Risiko dalam API 581
Analisis perhitungan risiko peralatan dalam konsep RBI menurut standar API 581
dapat dilaksanakan dalam tiga tingkatan analisis. Tingkatan-tingkatan tersebut
yaitu analisis kualitatif, analisis semikuantitatif dan analisis kuantitatif[1]
.
Perbedaan ketiga tingkatan adalah dalam hal data masukan dan perhitungan yang
terlibat. Konsekuensi akibat kegagalan dalam tiap tingkatan juga berbeda jenis dan
perhitungannya.
-11-
2.2.1 Analisis Kualitatif[2]
Analisis kualitatif merupakan tingkatan paling sederhana dan mudah
perhitungannya. Data masukan yang dibutuhkan lebih banyak berupa data
kualitatif, terdiri dari data keadaan kilang tempat peralatan beroperasi dan keadaan
peralatan. Perhitungan risiko dalam tingkatan analisis ini dilakukan mengikuti
buku kerja (workbook) yang terdiri dari beberapa lembar kerja (worksheet) yang
berisi pertanyaan-pertanyaan tentang data masukan. Setiap pertanyaan disertai
beberapa kemungkinan jawaban dan bilangan harga jawaban tersebut. Perhitungan
risiko terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuaan kategori kemungkinan, penentuan
kategori konsekuensi racun (toxic consequence). Setiap bagian terdiri dari
beberapa faktor yang diwakili bilangan hargajawaban atas pertanyaan-pertanyaan.
Bilangan faktor-faktor tersebut lalu dijumlahkan, hasilnya merupakan bilangan
yang mewakili parameter-parameter risiko, yaitu kemungkinan dan konsekuensi
kegagalan.
Penentuan kategori kemungkinan melibatkan beberapa faktor antara lain:
• Faktor Peralatan (Equipment Factor, EF),
• Faktor Kerusakan (Damage Factor, DF),
• Faktor Inspeksi (Inspection Factor, IF),
• Faktor Keadaan Pemeliharaan Plant (Condition Factor, CCF),
• Faktor Proses (Process Factor, PF),
• Faktor Desain Mekanikal (Mechanical Design Factor, MDF).
Penentuan kategori konsekuensi keterbakaran melibatkan faktor-faktor berikut:
• Faktor Kimia (Chemical Factor, CF),
• Faktor Jumlah Fluida (Quantity Factor, QF),
• Faktor Keadaan Fluida (State Factor, SF),
• Faktor Penyalaan Sendiri (Autoignition Factor, AF),
• Faktor Tekanan (Pressure Factor, PRF),
• Faktor Kredit (Credit Factor, CRF).
-12-
Kategori konsekuensi racun ditentukan dari faktor-faktor berikut:
• Faktor Jumlah Racun (Toxic Quantity Factor, TQF),
• Faktor Dispersibilitas (Dispersibility Factor, DF),
• Faktor Populasi (Population Factor, PF).
Kategori risiko akhirnya ditentukan dengan menggabungkan kategori
kemungkinan (berharga 1 hingga 5) dengan kategori konsekuensi (berharga A
hingga E). Namun kategori konsekuensi dipilih dahulu, yaitu yang tertinggi di
antara kategori konsekuensi keterbakaran dengan konsekuensi racun. Kategori
risiko kemudian dipetakan pada suatu matriks risiko, dimana matriks tersebut
sistem koordinat kartesian, dengan kategori kemungkinan sebagai sumbu tegak
dan kategori konsekuensi sebagai sumbu datar.
2.2.2 Analisis Semikuatitatif
Perhitungan risiko dalam analisis semikuatitatif juga dilakukan mengikuti buku
kerja yang telah dimuat dalam standar API 581. Langkah-langkah yang dimuat
dalam buku kerja berupa isian yang memerlukan data keadaan kilang dan
peralatan. Parameter-parameter yang terlibat (dihitung berdasarkan data dan
masukan) hingga akhir perhitungan. Data masukan yang diperlukan lebih banyak
berupa data kuantitatif. Dibandingkan analisis kualitatif, analisis semikuantitatif
berbeda (selain jenis data masukan) dalam hal konsekuensi yang dihitung.
konsekuensi keterbakaran dihitung sebagai konsekuensi kerusakan peralatan
(damage consequence) dan konsekuensi kematian (fatality consequence), yang
kemudian dipilih yang terbesar di antara kedua konsekuensi tersebut. Konsekuensi
keterbakaran kemudian dibandingkan dengan konsekuensi racun dan yang
harganya terbesar menjadi harga konsekuensi. Analisis semikuantitatif merupakan
penyederhanaan analisis kuantitatif sehingga mengurangi usaha dan lamanya
pengambilan data serta perhituangan risiko.
Kemungkinan kegagalan dihitung berdasarkan mekanisme kerusakan yang terjadi
pada peralatan. Mekanisme-mekanisme kerusakan tersebut diwakili oleh
parameter Subfaktor Modul Teknik (Technical Module Subfactor, TMSF) yang
perhitungannya melibatkan data keaadaan operasi peralatan, riwayat kegiatan
-13-
inspeksi terhadap peralatan, dan riwayat kerusakan yang pernah terjadi pada
peralatan. Subfaktor-subfaktor tersebut adalah sebagai berikut:
• Subfaktor Modul Teknik Penipisan (Thinning TMSF)
Mekanisme penipisan ini dapat terjadi pada seluruh bahan peralatan, TMSF
thinning ini sangat erat hubungannya dengan korosifitas logam, maka harus
ditentukan konstanta reduksi ketebalan. Dalam suasana netral dan basa reaksi
reduksi yang cenderung terjadi adalah reduksi oksigen menjadi ion hidroksida.
Semakin banyak oksigen yang tersedia maka reaksi reduksi semakin mudah
terjadi (sisi katoda) dan menimbulkan reaksi oksidasi di tempat lain (sisi
anoda) yang notabene sisi dimana oksigen lebih sedikit. korosi juga banyak
disebabkan oleh CO2 terjadi pada pipeline yg memiliki content sweet.
penyebabnya adalah terbentuknya carbonic acid akibat CO2 dan air. Biasanya
terjadi di lokasi-lokasi tertentu, seperti bottom or top of pipe and pitting.
Korosi ini juga dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan. Hal-hal tersebut
sangat erat kaitannya dengan faktor penipisan.
• Subfaktor Modul Teknik Tube Tungku (Furnace Tube TMSF)
Modul ini dipergunakan untuk peralatan yang menggunakan pemanas dan
boiler untuk mewakili mekanisme kerusakan perayapan (creep) atau mulur.
Perayapan atau biasa dikenal dengan creep memungkinkan material untuk
terdeformasi plastis secara perlahan-lahan pada beban konstan dan temperatur
yang relatif tinggi.
• Subfaktor Modul Teknik Patah Getas (Brittle Fracture TMSF)
Patah getas adalah suatu kondisi dimana suatu peralatan akan mengalami
kegagalan (failure) sebelum melewati titik luluhnya atau tanpa mengalami
deformasi plastik terlebih dahulu.
• Subfaktor Modul Teknik Serangan Hidrogen pada Temperatur Tinggi (High
Temperature Hydrogen Attack TMSF)[2]
Mekanisme kerusakan akibat HTHA biasanya terjadi pada baja karbon rendah
(low carbon steel) dimana temperatur operasi melebihi 400oF dan tekanan
-14-
melebihi 80 psia, hal tersebut memacu terjadinya disosiasi hidrogen menjadi
atomnya. Atom H berdifusi pada temperatur yang melebihi 400oF dimana
setelah mengalami difusi atom H yang berada di dalam baja bereaksi dengan
karbida pada baja menghasilkan gas metana (CH4). Metana memiliki sifat
yang dapat memberikan kekosongan (vacancy) pada batas butir. Apabila
terjadi penumpukan metana pada batas butir membuat banyaknya kekosongan
pada batas butir yang menyebabkan celah sehingga terjadi keretakan pada
material.
• Subfaktor Modul Teknik Retak akibat Korosi dan Tegangan (Stress Corrosion
Cracking TMSF)
Retak akiat korosi dan tegangan berlangsung apabila adanya kombinasi yang
sinergis antara material, larutan korosif dan tegangan. Secara lengkap akan
dijelaskan pada bab 3.
• Subfaktor Modul Teknik Kelelahan Mekanik (Mechanical Fatigue TMSF)
Kelelahan mekanik terjadi akiat adanya beban siklik yang bekerja pada
peralatan, seperti peralatan yang terhubung pada pompa, kompresor, dll.
Dengan siklus beban dinamik yang konstan, kegagalan pada peralatan akan
terjadi dibawah tegangan luluh (yield strength).
• Subfaktor Modul Teknik Kerusakan Luar (External Damage TMSF)[2]
Jenis mekanisme kerusakan luar dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Korosi luar untuk baja karbon dan baja paduan rendah
Mekanisme yang terjadi pada peralatan tidak ada insulasi luar dan berada
pada selang temperature 10oF hingga 250
oF. Mekanisme kerusakan ini
berhubungan erat dengan mekanisme penipisan. Pencegahan korosi luar
untuk baja karbon dan baja paduan rendah dapat dilakukan dengan mencat
bagian luar pipa dan melakukan inspeksi secara teratur untuk melihat
kualitas cat dan pipa.
-15-
2. Corrosion Under Insulation (CUI) untuk baja karbon dan baja paduan
rendah
Mekanisme kerusakan akibat terkumpulnya air pada bagian antara pipa
dengan insulasi pada selang temperatur 10oF hingga 250
oF. Mekanisme
kerusakan ini erat kaitannya dengan mekanisme penipisan. Pencegahan
korosi jenis ini dapat ditanggulangi dengan cara pemasangan insulasi
dengan baik dan benar serta melakukan coating pada pipa.
3. Korosi luar untuk baja tahan karat austenitik
Mekanisme kerusakan akibat korosi luar untuk baja tahan karat austenitik
yang tidak diisolasi dan berada pada temperatur 100oF hingga 300
oF.
Pencegahan kerusakan dapat dilakukan dengan pembersihan akumulasi
khlorida pada permukaan pipa ataupun memberikan coating pada
permukaan.
4. Korosi CUI untuk baja tahan karat austenitik
Mekanisme kerusakan akibat baja tahan karat austenitik yang diinsulasi
tidak baik sehingga berkumpulnya air dan klorida pada antarmuka pipa
dengan insulasi pada selang temperatur 100oF hingga 300
oF. Terjebaknya
klorida dan air pada antarmuka pipa dan insulasi karena terbawanya air
laut oleh angin ke pabrik. Pencegahan kerusakan dapat dilakukan dengan
pembersihan akumulasi khlorida pada permukaan pipa.
• Subfaktor Modul Teknik Pelapis (Lining TMFS)
Modul ini lebih diarahkan terhadap adanya pelapisan bagian dalam peralatan
yang dilakukan untuk pencegahan kerusakan. Untuk lebih jelasnya Gambar
2.4 akan menunjukkan pelapisan bagian dalam pada pipa.
-16-
Gambar 2.4. Pelapisan bagian dalam pipa
Semua subfaktor kemudian dijumlah untuk menentukan kategori kemungkinan.
Kategori kemungkinan berharga 1 (kemungkinan kegagalan yang terkecil) hingga
5 (kemungkinan kegagalan yang terbesar).
Langkah-langkah yang termasuk perhitungan Konsekuensi adalah sebagai berikut:
1. Penentuan fluida representatif,
2. Penentuan banyaknya fluida yang dapat lepas,
3. Penentuan ukuran lubang kebocoran,
4. Perhitungan laju pelepasan fluida (vlepas),
5. Penentuan jenis pelepasan fluida,
6. Perhitungan konsekuensi keterbakaran,
7. Penentuan lamanya kebocoran,
8. Perhitungan konsekuesi racun,
9. Penentuan kategori konsekuensi.
Data masukan yang diperlukan dalam perhitungan konsekuensi merupakan data
keaadaan operasi peralatan serta sistem isolasi, deteksi dan mitigasi yang dimiliki
kilang. Kategori Konsekuensi yang dihasilkan perhitungan berharga dari A
(dampak terkecil) hingga E (dampak terbesar). Kategori risiko merupakan hasil
kali antara nilai konsekuensi dengan nilai kemungkinan kegagalan dan dilanjutkan
dengan memetakan nilai tersebut ke dalam matriks risiko.
-17-
2.2.3. Analisis Kuantitatif
Tingkatan paling tinggi dan paling akurat dalam perhitungan risiko. Kemungkinan
kegagalan dihitung berdasarkan subfaktor-subfaktor yang mewakili keadaan
operasi dan inspeksi peralatan (lebih rinci daripada yang diperlukan dalam analisis
semikuantitatif), keadaan operasi kilang dan keadaan pengelolaan keselamatan.
Subfaktor universal (universal subfactor), subfaktor mekanik (mechanical
subfactor), subfaktor proses (process subfactor), dan seluruh TMSF dihitung juga
untuk mendapat harga parameter kemungkinan.
Parameter konsekuensi yang dihitung terdiri dari konsekuensi pembersihan
lingkungan (environtmental clean up consequence) dan konsekuensi gangguan
usaha (business interruption consequence) yang dinyatakan dengan satuan mata
uang, selain konsekuensi keterbakaran dan konsekuensi racun. Konsekuensi yang
ikut diperhitungkan juga sama seperti semikuantitatif.
2.3. Langkah-Langkah Analisis RBI [1]
Secara umum langkah-langkah analisis RBI dilakukan sebagai berikut:
1. Perencanaan,
2. Pengumpulan data dan informasi,
3. Penciritemuan mekanisme kerusakan,
4. Perhitungan kemungkinan kegagalan,
5. Perhitungan Konsekuensi kegagalan,
6. Penentuan risiko.
2.3.1. Perencanaan[1]
2.3.1.1. Penetapan Sasaran dan Tujuan[1]
Sebuah analisis RBI harus dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas serta
dipahami oleh semua anggota tim dan manajemen. Beberapa contoh tujuan antara
lain :
1. Memahami risiko pada pabrik, unit operasi atau peralatan,
2. Mendefinisikan kriteria risiko,
3. Manajemen risiko,
4. Pengurangan biaya inspeksi,
-18-
5. Memenuhi persyaratan keselamatan dan lingkungan,
6. Menentukan metode mitigasi risiko non inspeksi,
7. Penilaian risiko sebuah proyek baru,
8. Menyusun strategi untuk fasilitas/pabrik yang mendekati akhir usia desain.
2.3.1.2. Penyaringan Awal[1]
Pada tahap ini ditetapkan batasan fisik aset-aset mana yang akan dianalisis.
Tingkat kedalaman data yang akan dikaji ulang dan sumber daya yang tersisa
tersedia untuk memenuhi tujuan. Ruang lingkup analisis RBI dapat bervariasi
mulai dari seluruh pabrik hingga ke peralatan tunggal.
2.3.1.3. Penetapan Batasan Operasi[1]
Tujuan penetapan batas operasi adalah menciritemukan parameter proses kunci
yang mempengaruhi mekanisme kerusakan. Analisis RBI biasanya memasukkan
perhitungan CoF dan PoF untuk kondisi normal. Kondisi start-up dan shutdown
serta kondisi emergency dan kondisi tak rutin lainnya juga harus dikaji
pengaruhnya terhadap CoF dan PoF. Termasuk dalam penetapan batasan operasi
adalah pemilihan periode operasi yang akan dipakai dalam analisis.
2.3.1.4. Pemilihan Metode Analisis[1]
Faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode :
1. Apakah analisis RBI dilakukan pada unit proses, sistem, item peralatan
atau komponen,
2. Tujuan Analisis,
3. Ketersediaan dan kualitas data,
4. Ketersediaan sumber daya,
5. Risiko yang diperkirakan atau hasil analisis sebelumnya,
6. Batasan waktu.
Apabila suatu unit proses memiliki risiko kecil, mungkin cukup dengan metode
kualitatif yang sederhana sedangkan peralatan yang diperkirakan memiliki risiko
tinggi mungkin memerlukan metode yang lebih detail.
-19-
2.3.2. Pengumpulan Data dan Informasi[1]
Sebuah analisis RBI dapat berupa analisis kualitatif, semikuantitatif, atau
kuantitatif. Perbedaan data yang dibutuhkan oleh ketiga tipe analisis tersebut
adalah jumlah dan detail data. Data-data yang dibutuhkan dalam seluruh analisis
RBI biasanya meliputi :
1. Tipe peralatan,
2. Data material,
3. Catatan inspeksi, perbaikan dan penggantian,
4. Komposisi fluida proses,
5. Inventori fluida,
6. Kondisi operasi,
7. Sistem keselamatan,
8. Sistem deteksi,
9. Mekanisme kerusakan yang ada, laju dan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan,
10. Data coating, cladding dan insulasi,
11. Biaya gangguan bisnis,
12. Biaya pergantian peralatan,
13. Biaya perbaikan lingkungan.
Namun apabila analisis risiko diterapkan secara RBI semikuantitatif maka data
masukan tidak melibatkan biaya gangguan bisnis, biaya penggantian peralatan,
dan biaya perbaikan lingkungan.
2.3.3. Penciritemuan Mekanisme Kerusakan
Penciritemuan mekanisme kerusakan dilakukan dengan memanfaatkan pertanyaan
saringan yang ada di awal masing-masing subfaktor modul teknik. Apabila
jawaban untuk pertanyaan saringan sebuah subfaktor modul teknik adalah “ya”,
kemungkinan mekanisme kerusakan yang dimaksud bekerja pada peralatan
tersebut. Selanjutnya, laju kerusakan dan tingkat kerusakan peralatan oleh
mekanisme kerusakan yang dimaksud dianalisis di dalam subfaktor modul teknik.
Pertanyaan saringan untuk masing-masing subfaktor modul teknik yang ada
-20-
didalam API 581. Pertanyaan saringan untuk mekanisme kerusakan Serangan
Hidrogen pada Temperature Tinggi (HTHA) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pertanyaan saringan untuk HTHA[1]
Pertanyaan Tindakan
1. Apakah material berupa baja
karbon atau baja paduan rendah ?
2. Apakah temperature operasi >
400ºF (204.44ºC) dan tekanan
operasi > 80 psia (5.516 bar)
Jika jawaban kedua pertanyaan tersebut
“ya”, masuk ke modul HTHA
II.3.4. Perhitungan Kemungkinan Kegagalan
Secara keseluruhan komponen-komponen perhitungan kemungkinan kegagalan
dapat dilihat pada Gambar 2.5. Frekuensi Kegagalan Generik adalah rata-rata
frekuensi kegagalan untuk sebuah tipe peralatan. Faktor modifikasi peralatan
(EMF) adalah jumlah dari Subfaktor Modul Teknik (TMSF), Subfaktor Universal
(Universal Subfactor), Subfaktor Mekanik (Mechanical Subfactor), dan Subfaktor
Proses (Process Subfactor). Faktor evaluasi sistem manajemen (Management
System Evaluation Factor, MSEF) adalah faktor yang digunakan untuk
memperhitungkan efektivitas Manajemen Keselamatan Proses (Process Safety
Management, PSM).
-21-
Gambar 2.5. Bagan perhitungan Kemungkinan Kegagalan[1]
Gambar 2.5 menjelaskan bagan keseluruhan perhitungan kemungkinan kegagalan
apabila menggunakan metode RBI kuantitatif, oleh karena metode yang dipakai dari
perhitungan ini adalah RBI semikuantitatif, maka modul yang dikerjakan hanyalah
TMSF tanpa dikalikan dengan generic failure frequency dan management factor
-22-
II.3.5. Perhitungan Konsekuensi Kegagalan
Konsekuensi kegagalan merupakan nilai dampak yang ditimbulkan akibat
gagalnya suatu peralatan. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menghitung konsekuensi kegagalan ditunjukkan pada Gambar 2.6, namun
perhitungan pada RBI semikuantitatif hanya melibatkan konsekuensi keterbakaran
dan konsekuensi racun. Keseluruhan konsekuensi tersebut yaitu :
1. Konsekuensi Keterbakaran,
2. Konsekuensi Racun,
3. Konsekuensi Lingkungan,
4. Konsekuensi Bisnis.
Gambar 2.6. Bagan perhitungan Konsekuensi Kegagalan[1]
-23-
II.3.6. Penentuan Risiko
Pada analisis semikuantitatif, hasil perhitungan PoF nilai konversi dari
penjumlahan nilai-nilai Subfaktor Modul Teknik. Hasil perhitungan CoF berupa
luas area keterbakaran dan keteracunan dengan satuan ft2. Sedangkan risikonya
dinyatakan sebagai hasil kali antara CoF dan PoF sehingga risiko dapat
dikategorisasi melalui matriks 5 x 5 yang ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Kategori Risiko analisis RBI semikuantitatif
II.4. Sistem Perpipaan[7]
Hampir semua bagian dalam kehidupan di dunia ini membutuhkan pipa untuk
mengalirkan fluida, baik cair, gas, maupun campuran antar keduanya dari suatu
tempat ke tempat lain, baik jauh maupun dekat. Dalam mengalirkan fluida
tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
• Tidak boleh bocor,
• Untuk mengalirkan fluida perlu perbedaan tekanan antara titik awal dan titik
akhir,
• Harus di atasinya perlawanan/gesekan pipa pada fluida.
Untuk kedua poin terakhir di atas, maka diperlukan energi untuk mengatasi
perbedaaan tekanan dan untuk mengatasi gesekan.
High Risk
Medium Risk
5
4
3
2
1
L I KEL I HOO
D
CATEGOR
Y
A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY
Low Risk
Medium
High Risk
Medium-High Risk
-24-
2.4.1 Kategori dan Komponen Pipeline
Pipelines dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Flowline
Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke
downstream process component yang pertama.
2) Export line
Export pipeline adalah pipeline yang manyalurkan minyak atau gas olahan
antar platform atau antara platform dengan onshore facility.
3) Injection line
Injection line adalah pipeline yang mengarahkan liquid atau gas untuk
mendukung aktifitas produksi (contoh: injeksi air atau injeksi gas, gas lift,
chemical injection line).
Suatu sistem perpipaan selalu dilengkapi komponen-komponen atau aksesoris
seperti katup, flange, nozzle, belokan (fitting / elbow), percabangan, isolasi, dan
sebagainya. Pemasangan aksesoris-aksesoris tersebut pada pipa dilakukan pada
saat fabrikasi. Gambar 2.8 memperlihat contoh model komputer sistem
perpipaan.
Gambar 2.8. Contoh model komputer sistem perpipaan[11]
-25-
2.4.1. API 5L X42
Pipeline merupakan jalur sambungan dari banyak pipa yang menghubungkan
satu sistem ke sistem lainnya. Contoh material spesikifasi yang sering digunakan
untuk carbon steel adalah API 5L. Pada EMP Malacca Strait digunakan
material spesifikasi untuk pipa-pipa export line adalah API 5L grade 42 atau
biasa disebut API 5L X42.
Dalam melakukan suatu desain, instalasi sampai pengoperasian onshore
pipeline, sebenarnya secara tidak langsung selalu berhubungan dengan perilaku
elastis dan plastis logam. Oleh karena itu pemahaman mengenai konsep elastis
dan plastis sangatlah penting.
Semua bahan padat atau logam termasuk pipa akan berubah bentuknya apabila
mengalami pembebanan dari luar. Kemudian sampai dengan batas beban
tertentu, benda padat akan memperoleh kembali ukuran aslinya apabila beban
ditiadakan. Perolehan kembali ukuran asli benda yang berubah bentuknya
apabila beban ditiadakan dikenal sebagai perilaku elastik. Sedangkan batas di
mana bahan tidak lagi berprilaku elastik disebut batas elastik. Jika batas elastik
ini dilampaui, benda padat akan mengalami regangan permanen walaupun beban
telah ditiadakan.
Benda yang mengalami regangan permanen dikatakan mengalami deformasi
plastis. Ketika benda telah mengalami deformasi plastis maka benda tersebut
dikatakan telah failure. Benda dikatakan damage ketika benda telah memasuki
daerah sedikit di atas yield strength hingga titik Ultimate Tensile Strength
(UTS), sedangkan ketika benda melebihi UTS-nya, maka benda tersebut
dikatakan fracture hingga mengalami break/rupture. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 2.9.
-26-
Gambar 2.9. Kurva Uji Tarik beserta daerah kegagalan[7]
Untuk mengetahui perilaku elastis dan plastis benda, biasanya dilakukan dengan
uji tarik. Dalam uji tarik ini dilakukan perhitungan tegangan dan regangan yang
terjadi. Hasil dari uji tarik ini berupa kurva tegangan dan regangan teknik. Dari
kurva tersebut kita dapat menentukan kekuatan luluhnya. Tabel 2.2 berikut
memperlihatkan kekuatan luluh baja untuk beberapa grade pipa.
Tabel 2.2 Kekuatan luluh dan kekuatan tarik untuk beberapa grade pipa[11]
Minimum Yield Strength Ultimate Tensile Strength Grade
lb/in2
Mpa lb/in2
Mpa
YS / TS
ratio
A25 25,000 172 45,000 310 0.556
A 30,000 207 48,000 331 0.625
B 35,000 241 60,000 413 0.583
X42 42,000 289 60,000 413 0.700
X46 46,000 317 63,000 434 0.730
X52 52,000 358 66,000 455 0.788
X56 56,000 386 71,000 489 0.789
X60 60,000 413 75,000 517 0.800
X65 65,000 448 77,000 530 0.844
X70 70,000 482 82,000 565 0.854
X80 80,000 551 90,000 620 0.889
API merupakan singkatan dari American Petroleum Institute sedangkan 5L
menyatakan bahwa pipa baja tersebut ditujukan untuk keperluan linepipe.
-27-
Adapun kode X-42 memiliki arti bahwa X adalah grade dari jenis baja yang
digunakan sedangkan nilai 42 secara tidak langsung menyatakan nilai kekuatan
luluhnya. Sebagai contoh, Pipa API 5L X-42 merupakan jenis pipa baja yang
ditujukan untuk keperluan linepipe dengan grade X dan memiliki kekuatan
luluh sebesar 42000 psi. Kekuatan luluh untuk beberapa grade pipa dapat dilihat
pada Tabel 2.2 yang telah disajikan sebelumnya.
2.5 Separator[6]
2.5.1. Fungsi Separator
Separator adalah bejana tekan yang digunakan untuk memisahkan campuran
fluida berdasarkan perbedaan densitasnya. Mengikuti hukum alam tentang
pemisahan berdasarkan densitas, maka gas sudah pasti berada di atas cairan.
Pada umumnya, minyak atau kondensat akan berada di atas air. Ini berarti,
densitas gas < densitas minyak/kondensat < densitas air.
Fungsi utama separator :
1. Memisahkan fluida berupa minyak, gas dan air serta padatan pasir maupun
lumpur.
2. Memisahkan gas yang terlarut dengan minyak pada tekanan tertentu.
3. Untuk mengontrol tekanan gas yang dipisahkan.
4. Memberi waktu yang cukup dalam proses pemisahan air dan minyak.
5. Melakukan pengolahan (treatment) untuk proses yang lain (emulsi, scale).
2.5.2. Konsep Pemisahan Pada Separator
Proses pemisahan di separator tergantung dari :
1. Perbedaan densitas,
2. Efek gaya gravitasi,
3. Penurunan tekanan yang akan menyebabkan gas larut akan keluar
(menggelembung) atau sering disebut buble.
Jika tekanan dari reservoir atau kepala sumur (well head) sangat tinggi maka
tekanan fluida bisa diturunkan dengan menggunakan separator yang bertingkat.
Fluida produksi dengan tekanan lebih dari 1000 psi dapat dipisahkan dengan
-28-
menggunakan tiga separator yaitu separator bertekanan tinggi, separator
bertekanan medium dan separator bertekanan atmosfer (rendah).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemisahan :
1. Viskositasnya apabila kental harus dipanaskan,
2. Beda densitas minyak, cair dan gas,
3. Laju aliran dan kecepatan aliran,
4. Diameter dan panjang separator sesuai dengan laju aliran,
5. Tekanan kerja (working pressure) vessel (bejana) disesuaikan dengan
tekanan operasi fluida produksi
2.5.3. Tipe Separator
Tipe-tipe separator berdasarkan bentuknya :
1. Separator vertikal
Separator vertikal mempunyai bejana silinder yang tegak dengan kapasitas
rendah, tetapi cocok untuk fluida yang mengandung pasir atau lumpur sesuai
dengan Gambar 2.10. Cara pemisahannya adalah dengan konsep gravitasi
dan sentrifugal (vortex).
Gambar 2.10. Separator vertikal[12]
-29-
2. Separator horizontal
Memiliki bejana silinder yang mendatar dengan kapasitas yang besar lebih
efisien dan mudah dikerjakan (operasi) sesuai dengan Gambar 2.11. Konsep
pemisahan yang mewakili adalah dengan perbedaan densitas.
Gambar 2.11. Separator horizontal[12]
3. Separator bulat (spherical)
Berbentuk bulat dengan kapasitas kecil tetapi memiliki tekanan kerja yang
tinggi seperti digambarkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Separator bulat (spherical)[12]
-30-
2.6. Perhitungan Analisis Tegangan Berdasarkan ASME B31.4 untuk fluida
Liquid[3]
Tujuan dari pemasangan jaringan pipa adalah untuk mentransportasikan atau
mengalirkan suatu fluida dari suatu tempat (produksi) ke tempat lain baik untuk
diolah maupun untuk digunakan. Ketika fluida dialirkan melalui jaringan pipa, fluida
memberikan tegangan pada dinding pipa. Tegangan ini bergantung pada tekanan dari
fluida itu sendiri.
2.6.1 Tegangan Hoop (Hoop Stress)
Peningkatan laju fluida dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu caranya
adalah dengan meningkatkan tekanan fluida. Pada jaringan pipa liquid, tekanan ini
cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan rusaknya pipa berupa kebocoran pipa
diikuti dengan pecahnya pipa (leak before break). Untuk itu tekanan fluida harus
diatur dan dijaga agar tidak menyebabkan kegagalan.
Gambar 2.13. Tegangan yang terjadi pada dinding pipa[11]
Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa macam tegangan yang dihasilkan oleh
tekanan internal dari fluida (minyak). Tegangan radial (σR) memiliki nilai yang relatif
kecil sehingga nilai tegangannya sering diabaikan. Tegangan longitudinal (σL)
memiliki nilai setengah dari tegangan Hoop (σH). Tegangan Hoop atau Hoop Stress
(σH) memiliki nilai terbesar dibandingkan 2 tegangan lainnya. Oleh karena itu pada
perhitungan, tegangan Hoop ini lah yang akan digunakan.
-31-
Tegangan Hoop dinyatakan oleh persamaan Barlow sebagai berikut[8]
:
............................................................................................................. (2.1)
Keterangan :
σHS = tegangan Hoop (psi)
P = tekanan rata-rata operasi (psi)
D = diameter pipa (mm)
t = prediksi ketebalan sisa dinding pipa (mm), diperoleh dari hasil perhitungan
(variabel acak dalam perhitungan ini).
Dimana, CR = (tact – tukur) / waktu............................................................................(2.2)
Sehingga tukur = tact – (CR x waktu)..........................................................................(2.3)
Mensubstitusi persamaan (2.3) kedalam persamaan (2.1) menjadi :
σHS = P x D .....................................................................(2.4)
2 x (tact – (CR x waktu))
Diasumsikan bahwa tekanan rata-rata operasi serta diameter pipa tidak berubah
sepanjang jaringan pipa. Ketebalan dinding pipa merupakan variabel acak dalam
perhitungan ini. Hal ini dikarenakan ketebalan dinding pipa akan berubah karena
proses korosi. Korosi yang terjadi akan menyebabkan pengurangan material logam
pada dinding pipa tersebut. Seiring dengan bertambahnya waktu, ketebalan dinding
pipa pun akan semakin berkurang.
Berdasarkan persamaan (2.1) di atas, pengurangan ketebalan dinding pipa
menyebabkan tegangan Hoop meningkat. Peningkatan tegangan Hoop ini perlu
dievaluasi agar tidak melebihi kekuatan luluhnya (yield strength). Apabila tegangan
Hoop yang bekerja pada pipa melebihi kekuatan luluhnya, maka pipa telah dikatakan
memasuki daerah kegagalannya.
t
DPHS
.2
.=σ
-32-
TEFD
tSMYSP ×××=
2
2.6.2. Tekanan Operasi Maksimum yang Diijinkan
Tekanan operasi maksimum yang diijinkan atau Maximum Allowable Operating
Pressure adalah tekanan gas maksimum sistem yang masih diperbolehkan untuk
dioperasikan sesuai dengan ketentuan pada ASME[3]
.
Pipline Transportation Systems For Liquid Hydrocarbons and Other Liquids ASME
B31.4, memodifikasi persamaan Barlow dengan memasukkan beberapa faktor desain
untuk menentukan nilai tekanan maksimum yang diijinkan bekerja pada pipa, sebagai
berikut[8]
:
........................................................................ (2.5)
Keterangan :
P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi)
SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi)
t = ketebalan dinding pipa (inchi)
D = diameter pipa (inchi)
F = faktor desain
E = faktor penyambungan longitudinal
T = faktor temperatur
Acuan dari faktor desain, faktor penyambungan longitudinal serta faktor temperatur
dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 2.3. Faktor temperatur T untuk pipa baja[4]
-33-
Tabel 2.4. Faktor penyambungan longitudinal untuk baja[4]
Tabel 2.5. Faktor desain untuk konstruksi pipa baja[4]
Proses korosi dapat terjadi secara merata (general corrosion) maupun secara lokal
(localized corrosion). Maka dari itu, kedua pendekatan ini digunakan dalam
perhitungan tekanan maksimum.
Berdasarkan pendekatan korosi yang terjadi secara merata, persamaan berikut
digunakan[3]
:
............................................................................................... (2.6)
Keterangan :
P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi)
D
tSMYSP
..2=
-34-
SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi)
t = ketebalan dinding pipa (inch)
D = diameter pipa (mm)
Berdasarkan pendekatan korosi yang terjadi secara lokal, persamaan berikut
digunakan[3]
:
...........................................................................(2.7)
Keterangan :
P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi)
SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi)
T = ketebalan dinding pipa awal (inch)
D = diameter pipa (mm)
A = luas logam yang terkorosi (mm2)
A0 = luas logam awal (mm2)
M = Folias factor
Faktor folias dicari dengan menggunakan persamaan berikut[3]
:
...... (2.8)
...... (2.9)
L = panjang ukuran cacat (mm)
D = diameter pipa (mm)
T = ketebalan pipa awal (mm)
Namun karena keterbatasan data di EMP Malacca Strait maka anggapan pada
perhitungan ini adalah semua korosi merata, karena pipa tidak pernah di lakukan
intelegent pig.
−
−
=
0
0
.1
1..2
AM
A
A
A
D
TSMYSP
3.3.
032.0,DT50 LUntuk
.003375.0
.62756.01,50 LUntuk
2
222
+=>
−+=≤
TD
LM
TD
L
TD
LMDT
-35-
2.7 Mitigasi[8]
Mitigasi ditujukan untuk memperpanjang umur pakai pipa. Oleh karena itu,
pelaksanaan mitigasi dilakukan dengan mempertimbangkan semua faktor pada suatu
jaringan pipa. Beberapa tindakan mitigasi antara lain : inspeksi, modifikasi kondisi
operasi, perbaikan (repair) serta penggantian (replace).
2.7.1 Inspeksi
Pelaksanaan inspeksi dapat memberikan informasi mengenai kondisi jaringan pipa
secara aktual. Beberapa kondisi pipa tersebut dapat berupa :
• Kehilangan ketebalan pipa,
• Kerusakan coating,
• Proteksi katodik yang sudah tidak memadai,
• Kehilangan perlindungan,
• Kehadiran pihak ketiga.
Hasil inspeksi selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun kembali pelaksanaan
inspeksi di masa yang akan datang. Beberapa metode inspeksi :
• Inspeksi visual,
• Pemeriksaan proteksi katodik,
• Eksternal NDT (Non Destructive Testing), seperti radiography, UT
(Ultrasonic Testing),
• In Line Inspection (ILI) atau Intelligent Pig.
2.7.2. Modifikasi Kondisi Operasi
Seiring bertambahnya waktu, maka kekuatan jaringan pipa akan semakin menurun.
Hal ini disebabkan antara lain karena proses korosi yang terjadi pada dinding pipa
tersebut. Untuk mencegah terjadinya kegagalan pada jaringan pipa yang mengalami
proses korosi, dapat dilakukan dengan cara memodifikasi kondisi operasi. Beberapa
cara kondisi operasi yang dapat dimodifikasi tersebut antara lain :
-36-
• Penurunan tekanan operasi,
• Penurunan temperatur operasi,
• Penurunan laju alir fluida, yang berarti menurunkan produktifitas.
2.7.3. Perbaikan (Repair)
Beberapa teknik perbaikan pada pipa telah dikembangkan seiring dengan
meningkatnya perhatian terhadap integritas pipa. Keefektifan, daya tahan, keamanan
serta biaya menjadi beberapa pertimbangan dalam memilih teknik perbaikan yang
akan diterapkan.
Selain perbaikan-perbaikan yang dilakukan terhadap jaringan pipa yang mengalami
cacat-cacat seperti pada tabel di atas, dapat pula dilakukan perbaikan terhadap sistem
proteksi korosi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi keefektifan kinerja
inhibitor yang dipakai, coating serta proteksi katodiknya (cathodic protection).