bab ii kajian pustaka 2.1 2.1 - uksw...belajar (sasbel). perumusan tik secara pasti, artinya tik...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Desain Pembelajaran
2.1.1 Pengertian
Seperti dikatakan oleh Hokanson, Brad dan Gibbon, Andrew dalam
Suparman (2014: 88), istilah desain berasal dari bahasa Latin designare
yang mengandung arti menandari, menunjukkan, menjelaskan,
merancang. Desain adalah suatu fokus dari banyak ide dan teori
kontemporer dalam teknologi pendidikan.
Menurut Suparman (2014: 88), desain instruksional merupakan
upaya perencanaan ke arah terwujudnya pelaksanaan kegiatan
instruksional yang berkualitas, efektif, dan efesien dalam memfasilitasi
proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.
Dalam konteks pembelajaran menurut Sanjaya (2010: 66), desain
instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk
memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan
– bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencaan
sumber – sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan
evaluasi keberhasilan.
Sejalan dengan Gagne dalam Sanjaya ( 2010: 66), menjelaskan
bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar
siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan
jangka panjang.
2.1.2 Kriteria Desain Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2010: 68), desain instruksional yang baik harus
memiliki beberapa kriteria di antaranya:
a) Berorientasi pada siswa
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa dalam sistem
pembelajaran siswa merupakan komponen kunci dan harus dijadikan
orientasi dalam mengembangkan perencaan dan mengembangkan
desain pembelajaran.
7
b) Berpijak pada pendekatan sistem
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan. Melalui pendekatan sistem, bukn saja dapat
diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari
ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan sistem dari
awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat
menghambat terhadap pencapaian tujuan. Atas dasar itulah, maka
pendekatan sistem dalam desain instruksional merupakan
pendekatan ideal yang dapat dilakukan oleh para desainer
pembelajaran.
c) Teruji secara empiris
Sebelum digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji
dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian
secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai
kendala yang mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat
diantisipasi. Selain itu, melalui pengkajian secara ilmiah dapat
meyakinkan para pengemba pembelajaran untuk menggunakannya.
2.1.3 Langkah – Langkah dalam Mendesain Pembelajaran
Adapun langkah – langkah dalam model desain instruksional
menurut Suparman (2014: 131) ada tiga tahap yaitu tahap pertama
adalah tahap mengidentifikasi, mengembangkan, serta mengevaluasi
dan merevisi. Berikut penjelasan masing – masing tahap:
a) Tahap mengidentifikasi
1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan
instruksional umum.
Langkah mengidentifikasi kebutuhan ini adalah suatu
proses untuk: a) menentukan kesenjangan penampilan peserta
didik yang disebabkan kekurangan pendidikan dan pe;atihan
pada masa lalu; b) mengidentifikasi bentuk kegiatan
instruksional yang paling cepat; dan c) menentukan popoulasi
sasaran yang dpat mengikuti kegiatan instruksional tersebut
untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena
menghadapi masalah yang sama. Dari kegiatan mengidentifikasi
8
kebutuhan instruksional, diperoleh jawaban bahwa penyelesaian
masalah kesenjangan antara keadaan saat ini dengan yang
diharapkan adalah penyelenggaraan kegiatan instruksional.
Tujuannya adalah tercapainya kompetensi yang tidak pernah
dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik.
Kompetensi yang diharapkan itu bersifat umum atau tinggi
sekali. Ia merupakan hasil belajar yang diharapkan dikuasi
peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan instruksional. Hasil
belajar ini disebut tujuan instruksional umum.
Tujuan instruksional dalam kawasan mana pun harus
dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan operasional,
serta yang menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. Kalimat
peserta didik akan dapat menjelaskan atau menguraikan sesuatu
misalnya, lebih tepat digunakan dari pada peserta didik dapat
mengerti, memahami, atau mengetahui sesuatu.
2. Melakukan analisis instruksional
Analisis instruksional proses menjabarkan kompetensi
umum menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau
kompetensi khusu yang tersusun secara logis dan sistematik.
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi daftar
subkompetensi dan menyusun hubungan antara yang satu dengan
yang lain menuju kompetensi umum. Dari susunan tersbut,
jelaslah kedudukan subkompetensi yang perlu dicapi dahulu dari
yan lain karena berbagai hal seperti: kedudukannya sebagai
subkompetensi prasyarat, subkompetensi yang diperlukan untuk
mencapai subkompetensi yang hierarkinya lebih tinggi,
subkompempetensi yang menurut urutan gerakan fisik
berlangsung lebih dahulu, subkompetensi yang mnurut proses
psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi
lebih awal.
Dengan melakukan analisis instruksional, akan tergambar
sususnan subkompetensi dari yang paling awal hingga yang
9
paling akhir. Baik jumlah maupun susunan subkompetensi
tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa
kompetensi umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Dengan perkataan lain, peserta didik
akan mencapai kompetensi umum melalui tahap pencapaian
serangkaian subkompetensi. Daftar subkompetensi khusus yang
telah tersusun secara sistematik menuju kompetensi umum itu
laksana jalan yang paling singkat yang akan dilalui peserta didik
untuk mencapai tujuannya dengan baik.
3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik
Mengidentifikasi perilaku awal siswa dimaksudkan untuk
mengetahui siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, serta
sasaran didik dari kegiatan instruksional. Istilah tersebut
digunakan untuk menanyakan siswa yang mana atau siswa
sekolah apa, serta sejauh mana pengetahuan dan keterampilan
yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran
tersebut.
Langkah selanjutnya mengidentifikasi karakteristik siswa
yang berhubungan dengan keperluan pengembangan
instruksional. Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada
karakteristik siswa yang ada manfaatnya dalam proses
pengembangan instruksional. Misalnya minat siswa, kemampuan
siswa dalam membaca bahasa asing, atau informasi lain yang
berhubungan dengan pengembangan instruksional
b) Tahap mengembangkan
1. Menulis tujuan instruksional khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan
dari specific instructed objective. Literature asing menyebutnya
pula sebagai objective, atau enabling objective untuk
membedakannya dari general instructional objective, goal, atau
terminal objective. Dalam program Applied Approach (AA)
yang telah digunakan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia
10
selama lebih dari 10 tahun sejak 1980-an, TIK disebut sasan
belajar (sasbel).
Perumusan TIK secara pasti, artinya TIK tersebut
mengandung satu pengertian, atau tidak mungkin ditafsirkan ke
dalam pengertian yang lain. Untuk itu, TIK dirumuskan dalam
bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable).
Tujuan instruksional khusus merupakan satu – satunya dasar
dalam menyusun kisi – kisi dan alat untuk menguji validitas isi
tes. Dalam menentukan isi pelajaran yang akan diajarkan,
pendesain instruksional merumuskannya berdasarkan kompetensi
dasar yang ada dalam TIK. Dengan perkataan lain, isi pelajaran
yang akan diajarkan sesuai dengan apa yang akan dicapai.
TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat
memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar ia dapat
mengembangkan tes yang benar – benar dapat mengukur
perilaku yang terdapat di dalamnya, unsur – unsur itu dikenal
dengan ABCD yang berasal dar empat kata sebagai berikut: A =
Audience, B = Behavior, C = Condition, dan D = Degree.
Audience adalah peserta didik yang akan belajar, Behavior
adalah perilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh
peserta didik setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran
tersebut, Condition adalah kondisi, berarti batasan yang diknakan
kepada peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik pada
saat ia dites, dan Degree adalah tingkat keberhasilan peserta
didik dalam mencapai perilaku tersebut.
2. Menyusun alat penilaian hasil belajar
Alat penilaian yang dikembangkan oleh pendesain
instruksional adalah alat penilaian acuan patokan, karena
dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap peserta
didik terhadap kompetensi yang tercantum dalm tujuan
instruksional. Untuk menyusun alat penilaian seperti itu,
11
pendesain instruksional perlu melakukan langkah – langkah
seperti berikut:
a. Langkah pertama: menentukan maksud penilaian
Alat penilaian yang akan dibuat oleh pendesain
instruksional akan digunakan untuk dua maksud utama
sebagai berikut.
i) Memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang hasil
belajar peserta didik dalam setiap tahap proses
belajarnya.
ii) Menilai efektivitas sistem instruksional secara
keseluruhan.
b. Langkah kedua, membuat tabel spesifikasi yang biasa
disebut dengan kisi – kisi tes (test blue print) untuk butir 1a
dan 1b tersebut di atas. Kisi – kisi tes yang paling sederhana
terdiri dari empat kolom, yaitu: daftar kompetensi, bobot
kompetensi, presentase jenis tes, dan jumlah butir soal.
3. Menyusun strategi instruksional
Penysunan strategi instruksional haruslah didasarkan ata
tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di
samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula tas
pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin dihadapi
pengembang instruksional atau pengajar, seperti waktu, biaya,
dan fasilitas.
4. Mengembangkan bahan instruksional
Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual
kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun secara teori
telah dilakukan dengan benar. Untuk itu diperlukan kompromi
untuk mendapatkan produk pembelajaran yang sesuai dengan
lingkungan belajar.
Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan
instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang
mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan
12
sistem penyampaian agar sesuai dengan kegiatan instruksional;
b) menjelaskan dan menyebutkan paket dalam komponen
instruksional; c) menjelaskan peran desainer dalam
pengembangan materi dan penyampaian kegiatan instruksional;
d) menjelaskan prosedur untuk mengembangkan bahan
instruksional yang sesuai dengan strategi instruksional; e)
membuat bahan instruksional berdasarkan strategi instruksional.
c) Tahap mengevaluasi dan revisi
1. Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif
Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses
menyediakan, menganalisis, dan menggunakan data dan
informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam
rangka meningkatkan kualitas produk atau program
instruksional.
Penggunaan evaluasi formatif ini dimaksudkan untuk
mendapatkan umpan balik dari para pakar, peserta didik,
pengajar, dan sumber lain yang relevan tentang apa dan
bagaimana merevisi produk instruksional sebelum digunakan
dalam kegiatan instruksional sesungguhnya.
Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif
dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut ini.
Bagan 2.1 Langkah evaluasi formatif dan revisi
13
2.2 Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif
2.2.1 Pengertian
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid.
Menurut Majid & Rochman (2014: 106), pembelajaran tematik
merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated
instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif
menggali dan menemukan konsep serta prinsip – prinsip keilmuan
secara holistik, bermakna, dan otentik.
Mamat SB, dkk dalam Prastowo (2014: 54), memaknai
pembelajaran teamtik merupakan pembelajaran terpadu, dengan
mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa
mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema.
Menurut Trianto (2010: 78), pembelajaran tematik dimaknai sebagai
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema – tema tertentu.
Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran.
Majid (2014: 85), juga berpendapat lagi bahwa pembelajaran
tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara
sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran
maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta
didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh
sehingga pelajaran jadi bermakna, yaitu peserta didik akan dapat
memahami konsep – konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman
langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra
maupun antar mata pelajaran.
2.2.2 Prinsip – prinsip Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid & Rochman (2014: 110), beberapa prinsip yang
berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif sebagai berikut:
1. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual,
dekat dengan dunia siswa dan ada dalam dikehidupan sehari – hari.
14
Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari
beberapa mata pelajaran.
2. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa
mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian,
materi – materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara
bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan horizontal dalam
bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Tetap
ingat, penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan
mengacu pada tujuan pembelajaran.
3. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan
tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran
tematik integratif harus mendukung pencapain tujuan utuh kegiatan
pembelajaran yang termuat dalam kurikulum.
4. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu
mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan,
kebutuhan, dan pengetahuan awal.
5. Materi pembelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan,
artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah
dipadukan.
2.2.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid & Rochman (2014: 111), sebagai model
pembelajaran sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik – karakteristik sebagai berikut:
a) Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator yaitu memberikan kemudahan – kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
15
b) Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langung
kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung
ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebgai
dasar untuk memahami hal – hal yang lebih abstrak.
c) Pemisah mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisah antar mata pelajaran
menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema – tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
d) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konse – konsep dari berbagai
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
demikian, siswa mampu memahami konsep – konsep tersebut
secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah – masalah yang dihadapi dalamkehidupan
sehari – hari.
e) Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru
dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan
mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan
siswa berada.
f) Menggunakan prinsip belajar sambil belajar dan menyenangkan
2.2.4 Rambu – rambu Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid & Rochman (2014: 112), rambu – rambu
pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:
a) Tidak semua mata pelajaran harus disatukan.
b) Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas
semester.
c) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus
dipadukan.
16
d) Kompetensi yang tidak dapat diintegrasikan dibelajarkan secara
tersendiri.
e) Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus
tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara
tersendiri.
f) Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, serta pemahaman nilai – nilai moral.
g) Tema – tema yang dipilih disesuaikan dengan kerakteristik siswa,
lingkungan dan daerah setempat.
2.2.5 Kekuatan dan keterbatasan Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid & Rochman (2014: 114), pembelajaran integratif
memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan konvensional,
yaitu:
a) Pengalaman dan kegiatan peserta didik akan selalu relevan dengan
tingkat perkembangan anak.
b) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan
kebutuhan peserta didik.
c) Seluruh kegiatan belajara lebih bermakna bagi peserta didik
sehingga hasil belajar akan dapat lebih bertahan lama.
d) Pembelajaran integratif menumbuhkembangkan keterampilan
berpikir dan sosial peserta didik.
e) Pembelajaranintegratif menyajikan kegiatan yang bersifat
pragmatis dengan permasalahan yang sering ditemui dalam
kehidupan/ lingkungan riil peserta didik.
f) Jika pembelajaran integratif di rancang bersama, dapat
meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta
didik/guru dengan narasumber, sehingga belajar lebih
menyenangkan, belajar dalamsituasi nyata, dan dalamkonteks
yang lebih bermakna.
17
Selain itu pula, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan
arti penting menurut Majid dan Rochman (2014: 115), yaitu:
a) Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak
didik
b) Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang
relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik.
c) Hasil belajar dapar bertahan lama, karena lebih berkesan dan
bermakna
d) Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan
persoalan yang dihadapi
e) Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
f) Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap
gagasan orang lain
g) Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan
yang dihadapi dalam lingkungan anak didik
Puskur, Balitbang Diknas dalam Majid dan Rochman (2014:
115), mengidentifikasi beberapa keterbatasan pembelajaran integratif
ditinjau dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
a) Aspek guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang
tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara
akademik,guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan
dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
tefokus pada bidang kajian tertentu saja.
b) Aspek peserta didik
Pembelajaran integratif menuntut kemampuan belajar
peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan
akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran integratif menekankan pada kemampuan analitis
(mengurai), kemampuan asosiatif (menghubungkan), kemampuan
18
eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila
kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran
integratif ini sangat sulit dilaksanakan.
c) Aspek sarana dan sumber pembelajaran
Pembelajaran integratif memerlukan bacaan atau sumber
informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga
fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan
mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan pembelajaran integratif juga akan
terhambat.
d) Aspek kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian
target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam
mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik.
e) Aspek penilaian
Pembelajaran integratif membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan
belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang
dipadukan. Dalam kaitan ini,guru selain dituntut untuk
menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaanpenilaian dan
pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi
dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang
berbeda.
2.2.6 Manfaat Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid dan Rochman (2014: 113) manfaat penerapan
pembelajaran tematik terpadu dalam proses pembelajaran sebagai
berikut:
a) Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas
memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa
mau menanggung risiko bersama. Misalnya, menanggapi
19
pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar
tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-
prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal dapat
diprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada
di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, diskusi
dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan
dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang
kelas.
b) Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi,
belajar berkelompok, dan memecahkan konflik, sehingga
mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial
dengan saling menghargai.
c) Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam
menciptakan kelas yang ramah otak (brain friendly classroom).
Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung,
mengoptimalkan semua sumber belajar, dan memberi peluang
peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas.
d) Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses
informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas,
namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru
dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.
e) Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada
dalam format ramah otak.
f) Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat
diaplikasijan langsung oleh peserta didik dalam konteks
kehidupannya sehari-hari.
g) Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk
menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar
ketertinggalannya, dengan dibantu oleh guru melalui pemberian
bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.
20
h) Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan
guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan
variasi cara penilaian.
2.2.7 Tahapan Pembelajaran Tematik Integratif
Menurut Majid (2014: 95), langkah guru yang akan
membelajarkan materi dengan menggunakan pendekatan tematik
integratif antara lain sebagai berikut.
a) Rasional
Keberhasilan pembelajaran tematik integratif sangat
ditentukan oleh seberapa jauh pembelajaran terpadu direncanakan
dan dikemas sesuai dengan kondisi peserta didik: minat, bakat,
kebutuhan, dan kemampuan. Karena topik dan konsep yang ada
adalam silbaus sudah ditata atas pertimbangan ini, guru cukup
mengkaji topik/konsep dalam satu tema pemersatu, kemudian
memilih tema yang aktual dan dalam wilayah pengalaman siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan
beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup
kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus, dan penyususnan rencana
pelaksanaan pembelajaran.
b) Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilaukan untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang
dipadukan dalam tema yang dipilih.
Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu sebagai berikut:
1) Mempelajarai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing – masing mata pelajaran, dilanjutkan
dengan mengidentifikasi komptensi dasar dari beberapa mata
pelajaran yang dipadukan. Setelah itu melakukan penetapan
tema pemersatu.
21
2) Menetapkan terlebih dahulu tema – tema pengikat
keterpaduan dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi
dasar dari beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema
yang ada.
c) Menentukan Tema
Menurut Forganty & Hesty dalam (Majid: 2014: 99),
pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
pengembangannya dimulai dengan menetukan topik tertentu
sebagai tema atau topik sentral. Setelah tema ditetapkan,
selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub
– sub tema dari bidang studi lain yang terkait.
Menurut Depdiknas dalam Majid (2014: 99), tema adalah
pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraan. Selanjutnya menurut Kunandar dalam Majid (2014:
99), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan
berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.
1) Cara penentuan tema
Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui
tema konseptual yang umum tetapi produktif, dapat pula
ditetapkan dengan mengasosiasi antara guru dengan siswa,
atau dengan cara berdiskusi sesama siswa. Menurut
Alwasilah dalam Majid (2014: 100), menyebutkan bahwa
tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada
di sekitar lingkungan siswa. Oleh karena itu, tema dapat
dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang
bergerak dari lingkungan terdekat siswa, kemudian beranjak
ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang
diberikan dalam penentuan tema.
22
Gambar 2.1
Pengembangan Tema
Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan
dalam menentukan tema yang akan dijadikan payung, yaitu:
a. Bersifat “fertil”, artinya tema tersebut memiliki
kemungkinan keterkaitan yang kaya dengan konsep lain.
Tema bersifat “fertil” ini biasanya berupa pola atau
siklus.
b. Tema sebaiknya dikenal oleh siswa atau bersifat
familier, sehingga siswa dapat dengan mudah
menemukan kebermaknaan dari hubungan antar –
konsepnya.
c. Tema memungkinkan untuk dilakukannya eksplorasi
dari objek atau kejadian nyata dan dekat dengan
lingkungan keseharian siswa sehingga pengembangan
pengetahuan dana keterampilan dapat dilakukan. Selain
itu juga, tema yang diambil dari dunia nyata
memungkinkan siswa melakukan penerapan konsep serta
memperoleh pengalaman nyata.
Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub –
sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang –
bidang setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101),
setelah ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu
atau payung antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan
pemetaan dengan membagi habis semua kompetensi dasar
dan indikator berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi
23
dasar yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian dibuat
diagram kaitan (jaringan) antara tema dengan kompetensi
dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema
ini selanjutnya dijabarkan dalam satuan pembelajaran yang
memuat aktivitas belajar siswa.
Dalam menetukan tema yang bermakna, kita harus
memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran
konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber
belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti,
kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan
pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain:
a. Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya
memberikan fakta – fakta kepada siswa. Tema yang baik
bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan
berpikir yang lebih tinggi.
b. Pengembangan keterampilan dan sikap, apakah tema
yang sudah disepakati bisa mengembangkan
keterampilan siswa.
c. Kesinambungan tema. Kath Murdock (1998) dalam
bukunya Classroom Connection-Strategies for
Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik
bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki
siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru.
d. Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan
sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi
dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan.
e. Terukur dan Terbukti. Guru juga perlu memperhatikan
hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam
pembelajaran temarik.
f. Kebutuhan Siswa. Dalam memilih tema, guru perlu
memperhatikan kebutuhan siswa apakah tema yang kita
pilih bisa menjawab kebutuhan siswa.
24
g. Keseimbangan Pemilihan Tema. Pembelajaran yang
cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran
tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa
bisa mempelajari 5 -6 tema. Para guru hendaknya bisa
memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran
bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains
saja, tetapi tema – tema lain bervariasi.
h. Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak
hanya mengembangkan pengetahuan dan sikap siswa,
tetapi juga bisa membimbing siswa untuk melakukan
aksi yang bermanfaat.
2) Prinsip penentuan tema
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan
beberapa prinsip yaitu:
a. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa
b. Dari mana yang termudah menuju yang sulit
c. Dari yang sederhana menuju ke yang kompleks
d. Dari yang konkret menuju ke yang abstrak
e. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses
berpikir pada diri siswa
f. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan
perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan
kemampuannya.
3) Daftar tema
Tema – tema di kelas 4 Sekolah Dasar
a. Indahnya Kebersamaan
b. Selalu Berhemat Energi
c. Peduli Makhluk Hidup
d. Berbagai Pekerjaan
e. Pahlawanku
f. Indahnya Negeriku
g. Cita – Citaku
25
h. Daerah Tempat Tinggalku
i. Makanan Sehat dan Bergizi
d) Keterhubungan Tema ke dalam KD dan Indikator
Pemetaan keterhubungan tema dengan KD dan Indikator
dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tema – tema yang digunakan
sebagaipengikat keterpaduan berbagai mata pelajaran
2. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas.
Karena matapelajaran tematik adalah keterpaduan berbagai
mata pelajaran yang diikat dengan tema, dalampemetaan
tema harus dimulai dengan pemetaan matapelajaran yang
diajarkan di kelas.
3. Mengidentifikasi Komptensi dasar setiap mata pelajaran yang
diajarkan di kelas.
4. Menjabarkan Kompetensi Dasar kedalam Indikator.
5. Menganalisis keterhubungan tema – tema dengan
Kompetensi Dasar dan indikator dari semua mata pelajaran
yang diajarkan di kelas. Analisis keterhubungan tema - tema
dengan KD dan indikator,seperti format berikut:
Tabel 2.1 Pemetaan Keterhubungan KD dan Indikator
ke dalam Tema
Mata
Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator
Tema
Peduli Terhadap
Makhluk Hidup
PPKn 3.2 Memahami pelaksanaan kewajiban
dan hak sebagai masyarakat
dalamkehidupan sehari - hari
Menjelaskan
pentingnya
melaksanakan hak
dan kewajiban
secara seimbang
ketika
memanfaatkan
tumbuhan
Subtema 1 Hewan
dan Tumbuhan di
Lingkungan
Rumahku
4.2 Melaksanakan kewajiban dan hak
sebagai warga masyarakat
dalamkehidupan sehari – hari
Menyusun rencana
melaksanakan
kewajiban terhadap
tumbuhan yang
dipelihara
Bahasa
Indonesia
3.3 Menggali informasi dari seorang
tokoh melalui wawancara
menggunakan daftar pertanyaan
Menyusun daftar
pertanyaan untuk
persiapan
wawancara
26
IPS
3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang
dan pemanfaatan sumber daya alam
untuk kesejahteraan masyarakat dari
tingkat kota/kabupaten sampai
tingkat provinsi
Mengidentifikasi
karakteristik
dataran tinggi,
dataran rendah, dan
pantai serta
pemanfaatan
sumber daya
alamnya bagi
kesejahteraan
masyarakat
IPA
3.8 Memahami pentingnya upaya
keseimbangan dan pelestarian
sumber daya alam di lingkungannya
Mengidentifikasi
masalah – masalah
keseimbangan
lingkungan
SBdP
4.8 Melakukan kegiatan upaya
pelestarian sumber daya alam
bersama orang – orang di
lingkungannya
Melakukan
identifikasi
masalah
keseimbangan
lingkungan
e) Analisis SKL, KI, dan KD
f) Menetapkan Jaringan Tema Kd/Indikator
Membuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi
dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan
tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar,
dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat
dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.
Berikut ini adalah jaringan tema kelas 4 Sekolah Dasar:
Gambar 2.2 Jaringan Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup
27
g) Menyusun Silabus
1. Pengertian silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau
kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi,
untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya
berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran,
Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu,
dan Sumber Belajar.
2. Prinsip pengembangan silabus
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung
jawabkan secara keilmuan.
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual peserta didik.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam pencapaian kompetensi.
d. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indicator, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian.
28
e. Memadai
Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
f. Aktual dan kontekstual
Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan system penilaian memperhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan
berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah
masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan
peserta didik tidak tercabut dari lingkungannya.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
3. Pengembangan silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru
mata pelajaran secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah
sekolah (MGMPS) atau beberapa sekolah, kelompok
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di bawah koor
dinasi dan supervise Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota/Provinsi.
a. Sekolah dan Komite Sekolah
Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite
sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu,
sekolah bersama komite sekolah dapat meminta
29
bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan
lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.
b. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena
sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan
silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat
mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas
atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus
yang akan di pergunakan oleh sekolah tersebut.
c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah
yayasan bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini
dimungkinkan karena sekolah dan komite sekolah karena
sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan
silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta
bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM, dan
lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam
menyusun silabus.
d. Dinas pendidikan
Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi
penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang
terdiri dari para gur berpengalaman di bidangnya masing-
masing. Dalam pengembangan silabus ini, sekolah,
kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat
meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM,
atau unit utama terkait yang ada di Departemen
Pendidikan Nasional.
4. Langkah – langkah pengembangan silabus
a. Mengsisi identitas silabus
Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas,
dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks
silabus.
30
b. Menuliskan Kompetensi Inti
Kompetensi inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan
pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus
menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills.
KI dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait
yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi
inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi
4).
c. Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata
pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari
Kompetensi Inti. KD adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang
bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai
peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan
awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran/tema.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar,
penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu
dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar.
31
ii Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran, dan
iii Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar antarmata pelajaran.
d. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran
Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus
dipertimbangkan:
1. Potensi peserta didik
2. Relevansi materi pokok dengan KI dan KD
3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan spiritual peserta didik
4. Kebermanfaatan bagi peserta didik
5. Struktur keilmuan
6. Kedalaman dan keluasaan materi
7. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan
8. Alokasi waktu
Selain itu juga harus diperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Kesahihan (validity): materi memang benar-benar
teruji kebenaran dan kesahihannya.
2. Tingkat kepentingan (significance): materi yang
diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.
3. Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan pada
jenjang berikutnya
4. Layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari
baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek
pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.
5. Menarik minat (interest): materinya menarik minat
siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih
lanjut.
32
e. Mengembangkan kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan
pembelajaran dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat
pada peserta didik. Berikut ini adalah kriteria dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain:
1. Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk
memberikan bantuan kepada para pendidik,
khususnya guru agar mereka dapat bekerja dan
melaksanakan proses pembelajaran secara
professional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2. Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas
satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
3. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan
yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan
untuk mencapai kompetensi dasar.
4. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa
(student-centered). Guru harus selalu berpikir
kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa
memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
5. Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa
pengetahuan sikap (termasuk karakter yang sesuai),
dan ketrampilan yang sesuai dengan KD.
6. Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas
memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai
Kompetensi Dasar.
7. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus
sesuai dengan hierarki konsep mata pelajaran.
33
8. Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan-
pengulangan pembelajaran materi tertentu).
9. Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran
minimal mengandung dua unsur penciri yang
mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran
siswa, yaitu kegiatan dan objek belajar.
Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan
kal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari,
mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan, di
bawah bimbingan guru
2. Mencerminkan ciri khas dalam pengembangan
kemampuan mata pelajaran/tema
3. Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber
belajar dan sarana yang tersedia
4. Bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan
individu/peroangan, berpasangan, kelompok, dan
klasikal, dan
5. Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan
individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan,
latar belakang keluarga, sosial-ekonomi, dan
budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa
yang bersangkutan.
f. Merumuskan indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur
mencakup ranah atau dimensi pengetahuan (kognitif),
ketrampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Ranah
kognitif meliputi pemahaman dan pengembangan
ketrampilan intelektual, dengan tingkatan: ingatan,
pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, evaluasi dan
kreasi. Indikator kognitif dapat dipilah menjadi indikator
34
produk dan proses. Ranah psikomotorik berhubungan
dengan gerakan sengaja yang dikendalikan oleh aktivitas
otak, umumnya berupa ketrampilan yang memerlukan
koordinasi otak dengan beberapa otot. Ranah afektif
meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan hal-hal
emosional seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme,
motivasi, dan sikap. Ranah afektif terentang mulai dari
penerimaan terhadap fenomena, tanggapan terhadap
fenomena, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau
karakterisasi. Berkaitan dengan hal ini, karakter
merupakan bagian dari indikator pada ranah afektif.
Dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria
berikut ini.
1. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indicator
(lebih dari dua).
2. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diukur dan/atau diobservasi.
3. Tingkatan kata kerja dalam indikator lebih rendah
atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK.
4. Prinsip pengembangan indikator sesuai dengan
kepentingan (Urgensi), kesinambungan (Kontinuitas),
kesesuaian (Relevansi) dan Kontekstual.
5. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan
tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk pencapaian
kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap,
berpikir, dan bertindak secara konsisten.
6. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
7. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar.
8. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan
sehari-hari (life skills).
35
9. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar
siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).
10. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
11. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
12. Menggunakan kata kerja operasional.
g. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan
hasil belajar siswa yang harus dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi
dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator yang
telah ditetapkan mencakup tiga ranah (kognitif,
psikomotor, dan afektif).
Perkembangan karakter peserta didik dapat dilihat pada
saat melakukan penilaian ranah afektif. Di dalam kegiatan
penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang
meliputi: 1. teknik penilaian 2. bentuk instrument dan 3.
contoh instrument.
1. Teknik penilaian
Teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh
untuk memperoleh informasi mengenai proses dan
produk yang dihasilkann pembelajaran yang
dilakukan peserta didik. Ada beberapa teknik yang
dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara
garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan
teknik non-tes. Penggunaan tes dan non-tes dalam
bentuk tulisan maupun lisan, pengamatan kinerja,
sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau
produk, pengguaan portofolio, dan penilaian diri.
36
Dalam melaksanakan penilain, penyusun silabus perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
i Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan
aspek-aspek yang akan dinilai sehingga
memudahkan dalam penyusunan soal.
ii Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
indikator.
iii Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu
berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan
bukan untuk menentukan posisi seseorang
terhadap kelompoknya.
iv Sistem yang direncanakan adalah sistem
penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan
dalam arti semua indikator ditagih, kemudian
hasilnya dianalisasi untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang
belum, serta untuk mengetahui kualitas siswa.
v Hasil penilaian dinalisis untuk menentukan tindak
lanjut. Pada bagian indikator yang belum tuntas
perlu dilakukan kegiatan remedial.
vi Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan
berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif,
dan psikomotor dengan menggunakan berbagai
model penilaian, baik formal maupun nonformal
secara berkesinambungan.
vii Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan
dan penggunaan informasi tentang hasil belajar
siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan,
bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai
akuntabilitas publik.
37
viii Penilaian merupakan proses identifikasi
pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang
dikemukakan melalui pernyataan yang jelas
tentang standar yang harus dan telah dicapai
disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
ix Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan
demikian, hasilnya akan memberikan gambaran
mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
x Penilaian dilakukan secara berkelanjutan
(direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
perkembangan penguasaan kompetensi siswa,
baik sebagai efek langsung maupun efek
pengiring dari proses pembelajaran.
xi Sistem penilaian harus disesuaikan dengan
kegiatan pembelajaran yang ditempuh dalam
proses pembelajaran.
2. Bentuk instrumen
Bentuk instrument yang dipilih harus sesuai dengan
teknik penilaiannya. Berikut ini disajikan ragam
teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang
didapat.
38
Tabel 2.1 Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen
Teknik Bentuk Instrumen
Tes Tulis Tes isian
1. Tes uraian
2. Tes pilihan ganda
3. Tes menjodohkan
4. Dan lain-lain
Tes Lisan Daftar pertanyaan
Unjuk Kerja 1. Tes identifikasi
2. Tes simulasi
3. Uji petik kerja produk
4. Uji petik prosedur
5. Uji petik prosedur dan produk
Penugasan 1. Tugas proyek
2. Tugas rumah
Observasi Lembar observasi
Wawancara Pedoman wawancara
Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau
prestasi siswa
Penilaian Diri Lembar penilaian diri
Sumber: Majid (2014)
3. Contoh instrumen
Setelah dibuat bentuk instrumennya, selanjutnya
dibuat contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan
di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun,
apabila dipandang hal itu menyulitkan karena kolom
yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh
instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran.
h. Menentukan alokasi waktu
Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu
dengan memperhatikan:
1. Minggu efektif per semester
2. Alokasi waktu mata pelajaran per minggu
3. Jumlah kompetensi per semester
39
Alokasi waktu yang dicamtumkan di silabus merupakan
perkiraan waktu rata-rata untuk menguasai kompetensi
dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
i. Menentukan sumber belajar
Menurut Modul PLPG dalam Majid (2014), sumber
belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam
kegiatan pembelajaran yang dapat berupa: buku teks,
media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan
alam sekitar, dan sebagainya.
h) Penyusunan Rencana Pembelajaran (RPP)
1. Pengertian RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah srencana
yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam
silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas
mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu)
atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau
lebih.
Khusus untuk RPP tematik, pengertian satu KD asalah satu
KD untuk setiap mata pelajaran. Maksudnya, dalam
penyusun RPP Tematik, guru harus mengembangkan tema
berdasarkan satu KD yang terdapat dalam setiap mata
pelajaran yang di anggap relevan.
2. Prinsip – prinsip pengembangan RPP
Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis
kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat,
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar
40
belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan
peserta didik.
2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik.
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada
peserta didik untuk mendorong motivasi, minat,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat
belajar.
3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remidial.
5) Keterkaitan dan keterpaduan.
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar. RPP disusun dengan
mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keragaman budaya.
6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan
teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan ssituasi dan kondisi.
3. Komponen dan langkah – langkah pengembangan RPP
a. Mencantumkan identitas
Identiras meliputi: Sekolah, Kelas/Semester, Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indokator, Alokasi
Waktu.
41
b. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran memuat penguasaaan kompetensi
yang bersifat operasional yang ditargetkan/dicapai dalam
RPP. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan mengacu
pada rumusan yang terdapat dalam indikator, dalam
bentuk pernytaan yang operasional. Dengan demikian,
jumlah rumusan tujuan pembelajaran dapat sama atau
lebih banyak daripada indikator.
c. Mencantumkan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang harus diketahui
adalah bahwa materi dlama RPP merupakan
pengembangan dari matri pokok yang terapat dalam
silabus. Oleh karena itu, materi pembelajaran dalma RPP
harus dikembangkan secara terinci bahkan jika perlu
guru dapat mengembangkannya menjadi Buku Siswa.
d. Mencantumkan Model/Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar – benar sebagai metode,
tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau
pendekatan pembelajaran. Penetapan ini diambil
bergantung pada karakterisitik pendekatan dan atau
strategi yang dipilih. Selain itu, pemilihan
metode/pendektan bergantung pada jenis materi yang
akan diajarkan kepada peserta didik. Ingatlah, tidak ada
satu metode pun yang dapat digunakan untuk
mengajarkan semua materi.
e. Mencantumkan Langkah – langkah Kegiatan
Pembelajaran.
Untuk mencapai satu kompetensi dasar harus
dicantumkan langkah – langkah kegiatan setiap
pertemuan. Pada dasarnya, langkah – langkah kegiatan
memuat pendahuluan/kegiatan awal, kegiatan inti, dan
42
kegiatan penutup, dan masing – masing disertai alokasi
waktu yang dibtuuhkan. Akan tetapi, dimungkinkan
dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan
karakteristik model yang dipilih, menggunakan sintaks
yang sesuai dengan modelnya. Selain itu, apabila
kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu kali pertemuan,
hendaknya diperjelas pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-
2 atau seterusnya.
f. Mencantumkan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar.
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan
yang terdapat dalam silabus. Jika memungkinkan, dalam
satu perencanaan disiapkan media, alat/bahan, dan
sumber belajar. Apabila ketiga aspek ini dipenuhi,
penyusun harus mengeksplitkan secara jelas: a) media, b)
alat/bahan, dan c) sumber belajar yang digunakan. Oleh
karena itu, guru harus memahami secara benar
pengertian media, alat, bahan, dan sumber belajar.
g. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas jenis/teknik penilaian, bentuk
instrumen, dan instrumen yang digunakan untuk
mengukur ketercapaian indikator dan tujuan
pembelajaran. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam
bentuk matriks horizontal maupun vertikal. Dalam
penilaian henakdanya dicantumkan: teknik/jenis, bentuk
instrumen dan insrumen, kunci jawaban/rambu – rambu
jawaban dan pedoman penskorannya.
i) Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Secara procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh
diterapkan ke dalam tiga langkah sebafai berikut.
1. Kegiatan awal/pembuka (opening)
Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah untuk
menarik perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara
43
seperti meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman
belajar yang akan dilakukan berguna untuk dirinya,
melakukan hal-hal yang dianggap aneh bagi siswa,
melakukan interaksi yang menyenangkan. Selain itu kegiatan
pembuka juga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa,
yang dapat dilakukan dengan cara seperti membangun
suasana akrab sehingga siswa merasa dekat, misalnya
menyapa dan berkomunikasi secara kekeluargaan,
menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak siswa
untuk mempelajari suatu kasus yang sedang hangat
dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang
akan dilakukan dengan kebutuhan siswa. Menurut Sanjaya
dalam Majid (2014), kegiatan pembuka juga bertujuan
memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran
yang akan dilakukan, yang dapat dilakukan dengan cara
seperti mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-
tugas yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan
pencapaian tujuan.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan inti dilakukan pembahasan
terhadap tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar
dengan menggunakan multimetode dan media sehingga siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Alwasih
dalam Majid (2014) mengungkapkan bahwa pada waktu
penyajian dan pembahasan tema, guru dalam penyajiannya
hendaknya lebih berperan sebagai fasilitator. Selain itu guru
harus pula mampu berperan sebagai model pembelajaran
yang baik bagi siswa. Artinya guru secara aktif dalam
kegiatan belajar berkolaborasi dan berdiskusi dengan siswa
dalam mempelajari tema atau subtema yang sedang
dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh Nasution
44
(2004:4) dalam Majid (2014) sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak segingga menjadi proses
belajar.
Dengan demikian pada langkah kegiatan inti guru
menggunakan strategi pembelajaran dengan upaya
menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa
aktif mempelajari permasalahan berkenaan dengan tema atau
subtema. Pembelajaran dalam hal ini dilakukan melalui
berbagai kegiatan agar siswa mengalami, mengerjakan,
memahami, atau disebut dengan belajar melalui proses
(Wijaya, dkk: 1988: 188) dalam Majid (2014). Untuk itu
maka selama proses pembelajaran siswa mengamati obyek
nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar,
melaporkan hasil pengamatan, melakukan permainan,
berdialog, bercerita, mengarang, membaca sumber-sumber
bacaan, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta bermain
peran. Selama proses pembelajaran hendaknya guru selalu
memberikan umpan agar anak berusaha mencari jawaban dari
permasalahan yang dipelajari. Umpan dapat diberkan guru
melalui pertanyaan-pertanyaan menantang yang
membangkitkan anak untuk berpikir dan mencari solusi
melalui kegiatan belajar.
3. Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dapat diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan
maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang
apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan
pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilah
siswa serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses
pembeljaran. Cara yang dapat dilakukan dalam menutup
pembelajaran adalah meninjau kembali dan mengadakan
45
evaluasi pada akhir pembelajaran. Dalam kegiatan meninjau
kembali dapat dilakukan dengan merangkum inti
pembelajaran atau membuat ringkasan. Dalam kegiatan
evaluasi guru dapat menggunakan bentuk-bentuk
mendemonstrasikan ketrampilan, mengaplikasikan ide-ide
baru pada situasi lain, mengekspresikan pendapat siswa
sendiri atau mengerjakan soal-soal tertulis (Hadisubroto dan
Herawati: 1998: 517) dalam Majid (2014).
Berkaitan dalam evaluasi Vogt (2001:7) dalam Majid (2014)
menyebutkan bahwa assessment dapat dilakukan secara
kolaboratif dan sportif antara siswa dan guru. Assessment
dapat dilakukan secara formal dan informal. Formal
assessment dapat berupa tes khusus seperti membaca,
menulis dan penggunaan bahasa, sedangkan informal
assessment berkaitan dengan kemajuan siswa yang dapat
dilakukan melalui catatan anekdot, observasi, diskusi
kelompok, refleksi dan diskusi kelompok belajar. Self
assesmen bagi siswa akan membantu untuk dapat mengukur
kemajuan diri. Mereka juga dapat mengetahui apa yang telah
mereka pelajari. Caranya dapat menggunakan checklist,
refleksi tertulis, atau jurnal.
2.3 Hakikat Model Pendekatan Contextual Teaching adn Learning (CTL)
2.3.1 Pengertian
Menurut KUBI dalam Kesuma (2010: 57), kata kontekstual
(contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks,
suasana, dan keadaan (konteks)”. Sehingga Contextual Teaching and
Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual
mengandung arti: Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan
langsung, mengikuti kontesk; yang memebawa maksud, makna, dan
kepentingan.
46
Sedangkan menurut Kesuma (2010: 73), Contextual Teaching and
Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
perencanaan dalam kehidupan mereka sehari – hari.
Lalu menurut Hamruni (2012: 173), pembelajaran kontekstual
adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
2.3.2 Karakteristik CTL
Menurut Kesuma (2010: 84), adapun beberapa karakteristik yang
dimiliki oleh model pendekatan CTL, yaitu:
a) Materi ajar disesuaikan dengan konteks kehidupan siswa;
b) Mengaitkan pengalaman siswa dengan masalah lainnya yang lebih
besar (terintegrasi);
c) Memperhatikan apa yang menjadi daya tarik siswa;
d) Memperhatikan pengalaman empiris siswa;
e) Membangun perubahan perilaku siswa dengan gembira
(menyenangkan);
f) Menumbuhkan kesadaran bekerja sama (kolegalitas);
g) Membentuk komunitas belajar (learning community).
2.3.3 Asas – asas CTL
Menurut Hamruni (2012: 181), pembelajaran kontekstual sebagai suatu
pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas (komponen). Asas – asas
inilah yang melandasi pelaksanaan pembelajaran kontekstual (CTL),
yaitu:
a) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
47
berasalah dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam
diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua
faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan
kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua
faktor itu smaa pentingnya, dengan demikian pengetahuan itu tidak
bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang
melihat dan mengkonstruksinya,
Menurt Suparno dalam Kesuma (2010: 63), secara garis besar
prinsip – prinsip konstruktivisme yang diambil adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal
maupun secara sosial;
2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali
dengan kearifan siswa sendiri untuk eblajar;
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga
terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci,
lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah;
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar
proses konstruksi siswa berjalan mulus.
b) Inkuiri
Inkuiri berarti proses pembeljaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Penerapan asas
inkuiri dalam pembelajaran kontesktual, dimulai dari aadanya
kesadaran siswa akan maslaah yang jelas yang ingin
dipecahkan.dengan demikian, siswa harus didorong untuk
menemukan maslaah. Jika masalah telah diphami dengan batasan –
batasan yang jela, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis
atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang
diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk
melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala
data terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis
sebagai dasar dalam merumuskan kesimpilan. Asas menemukan
seperti yang digambarkan tersebut, merupakan asas penting dalam
48
pembelajarana kontesktual. Melalui proses berpikir yang sistemaris
seperti di atas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional,
dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebgai dasar
pembentukan kreativitas.
Menurut Kesuma (2010: 64), ada beberapa langkah dalam kegiatan
menemukan (inkuiri) yang dapat dipraktekkan di kelas, yaitu: a)
merumuskan masalah, b) mengamati dan melakukan observasi, c)
menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan,
tabel, dan karya lainnya, dan d) mengkomunikasikannya atau
menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, atau
audien yang lain.
c) Bertanya (Questioning)
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan
setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran
kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan
tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu
peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan –
pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kemmapuan bertanya
sangan penting, karena digunakan untuk berbagai tujuan, anatara
lain:
1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi
2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
3. Merangsang keingitntahuan siswa terhadap sesuatu
4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan
5. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu
49
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat
belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok – kelompok yang
anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan
kecepatan belajrnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.
e) Pemodelan (Modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses
modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru
memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelejaran
kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teroretik – abtsrak.
f) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali
kejadian – kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan
dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan
menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilkinya. Bisa terjadi
melalui proses refleksi siswa kan mempengaruhi pengetahuannya
yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalaman be;jarnya
sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkannya.
g) Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Penilaiannya nyata (authentic assesment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
50
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar – benar belajar
atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh
yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun
mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi
dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus
menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab
itu, tekanannya diarahkan kepad aproses belajar bukan kepada hasil
belajar.
2.3.4 Strategi CTL
Bern dan Erickson dalam Komalasari (2013: 23), mengemukakakn lima
strategi dalam mengimplementasikan CTL, yaitu:
1. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning),
pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah
dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari
berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulan dan
menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
2. Cooperative learning (pembelajaran kooperatif), pendekatan
mengorganisasikan pembelajaran dengan mnggunakan kelompok
belajar kecil di mana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan
bembelajaran.
3. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pendekatan
yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disipin,
melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh
makna lainnya, mendorong isswa untuk bekerja menaidir
membangun pembelajaran, dan akhirnya menghasilkan karya nyata.
4. Pembelajaran pelayanan (service learning), pendekatan yang
menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan
pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat
melalui proyek dan aktivitas.
5. Pembelajaran berbasis kerja (work-based learning), pendekatan di
mana temapt kerja, atau seperi tempat kerja, kegiatan terintegrasi
dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.
51
2.3.5 Tahapan CTL
Untuk mencapai kompetensi yang sama dalam menggunakan
konstekstual, maka guru melakukan langkah – langkah pembelajaran
seperti di bawah ini.
a) Pendahuluan
1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi
pelajaran yang akan dipelajari.
2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: siswa
dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
siswa.
3. Guru melakukan tanya jawab sekita tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.
b) Inti
Di lapangan, siswa melakukan hal – hal berikut:
1. Melakukan wawancara sesuai dengan pembagian tugas
kelompok.
2. Mencatat hal – hal yang mereka temukan sesuai dengan alat
observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas, siswa melakukan hal – hal berikut:
1. Mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing – masing.
2. Maleporkan hasil diskusi.
3. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok lain.
c) Penutup
1. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkasn hasil wawancara
sekitar masalah sesuai dengan indikator hasil belajar yang
harus dicapai.
2. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka dengan tema materi pelajaran yang
telah dipelajari.
52
2.3.6 Perbedaan CTL dengan Model Konvensional
Menurut Kesuma (2010: 85), adapun beberapa perbedaan CTL dengan
model konvensional, yaitu:
Tabel 2.2 Perbedaan CTL dengan Model Konvensional
Model CTL Model Konvensional
Belajar berdasarkan pengalaman
nyata siswa
Belajar berdasarkan abstraksi
Siswa berupaya mempelajari Siswa berupaya mengetahui
Siswa menemukan sendiri Siswa diberitahu guru
Siswa sebagai pusat
pembelajaran (siswa sebagai
subjek ajar)
Guru sebagai pusat pembelajaran
(siswa sebagai objek ajar)
Guru memberikan penguatan Guru memberikan kesimpulan
Siswa memahami makna
pembelajaran
Siswa menghafal materi
pembelajaran
2.4 Hakikat Desain Pembelajaran tematik Integratif Menggunakan Model
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
2.4.1 Pengertian
Desain Pembelajaran Tematik Integratif Menggunakan Model
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah upaya
perencanaan proses pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran tertentu yang dilakukan
dengan konsep kontekstual yaitu mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga menikngkatkan
kinerja peserta didik.
2.4.2 Langkah – Langkah Desain Pembelajaran tematik Integratif
Menggunakan Model Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL)
Langkah – langkah dalam mendesain pembelajaran tematik integratif
menggunakan model pendekatan CTL ini diadaptasi dari teori yang
dikembangkan oleh Suparman (2014: 131).
53
a) Tahap mengidentifikasi
Melakukan analisis insruksional, yaitu dengan menjabarkan
kompetensi umum menjadi subkompetensi, KD atau kompetensi
khusus yang tersusun secara logis dan sistematik. Di dalam tahap
ini peneliti melakukan analisis SKL, KI, KD, dan membuat
indikator yang menghasilkan tabel hasil analisis SKL, KI, KD, dan
membuat indikator.
b) Tahap mengembangkan
1. Menulis tujuan instruksional khusus
Menulis tujuan instruksional khusus merupakan satu – satunya
alat untuk menguji valisitas tes dengan kata lain isi pelajaran
yang akan diajarkan sesuai dengan apa yang akan dicapai.
Peneliti menuliskan bahwa tujuan dari desain pembelajaran
tematik integratif ini adalan sebagai pedoman bagi guru dalam
merancang dan mengembangkan Pembalejaran Tematik
Integratif Menggunakan Model Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) kelas 4 SD.
2. Menyusun alat penilaian belajar
Alat penilaian yang dikembangkan oleh peneliti digunakan
untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompoetensi yang tercantum dalam tujuan desain
pembelajaran tematik integratif ini.
3. Mengembangkan bahan instruksional
Di dalam tahap ini produk yang dikembangkan yaitu silabus,
RPP, dan penggalan buku siswa, yang sebelumnya dilakukan
membuat keterhubungan antara KD dan indikator dengan
subtema serta membuat jaringan KD.
c) Tahap mengevaluasi
Menyusun dan melaksanakan evaluasi formatif, yang dimaksudkan
utnuk mendapatkan umpan balik dari para pakar, peserta didik,
pengajar, dan sumber lain yang relevan.
54
2.5 Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses pembelajaran berupa nilai
yang diperoleh dari proses pembelajaran itu sendiri. Hasil belajar tidak hanya
berupa nilai, tetapi juga perubahan tingkah laku yang diperoleh dari
pengetahuan setelah belajar. Menurut Winarni (2012: 138) hasil belajar
adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Setelah siswa belajar berarti mereka telah memiliki
pengetahuan dari pengalaman belajarnya.
Menurut Susanto (2013 : 5) secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil
belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku
menjadi yang lebih baik. Makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah
mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh merupakan
suatu pencapaian setelah mengalami proses belajar dan menunjukkan adanya
perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi tahu sesuai dengan
pengalaman belajarnya melalui evaluasi belajar.
2.6 Tema 3 Subtema 1 Hewan dan Tumbuhan di Lingkungan Rumahku
Kelas 4
Pada tema 3 terdapat beberapa subtema, salah satunya adalah subtema 1
Hewan dan Tumbuhan di Lingkungan Rumahku. Berikut penjelasan
mengenai Kompetensi Inti Kelas 4, dan pemetaan Kompetensi Dasar.
a) Kompetensi Inti Kelas 4
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang
dianutnya.
55
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,
peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman,
guru, dan tetangganya.
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati
[mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda – benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis,
dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan
perilaku anak bermain dan berakhlak mulia.
b) Standar Kompetensi Lulusan
Tabel 2.3 SKL Kelas 4 Sekolah Dasar
Domain SD/MI
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap
orang beriman, berakhlak mulia, berilmu,
percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam di lingkungan rumah,
sekolah, dan tempat bermain.
Keterampilan
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena
dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah,
dan tempat bermain.
Pengetahuan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan
konkret sesuai dengan yang ditugaskan
kepadanya.
56
c) Kompetensi Dsar 1, 2,3, dan 4 Subtema 1
Bahasa Indonesia
Kompetensi Dasar
3.3 Menggali informasi dari seorang tokoh melalui wawancara
menggunakan daftar pertanyaan.
4.3 Melaporkan hasil wawancara menggunakan kosakata baku dan
kalimat efektif dalam bentuk teks tulisan.
Matematika
Kompetensi Dasar
3.3 Menejelaskan dan melakukan penaksiran dari jumlah, selisih, hasil
kali dan hasil bagi dua bilangan cacah maupun pecahan.
3.4 Menyelesaikan masalah penaksiran dari jumlah, selisih, hasil kali dan
hasil bagi dua bilangan cacah maupun pecahan.
IPS
Kompetensi Dasar
3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya
alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota.kabupaten
sampai tingkat provinsi.
4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakterisitk ruang dan pemanfaat
sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/
kabupaten sampai tingkat provinsi.
SBdP
Kompetensi Dasar
3.8 Memahami pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber
daya alam di lingkungannya.
4.8 Melaksanakan kegiatan upaya pelestarian sumber daya alam bersama
orang – orang di lingkungannya.
PPKn
Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menjalankan ajaran agamma yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru.
57
1.2 Menerima hak dan kewajiban sebagai amanah warga masyarakat
dalam kehidupan sehari – hari.
2.2 Menerima hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dalam
kehidupan sehari – hari.
3.2 Memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dalam
kehidupan sehari – hari.
4.2 Bekerjasama melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga
masyarakat dalam kehidupan sehari – hari.
PJOK
Kompetensi Dasar
3.2 Memahami prosedur variasi pola gerak dasar indikator, non-
lokomotor, dan manipulatif sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha,
dan keterhubungan dalam permainan bola kecil sederhana dan atau
tradisional.
4.2 Mempraktikan prosedur variasi pola gerak dasar lokomotor, non-
lokomotor, dan manipulatif sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha,
dan keterhubungan dalam permainan bola kecil sederhana dan atau
tradisional.
IPA
Kompetensi Dasar
3.1 Memahami hubungan antara bentuk dan fungsi bagian tubuh hewan
dan tumbuhan.
4.1 Menyajikan laporan hasil pengamatan tentang bentuk dan fungsi
bagian tubuh hewan dan tumbuhan.
3.8 Memahami pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber
daya alam di lingkungannya.
4.8 Melaksanakan kegiatan upaya pelestarian sumber daya alam bersama
orang – orang di lingkungannya.
2.7 Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian Sa’dun Akbar, I Wayan Sutama, Pujianto (2010) dengan judul
“Pengembangan Model Pembelajaran Tematik untuk Kelas 1 dan Kelas 2
Sekolah Dasar”. Secara umum penelitian ini dapat menghasilkan model-
58
model pembelajaran tematik yang layak dan valid dengan tingkat
validitas yang bervariasi, dapatd iterapkan dalam praktik pembelajaran
sehari-hari di kelas, dan efektif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
ditargetkan.
2. Penelitian Agustiningsih (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik Berbasis Pada Pendekatan Scientific Mengacu
Pada Kurikulum 2013 Untuk Kelas Tinggi Sekolah Dasar”. Penelitian ini
menunjukkan kualitas perangkat pembelajaran dengan model
pembelajaran tematik berbasis pada pendekatan scientific untuk kelas
tinggi Sekolah Dasar yang dikembangkan adalah memiliki kualitas
baik dan telah memenuhi kelayakan sebagai perangkat pembelajaran
dalam rangka mendukung penerapan kurikulum 2013. Penerapan
Perangka Pembelajaran pendekatan scientific IPA ini juga efektif
menunjang kegiatan belajar mengajar IPA pada pokok bahasan
sistem pernapasan pada manusia.
3. Penelitian Fatchurrohman (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik Integratif Eksternal dan Internal di Madrasah
Ibtidaiyah”. Berdasarkan penelitian ini menunjukkan hasil guru merasa
nyaman dan cocok mengajar dengan model tersebut karena tidak harus
melakukan pergantian jam pelajaran dari tema biasa ke pembelajaran
PAI. Peserta didik juga terlihat senang mengikuti pembelajaran
tersebut dan dari hasil evaluasinya menunjukkan hasil yang baik.
4. Penelitian Asep Herry Hermawan (2015) dengan judul “Pengembangan
Model Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar”. Dalam
penelitian ini menunjukkan hasil bahwa guru memberikan respon positif
dan hasil juga menyatakan bahwa model ini layak digunakan dalam
pembelajaran.
5. Penelitian Jamaluddin (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik Terpadu Kontekstual Bagi Anak Usia Dini di
Taman Kanak – Kanak Kelompok B”. Dalam penelitian ini menunjukkan
hasil model dapat mendorong anak mampu lebih baik dalam melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
59
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui
setelah menerima materi pembelajaran. Guru juga memberikan respon
positif dan menunjukan presentase kefektifan mencapai ≥90%.
6. Penelitian Anita Eka Sari, H.M Asrori, Dede Suratman (2014) dengan
judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Melalui Media
Adobe Flash di Kelas III SD Islam Al Azhar 21 Pontianak”. Penelitian
ini menunjukkan hasil bahwa perilaku belajar yang ditunjukkan oleh
peserta didik dalam pembelajaran tematik sudah baik, dimana peserta
didik menunjukkan sikap semangat, aktif, antusias, kemandirian dalam
be;ajar, percaya diri, mampu bekerjasama dan bertanggung jawab dalam
seluruh kegiatan pembelajaran. Di samping itu, perolehan belajar peserta
didik yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam pembelajaran tematik
sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan peserta didik
menggunakan kemampuan pengetahuaanya berupa fakta, konsep, prinsip,
dan prosedur dalam menyelesaikan tugas – tugas belajar yang ada.
7. Penelitian Pidtajeng (2009) dengan judul “Peningkatan Kerja Ilmiah
Siswa Kelas II SD Dengan Pengembangan Pembelajaran Tematik”.
Penenelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pengembangan
pembelajaran tematik dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah
siswa dari peringkat kurang menjadi baik. Peningkatan kemampuan kerja
ilmiah sangat mungkin dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
8. Penelitian Isniatun Munawaroh (2014) dengan judul “Pengembangan
Model Pembelajaran Tematik untuk Mengembangkan Keterampilan
Berpikir Kritis siswa SD Kelas Rendah”. Hasil validasi
menunjukanmodel cukup valid dengan tingkat presentase 95%, dilihat
dari kenaikan skor nilai pre-test terhadap skor nilai post-test. Hasil
tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematik telah valid dan
layak digunakan dalam pembelajaran.
9. Research of Alif Mudiono, Muhana Gipayana, Suhel Madyono (2016),
entitled “Developing of Integrated Thematic Learning Model through
Scientific Approaching with Discovery Learning Technique in
Elementary School”. The conclusion of this study covered several
60
matters. In the small scale teacher was comprehended the necessary of
developing the model of integrated thematic learning using scientific
approaching with discovery learning technique in IV (four) grade of
elementary school. Besides, teacher built the interaction with students
attained to implement of collaboration or approval each other, so the
learning activity could be interesting and impressing and created the
student could think critical and creative to receive something.
10. Research of Yeng-Tin Ling, Min Jou (2013), entitled “Development of
an Integrated Learning Environment with Knowledge Management for
Cultivating Student Critical Thinking Skills”. The conclusion of this
study covered several matters. Students now enjoy extremly accessible
information, and become increasingly prone to rapid brwosing or
skimming of information and the future direction of this study would be
apply approriate web applications in strengtheninh the proposed learning
environment for various subjects, diciplines and educational pedagogies.
2.7 Kerangka Pikir
Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran di SD/MI menggunakan
pendekatan tema integratif, dimana pembelajaran tematik integratif menjadi
sebuah kebutuhan bagi siswa sekolah dasar/ madrasah intidaiyah saat ini.
Pendekatan tematik integratif dalam kurikulum 2013 ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada
pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia secara utuh, terpadu, dan,
seimbang, seimbang sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada
setiap satuan pendidikan. Dalam implementasi kutikulum 2013 diharapkan
siswa mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji, menganalisis, dan mempersonalisasikan nilai –
nilai karakter serta akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari –
hari.
Pembelajaran yang diikuti oleh siswa terkadang tidak sesuai dengan
keadaan atau situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa tidak bisa menerapkan
pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Dengan menggunakan
61
pendekatan CTL di dalam pembelajaran, siswa dapat mengimplementasikan
ilmu atau pengetahuan yang diperoleh di kehidupan nyata siswa serta dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran.
2.8 Model hipotetik
Untuk mencapai tujuan tertentu maka harus melewati suatu prosedur
atau langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah Desain pembelajaran
Tematik Integratif menggunakan model pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang pertama adalah memilih tema. Pada tahap memilih
tema dilakukan pengembangan sub tema yang dipadukan dengan lingkungan
sekitar sehingga sub tema yang dikembangkan sesuai dengan model
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pada tahap
mengembangkan sub tema dihasilkan produk berupa jaringan sub-sub tema.
Langkah kedua melakukan analisis SKL, KI, KD dan membuat Indikator
menghasilkan produk berupa tabel analisis SKL, KI, KD dan membuat
Indikator. Langkah ketiga membuat hubungan pemetaan antara KD dan
indikator menghasilkan tabel keterhubungan KD dan indikator. Langkah
keempat membuat jaringan KD. Pada tahap ini selain mengembangkan
jaringan KD juga mengembangkan jaringan indikator yang akhirnya
menghasilkan produk jaringan KD dan Indikator. Langkah kelima yaitu
menyusun silabus yang menghasilkan silabus, dan langkah terakhir menyusun
RPP yang menghasilkan RPP. Pada langkah penyusunan RPP terdapat tahap
untuk mengembangkan materi, sehingga perlu dilakukan pengembangan
materi. Materi yang dikembangkan disusun dalam Buku Siswa sehingga perlu
melakukan penyusunan Buku siswa.
Tujuan Model Desain Pembelajaran Tematik Integratif Menggunakan
Model Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebagai
pedoman bagi guru dalam merancang dan mengembangkan pembelajaran
Tematik Integratif yang digunakan guru untuk melaksanakan pembelajaran
sehingga berdampak pada kompetensi Hasil Belajar.
Berdasarkan diskripsi di atas model desain pembelajaran Tematik
Integratif Menggunakan Model Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) diwujudkan dalam gambar 2.3 berikut
62
Gambar 2.3 Model Desain Pembelajaran Tematik integratif Menggunakan
Model Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Contextual
Teaching and
Learning (CTL)
Memilih Tema
Mengembangkan
Subtema
Melakukan analisis
SKL, KI, KD dan
membuat indikator
Membuat hubungan
pemetaan antara KD
dan indikator dengan
tema
Membuat jaringan KD
Menyusun silabus
Menyusun RPP
Menyusun Buku Siswa
Tabel analisis SKL,
KI, KD dan membuat
indikator
Tabel keterhubungan
KD dan indikator
dengan subtema
Jaringan KD dan
indikator
Silabus
RPP
Menyusun Buku Siswa
Pedoman bagi guru dalam merancang dan
mengembangkan pembelajaran Tematik
Integratif Menggunakan Model
Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Kompetensi Hasil Belajar
Tahap Mengidentifikasi
Tahap
Mengembangkan
Tahap Mengevaluasi