bab ii kajian pustaka 2.1 rumput...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut adalah tumbuhan yang hidup di laut dan merupakan jenis
makroalga. Tanaman ini adalah ganggang multiseluler divisi Thallophyta. Rumput
laut tidak termasuk tumbuhan sejati karena tidak memiliki akar, batang dan daun.
Tumbuhan ini biasanya hidup di dasar perairan yang masih terkena cahaya
matahari. Berdasarkan pigmen, warna rumput laut terbagi atas 4 jenis yaitu
;ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang
merah (Rodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae)(Yudhi 2009).
Rumput laut memiliki nutrisi yang sangat beragam dengan kadar yang
cukup tinggi, mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat.
Rumput laut menghasilkan senyawa koloid yang disebut fikokoloid yakni agar,
algin dan karaginan (Kadi 2004), oleh karena itu rumput laut menjadi sumber
pembuatan tepung karaginan yang nantinya dapat diolah menjadi produk lain.
Selain untuk bahan pangan dan sumber hidrokoloid, rumput laut juga mempunyai
potensi sebagai antikanker, mencegah kardiovaskular, makanan diet, bahan obat-
obatan serta antioksidan klorofil.
Rumput laut dari divisi Phaeophyta menghasilkan algin atau alginat,
laminarin, selulosa dan manitol. Biasanya jenis Phaeophyta yang dimanfaatkan
sebagai penghasil algin alginat adalah Macrocystis, Turbinaria, Padina dan
Sargassum sp. (Rasyid 2003). Pemanfaatan potensi rumput laut terus berkembang
dan merambah bidang farmasi, kosmetik serta kedokteran.
2.1.1 Sargassum crassifolium
Sargassum crassifolium merupakan salah satu jenis Phaeophyta atau alga
coklat yang tumbuh di Indonesia. Di Indonesia terdapat 15 spesies Sargassum
salah satunya Sargassum crassifolium (Kadi 2005).
10
Tabel 1. Kandungan dan Manfaat Rumput Laut Genus Sargassum
Jenis Kandungan Manfaat Sumber
Sargassum
binderi
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat,
fukosantin, asam
lemak
Antioksidan
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Noviendri et.al.
(2011)
Sargassum
crassifolium
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat,
asam amino, asam
lemak, mineral
(Ca, Fe, P)
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Handayani et al.
(2004)
Sargassum
duplicatum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat,
flavonoid,
phlorotanin,
alkaloid.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Aulanni et.al.
(2011)
Sargassum
echinocarpum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
fenitan
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
filipendula
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
gracillimum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
hystrix
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
mollerii
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargssum
polyceratium
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
Kadi (2005)
11
tekstil.
Sargassum
polycystum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
siliquosum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
sineureum
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum sp. Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Sargassum
vulgare
Protein, vitamin C,
tanin, iodine,
fenol, alginat.
Bahan Pangan,
Obat-obatan,
kosmetik dan
tekstil.
Kadi (2005)
Berdasarkan Estiati 1994 berikut adalah klasifikasi Sargassum
crassifolium :
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum
crassiolium J.
Agardh 1848 Gambar 2.Sargassum crassifolium
Sumber : Dokumen pribadi
Sargassum crassifolium memiliki thalus silindris dan berduri kecil. Thalus
bercabang dan percabangan ini dinamakan pinnatus alternates sedangkan anak
percabangannya merupakan daun. Tiap-tiap percabangan terdapat gelembung
12
udara berbentuk bulat yang disebut Bladder. Bladder berfungsi untuk menopang
cabang-cabang thalus terapung ke arah permukaan air agar mendapatkan
intensitas cahaya matahari (Kadi 2005). Thalus sedikit datar, licin tetapi batang
utama bulat dan agak kasar. Panjang pinnatus alternates antara 30-50 cm. daun
berbentuk oval memanjang 40 x 10 mm dan terdapat urat tengah daun (IPTEKnet
2002). Hidup di zona intertidal, subtidal, sampai daerah tubir dengan ombak besar
dan deras (Kadi 2005). Sargassum tumbuh subur pada daerah tropis dengan suhu
perairan 27,25-29,30oC dan salinitas 32-33,5
o/oo (Kadi 2005).
Menurut penelitian Handayani (2004) rumput laut Sargassum crassifolium
mengandung asam askorbat sebesar 49,01 ± 0,75 mg/100 g. Berikut tabel lengkap
kandungan nutrisi pada Sargassum crassifolium :
Tabel 2. Kadar Nutrisi Thalus S. crassifolium
Jenis Nutrisi Rata-rata kadar Keterangan
Protein 5,19 ± 0,13 Berat Basah
Abu dan Mineral
Abu (mineral) 36,03 ± 0,34 Berat Kering
Ca (mg/100 g) 1540,66 ± 6,99 Berat Kering
Fe (mg/100 g) 132,65 ± 3,47 Berat Kering
P (mg/100 g) 474,03 ± 1,01 Berat Kering
Vitamin A (µg RE/100 g) 489,55 ± 8,4 Berat Kering
Asam askorbat(mg/100 g) 49,01 ± 0,75 Berat Kering
Lemak (%, b/b) 1,63 ± 1,1 Berat Kering
Kadar (%, b/b) 37,91 ± 0,34 Berat Kering
Warna Kuning kecoklatan Berat Kering
pH 6,86 ± 0,05 Berat Kering
Ukuran Partikel 150 mesh Berat Kering
Sumber : Handayani2004
2.1.2Gracilaria coronopifolia
Gracilaria coronopifolia termasuk kedalam kelas Rhodophyceae dan
merupakan penghasil alginat. Berdasarkan Anggadiredja et al. (2006) dalam
Hasanah (2007) klasifikasi Gracilaria adalah sebagai berikut :
13
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solierisceae
Spesies : Gracilaria
coronopifolia
Gambar 3. Gracilaria coronopifolia
Sumber : Dokumen pribadi
Ciri-ciri dari rumput laut jenis ini adalah thalus silindris, licin dan
berwarna coklat-hijau atau coklat-kuning. Ukuran panjang thalus Gracilaria
coronopifolia berkisar antar 6,5-19,2 mm dan berdiameter 1,5-2,2 mm (Sjafrie
1990). Hidup menempel pada substrat batu atau karang dengan cakram kecil.
Pada umumnya rimbun pada bagian atas rumpun (IPTEKnet 2002). Gracilaria
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti suhu,
salinitas, cahaya dan pH (Sjafrie 1990). Suhu optimal untuk membudidayakan
jenis ini berkisar antara 20-28oC, salinitas 18-32
o/oo dan pH 8-8,5 (Kadi dan
Atmadja 1988 dalam Sjarief 1990).
Pemanfaatan Gracilaria coronopifolia selama ini sebagai bahan baku
untuk industri agar-agar.Spesies ini juga mengandung vitamin, mineral dan
protein yang tinggi (IPTEKnet 2002).
2.2 Carica papaya
Sumber senyawa inhibitor tirosinase yang umum digunakan adalah
pepaya. Pepaya memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi (DepKes RI
1992). Maka, banyak produk kosmetik pencerah kulit menggunakan pepaya
sebagai bahan bakunya karena antiokidan yang dikandung pepaya dapat
memberikan warna kulit yang cerah (Wibawa 2011).
14
Tabel 3. Kandungan Senyawa pada Pepaya per 100 g
Zat Gizi Buah Pepaya
Masak
Buah Pepaya
Muda Daun pepaya
Protein (g) 0,5 2,1 8,0
Lemak (g) 0 0,1 2,0
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Kalsium (mg) 23 50 353
Fosfor (mg) 12 16 63
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Vitamin A (SI) 365 50 18,25
Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02 0,15
Asam askorbat (mg) 78 19 140
Air (g) 86,7 92,3 75,4 Sumber : Direktorat Gizi, DepKes RI (1992)
2.3 Ultraviolet
Sinar ultraviolet adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian dari
sinar matahari. Sinar UV ini memiliki frekuensi gelombang yang lebih tinggi
daripada cahaya violet, cahaya warna yang masih bisa dilihat oleh manusia dan
memiliki panjang gelombang terpendek dari cahaya tampak. Sebelum sampai ke
bumi, sinar UV sebanyak ± 98,7% diserap oleh lapizan ozon di zona stratosfer,
maka hanya sebagian kecil saja yang dapat mencapai bumi. Sinar ultraviolet,
dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu ultraviolet A, B, dan C yang dikelompokkan
berdasarkan panjang gelombangnya (Hamdi 2009).
Ultraviolet A (UVA) memiliki panjang gelombang 315-400 nm. Sinar
UVA ini sebagian besar dapat mencapai permukaan bumi karena sinar UVA ini
sama sekali tidak terpengaruh oleh lapisan ozon stratosfer. Namun, dalam
presentase yang kecil terpengaruh oleh adanya molekul-molekul uap air dan
beberapa jenis molekul gas lainnya di atmosfer. Energi yang dibawa tiap foton
ultraviolet A sebesar 3,10-3,94 eV (Hamdi 2009).
Ultraviolet B (UVB) memiliki rentang panjang gelombang 280-315 nm.
Sebagian besar UVB diserap oleh atmosfer dan memiliki sifat yang sama dengan
UVC, yaitu memiliki respon yang baik terhadap reaksi-reaksi fotokimia yang
membentuk lapisan ozon (Hamdi 2009). UVB memiliki dampak positif terhadap
kulit yaitu mempercepat pembentukan vitamin D di dalam kulit. Kekurangan
15
vitamin D dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang, misalnya
osteomalacia yaitu tulang menjadi lembutdan rapuh. Vitamin D dapat diperoleh
melalui nutrisi makanan maupun penyinaran (Hamdi 2009). Selain pengaruh
positif, UVB memiliki efek negatif yaitu apabila kulit terlalu lama terkena
paparan sinar UVBdapat menimbulkan sunburn, immunologic effects, dan
carcinogenesis.Sunburn merupakan sebuah efek dari penyinaran ultraviolet over-
exposure. Terkena paparan UVB selama 4-8 jam dapat menyebabkan
meningkatnya aliran darah sehingga mempengaruhi kulit (Hamdi 2009). Selain
itu, penyinaran berlebihan akan mempercepat proses penuaan, termasuk
telangietasia, blotchy pigmentation (bintik hitam pada kulit atau flek), kehilangan
elastisitas kulit, thinning (penipisan kulit), dan perubahan warna kulit menjadi
lebih gelap. Penghitaman kulit ini dikarenakan pembentukan melanin yang terjadi
di kulit.Semakin lama kulit terkena paparan sinar UVB maka semakin cepat pula
pembentukan melanin (Shosuke 2003).
Jenis sinar UV yang lain adalah Ultraviolet C atau UVC yangmemiliki
nilai panjang gelombang antara 100-280 nm. Karena penyerapan oleh atmosfer
maka hanya sedikit UVC yang dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum UVC
memiliki sifat-sifat germicidal, yaitu sifat yang dapat menghambat kemampuan
organisme untuk multiplikasi pada lingkungan yang sesuai atau mengurangi
jumlah mikroorganisme di berbagai macam permukaan jaringan hidup (Tjay dan
Rahardja 2007). Sifat Sinar UVB paling berpengaruh terhadap hiperpigmentasi
karena dapat memasuki kulit hingga lapisan epidermal (Hamdi 2009).
2.4 Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat di permukaan tubuh. Kulit
manusia terdiri atas lapisan epidermis dan dermis. Pada lapisan dermis terdapat
pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf, kelenjar minyak. Lapisan epidermis
merupakan lapisan luar kulit yang tersusun atas lapisan korneum dan lapisan
Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati dimana lapisan kulit ini
dapat mengelupas dan digantikan dengan sel-sel baru sedangkan lapisan Malpighi
terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum (Amila 2004). Lapisan
16
spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar dan pada lapisan germinavitum
terdapat sel-sel yang aktif membelah diri, menggantikan sel-sel yang lepas dari
lapisan korneum. Pada lapisan Malpighi juga terkandung pigmen melanin yang
memberi warna coklat-kehitaman pada kulit (Amila 2004).
Gambar 4. Citra Histologi Epidermis
Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Epidermal_layers.png
2.4.1 Pigmen Kulit
Pigmen atau zat warna merupakan zat yang mengubah warna cahaya
tampak sebagai akibat proses absorbsi selektif terhadap panjang gelombang pada
kisaran tertentu.Pigmen terdapat pada kulit, rambut, iris, vascularis stria. Pada
manusia terdapat tiga komponen pigmen yaitu karotenyang memberikan warna
inheren kekuningan pada jaringan, oksihemoglobin memberikan warna
kemerahan pada dasar kapiler dan melanin yang memberikan warna coklat
kehitaman. Diantara semua warna pigmen yang ada dalam kulit, melanin yang
palingberpengaruh dalam memberikan warna kulit manusia (Amila 2004).
17
Melanin di kulit dihasilkan oleh melanosit yang berada di lapisan basal
epidermis. Melanin dibentuk dari asam amino tirosin dengan bantuan enzim
tirosinase dan oksigen. Proses oksidasi tirosin menjadi melanin ini lebih cepat saat
suhu tinggi dan adanya sinar ultraviolet (Amila 2004).
Gambar 5. Melanin dan Melanosit
Sumber :http://medicalera.com/info_answer.php?thread=20337
Menurut Slominski et al.2004, melanin dibagi menjadi beberapa macam,
berikut adalah contoh macam-macam melanin :
1. Eumelanin
Eumelanin polimer merupakanasam polietilena5,6-dihydroxyindole (DHI)
dan 5,6-dihydroxyindole-2-karboksilat (DHICA) polimer. Eumelanin ditemukan
di rambut, areola, dan kulit.Ada dua jenis eumelanin yaitu eumelanin coklat dan
hitam (Slominski et al. 2004).
2. Pheomelanin
Pheomelanin terdapat pada rambut dan kulit. Pheomelanin memberikan
warna dan banyak terdapat pada orang yang berambut merah. Pheomelanin juga
dapat menjadi karsinogenik ketika terpapar sinar ultraviolet. Secara kimia,
pheomelanin berbeda dari eumelanin dalam struktur oligomer (Slominski et al.
2004).
18
3. Neuromelanin
Neuromelanin adalah pigmen gelap yang terdapat dalam pigmen neuron.
Dalam otak, pigmen ini terbentuk dari oxyradical metabolit monoamine
neurotransmiter dopamin dan norepinefrin (Slominski et al. 2004).
Melanin mempunyai sifat fotokimia yang baik sehingga menjadikannya
sebagai photoprotectant. Pada saat radiasi sinar ultraviolet datang ke kulit, maka
melanin akan menyerap dan mengubahnya menjadi panas yang tidak berbahaya.
Hal ini terjadi melalui suatu proses yang disebut "konversi internal ultrafast".
Apabila kulit terpapar sinar UV terlalu lama maka pembentukan melanin akan
berlangsung cepat dan akan terjadi perubahan warna kulit atau sering disebut
dengan pigmentasi (Riffat 2012).
Terdapat dua jenis pigmentasi yaitu hipopigmentasi dimana pembentukan
melanin berkurang menyebabkan warna kulit lebih cerah atau putih sedangkan
hiperpigmentasi merupakan keadaan dimana kulit memproduksi melanin sangat
banyak dan menyebabkan perubahan warna kulit menjadi coklat kehitaman
(Kabulrahman 2010), proses pembentukan melanin ini dinamakan melanogenesis.
2.4.2 Melanogenesis
Melanin diproduksi di melanosit, melanosit merupakan sel yang berdendrit
yang terletak di stratum basal epidermis. Melanosit terdiri atas inti, retikulum
endoplasma, apparatus golgi, mitokondria, mikrotubular, mikrofilamen dan
melanosom yang berfungsi untuk pembentukan pigmen melanin (Amila 2004).
Menurut Amila (2004) pada melanosom terjadi proses pigmentasi melanin
kulit. Proses ini terjadi pada 4 tahap :
Tahap 1, vesikel dikelilingi oleh membran yang merupakan awal proses
dari aktivitas enzim tirosinase. Lalu terbentuk substansi granul halus pada
bagian perifernya. Pada tahap ini untaian-untaian padat elektron memiliki
suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matriks protein.
Tahap 2, vesikel (melanosom) berbentuk oval dan terlihat filamen-
filamen dengan jarak sekitar 10 nm. Pada tahap ini melanin sudah
terbentuk dan disimpan dalam matriks protein.
19
Tahap 3, Peningkatan pembentukan melanin. Pada tahap ini produksi
melanin sudah tinggi sehingga struktur halusnya agak sulit terlihat.
Tahap 4, pada tahap ini granul melanin sudah matang dan melanin secara
sempurna mengisi vesikel. Granul yang matang berbentuk elips, dengan
panjang 1 µm dan diameter 0,4 µm.
2.4.3 Hormon yang Mempengaruhi Proses Melanosit
Sinar ultraviolet dan hormon merupakan faktor yang mempengaruhi
pembentukan melanin. Sinar ultraviolet mempengaruhi aktivitas enzim tirosinase
sedangkan hormon akan mempengaruhi kandungan melanin di bawah kulit (Lilies
2012). Beberapa hormon yang dapat mempengaruhi jumlah melanin di kulit
adalah hormon estrogen dan hormon melatonin.
Hormon estrogen mempengaruhi jumlah melanin yang ada di bawah
permukaan kulit dengan cara mengatur frekuensi dan jumlah melanin yang akan
didistribusikan ke permukaan epidermis kulit (Lilies 2012). Pada kondisi tertentu
seperti saat menstruasi produksi hormon estrogen akan meningkat (Lilies 2012)
dan biasanya menyebabkan noda-noda hitam pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh pembentukan melanin. Proses ini berlangsung dalam kurun
waktu yang cukup lama sehingga efeknya tidak dapat langsung terlihat (Lilies
2012).
Hormon melatonin merupakan salah satu hormon yang mempengaruhi
jumlah melatonin selain hormon estrogen. Hormon melatonin berfungsi untuk
menghambat pembentukan pigmen kulit (Pristiwadi et al. 2011). Hormon ini
bersifat toksifikasi dan dapat mencerahkan kulit karena menghambat proses
pembentukan melanin tetapi hormon ini akan rusak pada keadaan yang sangat
terang (Pristiwadi et al. 2011).
2.5 Tirosinase
Tirosinase adalah enzim yang mengandung unsur tembaga yang terdapat
di mikroorganisme, tumbuhan dan hewan (Chang 2012). Tirosinase berperan
penting pada proses awal pembentukan melanin yaitu saat proses hidroksilasi
20
tirosinase menjadi DOPA dengan cara mengoksidasi monophenols menjadi o-
diphenols dan saat perubahan DOPA (3,4 dihidroksil fenil alanin) menjadi
dopaquinon dengan cara mengoksidasi o-diphenols menjadi o-dopaquinon (Khan
2007, Hearing dan Tsukamoto 1991).
Aktivitas enzim tirosinase sangat berpengaruh pada pembentukan
melanin.Apabila aktivitas enzim tirosinase tinggi maka pembentukan melanin
berjalan cepat dan dapat memproduksi melanin dalam jumlah banyak, melebihi
batas normal. Jumlah melanin yang melebihi batas normal akan merubah warna
kulit menjadi lebih coklat atau kehitaman (Graillet et al. 1997). Enzim tirosinase
mempunyai locus albino dimana albinisme dapat terjadi diakibatkan oleh mutasi
locus tersebut (Hearing dan Tsukamoto 1991).
Melanin di kulit dapat dibentuk dari reaksi lain dibawah proses regulasi
aktif tubuh namun aktivitas enzim tirosinase yang menjadi faktor utama
pembentuk melanin (Hearing dan Tsukamoto 1991). Enzim tirosinase menjadi
faktor yang sangat penting dalam pembentukan melanin di kulit dikarenakan
enzim ini dapat mengkatalisasi proses awal pembentukan melanin. Sisi aktif
enzim tirosinase adalah ion Cu2+
, dilambangkan dengan C (Copper) lalu O2 dan
Histidin (Gambar 6).
Gambar 6. Sisi Aktif Enzim Tirosinase
Sumber : Gelder et al.(1997) dalam Khan (2007)
21
2.6 Sinar UV terhadap Aktivitas Tirosinase
Pada proses pembentukan melanin yang telah dijabarkan pada halaman 19,
yang paling mempengaruhi gelap atau terangnya warna kulit adalah pada tahap 2
dimana vesikel melanosom berbentuk oval dan sudah terdapat filamen dan
melanin sudah terbentuk berupa matriks protein. Pada tahap ini, reaksi fisis-
kimiawi menggelapkan warna melanin yang belum muncul ke luar melanosit
kemudian merangsangnya secara cepat untuk masuk ke keratinosit (Amila 2004).
Selain itu, kecepatan sintesis melanin dalam melanosit mengalami akselerasi,
sehingga meningkatkan jumlah pigmen melanin.
Reaksi kimiawi penyebab percepatan pembentukan melanin ini
diakibatkan aktivitas tirosinase yang tinggi. Enzim tirosinase mempercepat reaksi
hidroksilasi L-tirosin menjadi L-DOPA dan oksidasi L-DOPA menjadi
dopaquinon pada proses pembentukan melanin (Hearing dan Tsukamoto 1991).
Aktivitas tirosinase ini akan lebih cepat bekerja di bawah sinar ultraviolet karena
radiasi UV yang masuk ke dalam kulit merupakan stimulus agar enzim tirosinase
aktif bekerja (Graillet et al. 1997). Keratinosit mensekresi nitric oxide (NO)
sebagai respon dari sinar UVA dan UVB yang masuk. Banyaknya NO yang
dihasilkan berpengaruh pada proses melanogenesis. Melanosit merespon NO yang
masuk dengan cara mengurangi pertumbuhan dan memulai proses melanogenesis
karena NO yang dihasilkan keratinosit akan berasosiasi dengan tirosinase dan
mempercepat melanogenesis (Graillet et al. 1997). Tirosinase berperan untuk
mengkatalisis proses hidroksilasi L-tirosin yang pada awalnya lambat kemudian
menjadi cepat serta dengan cepat mengoksidasi L-DOPA menjadi dopaquinon.
Semakin sering kulit terkena paparan sinar UV maka semakin reaktif kerja enzim
tirosinase yang menyebabkan pembentukan melanin menjadi banyak dalam waktu
yang cepat (Amila 2004).
22
Gambar 7. Skema Pembentukan Melanin
Sumber :Balsamand Sagarin dalam Hartanti dan Setiyawan 2009
2.7 Mekanisme Inhibitor Tirosinase
Inhibitor berasal dari kata inhibit yang artinya menghalangi, jadi inhibitor
tirosinase merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim tirosinase.
Inhibitor akan mencegah sisi aktif enzim untuk tidak bekerja. Inhibitor sendiri
terbagi menjadi dua yaitu kompetitif yang bersaing dengan substrat untuk
bergabung dengan enzim dan non-kompetitif dimana inhibitor ini memiliki sisi
ikatan yangberbeda dengan substrat pada enzim (Ferdinand dan Wibowo).
Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai inhibitor tirosinase, diantaranya
adalah merkuri, hidroquinon, arbutin, alpha hidrocyd acid (AHA), kojic acid,
asam askorbat dan beberapa senyawa turunan fenol. Dari banyaknya senyawa
inhibitor tirosinase yang telah diketahui terdapat senyawa yang memberikan efek
negatif bila dipakai pada kulit dalam jangka waktu yang panjang seperti merkuri,
hidroquinon dan AHA. Hidroquinon memberikan efek toksik karena zat ini
berkompetisi dengan tirosin sebagai substrat tirosinase sehingga menstimulus
tirosinase mengoksidasi hidroquinon menjadi benzoquinon. Benzoquinon jenis p-
23
benzoquinon inilah yang bersifat toksik terhadap DNA (Westerhoof dan Kooyers
2005).
Asam askorbat atau vitamin C telah diketahui bermanfaat sebagai
antioksidan kulit dan dapat menghambat produksi melanin kulit. Beberapa jenis
asam askorbat yang telah stabil adalah magnesium ascorbyl phosphate, L-ascorbic
acid dan ascorbyl glucosamine (Elmore 2005).
Sebagai zat penangkal radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi
dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida.
Sebagai reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk
semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat.
Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka
peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et
al. 2007 dalam Susanto et al. 2009). Menurut Suhartono et al. (2007) dalam
Susanto et al. (2009), reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip
dengan kerja enzim SOD (Superoxide Dismutase) sebagai berikut :
2Oˉ2 + 2H+
+Askorbat → 2H2O2 + Dehiroaskorbat
Reaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat
peroksidase (Asada 1992 dalam Susanto et al.2009) adalah sebagai berikut :
H2O2 + 2 Askorbat → 2H20 + 2 Monodehidroaskorbat
Masing-masing senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai agen
antipigmentasi memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat
pembentukan melanin, seperti yang disebutkan Chang (2005) terdapat beberapa
mekanisme bagi agen inhibitor untuk menghambat kerja enzim tirosinase yaitu (i)
zat inhibitor dapat menghindari pembentukan dopakrom dan melanin dengan cara
mereduksi tirosin menjadi dopa serta dopa menjadi o-dopaquinon (ii) zat inhibitor
dapat bereaksi dengan o-dopaquinon dan merubahnya menjadi produk tanpa
warna (iii) agen inhibitor tirosinase dapat menjadi substrat alternatif bagi reaksi
oksidasisehingga produk yang dihasilkan berbeda dengan reaksi oksidasi fenol
oleh tirosinase sehingga pembentukan dopakrom dapat dicegah.
24
2.8 Senyawa Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan
makhluk hidup dalam keadaan tertentu.Salah satu metode uji kualitatif metabolit
sekunder yang ada pada bahan alam adalah dengan melakukan uji fitokimia.
Beberapa senyawa metabolit sekunder berpotensi sebagai agen inhibitor tirosinase
terutama dari senyawa turunan fenolik.
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki sifat fisik
tidak berwarna, mayoritas bersifat optis aktif dan berbentuk kristal serta rasanya
yang pahit (Harborne 1987). Senyawa alkaloid merupakan senyawa yang bersifat
basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen (Harborne 1987, Syaputri
1987). Senyawa alkaloid pada tumbuhan terlibat dalam proses pertumbuhan,
penghalau atau penarik serangga. Bagi manusia senyawa alkaloid ini sering kali
bersifat toksik dan dimanfaatkan dalam bidang pengobatan (Harborne 1987).
Gambar 8.Struktur Kimia Alkaloid Quilonin
(Sumber :http://taufiqdians.blogspot.com/2010/03/alkaloid.html )
Flavonoid
Senyawa flavonoid pada tanaman berfungsi meningkatkan toleransi stress
terhadap lingkungan yang bersifat suboptimal, menstimulasi bakteri Rhizobium
untuk melakukan fiksasi nitrogen dan pertahanan diri terhadap herbivore dan
pathogen (Anderson dan Markham 2005). Flavonoid merupakan kelompok
senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam. Senyawa flavonoid merupakan
senyawa yang memberikan warna merah, ungu, biru, dan kuning pada tumbuhan.
Flavonoid memiliki kerangka dasar 15 atom karbon yang umumnya tersebar di
dunia tumbuhan.
25
Gambar 9. Struktur Kimia Umum Flavonoid
(Sumber : http://minarniba.blogspot.com/2012_12_01_archive.html)
Fenolik
Senyawa fenolik memiliki paling tidak satu gugus fenol. Gugus fenol
terdiri atas cincin benzene yang tersubtitusi hidroksil (OH). Dalam keadaan
murni, senyawa fenol merupakan zat padat yang tidakberwarna. Apabila terjadi
reaksi oksidasi senyawa fenol ini akan berubah menjadi gelap. Semakin banyak
gugus hidroksil maka kelarutan fenol dalam air akan semakin bertambah
(Kurniawan 2012). Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis yang beraneka
ragam, dansering digunakan dalam reaksi enzimatik. Senyawa fenolik ini
merupakan contoh senyawa yang akan mendonorkan atom H ketika bereaksi
(Kurniawan 2012).
Gambar 10.Struktur Kimia Senyawa Fenol
(Sumber :http:/Wikipedia/)
Tanin
Tanin terdapat banyak pada tumbuhan berpembuluh. Di dalam tumbuhan
letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma tetapi bila jaringan rusak
dapat menyebabkan terjadinya reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan
protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan sehingga fungsi utama
tanin bagi tumbuhan adalah sebagai mekanisme pertahanan diri dari herbivora
(Harborne 1987).
26
Secara kimia tanin dibagi dua jenis utama yaitu tanin terkondensasi dan
tanin terhidrolis. Senyawa tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk
kopolimer yang tidak dapat larut dalam air (Harborne 1987).
Gambar 11.Struktur Kimia Senyawa Tanin
Sumber : http://arsenada.blogspot.com/2012/07/tanin.html
Fenol Hidrokuinon
Senyawa fenol merupakan struktur aromatik yang terdiri satu atau lebih
gugus hidroksil (Harborne 1987). Komponen senyawa ini bersifat larut air selama
komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya
terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar
diantara senyawa fenol alami (Harborne 1987). Kuinon adalah senyawa berwarna
mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon. Senyawa ini
digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu; benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon,
dan kuinon isoprenoid (Harborne 1987).
Gambar 12. Struktur Kimia Fenol Hidrokuinon
Sumber gambar : Wikipedia.com
Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari satuan
isopropena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C3 0 asiklik, yaitu
skualena.Triterpenoid dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar yaitu
27
triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Pada tumbuhan
biasanya terdapat pada daun dan buah yang berfungsi untuk menolak serangga
dan mikroba (Harborne 1987).
Steroid pada umumnya merupakan hormone seperti pada empedu dan
system reproduksi hewan dan manusia. Pada umumnya senyawa steroid
mengandung gugus fungsional alkena dan alkohol.
Gambar 13. Struktur Kimia Triterpenoid dan Rangka Steroid
(Sumber : http://kimiaorganik2.blogspot.com/ dan http://2012books.lardbucket.org/)