bab ii kajian pustaka 2.1 kain tenun kain tenun dibentuk

55
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau menyilangkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus sehingga membentuk kain tenun dengan konstruksi tertentu. Prinsip pembuatan kain tenun, adalah menyilangkan benang pakan pada celah deretan benang lusi yang disusun memanjang dari gulungan benang yang dipersiapkan sebelumnya. Proses pembuatan kain yang dibentuk oleh silangan atau anyaman benang lusi dan pakan disebut menenun. Benang lusi (warp) : benang yang membujur membentuk panjang kain endek. Benang pakan (weft) : benang yang melintang membentuk lebar kain. Menurut Syahbana, dan Dimyati (2011) kain tenun dalam cara pembuatannya dikenal tiga cara silang utama, yaitu : 1. silang polos (Plain weave) dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Gambar 2.1 Jenis Tenunan Polos Benang Lusi Benang Pakan

Upload: trinhnhi

Post on 30-Dec-2016

364 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kain Tenun

Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau menyilangkan dua

kelompok benang yang saling tegak lurus sehingga membentuk kain tenun

dengan konstruksi tertentu. Prinsip pembuatan kain tenun, adalah menyilangkan

benang pakan pada celah deretan benang lusi yang disusun memanjang dari

gulungan benang yang dipersiapkan sebelumnya. Proses pembuatan kain yang

dibentuk oleh silangan atau anyaman benang lusi dan pakan disebut menenun.

Benang lusi (warp) : benang yang membujur membentuk panjang kain endek.

Benang pakan (weft) : benang yang melintang membentuk lebar kain. Menurut

Syahbana, dan Dimyati (2011) kain tenun dalam cara pembuatannya dikenal tiga

cara silang utama, yaitu :

1. silang polos (Plain weave) dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Jenis Tenunan Polos

Benang Lusi

Benang Pakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

14

Gambar 2.2 Kain Tenun Polos

2. silang kepar (twill weave),

Dalam proses penyilangannya, apabila pada baris pertama penyilangan

biasa maka, pada baris kedua benang pakan loncat tiga benang dari baris awal

pada penyilangan pertama. Karena perbedaan loncatan dengan baris sebelumnya

maka akan nampak seperti garis yang menyilang ke kiri atau ke kanan seperti

yang di tunjukkan pada Gambar 2.3. Contoh kain dari jenis silang kepar ialah :

jean, denim, gobardine.

Gambar 2.3 Jenis Tenunan Silang Kepar

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

15

3. silang satin (saten weave)

Contoh produk tekstil jenis silang satin adalah satin, damast, dan lain-lain

seperti digambarkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Silang Satin

2.1.1 Proses Pembuatan Kain Tenun Endek

Pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya persilangan antara dua

benang yang terjalin saling tegak lurus satu sama lain. Proses pembuatan kain

dilakukan dengan dua proses yaitu proses persiapan tenunan dan proses

penenunan seperti Gambar 2.5.

Proses persiapan tenunan yang dilakukan antara lain:

I. Proses yang dilakukan pada benang lusi.

a) Proses Pengkelosan

Kelos (memintal) gunanya untuk memudahkan dalam menata benang. Pada

proses ini benang dipintal menjadi gulungan-gulungan kecil. Dari satu pak

benang dengan berat lima kilogram, akan menjadi 30 buah kon benang yang

sudah tergulung.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

16

Gambar 2.5 Proses Pembuatan Kain Tenun Endek

b) Proses pencelupan warna

Proses pewarnaan adalah proses pemberian warna secara merata pada bahan

tekstil dengan cara dicelup.

c) Proses Penghanian (proses merapatkan benang)

adalah mengatur dan menggulung benang lusi pada boom (merupakan alat

untuk menggulung benang lusi pada alat tenun) lusi atau boom tenun dengan

sistem penggulungan sejajar. Tujuan proses penghanian adalah agar proses

selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu seluruh benang yang

digulung harus sama panjang dan lebarnya (pada umumnya adalah 3600 helai

benang).

d) Proses Pencucukan

Pencucukan adalah proses pemasukan benang lusi yang dilakukan secara dua

tahap, yaitu proses pencucukan pada mata gun (kawat yang mempunyai

lubang di tengahnya pada alat tenun) dan proses pencucukan pada sisir tenun.

I. Persiapan Lusi

a. Pengkelosan

b. Pencelupan

c. Penghanian

d. Pencucukan

II. Persiapan Pakan

a. Pengkelosan

b. Pemidangan (Mempen)

c. Pengikatan (motif)

d. Pewarnaan (Pencelupan)

e. Nyantri (Pencoletan)

f. Pengginciran

g. Pemaletan

III. Penenunan/Penyetelan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

17

II. Proses yang dilakukan pada benang pakan.

a) Proses Pengkelosan

Penggulungan benang ke dalam kon pada Gambar 2.6, menyiapkan benang

satu pak (lima kg), menghasilkan 30 kon buah benang.

Gambar 2.6 Proses Pengkelosan

b) Pemidangan

Benang yang sudah dikelos dimasukan ke dalam rak benang, kemudian ditata

ke dalam penamplik untuk menghitung jumlah putaran atau tumpukkan

dengan tujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang kita inginkan

(yang biasa dipakai di Bali putaran atau tumpukan dua dan lima), disajikan

pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proses Midang

Benang kon

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

18

c) Pengikatan

Proses pengikatan menggunakan tali rapia sesuai dengan motif yang telah di

tentukan atau menyesuaikan dengan pesanan (Gambar 2.8). Prof A.R Hein

pada tahun 1880 memperkenalkan istilah ikat dalam menenun, yang dalam

bahasa Belanda, disebut ikatten. Dalam bahasa Inggris, kata ikat berarti hasil

selesai dari kain tenun yang dibuat dengan teknik ikat dan to ikat untuk arti

proses dari tekniknya (Gardutroso, 2009). Kain tenun endek dihasilkan,

karena adanya proses ikat dan pemberian motif pada benang pakan. Teknik

ikat atau endek berarti mengikat bagian-bagian benang dengan tujuan agar

ketika dicelup tidak terkena warna celupan sementara bagian lain dibiarkan

agar terwarnai saat dicelupkan. Hasil yang diperoleh adanya perbedaaan warna

yang membentuk motif kain tenun endek tersebut.

Gambar 2.8 Proses Pengikatan

d) Pewarnaan dasar (Pencelupan).

Proses pencelupan untuk warna dasar atau disesuaikan dengan persyaratan

pelanggan. Benang yang akan dicelup direbus terlebih dahulu selama 30 menit

agar penyerapan warna merata disajikan pada Gambar 2.9.

Pengikatan

benang

pakan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

19

Gambar 2.9 Proses Perwarnaan Dasar (Pencelupan)

(Anonim, 2010b)

e) Pencoletan

Apabila benang yang sudah di celup dasar sudah kering, lalu ikatan dibuka

terlebih dahulu, kemudian dilakukan pencoletan atau pengisian warna

disajikan pada Gambar 2.10. Setelah semua terisi warna lalu dijemur sampai

kering. Sesudah kering, disiapkan baskom dan air bersih sebanyak dua liter,

dimasukkan pixanol 150 gr, diaduk sampai larut. Dimasukkan benang hasil

coletan yang sudah kering ke dalam baskom. Rendam selama lima menit

sambil diaduk, diangkat benang tersebut dan dicuci dengan air bersih kembali,

jemur sampai kering.

Gambar 2.10 Proses Pencoletan (nyantri)

Aktivitas

pencoletan

Aktivitas

pencelupan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

20

f) Pengginciran

Benang yang sudah kering tadi ditata dengan cara menggulung ke dalam alat

pengginciran, tujuannya untuk mempermudah dalam tahap pemaletan.

Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Proses Pengginciran

g) Pemaletan

Proses pemaletan adalah menggulung benang pakan yang sudah selesai

digincir ke dalam palet agar memudahkan memasukkan benang ke dalam

sekoci. Proses pengginciran dan pemaletan dapat dilakukan pada alat yang

sama, yang membedakan hanya pada tempat benangnya (Gambar 2.12).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

21

Gambar 2.12. Proses Pemaletan (Wulandari, 2007)

III. Proses yang dilakukan saat penenunan

Kain tenun disusun dari benang lusi dan benang pakan yang membuat

silangan-silangan tertentu yang membentuk sudut 900

satu sama lainnya dapat

dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14. Agar proses penenunan dapat

dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui gerakan-gerakan pokok yang terjadi

pada proses tersebut. Sesuai dengan urutan kerjanya, maka gerakan-gerakan

tersebut antara lain.

1. Pembukaan mulut lusi yaitu membuka benang-benang lusi sehingga

membentuk celah yang disebut mulut lusi.

2. Peluncuran pakan yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan

menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan pakan saling menyilang

membentuk anyaman.

3. Pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada

benang sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

22

4. Penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai

dengan anyaman yang telah terjadi.

5. Penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi

sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan

penyilangan benang berikutnya.

Gambar 2.13 Kontruksi Alat Tenun Sederhana

Sumber : Subagiyo, 2008

Gambar 2.14 Proses Menenun

(Anonim, 2010b)

Proses

penenunan

Suri Kisi gun

Kain Tenunan

Penggulung kain

Benang

pakan Anak torak

Kisi

gun Penggulung

ani

Benang

lusi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

23

2.1.2 Peluang Endek sebagai Industri Berbasis Budaya

Tenun ikat Bali atau endek merupakan produk budaya yang awalnya jenis

kain tersebut hanya digunakan para orang tua dan kalangan bangsawan, tetapi kini

sudah hampir sebagian besar masyarakat Bali bisa mengenakannya, baik untuk

upacara besar maupun sembahyang ke Pura. Endek yang dihasilkan dari industri

endek di Bali rata-rata masih menggunakan motif dan desain tradisional, yang

beberapa diantaranya hanya digunakan pada saat upacara adat. Kain-kain, yang

disebut wastra dalam adat Bali, berperan sangat penting dalam upacara-upacara

adat. Warisan budaya ini menyebabkan beberapa jenis kain dianggap sakral dan

berhubungan erat dengan upacara-upacara keagamaan (Sukawati, 2009). Kain

endek pun beberapa diantaranya memiliki ragam hias yang dihubungkan dengan

upacara sakral atau hanya boleh digunakan oleh orang tertentu. Hal ini

menyebabkan, endek sebagai budaya yang harus dilestarikan namun tidak boleh

diperlakukan sembarangan, karena dapat merusak nilai dari budaya yang harusnya

dijaga.

2.1.3 Upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan industri endek

Dalam usaha menembus pasar dunia, diperlukan upaya-upaya untuk

menjadikan industri endek sebagai industri berbasis budaya lokal, tapi mampu

masuk pasar internasional. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak

terkait, namun masih ada beberapa upaya yang belum dijangkau oleh pelaku

industri endek ataupun pemerintah. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan

sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan endek menuju fashion dunia.

Kemudahan perizinan untuk ekspor akan mendorong pelaku industri endek untuk

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

24

mengekspor endek ke negara-negara yang potensial. Peraturan pemerintah di

bidang perlindungan hak cipta juga diharapkan mendukung berjalannya industri

kreatif berbasis budaya, khususnya endek (Iswari, 2009).

2.2 Midang

Midang atau Mempen (Khusus di Bali) adalah salah satu bagian yang

dilakukan pada proses kedua dari tahapan persiapan menenun. Aktivitas midang

adalah aktivitas dimana perajin kain endek pada proses midang mengatur benang

pakan yang sudah dikelos (30 kon) diletakkan berjajar dalam rak benang, benang

pakan dari rak benang tersebut dikumpulkan atau dipusatkan menjadi satu di

tangan perajin yang tujuannya adalah terkumpulnya 30 benang tersebut dalam

satu titik pusat penggerak. Benang pakan tersebut ditata ke dalam bingkai

penamplik (pemidangan). Proses midang memiliki tiga kombinasi dalam

pengerjaannya. Kombinasi tersebut terdiri atas Bulihan, Sawa dan Ais. Ais

bertujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang diinginkan, misalnya

jumlah putaran atau tumpukan (yang biasa dipakai di Bali putaran atau tumpukan

dua dan lima ). Bulihan tersebut menentukan banyaknya kelompok Ais. Sawa

merupakan banyaknya benang kon yang digunakan umumnya 30 sampai 35

benang kon.

Penataan pada bingkai penamplik diatur sesuai dengan rumus {standar

yang biasa digunakan adalah dua aktivitas tumpukan x lima pengulangan

(repetisi) gambar motif x 60 bulihan (ikatan benang) x 30 kon benang} sebagai

penentu bentuk dari gambar motif, besar kecilnya gambaran motif, dan panjang

lebarnya kain endek. Proses ini paling rumit, lama, dan berulang-ulang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

25

membutuhkan keahlian khusus serta ketelitian dan ketepatan. Untuk

menghasilkan lebar kain satu meter dibutuhkan 3000 helai benang. Ketiga

kombinasi di atas menentukan tingkat kerumitan desain motif, karena masing-

masing desain motif ini memiliki rumus yang berbeda seperti rumus Sawa = 30,

Ais = dua x lima , Bulihan = 60, akan menghasilkan enam meter panjang kain

dari 18.000 helai benang.

Proses midang mempergunakan alat konvensional, alat konvensional

adalah alat di dalam pembuatan sudah disepakati dalam ukuran, bentuk, dan

bahan yang dipergunakan pada alat pemidangan dan penggunaannya masih

manual di mana tangan perajin memutar bingkai untuk menata benang pakan.

alat tenun bukan mesin (ATBM) ini terdiri atas (1) rak benang, digunakan untuk

menempatkan benang kelos, terbuat dari kayu, konstruksi vertikal, tinggi satu

setengah meter, lebar satu meter, benang-benang kon berjejer sebanyak ± 30

gulung disesuaikan dengan kebutuhan desain motif; (2) bingkai penamplik

terbuat dari kayu persegi empat dengan ukuran 85 cm x 107 cm yang bisa dilepas

jika proses midang sudah selesai dikerjakan. Kedua alat konvensional tersebut

terhubung dengan jarak dua meter. Rata-rata perajin melakukan aktivitas di

tempat yang setengah terbuka (bale Bali), dimana posisi perajin berada di antara

kedua alat tersebut dengan sikap kerja berdiri selama tujuh jam, dimulai dari

pukul 09.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita seperti pada Gambar 2.15 .

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

26

Gambar 2.15 Perajin Bekerja Dengan Alat Pemidangan Konvensional

Permasalahan dalam penelitian ini, diidentifikasikan berdasarkan delapan

aspek ergonomi yaitu status nutrisi (gizi), pemanfaatan tenaga otot, sikap tubuh,

kondisi lingkungan, waktu, sosial dan budaya, kondisi informasi dan interaksi

antara manusia dengan mesin (Manuaba, 2003c). Penerapan ergonomi dilakukan

dengan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner, partisipatori (SHIP)

(Manuaba, 2005a; Manuaba 2009). Di samping itu teknologi yang digunakan

dalam intervensi ergonomi adalah pemanfaatan teknologi secara terpadu dengan

mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (Manuaba,

2006).

Perbaikan melalui pendekatan satu aspek dapat menimbulkan masalah

baru pada aspek lain yang belum diperbaiki. Oleh karena itu diperlukan adanya

perbaikan dengan menggunakan penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan

pendekatan SHIP dalam analisis masalah ergonomi. Pendekatan yang dihasilkan

merupakan suatu proses intervensi ergonomi secara menyeluruh dari berbagai

aspek sehingga menghasilkan intervensi terbaik dengan dampak seminimal

mungkin (Manuaba, 2003b).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

27

2.3 Kinerja

Kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi kerja. Penilaian

kinerja dapat dilakukan dengan mengacu kepada suatu sistem yang terstruktur

yang digunakan untuk mengukur dan menilai sifat-sifat yang terkait dengan

pekerjaan, perilaku pekerja dan hasil kerja (Sudiajeng, 2008). Dari sudut

pandang ergonomi, penilaian kinerja dapat dilakukan dengan mencermati kondisi

keseimbangan antara tuntutan tugas, kemampuan dan keterbatasan serta

penampilan pekerja. Tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan

(task), lingkungan (enviromental) dan organisasi (organization) di mana

pekerjaan itu dilakukan. Karakteristik pekerjaan dapat dikaji melalui indikator

beban tugas dan stasiun kerja (sikap kerja, pengerahan tenaga otot dan interaksi

manusia-mesin). Lingkungan kerja dapat dikaji melalui indikator kondisi

mikroklimat, kebisingan, getaran, penerangan, debu dalam udara dan bahan-

bahan berbahaya lainnya. Organisasi dapat dikaji melalui indikator pengaturan

gizi kerja, waktu kerja, pembagian tugas, standar acuan kerja (SOP), kondisi

informasi dan kondisi sosial budaya (Sudiajeng, 2008).

Agar kinerja seseorang maksimal, maka harus diusahakan adanya

keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan keterbatasan dan

kemampuan seseorang sehingga tercapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman,

efisien dan produktif yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas

penampilan atau kinerja dan keuntungan perusahaan (Grandjean, 2000 ;

Manuaba, 2000).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

28

Sebagaimana lazimnya yang terjadi di industri acapkali posisi dan tata

cara kerja pekerja tidak dirancang dengan baik, sehingga akan membawa kinerja

operasional menjadi tidak optimal, dan disisi lain kondisi kerja tersebut akan

mempercepat kelelahan dan menimbulkan banyak keluhan, rasa sakit maupun

cedera pada anggota tubuh operator pada jangka pendek maupun panjang

(Wignjosoebroto dkk. 2011).

Kinerja pada proses midang dapat dilihat dari: jumlah hasil penamplik

yang dapat diselesaikan per satuan waktu atau berapa waktu per jam yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan satu buah bingkai penamplik dan dampak yang

dirasakan oleh perajin selama periode penelitian. Peningkatan kinerja pada proses

midang ini diukur dengan indikator peningkatan produktivitas, penghasilan dan

dampak yang dirasakan adanya penurunan terhadap kelelahan dan keluhan pada

perajin kain endek pada proses midang.

2.3.1 Kelelahan

Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi

semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi,

performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk

terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto dkk., 2003a).

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan

otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot.

Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja.

Kelelahan umum disebabkan oleh karena monotomi, intensitas dan lamanya kerja

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

29

mental dan fisik, keadaan lingkungan, kelelahan mental seperti tanggung jawab,

kekhawatiran dan konflik serta penyakit-penyakit. Pengaruh-pengaruh ini seperti

berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Kelelahan mudah

dihilangkan dengan istirahat. Tetapi, jika dipaksakan terus, kelelahan akan

bertambah dan sangat mengganggu. Secara umum, kelelahan biasanya ditandai

oleh perasaan letih/lesu dan kesulitan untuk berkonsentrasi.

Salah satu efek yang jelas dari kelelahan adalah berkurangnya

kewaspadaan. Seseorang tidak akan mampu berkonsentrasi terus menerus untuk

kegiatan mental atau fisik. Setelah mengalami ketegangan selama masa tertentu,

akan terjadi gangguan pada persepsi dan kecepatan reaksinya pun menjadi

lambat. Kelelahan yang berlanjut dapat menimbulkan efek psikologi yang

ditandai dengan gejala-gejala berikut : (1) meningkatnya kejengkelan (tidak

toleran, bersikap anti sosial), (2) kecenderungan ke arah depresi (kebingungan

yang tidak bermotif), dan kelemahan umum dalam perjuangan dan malas akan

pekerjaan. Untuk mengatasi gangguan ini perlu dilakukan penyegaran di luar

tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur

malam, atau pada periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja.

Sedarmayanti (2009) menyatakan kelelahan yang berlanjut dapat

menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala seperti (1) terjadinya penurunan

stabilitas fisik, (2) kebugaran berkurang, (3) gerakan lamban dan cenderung

diam, (4) malas bekerja atau beraktivitas, dan (5) adanya rasa sakit yang semakin

meningkat.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

30

Menurut Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan

memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot

secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang

cukup lama akan mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot,

tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat

berulang (repetitive).

Menurut Suma’mur (1982) metode pengukuran kelelahan dapat

diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut.

a. Pengukuran kelelahan dengan cara pengukur kualitas dan kuantitas kerja yang

dilakukan. Pada metode ini, kuantitas hasil kerja digambarkan sebagai jumlah

proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang

dilakukan setiap unit waktu.

b. Pengukuran kelelahan secara subjektif. Kelelahan subjektif biasanya terjadi

pada akhir jam kerja. 30 items of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan

Association of Industrial and Health, merupakan salah satu kuesioner yang

dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif .

c. Pengukuran kelelahan secara objektif. Pada metode ini konsentrasi merupakan

salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan

kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test, merupakan salah

satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan

konstansi. Hasil tes akan menunjukan bahwa semakin lelah seseorang maka

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

31

tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau

sebaliknya (Sutjana dan Sutajaya, 2000).

Pada umumnya kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas kerja statis

dipandang mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas

kerja dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai

konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu

istirahat yang lebih lama. Dalam suasana kerja dengan otot statis kontraksi otot

bersifat isometrik yaitu sementara, tegangan otot bertambah, ukuran panjangnya

praktis tidak berubah. Pada kerja otot statis tidak terjadi perpindahan beban

akibat bekerjanya suatu gaya sehingga aliran darah agak menurun sehingga asam

laktat terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot lokal. Suma’mur (1982)

menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (strenous). Pada kerja

otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya

dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja

fisik dapat berlangsung cukup lama. Akan tetapi, pengerahan otot statis sebesar

15−20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pekerjaan berlangsung

sepanjang hari.

Pada kerja dinamis, kontraksi otot bersifat isotonik yaitu ukuran panjang

otot berubah, sementara tegangan tetap. Kontraksi otot yang menghasilkan

perpindahan gerak badan dinamis biasanya bersifat ritmik, sehingga waktu kerja

dapat berlangsung lama. Kontraksi dan relaksi otot yang bergantian maka aliran

darah tidak cepat terganggu, sehingga rasa sakit pada otot yang bersangkutan

tidak cepat timbul.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

32

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya

terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti

monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan

antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan

pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan dapat

disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.

Kelelahan yang dialami perajin kain endek pada proses midang dapat

dilihat dari monotonnya pekerjaan yang dilakukan seperti menamplik bingkai

penamplik yang rutin dilakukan setiap proses midang berlangsung. Sikap kerja

statis pada perajin yang berdiri secara terus menerus juga mengakibatkan

kelelahan yang dapat terjadi pada tubuh bagian bawah. Kurangnya istirahat

pendek diantara istirahat makan siang. Untuk mengatasi hal tersebut, maka

dilakukanlah rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis dengan

sikap kerja dinamis yaitu duduk pada saat mengontrol benang dan berdiri saat

adanya benang putus.

2.3.2 Keluhan muskuloskeletal

Musculoskeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yang

disebabkan oleh kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja.

Keluhan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri

yang disebabkan oleh: (1) tempat kerja yang tidak memadai, (2) aktivitas yang

bersifat repetitif, (3) desain alat dan peralataan yang tidak sesuai dengan si

pemakai, (4) organisasi kerja yang tidak efisien, (5) jadwal istirahat yang tidak

teratur dan (6) sikap kerja yang tidak alamiah. Keluhan musculoskeletal adalah

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

33

keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai

dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban

statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan

keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga

kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal

disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 2000).

Sikap kerja perajin kain endek pada proses midang adalah berdiri dengan

kondisi tubuh yang asimetris atau tidak alami. Tangan kanan bertugas memegang

benang dengan kondisi diam menyangga benang atau menjaga terkumpulnya

benang menjadi satu, sedangkan tangan kiri bertugas menamplik bingkai

penamplik secara terus menerus sehingga bingkai berputar. Dengan sikap kerja

seperti ini, keluhan yang timbul pada perajin kain endek pada proses midang

adalah kesemutan (kram di jari tangan), pegal di lengan, pegal atau kesemutan

ditelapak kaki dan betis.

Semakin banyak sikap tubuh melawan sikap netral tubuh semakin banyak

otot-otot bekerja. Demikian pula kalau tubuh semakin terforsir dalam suatu posisi

kerja kerja tertentu, akan semakin lama kelompok otot-otot tertentu berkontraksi.

Terlebih lagi kalau hal itu dilakukan secara berulang-ulang, maka akan berakibat

terjadinya kelelahan otot (Astrand dan Rodahl, 1986; Conlan, 1995; Kroemer dan

Grandjean, 2000; Matthes, 2005). Bentuk dari kelelahan otot disertai dengan

sensasi sakit pada otot. Semuanya itu dapat dideteksi berupa adanya keluhan pada

otot-otot. Jenis otot mana yang terpengaruh tergantung kepada beratnya tugas,

dan tingkat monotonnya gerakan.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

34

Metode pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

subjektif dengan kuesioner Nordic Body Map. Prosedur menggunakan mapping

untuk menilai keluhan otot skeletal tersebut dapat dilakukan pada interval selama

keseluruhan jam kerja. Subjek ditanya pada bagian-bagian anggota tubuh yang

mengalami kenyerian maupun sakit atau ketidaknyamanan pada empat skala

Likert. Bagian otot yang dimaksud di sini adalah bagian-bagian tubuh mulai dari

leher sampai kaki. Bagian ini dibagi menjadi 27 bagian yang dapat mewakili

keluhan-keluhan pada otot.

Kelelahan otot sesuai dengan Nordic Body Map dapat dibagi menjadi tiga

bagian yaitu: bagian otot trunkus, bagian otot ekstremitas bagian atas (upper

extrimities) dan bagian otot ekstremitas bagian bawah (lower extrimities).

1. Bagian otot trunkus terdiri dari: leher bagian atas, leher bagian bawah,

punggung, pinggang, bokong, pantat.

2. Bagian otot ekstremitas bagian atas terdiri dari: bahu kiri, bahu kanan, lengan

atas kiri, lengan atas kanan, siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri, lengan

bawah kanan, pergelangan tangan kiri, pergelangan tangan kanan, tangan kiri,

tangan kanan.

3. Bagian otot ekstremitas bagian bawah terdiri dari: paha kiri, paha kanan, lutut

kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki

kanan, kaki kiri, kaki kanan.

Keluhan muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit

akibat kerja lainnya yang dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur lebih dari

30 tahun), di mana pekerja yang mengalami gangguan tersebut sebanyak 44,9%

(Bhattacherjee dkk., 2003). Nala (1994) menyatakan bahwa sikap kerja yang

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

35

tidak alamiah menimbulkan kontraksi otot secara statis (isometrik) pada sejumlah

besar sistem otot tubuh manusia.

2.3.3 Produktivitas

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata

maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Greenberg mengartikan

produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu

tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut (Sedarmayanti, 2009).

Produktivitas mengandung pengertian perbandingan terbalik antara hasil

yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input)

per satuan waktu (time). Konsep tersebut tentunya dapat dipakai di dalam

menghitung produktivitas kerja di semua sektor kegiatan. Berdasarkan hal

tersebut, maka formula produktivitas dapat dinyatakan sebagai berikut (Manuaba,

2005c):

)(Pr

timeuInputxwakt

Outputsoduktivita …………………………..(1)

Keterangan :

P = Produktivitas perajin kain endek pada proses midang

O = Output adalah banyaknya bulihan (lilitan benang dari ujung kiri

sampai ujung kanan sisi bingkai midang) dalam sentimeter dikalikan

dengan banyaknya unit atau bingkai yang dihasilkan setiap tujuh

jam kerja

I = Input adalah rerata nadi kerja yang didapat dari selisih rerata denyut

nadi waktu kerja dikurangi rerata denyut nadi istirahat .

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

36

Waktu = lama proses menyelesaikan satu bingkai penamplik selama tujuh

jam kerja setiap hari kerja.

Selain itu, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagai suatu hasil atau output dari

suatu proses pelaksanaan tugas akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja.

Semakin baik kinerja seorang karyawan, berarti karyawan tersebut juga semakin

produktif, atau produktivitas kerjanya semakin meningkat.

Menurut Sedarmayanti, (2009) produktivitas kerja dikatakan meningkat

apabila.

a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa mengubah jumlah

masukan.

b. Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah, akan tetapi masukannya

berkurang.

c. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar sedangkan masukannya

berkurang, dan

d. Jumlah masukan bertambah, asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah

berlipat ganda.

Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu.

1. Produktivitas total : adalah perbandingan antara total keluaran (output)

dengan total masukan (input) per satuan waktu. Dalam penghitungan

produktivitas total, semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan,

energi) terhadap total keluaran harus diperhitungkan.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

37

2. Produktivitas parsial: adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis

masukan atau input per satuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital,

bahan, energi, beban kerja, dan lain-lain.

Di samping faktor tersebut, faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat

berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk mendapatkan produktivitas yang

tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan,

kebolehan dan batasan manusia pekerja .

Salah satu upaya meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan

pendekatan ergonomi. Tujuannya adalah menempatkan perajin sebagai subjek

yang bekerja secara aman, nyaman, sehat efektif dan efisien. Usaha yang

dilakukan adalah menyerasikan tugas, organisasi dan lingkungan dengan

kapasitas perajin (Manuaba, 2003a). Usaha meningkatkan produktivitas melalui

pendekatan ergonomi telah banyak dilaksanakan pada berbagai industri di Bali

dan Jawa. Aspek ergonomi yang diperbaiki adalah (Sutjana, 2000; Sutajaya,

2000):

1. Status nutrisi yang memadai sebagai sumber energi seorang pekerja untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan.

2. Aplikasi dari tenaga otot secara optimal dan efisien untuk menekan stress

pekerjaan sampai batas minimum.

3. Sikap tubuh yang diterapkan dalam sikap kerja dengan memperhatikan situasi

pembebanan terhadap tubuh dan kesehatan yang dengan jenis pekerjaan dan

ruang lingkup pekerjaan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

38

4. Kondisi lingkungan kerja untuk mencegah beban yang berlebihan terhadap

fisik dan mental.

5. Kondisi yang berkaitan dengan waktu yang terkait dengan pola kerja; waktu

kerja, waktu istirahat dan hari-hari libur.

6. Kondisi sosial untuk meningkatkan kualitas interaksi antar pekerja; teknologi

dan seni dengan pemberian penghargaan (reward) terhadap harga diri dan

kepuasan kerja.

7. Kondisi informasi untuk dapat menunjukkan penampilan (performance) kerja

secara puas dan luas.

8. Interaksi manusia dengan mesin dengan proporsi pembagian tugas pekerjaan

yang tepat antara manusia dengan mesin/alat.

Secara skematik alur pikir tentang faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja dapat diuraikan seperti

Gambar 2.16 berikut.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

39

Gambar 2.16 Faktor-Faktor Mempengaruhi Produktivitas Kerja

2.3.3.1 Studi Gerakan

Studi tentang aktivitas gerak ini dilakukan untuk mengetahui atau

menperoleh gerakan-gerakan yang efektif dan tidak efektif saat perajin melakukan

proses bekerja. Gerak dasar untuk melakukan aktivitas kerja manual

dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) gerak efektif terdiri dari gerak yang

berdasarkan pengaruh fisik dan objektivitas; dan (2) gerak yang tidak efektif terdiri

dari gerak yang berdasarkan pada pengaruh mental dan menunggu (Meyer dan

Steward, 2002).

Hal yang sudah pasti terlihat apabila kita mengamati pekerjaan yang

sedang berlangsung adalah gerakan-gerakan yang membentuk kerja tersebut.

Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh seorang pekerja adakalanya pula sudah

tepat atau sudah sesuai dengan gerakan-gerakan yang diperlukan, tetapi

adakalanya pula seorang pekerja melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu

Dipengaruhi faktor: pendidikan, ketrampilan, motivasi,

kedisiplinan, etos kerja, jaminan sosial

Tugas-tugas pekerjaan: alat, bahan, dan teknologi

Organisasi kerja

Lingkungan kerja

Kapasitas pekerja meliputi:

- Karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

antropometri, pendidikan, pengalaman, agama,

kesehatan, kebugaran.

- Kemampuan fisiologi (kemampuan dan daya

tahan kasdiovaskuler, otot, panca indra)

- Kemampuan psikologis (mental, adaptasi, stabilitas emosi)

- Kemampuan biomekanik: kemampuan dan daya

tahan sendi dan persendian tendon, tulang.

Beban kerja, ketidaknyamanan kerja, stress akibat kerja, kelelahan objektif dan subjektif,

penyakit akibat kerja (kronis maupun akut), cedera dan kecelakaan akibat kerja

Performasi kerja

Produktivitas kerja

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

40

atau biasa disebut gerakan-gerakan tidak efektif. Sudah tentu setiap perancang

kerja maupun pelaksana kerja ingin menghindari gerakan-gerakan tidak efektif,

sehingga terlebih dahulu harus dipelajari hal-hal yang berhubungan dengan

gerakan-gerakan kerja serta perancangan sistem kerjanya.

Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan

bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian

diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangi atau bahkan

dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan dalam waktu kerja. Tujuan

pokok dari studi gerak ini adalah memperbaiki pelaksanaan operasi kerja dengan

cara menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak efektif untuk mencapai

tingkat efisiensi kerja yang optimal (Wignjosoebroto, 2003b).

2.3.3.2 Analisis Ekonomi

Umur ekonomis adalah taksiran jumlah periode waktu yang diperkirakan

dapat menerima manfaat aktiva tetap secara ekonomis (Ganjarartha, 2011). Umur

ekonomis adalah depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah penyebaran

biaya asal suatu aktiva tetap (bangunan, alat, komputer, dll) selama umur

perkiraannya (Ramadhan, 2011). Umur ekonomis atau umur manfaat adalah

periode waktu atas pemakaian asset dalam kegiatan produktif.

Salah satu sumber daya yang sangat penting dalam memulai suatu usaha

adalah investasi. Investasi sangat penting diperhatikan karena dapat menunjang

peningkatan usaha yang dijalankan. Investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan

pada saat awal menjalankan suatu usaha. Adapun salah satu metode

yang

digunakan dalam cost & benefits analysis adalah (Richard, 2003) :

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

41

1. ROI (Return of Invesment)

Metode pengembalian investasi digunakan untuk mengukur prosentase

manfaat yang dihasilkan oleh suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkannya. Suatu sistem dikatakan layak apabila manfaat yang diperoleh

lebih besar dari investasi (biaya) yang dikeluarkan (Jogiyanto, 2001).

Return of investment dari suatu proyek investasi dapat dihitung dengan

rumus:

Total Laba

ROI = --------------------------- x 100 %

Total Investasi

Pendapatan – (depresiasi + biaya listrik)

ROI = ---------------------------------------------------- x 100% ………… (2)

Total investasi

Kriteria keputusan investasi : untuk penetapan kriteria tersebut, dapat

dibandingkan antara hasil perhitungan ROI dengan tingkat suku bunga (rate of

interest) yang berlaku umum. Jika ROI > r artinya layak investasi (Sukanto,

2004). ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun

demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan.

2. Break even point

Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan di

mana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak

menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian

sama dengan nol. Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi

kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya,

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

42

dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Break

Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut

(Wignjosoebroto, 2003b) :

Total biaya tetap

Titik Impas (unit) = -----------------------------------------------------

Harga jual per unit - Biaya variabel per unit

Total biaya tetap

= -------------------------------------------------------------------- …. (3)

Harga jual per unit – (depresiasi/unit + biaya listrik/unit)

Atau:

Total biaya tetap

Titik Impas (rupiah) = -------------------------------------------------------------- …..(4)

1 - (Harga jual per unit/Biaya variabel per unit)

Jenis biaya berdasarkan titik impas yaitu variabel Cost (biaya variabel)

merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume

penjualan, di mana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam

pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari

penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

Fixed cost (biaya tetap) merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak

terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu

(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu.

Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

43

biaya ini tetap dikeluarkan. Harga per unit: adalah harga per unit dari barang yang

akan dijual.

2.4 Ergonomi

Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergos yang berarti kerja dan

nomos yang berarti hukum alam. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan

sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan

pekerjaan. Menurut International Standarts Organisation (ISO) dalam Wilson

(2005): Ergonomi menghasilkan dan mengintegrasikan pengetahuan dari human

science untuk menserasikan pekerjaan, sistem, produk, dan lingkungan dengan

kemampuan fisik dan mental dan keterbatasan manusia, demi tercapainya

keamanan, dan kesejahteraan, serta mengoptimalkan efisiensi dan kinerja.

Selanjutnya International Ergonomics Association (IEA) (2000) memberi

definisi, ergonomi atau human factors adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan

interaksi antara manusia dengan elemen-elemen dari sebuah sistem pekerjaan,

yang menerapkan teori, data, dan metode untuk desain agar tercapai

kesejahteraan dan kinerja yang optimal.

Ergonomi mengajarkan bahwa desain dari pada task (peralatan, mesin),

organisasi (sistem, aktivitas) dan lingkungan harus benar-benar didasari atas

kemampuan fungsional dari manusia pemakai sehingga manusia bisa

memanfaatkan semua kesanggupan fungsionalnya secara optimal dan maksimal.

Dalam kondisi seperti itu akan terdapat kondisi kerja dan lingkungan yang sehat,

aman, nyaman, efisien dan produktif. Namun pada kenyataannya, di dalam

pemanfaatan teknologi pada umumnya, dan atau desain task, organisasi dan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

44

lingkungan pada khususnya, telah terjadi ketidak seimbangan antara tuntutan

tugas dan kapasitas manusia sebagai pengelola teknologi. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya berbagai dampak sebagai penjabaran daripada stress

yang dihadapi manusia, berupa keluhan dan rasa nyeri, penyakit akibat pekerjaan,

kecelakaan, keracunan, kematian, polusi, dan rusaknya lingkungan. Terjadinya

dampak-dampak negatif karena kurangnya pemanfaatan alih dan pilih teknologi

dengan benar dan betul disatu pihak dan tidak diterapkannya di lain pihak

pendekatan komprehensip dalam setiap permasalahan (Manuaba, 2005b).

Pendekatan ergonomi merupakan salah satu bentuk intervensi yang

bertujuan untuk mendapatkan sistem kerja yang manusiawi, kompetitif, dan

lestari. Menurut Manuaba (2005b) ada delapan kelompok masalah atau aspek

pendekatan ergonomi sebagai berikut.

1. Gizi dan Nutrisi

Manusia memerlukan sejumlah energi untuk mampu mengerjakan satu

pekerjaan tertentu. Jumlah energi yang dikeluarkan harus diimbangi dengan

energi yang masuk. Pekerjaan perajin kain endek pada proses midang termasuk

pekerjaan kategori ringan, diukur dari nadi kerja perajin kain endek pada proses

midang. Walaupun pekerjaan tergolong ringan, perlu disediakan air minum

didekat tempat kerjanya, sehingga perajin tidak perlu lagi pergi ke dapur untuk

minum, sehingga waktu tidak terbuang percuma.

2. Pemanfaatan tenaga otot

Di dalam melakukan pekerjaan, tugas dan pekerjaannya harus benar-benar

mencerminkan tidak adanya paksaan di luar kemampuan, karena itu semua alat

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

45

yang dipakai harus dirancang sedemikian rupa sehingga gerakan otot tidak

bertentangan gerakan alamiah otot pekerja. Pada proses midang gerakan dan

posisi tangan mengakibatkan otot lengan dan jari-jari tangan menegang,

mengakibatkan kelelahan, keluhan, dan kesemutan. Untuk itu perlu dirancang

bamgun alat pemidangan otomatis yang ergonomis disesuaikan dengan proses

alur kerja, antropometrinya, fisiologis dan psikologisnya.

3. Sikap kerja

Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi di dalam sikap paksa

jelas akan mengurangi produktivitas. Posisi tubuh perajin kain endek pada proses

midang dalam bekerja berdiri, tubuh perajin sering melakukan pemutaran badan

dengan sikap asimetris (twisting), sikap kerja tersebut diakibatkan oleh alat kerja

yang tidak ergonomis.

4. Kondisi lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas bekerja perajin kain

endek pada proses midang. Intensitas suara yang ditimbulkan dari alat rak benang

merupakan beban tambahan yang diterima oleh perajin.

5. Kondisi waktu

Manusia mempunyai jam kerja delapan jam dalam satu hari untuk bisa

produktif. Untuk itu diberikan istirahat sesuai dengan beban kerja yang dihadapi.

Perajin kain endek pada proses midang merupakan kategori beban kerja ringan,

istirahat yang dilakukan untuk makan siang pukul 12.00-13.00 Wita. Tanpa

adanya istirahat tambahan di antara sebelun dan sesudah makan siang. Menurut

Manuaba (2005b), untuk pekerjaan ringan biasanya diberikan istirahat pagi dan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

46

sore disamping istirahat makan siang. Untuk itu diberikan istirahat tambahan pada

waktu pagi dan sore hari selama 15 menit.

6. Kondisi informasi

Pemikiran untuk inovasi sudah ada dari pemilik dan perajin untuk

memperbaiki sistem kerja, produksi dan kesalahan yang terjadi selama ini. Namun

solusi pemecahan permasalahan belum diketemukan. Berdasarkan hal tersebut,

maka dibuatkan rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis untuk

memperbaiki sistem kerja lama, tidak lupa dengan mengikut sertakan pemilik dan

perajin untuk berpatisipasi di dalamnya, sehingga komunikasi dua arah bisa

terlaksana.

7. Kondisi sosial

Perkembangan kain endek akhir-akhir ini sudah semakin diminati oleh

masyarakat luas, tetapi alih generasi sudah tidak ada. Hal ini diakibatkan oleh

peralatan yang masih sangat konvensional, sehingga pelaksanaan pekerjaan

midang kurang menarik bagi generasi muda.

8. Interaksi manusia-mesin

Masalah otomasi, alokasi beban antara manusia dan mesin, benar-benar

dilakukan dengan adil dan bijaksana. Dalam rancang bangun alat pemidangan

yang ergonomis, dapat mempermudah perajin untuk melakukan proses midang.

Dengan posisi duduk perajin sudah dapat mengontrol panel kontrol. Sehingga

diharapkan lebih mudah dan mempercepat aktivitas midang.

Dengan menggunakan delapan aspek ergonomi sebagai titik tolak

dilakukannya analisis komprehensip. Demikian juga dalam merancang intervensi

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

47

sebagai perlakuan dalam upaya pemecahan masalah melalui pendekatan ergonomi

total sangat memungkinkan. Hal ini mengingat pendekatan ergonomi total

merupakan pendekatan konseptual yang muncul dalam upaya memecahkan

permasalahan yang berkaitan dengan kerja atau aktivitas lainnya yang dilakukan

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam penerapan pendekatan

ergomomi total, permasalahan ergonomi yang ditemukan tersebut dianalisis

dengan penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan melaksanakan pendekatan

SHIP, peranan dan kontribusi ergonomi menjadi benar-benar bersifat holistik dan

realistis dengan hasil yang benar-benar manusiawi.

2.4.1 Penerapan teknologi tepat guna

Penerapan teknologi dimaksudkan untuk membantu manusia agar lebih

mudah di dalam melakukan aktivitas hidupnya. Namun kenyataannya, seringkali

pengembangan dan penerapan teknologi baru diikuti dengan munculnya

permasalahan baru yang dampak negatifnya justru lebih besar. Untuk menghindari

hal tersebut, maka dalam merancang atau mengembangkan suatu teknologi baru,

hendaknya dipertimbangkan berbagai aspek secara utuh sehingga hasil rancangan

tersebut benar-benar tepat guna, dampak yang ditimbulkannya seminimal

mungkin dan keuntungan yang dapat diperoleh semaksimal mungkin (Manuaba,

2003b ; Manuaba, 2005a ; Manuaba, 2006).

Ada enam kriteria yang perlu diperhitungkan di dalam mengembangkan

atau merancang TTG untuk melakukan perbaikan kondisi kerja yaitu.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

48

1. Ekonomi

Penerapan teknologi hendaknya mempertimbangkan semua komponen

biaya, kemampuan keuangan, kondisi, lokasi, cakupan dan trend pasar,

keuntungan bagi semua pihak, kebijakan ekonomi dan tingkat persaingan. Secara

umum penerapan teknologi diupayakan agar murah dan tidak menimbulkan efek

yang memerlukan biaya kompensasi tinggi, pada akhirnya justru mendatangkan

kerugian.

2. Teknis

Teknologi yang diterapkan hendaknya mempertimbangkan aspek hukum

dan perundang-undangan, ketentuan standar, bahan, metode pembuatan,

kemudahan operasional, kemudahan pemeliharaan, umur pakai dan dampaknya

terhadap kelestarian lingkungan.

3. Ergonomis

Penerapan teknologi hendaknya mempertimbangkan kemampuan,

kebolehan dan keterbatasan pengguna di dalam berinteraksi dengan alat atau

tuntutan tugas dan lingkungan kerja sehingga terjadi keseimbangan unsur

ekonomi, sosial budaya dan antropometri dalam upaya meningkatkan efisiensi,

keamanan, kesehatan, kenyamanan dan kepuasan pengguna.

4. Sosial Budaya

Perbaikan kondisi kerja hendaknya memperhatikan sikap pekerja terhadap

organisasi kerja, kebiasaan kerja. Dinamika kelompok, norma, nilai, keinginan

dan kepercayaan dari pekerja dan masyarakat sekitarnya. Kebutuhan pengguna

teknologi dan kesesuaian dengan budaya disertai dengan nilai-nilai estetika

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

49

hendaknya menjadi perhatian sehingga benar-benar dapat diterima oleh

perusahaan, pekerja, masyarakat dan konsumen.

5. Hemat energi

Pengembangan teknologi hendaknya menghindari pemanfaatan energi

yang berlebihan seperti pemanfaatan daya listrik, air, gas bumi, tanah, sehingga

merusak tatanan ekosistem yang ada. Hal ini sangat penting untuk

dipertimbangkan mengingat ketersediaan sumber daya alam yang semakin

terbatas.

6. Tidak merusak lingkungan

Teknologi yang dikembangkan hendaknya tidak memberikan dampak

negatif kepada lingkungan seperti polusi air, tanah dan udara yang pada akhirnya

dapat menurunkan derajat kesehatan manusia.

2.4.2 Pendekatan SHIP

Pendekatan SHIP (SHIP approach) merupakan pendekatan terpadu yang

meliputi unsur-unsur: sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori. Sistemik

dalam hal ini dapat diartikan bahwa semua faktor yang diasumsikan berpengaruh

terhadap perancangan sistem kerja dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah,

dengan demikian kaidah-kaidah ergonomi harus diperhitungkan dalam setiap

tahap perancangan.

Dengan menrancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis

dan memperhatikan sikap kerja sehingga cara bekerjanya menjadi lebih baik dan

ergonomis. Sikap kerja berdiri asimetris menjadi sikap kerja duduk dinamis.

Proses kerja akan menjadi lebih mudah, dengan hanya mengontrol panel kontrol,

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

50

dan berdiri sebentar untuk menyambung benang yang putus. Waktu kerja akan

lebih cepat, sehingga produktivitas akan meningkat.

Pendekatan holistik menekankan pada faktor-faktor yang diperkirakan

berhubungan dengan permasalahan harus dipecahkan secara proaktif dan

menyeluruh. Dalam intervensi ergonomi dapat dilakukan dari cara berpikir dan

bertindak dalam melakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi tepat guna.

Dengan pendekatan holistik akan mendapatkan suatu perbaikan kondisi kerja yang

memenuhi kreteria teknologi tepat guna. Pemecahan masalah dengan pendekatan

interdisipliner menekankan proses pemecahan masalah dalam suatu sistem

membutuhkan ahli dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya dalam perancangan

sistem kerja dibutuhkan berbagai ahli seperti: ahli ergonomi, ahli teknik, ahli

ekonomi, dan ahli dari displin ilmu yang lainnya. Para ahli membentuk sebuah tim

kerja (team work) untuk merumuskan rancangan sistem kerja baru dari berbagai

segi.

Ahli ergonomi akan melihat permasalahan dari keterkaitan manusia

dengan pekerjaannya. Ahli teknik berperan melakukan seleksi dan menentukan

teknologi yang dipakai dan layak secara teknis. Dengan demikian para ahli

menganalisis dan meyakinkan bahwa rancangan sistem kerja tersebut merupakan

rancangan sistem kerja yang realistis. Sedangkan pendekatan partisipatori

bertujuan untuk meningkatkan performansi perusahaan dengan melibatkan tenaga

kerja lebih awal dengan mempertimbangkan aspek ergonomi.

Adiputra (2000) menyatakan bahwa penerapan ergonomi akan lebih

berhasil jika didasarkan atas penerapan asas partisipatori manajemen, karena

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

51

pengalaman menunjukkan bahwa perbaikan yang dilakukan secara sepihak tanpa

melibatkan pekerja atau pemakainya akan tidak berkelanjutan. Manuaba (2003d)

menyatakan bahwa ergonomi partisipatori adalah semua yang akan terlibat dalam

pemecahan masalah atau terlaksananya suatu gagasan harus dilibatkan sedini

mungkin.

2.5 Perancangan Produk

Manusia bukan lagi sekedar alat produksi, tetapi justru menjadi asset

utama yang harus diamankan, ditumbuhkembangkan dan dijadikan asset

persaingan utama. Dan untuknya harus direncanakan alat, cara dan lingkungan

kerja yang benar-benar kondusif, di mana tidak saja membuat adanya "job

satisfaction" sementara pekerja tetapi juga mampu untuk membuatnya punya etos

kerja yang tinggi dan bertanggung jawab (Manuaba, 2001).

2.5.1 Perancangan produk secara ergonomi

Sanders dan Mc. Cormick, (1987) menyatakan bahwa salah satu bagian

dari aplikasi ergonomic adalah human error, kecelakaan dan keselamatan kerja.

Pendekatan ini menganut prinsip human centered design atau fit the job to the

man dimana manusia diperlakukan sebagai pusat sistem. Karena manusia sebagai

pusat sistem, maka semua perancangan sistem kerja diarahkan pada perancangan

yang sesuai dengan manusia itu sendiri. Definisi dari ergonomi adalah suatu

aplikasi ilmu pengetahuan yang memperhatikan karakteristik manusia yang perlu

dipertimbangkan dalam perancangan dan penataan sesuatu yang digunakan,

sehingga antara manusia dengan benda yang digunakan tersebut terjadi interaksi

yang lebih nyaman dan efektif. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk:

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

52

(1) Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan,

keselamatan kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi

kelelahan), (2) Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan

kerusakan peralatan yang disebabkan “human error”, dan (3) Memperbaiki

kenyamanan manusia dalam kerja.

Berbicara masalah ergonomi sangat erat kaitannya dengan alat, aktivitas,

serta produk-produk yang dihasilkan oleh manusia. Ergonomi melihat

permasalahan interaksi tersebut sebagai suatu sistem dengan pemecahan-

pemecahan masalahnya melalui proses pendekatan sistem pula. Dengan

mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau human engineering, maka dapat

dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata manusia.

Disiplin ergonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh

manusia (antropometri), telah menganalisis, mengevaluasi dan membakukan

jarak jangkau yang memungkinkan rata-rata manusia untuk melaksanakan

kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana.

Sistem kerja di sini dimaksudkan sistem hubungan manusia-mesin

(teknologi) yang dipertimbangkan sebagai sistem yang terpadu. Dengan kata lain

di sini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang

dioperasikan melainkan sebaliknya, mesin dirancang dengan terlebih dahulu

memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya.

Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomi akan mengarah ke upaya

pencapaian sebuah perancangan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan

“fitting the task to the man” (Grandjean, 2000), sehingga setiap rancangan desain

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

53

harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan,

kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Ada empat aturan sebagai dasar

perancangan desain, yaitu (Ginting, 2009).

1. Memahami bahwa manusia merupakan fokus utama perancangan desain,

sehingga hal-hal yang berhubungan dengan struktur anatomi (fisiologik) tubuh

manusia harus diperhatikan, demikian juga dengan dimensi ukuran tubuh

(antropometri).

2. Menggunakan prinsip-prinsip kinesiologi dalam rancangan desain (studi

mengenai gerakan tubuh manusia dilihat dari aspek biomechanic), tujuannya

untuk menghindarkan manusia melakukan gerakan kerja yang tidak sesuai,

tidak beraturan dan tidak memenuhi persyaratan efektivitas efisiensi gerakan.

3. Pertimbangan mengenai kelebihan maupun kekurangan (keterbatasan) yang

berkaitan dengan kemampuan fisik yang dimiliki oleh manusia di dalam

memberikan respon sebagai kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan

pengaruhnya dalam perancangan desain.

4. Mengaplikasikan semua pemahaman yang terkait dengan aspek psikologik

manusia sebagai prinsip-prinsip yang mampu memperbaiki motivasi, attitude,

moral, kepuasan dan etos kerja.

Selain hal-hal tersebut, unsur lain yang juga penting diperhatikan dalam

perancangan adalah hubungan antar lingkungan, manusia, perangkat kerja,

dengan produk fasilitas kerjanya. Satu sama lain saling berinteraksi dan memberi

pengaruh signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi, keselamatan,

kesehatan, kenyamanan maupun ketenangan orang bekerja sehingga

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

54

menghindarkan diri dari segala bentuk kesalahan manusia (human error) yang

berakibat kecelakaan kerja.

2.5.2 Antropometri

Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan

dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan

dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (perancangan). Agar

rancangan suatu produk atau fasilitas kerja nantinya sesuai dengan tubuh manusia

yang mengoperasikannya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip dalam aplikasi

data anthropometri. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka ada dua faktor

penentu yang harus diperhitungkan dalam proses perancangan yaitu (a) harus

selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan berbeda-beda

baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh antropometrinya; dan (b) harus

dipahami benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun

fasilitas kerja seperti pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun

mental, dan lain-lain. Antropometri akan digunakan secara lebih luas sebagai

pertimbangan ergonomis dalam proses desain produk maupun sistem kerja yang

akan memerlukan interaksi manusia (Wignjosoebroto, 2000a; Wignjosoebroto,

dkk., 2001; 2003a).

Tujuan pendekatan antropometri dalam perancangan alat dan

perlengkapan adalah agar terjadi keserasian antara manusia dengan sistem kerja

(man-machine system), sehingga manusia dapat bekerja secara nyaman dan

efisien. Pemakaian data antropometri supaya peralatan kerja dapat disesuaikan

dengan kemampuan pekerja dan bukan sebaliknya. Desain yang memiliki

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

55

kompatibilitas tinggi dengan manusia (user) sangat penting untuk mengurangi

timbulnya bahaya akibat kesalahan kerja yang disebabkan oleh kesalahan desain

(Liliadan, dkk., 2007).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia seperti

umur, jenis kelamin, suku atau etnis (ethnic), dan posisi tubuh (posture), sehingga

seorang perancang stasiun kerja, peralatan kerja, produk, dan lingkungan kerja

harus memperhatikannya. Agar rancangan sesuai dengan aplikasi antropometri

maka ada beberapa prinsip yang harus dilakukan antara lain: (1) dimensi

minimum suatu produk harus ditetapkan, umumnya didasarkan pada nilai

persentil yang terbesar seperti 90, 95, atau 99 persentil. (2) dimensi maksimum

yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil terendah seperti 1,5

atau 10 persentil. (3) produk yang dapat dioperasikan dalam rentang ukuran

tertentu, sehingga rancangan dapat diubah-ubah ukurannya dan sangat fleksibel

dalam mengoperasikan, rentang nilainya seperti 5 s.d. 95 persentil. (4) produk

dengan ukuran rata-rata yaitu menggunakan nilai 50 persentil (Suhardi, 2008).

2.6 Rancang Bangun Alat Pemidangan Otomatis Yang Ergonomis

Salah satu ciri dari aktivitas desain adalah bahwa selalu dimulai dari akhir

dan berakhir di awal. Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu

berusaha menciptakan sesuatu baik alat maupun benda lainnya untuk membantu

kehidupan manusia. Perancangan adalah proses menuangkan ide dan gagasan

berdasarkan teori-teori dasar yang mendukung. Proses perancangan dapat

dilakukan dengan cara pemilihan komponen yang akan digunakan, mempelajari

karakteristik dan data fisiknya, membuat rangkaian skematik dengan melihat

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

56

fungsi-fungsi komponen yang dipelajari, sehingga dapat dibuat atau dibangun alat

yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Rancang bangun alat

pemidangan otomatis yang ergonomis adalah perancangan alat yang digerakan

oleh beberapa alat-alat elektronik, di mana pada saat meranncang bangun bentuk

dan ukuran alatnya disesuaikan dengan memperhatikan perajin sebagai pengguna

alat pemidangan ini. Alat ini terdiri dari rangkaian transformator, rangkaian

sensor dan sistem dari mikrokontroler. Trafo berfungsi untuk memberikan

tegangan yang dibutuhkan pada masing-masing rangkaian tersebut.

Mikrokontroler sebagai pusat pengaturan pada rangkaian sensor.

Untuk merealisasikan rancang bangun alat pemidangan otomatis yang

ergonomis ini, maka langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat

blok diagram alat seperti Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Proses Kerja Rancang Bangun Alat Pemidangan otomatis

Yang Ergonomis

Perancangan alat disesuaikan dengan ketersediaan alat atau komponen di

pasaran, sehingga pemilik dapat dengan mudah mencari dan membelinya

bilamana terjadi kerusakan. Untuk mewujudkan alat pemidangan tersebut

diperlukan suatu rancangan atau desain. Pada tahap perancangan ini dibagi

Transformator Foto

Sensor Mikrokontroler

Motor DC 5 V

penggerak benang

Proses penumpukan

dan pengulangan

benang

Motor DC

24 V

Dikontrol oleh

sensor

optocoupler

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

57

menjadi dua tahap perancangan. Tahap pertama adalah perancangan perangkat

keras (hardware). Tahap kedua adalah perancangan perangkat lunak (software).

Spesifikasi alat pemidangan disajikan pada Lampiran 21.

2.6.1 Perangkat keras (hardware)

Perangkat keras (hardware) adalah bagian dari komponen tunggal yang

dipergunakan pada konstruksi alat pemidangan, dan setiap bagian mempunyai

fungsi masing-masing. Dengan pengertian tersebut, maka bagian-bagian dari alat

pemidangan dapat uraikan sebagai berikut:

2.6.1.1 Kontruksi rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis

Kontruksi rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis

disesuaikan dengan ukuran bingkai midang dan ukuran antropometri perajin kain

endek pada proses midang, disajikan pada Gambar 2.18, Gambar 2.19, dan

Gambar 2.20.

Gambar 2.18 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Samping

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

58

Gambar 2.19 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Depan

Gambar 2.20 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Belakang

2.6.1.2 Transformator

Transformator atau biasa dikenal dengan trafo berasal dari kata

transformatie yang berarti perubahan. Transformator adalah suatu alat listrik yang

dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

59

rangkaian listrik yang lain, melalui gandeng magnit berdasarkan pada prinsip

elektromagnetik. Secara prinsip transformator difungsikan untuk memindahkan

daya listrik dari suatu rangkaian ke rangkaian lain, secara pisik transformator

merupakan perangkat satis yang terdiri dari dua buah lilitan ( coil ) yang saling

terhubung dengan mengunakan copling elektromagnet. Penggunaan tranformator

yang sangat mendasar meliputi , pengaturan tegangan maupun arus pada sistem

ketenagaan, sebagai penyetara impedansi antara sumber dan beban guna

memdapatkan pengiriman daya yang maximum pada rangkaian elektronik,

dan sebagai isolasi secara listrik (pengaman) (Muchsin, 2003).

Gambar 2.21 Transformator

Frekuensi pada kumparan primer dan kumparan sekunder adalah sama,

f1=f2. Tegangan dan arus pada kumparan primer dan kumparan sekunder dapat

diubah- ubah sesuai dengan yang dikehendaki antara lain:

1. Digunakan untuk pengiriman tenaga listrik

2. Untuk menyesuaikan tegangan

3. Untuk mengadakan pengukuran dari besaran listrik

4. Untuk memisahkan rangkaian yang satu dengan yang lain

5. Untuk memberikan tenaga pada alat tertentu

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

60

Konstruksi trafo secara umum terdiri dari:

1. Inti yang terbuat dari lembaran-lembaran plat besi lunak atau baja silikon yang

diklem jadi satu.

2. Belitan dibuat dari tembaga yang cara membelitkan pada inti dapat konsentris

maupun spiral.

3. Sistem pendingin pada trafo-trafo dengan daya yang cukup besar.

2.6.1.3 Motor DC

Motor DC merupakan perangkat yang berfungsi merubah besaran listrik

menjadi besaran mekanik. Prinsip kerja motor didasarkan pada gaya

elektromagnetik. Motor DC bekerja bila mendapatkan tegangan searah yang

cukup pada kedua kutubnya. Tegangan ini akan menimbulkan induksi

elektromagnetik yang menyebabkan motor berputar. Secara umum, kecepatan

putaran poros motor DC akan meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan

yang diberikan. Dengan demikian, putaran motor DC akan berbalik arah jika

polaritas tegangan yang diberikan juga diubah. Bentuk fisik motor DC pada

Gambar 2.22. Motor DC tidak dapat dikendalikan langsung oleh mikrokontroler,

karena kebutuhan arus yang besar sedangkan keluaran arus dari mikrokontroler

sangat kecil. Driver motor merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk

menggerakkan motor DC.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

61

Gambar 2.22 Motor DC

Driver motor adalah sirkuit elektronika yang memungkinkan tegangan

dan arus mengalir ke arah beban atau motor DC secara benar artinya dapat

mengatur arah putaran motor DC sesuai dengan keinginan.

2.6.1.4 Sensor Optocoupler

Optocoupler adalah suatu piranti yang terdiri dari dua bagian yaitu antara

bagian cahaya dengan bagian deteksi sumber cahaya terpisah. Biasanya

optocoupler digunakan sebagai saklar elektrik, yang bekerja secara otomatis.

Optocoupler atau optoisolator merupakan komponen penggandeng (coupling)

antara rangkaian input dengan rangkaian output yang menggunakan media

cahaya (opto) sebagai penghubung. Dengan kata lain, tidak ada bagian yang

konduktif antara kedua rangkaian tersebut. Optocoupler sendiri terdiri dari dua

bagian, yaitu transmitter (pengirim) dan receiver (penerima) (Anonim, 2010c).

1. Transmiter

Merupakan bagian yang terhubung dengan rangkaian input atau rangkaian

kontrol. Pada bagian ini terdapat sebuah LED infra merah (IR LED) yang

berfungsi untuk mengirimkan sinyal kepada receiver. Pada transmitter

dibangun dari sebuah LED infra merah. Jika dibandingkan dengan

menggunakan LED biasa, LED infra merah memiliki ketahanan yang lebih

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

62

baik terhadap sinyal tampak. Cahaya yang dipancarkan oleh LED infra merah

tidak terlihat oleh mata telanjang.

2. Receiver

Merupakan bagian yang terhubung dengan rangkaian output atau rangkaian

beban, dan berisi komponen penerima cahaya yang dipancarkan oleh

transmitter. Komponen penerima cahaya ini dapat berupa photodioda ataupun

phototransistor. Pada bagian receiver dibangun dengan dasar komponen

phototransistor. Phototransistor merupakan suatu transistor yang peka

terhadap tenaga cahaya. Suatu sumber cahaya menghasilkan energi panas,

begitu pula dengan spektrum infra merah. Karena spekrum infra mempunyai

efek panas yang lebih besar dari cahaya tampak, maka phototransistor lebih

peka untuk menangkap radiasi dari sinar infra merah.

Prinsip kerja dari rangkaian optocoupler pada Gambar 2.23 adalah.

1. Jika S1 terbuka maka LED akan mati, sehingga phototransistor tidak akan

bekerja.

2. Jika S1 tertutup maka LED akan memancarkan cahaya, sehingga

phototransistor akanbekerja.

3. Jika antara phototransistor dan LED terhalang maka phototransistor

tersebut akan off sehingga output dari kolektor akan berlogika high

sebaliknya.

4. Jika antara phototransistor dan LED tidak terhalang maka phototransistor

tersebut akan on sehingga output-nya akan berlogika low.

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

63

Gambar 2.23 Bentuk dan Rangkaian Optocoupler

Sumber: Anonim 2010c

2.6.1.5 Downloader

Rangkaian downloader merupakan rangkaian penghubung antara

komputer dan mikrokontroler yang berfungsi untuk memasukan listing program

(berupa bit– bit logika) ke dalam mikrokontroler. Listing program yang dikirim

oleh software dari komputer ke dalam mikrokontroler biasanya berbentuk file

*.hex (heksadesimal). Pada umumnya rangkaian downloader terdiri dari kabel

penghubung jenis DB25 atau jenis DB9. Sinkronisasi tegangan antara tegangan

dari komputer dan tegangan mikrokontroler menggunakan sebuah buffer.

2.6.1.6 Mikrokontroler ATMEGA 32A

Mikrokontroler dapat diumpamakan sebagai bentuk skala mini dari

mikrokomputer. Di dalam mikrokontroler terdapat komponen-komponen dasar

dari sebuah mikrokomputer, yaitu memori, CPU, dan instruksi-instruksi yang

terpadu dalam satu keping IC. Program mikrokontroler adalah alat untuk

memasukkan program kedalam memori mikrokontroler, terdiri dari software dan

hardware. Pada mikrokontroler perbandingan RAM dan ROM-nya tidak terlalu

besar, program kontrol disimpan dalam ROM sedangkan RAM digunakan sebagai

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

64

tempat penyimpanan sementara. Perlengkapan dasar mikrokontroler terdiri atas:

CPU, alamat, data, pengendali, memori, input dan output.

Mikrokontroler adalah piranti elektronik berupa IC (Integrated Circuit)

yang memiliki kemampuan manipulasi data (informasi) berdasarkan suatu urutan

instruksi (program). Dalam sebuah struktur mikrokontroler akan kita temukan

juga komponen-komponen seperti: processor, memory, clock, dll. Salah satu

arsitektur mikrokontroler yang terdapat di pasaran adalah jenis AVR (Advanced

Virtual RISC). Arsitektur mikrokontroler jenis AVR ini pertama kali

dikembangkan pada tahun 1996 oleh dua orang mahasiswa Norwegian Institute of

Technology yaitu Alf-Egil Bogen dan Vegard Wollan. Dalam perkembangannya,

AVR dibagi menjadi beberapa varian yaitu AT90Sxx, ATmega, dan AT86RFxx.

Pada dasarnya yang membedakan masing-masing varian adalah kapasitas memori

dan beberapa fitur tambahan saja.

Pemrograman mikrokontroler AVR dapat menggunakan low level

language (assembly) dan high level language (C, Basic, Pascal, JAVA, dll)

tergantung compiler yang digunakan. Salah satu yang banyak dijumpai di pasaran

adalah AVR tipe ATmega, yang tediri dari beberapa versi, yaitu ATmega8535,

ATmega16, ATmega162, ATmega32, ATmega324P, ATmega644, ATmega644P

dan ATmega128. Mikrokontroler yang digunakan adalah AVR ATmega32

Madhawirawan (2013).

Berikut ini Gambar 2.24 adalah tampilan ATmega32.

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

65

Gambar 2.24 Modul AVR ATmega32

Fitur-fitur yang dimiliki ATmega32 sebagai berikut:

1. Frekuensi clock maksimum 16 MHz

2. Jalur I/O 32 buah, yang terbagi dalam PortA, PortB, PortC dan PortD

3. Analog to Digital Converter 10 bit sebanyak 8 input, 4 chanel PWM

4. Timer/Counter sebanyak 3 buah

5. CPU 8 bit yang terdiri dari 32 register

6. Watchdog Timer dengan osilator internal

7. SRAM sebesar 2K Byte

8. Memori Flash sebesar 32K Byte dengan kemampuan read while write

9. Interrupt internal maupun eksternal

10. Port komunikasi SPI

11. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi

12. Analog Comparator

13. Komunikasi serial standar USART dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps

Konfigurasi pin pada mikrokontroler ATmega32 dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

66

Gambar 2.25 Konfigurasi Pin ATmega32

Dari gambar tersebut dapat terlihat jumlah pin ATmega32 adalah 40 pin yang

memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu:

1. Vcc merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan catu daya.

2. GND merupakan pin ground.

3. Port A(PA0-PA7) merupakan pin input/output dua arah dan pin masukan

ADC.

4. Port B(PB0-PB7) merupakan pin input/output dua arah dan pin fungsi khusus,

2.6.2 Perangkat lunak (soft ware)

Rancangan program ini dibuat kedalam bentuk flowchart disajikan pada

Gambar, guna mempermudah proses pembuataan listing program pada software

Code Vision AVR. Program mikrokontroler yang akan dibuat menggunakan

bahasa C dan beberapa bahasa assembly, kemudian program tersebut disusun

(compile) secara otomatis ke dalam bentuk file *.hex untuk dimasukan ke dalam

IC mikrokontroler.

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk

67

Gambar 2.26 Flow chart Input Program Perintah Pada Mikrokontroler