bab ii kajian pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/bab ii.pdf · timbul baru...

33
29 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu ini sebagai tolak ukur dan acuan untuk mengkaji suatu fenomena sosial yang memiliki relevansi antara penelitian ini dan penelitian terdahulu, selain itu juga sebagai konsep yang dapat memudahkan peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian ini. Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu terkait sistem kelembagaan organisasi subak. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penulis dan Judul Penelitian Temuan dalam Penelitian 1 Penulis: Rachmad K Dwi. Susilo, MA (2011) Judul: Co-Management Air Minum Untuk Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di Sebuah Desa di Jawa Timur Pengelolaan sumber daya air minum dipraktikkan oleh para pelaku di Desa Bumiaji melalui organisasi yang bernama HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum). Terdapat tiga fase yang telah dilalui di dalam menjalankan organisasi tersebut yaitu: fase pembentukan organisasi, fase penataan organisasi, dan fase pengembangan jaringan sosial. Terdapat beberapa keunggulan dalam co- management air minum oleh HIPPAM seperti keberlanjutan sistem pelayanan pelanggan yang terstandar, jaminan keberlangsungan organisasi, ikut memberdayakan organisasi-organisasi

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu ini sebagai tolak ukur

dan acuan untuk mengkaji suatu fenomena sosial yang memiliki relevansi

antara penelitian ini dan penelitian terdahulu, selain itu juga sebagai konsep

yang dapat memudahkan peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang

sistematis untuk penyusunan penelitian ini. Adapun hasil-hasil penelitian yang

dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu terkait sistem

kelembagaan organisasi subak.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Penulis dan Judul

Penelitian

Temuan dalam Penelitian

1 Penulis:

Rachmad K Dwi. Susilo,

MA (2011)

Judul:

Co-Management Air

Minum Untuk

Kesejahteraan

Masyarakat: Kasus di

Sebuah Desa di Jawa

Timur

Pengelolaan sumber daya air minum

dipraktikkan oleh para pelaku di Desa

Bumiaji melalui organisasi yang bernama

HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai

Air Minum). Terdapat tiga fase yang telah

dilalui di dalam menjalankan organisasi

tersebut yaitu: fase pembentukan

organisasi, fase penataan organisasi, dan

fase pengembangan jaringan sosial.

Terdapat beberapa keunggulan dalam co-

management air minum oleh HIPPAM

seperti keberlanjutan sistem pelayanan

pelanggan yang terstandar, jaminan

keberlangsungan organisasi, ikut

memberdayakan organisasi-organisasi

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

30

desa lain, dan demokratisasi pengelolaan

sumber daya air. Kemudian terdapat pula

kelemahan yaitu: belum berkembangnya

HIPPAM sebagai organisasi

pemberdayaan masyarakat, struktur

birokratis yang masih bias elit, pola

jaringan sosial yang belum kuat dan belum

berhasilnya co-management melakukan

fungsi integrasi.

Relevansi

Persamaan:

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

dengan sistem kelembagaan masyarakat yang mengatur air untuk

tercapainya kesejahteraan masyarakat, dan meneliti terkait bagaimana

pengurus lembaga dalam menjalankan kelembagaan sesuai dengan

fungsinya.

Perbedaan:

Perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih

memfokuskan kepada aspek model co-management air minum oleh

HIPPAM di Jawa Timur, sedangkan penelitian ini adalah memfokuskan

kepada sistem kelembagaan yang terdapat pada organisasi subak Babakan

Bayu di Kecamatan Jembrana Bali, yang dikelola oleh dua umat beragama

dengan pendekatan kualitatif etnografi dengan melihat pada aspek sistem

sosial, aspek regulatif, normatif, maupun kultural-kognitif.

2 Penulis:

Wayan Windia,

Suprodjo Pusposutardjo,

Nyoman Sutawan, Putu

Sudira, dan Sigit

Supadmo Arif (2012)

Jurnal SOCA (Socio-

Economic Of Agriculture

and Agribusiness) Vol.5,

No.3

Judul:

Sistem Irigasi Subak

Dengan Landasan Tri

Hita Karana (THK)

Sebagai Teknologi

Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa

subak sebagai suatu sistem irigasi

merupakan teknologi sepadan yang telah

menyatu dengan sosio-kultural masyarakat

setempat. Kesepadan teknologi sistem

subak ditunjukkan oleh anggota subak

tersebut melalui pemahaman terhadap

pemanfaatan air irigasi yang berlandaskan

dengan Tri Hita Karana. Pemahaman dan

filosofi tersebut menyatu dengan cara

membuat bangunan fisik irigasi, cara

mengoperasikan, koordinasi pelaksanaan

operasi dan pemeliharaan yang dilakukan

oleh Pekaseh, bentuk kelembagan, dan

informasi untuk pengelolaannya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

31

Sepadan Dalam

Pertanian Beririgasi

Relevansi

Persamaan:

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

dengan sistem kelembagaan subak yang berlandaskan dengan Tri Hita

Karana.

Perbedaan:

Terdapat perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih

memfokuskan kepada aspek subak yang menjalankan keorganisasian dengan

berlandaskan Tri Hita Karana dan teknologinya, dan dilaksanakan di subak

Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan

kepada aspek sistem kelembagaan yang terdapat pada subak Babakan Bayu

di Kecamatan Jembrana baik dari aspek regulatif, normatif, maupun kultural-

kognitif sesuai dengan pandangan Richard Scott dan konsep sistem sosial

oleh Niklas Luhmann.

3 Penulis:

Anak Agung Eka

Suwarnata (2014) Jurnal

Seminar Nasional Riset

Inovatif II. Dosen

LPPM, Universitas

Mahendradatta,

Denpasar.

Judul:

Keberlanjutan Sistem

Subak di Perkotaan,

Kasus Subak

Anggabaya, Di Kawasan

Kelurahan Penatih,

Kecamatan Denpasar

Utara, Kota Denpasar.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu

didapatkan bahwa keberlanjutan Subak

Anggabaya dalam penerapan Tri Hita

Karana masih kurang baik dan

mengancam eksistensi subak. Hal tersebut

dilihat melalui nilai penerapan konsep Tri

Hita Karana hanya sebesar 24,28%.

Terdapat beberapa elemen di dalam

penerapan Tri Hita Karana yang masih

belum dilaksanakan secara optimal oleh

Subak Anggabaya, misalnya belum adanya

aktivitas tambahan ekonomi, belum

sepenuhnya sadar dengan larangan-

larangan dalam lembaga subak, belum ada

kesepakatan subak agar tidak terjadi alih

fungsi lahan sawah, masih belum

sepenuhnya mampu membuat bangunan

irigasi, belum ada tokoh panutan dari pihak

akademisi atau pemerintah, lingkungan

internal belum kompak, dan masih banyak

krama subak yang belum peham terkait

dengan masalah sifat tanah, informasi

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

32

curah hujan, bahaya polusi, dan

pemantauan subak belum maksimal.

Relevansi

Persamaan:

Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama

meneliti terkait dengan sistem kelembagaan subak, dan permasalahan yang

dihadapi oleh kelembagaan subak di era modern ini.

Perbedaan:

Perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih

memfokuskan kepada bagaimana keberlanjutan subak yang dilihat dari

aspek penerapan Tri Hita Karana dan dilaksanakan di subak Anggabaya

Kota Denpasar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada sistem

kelembagaan yang terdapat pada Subak Babakan Bayu Kecamatan Jembrana

baik dari aspek regulatif, normatif, maupun kultural-kognitif sesuai dengan

pandangan Richard Scott dan konsep sistem sosial oleh Niklas Luhmann.

4 Penulis:

I Gusti Ayu Armini

(2013) Jurnal Balai

Pelestarian Nilai Budaya

Bali, NTB, NTT. Vol4

No.1

Judul:

Toleransi Masyarakat

Multi Etnis dan

Multiagama dalam

Organisasi Subak di Bali.

Masyarakat Bali yang beragama hindu

selaku mayoritas mengedepankan aspek

toleransi, sebaliknya masyarakat etnis lain

(non-hindu) mampu beradaptasi dengan

keadaan sekitarnya. Namun di balik

kedemokratisan yang terdapat di subak

tersebut, tampak adanya unsur-unsur

dominasi dalam beberapa hal terutama

pada lembaga subak masyarakat multietnis

dan multiagama. Contoh nyatanya yaitu

adanya dominasi dalam tataran fisik,

kelembagan, dan upacara subak. Kondisi

demikian dalam jangka waktu lama bisa

menimbulkan konflik internal yang

mengarah kepada disintegrasi dan

perpecahan di masyarakat. Oleh karena itu,

perlu dilaksanakan berbagai kebijakan

yang dapat mengakomodir semua

kepentingan tanpa meninggalkan aspirasi

dan kepentingan pihak minoritas.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

33

Relevansi

Persamaan:

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

dengan sistem organisasi subak termasuk pula terkait dengan aspek

perbedaan multiagama di dalamnya.

Perbedaan:

Terdapat perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih

memfokuskan kepada aspek bagaimana masyarakat multietnis dan

multiagama dalam berorganisasi di subak. Penelitian tersebut juga

dilaksanakan di beberapa subak yang terdapat di Bali yang

diklasifikasikannya menjadi 4 etnis yaitu etnis Bali Aga (Bali mula), Bali

Datara, Loloan, dan Nyama Selam, ditambah pula dengan beberapa kalangan

masyarakat beragama non hindu lainnya. Adapun penelitian ini adalah

memfokuskan kepada seluruh aspek sistem kelembagaan yang terdapat pasa

subak Babakan Bayu baik dari aspek regulatif, normatif, maupun kultural-

kognitif temasuk pula kepada bagaimana pengurus yang multiagama yang

ada di dalam Subak Babakan Bayu menjalankan sistem kelembagaan di

subak sesuai dengan fungsinya.

5 Judul:

The Effect Of Regional

Development on The

Sustainability of Local

Irrigation System (A

Case Of Subak System in

Badung Regency, Bali

Province).

Penulis:

I Putu Sriartha,

Suratman, Sri Rum

Giyarsih (2015) Forum

Geografi Indonesian

Journal Of Spatial and

Regional Analysis,

Vol.29 (1) 31-40

Hasil penelitian terdahulu dapat

disimpulkan bahwa pengembangan

kawasan dalam bentuk perkotaan dan

pengembangan pariwisata berjalan sangat

cepat yang mengakibatkan keterancaman

keberlanjutan sistem kontrol air di Subak.

Tingkat distribusi spasial Subak

membentuk pola cluster dengan nilai yang

berbeda antara zona dekat, zona transisi,

dan zona jauh dari pusat pariwisata.

Komponen Tri Hita Karana menjadi

elemen utama terhadap perlindungan subak

sebagai alat untuk mengontrol fungsi lahan

basah dan memastikan bahwa air irigasi

selalu memadai. Terdapat 5 faktor

pembangunan daerah yang sangat

mempengaruhi keberlanjutan subak yaitu:

a. Jarak wilayah subak menjadi pusat

pariwisata.

b. Jalan

c. Fasilitas ekonomi

d. Kepadatan populasi

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

34

e. Persentase non pertanian keluarga.

Kelima faktor tersebut memberikan

kontribusi 87,8% untuk keberlanjutan

subak, sedangkan sisanya 12,2% dijelaskan

oleh faktor lain di luar ruang lingkup

penelitian.

Relevansi

Persamaan:

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

dengan kelembagaan organisasi subak termasuk pula terkait subak yang

menjadikan prinsip Tri Hita Karana sebagai elemen utama terhadap

perlindungan subak.

Perbedaan:

Terdapat perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih

memfokuskan kepada bagaimana pengaruh pembangunan daerah terhadap

keberlanjutan subak di Kabupaten Badung Bali, sedangkan penelitian ini

lebih memfokuskan kepada sistem kelembagaan subak Babakan Bayu dari

aspek regulatif, normatif, maupun kultural-kognitif sesuai dengan

pandangan Richard Scott dan sistem sosial oleh Niklas Luhmann.

6 Judul:

A Case Study Of

Balinese Irrigation

Management:

Institutional Dynamics

and Challenges.

Penulis:

Rachel P Lorenzen, MSc

and Stephan Lorenzen,

MA.

Full Paper For 2nd

Southeast Asian Water

Forum, 29 August – 3

September 2005, Bali,

Indonesia.

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat

disimpulkan bahwa subak adalah sistem

irigasi rumit yang merupakan bagian dari

asosiasi pengguna air tradisional. Subak

juga merupakan kelembagaan sosial-

keagamaan yang mengatur kegiatan yang

berkaitan dengan penanaman padi. Ini

termasuk alokasi dan distribusi air operasi

dan pemeliharaan infrastruktur fisik, serta

resolusi konflik dan agama upacara dalam

wilayah geografis yang jelas. Subak telah

diakui secara luas untuk beroperasi secara

efisien untuk memasukkan praktik

pertanian baru, dan untuk beradaptasi

dengan eksternal perubahan di masu lalu.

Namun, saat ini sistem kelembagaan subak

kembali ditantang baik dari internal

maupun tekanan eksternal. Permasalahan

yang terjadi di subak seperti naiknya harga

tanah, pekerjaan yang lebih baik di luar

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

35

sektor pertanian (terlebih kepada

pariwisata), dan meningkatnya biaya hidup

di Bali.

Relevansi

Persamaan:

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

dengan kelembagaan organisasi subak.

Perbedaan:

Perbedaan di antara penelitian ini yaitu penelitian terdahulu memfokuskan

kepada pengelolaan irigasi Bali dengan melihat dinamika dan tantangan

kelembagaan Subak secara umum. Sedangkan penelitian ini lebih

memfokuskan kepada sistem kelembagaan subak Babakan Bayu dengan

pendekatan kualitatif etnografi dan melihat dari aspek regulatif, normatif,

maupun kultural-kognitif sesuai dengan pandangan dari Richard Scott dan

konsep sistem sosial Niklass Luhmann.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Sistem

Ditinjau secara etimologis, istilah sistem berasal dari Bahasa Yunani

yaitu systema yang artinya, sehimpunan dari bagian atau komponen yang saling

terhubung satu sama lain secara teratur secara keseluruhan. Pengertian sistem

mengalami perkembangan dan menunjukkan ke dalam beberapa arti yaitu:

pertama sistem berguna untuk menunjukkan sehimpunan ide atau gagasan yang

tersusun, terorganisasi , dan membentuk suatu kesatuan yang logis. Kedua,

sistem digunakan untuk menunjuk sekelompok atau sehimpunan atau kesatuan

dari benda tertentu yang memiliki hubungan secara khusus. Ketiga, sistem

yang digunakan dalam arti metode atau tata cara (Narwoko dan Suyanto, 2010:

123).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

36

Terdapat suatu karakteristik pada setiap sistem, dimana sistem selalu

terdiri dari unsur-unsur yang saling terhubung sebagai satu kesatuan.

Karakteristik sistem yang lebih rinci yaitu sebagai berikut: Pertama, sistem

terdiri dari banyak bagian atau komponen. Kedua, komponen sistem saling

terhubung satu sama lain dalam suatu pola saling ketergantungan.Ketiga,

keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-

komponennya (Narwoko dan Suyanto, 2010: 124).

Sistem sebagai juga menunjukkan kepada adanya interdependesi

antara bagian-bagian, proses-proses, dan komponen-komponen yang mengatur

hubungan-hubungan tersebut. Masalah interdependesi antar komponen dalam

sistem menjadi kajian pokok bahasan di sosiologi. Interdependesi berarti, tanpa

keikutsertaaan salah satu bagian atau komponennya saja, maka hubungan

tersebut akan mengalami suatu goncangan (Talcott Parsons dalam Narwoko

dan Suyanto, 2010: 124).

2.2.2 Kelembagaan Organisasi

Kata “kelembagaan” merupakan padanan dari kata Inggris

“institution” atau lebih tepatnya “social institution”, sedangkan “organisasi”

padanan dari “organization” atau “social organization”. Meskipun kedua kata

ini sudah dikenal secara umum oleh masyarakat, namun pengertian dalam

sosiologi mengalami perbedaan. Kata “institution” sudah dikenal sejak awal

perkembangan ilmu sosiologi yaitu sekitar abad ke 19. Frasa seperti “capital

institution” dan “family institution” telah terdapat dalam tulisan August Comte

(Mitchell, 1968).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

37

Pada sisi lain, terdapat konsep “social organization” yang sering

menimbulkan perdebatan diantara ahli sosiologi. Persoalannya adalah adanya

perbedaan pada tekanan di masing-masing orang yang sering mempertukarkan

penggunaannya. Konsep institution paling sering mengalami kekeliruan dalam

penerjemahan menjadi kata kelembagaan, sedangkan kata lembaga

diterjemahkan persis sebagai organisasi (Syahyuti, 2011: 7).

Perkembangan teori kelembagaan pun dirangkum oleh Richard Scott

dengan menyatakan bahwa "the existing literature is a jungle of conflicting

conceptions, divergent underlying assumptions, and discordant voices”. Selo

Soemardjan dan Soemardi juga menyatakan bahwa hingga saat itu belum

menemukan istilah yang tepat serta mendapat pengakuan secara umum di

kalangan sarjana sosiologi dalam menerjemahkan istilah “social institution”.

Bahkan terdapat pula yang menerjemahkan sebagai “pranata sosial” dan

“bangunan sosial” (Soemardjan dan Soemardi, dalam Syahyuti, 2011: 8).

Terjadinya ketidaksepahaman tersebut sejatinya dapat diuraikan

dengan melihat objek apa yang sesungguhnya menjadi perhatian. Perlu

diketahui, bahwa objek ini pada hakikatnya mengkaji dua hal yang berbeda

dengan dua istilah yang saling tidak konsisten. Dua istilah tersebut adalah

aspek kelembagaan dan organisasi. Menurut hasil penelusuran secara

kronologis, terlihat bahwa mulanya kedua objek tersebut berbaur kemudian

menjadi terpisah (Mitchel, 1968: 172-173). Penyebabnya adalah karena

banyaknya sosiolog yang lebih cenderung memilih satu istilah saja di dalam

menerangkan sebuah fenomena sosial. Para sosiolog memilih sitilah institution

saja atau organization saja, hingga pada akhirnya di awal tahun 1950-an

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

38

terjadilah sebuah perubahan yang menjadikan istilah institution semakin

terfokus kepada aspek perilaku, nilai, dan norma, Sedangkan organization

lebih terfokus kepada struktur.

Terdapat beberapa pandangan ahli terkait dengan kelembagaan. Max

Weber (1914) melihat lembaga dalam aspek studi birokrasi dan bagaimana

birokrasi memengaruhi cara berperilaku masyarakat. Kemudian, Sumner

melihat bahwa sebuah lembaga mengandung konsep baik berupa ide, notion,

doktrin, interest, dan sebuah struktur. Adapun Cooley melihat pada kesaling

hubungannya antara individu dengan lembaga dalam konteks self dan

structure. Sementara Durkheim melihat lembaga sebagai sebuah sistem simbol

yang berisikan kepercayaan, pengetahuan, dan otoritas moral (Syahyuti, 2011:

10).

Pakar sosiolog klasik juga memberikan perhatiannya kepada norma

sebagai pembentuk perilaku. Menurut Talcott Parsons, lembaga merupakan

sistem norma yang mengatur relasi antar individu (Scott, 2008). Kemudian,

Durkheim juga memperhatikan nilai dan norma sebagai aspek penting untuk

dikaji pada lembaga. Durkheim (1968) menyatakan “... Integrasi sosial dan

regulasi melalui persetujuan terkait nilai dan moral”. Kemudian Soekanto

(1999) juga menyatakan bahwa lembaga merupakan sebuah jelmaan dari

kesatuan norma yang diwujudkan dalam suatu hubungan antar manusia

(Syahyuti, 2011: 10).

Pada perkembangan yang lebih baru, lembaga mulai dilihat dari aspek

pengetahuan. Salah satunya adalah pakar sosiologi Bourdieu, dengan

perjuangan simboliknya ia mendeskripsikan bagaimana kekuatan kelompok

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

39

dapat menekan kerangka pengetahuan dan konsepnya mengenai sebuah realitas

sosial terhadap pihak lain (Ritzer, 1996; Perdue, 1986). Lembaga juga dilihat

oleh Berger dan Luckmann yang lebih memfokuskan kepada aspek pola

perilaku guna mencapai kebutuhan (Syahyuti, 2011: 11).

Sikap yang membedakan kelembagaan dan organisasi secara tegas

juga disampaikan oleh L.Broom dan Selznick yang menyatakan bahwa

organisasi adalah “... Pola hubungan individu dan kelompok dan identitas itu

sebagai salah satu dari dua sumber dasar tatanan dalam kehidupan sosial, yang

lain adalah norma dan nilai-nilai.”. Adapun Wilson juga menyampaikan

gagasannya yang menurutnya organisasi yaitu “berfokus pada struktur

daripada perilaku, sebuah organisasi individu seperti rumah sakit, atau sekolah

umum dapat disebut sebagai institusi ” (Mitchell, 1986).

2.2.2.1 Pengertian Kelembagaan atau Lembaga

Pengertian kelembagaan banyak mengalami perbedaan, walaupun

para sosiolog telah memberikan batasan-batasan tertentu tetapi masih sering

terjadi tumpang tindih diantara peneliti sosial. Namun, hal tersebut nampak

pada lima penekanan istilah kelembagan berikut ini:

1. Kelembagaan berkenaan dengan aspek sosial permanen. Kelembagaan

didefinisikan sebagai norma atau prosedur yang ditetapkan. Kadang-kadang

merupakan praktik untuk merujuk pada apa pun yang secara sosial didirikan

sebagai sebuah institusi (Cooley dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964:

75). Kelembagaan menurut Uphoff (1986: 9) adalah sesuatu yang berkenaan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

40

dengan sesuatu yang berjalan dengan waktu yang lama. Norma dan perilaku

merupakan batasannya, sedangkan struktur adalah istilah perilaku yang

diturunkan melalui konsep norma, sehingga norma berada pada level yang

lebih tinggi. Johnson (1960: 48) juga berpendapat bahwa perilaku selain

dipengaruhi oleh “culture” juga oleh chemical, physical, genetic, dan

physiological.

2. Kelembagaan berkaitan dengan hal abstrak yang menentukan perilaku

individu dalam suatu sistem sosial. Seperti yang disampaikan oleh Cooley

(dalam Koentjaraningrat, 1977) tentang lembaga yang didalamnya termuat

public mind, atau wujud ideel, atau cultural. Nilai, norma, peraturan-

peraturan, ide, pengetahuan, kepercayaan dan moral adalah hal yang

termasuk di dalam kelembagaan.

3. Kelembagaan berkaitan dengan mores (tata kelakuan) yang telah mantap

berjalan lama di dalam kehidupan masyarakat. Koentjaraningrat

menyatakan bahwa terwujudnya suatu kelembagaan dipengaruhi oleh tiga

wujud kebudayaan, diantara yaitu: sistem norma dan mores, kelakuan

berpola, dan peralatan atau teknologi.

4. Kelembagaan dipahami kepada pola perilaku yang disetujui serta memiliki

sanksi. Chinoy berpendapat bahwa “sebuah kelembagaan adalah organisasi

yang konseptual dan pola perilaku yang dimanifestasikan melalui kegiatan

sosial dan produk materialnya. Dengan demikian, dapat dianggap sebagai

kelompok penggunaan sosial dan terdiri dari adat, folkways, adat istiadat,

dan kompleks sifat yang diatur secara sadar atau tidak, menjadi unit yang

berfungsi (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964: 68).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

41

5. Kelembagaan yang dimaknai dengan cara-cara yang baku untuk

memecahkan permasalahan yang terdapat di dalam sistem sosial tertentu.

Seperti yang disampaikan oleh Hebding et al (1994: 407) bahwa

kelembagaan merupakan nilai-nilai yang melekat pada masyarakat, dimana

di dalamnya terjadi stabilitas, konsistensi, serta berfungsi sebagai

pengontrol dan pengatur fungsi perilaku.

Berdasarkan kelima pengertian para ahli terkait kelembagaan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa kelembagaan memiliki perhatian kepada perilaku

sosial yang dibangkitkan oleh norma-norma masyarakat. Kelembagaan juga

memusatkan perhatiannya kepada nilai-nilai dan tujuan yang mengacu pada

suatu prosedur, kepastian, dan panduan masyarakat untuk melaksanakan suatu

tindakan tertentu.

Kelembagaan pada dasarnya juga memiliki maksud serta tujuan yang

secara prinsipil tidak berbeda dengan norma sosial, karena lembaga sosial

sebenarnya memang produk dari norma sosial. Tujuan dari didirikannya

kelembagaan selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat

terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan

sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan

kaidah yang berlaku.

Menurut Soerjono Soekanto (1970), kelembagaan di dalam masyarakat

dengan demikian harus dilaksanakan fungsi-fungsi berikut:

1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah

laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

42

hidupnya. Dengan demikian lembaga sosial telah siap dengan berbagai

aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat harus dipergunakan oleh setiap

anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi

masyarakat. Norma-norma sosial yang terdapat dalam lembaga sosial akan

berfungsi untuk mengatur pemenuhan kebutuhan kebutuhan hidup dari

setiap warganya secara adil atau memadai, sehingga dapat terwujudnya

kesatuan yang tertib.

3. Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem

pengendalian sosial (social control). Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-

norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat tetap konform

dengan norma-norma sosial itu, sehingga tertib sosial dapat terwujud.

Max Weber (dalam Rasyid Thaha, 2016) berpendapat bahwa

kelembagaan adalah suatu bentuk organisasi yang paling efisien dan rasional.

Hal itu digambarkan dengan menunjukkan apa yang menjadi karakteristik

kelembagaan yaitu:

1. Kewenangan yang berjenjang sesuai dengan tingkatan organisasi

2. Spesialisasi tugas, kewajiban, dan tanggung jawab

3. Posisi didesain sebagai jabatan

4. Penggantian dalam jabatan secara terencana

5. Jabatan bersifat impersonal

6. Suatu sistem aturan dan prosedur yang standar untuk menegakkan disiplin

dan pengendaliannya

7. Kualifikasi yang rinci mengenai individu yang akan memangku jabatan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

43

8. Perlindungan terhadap individu dari pemecatan.

2.2.2.2 Pengertian Organisasi

Sama halnya dengan kelembagaan, pengertian “organisasi” memiliki

lima penekanan yang diberikan yaitu:

1. Organisasi adalah kesalinghubungan antar bagian guna mencapai suatu

kesatuan sosial baik pada suatu komunitas kecil, maupun sistem masyarakat

yang lebih besar. Organisasi juga didefinisikan oleh Herbert Spencer yaitu

memiliki kesalinghubungan baik berupa integrasi maupun diferensiasi yang

terjadi baik pada bidang politik, ekonomi, dan lainnya.

2. Organisasi juga dilihat melalui aspek peran, karena adanya

kesalinghubungan menjadi kebutuhan di dalam suatu organisasi sebab

setiap bagiannya memiliki peran yang berbeda. Seperti yang disampaikan

oleh Talcott Parsons bahwa sistem sosial diorganisasikan dalam kesadaran

bahwa masyarakat di dalam organisasi memiliki perbedaan secara

struktural. Struktur dan peran inilah yang menjadi fokus pada suatu

organisasi sosial.

3. Uphoff berpendapat bahwa organisasi adalah struktur peran yang diakui dan

diterima. Struktur yang dihasilkan dari interaksi peran dapat menjadi

kompleks atau sederhana ”(Uphoff, 1986: 8).

4. Organisasi juga menekankan kepada “tujuan” sebagai sesuatu yang pokok

dalam suatu organisasi sosial. Johnson (1960: 280) menyebut bahwa tujuan

sebagai spirit utama dalam suatu organisasi. Organisasi adalah suatu sistem

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

44

yang memiliki dua tujuan secara umum yaitu produktivitas dan memenuhi

kepuasan. Znaniecki (1945: 200) juga menyatakan bahwa organisasi pada

umumnya berarti sistem aksi manusia yang dinamis. Biasanya digunakan

untuk menunjukkan organisasi tindakan beberapa agen yang bekerja sama

untuk pencapaian tujuan bersama.

5. Organisasi juga mendapat perhatian dari Berelson dan Steiner (1964: 55-69)

yang menyatakan bahwa terdapat empat ciri yang dimiliki oleh organisasi

yaitu: formalitas, hierarki, besarnya dan kompleksnya, serta lamanya

(duration).

2.2.2.3 Rumusan Kelembagaan Organisasi Lebih Operasional

Konsep “kelembagaan” dan “keorganisasian” telah dipaparkan secara

ringkas dalam penjelasan sebelumnya, sehingga dapat dibedakan secara tegas

dan dapat dipahami makna dari kedua konsep tersebut. Seseorang akan dapat

menganalisa dengan lebih tajam dan sesuai realita yang ada. Dari berbagai

bacaan, konsep kelembagaan dan keorganisasian tersebut masih dapat dibagi

lagi menjadi dua bagian, yaitu aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian.

Berikut dipaparkan perbedaan antara aspek kelembagaan dan aspek

keorganisasian dalam suatu analisis kelembagaan (Syahyuti, 2011: 11).

Tabel 2.2 Perbandingan Aspek Kelembagaan dan Aspek Keorganisasian

No Aspek Kelembagaan Aspek Keorganisasian

1 Fokus utama kepada perilaku

(perilaku sosial) atau tindakan

sosial.

Fokus utama kepada struktur

sosial.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

45

2 Inti kajiannya adalah nilai (value),

norma (norm), dan aturan (rule)

Inti kajiannya adalah peran

(roles).

3 Aspek kajian lebih jauh tentang:

custom, folkways, mores, usage,

moral, kepercayaan, ide, gagasan,

keinginan, doktrin, orientasi,

kebutuhan, dll; serta perilaku

berupa pola-pola kelakuan, fungsi

dari tata kelakuan, kebutuhan, dll.

Aspek kajian lebih jauh tentang:

peran, aktivitas, integrasi sosial,

hubungan antar peran, struktur

umum, struktur kewenangan

kekuasaan,perbandingan struktur

tekstual dengan struktur riel,

hubungan kegiatan dengan

tujuan, aspek solidaritas, profil,

dan pola kekuasaan, dll.

4 Bentuk perubahan sosial bersifat

kultural

Bentuk perubahan sosial bersifat

struktural

5 Panjangnya waktu dalam proses

perubahan lebih lama

Perubahan dalam aspek

keorganisasian relatif lebih cepat

6 Bersifat lebih abstrak dan dinamis Lebih visual dan statis

7 Adakalanya dalam topik kajian

“proses sosial”

Berada dalam topik kajian

“struktur sosial”

Sumber: Syahyuti, 2011: 11.

Konsep kelembagaan dan organisasi merupakan hal penting dalam

sebuah analisis sosiologi. Seperti yang disampaikan oleh Taneko (dalam

Syahyuti, 2011: 11) menyatakan bahwa terdapat dua hal yang menjadi inti dari

analisis sosiologi yaitu stuktur dan dinamikanya. Konsep-konsep tersebut

mengalami perkembangan, dan kajian kelembagaan serta organisasi ini

menjadi lebih luas hamper seluas kajian sosiologi itu sendiri. Kedua aspek

tersebut bersifat saling melengkapi, oleh karena itu dengan mengkaji keduanya

baik kelembagaan maupun organisasi, analisa sosiologis terhadap suatu sistem

sosial menjadi lebih lengkap. Dengan pemahaman demikian, sudah

seharusnya bisa diterima jika keduanya dipandang sebagai satu kesatuan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

46

2.2.2.4 Interaksi Teori Kelembagaan dan Organisasi

Interaksi yang terjadi antara teori kelembagaan institutional theory)

dan teori organisasi pada akhirnya melahirkan sebuah teori baru yang

dinamakan dengan teori kelembagaan baru (new institutional theory). Seperti

dikatakan Richard Scott (2008) bahwa interaksi pada studi tentang

kelembagaan dan organisasi telah terjadi sejak tahun 1970-an, yang ditandai

tumbuhnya perhatian kepada pentingnya bentuk-bentuk organization form dan

organizational fields.

Banyak sekali terdapat tokoh-tokoh sosiologi yang berperan penting

dalam pembentukan dan pertalian kedua teori tersebut. Beberapa tokoh

tersebut yaitu Max Weber dengan teori birokrasi, Talcott Parsons dengan

kelembagaan kultural terhadap organisasi, Selznick yang mempelajari teori

kelembagaan terhadap organisasi, dan Herbert Simmon yang bekerjasama

dengan James G. March yang mempelajari sifat atau ciri rasionalitas pada

organisasi, (Scott, 2008), serta Victor Nee yang mempelajari tentang analisis

kelembagaan yang mempelajari tentang hubungan antara proses formal dan

informal pada lingkungan kelembagaan (Syahyuti, 2011: 12).

Riset yang dilakukan dalam konteks kelembagaan baru berkaitan

dengan pengaruh lembaga terhadap perilaku manusia melalui aturan (rules),

norma (norms), dan kultural-kognitif (cultural cognitive) yang dibangun dan

dipersepsikan oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah

penambahan pengaruh dari pengetahuan (cognitive), dimana individu

bertindak karena persepsinya terhadap dunia sosial (Syahyuti, 2011: 13).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

47

Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru adalah sebuah

pendekatan baru di dalam sosiologi organisasi yang memiliki akar teoritis dari

teori kognitif, teori kultural, etnometodologi, dan fenomenologi. Adapun pilar-

pilar sebagai unsur penyusun suatu kelembagaan menurut Scott terdiri dari tiga

unsur yaitu aspek regulatif, normatif, dan aspek kultural kognitif (Syahyuti,

2011: 13).

Gambar 2.1 Lembaga, organisasi, dan aktor individual

Organisasi merupakan sebuah arena sosial dimana masyarakat dapat

melakukan tindakan secara rasional (Selznick, dalam Scott, 2008). Organisasi

dibatasi dan dipandu oleh aturan-aturan, dan adanya organisasi akan

mempercepat tercapainya suatu kestabilan tindakan masyarakat. Hal tersebut

juga merupakan jiwa dasar dari suatu kelembagaan. Seperti yang disampaikan

oleh Nee (2005) bahwa lingkungan kelembagaan di kristalisasi dalam

organisasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kelembagaan dan organisasi merupakan konsep yang sangat bulat di dalam

Lembaga= norma + aturan +

cultural cognitif

Organisasi

Organisasi

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

48

sosiologi. Secara ringkas, untuk membantu memahami kedua konsep tersebut

dapat disimpulkan ke dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Ringkasan 3 Perspektif Kelembagaan-Organisasi

I II III

Kelembagaan Organisasi Kelembagaan Organisasi Kelembagaan-

Organisasi

Indikator Nilai, norma,

pengetahuan,

moral, mental,

pola perilaku,

budaya

Integrasi,

diferensiasi,

tujuan,

norma dan

nilai

Birokrasi yang

mempengaruhi

perilaku

masyarakat,

serta Konsep

(ide, notion,

doktrin,

interest) dan

struktur.

Struktur,

peran,

formalitas,

hierarki,

durasi

Regulatif

(hierarki,

struktur,

aturan,

kebijakan,

sanksi).

Normatif

(moral, norma)

dan kognitif

kultural

(pengetahuan,

kultural, adat

istiadat,

mental, pola

perilaku)

Tokoh Cooley,

Durkheim,

Parsons,

Soekanto, Berger

dan Luckmann,

Uphoff, Johnson,

Koentjaraningrat,

Chinoy,

Hebding.

Herbert

Spencer,

Johnson,

Znaniecki,

L.Broom

dan

Selznick.

Max Weber,

dan Sumner.

Talcott

Parsons,

Wilson,

Uphoff,

Berelson

dan

Sreiner.

Tokoh penting

pertalian dua

konsep:

Max Weber,

Parsons,

Hebert

Simmon,

James G.

March,

Selznick,

Victor Nee.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

49

2.2.3 Subak

Subak merupakan kelembagaan organisasi tradisional yang mengatur

pengairan atau air irigasi pertanian di Bali serta menjadi bagian dari budaya

yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Bali. Menurut

Perda provinsi Bali No.9 tahun 2012, subak merupakan organisasi tradisional

di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada

masyarakat adat bali yang bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis yang

secara historis terus tumbuh dan berkembang.

Menurut Pitana (1993), subak merupakan organisasi petani lahan

basah yang mendapat air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau

lebih Pura Bedugul, serta bersifat otonom dalam hal mengatur rumah

tangganya sendiri. Subak mengandung aspek fisik dan sosial, dimana aspek

fisiknya yaitu hamparan sawah berserta seluruh fasilitas irigasi yang terdapat

di dalamnya. Sedangkan, aspek sosial subak yaitu organisasi petani irigasi yang

bersifat otonom.

Menurut Perda Provinsi Bali No.9 tahun 2012, subak memiliki

beberapa tujuan pokok, seperti: memelihara dan melestarikan subak;

mensejahterakan kehidupan petani; mengatur pengairan dan tata tanaman;

melindungi dan mengayomi petani; serta memelihara dan memperbaiki saluran

air ke sawah.

Subak sebagai suatu kelembagaan organisasi tradisional yang otonom

memiliki ketentuan-ketentuan yang mengatur para anggotanya (krama subak)

dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi yang menjadi pedoman bagi

seluruh anggota subak termasuk pengurus agar tidak adanya suatu

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

50

penyimpangan. Aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi subak disebut

dengan awig-awig maupun pararem.

Awig-awig dalam kamus Bahasa Bali, berasal dari suku kata “wig”

yang artinya buruk, rusak. Pernambahan huruf “a” dalam suku kata “wig”

sehingga menjadi kata “awig”. Hal tersebut membuat artinya menjadi berubah

dan menjadi sebaliknya yaitu tidak buruk, atau tidak rusak. Berangkat dari asal-

usul perkembangan suku kata seperti ini maka kata awig-awig kemudian

mendapatkan arti lebih lengkap yaitu sebagai pengaturan yang dampaknya bisa

membuat kebaikan dan kesejahteraan (Anandakusuma, 1986).

Awig-awig subak seperti anggaran dasar dalam organisasi subak

sedangkan pararem merupakan anggaran rumah tangga. Substansi pada sebuah

awig-awig adalah lebih menyangkut kepada hal pokok tentang persubakan,

sedangkan perarem akan membahas hal-hal yang lebih rinci dari suatu awig-

awig sesuai dengan hasil musyawarah krama (anggota) subak. Awig-awig dan

pararem digunakan sebagai pedoman bertingkah laku oleh anggota subak,

sehingga awig-awig dan pararem dipatuhi. Peran awig-awig dan pararem

sangat penting bagi kelestarian dan keberlanjutan subak baik secara sekala

(nyata dan kasat mata) maupun niskala (tidak kasat mata).

Adapun peranan subak secara deskriptif dapat diuraikan dalam

beberapa kategori sebagai berikut :

1. Pengelolaan Sumber Daya Alam

a. Subak berperan dalam meningkatkan areal sawah yang berpengairan

sepanjang tahun pembangunan irigasi pada subak membawa beberapa

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

51

akibat, diantaranya; meningkatkan frekuensi tanam, meningkatkan luas

tanam, meningkatkan luas panen, dan meningkatkan hasil padi /

produksi. Keempat hal inilah yang merupakan peranan terpenting subak

sebagai suatu kelompok sosial.

b. Subak mempunyai peranan dalam mempertahankan kesinambungan

persediaan bahan makanan, terutama beras. Dampak terpenting yang

dapat dirasakan dari adanya pembangunan irigasi di subak adalah

mantapnya produksi bahan makanan (padi / beras).

c. Peranan subak dalam peternakan dan perikanan. Peternakan itik dan

pemeliharaan ikan di sawah (mina padi) sangat terkait dengan subak.

d. Subak berperan dalam mengalokasikan sumberdaya air secara merata.

Konflik antar subak akibat masalah air sering muncul sepanjang sejarah

subak, dan pada tingkat konflik yang cukup besar biasanya ditangani oleh

sedahan agung bersama Dinas Pekerjaan Umum. Penanganan masalah

yang muncul tersebut dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

1) Diperkenankannya peminjaman air diantara anggota subak

2) Peminjaman air antar subak

3) Meningkatkan persediaan air, misalnya rehabilitasi jaringan irigasi,

pemanfaatan air tanah, dan pembuatan waduk. Terbentuknya “subak

gede” diharapkan mampu mengurangi konflik tersebut karena

melalui wadah ini pengalokasian air akan dapat dilakukan secara

lebih merata.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

52

2. Alokasi Sumber Daya Manusia

a. Peranan subak dalam meningkatkan kesempatan kerja. Perubahan dari

pengairan sederhana ke pengairan teknis menyebabkan meningkatnya

kesempatan kerja untuk meningkatkan produksi pertanian, baik secara

langsung maupun secara tidak langsung.

b. Peranan subak dalam terus membina sikap gotong royong untuk dapat

beradaptasi dan dapat menerima modernisasi dalam bidang pertanian,

subak sangat berperan dalam membina dan mengembangkan kesatuan

dan kebersamaan dalam berbagai segi kehidupan, baik suka maupun

duka, yang meliputi aspek ekonomi, sosial, agama, dan keamanan.

3. Peningkatan Ekonomi Masyarakat

a. Peranan subak dalam pemerataan distribusi pendapatan. Secara

tradisional dikenal adanya sistem “derep” (panen padi tidak hanya

dilakukan oleh anggota subak sendiri namun ikut juga anggota

masyarakat lainnya dengan mendapatkan imbalan upah sesuai dengan

banyaknya padi yang dapat diketam/ dipanen). Adanya perubahan jenis

padi yang ditanam, dari jenis padi lokal (dipanen memakai ani-ani)

menjadi jenis-jenis padi unggul baru disamping adanya kecenderungan

panen dengan sistem tebas (padi langsung dijual di sawah sebelum

dipanen) menyebabkan juga perubahan pengupahan dan juga jumlah

tenaga kerja yang dipakai.

b. Subak berperan dalam mengalokasikan dana pembangunan. Adanya

perubahan struktur organisasi subak yang diikuti dengan terbentuknya

“subak gede” atau “subak agung” maka dana-dana pembangunan dari

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

53

pemerintah menjadi lebih mudah untuk dialokasikan secara lebih merata.

Memang pada skala bantuan yang kecil, umumnya bantuan untuk irigasi

kecil bantuan yang diserahkan oleh pemerintah akan dikelola langsung

oleh subak secara swadaya sehingga otonomi dan inisiatif subak tidak

mati.

c. Peranan subak dalam kegiatan simpan-pinjam dan pengadaan sarana

produksi. Subak mempunyai peranan dalam kegiatan simpan-pinjam

sudah dikenal sejak abad ke 19 (Arga dan W. Sudana, 1994), dan peranan

tersebut kemudian diperluas dengan pengadaan sarana produksi dan

berlangsung terus menerus sampai sekarang. Usaha-usaha untuk

meningkatkan peranannya dalam koperasi (Koperasi Unit Desa) sampai

saat ini belum berhasil dengan baik.

4. Pelestarian Budaya

Peranan subak dalam melestarikan nilai budaya tercermin dari

adanya filosofi Tri Hita Karana yaitu keharmonisan manusia dengan Tuhan,

alam dengan manusia, dan sesama manusia. Budaya subak telah ada sejak

abad ke 11 dan telah berkembang sejak pemerintahan Raja Anak Wungsu

tahun 1071 Masehi. Namun, budaya yang melahirkan subak jauh lebih tua,

yakni sejak zaman megalitikum. Melalui medium takhta batu, masyarakat

memuja arwah leluhur dan gunung sebagai pusat kekuatan alam. Tanah

pertanian subur karena air sungai yang bersumber dari gunung.

Kepercayaan itu mentradisi dan menyatu dengan budaya Hindu.

Tradisi megalitik membentuk landasan kehidupan sosial budaya yang kokoh

dalam perkembangannya hingga saat ini. Berbagai macam bentuk upacara

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

54

atau tradisi dilakukan di subak sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.

Nilai tersebut juga termanifestasikan dengan pembentukan sikap disiplin

petani, sikap menghargai nilai air dan sumberdaya alam lainnya, rasa

kerjasama antar petani pemakai air, dan sikap untuk dapat mengambil suatu

keputusan secara kolektif.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Sistem Sosial

Pencetus dari teori sistem sosial ini bernama Niklas Luhmann yang

dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1927. Niklas Luhmann pada tahun 1968

pernah ditetapkan sebagai Profesor Of Sociology di University Of Biefeld

dimana beliau bekerja hingga pensiun. Luhmann pun dikenal sebagai seorang

kritikus terhadap teori sosiologi (Eropa lama) yang menurutnya gagal

menghasilkan teori sosial yang universal, yaitu teori yang mampu menjelaskan

keseluruhan kompleksitas fenomena sosial masyarakat.

Teori sistem sosial ini berangkat dari pertanyaan: bagaimana

mungkin munculnya struktur sosial (social order)? Niklas Luhmann menjawab

dengan differensiasi fungsional yang terjadi di dalam masyarakat modern. Bila

dalam teori Parsons disebut teori “struktural fungsional” maka teori sistem

Luhmann disebut dengan “teori sistem fungsional struktural” karena analisis

fungsional mendapat prioritas atas analisis struktural. Menurut Luhmann

terdapat tiga perubahan yang dilakukan dalam mengatasi kelemahan Parsons.

Pertama, ia merespon kompleksitas kehidupan dalam masyarakat

majemuk dewasa ini dengan menjauhkan teori sistem dari ide konsensus atas

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

55

nilai-nilai bersama. Sistem sosial tidak didefinisikan berdasarkan pola nilai dan

norma melainkan pada interaksi sosial. Sistem sosial terbentuk dimanapun dan

kapanpun selama ada interaksi sosial yang membedakan diri dari lingkungan

luarnya. Artinya, segala macam tindakan yang tidak relevan dengan sebuah

sistem sosial tertentu disebut dengan lingkungan (umwelt). Berarti pula bahwa

pada masyarakat modern yang semakin kompleks individu-individu tidak lagi

bicara tentang satu-satunya sistem sosial, melainkan banyak sistem sosial yang

tidak terbilang jumlahnya.

Kedua, Luhmann juga tidak sepakat dengan Parsons dalam konsep

tentang keberlangsungan sistem sosial. Bagi Parsons, sistem sosial akan runtuh

atau lenyap jika fungsi-fungsi sistem tertentu terganggu. Artinya, Parsons

menganggap bahwa fungsi-fungsi itu berhubung secara kausal (sebab-akibat),

seolah sistem sosial sama dengan mesin mekanistis. Namun, Luhmann tidak

demikian sebab sistem sosial menurutnya memiliki kemungkinan untuk

mengganti fungsi-fungsi yang rusak dengan fungsi-fungsi alternatif sehingga

sistem tetap berlangsung terus menerus. Fungsi yang terganggu akan

digantikan dengan fungsi lain yang ekuivalen atau setara untuk solusi dari

permasalahan yang ada.

Ketiga, Luhmann tidak memandang pemeliharaan sistem sosial

sebagai tujuan analitis yang tertinggi dalam teori sistem sosial, tetapi lebih

kepada dunia (welt). Dunia menurut Luhmann bukanlah sebuah sistem karena

dunia itu totalitas dari yang ada, dan tidak ada sesuatupun di luarnya. Dunia

juga bukan lingkungan (umwelt) sistem karena lingkungan terjadi hanya jika

ada batas luar dan dalam. Sementara, semua hal yang ada hanyalah di dalam

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

56

dunia, dengan kata lain sistem-sistem dan lingkungan yang mengitarinya

berada di dalam dunia. Dunia merupakan kesatuan sistem dan lingkungan dan

dengan dunia sebagai satuan terakhir yang mencakup sistem-sistem dan

lingkungan, teori Luhmann mampu menjelaskan dinamika, konflik, dan

perubahan yang berlangsung di dalam sistem sosial.

2.3.1.1 Sistem Otopoietik

Niklas Luhmann terkenal melalui pemikirannya mengenai sistem

otopoietik. Kata otopoietik berasal dari kata Yunani: autos (sendiri) dan poiein

(membuat), maka artinya yaitu “menciptakan diri”, “menghasilkan diri”, atau

“organisasi diri”. Sistem otopoietik mengacu kepada suatu keberagaman

sistem-sistem, mulai dari sel biologis hingga seluruh masyarakat dunia (Ritzer,

2012: 568). Sistem otopoietik memiliki empat karakteristik berikut ini:

1. Sistem otopoietik menyusun sistem itu sendiri sebab menghasilkan elemen-

elemen dasar.

2. Sistem otopoietik mengorganisasikan diri dalam dua cara yaitu sistem

mengorganisasikan perbatasan-perbatasannya sendiri, dan

mengorganisasikan struktur-struktur internalnya.

3. Sistem-sistem otopoietik mengacu kepada diri sendiri.

4. Sistem otopoietik merupakan sistem tertutup. Hal tersebut berarti tidak ada

hubungan langsung diantara suatu sistem dan lingkungan, dan sebagai

gantinya suatu sistem berurusan dengan representasi-representasi

lingkungannya (Ritzer, 2012: 568-570).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

57

Meskipun sistem otopoietik tertutup dengan tidak ada hubungan

langsung terhadap lingkungannya, namun lingkungan tetap harus diizinkan

untuk menganggu representasi bagian dalamnya. Sebab tanpa gangguan

tersebut, sistem akan dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan lingkungan yang

akan membanjirinya. Suatu sistem sosial yang tertutup berbeda dari para

individu yang tampak sebagai bagiannya, dan di dalam sistem demikian

individu adalah bagian dari lingkungan (Ritzer, 2012: 571).

2.3.2 Teori Kelembagaan Baru (New Institutional Theory)

Tokoh dari teori kelembagaan baru (new institutional theory) adalah

W. Richard Scott atau yang lebih sering dipanggil sebagai Scott. Scott adalah

seorang sosiolog organisasi yang memusatkan pekerjaannya pada studi

organisasi profesional, termasuk pendidikan, teknik, medis, penelitian,

kesejahteraan sosial, dan organisasi advokasi nirlaba. Scott (2008: 45)

menyatakan bahwa teori kelembagaan baru (new institutional theory)

memfokuskan kepada bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru

dalam mempelajari organisasi.

Pendekatan kelembagaan juga lebih memfokuskan pada dampak

sistem kekuatan budaya yang berhubungan dengan lingkungan organisasi

dibanding proses internal organisasi. Scott (2008: 48) merumuskan

kelembagaan sebagai “are comprised of regulative, normative, and cultural-

cognitive elements that, together with associated activities and resources,

provide stabilitity and meaning to social life” (terdiri dari elemen aturan,

norma, dan budaya-pengetahuan yang bersama-sama dengan menghubungkan

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

58

kegiatan dan sumber daya, memelihara stabilitas dan memaknai kehidupan

sosial).

Kemudian, Scott pun menjelaskan dengan lebih rinci mengenai tiga

pilar dibangunnya sebuah kelembagaan yaitu melalui elemen-elemen regulatif,

normatif, dan budaya-kognitif. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Pilar regulatif adalah suatu peraturan yang ada dalam suatu lembaga,

peraturan tersebut terdiri dari kekuatan, kebijakan-kebijakan, dan sanksi

yang telah dibuat oleh lembaga itu. Artinya dengan regulatif tersebut, maka

memungkinkan lembaga tersebut dalam aksinya dapat memberikan lisensi,

kekuasaan khusus, dan manfaat bagi lembaga itu sendiri.

2. Pilar normatif adalah suatu konsep norma-norma yang digunakan dalam

suatu lembaga, dimana norma tersebut merupakan pedoman dasar bagi

kebijakan-kebijakan lembaga. Norma dapat membangkitkan suatu perasaan

kuat untuk para anggota dari lembaga tersebut. Konsepsi normatif dalam

suatu lembaga menekankan dalam mempengaruhi stabilitas sosial dan

norma-norma yang baik bagi masyarakat.

3. Kognitif budaya yaitu pemikiran tentang suatu budaya yang ada dalam

lembaga. Kognitif budaya diantaranya berisi tentang paham, keyakinan,

pengikat, dan bersifat isomorf. Kognitif dalam makna budaya dalam teori

ini akan sangat penting, karena kognitif budaya dalam teori ini lebih bisa

berubah-ubah dibandingkan dengan dua pilar lain yaitu regulatif dan

normatif.

Dapat dijabarkan bahwa kelembagaan memiliki nilai-nilai dalam suatu

tatanan kelembagaan yang sulit dilepaskan dengan kehidupan sosial

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

59

masyarakat. Selanjutnya Scott menjelaskan bahwa kelembagaan berisi tentang

sekelompok orang yang bekerjasama dengan pembagian tugas tertentu untuk

mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tujuan peserta kelompok dapat

berbeda, tapi di dalam organisasi menjadi satu kesatuan. Jadi, kelembagaan

atau terutama kelembagaan formal seperti subak lebih ditekankan pada adanya

aturan main di dalamnya (the rules) yang menjadi panduan bagi pelaksanaan

kerja-kerja lembaga tersebut, serta kegiatan kolektif (collective action) dalam

mewujudkan kepentingan masyarakat secara umum yang mengacu kepada

norma yang telah ditetapkan.

2.3.2.1 Instrumen Kelembagaan Baru (New Institutional Theory)

Kelembagaan adalah sebagian hal yang didalamnya berisi tentang

normatif, regulatif, dan kultural-kognitif yang menjadi pedoman bagi sumber

daya yang menjalankan. Kelembagaan yang dibentuk dalam mengawasi urusan

persubakan sangat erat kaitannya dengan norma-norma yang sudah berjalan

selama ini, oleh sebab itu regulasi dalam kelembagaan harus berpihak sesuai

dengan kultur masyarakat.

Tiga pilar menurut Scott tersebut jika dikaitkan dengan penelitian

tentang “sistem kelembagaan organisasi subak (studi di Subak Babakan Bayu,

Sangkaragung, Kabupaten Jembrana Bali”, maka akan mampu menjawab serta

menjelaskan secara komprehensif terkait permasalahan maupun kondisi yang

terdapat di Subak Babakan Bayu. Sehingga adapaun penafsiran tentang suatu

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

60

kelembagaan (institusi sosial) yang didalamnya didasari oleh Scott (2008)

yaitu:

a. Institusi sosial yaitu struktur dimana struktur tersebut telah mencapai

derajat kelenturan yang tinggi.

b. Institusi sosial juga terdiri didalamnya suatu elemen seperti: normatif,

regulatif, dan kultural-kognitif, dimana elemen tersebut membentuk pilar-

pilar institusi sosial.

c. Institusi juga dapat ditransformasikan ke berbagai instrumen yaitu sistem

simbolik, sistem relasi, rutinitas, dan artefak.

Kemudian, agar lebih memahami alur kerangka teori penelitian ini, baik

teori sistem sosial dari Niklass Luhmann dan teori kelembagaan baru dari

Richard Scott, maka berikut peneliti sajikan dalam bentuk skema kerangka

teori:

Tabel 2.4 Kerangka Teori

Sistem Indikator Keterangan

Sistem

Regulasi Subak

Babakan Bayu

Hukum adat - Awig-awig

- Perarem

- Sanksi-sanksi

- Penerapan di subak

Peraturan Pemerintah - UU/ PERPU

- UU / PERDA

- Penerapan di subak

Mekanisme Organisasi - Struktur organisasi dan

Tugas, pokok, serta fungsi

- Alur keorganisasian subak

- Pencapaian yang diraih.

- Jenis dan manfaat bantuan

dari pemerintah yang

diberikan kepada subak.

- Sistem kekuasaan dan

wewenang

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/49068/3/BAB II.pdf · Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Adapun penelitian ini memfokuskan kepada aspek sistem kelembagaan

61

- Alur pemberian pelayanan

di subak

- mekanisme pengaturan air

irigasi di subak oleh

pengurus subak

- pelayanan sebelum dan

sesudah panen

- pelayanan pada fasilitas

subak

- Pemberian upah pengurus

subak

- Pemberian sanksi atau

denda pelanggaran

Sistem normatif

dalam Subak

Babakan Bayu

Agama - Jenis norma

- Tujuan norma

- Penerapan norma

Adat

Pengetahuan Tradisional

Pengetahuan Modern

Sistem Kultural

Kognitif Subak

Babakan Bayu

Tradisi

- Jenis Tradisi

- Perlengkapan yang

dibutuhkan

- Makna

- Tujuan

- Waktu Pelaksanaan

- Pihak yang dilibatkan

Ritual/ Upacara

- Nama ritual

- Perlengkapan yang

dibutuhkan

- Makna

- Tujuan

- Waktu pelaksanaan

- Pihak yang terlibat

Kosmologi - Penerapan Tri Hita

Karana

Stock Of Knowledge - Lokal/ tradisional

- Modern