bab ii kajian pustaka...6 bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 mata pelajaran matematika...
TRANSCRIPT
-
6
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Matematika
James and James (Dedi) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis dan geometri.
BSNP 2006 tentang standar isi menyatakan:
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Di dalam BSNP 2006 tentang standar isi dijelaskan bahwa mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
BSNP 2006 tentang standar isi, ruang lingkup mata pelajaran matematika
pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek 1) Bilangan, 2) Geometri
dan pengukuran, 3) Pengolahan data.
-
7
Undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional Bahan kajian matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur,
dan aljabar dimaksudkan untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir
peserta didik.
Dari beberapa pendapat tentang mata pelajaran matematika maka dapat
diambil kesimpulan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran
yang dapat mengembangkan pola pikir dan logika peserta didik untuk
memecahkan masalah dengan kajian yang meliputi bilangan, berhitung,
mengukur, geometri dan aljabar.
2.1.2 Model Pembelajaran Somatis, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran SAVI
Meier mengungkapkan bahwa SAVI adalah bagian dari Accelerated Learning (AL) / belajar cepat.
Russel (2011:5) menyatakan bahwa Accelerated Learning adalah sebuah
proses perubahan kebiasaan yang disebabkan oleh penambahan keterampilan,
penegtahuan atau sikapdengan meningkatkan kecepatan.
Meier (2002:33) mengemukakan beberapa asumsi AL yaitu 1) Lingkungan
belajar yang positif. 2) keterlibatan pembelajar sepenuhnya. 3) Kerja sama
diantara pembelajar. 4) variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. 5) Belajar
kontekstual.
Herdian berpendapat sebagai berikut:
Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
Rusman (2011:373) “SAVI menyajikan suatu sistem lengkap untuk
melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara
belajar secara alami yang dikenal dengan model SAVI, yaitu Somatis, Auditory,
Visual dan Intelektual”. Somatis artinya belajar dengan bergerak dan berbuat.
-
8
Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual artinya belajar dengan
memecahkan masalah dan menerangkan. Intelektual belajar dengan kegiatan
berpikir.
Menurut Herdian sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu
Somatis, Auditori, Visual dan Intektual, maka dapat dijabarkan menjadi empat
bagian yaitu:
a) Somatis.
“Somatis” berasal dari bahasa yunani tubuh-soma. Jika dikaitkan dengan
belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga
pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan
tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh
sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah ditegaskan bahwa cara belajar
somatis adalah belajar dengan cara melibatkan aktivitas tubuh. Dalam hal ini
siswa bergerak dan berbuat dalam mempelajari sesuatu, misalnnya meragakan
sesuatu, membuat suatu karya, melakukan sesuatu kegiatan, dan lain-lain.
Menurut pembelajaran SAVI, prinsip pelibatan aktivitas tubuh ini penting karena
dengan bergeraknya tubuh otak peserta didik akan beranjak dan aktif bekerja.
Tubuh dan pikiran itu satu. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh.
Keduanya merupakan suatu sistem elektris kimiawi-biologis yang benar-benar
terpadu.
Belajar secara somatis tesebut sejalan dengan salah satu prinsip yang
menyatakan bahwa belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan
kepada orang lain.
b) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada
yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi
bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara
beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam
pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang
mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak
-
9
mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan
pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka
sendiri
c) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat
lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera
yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika
dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang perceramah atau sebuah buku
atau program komputer. Sekarang khusus pembelajaran visual yang baik jika
mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan
sebagainya ketika belajar. Unsur atau cara keitiga dalam pembelajaran SAVI
adalah cara belajar visual.
d) Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan
pembelajaran yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal
ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal
ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian dari yang merenung,
mencipta, dan memecahkan masalah.
Untuk melatih aspek intelektual, aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan
seperti memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, melahirkan gagasan
kreatif, mencari dan menjaring informasi, merumuskan pertanyaan, menciptakan
model mental, menerapkan gagasan baru pada pekerjaan menciptakan makna
pribadi, dan meramalkan implikasi suatu gagasan.
Meier (2002:100) mengemukakan:
Belajar bisa optimal jika keempat cara belajar SAVI yang telah diuraikan itu ada dalam suatu pristiwa pembelajaran. Misalnya, orang dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (S), membicarakan apa yang sedang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi
-
10
tersebut pada pekerjaan mereka (I). Atau, mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (I) jika mereka secara simultan menggerakkan sesuatu (S) untuk menghasilkan piktogram atau pajangan tiga dimensi (V) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (A).
Jadi pada dasarnya pembelajaran SAVI ini lebih menonjolkan bagaimana
siswa menciptakan kreativitasnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh pada cara
berpikir siswa menjadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali
kemampuannya dalam memperoleh pengetahuan yang baru.
2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Cara Belajar SAVI
Cara belajar SAVI termasuk konsep pembelajaran dipercepat (Accerelated
Learning / AL). Oleh karena itu, pembelajaran tersebut memiliki prinsip-prinsip
pokok yang mendorong keberhasilan belajar yang dipercepat. Meier (2002:54)
mengemukakan prinsip pokok belajar sebagai berikut:
a. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
Ini berarti belajar tidak hanya menggunakan otak (sadar, rasional,
memakai otak kiri, dan verbal) tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran
dengan segala emosi, indera, dan sarafnya.
b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi.
Ini berarti dalam pembelajaran, pengetahuan bukanlah sesuatu yang
diserap oleh peserta didik, melainkan sesuatu yang diciptakan peserta
didik.Pembelajaran terjadi ketika seorang peserta didik memadukan pengetahuan
dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar
secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola
interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak / tubuh secara menyeluruh.
c. Kerja sama membantu proses belajar.
Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya
belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita
pelajari dengan cara lain mana pun. Persaingan di antara peserta didik
memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempercepatnya.
Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu
yang belajar sendiri-sendiri.
-
11
d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan belajar
bukan hanya menyerap.
Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linier,
melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan
orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan
pisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indera, jalan dalam sistem total
otak atau tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor berurutan,
melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang
untuk melakukan banyak hal sekaligus.
e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik)
Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari
secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar bereng dengan
berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan
bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan
konsumen dengan cara memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata
dan kongkret daat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang
hipotetis dan abstrak-asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk erjun langsung
secara total, mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali.
f. Emosi Positif sangat membantu pembelajaran.
Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang.
Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar
yang penuh tekanan, menyakitkan dan bersuasana muram tidak dapat
mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati.
g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor
kata. Gambar kongkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada
abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jensis gambar
kongkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih
mudah diingat.
-
12
Berdasarkan uraian prinsip pokok dapat disimpulkan bahwa cara belajar
SAVI pada prinsipnya adalah pembelajaran yang komperhensif, kreatif,
kolaboratif, aktif, dan menuntut emosi yang positif.
2.1.2.3 Karakteristik Cara Belajar SAVI
Herdian mengemukakan cara belajar SAVI memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Mengutamakan hasil
Cara belajar SAVI mengutamakan hasil yang dikaitkan dengan dampak
(outcomes), yaitu aplikasianya dalam kehidupan sehari-hari serta perolehannya.
Pembelajaran tersebut berorientasi pada kecakapan hidup (life skill).
b. Bersifat alamiah
Cara belajar SAVI bersifat alamiah karena berbasis pada cara bagaimana
seseorang belajar secara alamiah seperi berbicara atau diskusi dengan temannya,
mengamati alam dengan seluruh panca indera, pikiran, emosi, dan
kepribadiannya, tidak hanya melalui duduk belajar di kelas menghadapi komputer
atau membaca buku. Seorang anak belajar pada berbagai tingkat kesulitan secara
simultan, dan menerima dengan terbuka semua rangsangan dari luar, serta
mendapatkan apa yang mereka peroleh dari lingkungan.
c. Penerimaan yang tinggi
Cara belajar SAVI merupakan suatu usaha mempercepat tingkat
penerimaan dan perolehan belajar siswa, melalui proses aktualisasi seluruh
potensi yang dimiliki manusia, yaitu potensi panca indera dan hati (IQ, EQ, dan
SQ) yang dilakukan secara simultan. Pembelajaran yang mengintegrasikan hati
(kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual) dan panca indera, yang
dilaksanakan secara simultan akan dapat meningkatkan penerimaan dan perolehan
belajar atau peningkatan hasil belajar.
d. Bersifat menyeluruh
Cara belajar SAVI bersifat menyeluruh, yaitu mencakup penggunaan
pikiran, emosi, fisik, dan intuisi secara serempak (dalam waktu yang bersamaan)
Proses pembelajaran dengan aktualisasi seluruh potensi siswa secara simultan
-
13
sangat lebih cepat dibandingkan dengan proses pembelajaran secara parsial dan
tidak kontekstual.
2.1.2.4 Tahap Pembelajaran SAVI
Meier menjabarkan implementasi cara belajar SAVI dalam pembelajaran
dapat ditempuh dengan prosedur sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar untuk
belajar. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajar,
memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang
dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Dalam tahap
persiapan dapat dilakukan dengan 1) memberikan sugesti positif. 2) memberikan
pernyataan yang memberi manfaat positif. 3) memberikan tujuan yang jelas dan
bermakna. 4) membangkitkan rasa ingin tahu. 5) menciptakan lingkungan fisik
yang positif. 6) menciptakan lingkungan emosional yang positif. 7) menciptakan
lingkungan sosial yang positif. 8) menenangkan rasa takut. 9) menyingkirkan
hambatan-hambatan belajar. 10) merangsang rasa ingin tahu pembelajar. 11)
mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
b. Tahap Penyampaian
Tujuan tahap penyampaian adalah untuk membantu pembelajar
menemukan materi yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan,
melibatkan panca indera dan cocok untuk semaua gaya belajar. Tahap
penyampaian dapat dilakukan dengan: 1) uji coba kolaboratif dan berbagi
pengetahuan. 2) pengamatan fenomena dunia nyata. 3) pelibatan seluruh otak,
seluruh tubuh. 4) presentasi interaktif. 5) grafik dan sarana presentasi berwarna-
warni. 6) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar.7)
proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim. 8) pelatihan menemukan
sendiri (sendiri, berpasangan, berkelompok) 9) pengalaman belajar di dunia nyata
yang kontekstual. 10) pelatihan memecahkan masalah.
c. Tahap Pelatihan
Tahap pelatihan merupakan tahap paling penting dalam model SAVI.
Tujuan tahap pelatihan adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan
-
14
menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Dalam tahap
pelatihan dapat dilakukan dengan: 1) aktivitas pemprosesan pembelajar. 2) usaha
aktif / umpan balik / renungan / usaha kembali. 3) simulasi dunia nyata. 4)
permainan dalam belajar. 5) pelatihan aksi pembelajaran. 6) aktivitas pemecahan
masalah. 7) refleksi dan artikulasi individu. 8) dialog berpasangan atau
berkelompok. 9) pengajaran dan tinjauan kolaboratif. 10) aktivitas praktis
membangun keterampilan. 11) mengajar balik.
d. Tahap Penampilan Hasil
Tujuan tahap penampilan hasil adalah membantu pembalajar menerapkan
dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan
sehingga hasil belajar akan melekat dan hasil belajar akan terus meningkat. Tahap
penamilan dilaksanaan dengan: 1) penerapan di dunia nyata dalam tempo segera.
2) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi. 3) aktivitas penguatan penerapan. 4)
materi penguatan pasca sesi.5) pelatihan terus menerus. 6) umpan balik dan
evaluasi kinerja. 7) aktivitas dukungan kawan. 8) perubahan organisasi dan
lingkungan yang mendukung.
2.1.2.5 Sintaks / Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran SAVI
Dari tahap pembelajaran SAVI maka dapat ditarik sintaks/langkah-langkah
pembelajaran SAVI yang dilaksanakan dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan / kegiatan awal:
a) Guru menciptakan lingkungan yang positif.
b) Guru memberikan tujuan pembelajaran yang jelas dan bermakna.
c) Guru memberikan pernyataan yang memberi manfaat positif tentang
pembelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan
tidak sulit.
d) Guru membangkitkan rasa ingin tahu (audio/A ,intelektual/I).
e) Guru mengajak pembelajar / siswa terlibat penuh sejak awal dengan
membimbing berkomunikasi langsung dengan siswa selama pembelajaran.
2. Tahap Penyampaian dan pelatihan (kegiatan inti)
-
15
a) Guru melakukan uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan dengan
siswa melalui kerja kelompok dan membimbing siswa yang mengalami
kesulitan (somatis/S, A, visual/V, I).
b) Guru memberi kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan
fenomena dunia nyata (V).
c) Guru melaksanakan kegiatan belajar yang melibatkan seluruh otak, seluruh
tubuh (I,S).
d) Guru menciptakan proyek belajar berdasar kemitraan / kelompok dan
berdasar tim (S).
e) Guru melatih siswa memecahkan masalah (I).
3. Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup).
a) Guru memberikan penguatan penerapan.
b) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi kinerja.
c) Guru mendorong aktivitas dukungan kawan.
2.1.3 Metode Ceramah
2.1.3.1 Pengertian Metode Ceramah
Gulo (2004:136) mengemukakan bahwa ceramah adalah pengajaran yang
disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Ceramah merupakan satu-
satunya metode yang konvensional yang tetap digunakan dalam strategi belajar
mengajar.
Gilstrap dan Martin dalam Dimyati dan Moedjiono (1992:29)
mendefinisikan “metode ceramah sebagai suatu metode mengajar dimana guru
memberi penyajian fakta-fakta dan prinsip-prinsip secara lisan”.
Sagala (2010:201) berpendapat bahwa “ceramah adalah sebuah bentuk
instruksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik”.
Sanjaya (2006:145) mengungkapkan bahwa “metode ceramah dapat
diartikan sebagai cara penyajian pelajaran melalui penuturan secara lisan atau
penjelasan langsung kepada sekelompok siswa”.
Menurut Roestiyah (1989:137) “metode ceramah merupakan suatu cara
mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau
uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan”.
-
16
Dari beberapa pendapat tentang metode ceramah maka dapat disimpulkan
bahwa metode ceramah merupakan bentuk pelaksanaan pembelajaran dimana
materi pembelajaran disampaikan secara lisan oleh guru, dan guru sebagai pusat
informasi. Ceramah dapat disisipi dengan penampilan berbagai macam benda
visual dan berbagai media lainnya untuk membantu pemateri menyampaiakan
materi kepada pembelajar.
2.1.3.2 Tujuan Pemakaian Metode Ceramah
Tujuan metode ceramah menurut Dimyati dan Moedjiono (1992:30)
adalah sebagai berikut:
a) Menciptakan landasan pemikiran yang mendorong dan mengarahkan siswa
untuk lebih banyak mempelajari isi pelajaran melalui bahan tertulis secara
mandiri.
b) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan penting (esensial)
yang terdapat dalam isi pelajaran.
c) Memberikan motivasi kepada siswa, untuk belajar secara mandiri dan
menemukan fakta, konsep, serta kaidah yang lebih luas daripada yang sudah
disajikan oleh guru.
d) Memperkenalkan hal-hal baru, memberikan gambaran yang lebih luas daripada
buku teks atau bahan pembelajaran tertulis lainnya, mengkaitkan teoti dan
praktek, dan menjelaskan hubungan informasi tertentu.
e) Menjelaskan prosedur tugas-tugas belajar yang diberikan dengan format yang
lain.
2.1.3.3 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Waktu Menyiapkan Metode Ceramah
Menurut Roestiyah (1989:69-70) dalam metode ceramah perlu
memperhatikan hala-hal berikut:
a) Harus mengadakan persiapan yang intensif.
b) Menggunakan alat-alat pembantu sebanyak-banyaknya.
c) Menggunakan bahasa yang selaras.
d) Membuat ceramah sesingkat mungkin.
e) Dapat menghubungkan fakta-fakta yang akan diberikan dengan yang telah
diketahui murid.
-
17
f) Guru harus mengerti secara dalam dan menentukan tujuan yang pasti dalam
ceramahnya.
g) Harus sesuai dengan pribadi penceramah.
h) Mengadakan dramatisasi dan demonstrasi.
i) Timbulkan keberanian murid untuk menyatakan dan memenangkan sesuatu.
j) Memberi ikhtisar pada akhir ceramah.
k) Mempersiapkan teknik evaluasi yang akan digunakan.
2.1.3.4 Persiapan-persiapan Metode Ceramah
Dalam metode ceramah guru harus memiliki persiapan agar pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan baik. Menurut Roestiyah (1989:70) guru harus
mempersiapkan hal berikut:
a) Tujuan harus sekhusus-khusunya.
b) Meneliti apakah pemilihan metode ceramah sudah tepat.
c) Guru harus meneliti bahannya sehingga: 1) dapat dimengerti dengan jelas. 2)
menangkap perhatian murid. 3) berguna bagi kehidupan mereka.
d) Menanam penegertian yang jelas.
e) Mengevaluasi hasil ceramah.
2.1.3.5 Sintaks / Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ceramah
Menurut Sagala (2010:202) langkah-langkah pembelajaran metode
ceramah sebagai berikut:
a) Melakukan pendahuluan dengan cara sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan lebih dulu kepada peserta didik dengan maksud
agar peserta didik mengetahui arah kegiatannya dalam belajar.
2. Mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.
3. Memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi yang
akan dipelajari.
b) Menyajikan bahan dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Perhatian peserta didik dari awal sampai akhir harus tetap terpelihara.
2. Menyajikan pelajaran secara sistematis, dan tidak berbelit-belit.
3. Kegiatan belajar mengajar diciptakan secara variatif.
4. Memberi ulangan pelajaran kepada responsi.
-
18
5. Membangkitkan motivasi belajar secara terus menerus selama pelajaran
berlangsung.
6. Menggunakan media pelajaran yang variatif yang sesuai dengan tujuan
pelajaran.
c) Menutup pelajaran
1. Mengambil kesimpulan dari semua pelajaran yang telah diberikan.
2. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk menanggapi materi
pelajaran yang telah diberikan.
3. Melakukan penilaian secara komprehensif untuk mengukur perubahan
tingkah laku.
Menurut Dimyati dan Moedjiono (1989:32-39) secara garis besar terdapat
4 langkah yang tercangkup dalam prosedur pemakaian metode ceramah dalam
proses belajar mengajar yang meliputi:
a) Tahap persiapan ceramah.
1. Mengorganisasikan isi pelajaran yang akan disampaikan.
2. Mempersiapkan pengusaan isi pelajaran yang akan diceramahkan.
3. Memilih dan mempersiapkan media instruksional dan atau alat bantu
instruksional yang akan digunakan.
b) Tahap awal ceramah.
1. Meningkatkan hubungan guru-siswa.
2. Meningkatkan perhatian siswa.
3. Mengemukakan pokok-pokok isi ceramah.
c) Tahap pengembangan ceramah.
1. Guru memberikan keterangan secara singkat dan jelas.
2. Guru mempergunakan papan tulis.
3. Guru memberi keterangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-
kata lain yang lebih jelas.
4. Guru merinci dan perluas pelajaran.
5. Guru memberi balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama
berceramah.
6. Guru mengatur alokasi waktu ceramah.
-
19
d) Tahap akhir ceramah.
1. Pembuatan rangkuman dari garis-garis besar isi pelajaran yang
diceramahkan.
2. Penjelasan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi
pelajaran berikutnya.
3. Penjelasan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Dari beberapa pendapat mengenai sintaks/langkah-langkah pembelajaran
dengan metode ceramah maka sintaks/langkah-langkah pembelajaran dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pra Pembelajaran.
a) Menyiapkan peralatan yang akan dipakai dalam pembelajaran.
b) Memeriksa kesiapan siswa.
2. Kegiatan awal.
a) Guru memberi salam, berdoa, dan presensi.
b) Guru melakukan tanya jawab tentang bangun datar
c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
3. Kegiatan inti
a) Guru menyampaikan materi dengan menujukkan gambar bangun datar.
b) Guru memberikan tugas untuk dikerjakan
c) Guru dan siswa membahas tugas yang telah diberikan
d) Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya
e) Guru meluruskan kesalahpahaman dan memberikan motivasi kepada siswa
4. Kegiatan akhir
a) Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran.
b) Guru melakukan refleksi pembelajaran
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama
berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
-
20
pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies
(Dimyati dan Mudjiono 2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil
belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7),
hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.
Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh
siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran”. Sudjana membagi tiga macam
hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.
Menurut Bloom dalam (Winkel, 2004:274-279) menyatakan bahwa hasil
belajar mencakup tiga kemampuan, yatu kemampuan kognitif, kemampuan
psikomotorik dan kemampuan afektif.
Penelitian yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar dari aspek
kognitif. Hasil belajar kognitif Bloom dalam (Winkel, 2004: 274-279) adalah:
Hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi 1) pengetahuan yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari mancakup fakta, prinsip, dan metode yang diketahui. 2) pemahaman yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna.3) penerapan yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep atau ide dalam situasi yang baru. 4) analisis yaitu kemampuan untuk merinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik. 5) sintesis yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental
yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh
seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya
-
21
dinyatakan dalam bentuk nilai. Penelitian ini yang diungkap adalah hasil belajar
matematika kelas 5 SD Negeri 1 Ampel semester 2 tahun ajar 2012/2013.
2.1.3.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.
Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto
(2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua
yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan,
sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Menurut Slameto (2008:54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan
dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini
terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor
kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik
segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan
seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang
darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan
kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta,
tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar
akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau
diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.
-
22
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian
yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat
yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi
kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan
agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir
dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat
pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi
renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi
belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
b) Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan
substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada
bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,
sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa
pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak
kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus
karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi
suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu
karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
-
23
Menurut Slameto (2008:60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat
dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi
dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah,
rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat
lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli.
c) Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh
karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh
sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi
teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang
mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar
memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana
yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah
berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman,
metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana
penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan
-
24
siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat,
kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-
lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media
misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua
itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa
lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang
baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya.
Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok,
keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat
bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga
berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang
yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang
tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.
Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil
belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan
faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian oleh Toni Agus Ardie (2012) “Peningkatan Motivasi dan Hasil
Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Savi pada Siswa Kelas V SDN
Salatiga 01 Sidorejo Kota Salatiga Tahun 2011/2012” menyimpulkan bahwa
Penerapan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar khususnya tentang pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada mata
pelajaran IPA siswa kelas V SDN Salatiga 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
tahun pelajaran 2011 / 2012.
Lia Widianingsih, 2012. Penerapan Pendekatan Somatis, Auditori, Visual,
Intelektual (SAVI) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran
IPA Pokok Bahasan Pesawat Sederhana Di Kelas V SDN 6 Cikidang Kecamatan
Lembang Kabupaten Barat Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan
bahwa dalam penerapan pendekatan somatis, auditori, visual, intelektual (SAVI)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.
-
25
Silviana, Purwanti, 2011. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tematik
Kelas II SD dengan Menggunakan Model Pembelajaran SAVI terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester 2
Tahun 2010/2011 menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar pada
pembelajaran tematik dengan tema hewan dan tumbuhan. Dengan menggunakan
model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen hasil belajar yang dicapai lebih
tinggi dibandingkan denan hasil belajar kelas kontrol dengan pembelajaran
konvensional.
Menurut Jantoro Dwi. S, 292008198, 2012. Perbedaan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas III Antara Yang Menggunakan Model Pembelajaran SAVI Dan
Model Pembelajaran Konvensional menyimpulkan terdapat perbedaan hasil
belajar IPA siswa kelas III pada pembelajaran dengan tema Energi. Dengan
menggunakan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen hasil belajar
yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol dengan
model pembelajaran konvensional.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar dengan menerapkan model pembelajaran SAVI.
Oleh karena itu penelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Ampel untuk
mengetahui perbedaan pengaruh penerapan model SAVI dengan metode ceramah
terhadap hasil belajar matematika kelas 5 SD Negeri 1 Ampel semester 2 tahun
Pelajaran 2012/2013.
2.3 Kerangka Pikir
Proses belajar itu sendiri menyangkut perubahan tingkah laku, seperti
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Matematika menjadi salah satu mata
pelajaran pokok pada jenjang sekolah dasar. Belajar matematika tidak hanya
menekankan pada apa yang dipelajari, tetapi juga menekankan bagaimana siswa
belajar. Pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan dengan pola
perkembangan intelektual anak. Pelaksanaan pembelajaran matematika masih
sering disajikan dalam bentuk yang abstrak. Belajar matematika akan menjadi hal
yang menyenangkan bagi siswa apabila ada variasi dalam belajar. Belajar dengan
melibatkan seluruh indera dalam tubuh akan menjadikan siswa menjadi semangat
-
26
dalam belajar. Siswa tidak dibatasi dalam belajar dan bergerak. Pembelajaran
dengan menggunakan model SAVI merupakan alternativ bagi guru untuk
menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan pola pikir anak SD.
Pembelajaran matematika yang sesuai dengan karakter dan pola pikir siswa akan
membuat materi pembelajaran akan dapat diterima dengan baik dan hasil belajar
akan meningkat. Dengan menerapkan model SAVI akan diketahui signifikasi
pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika kelas 5 SD.
2.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model
SAVI terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Ampel
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun pelajaran 2012/2013.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Matematika
James and James (Dedi) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
BSNP 2006 tentang standar isi menyatakan:
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Di dalam BSNP 2006 tentang standar isi dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
BSNP 2006 tentang standar isi, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek 1) Bilangan, 2) Geometri dan pengukuran, 3) Pengolahan data.
Undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bahan kajian matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik.
Dari beberapa pendapat tentang mata pelajaran matematika maka dapat diambil kesimpulan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan pola pikir dan logika peserta didik untuk memecahkan masalah dengan kajian yang meliputi bilangan, berhitung, mengukur, geometri dan aljabar.
2.1.2 Model Pembelajaran Somatis, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran SAVI
Meier mengungkapkan bahwa SAVI adalah bagian dari Accelerated Learning (AL) / belajar cepat.
Russel (2011:5) menyatakan bahwa Accelerated Learning adalah sebuah proses perubahan kebiasaan yang disebabkan oleh penambahan keterampilan, penegtahuan atau sikapdengan meningkatkan kecepatan.
Meier (2002:33) mengemukakan beberapa asumsi AL yaitu 1) Lingkungan belajar yang positif. 2) keterlibatan pembelajar sepenuhnya. 3) Kerja sama diantara pembelajar. 4) variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. 5) Belajar kontekstual.
Herdian berpendapat sebagai berikut:
Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
Rusman (2011:373) “SAVI menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model SAVI, yaitu Somatis, Auditory, Visual dan Intelektual”. Somatis artinya belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan. Intelektual belajar dengan kegiatan berpikir.
Menurut Herdian sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatis, Auditori, Visual dan Intektual, maka dapat dijabarkan menjadi empat bagian yaitu:
a) Somatis.
“Somatis” berasal dari bahasa yunani tubuh-soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah ditegaskan bahwa cara belajar somatis adalah belajar dengan cara melibatkan aktivitas tubuh. Dalam hal ini siswa bergerak dan berbuat dalam mempelajari sesuatu, misalnnya meragakan sesuatu, membuat suatu karya, melakukan sesuatu kegiatan, dan lain-lain. Menurut pembelajaran SAVI, prinsip pelibatan aktivitas tubuh ini penting karena dengan bergeraknya tubuh otak peserta didik akan beranjak dan aktif bekerja. Tubuh dan pikiran itu satu. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan suatu sistem elektris kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu.
Belajar secara somatis tesebut sejalan dengan salah satu prinsip yang menyatakan bahwa belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
b) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri
c) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang perceramah atau sebuah buku atau program komputer. Sekarang khusus pembelajaran visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar. Unsur atau cara keitiga dalam pembelajaran SAVI adalah cara belajar visual.
d) Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajaran yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian dari yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.
Untuk melatih aspek intelektual, aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan seperti memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menjaring informasi, merumuskan pertanyaan, menciptakan model mental, menerapkan gagasan baru pada pekerjaan menciptakan makna pribadi, dan meramalkan implikasi suatu gagasan.
Meier (2002:100) mengemukakan:
Belajar bisa optimal jika keempat cara belajar SAVI yang telah diuraikan itu ada dalam suatu pristiwa pembelajaran. Misalnya, orang dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (S), membicarakan apa yang sedang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut pada pekerjaan mereka (I). Atau, mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (I) jika mereka secara simultan menggerakkan sesuatu (S) untuk menghasilkan piktogram atau pajangan tiga dimensi (V) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (A).
Jadi pada dasarnya pembelajaran SAVI ini lebih menonjolkan bagaimana siswa menciptakan kreativitasnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh pada cara berpikir siswa menjadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali kemampuannya dalam memperoleh pengetahuan yang baru.
2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Cara Belajar SAVI
Cara belajar SAVI termasuk konsep pembelajaran dipercepat (Accerelated Learning / AL). Oleh karena itu, pembelajaran tersebut memiliki prinsip-prinsip pokok yang mendorong keberhasilan belajar yang dipercepat. Meier (2002:54) mengemukakan prinsip pokok belajar sebagai berikut:
a. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
Ini berarti belajar tidak hanya menggunakan otak (sadar, rasional, memakai otak kiri, dan verbal) tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indera, dan sarafnya.
b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi.
Ini berarti dalam pembelajaran, pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh peserta didik, melainkan sesuatu yang diciptakan peserta didik.Pembelajaran terjadi ketika seorang peserta didik memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak / tubuh secara menyeluruh.
c. Kerja sama membantu proses belajar.
Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain mana pun. Persaingan di antara peserta didik memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.
d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan belajar bukan hanya menyerap.
Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linier, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan pisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indera, jalan dalam sistem total otak atau tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus.
e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik)
Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar bereng dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan cara memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan kongkret daat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk erjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali.
f. Emosi Positif sangat membantu pembelajaran.
Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati.
g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar kongkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jensis gambar kongkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat.
Berdasarkan uraian prinsip pokok dapat disimpulkan bahwa cara belajar SAVI pada prinsipnya adalah pembelajaran yang komperhensif, kreatif, kolaboratif, aktif, dan menuntut emosi yang positif.
2.1.2.3 Karakteristik Cara Belajar SAVI
Herdian mengemukakan cara belajar SAVI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Mengutamakan hasil
Cara belajar SAVI mengutamakan hasil yang dikaitkan dengan dampak (outcomes), yaitu aplikasianya dalam kehidupan sehari-hari serta perolehannya. Pembelajaran tersebut berorientasi pada kecakapan hidup (life skill).
b. Bersifat alamiah
Cara belajar SAVI bersifat alamiah karena berbasis pada cara bagaimana seseorang belajar secara alamiah seperi berbicara atau diskusi dengan temannya, mengamati alam dengan seluruh panca indera, pikiran, emosi, dan kepribadiannya, tidak hanya melalui duduk belajar di kelas menghadapi komputer atau membaca buku. Seorang anak belajar pada berbagai tingkat kesulitan secara simultan, dan menerima dengan terbuka semua rangsangan dari luar, serta mendapatkan apa yang mereka peroleh dari lingkungan.
c. Penerimaan yang tinggi
Cara belajar SAVI merupakan suatu usaha mempercepat tingkat penerimaan dan perolehan belajar siswa, melalui proses aktualisasi seluruh potensi yang dimiliki manusia, yaitu potensi panca indera dan hati (IQ, EQ, dan SQ) yang dilakukan secara simultan. Pembelajaran yang mengintegrasikan hati (kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual) dan panca indera, yang dilaksanakan secara simultan akan dapat meningkatkan penerimaan dan perolehan belajar atau peningkatan hasil belajar.
d. Bersifat menyeluruh
Cara belajar SAVI bersifat menyeluruh, yaitu mencakup penggunaan pikiran, emosi, fisik, dan intuisi secara serempak (dalam waktu yang bersamaan) Proses pembelajaran dengan aktualisasi seluruh potensi siswa secara simultan sangat lebih cepat dibandingkan dengan proses pembelajaran secara parsial dan tidak kontekstual.
2.1.2.4 Tahap Pembelajaran SAVI
Meier menjabarkan implementasi cara belajar SAVI dalam pembelajaran dapat ditempuh dengan prosedur sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar untuk belajar. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Dalam tahap persiapan dapat dilakukan dengan 1) memberikan sugesti positif. 2) memberikan pernyataan yang memberi manfaat positif. 3) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna. 4) membangkitkan rasa ingin tahu. 5) menciptakan lingkungan fisik yang positif. 6) menciptakan lingkungan emosional yang positif. 7) menciptakan lingkungan sosial yang positif. 8) menenangkan rasa takut. 9) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar. 10) merangsang rasa ingin tahu pembelajar. 11) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
b. Tahap Penyampaian
Tujuan tahap penyampaian adalah untuk membantu pembelajar menemukan materi yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera dan cocok untuk semaua gaya belajar. Tahap penyampaian dapat dilakukan dengan: 1) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan. 2) pengamatan fenomena dunia nyata. 3) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh. 4) presentasi interaktif. 5) grafik dan sarana presentasi berwarna-warni. 6) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar.7) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim. 8) pelatihan menemukan sendiri (sendiri, berpasangan, berkelompok) 9) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual. 10) pelatihan memecahkan masalah.
c. Tahap Pelatihan
Tahap pelatihan merupakan tahap paling penting dalam model SAVI. Tujuan tahap pelatihan adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Dalam tahap pelatihan dapat dilakukan dengan: 1) aktivitas pemprosesan pembelajar. 2) usaha aktif / umpan balik / renungan / usaha kembali. 3) simulasi dunia nyata. 4) permainan dalam belajar. 5) pelatihan aksi pembelajaran. 6) aktivitas pemecahan masalah. 7) refleksi dan artikulasi individu. 8) dialog berpasangan atau berkelompok. 9) pengajaran dan tinjauan kolaboratif. 10) aktivitas praktis membangun keterampilan. 11) mengajar balik.
d. Tahap Penampilan Hasil
Tujuan tahap penampilan hasil adalah membantu pembalajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan hasil belajar akan terus meningkat. Tahap penamilan dilaksanaan dengan: 1) penerapan di dunia nyata dalam tempo segera. 2) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi. 3) aktivitas penguatan penerapan. 4) materi penguatan pasca sesi.5) pelatihan terus menerus. 6) umpan balik dan evaluasi kinerja. 7) aktivitas dukungan kawan. 8) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
2.1.2.5 Sintaks / Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran SAVI
Dari tahap pembelajaran SAVI maka dapat ditarik sintaks/langkah-langkah pembelajaran SAVI yang dilaksanakan dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan / kegiatan awal:
a) Guru menciptakan lingkungan yang positif.
b) Guru memberikan tujuan pembelajaran yang jelas dan bermakna.
c) Guru memberikan pernyataan yang memberi manfaat positif tentang pembelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan tidak sulit.
d) Guru membangkitkan rasa ingin tahu (audio/A ,intelektual/I).
e) Guru mengajak pembelajar / siswa terlibat penuh sejak awal dengan membimbing berkomunikasi langsung dengan siswa selama pembelajaran.
2. Tahap Penyampaian dan pelatihan (kegiatan inti)
a) Guru melakukan uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan dengan siswa melalui kerja kelompok dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan (somatis/S, A, visual/V, I).
b) Guru memberi kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan fenomena dunia nyata (V).
c) Guru melaksanakan kegiatan belajar yang melibatkan seluruh otak, seluruh tubuh (I,S).
d) Guru menciptakan proyek belajar berdasar kemitraan / kelompok dan berdasar tim (S).
e) Guru melatih siswa memecahkan masalah (I).
3. Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup).
a) Guru memberikan penguatan penerapan.
b) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi kinerja.
c) Guru mendorong aktivitas dukungan kawan.
2.1.3 Metode Ceramah
2.1.3.1 Pengertian Metode Ceramah
Gulo (2004:136) mengemukakan bahwa ceramah adalah pengajaran yang disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Ceramah merupakan satu-satunya metode yang konvensional yang tetap digunakan dalam strategi belajar mengajar.
Gilstrap dan Martin dalam Dimyati dan Moedjiono (1992:29) mendefinisikan “metode ceramah sebagai suatu metode mengajar dimana guru memberi penyajian fakta-fakta dan prinsip-prinsip secara lisan”.
Sagala (2010:201) berpendapat bahwa “ceramah adalah sebuah bentuk instruksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik”.
Sanjaya (2006:145) mengungkapkan bahwa “metode ceramah dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa”.
Menurut Roestiyah (1989:137) “metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan”.
Dari beberapa pendapat tentang metode ceramah maka dapat disimpulkan bahwa metode ceramah merupakan bentuk pelaksanaan pembelajaran dimana materi pembelajaran disampaikan secara lisan oleh guru, dan guru sebagai pusat informasi. Ceramah dapat disisipi dengan penampilan berbagai macam benda visual dan berbagai media lainnya untuk membantu pemateri menyampaiakan materi kepada pembelajar.
2.1.3.2 Tujuan Pemakaian Metode Ceramah
Tujuan metode ceramah menurut Dimyati dan Moedjiono (1992:30) adalah sebagai berikut:
a) Menciptakan landasan pemikiran yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk lebih banyak mempelajari isi pelajaran melalui bahan tertulis secara mandiri.
b) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan penting (esensial) yang terdapat dalam isi pelajaran.
c) Memberikan motivasi kepada siswa, untuk belajar secara mandiri dan menemukan fakta, konsep, serta kaidah yang lebih luas daripada yang sudah disajikan oleh guru.
d) Memperkenalkan hal-hal baru, memberikan gambaran yang lebih luas daripada buku teks atau bahan pembelajaran tertulis lainnya, mengkaitkan teoti dan praktek, dan menjelaskan hubungan informasi tertentu.
e) Menjelaskan prosedur tugas-tugas belajar yang diberikan dengan format yang lain.
2.1.3.3 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Waktu Menyiapkan Metode Ceramah
Menurut Roestiyah (1989:69-70) dalam metode ceramah perlu memperhatikan hala-hal berikut:
a) Harus mengadakan persiapan yang intensif.
b) Menggunakan alat-alat pembantu sebanyak-banyaknya.
c) Menggunakan bahasa yang selaras.
d) Membuat ceramah sesingkat mungkin.
e) Dapat menghubungkan fakta-fakta yang akan diberikan dengan yang telah diketahui murid.
f) Guru harus mengerti secara dalam dan menentukan tujuan yang pasti dalam ceramahnya.
g) Harus sesuai dengan pribadi penceramah.
h) Mengadakan dramatisasi dan demonstrasi.
i) Timbulkan keberanian murid untuk menyatakan dan memenangkan sesuatu.
j) Memberi ikhtisar pada akhir ceramah.
k) Mempersiapkan teknik evaluasi yang akan digunakan.
2.1.3.4 Persiapan-persiapan Metode Ceramah
Dalam metode ceramah guru harus memiliki persiapan agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan baik. Menurut Roestiyah (1989:70) guru harus mempersiapkan hal berikut:
a) Tujuan harus sekhusus-khusunya.
b) Meneliti apakah pemilihan metode ceramah sudah tepat.
c) Guru harus meneliti bahannya sehingga: 1) dapat dimengerti dengan jelas. 2) menangkap perhatian murid. 3) berguna bagi kehidupan mereka.
d) Menanam penegertian yang jelas.
e) Mengevaluasi hasil ceramah.
2.1.3.5 Sintaks / Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ceramah
Menurut Sagala (2010:202) langkah-langkah pembelajaran metode ceramah sebagai berikut:
a) Melakukan pendahuluan dengan cara sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan lebih dulu kepada peserta didik dengan maksud agar peserta didik mengetahui arah kegiatannya dalam belajar.
2. Mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.
3. Memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi yang akan dipelajari.
b) Menyajikan bahan dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Perhatian peserta didik dari awal sampai akhir harus tetap terpelihara.
2. Menyajikan pelajaran secara sistematis, dan tidak berbelit-belit.
3. Kegiatan belajar mengajar diciptakan secara variatif.
4. Memberi ulangan pelajaran kepada responsi.
5. Membangkitkan motivasi belajar secara terus menerus selama pelajaran berlangsung.
6. Menggunakan media pelajaran yang variatif yang sesuai dengan tujuan pelajaran.
c) Menutup pelajaran
1. Mengambil kesimpulan dari semua pelajaran yang telah diberikan.
2. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk menanggapi materi pelajaran yang telah diberikan.
3. Melakukan penilaian secara komprehensif untuk mengukur perubahan tingkah laku.
Menurut Dimyati dan Moedjiono (1989:32-39) secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercangkup dalam prosedur pemakaian metode ceramah dalam proses belajar mengajar yang meliputi:
a) Tahap persiapan ceramah.
1. Mengorganisasikan isi pelajaran yang akan disampaikan.
2. Mempersiapkan pengusaan isi pelajaran yang akan diceramahkan.
3. Memilih dan mempersiapkan media instruksional dan atau alat bantu instruksional yang akan digunakan.
b) Tahap awal ceramah.
1. Meningkatkan hubungan guru-siswa.
2. Meningkatkan perhatian siswa.
3. Mengemukakan pokok-pokok isi ceramah.
c) Tahap pengembangan ceramah.
1. Guru memberikan keterangan secara singkat dan jelas.
2. Guru mempergunakan papan tulis.
3. Guru memberi keterangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata lain yang lebih jelas.
4. Guru merinci dan perluas pelajaran.
5. Guru memberi balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah.
6. Guru mengatur alokasi waktu ceramah.
d) Tahap akhir ceramah.
1. Pembuatan rangkuman dari garis-garis besar isi pelajaran yang diceramahkan.
2. Penjelasan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya.
3. Penjelasan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya.
Dari beberapa pendapat mengenai sintaks/langkah-langkah pembelajaran dengan metode ceramah maka sintaks/langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pra Pembelajaran.
a) Menyiapkan peralatan yang akan dipakai dalam pembelajaran.
b) Memeriksa kesiapan siswa.
2. Kegiatan awal.
a) Guru memberi salam, berdoa, dan presensi.
b) Guru melakukan tanya jawab tentang bangun datar
c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
3. Kegiatan inti
a) Guru menyampaikan materi dengan menujukkan gambar bangun datar.
b) Guru memberikan tugas untuk dikerjakan
c) Guru dan siswa membahas tugas yang telah diberikan
d) Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya
e) Guru meluruskan kesalahpahaman dan memberikan motivasi kepada siswa
4. Kegiatan akhir
a) Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran.
b) Guru melakukan refleksi pembelajaran
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies (Dimyati dan Mudjiono 2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7), hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran”. Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.
Menurut Bloom dalam (Winkel, 2004:274-279) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yatu kemampuan kognitif, kemampuan psikomotorik dan kemampuan afektif.
Penelitian yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar dari aspek kognitif. Hasil belajar kognitif Bloom dalam (Winkel, 2004: 274-279) adalah:
Hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi 1) pengetahuan yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari mancakup fakta, prinsip, dan metode yang diketahui. 2) pemahaman yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna.3) penerapan yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep atau ide dalam situasi yang baru. 4) analisis yaitu kemampuan untuk merinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga organisasinya dapat dipahami dengan baik. 5) sintesis yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Penelitian ini yang diungkap adalah hasil belajar matematika kelas 5 SD Negeri 1 Ampel semester 2 tahun ajar 2012/2013.
2.1.3.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Menurut Slameto (2008:54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
b) Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Menurut Slameto (2008:60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli.
c) Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.
Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian oleh Toni Agus Ardie (2012) “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Savi pada Siswa Kelas V SDN Salatiga 01 Sidorejo Kota Salatiga Tahun 2011/2012” menyimpulkan bahwa Penerapan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar khususnya tentang pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN Salatiga 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga tahun pelajaran 2011 / 2012.
Lia Widianingsih, 2012. Penerapan Pendekatan Somatis, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Pesawat Sederhana Di Kelas V SDN 6 Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Barat Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa dalam penerapan pendekatan somatis, auditori, visual, intelektual (SAVI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.
Silviana, Purwanti, 2011. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tematik Kelas II SD dengan Menggunakan Model Pembelajaran SAVI terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester 2 Tahun 2010/2011 menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar pada pembelajaran tematik dengan tema hewan dan tumbuhan. Dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen hasil belajar yang dicapai lebih tinggi dibandingkan denan hasil belajar kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
Menurut Jantoro Dwi. S, 292008198, 2012. Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Antara Yang Menggunakan Model Pembelajaran SAVI Dan Model Pembelajaran Konvensional menyimpulkan terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas III pada pembelajaran dengan tema Energi. Dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen hasil belajar yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dengan menerapkan model pembelajaran SAVI. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Ampel untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan model SAVI dengan metode ceramah terhadap hasil belajar matematika kelas 5 SD Negeri 1 Ampel semester 2 tahun Pelajaran 2012/2013.
2.3 Kerangka Pikir
Proses belajar itu sendiri menyangkut perubahan tingkah laku, seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan. Matematika menjadi salah satu mata pelajaran pokok pada jenjang sekolah dasar. Belajar matematika tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari, tetapi juga menekankan bagaimana siswa belajar. Pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan dengan pola perkembangan intelektual anak. Pelaksanaan pembelajaran matematika masih sering disajikan dalam bentuk yang abstrak. Belajar matematika akan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa apabila ada variasi dalam belajar. Belajar dengan melibatkan seluruh indera dalam tubuh akan menjadikan siswa menjadi semangat dalam belajar. Siswa tidak dibatasi dalam belajar dan bergerak. Pembelajaran dengan menggunakan model SAVI merupakan alternativ bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan pola pikir anak SD. Pembelajaran matematika yang sesuai dengan karakter dan pola pikir siswa akan membuat materi pembelajaran akan dapat diterima dengan baik dan hasil belajar akan meningkat. Dengan menerapkan model SAVI akan diketahui signifikasi pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika kelas 5 SD.
2.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model SAVI terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun pelajaran 2012/2013.
6