bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan mutakhir - sinta.unud.ac.id. bab ii (tinjauan pustaka).pdf ·...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Penelitian mengenai jaringan listrik mikro ini telah banyak dilakukan,
namun untuk daerah Bali sendiri belum ada penelitian mengenai jaringan listrik
mikro ini. Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian menunjukkan perbedaan
wilayah mempengaruhi presentase penggunaan pembangkit listrik terbarukan.
Penelitian – penelitian tersebut masih terpusat pada pengembangan jaringan
jaringan listrik mikro untuk wilayah yang tidak dapat terjangkau oleh jaringan
untillity yaitu PLN. Penelitian mengenai jaringan pembangkit terbarukan untuk
gedung perkantoran atau lingkungan pendidikan yang membentuk sebuah jaringan
listrik mikro masih sangat terbatas. Penelitian dalam skripsi ini akan mendesain
suatu jaringan listrik mikro (mikrogrid) dengan memanfaatkan PLTS dan
generator set yang terdapat di Jurusan Teknik Elektro Universitas Udayana yang
akan dipararelkan dengan jaringan PLN, sehingga dapat meminimalkan
penggunaan listrik dari PLN.
Rencana penambahan kapasitas PLTD di wilayah Indonesia Timur dan barat
memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 60,85 juta liter per tahun dengan
asumsi harga per liternya sebesar 9500 sehingga anggaran yang harus dikeluarkan
hanya untuk membeli bahan bakar sebesar 578 milyar rupiah pertahun. Penelitian
ini memberi solusi dengan pembangunan Pembangkit Listrik Hybrid yang dapat
digunakan sebagai pengganti PLTD. Pembangkit Listrik Hybrid pada penelitian
ini berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu atau Angin (PLTB). Pemasangan PLTS dan PLTB akan menghemat
kebutuhan BBM sebesar 15,2 juta liter pertahun atau menghemat biaya bahan
bakar sebesar 144 milyar rupiah per tahun dengan asusmsi PLTS dan PLTB
menanggung 25% beban yang terpasang dan kualitas ketersediaan pasokan energi
listrik yang lebih terjamin (Nurrohim, 2012).
Pengujian tanpa beban dan berbeban untuk mengetahui mengenai kinerja
PLTS dan PLTB yang memasok jaringan listrik mikro arus searah menunjukkan
7
PLTS dan PLTB mengalami penurunan tegangan sebesar 9,4% dan 8,4% dari
tegangan DC nominal 12V pada saat dibebani 80% dari beban nominal 100W. Hal
ini disebabkan adanya impedansi dari baterai sebesar 1,8 ohm. Beban yang
terpasang pada jaringan listrik mikro arus searah memperoleh pasokan daya dari
PLTS dan PLTB yang masing-masing dilengkapi baterai dengan kapasitas sama
12V, 45Ah. Pada kondisi tanpa beban, PLTS dan PLTB mengisi baterai,
sedangkan pada kondisi berbeban, arus yang dihasilkan kedua pembangkit
mengalir ke beban, dengan pembagian pasokan daya ke beban tergantung muatan
baterai masing-masing. Pembangkit dengan baterai bermuatan besar memasok
daya lebih besar dibanding pembangkit dengan baterai bermuatan lebih kecil.
Penelitian ini menunjukkan peletakan sel surya 12V,80W kearah timur pada bulan
Juni 2010 menghasilkan arus rata – rata terbesar yaitu 1,954 A dan mengisi
baterai 12V, 45Ah selama 23 jam lebih cepat dibanding kearah lain (Isdawimah,
dkk, 2010).
Penggunaan Pembangkit Listrik Hybrid memerlukan sebuah skema kontrol
yang digunakan untuk mengatur sistem tiga fasa hybrid photofoltaic (PV)-diesel
microgrid pada daerah terisolasi tanpa menggunakan penyimpan energi (energy
storage) yang bertujuan untuk menjaga daya yang dihasilkan Photovoltaic yang
dihubungkan dengan diesel tetap stabil. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
mengkontrol inverter Pulse With Modulation (PWM) yang menghubungkan
antara PV dengan sistem. Skema kontrol tersebut diharapkan mampu
menghasilkan daya yang baik dengan dimodelkan berdasarkan beragam kondisi.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan tingkat intensitas cahaya
mempengaruhi daya yang dihasilhan oleh PV. Semakin besar tingkat intensitas
cahaya matahari (W/m2) maka semakin tinggi nilai daya maksimum yang
dihasilkan oleh PV. Pada pengujian PV yang telah dilakukan maka didapatkan
hasil yang berbeda antara pengujian dan spesifikasi dari pabrik sebesar 99.65 %.
PV digunakan sebagai pembangkit yang dihubungkan dengan generator, maka
biaya operasional dari generator dapat ditekan sehingga lebih menghemat biaya.
Baterai sebagai back up dari PV tidak digunakan mengingat biaya untuk
pengadaan dan perawatan baterai sendiri mahal. Beban dan radiasi matahari yang
8
berubah-ubah dapat mempengaruhi supply daya dari PV ke beban (Pratama, dkk,
2012).
Pembuatan model jaringan mikro di pulau St.Martin, Bangladesh yang
berkoordinat antara 20o
34’ – 20o 39’ LU dan 92
o 18’ – 92
o 21’ BT dengan
menggunakan sumber daya PV module, turbin angin, generator set berbahan
bakar biogas dan baterai sebagai media penyimpanan dengan melayani 650 unit
rumah tangga. HOMER digunakan untuk analisis sensitivitas dampak yang
ditimbulkan dari jaringan mikro yang akan dibangun. Hasil penelitian
menunjukkan penggunaan energi terbarukan sebagai sumber daya dapat
mengurangi efek rumah kaca dari emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik
konvensional. Sistem jaringan mikro yang dibangun menghasilkan hanya 12.000
kg CO2, 32,2 kg CO dan 23,8 kg SO2 per tahun. Hasil ini lebih kecil dibandingkan
emisi dari efek rumah kaca. Sistem ini direncanakan hanya akan menghasilkan
CO2 sebesar 10.469 kg/tahun yang lebih kecil dari generator set. Biaya energi
yang dihasilkan sistem sebesar 35,26 BDT/KWh untuk tahap instalasi dan
direncanakan akan menurun sampai berkisar 7,56 BDT/KWh untuk tahun - tahun
berikutnya. Sistem ini memberikan kinerja yang lebih baik karena jika PV module
atau turbin angin tidak dapat bekerja, masih terdapat generator set yang akan
memasok daya (Ruhul, dkk, 2014).
Optimal Rural Microgrid Energy Management Using HOMER menjelaskan
mengenai perancangan model jaringan mikro yang terdiri dari PV module,
subsistem energi angin, mikrohidro, biogas dan baterai sebagai media
penyimpanan. Penelitian dilakukan disebuah desa terpencil dengan koordinat 30o
32’ LU dan 76o 39’ BT yang terdiri dari sekitar 400 orang penduduk dan 200 ekor
hewan ternak yang terdiri dari sapi, unggas, babi dan lain – lain. Penelitian ini
bertujuan untuk memaksimalkan output energi dari sumber daya energi
didistribusikan (DERs) dengan optimasi menggunakan software HOMER. Hasil
simulasi menunjukkan sistem PV module, hidro, biogas dari tanaman
menggunakan baterai dan konverter memiliki nilai NPC yang terendah yaitu $
146.987 dan harga listriknya sebesar $ 0,108 per KWh. Sistem dengan sumber
9
daya energi didistribusikan (DERs) dapat diterapkan dimasyarakat pedesaan
dengan biaya yang efektif (Gerry dan Sonia, 2013).
Penelitian mengenai jaringan listrik mikro di Indonesia salah satunya
dilakukan di Desa Pinolosian yang terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki jumlah penduduk mencapai 1165
jiwa dengan konsumsi energi listrik sebesar 1246,572 kWh/hari. Penelitian ini
membahas mengenai perencanaan Pembangkit Listrik Hybrid yang terdiri dari
PLTS dan Pembangkit Listrik Mikrohidro dengan menggunakan simulasi
software HOMER. Hasil dari penelitian ini menunjukkan daya yang dihasilkan
PV sebesar 19.080 kWh/tahun dan daya yang dihasilkan Microhydro sebesar
566.868 kWh/tahun sehingga jumlah daya yang dihasilkan cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi listrik di desa Pinolosian sebesar 450.774
kWh/tahun. Hasil simulasi ini mengacu pada NPC (Net Present Cost), biaya
modal awal dan biaya operasional (Kanata dan Buhohang, 2014).
Optimum Management And Control Of Smart Microgrid With Renewable
DG menjelaskan mengenai pengelolaan dan pengontrolan energi listrik dalam satu
atau sekelompok rumah yang membentuk sebuah jaringan mikro berdasarkan
manajemen permintaan. Optimalisasi pada penelitian ini dilakukan dengan
menerapkan analisis sensitifitas terhadap pengelolaan sumber daya dan unit DG
berdasarkan fungsi biaya. Sumber daya seperti PV module, turbin angin dan lain –
lain dimodelkan dalam software HOMER dan dicari biaya operasi, biaya
pergantian dan pemeliharaannya. Penelitian ini menggunakan 3 jenis simulasi
berdasarkan sumber daya yang digunakan. Simulasi tersebut antara lain
penggunaan jaringan mikro yang tidak terhubung dengan grid. Simulasi ini
menggunakan sumber daya dari PV module dan turbin angin. Simulasi kedua
merupakan pengembangan dari simulasi pertama, generator set ditambahkan pada
sistem. Simulasi ketiga dengan menghubungkan sistem pada simulasi kedua
dengan grid. Hasil simulasi menunjukkan pengaruh masing – masing sumber daya
yang digunakan dalam melayani permintaan energi dan biaya keseluruhan sistem.
Kehandalan sistem ini sangat baik meskipun biaya instalasi sistem masih sangat
10
tinggi terutama untuk turbin angin, namun untuk beberapa tahun berikutnya akan
lebih hemat (Amirkhanloo dan Ghafouri, 2014).
2.2 Jaringan Listrik Mikro
Jaringan listrik mikro adalah jaringan listrik dengan kapasitas pasokan daya
yang relatif kecil, biasanya hanya 1 MW sehingga jaringan ini hanya bekerja pada
tingkat distribusi tegangan menengah dan rendah. Jaringan ini terdiri dari
beberapa pembangkit listrik lokal seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik
Mikrohidro, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan generator diesel/solar.
Terdapat 2 jenis sistem jaringan mikro berdasarkan sambungan jaringan listrik ke
grid, yaitu (Isdawimah, dkk, 2010) :
1. Sistem jaringan mikro off-grid
Jaringan ini tidak terhubung dengan grid. Pasokan daya sistem jaringan ini
sepenuhnya bergantung pada kemampuan pembangkit – pembangkit dalam
menghasilkan daya dan cadangan energi yang tersimpan pada media
penyimpanan yang digunakan. Sistem ini banyak digunakan untuk lokasi
terpencil yang tidak dapat diakses oleh jaringan listrik milik PLN.
2. Sistem jaringan mikro on-grid
Jaringan ini terhubung dengan grid atau jaringan listrik utama seperti jaringan
listrik milik PLN seperti gambar 2.1. Kelebihan dari sistem jaringan ini adalah
ketika pasokan daya dari pembangkit – pembangkit lokal (PLTS atau PLTB)
yang digunakan kurang dapat dibantu oleh pasokan daya dari jaringan listrik
utama sehingga kontinyuitas daya tetap terjaga sedangkan jika terjadi
kelebihan pasokan daya yang dihasilkan oleh pembangkit – pembangkit lokal
dapat dijual ke jaringan utility.
Jaringan mikro terdiri dari beberapa teknologi dasar untuk beroperasi, yaitu
(Glover, dkk, 2011) :
1. Distributed Generation
Unit Distributed Generation (DG) merupakan sumber pembangkit listrik
seperti PV module, turbin angin, biomasa, generator diesel. Unit ini
11
didukung dengan alat untuk mengkonversikan energi, hal ini karena
kebanyakan dari daya yang dibangkitkan oleh pemabngkit listrik yang
digunakan memiliki tegangan/arus DC (direct current) sehingga harus
dikonversikan dengan inverter menjadi tegangan/arus AC (alternating
current) bila ingin dipararelkan dengan jaringan untillity seperti jaringan
PLN. Konverter dapat digunakan jika daya yang dibangkitkan ingin
disimpan dimedia penyimpanan seperti baterai karena daya yang
dibangkitkan oleh generator diesel berupa tegangan/arus AC sehingga harus
dikonversikan menjadi tegangan/arus DC agar dapat disimpan pada media
penyimpanan.
2. Distributed Storage
Unit Distributed Storage (DS) merupakan media penyimpanan yang
diperlukan oleh sebuah jaringan mikro. Fungsi dari distributed storage
adalah untuk menjaga kestabilan dan keandalan dari unit distributed
generation meskipun terjadi fluktuasi beban, menjaga kontinyuitas pasokan
daya listrik ke beban meskipun cuaca mendung (untuk PLTS) atau
berkurangnya kecepatan angin (untuk PLTB), mampu memasok daya listrik
sementara ketika generator diesel sedang diperbaiki, mampu meredam
ketika terjadi lonjakan permintaan listrik, menangani gangguan sesaat.
Media penyimpanan ini dapat berupa baterai, aki, superkapasitor.
3. Interconnection Switch
Interconnection Switch merupakan sakelar penghubung antar unit pada
jaringan mikro dan menghubungkan jaringan mikro dengan jaringan
untillity (jaringan PLN).
4. Control System
Sistem pengontrolan digunakan untuk menjaga tegangan/arus, frekuensi,
amplitudo dan bentuk gelombang dari daya yang dibangkitkan oleh
pembangkit listrik sama dengan jaringan untillity dan dalam mempararelkan
pembangkit listrik. Sistem pengontrolan akan bekerja sesuai pengaturan
yang dilakukan sebelumnya. Sistem pengontrolan berfungsi sebagai salah
media pengaman pada jaringan mikro.
12
Gambar 2.1 Konsep arsitektur jaringan mikro
sumber : CPES, 2010
Gambar 2.1, menunjukkan selain beban dapat memperoleh pasokan listrik
dari grid yang lebih besar (national smart grid), melalui konsep jaringan mikro,
beban-beban tersebut juga dapat dipasok dari local generation (pembangkit lokal).
Pusat pembangkit tidak terpusat lagi namun tersebar, konsep ini selanjunya
disebut sebagai distributed generation. Normalnya generator yang terdistribusi
berkapasitas lebih kecil dari 50 MW. Generator langsung terhubung ke sistem
distribusi pada tegangan 230 V/ 415 V (220/380 V untuk sistem Indonesia).
Berbeda dengan sistem kelistrikan konvensional, dimana pembangkit
terpusat di suatu tempat dan jauh dari pusat beban dan dibutuhkan transmisi
panjang untuk mengrimkan daya dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban,
sistem generator terdistribusi ini tidak membutuhkan perencanaan pusat
pembangkit yang terpusat. Generator terdistribusi sumber energi dan konsumen
berada dekat satu sama lain, sehingga rugi-rugi transmisi dan distribusi menjadi
berkurang.
Penggunaan jaringan mikro memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan
tersebut antara lain :
1. Komunitas dalam grid tersebut dapat mengatur pembangkitan dan
pendistribusian dan koneksinya ke untillity grid sebagai suatu entitas tunggal.
13
2. Dapat mengisolasi sistemnya dari jaringan listrik secara lebih luas menjadi
sebuah sistem yang terpisah (as an island).
3. Mengurangi rugi-rugi jaringan karena lebih banyaknya sistem pembangkitan
lokal sehingga mengurangi transmisi daya listrik dan rugi-ruginya.
4. Keseimbangan antara pasokan energi dan permintaan kebutuhan listrik menjadi
lebih baik dibandingkan jaringan listrik dalam skala besar.
5. Kepedulian akan pemanfaatan energi menjadi lebih baik.
2.2.1 Perancangan jaringan mikro
Perancangan jaringan mikro memerlukan perencanaan yang baik, untuk
mendapatkan kualiltas daya yang baik. Tahapan dalam perancangan jaringan
mikro, antara lain (IEEE 1547.4) :
1. Mengidentifikasi kebutuhan beban
2. Pengklasifikasian beban
3. Pengklasifikasian sumber daya alam
4. Evaluasi Pembangkitan dengan kebutuhan beban
5. Pengembangan sistem manajemen energi
6. Penentuan peralatan dan spesifikasi
2.2.2 Penerapan listrik mikro di Indonesia
Penerapan konsep sistem jaringan mikro di Indonesia telah banyak
berkembang, terutama untuk daerah – daerah di Indonesia yang belum terhubung
jaringan listrik milik PLN. Perkembangan ini didominasi di daerah timur
Indonesia yang daerahnya berupa pegunungan dan hutan, dimana untuk
membangun jaringan listrik PLN masih sangat sulit. Beberapa faktor yang
mendukung penerapan jaringan mikro di Indonesia antara lain :
1. Meningkatnya perekonomian di Indonesia menyebabkan meningkatnya
kebutuhan terhadap energi listrik.
2. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum mendapat pelayanan dari
jaringan listrik PLN.
14
3. Harga bahan bakar yang semakin mahal dan ketersediaannya yang semakin
menipis.
4. Alam Indonesia mendukung untuk penerapan konsep pembangkitan listrik
melalui energi terbarukan, seperti: photo voltaic, solar thermal energy, energi
pasang surut air laut, energi angin, energi biomass, dll.
5. Lingkungan yang semakin rusak karena ekploitasi sumber bahan bakar fosil
seperti batubara.
Penerapan jaringan mikro di Indonesia masih terkendala beberapa
tantangan. Tantangan tersebut antara lain :
1. Dukungan pemerintah yang kurang dalam mengembangkan sumber energi
terbarukan.
2. Masih tingginya biaya untuk penerapan pembangkit dengan energi terbarukan,
sehingga pembangunan PLTU masih menjadi pilihan menarik.
3. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan isu emisi CO2, padahal saat ini
terutama di negara maju, berlomba-lomba untuk mengurangi emisi gas buang
CO2 oleh pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil.
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
2.3.1 Potensi PLTS di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis, sehingga
potensi energi mataharinya sangat tinggi. Berdasarkan data penyinaran matahari
di Indonesia dapat diklasikfikasikan sebagai berikut, untuk Kawasan Barat
Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
sekitar 5,1 kWh/m2/hari, sehingga potensi matahari rata – rata Indonesia yaitu
sebesar 4,8 kWh/m2/hari seperti yang ditunjukkan tabel 2.1.
15
Tabel 2.1 Intensitas radiasi matahari di Indonesia
No Kota Provinsi Radiasi rata-rata (kWh/m²)
1 Banda Aceh Aceh 4.1
2 Palembang Sumatera Selatan 4.95
3 Menggala Lampung 5.23
4 Rawasragi Lampung 4.13
5 Jakarta Jakarta 4.19
6 Bandung Jawa Barat 4.15
7 Lembang Jawa Barat 5.15
8 Citius, Tangerang Jawa Barat 4.32
9 Darmaga, Bogor Jawa Barat 2.56
10 Serpong, Tangerang Jawa Barat 4.45
11 Semarang Jawa Tengah 5.49
12 Surabaya Jawa Timur 4.3
13 Kenteng, Yokyakarta Yokyakarta 4.5
14 Denpasar Bali 5.26
15 Pontianak Kalimantan Barat 4.55
16 Banjarbaru Kalimantan Selatan 4.8
17 Banjarmasin Kalimantan Selatan 4.57
18 Samarinda Kalimantan Timur 4.17
19 Menado Sulawesi Utara 4.91
20 Palu Sulawesi Tenggara 5.51
21 Kupang Nusa Tenggara Barat 5.12
22 Waingapu, Sumba Timur Nusa Tenggara Timur 5.75
23 Maumere Nusa Tenggara Timur 5.7
Sumber: Rahardjo, 2008
Potensi ini cukup digunakan sebagai alasan utama dalam pengembangan
PLTS di Indonesia. Indonesia tergolong wilayah yang memiliki intensistas
penyinaran matahari yang tinggi dan stabil sepanjang tahun, sehingga PV module
mendapatkan daya yang optimal. PLN sangat kesulitan dalam membangun
jaringan listrik untuk beberapa wilayah di Indonesia karena kontur wilayah
Indonesia yang terdiri dari pulau – pulau, pegunungan dan hutam rimba yang
sangat lebat, sehingga pengembangan PLTS ini sangat cocok untuk mengatasi
permasalahan hal tersebut.
2.3.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) off-grid
PLTS tipe ini merupakan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan
jaringan atau berdiri sendiri (stand alone system). Sistem ini biasanya
menggunakan pola pemasangan yang tersebar (distributed) dan kapasitas
16
pembangkitannya relatif kecil. Sistem ini menggunakan media penyimpanan
seperti baterai untuk menjaga ketersediaan pasokan listrik ketika malam hari
maupun ketika intensitas penyinaran matahari menurun. Sistem ini kebanyakan
digunakan untuk wilayah yang tidak dapat dijangkau oleh jaringan listrik utama
seperti jaringan listrik PLN. Jenis beban listrik yang dicatu seperti penerangan dan
beban listrik yang relatif kecil. Sistem ini dapat digunakan untuk keperluan yang
lebih luas seperti telekomunikasi, penerangan jalan, stasiun transmisi untuk
observasi gempa dan lain-lain. Gambar 2.2 menunjukkan PLTS tipe off-grid (IFC,
2012).
Gambar 2.2 PLTS tipe off-grid
Sumber : ABB QT10, 2010
2.3.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on-grid
PLTS tipe ini merupakan sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan
listrik utama seperti jaringan listrik PLN seperti yang ditunjukkan oleh gambar
2.3.
17
Gambar 2.3 PLTS tipe on-grid
Sumber : ABB QT10, 2010
Sistem ini dapat menggunakan media penyimpanan seperti baterai dan tanpa
menggunakan media penyimpanan. Fungsi baterai pada sistem PLTS on-grid
selain sebagai media penyimpanan yang dapat digunakan sebagai pemasok tenaga
listrik ketika jaringan mengalami kegagalan untuk periode tertentu, dapat juga
digunakan sebagai pemasok tenaga listrik ke jaringan listrik utama yaitu jaringan
listrik PLN ketika ada kelebihan daya listrik yang dibangkitkan oleh PLTS.
Sistem ini memiliki 2 tipe berdasarkan aplikasinya dilapangan, yaitu (IFC, 2012) :
1. PLTS on-grid tipe terdistribusi
PLTS pada sistem ini diaplikasikan sangat dekat dengan beban listrik seperti
pemasangan PLTS di atap gedung atau rumah. Setiap gedung atau rumah
memiliki PLTS sebagai salah satu sumber listriknya seperti gambar 2.4.
Keuntungan dari sistem ini adalah rugi-rugi listrik penyaluran dari PLTS lebih
kecil daripada rugi-rugi listrik dari jaringan untillity (jaringan PLN) karena
letak PLTS yang berada dekat dengan area konsumen (beban listrik).
18
Gambar 2.4 Aplikasi PLTS on-grid tipe terdistribusi dengan pemasangan PV module di atap
rumah
Sumber : ABB QT10, 2010
2. PLTS on-grid tipe terpusat
PLTS pada sistem ini sama seperti pembangkit listrik konvensional yang letak
pembangkitnya berada di satu area yang sama. Keuntungan dari sistem ini
adalah pengawasan pada sistem lebih baik karena berada dalam satu area dan
rugi – rugi daya pada pembangkitan lebih kecil daripada sistem tipe distribusi.
2.3.4 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hybrid
PLTS tipe ini merupakan PLTS yang terhubung dengan pembangkit listrik
lain seperti PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu), mikrohidro atau generator
set seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.5. Tujuan dari tipe ini adalah untuk
meningkatkan kehandalan dari sistem sehingga kontinyuitas dalam pemasokan
daya listrik dapat tetap terjaga.
19
Gambar 2.5 Contoh PLTS hybrid dengan PLTS dan PLTD sebagai sumber pembangkit
Sumber : LEN, 2011
2.3.5 Komponen – komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit listrik tenaga surya pada dasarnya merupakan rangkain PV
module yang membentuk suatu PV array, baik terhubung seri maupun pararel.
Komponen – komponen pembangkit listrik tenaga surya antara lain (ABB QT10,
2010) :
1. Sel Surya
Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang
berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya
bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum
digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka
dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya
dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik
yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu
dalam baterai untuk digunakan kemudian. Gambar 2.6 menunjukkan contoh sel
surya.
20
Gambar. 2.6 Contoh sel surya
Sumber : SHARP, 2011
2. Photovoltaic Module
Rangkaian dari beberapa sel surya dinamakan PV module (Photovoltaic
Module). Hubungan antara sel surya dengan PV module ditunjukkan oleh
gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hubungan sel surya, PV module dan array
Sumber : ETAP, 2015
Terdapat 3 jenis PV module berdasarkan jenis dan bentuk sususnan atom
– atom penyusunnya, yaitu monokrisntal, polikristal dan amorphous.
Monokristal merupakan PV module yang paling efisien dengan nilai efesiensi
21
sekitar 14% - 17%. Kelemahan dari PV module jenis ini adalah tidak akan
berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga
efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan serta harganya yang relatif
lebih mahal. Pada tabel 2.2 dibawah akan diperlihatkan karakteristik nilai
efisiensi, kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis sel surya
Tabel 2.2 Karakteristik teknologi sel surya
Sumber: ABB QT10, 2010
3. Charger Controller
Charger controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk
mengatur pengisian arus searah dari PV module ke baterai dan mengatur
penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charger controller
mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah
penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari PV module berhenti.
22
4. Baterai
Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik yang
dihasilkan oleh PV module pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada
malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada
PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan
(discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar
matahari, PV module akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik
yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik
tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan
pengosongan disebut satu siklus baterai.
5. Inverter
Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current)
yang dihasilkan PV array menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating
current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk
aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah
inverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan listrik
atau sistem yang berdiri sendiri.
2.3.6 Prinsip kerja PLTS
Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang
mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini
terjadi pada PV module yang terdiri dari sel surya. Sel surya merupakan lapisan-
lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Bahan
tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya
menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan
listrik arus searah. Rangkaian sel – sel surya yang biasanya digunakan adalah
rangkaian kombinasi seri-pararel, untuk mendapatkan daya keluaran dua kali lebih
besar dari daya keluaran sel surya dengan tegangan yang konstan. Setiap modul
biasanya terdiri dari 10 – 36 unit sel. Pembangunan PLTS menggunakan beberapa
rangkaian modul yang disebut susunan modul (array) yang jumlahnya
23
disesuaikan dengan luas lahan dan modal yang dimiliki. Semakin banyak array
yang terpasang semakin besar daya yang dapat dibangkitkan.
2.3.7 Energi yang dibangkitkan
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besaran daya yang dapat
dibangkitkan oleh PV module yaitu intensitas cahaya dan temperature PV module.
Besarnya intensitas cahaya matahari per hari yang diterima PV module akan
mempengaruhi energi harian yang mampu dibangkitkan PV module per harinya,
dengan menggunakan persamaan berikut produksi energi harian PV module dapat
diketahui (Utomo,2009) :
Emodul = Pout × Ph/hari ………………………………………………. (2.1)
dimana:
Emodul = Produksi energi harian PV module (Wh)
Pout = Daya output PV module (W)
Ph/hari = Peak hour per day (Hour)
Peak Hour per Day adalah peredaran matahari dalam 1 tahun untuk wilayah
Bali yang di rata-ratakan dalam tiap-tiap 3 bulan pada periode edar matahari dari
kuartal 1 sampai 4. Karena dalam 1 tahun terjadi 4 kali perubahan peredaran bumi
mengelilingi matahari (Mario, 2009). Peak Hour per Day untuk daerah Bali dapat
dilihat pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Peak hour per day rata-rata daerah Bali
Kuartal Energi Matahari (MJ/m²) Peak Hour per Day (Hour)
Kuartal I 20 5,55
Kuartal II 15 4,16
Kuartal III 20 5,55
Kuartal IV 15 4,16
Rata-rata Peak Hour per Day 4,85 Ph/day
Sumber: Mario, 2009
24
Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan
temperatur, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah PV module dapat
beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada
temperatur 25oC. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat
membantu terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga
temperatur dapat terjaga dikisaran 25oC. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari
temperatur normal pada PV module akan melemahkan tegangan (Voc) yang
dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur PV module 1oC (dari 25
oC) akan
mengakibatkan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan.
Tidak semua energi matahari yang menyinari PV module dapat
dikonversikan 100% menjadi energi listrik. PV module pada kenyataannya hanya
mengkonversikan energi matahari kurang dari 20% menjadi energi listrik,
sementara sisanya akan terbuang sebagai panas. Hal ini sangat mempengaruhi
nilai efesiensi PV module. Efisiensi PV module didefinisikan sebagai irradiance
yang diterima oleh permukaan sel surya. Nilai efisiensi ini selalu dihitung pada
kondisi standar (irradiance = 1000 W/m2) AM 1,5 dan temperature 250 C).
Efesiensi PV module dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut (Diputra. 2008) :
……………………………………………………. (2.2)
dimana:
ƞ = Efisiensi PV module
Pout = Daya keluaran PV module
Pin = Intensitas radiasi matahari × luas area PV module
2.4 Generator Set
Generator set merupakan salah satu jenis pembangkit listrik bertenaga diesel
atau berbahan bakar solar yang berkapasitas kecil hingga sedang. Generator set
biasanya digunakan sebagai pembangkit listrik cadangan yang terdapat pada sisi
konsumen seperti lingkungan industri, perkantoran, rumah sakit dan lingkungan
yang membutuhkan kestabilan pasokan daya. Generator set terdiri dari 2 bagian
25
utama yaitu, motor diesel atau motor bakar sebagai penggerak mula (prime
mover) dan generator. Penggerak mula (prime mover) berfungsi sebagai penghasil
energi mekanik (prime mover). Energi mekanik ini dihasilkan dari proses
pembakaran bahan bakar diesel atau solar sehingga motor ini sering disebut
dengan motor diesel atau motor bakar. Bagian generator pada generator set
memiliki konstruksi yang sama dengan generator – generator lainnya. Terdiri dari
2 bagian utama yaitu rotor dan stator, serta cara kerjanya sama dengan generator –
generator lainnya yaitu mengubah energi mekanik pada motor diesel atau motor
bakar menjadi energi listrik dengan memanfaatkan medan magnet. Ukuran dari
generator beragam, sesuai dengan daya listrik yang ingin dibangkitkan seperti
pada gambar 2.8 merupakan jenis generator set skala kecil yang biasanya
digunakan dilingkungan rumah tanggga maupun rumah took dengan kapasitas
daya sekitar 1 KW hingga 6,5 KW dan gambar 2.9 merupakan jenis generator set
yang biasanya terdapat pada lingkungan perumahan, perkantoran maupun
kegiatan – kegiatan yang membutuhkan tambahan daya listrik.
Gambar 2.8 Jenis generator set skala kecil
Sumber : Honda, 2011
26
Gambar 2.9 Jenis generator set yang terdapat di lingkungan perkantoran dan perumahan
Sumber : Yamagen, t.t
2.4.1 Cara kerja generator set
Generator set biasanya digunakan sebagai pembangkit listrik cadangan
ketika terjadi pemadaman listrik oleh PLN. Generator set dapat bekerja secara
manual maupun otomatis tergantung dari peralatan transfer yang digunakan.
Generator set tidak dapat langsung dibebani ketika terjadi pemadaman, hal ini
karena generator set membutuhkan beberapa detik hingga siap untuk beroperasi.
Generator set juga tidak dapat langsung berhenti beroperasi ketika listrik sudah
mengalir kembali, karena generator set membutuhkan waktu untuk cooling down
hingga benar – benar berhenti beroperasi. Cara kerja dari generator set tidak
berbeda dengan cara kerja dari generator – generator yang terdapat pada pusat
pembangkit listrik yang memiliki ukuran generator yang besar.
Motor diesel atau motor bakar pada generator set akan berputar dan
menghasilkan energi mekanik. Energi mekanik ini timbul akibat pembakaran
bahan bakar diesel / solar yang terjadi didalam ruang pembakaran pada motor.
Pembakaran ini mengakibatkan piston pada motor bekerja dan kerja dari piston ini
menggerakkan poros dari motor. Poros motor yang terhubung dengan poros
generator mengakibatkan poros generator akan ikut berputar. Poros generator
27
merupakan bagian rotor dari generator. Putaran rotor ini akan menghasilkan
perbedaan fluksi antara bagian rotor dan stator pada generator. Perbedaan fluksi
ini menimbulkan arus dan tegangan yang akan akan disalurkan ke jaringan. Beban
listrik yang harus dipasok oleh generator set harus sesuai dengan kapasitas dari
generator set tersebut. Hal ini karena jika bebannya melebihi dari kapasitas
generator set maka generator akan berhenti bekerja dan yang paling parah adalah
terjadinya kerusakan pada generator.
Syarat – syarat yang wajib dilaksanakan untuk mempararelkan generator set
dengan jala – jala listrik milik PLN dalam keadaan on – grid atau mempararelkan
generator set dengan generator set lainnya adalah sebagai berikut :
1. Nilai efektif tegangan antar generator set atau jala – jala PLN harus sama
2. Frekuensi antar generator set atau jala – jala PLN harus sama
3. Urutan fasanya, sudut fasa dan polaritasnya harus sama
2.5 Inverter
Inverter merupakan suatu alat yang memiliki fungsi merubah arus listrik
searah (direct current) menjadi listrik arus bolak balik (alternating current).
Inverter merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah jaringan mikro. Hal
ini karena peran inverter dalam jaringan mikro adalah sebagai pengkondisi tenaga
listrik dan sistem kontrol dari pembangkit listrik yang digunakan dalam jaringan
mikro. Pembangkit listrik yang digunakan dalam jaringan mikro seperti PLTS dan
PLTB menghasilkan arus listrik searah (direct current) sehingga diperlukan
sebuah inverter untuk mengubahnya kedalam bentuk aruh bolak – balik
(alternating current). Komponen semikonduktor daya yang digunakan dapat
berupa SCR, transistor, MOSFET yang beroperasi sebagai sakelar dan pengubah
Inverter dapat disebut sebagai inverter catu tegangan (voltage inverter) bila
tegangan masukan selalu diatur konstan dan disebut sebagai inverter catu arus
(current inverter) bila arus masukan selalu diatur konstan. Inverter dapat disebut
pula variable dc linked inverter bila tegangan masukan dapat diatur atau diubah –
ubah. Pengkonversian tegangan DC menjadi tegangan AC pada inverter lebih
banyak menggunakan rangkaian modulasi lebar pulsa atau PWM (Pulse Width
28
Modulation). Penggunaan teknik PWM dapat menghasilkan frekuensi yang baik
sesuai dengan nilai rms dari bentuk gelombang keluaran pada saat pengaturan. .
Terdapat 2 jenis inverter, yaitu inverter satu fasa yang biasanya digunakan pada
sistem dengan beban listrik yang relatif kecil dan inverter tiga fasa untuk sistem
yang terhubung dengan jaringan untillity (jaringan PLN) seperti yang ditunjukkan
gambar 2.10 dan 2.11 (Sujanarko,2010).
Gambar 2.10 Rangkaian inverter satu fasa
Sumber : ABB QT, 2010
Gambar 2.11 Rangkaian inverter tiga fasa
Sumber : Jung, 2005
2.5.1 Inverter tiga fasa
Jenis inverter tiga fasa yang banyak digunakan adalah jenis inverter
jembatan atau bridge inverter seperti gambar 2.11 sebelumnya. Terdapat tiga sisi
29
sakelar yaitu sakelar S1 dan S4, S3 dan S6, S5 dan S2. Masing – masing sisi
sakelar tidak boleh bekerja secara serempak/simultan, karena akan mengakibatkan
tejadinya hubungan singkatpada rangkaian. Kondisi on dan off dari kedua sisi
sakelar ditentukan dengan teknik modulasi, yaitu membandingkan antara sinyal
modulasi (tegangan bolak-balik luaran yang diharapkan) dengan sinyal pembawa
dengan bentuk gelombang gigi-gergaji.
Inverter harus mampu menghasilkan amplitudo, frekuensi dan
tegangan/arus yang sama dengan jaringan PLN sehingga jaringan mikro dapat
sinkronisasi dengan jaringan PLN pada saat pengoperasian pararel. Inverter yang
menghasilkan karakteristik daya listrik yang tidak sinkron dengan jaringan PLN
akan mengakibatkan ketidakstabilan bahkan dapat mengakibatkan kegagalan.
Karakteristik inverter untuk jaringan mikro off-grid dan on-grid memiliki
perbedaan, yaitu (Setiawan, 2014). :
1. Inverter untuk jaringan mikro off-grid harus mampu mensuplai tegangan AC
yang konstan pada variasi dari pembangkit listrik dan tuntutan beban yang
dilayani.
2. Inverter untuk jaringan on-grid mampu menghasilkan tegangan yang sama
persis dengan tegangan jaringan pada waktu yang sama dan mengoptimalkan
keluaran energi yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik.
2.5.2 Konfigurasi inverter terpusat
Konfigurasi tipe ini relative murah, karena inverter yang terpasang biasanya
hanya satu inverter terpusat untuk string pembangkit tenaga listrik yang
dihubungkan secara seri dan pararel. Kelemahan dari konfigurasi ini adalah
kurangnya kehandalan sistem ini, karena jika inveter mengalami kerusakan akan
mempengaruhi operasi keseluruhan sistem. Contoh dari konfigurasi ini dapat
dilihat pada gambar 2.12.
30
Gambar 2.12 Konfigurasi inverter terpusat
Sumber : PLN, 2014
2.5.3 Konfigurasi inverter individual string
Konfigurasi rangkaian ini berupa rangkaian seri tunggal dan string, dimana
satu inverter untuk satu string. Keuntungan dari konfigurasi ini adalah inverter
memiliki kemampuan pelacakan titik daya maksimum atau Maximum Power
Point Tracking (MPPT) secara terpisah dari setiap string. Kelemahan dari
konfigurasi ini diperlukannya banyak inverter dalam sistem. Contoh dari
konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Konfigurasi inverter individual string
Sumber : PLN, 2014
2.5.4 Konfigurasi inverter multi-string
Konfigurasi menggunakan MPPT yang terpisah (menggunakan DC/DC
konverter) terhubung ke inverter yang disalurkan ke sistem distribusi. Konfigurasi
31
ini memungkinkan untuk mengoptimalkan efesiensi pengoperasian setiap string
secara terpisah dan integrasi berbagai orientasi pembangkit untuk memaksimalkan
produksi energi. Contoh dari konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Konfigurasi inverter multi-string
Sumber : PLN, 2014
2.5.5 Konfigurasi inverter modul AC
Konfigurasi ini menggunakan inverter dan MPPT yang tersambung pada
masing – masing pembangkit sehingga masing – masing – masing pembangkit
memiliki inverter dan MPPT sendiri. Keuntungan dari konfigurasi ini terletak
pada desainnya uyang fleksibel sehingga mudah untuk menambahkan inverter
guna meningkatkan kapasitas pembangkit listrik, produksi energi menjadi
meningkat dengan mengurangi kerugian energi dan ketidaksesuain inverter dan
meningkatkan keandalan. Kelemahan dari konfiguarsi ini adalah diperlukan biaya
tambahan untuk inverter dan pemeliharaan yang relative komplek. Contoh dari
konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar 2.15.
32
Gambar 2.15 Konfigurasi inverter modul AC
Sumber : PLN, 2014
2.6 Automatic Transfer Switch (ATS) – Atomatic Main Failure (AMF)
Automatic Transfer Switch (ATS) merupakan suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan secara otomatis distribusi daya listrik dari jaringan listrik
PLN ke generator set untuk memasok daya listrik pada suatu jaringan listrik. ATS
merupakan pengembangan dari Change Over Switch yang sistem kerjanya masih
manual. Penggunaan ATS lebih banyak digunakan ketika jaringan listrik PLN
gagal memasok daya listrik atau mengalami pemadaman sehingga generator set
digunakan sebagai pemasok daya cadangan untuk menjaga kontinuitas pasokan
daya ke beban. ATS akan secara otomatis memindahkan distribusi daya listrik
dari generator set ke jaringan listrik PLN, jika jaringan listrik PLN sudah kembali
bekerja secara normal. Proses menghidupkan dan mematikan generator set dapat
dilakukan secara otomatis dengan menggunakan panel Atomatic Main Failure
(AMF) tanpa bantuan operator. Fungsi AMF juga untuk melindungi generator set
dari pemakaian yang berlebihan dan perlindungan terhadap tegangan maupun
frekuensi generator set apabila melebihi parameter yang digunakan. ATS akan
melepas distribusi listrik dari genset ke beban dan selanjutnya AMF akan
33
menghentikan kerja generator set. Penggunaan ATS dan AMF dapat membantu
kontinuitas pasokan daya ketika jaringan listrik PLN padam. Gambar 2.16
menunjukkan contoh dari panel ATS-AMF.
Penggunaan ATS dan AMF memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai
berikut :
1. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan distribusi daya listrik dari PLN ke
generator set relatif lebih singkat.
2. Proses pemanasan generator set dapat dilakukan secara otomatis sehingga
dapat memperpanjang usia kerja dari generator set.
3. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan.
4. Mengurangi biaya operasional karena tidak diperlukannya operator atau teknisi
dalam mengoperasikan generator set.
2.6.1 Komponen – komponen Automatic Transfer Switch (ATS) – Atomatic
Main Failure (AMF)
1. Relay
Relay merupakan suatu alat yang menggunakan gaya elektromagnetik untuk
menutup atau membuka kontak saklar. Relay juga berfungsi sebagai
pengaman.
2. Selector Switch
Selector Switch merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memilih.menyambungkan rangkaian sesuai dengan yang ditunjuk oleh tangkai
selector. Tipe selector switch yang banyak digunakan yaitu 2 posisi (ON-PFF)
dan 3 posisi (ON-OFF-ON).
3. Kontaktor
Kontaktor merupakan suatu komponen yang berfungsi sebagai penyambung
dan pemutus rangkaian.
4. MCB (Miniatur Circuit Breaker)
MCB merupakan sekering yang digunakan sebagai sistem pengaman peralatan
listrik dari gangguan arus hubung singkat dan beban lebih.
34
5. MCCB (Moulded Case Circuit Breaker)
MCCB memiliki peranan yang sama dengan MC yaitu sebagai sakering yang
digunakan sebagai pengaman peralatan listrik dari gangguan arus hubung
singkat dengan rating arus yang relatif lebih tinggi.
6. Current Transformer (CT)
Current Transformer pada ATS-AMF digunakan untuk memperoleh arus
pengukuran dan pengamanan yang bekerja pada rating tegangan rendah. Jenis
CT yang biasanya digunakan adalah Low Voltage Current.
7. PLC (Programmable Logic Controller)
PLC merupakan salah satu sistem kontrol yang biasanya digunakan dalam
mengontrol kerja komponen-komponen di dalam ATS sehingga dapat bekerja
otomatis. PLC merupakan pengontrol berbasis mikroprosesor yang
memanfaatkan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan perintah-
perintah untuk mengontrol suatu peralatan.
2.7 Aturan Penyambungan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan ke
Sistem Distribusi PLN
Salah satu jenis jaringan mikro yang ada adalah jaringan on-grid, yaitu
jaringan mikro yang terhubung dengan jaringan untillity seperti jaringan PLN.
Terdapat beberapa aturan yang harus diperhatikan untuk menghubungkan jaringan
mikro dengan jaringan milik PLN, hal ini karena jaringan mikro yang tidak
didesain dan dioperasikan dengan baik, dapat mempengaruhi keselamatan,
keandalan dan kualitas daya listrik pada sistem distribusi PLN. Terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu (PLN,2014) :
1. Sinkronisasi
Pengoperasian jaringan mikro harus secara pararel dengan sistem distribusi
PLN tanpa menyebabkan fluktuasi tegangan di titik sambungan. Toleransi yang
diberikan adalah maksimal ± 5% dari tegangan sistem distribusi PLN. Batas
parameter untuk sinkronisasi ditunjukkan oleh tabel 2.4.
35
Tabel 2.4 Batas Parameter untuk Sinkronisasi Penyambungan
Sumber : IEEE 1547 – 5.1.1B
2. Pengaturan tegangan
Toleransi perbedaan tegangan dengan sistem distribusi PLN adalah +5% dan -
10%. Jaringan mikro tidak diperbolehkankan secara aktif ikut mengatur
tegangan pada titik sambungan ketika sedang pararel dengan sistem distribusi
PLN yang dapat menyebabkan gangguan sehingga tegangan layanan konsumen
lain tidak memenuhi toleransi tersebut.
3. Frekuensi
Jaringan mikro harus mampu beroperasi dengan output maksimum dalam
rentang frekuensi 47,5 sampai 51 Hz, untuk PLTB dan PLTS rentang
frekuensinya 49 sampai 51 Hz (SPLN No. D3.022-2:2012)
4. Faktor daya
Setiap generator pada jaringan mikro harus mampu beroperasi dalam rentang
faktor daya dari 0,9 leading sampai dengan 0,85 lagging.