bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 hasil
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hasil Belajar Siswa
a. Hakekat Hasil belajar
Belajar menurut Purwanto (2013) adalah proses untuk membuat
perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan
untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian belajar menurut
Winkel (Purwanto : 2013) yaitu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar
menurut. Menurut Naniek Sulistya Wardani, dkk (2012 :110) adalah hasil
pengukuran penguasaan bidang/ materi dan aspek perilaku baik melalui tes
maupun non tes. Pencapaian kompetensi hasil belajar terbagi dalam ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Dipertegas oleh Purwanto (2013) yang
mengungkapkan bahwa makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek koginif, afektif
dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Purwanto
(2013) macam-macam hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek
kogintif), keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan sikap siswa (aspek
afektif).
1. Pemahaman Konsep
Pemahaman menurut Bloom (Purwanto, 2013:6) adalah seberapa
besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang di
berikan oleh guru kepada siswa atau sejauh mana siswa dapat memahami
serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami atau yang ia
9
rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.
Sedangkan konsep menurut Dorothy J. Skeel dalam Nursid (2005: 2-3),
konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran,
gagasan atau pengertian. Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut bahwa
pengertian pemahaman konsep adalah mengerti dan memahami suatu
pelajaran yang tergambar dalam pikiran atau gagasan.
2. Keterampilan Proses
Menurut Usman dan Setiawati (Purwanto, 2013: 9-10) keterampilan
proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan
kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagi penggerak
kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan
yang di maksud disini meliputi kemampuan menggunakan nalar dan
pikiran termasuk kreativitas.
3. Sikap
Sikap tidak hanya mencakup aspek mental semata, melainkan
mencakup pula respon aspek fisik, jadi harus ada kekompakan antara
mental dan fisik (Purwanto, 2013 :10-11). Sikap tidak hanya dilihat dari
perubahan mental saja yang dimunculkan, melainkan juga pada aspek fisik.
Pengertian belajar dan hasil belajar saling berkaitan, sehingga dapat di
simpulkan bahwa hasil adalah adalah kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya melalui interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam tiga aspek yaitu aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kogitif berupa pemahaman
konsep, aspek afektif di tunjukan dengan perubahan secara mental dan fisik
sedangkan aspek psikomotik mencakup keterampilan dalam menggunakan
pikiran nalar serta kreativitasnya.
10
Ketercapaian hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran. Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012:47) pengukuran
diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan
angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Angka dalam
pengukuran, dapat ditentukan dengan sebuah alat ukur yang disebut dengan
instrumen. Instrument yang sering digunakan seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap dan angket. Salah satu instrument yang
banyak di gunakan adalah tes. Menurut Naniek Sulistya Wardani
(2012:48), tes adalah instrument yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan intelektual seseorang. Hasil belajar daapat ditentukan juga
dengan asesmen. Asesmen menurut Naniek Sulistya Wardani (2012: 50)
adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Menurut Mardapi (Naniek Sulistya
Wardani, 2012:49) asesmen pembelajaran mencakup semua cara
(menggunakan tes tertulis, tes lisan, ulangan harian, tugas kelompok,
laporan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan
sebagainya) yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau
kelompok. Kesimpulannya adalah proses asesmen meliputi pengumpulan
bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Menurut Naniek
Sulistya Wardani (2012:56) berdasarkan fungsinya, asesmen pembelajaran
dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :
a. Asesmen formatif, yakni penilaian yang dilakukan pada setiap
akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu.
b. Asesmen sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada khir suatu
program tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran).
Tujuannya dalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik
11
selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan
merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan
kelas.
c. Asesmen diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat
kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi
penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan
belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai
meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi
kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi khusus
siswa.
d. Asesmen penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan
untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannnya, misalnya dalam pemilihan jurusan, atau
menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan
tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat,
kesangguapan, kondisi fisik, kemampuan dasar, keterampilan,
dan aspek khusus yang berhubungan dengan proses pembelajaran.
e. Asesmen seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring
atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi
tertentu.
Pelaksanaan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik
asesmen pembelajaran. Secara umum teknik asesmen dapat
dikelompokkan menjadi dua yakni teknik tes dan nontes.
1. Teknik Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut
pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang diangggap benar menurut Suryanto
Adi, dkk. 2009 (Naniek Sulistya Wardani, 2012:70) .
12
Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan tes dapat dibagi
menjadi 8 yaitu :
a. Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes (testi) dalam hal
kecepatan berpikir atau keterampilan baik yang bersifat
spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam
mata pelajaran yang telah dipelajarinya.
b. Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes dalam
mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu)
dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.
c. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengakses hal yang telah diperoleh
dalam suatu kegiatan seperti tes hasil belajar (THB), tes harian,
dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk
mengakses hasil belajar setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.
d. Tes Kemajuan Belajar (Gains/ Achievement Test)
Tes kemajuan belajar juga disebut dengan tes perolehan. Tes
ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum
pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran.
e. Tes Diagnostik (Diagnostic Test)
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk
mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran
dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesukaran belajar dan menetapkan cara mengatasi
kesukaran atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik
matematika, tes diagnostik IPA.
13
f. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang dicapai oleh
peserta didik dalam suatu program pembelajarn tertentu seperti
tes harian, ulangan harian
g. Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata ”sum” yang berarti jumlah.
Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk
mengetahui penguasaan peserta didik tehadap sekumpulan
materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari seperti
UAN (Ujian Akhir Nasional), THB.
2. Teknik Nontes
Teknis nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak
memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen nontes dapat
berbentuk kuisioner atau inventori. Kuisioner berisi sejumlah
pertanyaan atau pernyataan, kemudian peserta didik diminta
menjawab atau memberikan pendapat terhadap pertanyaan atau
pernyataan tersebut. Inventori merupakan instrumen yang berisi
tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi
peserta didik. Adapaun macam teknik nontes adalah sebagai
berikut :
a. Unjuk Kerja
Unjuk kerja adalah suatu penilaian/ pengukuran yang dilakukan
melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan
sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti
berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi;
kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
kelompok; partisipasi peserta didik dalam berdiskusi;
keterampilan menari; keterampilan memainkan alat musik;
14
kemampuan berolahraga; keterampilan mengguanakan peralatan
laboratorium; praktek sholat, bermain peran, beryanyi, dan
keterampilan mengoperasikan suatu alat.
b. Penugasan
Penugasan adalah penialain yang berbentuk pemberian tugas
yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai
dalam kurun waktu tertentu.
c. Tugas Individu
Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian
tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu.
d. Tugas Kelompok
Tugas kelompok adalah penilaian yang berupa tugas kepada
peserta didik yang dikerjakan secara kelompok.
e. Laporan
Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas
atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan
kerja praktik, laporan praktikum dan laporan pemantapaan
praktik lapangan (PPL)
f. Responsi atau Ujian Praktik.
Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai
untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti
mata kuliah PPL.
g. Portofolio
Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa assesmen pembelajaran
berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : asesmen
formatif, asesmen sumatif, asesmen diagnostik, asesmen
15
penempatan, asesmen seleksi. Sedangkan teknik asesmen dibedakan
menjadi 2 yaitu teknik tes yang meliputi tes kecepatan, tes
kemampuan, tes hasil belajar, tes kemajuan belajar, tes diagnostik,
tes formatif dan tes sumantif, dan teknik nontes yang meliputi unjuk
kerja, penugasan, tugas individu, tugas kelompok, laporan, responsi
atau ujian praktik dan portofolio.
Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi bersifat hierarkis,
maksudnya kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan yaitu
dimulai dari instrumen pengukuran, kemudian melakukan asesmen
(penilaian) dan yang terakhir evaluasi. Evaluasi menurut Naniek
Sulistya Wardani dkk (Asesmen Pembelajaran SD 2012: 51) adalah
proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran
dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses
pengukuan atau ditetapkan setelah pelaksanaan pegukuran. Kriteria
ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang
dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula
berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau sebagai
patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang
telah ditetapkan sebelum kriteria pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan
Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah
kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan
kelompok yang bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan
Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/ PAR).
16
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Moh. Uzer umar dan Lilis setyowati (Kartika, 2014 :18)
mengemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil
belajar sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Faktor jasmani yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh,
yaitu panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti
mengalami sakit cacat tubuh atau perkembangan tidak sempurna.
b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun diperoleh
yaitu sebagai berikut:
1) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan
dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang
dimiliki.
2) Faktor intelektif yang meliputi unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan
penyesuaian diri.
c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, masyarakat dan lingkungan kelompok.
b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
d. Faktor lingkungan spiritual keagamaan.
Kesimpulan dari kedua faktor tersebut, terdapat faktor yang dapat
dikatakan hampir seluruhnya tergantung pada siswa yaitu faktor
internal. Sedangkan faktor eksternal hampir sepenuhnya berasal dari
luar siswa tersebut. Menurut (Purwanto, 2013 :14-18) mengemukakan
17
ada sepuluh macam faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa,
sebagai berikut :
1. Kecerdasan Anak
Kemampuan merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil
belajar yang dibawa sejak lahir. Kemampuan ini mempengaruhi
cepat atau lambatnya seorang siswa dalam menerima informasi
serta memecahkan suatu permasalah.
2. Kesiapan dan Kematangan
Kesiapan dan kematangan individu ini, erat kaitannya dengan
masalah minat dan kebutuhan anak. Hasil belajar yang maksimal
juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan organ-organ yang sudah
berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Bakat Anak
Menurut Chaplin yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial inilah yang
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.
4. Kemauan Belajar
Kemauan belajar menjadi salah satu penentu terhadap keberhasilan
belajar. Kemauan belajar yang tinggi akan berdampak positif
terhadap kegiatan belajar dan selanjutnya akan berpengaruh pada
hasil belajar.
5. Minat
Minat diartikan sebagai kecenderungan atau kegairahan yang
tinggi terhadap sesuatu. Minat siswa akan berpengaruh terhadap
pemusatan perhatian pada materi yang akhirnya mencapai prestasi
yang diinginkan.
18
6. Model Penyajian Materi Pelajaran
Penyajian materi pembelajaran, harus didesain dengan menarik,
agar materi mudah dimengerti dan siswa tidak bosan. Kegiatan
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, akan berpengaruh
terhadap keberhasilan belajarnya.
7. Pribadi dan Sikap Guru
Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif akan
memunculkan perhatian dan tanggapan siswa yang positif,
sehingga dengan adanya hal ini akan meningkatkan semangat
belajar yang tinggi yang akhirnya akan berpengaruh pada hasil
akhir belajar.
8. Suasana Pengajaran
Guru harus mampu menciptakan suasana pengajaran yang
membuat siswa aktif dan dapat berpikir kritis dalam pembelajaran.
Suasana pengajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa akan
berpengaruh terhadap hasil belajar yang maksimal, karena siswa
akan memberikan nilai yang lebih terhadap proses pembelajaran.
9. Kompetensi Guru
Kompetensi yang dimiliki guru dapat membantu siswa dalam
belajar. Guru yang berkompeten dalam bidangnya akan mampu
memilih model dan metode pembalajaran yang tepat sesuai dengan
karakteristik siswanya, sehingga penyampaian materi akan lebih
mudah diserap dan dipahami siswa.
10. Masyarakat
Faktor masyarakat juga salah satu yang mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa. Lingkungan masyarakat dengan latar
belakang pendidikan yang baik akan mempengaruhi kepribadian
siswa.
19
Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa keberhasilan belajar
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa.
Faktor dalam diri siswa bersumber pada diri siswa yang akan
mempengaruhi kemampuan belajarnya, faktor-faktor itu adalah faktor
kecerdasan anak, kesiapan anak, kemauan dan minat belajar dan bakat
anak. Faktor yang berasal dari luar siswa berupa suasana belajar yang
diciptakan oleh guru, kompetensi guru , lingkungan sosial budaya,
lingkungan fisik dan spiritual.
2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Rusffendi dalam Heruman (2007:1), “Matematika adalah
bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,
mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke
aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”. Matematika adalah suatu
pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling
mudah hingga yang paling rumit, sedemikian rupa tersusun sehingga
pengertian terdahulu mendasari pengertian berikutnya (Hudojo, 2005).
Belajar matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan
serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide,
struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang
logis.
Menurut Gatot (Kartika, 2012: 26) pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperolah
kompetensi tentang bahan matematika yang di pelajari.
20
Pernyataan tersebut sejalan dengan Susanto (2013 :186) yang berpendapat
bahwa:
“ Pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa
yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai
upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
matematika”.
Kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas bahwa pembelajaran
matematika merupakan proses pemerolehan pengalaman belajar tentang
bahasa symbol; ilmu deduktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur
yang terorganisasi yang tersusun secara berututan, logis, berjenjang dari
yang paling mudah hingga yang paling rumit, sebagai hasil dari kegiatan
pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis serta untuk membangun pengetahuan baru yang berkaitan dengan
materi matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika tidak hanya
untuk menguasai materi atau hanya menghafal rumus. Pembelajaran yang
mementingkan hal tersebut akan berakibat hasil yang di capai tidak akan
bertahan lama dan siswa menjadi mudah lupa. Permendiknas Nomor 20
tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran
matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,
dan mengaplikasikan konsepa atau logaritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan penyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang di peroleh.
21
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa tujuan pembelajaran
matematika adalah agar siswa memahami konsep matematika,
menggunakan penalaran, mengkomunikasikan gagasan yang dapat di
gunakan dalam pemecahan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
matematika dapat membuat siswa berpikir logis, kritis dan kreatif serta
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Standar kompetensi lulusan untuk setiap tingkatan mulai dari sekolah
dasar hingga sekolah menengah, berbeda. Menurut dokumen KTSP dalam
Ibrahim dan Suparni (2012 : 37) mengenai standar kompetensi lulusan
sekolah dasar adalah sebagai berikut :
1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan
sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari
2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur
dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari
3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas,
volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya
dalam pemecahan kehidupan sehari-hari
4. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel,
gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata
hitung, modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari
22
5. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaanya dalam
kehidupan
6. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menyebutkan materi mata
pelajaran matematika untuk SD/ MI kelas V semester II pada tabel 2.1
sebagai berikut :
Tabel 1
Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Matematika Kelas V Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5.Menggunakan pecahan
dalam pemecahan
masalah.
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk
persen dan decimal serta
sebaliknya.
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai bentuk pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai
bentuk pecahan.
5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah
perbandingan dan skala.
Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 5. Menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah dengan kompetensi dasar 5.2
Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan dan 5.3
Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.
23
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournamnet)
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2010:4) model pembelajaran kooperatif merujuk
pada berbagai macam metode dimana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama yang lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran. Pembelajran dalam kelas kooperatif para
siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan
berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu
dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-maisng. Pendapat
tersebut sejalan dengan Suprihatiningrum (2013:191) yang menyebutkan
bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada
metode pembelajaran yang mana siswa bekerja bersama dalam kelompok
kecil saling membantu dalam belajar.
Lebih lanjut Wina Sanjaya (2007) mengungkapkan:
“Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar
belakang akademik, jenis kelaminm ras dan suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok.
Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai
ketergantungan positif.”
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran dengan membagi siswa menjadi kelompok-
kelompok kecil yang heterogen dengan tujuan mereka dapat
bekerjasama dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan
mengesampingkan ego masing-masing demi keberhasilan
kelompoknya. Selain meningkatkan keterampilan dalam berinteraksi,
24
setiap anggota kelompok juga memiliki tanggung jawab terhadap
keberhasilan kelompoknya.
b. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
1. Prinsip Ketergantungan Positif
Hakekat ketergantungan positif yaitu tugas kelompok tidak bisa
diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan
tugasnya, dan semua ini memerlukan kerjasama yang baik dari
masing-masing anggota kelompok. Keberhasilan kelompok di tentukan
oleh kinerja dari masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian
setiap anggota kelompok akan merasa saling ketergantuangan.
2. Tanggung Jawab Perseorangan
Setiap anggota kelompok harus memiliki kesadaran dalam
menyelesaikan tugas. Masing-masing anggota kelompok harus
memberikan yang terbaik pada kelompoknya dan mereka harus
tanggung jawab terhadap tugas yang harus di selesaikan.
3. Interaksi Tatap Muka
Salah satu tujuan dari interaksi bertatap muka adalah memberikan
kesempatan untuk saling berbagi informasi dan memberikan
pengalaman dari setiap anggota kelompok dan diharapkan dapat saling
menghargai perbedaan serta memanfaatkan kelebihan dari masing-
masing anggota kelompok dan mengisi kekurangan anggota lainnya.
4. Partisipasi dan Komunikasi
Partisipasi dan kemampuan berkomunikasi sangat penting karena
dengan kemampuan ini siswa dapat bersikap santun dalam berpendapat
ataupun menanggapi pendapat orang lain, sehingga akan menambah
semangat bekerjasama dalam kelompok.
25
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif
memiliki prinsip, (1) prinsip ketergantuangan positif yaitu dibutuhkan
kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok demi
keberhasilan kelompok, (2) prinsip tanggung jawab perseorangan yaitu
setiap anggota kelompok memiliki kewajiban untuk bertanggung
jawab terhadap tugasnya masing-masing, (3) prinsip interaksi tatap
muka yaitu suatu kondisi dimana setiap anggota kelompok dapat
bertukar pikiran dan saling berbagi pengalaman (4)partisipasi dan
komunikasi yaitu peran dan komunikasi yang santun dalam
berpendapat dan menghargai pendapat orang lain.
c. TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Slavin (2010: 163-164), TGT merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan turnamen akademik, dan
menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana
para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim
lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Adapun
Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games
Tournaments(TGT) menurut Slavin adalah sebagai berikut :
1. Presentasi Kelas (Class Presentations)
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class
presentations). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok
materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada
kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran
langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.
Presentasi kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan
dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu
26
siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game
atau permainan karena skor game atau permainan akan menentukan
skor kelompok.
2. Belajar dalam Kelompok (Teams)
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) peserta didik dari ulangan
harian sebelumnya, jenis kelamin, etnik dan ras. Kelompok biasanya
terdiri dari 5 sampai 6 orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah
untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih
khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan
baik dan optimal pada saat game atau permainan. Setelah guru
memberikan presentasi kelas, setiap kelompok bertugas untuk
mempelajari lembar kerja. Belajar kelompok ini merupakan kegiatan
peserta didik untuk mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan
jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep
temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan.
3. Permainan (Games)
Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan
yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
sederhana bernomor. Setiap kelompok berlomba untuk menjawab
pertanyaan agar mereka memperoleh poin bagi kelompoknya.
27
4. Pertandingan atau Lomba (Tournament)
Turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada
setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok
sudah mengerjakan lembar kerja peserta didik (LKPD). Turnamen atau
lomba pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa meja
turnamen atau lomba. Tiga peserta didik tertinggi prestasinya
dikelompokkan pada meja I, tiga peserta didik selanjutnya pada meja
II dan seterusnya. Masing-masing meja turnamen telah disediakan
terlebih dahulu lembar soal dan lembar jawab dan masing-masing
siswa berlomba untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. apabila siswa
dapat menjawab pertanyaan dengan benar, berarti siswa tersebut
menyumbangkan satu poin bagi kelompoknya. Langkah ini diulangi
sampai semua siswa mendapat giliran.
5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Pengharagaan diberikan setelah turnamen atau lomba berakhir
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, tim atau
kelompok yang memperoleh poin tertinggi akan mendapat sertifikat
atau hadiah dari guru.
28
Gambar 1 Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Penjelasan gambar 1 adalah masing-masing meja turnamen sudah disiapkan
terlebih dahulu pertanyaan, jawaban, kartu permainan bernomor, dan lembar skor.
kemudian masing-masing perwakilan kelompok akan berlomba pada meja
tournament, dimana pengelompokkan pada meja tournament merupakan siswa yang
memiliki akademik yang sama.Turnamen ini memberikan kesempatan yang sama
pada masing- masing siswa untuk dapat mnyumbangkan skor bagi tim mereka dan
kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan memperoleh penghargaan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT
menurut Trianto (2011: 84) .Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
TGT sebagai berikut :
1. Presentasi guru, yaitu guru menjelaskan materi yang akan dibelajarkan
Meja
Turnamen
1
Meja
Turnamen
4
Meja
Turnamen
3
Meja
Turnamen
2
B-1 B-2 B-3 B-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
C-1 C-2 C-3 C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
A-1 A-2 A-3 A-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
TIM A
TIM C TIM B
29
2. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat orang
yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan
suku, kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk mengerjakan lembar
soal dari guru dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran terseebut
3. Guru mengarahkan aturan permainan, yaitu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah dipelajari
4. Siswa mewakili kelompok berlomba menjawab pertanyaan-pertanyaan
pada lembar soal pada meja tournament untuk mengumpulkan poin bagi
kelompoknya
5. Kelompok yang memperoleh poin tertinggi mendapat sertifikat atau
ganjaran (award)
Kesimpulan dari pendapat-pendapat diatas bahwa pembelajaran
kooperatif atau cooperative learning tiep TGT adalah salah pembelajaran
dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen dengan langkah-langkah yang diawali
dengan presentasi kelas, siswa bekerja dalam kelompok, permainan, turnamen
atau perlombaaan dan penghargaan terhadap tim yang memiliki skor tertinggi.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitan yang Relevan
Penelitian yang akan dilakukan, sebaiknya memperhatikan hasil
penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Adapun penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
sebagai berikut:
1. Penelitian Tindakan Kelas oleh Ika Windarti tahun 2013 dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game
Turnament (TGT) Berbantuan Pohon Pintar untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Gerlang Kabupaten
30
Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.” Hasil belajar siswa
setelah pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa setelah pembelajaran
tanpa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini
berdasarkan ketuntasan dan rata-rata hasil belajar siswa dengan KKM 60
pada materi FPB dan KPK meningkat dari kondisi prasiklus hingga siklus
II. Kondisi pra siklus siswa yang tuntas 60% dengan rata-rata 59,5, pada
kondisi Siklus I menjadi 70 % dengan rata-rata 65,25 dan pada akhir
siklus II menjadi 85% dengan rata-rata 76,5.
2. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Mei Utami pada tahun
2013 dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika untuk Siswa Kelas 4
SDN Weton Kulon Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran TGT
dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terlihat dari setiap siklus
pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model
TGT. Ketuntasan nilai siswa lebih dari 80% setelah diadakan tindakan
selama siklus II. Adapun rerata nilai pre test sebesar 50,7, siklus I
meningkat menjadi 77,1, dan siklus II meningkat menjadi 85. Keaktifan
siswa setiap pembelajaran juga selalu mengalami peningkatan dari siklus
I sampai dengan siklus II. Hasil pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 10
siswa atau 35,7 % dan yang tidak tuntas sebanyak 18 siswa atau 64,3 %,
siklus I siswa yang tuntas 16 siswa atau 57,1 % dan yang tidak tuntas
sebanyak 12 siswa atau 42,9 %, siklus II siswa yang tunta sebanyak 28
siswa atau 100 % dan yang tdak tuntas 0 siswa atau 0 %. Berdasakan
analisis komparatif ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas 4
SDN Weton Kulon dari pra siklus hingga siklus II mengalami
peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan
model TGT dapat meningkatkan hasil belajar. (2) Langkah-langkah
31
model pembelajaran TGT meliputi presentasi kelas, tim kelompok, game,
turnamen, dan rekognisi tim.
3. Hasil Penelitian oleh Endang Sri Indriyati pada tahun 2012 dengan judul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Operasi Hitung
Bilangan Bulat Dengan Model Pembelajaran Team Game Tournament (
TGT ) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Gumawang 0I Kecamatan
Pecalungan Kabupaten Batang Semester II Tahun 2011 / 2012”.
Penelitian tindakan ini bertujuan untuk menggambarkan seberapa jauh
penggunaan model pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat
meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri
Gumawang 01 Tahun 2011 / 2012. Indikator keberhasilan dinyatakan
sedikitnya 70% dari jumlah siswa mencapai KKM 60. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan pada
akhir siklus II telah dicapai perkembangan hasil belajar yaitu nilai
ulangan harian siswa rata – rata 74 dan akhir siklus I 69 dan pra siklus
sebesar 55. Model Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, kemandirian belajar siswa meningkat.
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar
matematika. Penelitian-penelitian tersebut semakin memperkuat penelitan
yang akan dilakukan yaitu dengan judul “Penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas
V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran
2014/2015”. Peneliti mengembangkan model pembelajaran kooperatif yang
dipadukan dengan tipe TGT, dimana dalam pelaksanaan pembelajaran ini
tidak hanya membuat siswa yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi)
lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan
akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang penting
dalam kelompoknya. Penilaian yang dilakukan juga tidak hanya pada tes
32
formatif saja tetapi juga unjuk kerja siswa, sehingga hasil belajar yang
diperoleh siswa merupakan kumulatif dari ketiga aspek tersebut.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional melalui
metode ceramah khususnya pada mata pelajaran matematika merupakan
pembelajaran yang masih berpusat pada guru (Teacher Centered) sehingga
menimbulkan kurangnya semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran,
siswa kurang berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran yang pada akhirnya
menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Untuk menanggapi hal tersebut ,
dibutuhkan upaya guna mengantisipasi rendahnya hasil belajar siswa dengan
model pembelajaran Kooperatif tie TGT (Teams Games Turnament).
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terdiri dari beberapa langkah yaitu , (1)
Penyajian Kelas atau presentasi guru, (2) Siswa belajar dalam Kelompok, (3)
Permainan (Games), (4) Pertandingan atau Lomba (Tournament), (5)
Penghargaan Kelompok. Model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT melatih
siswa untuk bekerja sama dan bertukar pikiran dalam kelompok untuk
memecahkan suatu masalah. Kerjasama dalam pemecahkan permasalahan
tersebut dimungkinkan membuat pemahaman materi akan lebih melekat
dalam otak siswa dibandingkan cara belajar di mana mereka hanya menerima
informasi saja atau pembelajaran satu arah. Model ini juga terdiri dari game
dan tournament yang akan menumbuhkan semangat untuk berkompetisi
dengan kelompok lain dan penghargaan bagi kelompok terbaik yang
memberikan dampak positif bagi semangat belajar siswa. Lebih jelasnya, lihat
pada gambar 2 sebagai berikut:
33
Gambar 2 Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis
Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “Penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo
semester II tahun pelajaran 2014/2015”
Perbaikan Pembelajaran Matematika
Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT
1. Penyajian Kelas
2. Belajar dalam Kelompok
3. Permainan
4. Pertandingan atau Lomba
5. Penghargaan Kelompok
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Matematika
Hasil belajar siswa rendah
Unjuk Kerja Tes Formatif
Hasil Belajar Meningkat