bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada pembahasan kajian pustaka pada bab II ini, hal-hal yang akan dibahas
adalah hal-hal yang terkait dengan variabel-variabel dalam penelitian ini antara
lain: model pembelajaran inkuiri, tujuan dan alasan penggunaan model
pembelajaran inkuiri, peranan model pembelajaran inkuiri, sasaran utama kegiatan
belajar mengajar pada model pembelajaran inkuiri, kondisi-kondisi umum sebagai
syarat tumbuhnya pembelajaran inkuiri, prinsip-prinsip penerapan inkuiri, jenis-
jenis model pembelajaran inkuiri, tahap-tahap (langkah-langkah) pembelajaran
inkuiri, kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri, model
pembelajaran inkuiri terbimbing, langkah-langkah model pembelajaran inkuiri
terbimbing, hasil belajar, factor-faktor yang mempengaruhi belajar, motivasi
belajar, IPA, fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di SD, ruang lingkup IPA di
SD, kajian penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan.
2.1.1 Model Pembelajaran Inkuiri
Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”, yang secara harafiah
berarti penyelidikan. Piaget (Mulyasa, 2007:108) mengemukakan bahwa inkuiri
merupakan model pembelajaran yang mempersiapkan peserta didik pada situasi
untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas, agar melihat apa yang terjadi,
ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari
jawabannya sendiri, serta menghubungkan satu penemuan dengan penemuan yang
lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan peserta didik
lain. Sclenker (Yudi, 2008: 76) mengungkapkan bahwa model pembelajaran
inkuiri dapat menghasilkan peningkatan pemahaman sains, produktivitas, berpikir
kreatif, serta siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis
informasi.
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Suchman. Suchman
meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan
7
sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan langsung pada mereka.
Model pembelajaran inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang termasuk
dalam model pembelajaran pemrosesan informasi. Menurut Joyce dan Weil
(Wena, 2009: 76), model inkuiri adalah sebuah model yang intinya melibatkan
siswa ke dalam masalah asli dan menghadapkan mereka dengan sebuah
penyelidikan, membantu mengindentifikasi konseptual atau metode pemecahan
masalah yang terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa mencari jalan
keluar dari masalah tersebut.
Sanjaya (2008: 196), mendefinisikan model inkuiri adalah serangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab
antara guru dan siswa.
Model pembelajaran inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang
mampu menciptakan peserta didik yang cerdas dan berwawasan. Dengan model
pembelajaran ini, siswa dilatih selalu berpikir kritis, karena membiasakan siswa
memecahkan suatu masalah sendiri. Model pembelajaran ini bertujuan untuk
melatih kemampuan peserta didik dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan
memecahkan masalah secara ilmiah. Dalam proses inkuiri, guru dalam hal ini
hanya bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok. Para
siswa didorong mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan.
Inkuiri merupakan model yang bersifat student center, dan guru disini
berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan pengarah kerja siswa.
Pada pelaksanaannya, model pembelajaran inkuiri tidak semata
mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi seluruh potensi yang ada,
termasuk pengembangan emosional dan pengembangan ketrampilan. Pada
hakikatnya, model pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses. Proses ini
bermula dari rumusan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti,
menguji hipotesis dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan
sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini siswa
8
yang bersangkutan. Semua tahap dalam proses inkuiri tersebut di atas, merupakan
kegiatan belajar dari siswa (Gulo, 2002: 93).
Dari seluruh pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran inkuiri merupakan sebuah model pembelajaran yang
mencoba memberikan pengalaman langsung kepada siswa, untuk merasakan
secara nyata proses pembelajaran dengan melibatkan seluruh aspek kemampuan
siswa. Sehingga, dengan merasakan langsung keterlibatannya pada saat kegiatan
pembelajaran, siswa menjadi semakin yakin dengan kemampuan yang
dimilikinya, sehingga proses belajar benar-benar terjadi, dan akhirnya terjadilah
perubahan pada diri siswa yaitu perubahan pengetahuan, pemahaman, pengalaman
serta tingkah laku.
2.1.2 Tujuan dan Alasan Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru. Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam proses
mental, dalam rangka penemuannya. Model pembelajaran inkuiri memungkinkan
para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan, untuk
mencapai tujuan pembelajarannya.
Tujuan utama dari pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri adalah menyediakan peralatan atau cara bagi siswa untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan intelektualnya yang berkaitan dengan berpikir kritis
dan memecahkan masalah. Secara lebih khusus, tujuan dari model pembelajaran
inkuiri adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan arah dan proses bahan
pelajarannya.
2) Mengurangi ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pengalaman
belajarnya.
3) Melatih siswa menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
yang tidak ada habisnya.
4) Memberi pengalamaan belajar seumur hidup.
9
Adapun alasan pengunaan model pembelajaran inkuiri sebagai model
pembelajaran dalam di sekolah adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
2) belajar tidak hanya diperoleh dari sekolah, tetapi juga lingkungan sekitar
3) melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran sendiri akan kebutuhan
belajarnya.
4) Penanaman kebiasaan untuk belajar berlangsung seumur hidup.
2.1.3 Peranan Model Pembelajaran Inkuiri
Dalam perkembangannya, teranyata model pembelajaran inkuiri
mempunyai peranan yang penting terhadap pendidikan di sekolah. Pelaksanaan
penggunaan model pembelajaran inkuiri mempunyai peranan penting, baik bagi
guru maupun para siswa. Perananannya antara lain sebagai berikut: (1)
Menekankan kepada proses perolehan informasi oleh siswa; (2) Membuat konsep
diri siswa bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya; (3)
Memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan memperluas penguasaan
ketrampilan dalam proses memperoleh kognitif para siswa; (4) Penemuan-
penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit
melupakannnya; (5) Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar,
karena siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar
(Sumantri, 1999: 166).
2.1.4 Sasaran Utama Kegiatan Belajar Mengajar Pada Model Pembelajaran
Inkuiri
Sasaran utama dalam kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran
inkuri, adalah: (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan
belaja. Kegiatan belajar disini adalah kegiatan mental, intelektual, sosial dan
emosial; (2) keterarahan kegiatan belajar secara logis dan sistematis pada tujuan
pengajaran; (3) mengembangkan siskap percaya pada diri sendiri (self-belief) pada
diri siswa, tentang apa yang ditemukannya dalam proses pembelajaran inkuiri.
Gulo (2002, 85), mengatakan bahwa sasaran utama dalam kegiatan pembelajaran
10
dengan model pembelajaran inkuiri berpusat pada perkembangan kepribadian dan
intelektual siswa.
2.1.5 Kondisi-Kondisi Umum Sebagai Syarat Timbulnya Pembelajaran
Inkuiri
Joyce (Gulo, 2002: 85) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang
merupakan syarat bagi timbulnya pembelajaran inkuiri bagi siswa. Kondisi
tersebut antara lain: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang
mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas di dalam
kelas, dimana siswa tidak merasakan adanya tekanan atau hambatan untuk
mengemukakan pendapatnya; (2) inkuiri berfokus pada hipotesis. Siswa perlu
menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada
kebenaran yang bersifat mutlak. Kebenaran selalu bersifat sementara; (3)
penggunaan fakta sebagai evidensi. Dalam kelas, dibicarakan validitas dan
reliabilitas tentang fakta, sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada
umumnya. Dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri, ada kondisi umum
yang perlu diperhatikan agar model pembelajaran inkuiri dapat tercipta di dalam
proses pembelajaran di sekolah.
2.1.6 Prinsip-Prinsip Penerapan Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang
menekankan pada pengembangan intelektual anak. Dalam menggunakan model
pembelajaran inkuiri, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh setiap
guru, agar model pembelajaran ini benar-benar mencapai suatu keberhasilan
dalam proses pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya (2007: 199 – 201) ada beberapa prinsip yang
harus diperhatiakn oleh seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran
inkuiri:
1) Berorientasi pada pengembangan intelektual; maksudnya adalah model
pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar, juga berorientasi pada
proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran
11
dengan menggunakan model inkuiri, bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa
dapat menguasai materi pelajaran, namun pada sejauh mana siswa beraktivitas
mencari dan menemukan sesuatu.
2) Prinsip interaksi; proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi,
baik interaksi antar siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru; bahkan
interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses
interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi
sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu
mengarahkan (directing), agar siswa bisa mengembangkan kemampuan
berpikirnya melalui interaksi mereka.
3) Prinsip bertanya; peran guru yang harus dilakukan dalam menerapkan model
pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa
untuk menjawab setiap pertanyaan, pada dasarnya sudah merupakan bagian
dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam
setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya
perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah pertanyaan itu hanya sekedar meminta
perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan
kemampuan atau bertanya untuk menguji.
4) Prinsip belajar untuk berpikir; belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta,
akan tetapi belajar adalah proses berpikiri (learning how to think), yakni
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik
otak reptil, otak limbik maupun otak neokorteks. Pembelajaran berpikir
merupakan pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5) Prinsip keterbukaan; dalam pembelajaran, siswa perlu diberikan kebebasan
untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan
nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan kemungkinan sebagai hipotesis, yang harus dibuktikan
kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis, dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
12
2.1.7 Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri
Sund dan Trowbridge (Mulyasa, 2007: 109) mengemukakan ada tiga
macam jenis pembelajaran inkuiri, sebagai berikut:
1) Inkuiri termbimbing (guided inquiry): siswa memperoleh pedoman sesuai
dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa
pertanyaan yang membimbing. Pembelajaran inkuiri jenis ini digunakan
terutama bagi siswa yang belum berpengalaman, guru memberikan bimbingan
dan pengarahan yang cukup luas. Dalam pelaksanaannya, sebgai besar
perencanaan dibuat guru, dan siswa tidak merumuskan permasalahan.
2) Inkuiri bebas (free inquiry), pada jenis ini, siswa melakukan penelitian sendiri
bagaikan seorang ilmuwan. Siswa harus dapat mengidentifikasi dan
merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki.
3) Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry). Pada jenis ini, guru
memberikan permasalahan atau problem dan kemudian siswa diminta untuk
memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan
prosedur penelitian.
2.1.8 Tahap (Langkah-Langkah) Pembelajaran Inkuri
Menurut Dahlan (Trianto, 2007: 18) bahwa tahapan atau langkah-langkah
pembelajaran inkuiri, terdiri dari lima tahap atau lima langkah, yaitu sebagai
berikut:
a. Penyajian Masalah
Pada tahap ini, guru menjelaskan prosedur inkuiri kepada siswa, setelah itu
guru menyajikan permasalahan yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa,
sehingga siswa mulai bertanya-tanya baik kepada dirinya sendiri, maupun kepada
guru. Dalam tahap ini, dialog atau kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa
haru diatur sedemikian rupa, sehingga jawaban guru terhadap pertanyaan siswa
terbatas pada jawaban “ya” atau “tidak”. Pertanyaan terbuka harus dihindarkan,
dan siswa tidak boleh meminta guru menjelaskan tentang permasalahan yang
dihadapi. Jadi, apabila siswa mengajukan pertanyaan yant tidak dapat dijawab
dengan “ya” atau “tidak”, maka siswa harus menyusun kembali pertanyaannya.
13
Siswa harus mencari sendiri fakta-fakta untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
b. Pengumpulan dan Verifikasi Data
Dalam tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan data
(informasi) sebanyak-banyaknya, mengenai masalah yang disajikan, sehingga,
diharapkan ada kegiatan diskusi kelompok, untuk merumuskan suatu hipotesis
sebagai jawaban sementara dari permasalahan tersebut. Data-data tersebut dapaat
diperoleh melalui telaah buku, atau dapat juga melalui peristiwa yang mereka
lihat, atau mereka alami (belum sampai melakukan kegiatan eksperimen).
c. Eksperimen
Dalam tahap ini, siswa melakukan kegiatan eksperimen yang
prosedurunya telah disediakan oleh guru, serta jelas melalui lembar kerja siswa.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan
pada tahap sebelumnya. Adapun peran guru dalam tahapan ini ialah membimbing,
mengarahkan, serta mengendalikan kegiatan eksperimen.
d. Merumuskan Penjelasan
Dalam tahap ini, siswa mengkoordinasikan dan menganalisis data, untuk
membuat kesimpulan yang dapat menjawab masalah yang telah disajikan. Guru
mengajak siswa untuk merumuskan penjelasan mengenai permasalahan yang
sedang dihadapi, yaitu dengan cara mengarahkan siswa mengemukakan
informasi-infromasi yang mereka dapatkan melalui eksperimen. Kegiatan
perumusan penjelasan ini, bertujuan untuk membimbing siswa kepada pemecahan
masalah yang terarah. Apabila terdapat siswa yang menemui kesulitan dalam
mengemukakan informasi, dalam bentuk uraian yang jelas (penjelalsan yang
rinci), maka siswa didorong serta diarahkan untuk memberikan penjelasan yang
sederhana saja, dan tidak begitu mendetail.
e. Analisis Proses Inkuiri
Pada tahap ini, siswa diminta untuk menganalisi pola-pola inkuiri yang
telah mereka jalani. Dengan demikian, siswa akan memperoleh tipe-tipe informasi
yang sebelumnya tidak dimiliki siswa. Hal ini penting bagi siswa, sebab hal
tersebut dapat melengkapi dan memperbanyak data yang relevaan, serta
14
menunjang untuk menemukan pemecahan masalah. Tahapan ini penting untuk
memperbaiki proses inkuiri itu sendiri.
2.1.9 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri
Setiap model pembelajaran, dipastikan memiliki kelebihan dan
kekurangannya sendiri-sendiri. Model pembelajaran juga memiliki hal-hal
tersebut, yaitu:
a. Kelebihan
1) Model pengajar menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi
menjadi pengolahan informasi.
2) pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered. Guru
lebih banyak bersifat membimbing.
3) dapat membentuk dan mengembangkan self-concept pada diri siswa.
4) dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari, sehingga tahan
lama dalam ingatan.
5) memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar, yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber
belajar.
6) menghindarkan cara belajar tradisional (menghafal).
b. Kekurangan
1) memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi
dari guru apa adanya, menjadi belajar mandiri dan kelompok dengan mencari
dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal
yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun.
2) guru dituntut mengubah kemasan mengajar yang umumnya sebagai penyaji
informasi, menjadi fasilitator dan motivator. Hal ini merupakan pekerjaan
yang tidak gampang, karena umumnya, guru merasa belum mengajar dan
belum puas, apabila tidak menyampaikan informasi (ceramah).
3) model ini dalam pelaksanaannya, memerlukan penyediaan sumber belajar dan
fasilitaas yang memadai, yang tidak selalu tersedia.
15
4) model ini tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa dalam jumlah besar,
sedangkan jumlah guru terbatas.
Mengatasi kekurangan-kekurangan dari penerapan model inkuiri
terbimbing, maka hal-hal yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memupuk kebiasaan pada siswa untuk membentuk cara belajar mandiri, dan
memberikan pemahaman bahwa sumber-sumber belajar tidak saja harus
berpusat pada guru semata.
2. Guru perlu berlatih untuk mendengarkan dan memposisikan diri menjadi
fasilitator bagi siswa selama pembelajaran.
3. Mengatasi kelas yang besar, maka sebaiknya siswa dibagi dalam kelompok-
kelompok.
2.1.10 Model Pembelajaran Inkuiri Termbimbing
Model pembelajaran inkuiri terbimbing digunakan apabila dalam kegiatan
pembelajaran, guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
siswa. Pada umumnya, model pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri atas: (1)
penyajian masalah; (2) kelas semester; (3) prinsip atau konsep yang ditemukan;
(4) alat/bahan; (5) diskusi pengarahan; (6) kegiatan penemuan siswa; (7) proses
berpikir kritis dan ilmiah; (8) pertanyaan yang bersifat open ended; (9) catatan
guru.
Pada model pembelajaran inkuiri terbimbing ini, guru memberikan
petunjuk-petunjuk kepada siswa seperlunya. Petunjuk tersebut dapat berupa
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa, agar mampu menemukan sendiri
arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan, untuk memecahkan
permasalahan yang diberikan guru. Pengerjaannya dapat dilakukan sendiri atau
dapat diatur secara berkelompok. Bimbingan yang diberikan kepada siswa,
dikurangi sedikit demi sedikit, sering bertambahnya pengalaman siswa dengan
pembelajaran secara inkuiri.
16
2.1.11 Tahap (Langkah-Langkah) Pembelajaran Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing.
Tahap-tahap pembelajaran model inkuiri yang diterapkan dalam penelitian
ini, diadopsi dari Eggen dan Kauchak (Trianto, 2007: 69), meliputi menyajikan
pertanyaan atau masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan
percobaan untuk memperoleh data, mengumpulkan dan menganalisis data, serta
membuat kesimpulan. Sintaks pembelajarannya disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing.
Fase Indikator Peran Guru
1 Menyajikan pertanyaan atau
masalah
Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan
dituliskan di papan tulis
Guru membagi siswa dalam beberapa
kelompok
2 Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis
Guru membimbing siswa dalam
menentukan hipotesis relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan
hipotesis yang akan digunakan untuk
dijadikan prioritas penyelidikan.
3 Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-
langkah yang sesuai dengan hipotesis
yang akan dilakukan.
Guru membimbing siswa dalam
menentukan langkah-langkah
percobaan.
17
4 Melakukan percobaan untuk
memperoleh data
Guru membimbing siswa mendapatkan
data melalui percobaan.
5 Mengumpulkan dan
menganalisis data
Guru memberikan kesempatan kepada
tiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang terkumpul.
6 Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan berdasarkan data
yang telah diperoleh.
2.1.12 Pengertian Belajar
Robbins (Trianto, 2009:15) mendifinisikan “belajar sebagai proses
menciptakan hubungan antara suatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan
sesuatu (pengetahuan) yang baru”. Jadi dalam makna belajar, disini merupakan
keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru.
Joko Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Selanjutnya menurut Winkel (1996:53), belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Dari ketiga pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas mental dimana aktivitas itu merupakan proses mencipatakan
hubungan antara suatu pengetahuan dengan pengetahuan yang baru melalui
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
18
2.1.13 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2001: 22). Abdullah, Ilyas (2008: 98)
menjelaskan bahwa hasil belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas
pengukuran tertentu. Seseorang yang telah melakukan kegiatan belajar yang
diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu diharapkan dapat mencapai hasil
yang maksimum. Seorang yang dapat melakukan memperoleh hasil maksimum
dari kegiatan belajarnya maka sebuah prestasi belajar akan didapatkan.
Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu
bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan
kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Nana Sudjana (1999: 22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu
kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar mengajar, disebabkan oleh
pengalaman dan latihan. Selanjutnya menurut Bloom (dalam Oemar Hamalik
2002: 79-82) mengatakan bahwa hasil belajar dapat dilihat pada ketiga aspek,
yaitu:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan pengembangan ketrampilan
intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan yaitu:
a. Recall of data (Hapalan/ C1)
Merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip,
prosedur atau istilah yang dipelajari. Tingkatan ini merupakan tingkatan paling
rendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Kemampuan yang
dimiliki hanya kemampuan menangkap informasi kemudian menyatakan kembali
informasi tersebut tanpa harus memahaminya. Pada tingkatan ini, siswa diminta
untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana. Contoh kata
kerja yang digunakan yaitu menyebutkan, mendefinisikan, menggambarkan.
19
b. Comprehension (Pemahaman/C2)
Merupakan kemampuan untuk memahami arti, interpolasi, interpretasi,
intruksi (pengarahan) dan masalah. Syambasri Munaf (2001: 69) mengemukakan
bahwa pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses
berpikir dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui sesuatu
hal yang dapat dilihatnya dari berbagai segi. Pada tingkatan ini, selain hafal siswa
juga harus memahami makna yang terkandung, misalnya dapat menjelaskan suatu
gejala, menginterpretasikan grafik, bagan atau diagram, serta dapat menjelaskan
konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Contoh kata kerja yang digunakan
yaitu menyajikan, menginterpretasikan, menjelaskan.
c. Application (Penerapan/C3)
Merupakan kemampuan menggunakan konsep dalam situasi baru atau
pada situasi konkret. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari
pemahaman. Kemampuan yang diperoleh berupa kemampuan untuk menerapkan
prinsip, konsep, teori, hukum maupun metode yang dipelajarinya dalam situasi
baru. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu mengaplikasikan, menghitung,
menunjukkan.
d. Analysis (Analisis/C4)
Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam
bagian-bagian, sehingga struktur susunannya dapat dipahami. Dengan analisis
diharapkan seseorang dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang lebih
rinci atau terurai dan memahami hubungan bagian-bagian tersebut satu sama lain.
Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa, membandingkan,
mengklasifikasikan.
e. Synthesis (Sintesis/C5)
Merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang
terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Syambasri Munaf (2001: 73)
menyatakan bahwa kemampuan sintesis merupakan kemampuan
menggambungkan bagian-bagian (unsur-unsur) sehingga terjelma pola yang
berkaitan secara logis atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang
20
ada hubungannya satu dengan yang lain. Kemampuan ini misalnya dalam
merencanakan eksperimen, menyusun karangan, menggambungkan obyek-obyek
yang memiliki sifat sama ke dalam satu klasifikasi. Contoh kata kerja yang
digunakan yaitu menghasilkan, merumuskan, mengorganisasikan.
f. Evaluation (Evaluasi/C6)
Merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan (penilaian)
terhadap suatu situasi, nilai-nilai atau ide-ide. Kemampuan ini merupakan
kemampuan tertinggi dari kemampuan lainnya. Evaluasi adalah pemberian
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,
cara kerja, materi dan kriteria tertentu. Untuk dapat membuat suatu penilaian,
seseorang harus memahami, menerapkan, menganalisis dan mensintesis terlebih
dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menilai, menafsirkan, menaksir
dan memutuskan.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu
misalnya sikap (attitude), apresiasi (appreciation), dan motivasi (motivation).
David Kartwohl (Clark, 2000: 100) membagi aspek afektif dalam lima kategori,
yaitu:
a. Receiving (Penerimaan)
Mengacu pada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan terhadap
stimulus yang tepat. Sebagai contoh, siswa mampu mendengarkan penjelasan dari
guru secara seksama tanpa memberikan respon terlebih dahulu.
b. Responding (Pemberian Respon)
Mengacu pada partipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Kemampuan ini
meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi stimulus. Sebagai contoh, siswa
menjawab pertanyaan guru dan memperdebatkan masalah yang dilontarkan guru
serta mau bekerjasama dalam penyelidikan.
c. Valuing (Penilaian)
Mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus
tertentu. Reaksi-reaksi yang dapat muncul seperti menerima, menolak atau tidak
21
menghiraukan. Sebagai contoh, siswa bertanggungjawab terhadap alat-alat
penyelidikan dan bersikap jujur dalam pembelajaran.
d. Organization (Pengorganisasian)
Pengorganisasian dapat diartikan sebagai proses konseptualisasi nilai-nilai
dan menyusun hubungan antara nilai-nilai tersebut, kemudian nilai-nilai terbaik
untuk diterapkan. Sebagai contoh, kemampuan menimbang dampak positif dan
negatif suatu perlakuan.
e. Characterization (Karateristik)
Karakteristik adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan
oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap
dan perbuatannya itu seolah-olah menjadi ciri-ciri perilakunya. Sebagai contoh,
mau mengubah pendapatnya jika pendapat tersebut tidak sesuai dengan bukti-
bukti yang ditunjukkannya.
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan manual fisik (skills).
Aspek psikomotorik dikemukakan oleh Dave (Clark, 2000: 101) menjadi lima
kategori, yaitu:
a. Imitation (Peniruan)
Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudian
memberikan respon serupa dengan yang diamati. Sebagai contoh, kemampuan
menggunakan alat ukur setelah diperlihatkan cara menggunakannya.
b. Manipulation (Manipulasi)
Kemampuan ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan
(instruksi), penampilan dan gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu
penampilan. Sebagai contoh, melakukan kegiatan penyelidikan sesuai dengan
prosedur yang dibacanya.
c. Precision (Ketepatan)
Kemampuan ini lebih menekankan pada kecermatan, proporsi dan
kepastian yang lebih tinggi. Sebagai contoh, pada saat menggunakan alat ukur,
memperhatikan skala alat ukur yang digunakan dan satuan yang digunakan dalam
22
mengambil data, orang yang memiliki ketepatan biasanya melakukan pengamatan
berulang kali untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti.
d. Articulation (Artikulasi)
Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan
membuat urutan yang lebih tepat dan mencapai hasil yang diharapkan atau
konsistensi internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda. Sebagai contoh,
menunjukkan tulisan yang rapi dan jelas, mengetik cepat dan tepat dan
menggunakan alat-alat sesuai ketentuannya.
e. Naturalization (Pengalamiahan)
Menekankan pada kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga
gerakan yang dapat dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan pemikiran
terlebih dahulu.
Mengacu pada taksonomi Bloom di atas, maka hasil belajar dapat diukur
dengan menggunakan tiga indiktor perubahan pada diri siswa, namun
demikian, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan salah satu
aspek dari ketiga aspek tersebut, yaitu aspek kognitif, dimana yang akan
diukur adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).
2.1.14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Merson (dalam Tu’u, 2004: 78), Slameto (2003: 54-60), Susilana
(2006: 102), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah
sebagai berikut:
a. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi:
1) Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya akan
berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga
akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak
kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan
pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca,
23
melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen,
mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain.
Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peranan
yang sangat penting.
Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu’u 2004: 40), bahwa
pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui
indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya.
2) Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap
proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a) Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika
dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu
yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama.
Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang
menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ
(Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan yang
dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi
belajar, termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan yang
menonjol yang ada pada dirinya. Hal itu dapat kita ketahui umumnya tingkat
kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik angka nilai yang
dicapai siswa.
b) Bakat
Di samping Intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah kemampuan yang ada
pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari
orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa
yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu,
seorang siswa seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar
24
berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki
siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran,
akan dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika akan
memilih bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada
padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan
psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru
menentukan pilihan.
c) Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu. Perhatian adalah
melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan
perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu
pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan
perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi
prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan
perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah.
Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam
pembelajaran.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap
usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam
belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan
memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang
kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi
prestasi belajarnya.
e) Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa akan
terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa yang
emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan
25
mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang
didapatnya dalam suatu pembelajaran.
f) Kemampuan kognitif
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir,
menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan
ingatan dan berfikir seorang siswa.
b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap
proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca,
udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh
langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid dengan
guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang
baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
Sementara itu menurut Suryabrata (1998: 13), ada tiga faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Slameto
(2010) menambahkan salah satu faktor eksternal yang ikut mempengaruhi hasil
belajar siswa adalah metode pembelajaran.
2.1.15 Motivasi Belajar
Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai motivasi. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni
“movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007: 41). Menurut James
O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau
keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada mahluk untuk
bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motif dan
motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang
26
timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertndak
melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang
tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda yang akan dikerjakan itu tidak
menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum
tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai
hubungan dengan kepentingannya sendiri.
Seseorang yang melakukan aktivitas secara terus menerus tanpa motivasi
dari dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas
belajar. Namun seseorang yang tidak mempunyai keinginan belajar, dorongan dari
luar merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh motivasi intrinsik
dperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subyek
belajar.
Menurut Sadirman AM (2003: 33) mengatakan motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar
tercapai.
Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi
sebagi berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dilakukan).
b. Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan).
c. Menentukan arah perbuatan (kearah tujuan yang hendak dicapai) (M Ngalim
Purwanto, 2002: 33).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri
individu untuk melakukan sesuatu tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih
baik dari pada hasil sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil
27
belajar. Karena itu, motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari
dalam diri maupun dari luar diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar, demi
mencapai hasil belajar yang memuaskan.
2.1.16 Pengertian IPA
Menurut Nash (Riwayal Haini, R. 2009: 67) IPA adalah suatu cara atau
metode untuk mengamati alam. Cara Ilmu pengetahuan Alam (IPA) mengamati
alam bersifat analitis, cermat dan lengkap, serta menghubungkan satu fenomena
dengan fenomena lain, sehingga keseluruhan membentuk suatu perspektif yang
baru tentang obyek yang diamatinya.
Dalam KTSP 2006 (2006: 124) dijelaskan bahwa IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena
itu, dalam pembelajaran IPA, siswa membangun pengetahuannya berdasarkan
pengamatan, pengalaman, penyusunan gagasan, pengujian melalui suatu
percobaan atau penyelidikan, penjelajahan dan pencarian informasi sangat
diutamakan.
2.1.17 Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut Depdiknas (2006: 27) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah
sebagai berikut:
1. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam
kehidpuan sehari-hari;
2. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan teknologi;
3. mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan;
4. Ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;
5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; dan
6. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
28
Menurut BNSP (2007: 13), mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.18 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA
meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1) mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.
3) energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan pesawat
sederhana
4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
29
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Nasir (2012) dengan judul
penelitian: “Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided
Inqury) Untuk Meningkatkan Prestasi belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 03
Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah: Apakah
ada pengaruh penerapan pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inqury)
terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN 03 Samarinda? Rancangan
penelitian ini adalah true experimental atau biasa disebut eksperimen yang
sebenarnya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan memberikan
pre-test dan post-test group. Instumen yang digunakan adalah tes prestasi belajar
siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari hasil analisis
data diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar siswa pada kelompok eksperimen
86,10 lebih tinggi daripada rata-rata prestasi belajar kelompok kontrol sebesar
72,76. Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing (guided inqury) mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Kikin Martiani (2012), dengan judul
penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inqury)
terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Kartika Siliwangi Cimahi Tahun
Ajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ekektivitas model
pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam meningkatkan kemampuan hasil belajar
IPA kelas IV SDN Kartika Siliwangi 2 Cimahi. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Hasil penelitian menyatakan rata-
rata nilai pretest sebesar 66.47 dan rata-rata posttest 77.38. hasil ini menunjukkan
peningkatan yang tinggi dari rata-rata sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa
penerapan Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inqury) mampu
meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Berdasarkan dua penelitian terdahulu di atas, maka persamaan penelitian ini
dengan kedua penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:kedua penelitian
terdahulu menggunakan subyek yang sama dengan penelitian yang dilakukan
sekarang yaitu siswa kelas 4 SD. Kedua, sama dengan kedua penelitian terdahulu,
30
penelitian ini menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam
pembelajaran. Selain kesaaman-kesamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu,
ada beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Pertama,
penelitian terdahulu menggunakan desain eksperimen, sedangkan penelitian ini
menggunakan desain penelitian tindakan kelas. Kedua, waktu penelitian. Kedua
penelitian telah melaksanakan penelitian lebih dahulu. Ketiga, lokasi. Meskipun
menggunakan subyek yang sama, namun lokasi penelitian kedua penelitian
terdahulu dengan penelitian ini berbeda. Dengan demikian, dapat dipastikan
bahwa sumber daya dari kedua penelitian terdahulu tentu berbeda dengan
penelitian yang hendak dilaksanakan ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan demi
mengubah kondisi belajar yang terjadi dalam kelas. Perubahan kondisi ini adalah
perubahan yang diarahkan hingga pada hasil akhir yang diharapkan, dimana hasil
itu diacu berdasarkan kriteria ketuntasan minimal dalam kelas. Agar tujuan dari
penelitian ini dicapai, diperlukan model pembelajaran yang mendorong terjadinya
pencapaian tujaun itu. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Pemilihan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dibangun atas dasar pemikiran bahwa belajar merupakan proses
penemuan. Belajar karena itu, merupakan sebuah proses untuk menyelidiki.
Konsep-konsep yang diajarkan, sepatutnya diperlakukan sebagai hipotesis yang
perlu dipertemukan dengan fakta, lewat pengujian-pengujian ataupun eksperimen.
Belajar dengan cara ini, membawa siswa lebih mudah memahami sebuah konsep,
lebih mudah menyerap pelajaran, dan pelajaran akhirnya lebih tersimpan lama
dalam ingatan siswa. Selain itu, penelitian ini juga hendak mengubah situasi kelas,
dimana siswa diarahakan untuk termotivasi dalam belajar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengubah situasi kelas dimana siswa dari pasif menjadi aktif terlibat dalam
proses belajar mengajar. Model pembelajaran inkuiri merupakan model
pembelajaran dimana siswa lebih banyak terlibat dalam proses-proses belajar,
mulai dari identifikasi masalah, merumuskan hipotesis pada masalah itu,
31
melakukan eksperimen sampai pada penyimpulan. Dengan demikian, model ini
dirancang agar siswa terlibat aktif dalam belajar. Kata lain, model pembelajaran
ini dirancang agar mendorong siswa memiliki hasil belajar yang tinggi.
2.4 Hipotesis Tindakan
Dengan mengacu pada keseluruhan pemaparan pada bab I maupun kajian
teori pada bab II, maka hipotesis penelitian tindakan ini adalah: “Penggunaan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar IPA KD: “Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari
ke hari” Siswa kelas 4 SDN Salatiga 09 Semester II Tahun Ajaran 2012/2013”.