bab ii kajian pustaka a. membaca permulaan 1. pengertian ...repository.ump.ac.id/7286/3/suratmo bab...
TRANSCRIPT
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Membaca Permulaan
1. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari karena membaca dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah,
memperkuat keyakinan pembaca, memberi pengalaman estetis, meningkatkan
prestasi, dan memperluas pengetahuan. Adapun peranan membaca permulaan di
kelas I adalah untuk memahami teks pendek dengan membaca nyaring,
memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak
(BSNP Silabus Bahasa Indonesia , 2006:2)
Menurut Anderson dalam Tarigan (2008:7) dari segi linguistik, membaca
adalah suatu proses penyandian kembali bahasa sandi (a recording and decoding
process). Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis
(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang
mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Menurut Plato dalam Harjasujana dan Damaianti (2003:27) membaca
merupakan suatu kegiatan membedakan huruf dengan mata dan telinga agar tidak
dibingungkan oleh posisinya nanti jika tampak dalam bentuk tulisan atau
terdengar dalam bentuk lisan.
Feldman (2003:25) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks karena melibatkan proses sebagai berikut:
(a) meneliti huruf-huruf dengan urutan yang benar dari kiri ke kanan; (b) mengirimkan huruf-huruf tersebut secara berurutan ke otak;
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
20
(c) mengenali pengelompokan huruf yang berbeda-beda, yang menyusun suatu kata tertentu, tahapan ini mencakup pengenalan huruf-huruf satu persatu dalam bentuk huruf cetakan atau tulisan tangan;
(d) membandingkan pengelompokkan huruf tersebut dengan kata-kata yang telah dikenal yang disimpan dalam memori untuk mengidentifikasikan, baik lafal dan arti dari keseluruhan kata;
(e) menyimpan arti kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata lain dalam kalimat itu untuk membangun pemahaman penuh dari maksud penulis;
(f) menyelesaikan seluruh proses di atas daiam hitungan sepersekian detik, seiring mata melanjutkan ke kalimat berikutnya.
Seperti yang telah diuraikan diatas oleh para pakar, proses membaca
merupakan sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu keistimewaan walaupun
masih banyak orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah
seharusnya. Bagaimanapun juga, apabila ada sesuatu yang salah dalam salah satu
tahapan dalam proses tersebut, maka keistimewaan tersebut tidak akan terjadi.
Dalam penelitian ini, subjek penelitian sebelum penelitian berlangsung
mengalami hambatan sehingga proses membaca (keajaiban) yang seharusnya
terjadi belum terwujud. Hal tersebut terbukti dari hasil tes uji coba yang telah
dilakukan dengan materi yang berasal dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas1
berlibur ke rumah paman
namaku hana waktu liburan telah tiba aku diajak pamanku berlibur di rumahnya rumah pamanku di desa halaman rumah paman sangat luas di sana ditanami buah buahan ada pisang dan pepaya rambutan salak dan alpukat aku pun sangat senang buah buahan ada di sana
karya dian sukmawati
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
21
Dari 43 kata yang tertulis di atas, tidak semua siswa dapat mengeja,
dilafalkan, dan terlebih lagi dimengerti maknanya, baik dalam hati maupun secara
lisan oleh subjek penelitian.
Secara garis besar jenis membaca terbagi menjadi dua, yaitu membaca
permulaan dan membaca lanjutan (Depdikbud, 1991/1992:4). Keterampilan
membaca permulaan merupakan salah satu kunci keberhasilan karena dengan itu
para siswa akan mampu menggali informasi dari berbagai sumber tertulis.
Membaca permulaan adalah dasar bagi kegiatan membaca lanjutan.
Soejono dalam (Devine, 1989: 1) mengatakan bahwa pada tahap pengajaran
membaca permulaan tugas guru adalah sebagai berikut:
(1) memberikan kesempatan lebih lanjut kepada anak didik untuk mempertajam kesadarannya terhadap bunyi dan bentuk, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari bahwa setiap bunyi itu memiliki bentuk masing-masing;
(2) menghubungkan antara bunyi yang diucapkan dengan huruf cetak, dengan itu diharapkan anak mampu menunjukkan setiap bunyi yang diucapkan sesuai dengan huruf cetaknya;
(3) mengembangkan konsep-konsep kata dan kalimat, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari apa yang dinamakan kata dan apa yang dinamakan kalimat;
(4) menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik dapat melihat pola-pola secara lebih baik;
(5) membantu anak didik untuk memahami bahasa lisan dan tulisan; (6) mengadakan kesempatan berorganisasi bagi anak didik untuk berlatih
menggunakan bahasa lisan; (7) memperkenalkan dan menjelaskan kata-kata baru dan konsep-konsep yang
diwakili oleh kata-kata itu, dengan itu diharapkan anak mampu memahami kata-kata yang baru sehingga memperkaya perbendaharaan kosakatanya;
(8) membimbing anak didik dalam memperoleh pengetahuan baru yang kemudian dapat mereka gunakan untuk menafsirkan teks dan pesan-pesan lisan secara lebih baik;
(9) menunjukkan kepada anak didik bagaimana cara mendapatkan informasi dari teks dan memadukannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sehingga menghasilkan makna; dan
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
22
(10) membantu anak didik dalam melihat bahwa membaca adalah suatu sumber kenikmatan, sumber pengetahuan, dan suatu cara untuk memaknai dunia di sekitar mereka.
Ada beberapa macam cara dalam membaca, yaitu: (1) membaca teknik
(membaca nyaring), meliputi penguasaan: tanda baca (titik, koma, kalimat tanya,
tanda seru, intonasi, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan, suara; (2)
membaca dalam hati, yaitu membaca tanpa suara, tanpa adanya gerakan; (3)
membaca bahasa, yaitu pengetahuan yang menyangkut tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata tulis (EYD), makna wacana dari suatu
paragraf; (4) membaca pustaka, yaitu buku paket / rujukan, majalah, klipping,
kumpulan certa; (5) membaca cepat, yaitu jenis membaca untuk memperoleh
jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat, (6)
membaca indah, disebut juga membaca emosional yang dapat menimbulkan
keindahan atau estetika (Tarigan; 2008: 12).
Menurut Tarigan (2008: 9-10) dengan mengutip pandangan Anderson
(1972:214), tujuan utama dalam membaca adalah:
a. membaca untuk rnenemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah diiakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah tang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details of facts);
b. membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipeiajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang diiakukan oieh sang tokoh untuk mencapat tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas);
c, membaca untuk rnenemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi muia-mula pertama, kedua, ketiga/seterusnya-setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah. Adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi,. Ini disebut
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
23
membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization);
d. membaca untuk rnenemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kulaitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference);
e. membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelopokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify);
f. membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apak kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate);
g, membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubahm bagimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua ceria mempunayi persamaan, bagimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
Dengan demikian, keterampilan membaca harus dimulai sejak awal. Guru
bahasa sedapat mungkin membimbing siswa untuk mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya: membimbing siswa dalam
memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasan dan
ungkapan. Dengan memahami bacaan sedini mungkin anak akan memperoleh
kemudahan dalam mengikuti tahap pembelajaran di sekolah. Apabila anak masih
mempunyai masalah dalam kemampuan membaca dan menulis permulaan sudah
barang tentu akan mempersulit dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.
2. Komponen Membaca Permulaan
Menurut Tarigan bahwa membaca permulaan mencakup tiga komponen
yaitu :
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
24
a. pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca;
b. korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik
yang formal;
c. hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning
(Tarigan 2008:11).
Pengajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas dua jenis, yaitu: membaca
permulaan di kelas satu dan dua; dan membaca lanjut di kelas tiga. Membaca
permulaan merupakan kompetensi diperuntukan bagi siswa SD/MI. Tujuannya
antara lain untuk membina dasar-dasar mekanisme membaca. Sedangkan
membaca lanjut mencakup pengembangan membaca demi terbinanya
keterampilan membaca yang lebih baik. Depdiknas (Kurikulum, 2003)
merumuskan kompetensi dasar membaca adalah " kemampuan membaca dan
memahami teks pendek dengan cara membaca lancar (bersuara) beberapa kalimat
sederhana" Sedangkan indikatornya adalah siswa mampu membaca lafal, intonasi,
jeda, penekanan pada kata-kata tertentu, mengidentifikasi kata-kata kunci.
Tujuan pengajaran membaca permulaan adalah mengetahui huruf dan
terampil mengubah huruf menjadi suara. Lebih lengkapnya Soejono (1983:19)
memaparkan tentang tujuan pengajaran membaca permulaan adalah sebagai
berikut ini. a. mengenalkan pada para anak didik huruf-huruf dalam abjad, sebagai
tanda suara atau tanda bunyi. b, melatih keterampilan anak didik untuk mengubah
huruf-huruf dalam kata menjadi suara. c. mengetahui huruf-huruf dalam abjad dan
melatih keterampilan anak didik untuk menyuarakannya dan dalam waktu
singkat dapat mempraktekkannya dalam membaca lanjut.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
25
Berdasarkan tujuan pengajaran membaca permulaan di atas, penelitian ini
juga secara spesifik bertujuan untuk: a. melatih subjek penelitian agar mampu
membaca kata dan kalimat sederhana yang terdiri dari 2-4 kata, dan b. melatih
subjek penelitian agar mampu membaca menulis kata dan kalimat sederhana.
3. Langkah-Langkah Membaca Permulaan
Membaca dan menulis permulaan dengan pendekatan tematik , bukanlah
sekedar bertujuan siswa dapat membaca dan menulis, melainkan lebih luas
jangkauannya, yaitu dapat berkembang terus kepribadiannya secara wajar.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam membaca permulaan menurut
Broto (1979:15-16), yaitu sebagai berikut.
Putaran I: Pada putaran I dilakukan beberapa langkah, yaitu ; a. melakukan orientasi; b. merekam bahasa siswa; c. meneliti hasil rekaman; d. menyusun cerita berdasarkan hasil rekaman; e. menempatkan gambar sebagai pusat minat; f. menganalisis dan membuat sintesis gambar: gambar totalitas, gambar
analitik, gambar totalitas dalam situasi baru; g. menambah kartu-kartu kaiimat dengan gambar analitis; h. memperkenalkan 5 struktur kalimat yang bermakna. Putaran II menyusun analisis dan sintesis temadap 5 kalimat dasar menjadi kalimat dalam urutan baru Putaran III analisis untuk kalimat menjadi kata sintesis untuk kata menjadi kalimat-kalimat baru Putaran IV: a. analisis untuk kalimat menjadi kata b. analisis untuk kata menjadi suku-kata c. sintesis untuk suku kata menjadi kata-kata baru d. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru. Putaran V a. analisis untuk kalimat menjadi kata analisa kata menjadi suku-kata b. analisis untuk suku kata menjadi huruf c. sintesis untuk huruf menjadi suku-kata baru
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
26
d. sintesis untuk suku kata baru menjadi kata-kata baru e. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru.
4. Jenis Kalimat dalam Membaca Permulaan
Proses kegiatan membaca dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa, yang
diikuti oleh penguasaan kosa kata atau perbendaharaan kata, kemudian
pemahaman kalimat, paragraf, dan sampai pada akhirnya pemahaman teks /
wacana (Suryatin, 1990: 23).
Brougton dalam Tarigan (2008:13), mengemukakan bahwa secara garis
besar terdapat dua aspek pen ting dalam proses membaca: a. keterampilan yang
bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang
lebih rendah (lower order). Aspek kedua ini mencakup :
a. keterampilan yang bersifat mekanis
(1) pengenalan huruf; (2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa,
kalimat dan lain-lain; (3) pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan bahan tertulis atau "to bark at print"); (4) kecepatan membaca bertaraf lambat. b. keterampilan yang bersifat pemahaman (comperhension skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek kedua ini mencakup:
(1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal dan retorikal); (2) memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi
/keadaan budaya, reaksi pembaca); (3) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); (4) kecepatan membaca yang fleksibel, yang sudah disesuaikan dengan
keadaan. Untuk dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai aspek-aspek membaca dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
27
Diagram 2.1 Aspek-Aspek membaca
Ketrampilan mekanis - pengenalan bentuk huruf
(urutan lebih rendah) - pengenalan unsure-unsur linguistic
- Pengenalan hubungan bunyi dan huruf
Aspek-aspek
Membaca Ketrampilan pemahaman - kecepatan membaca : lambat
(ureutan lebih tinggi - pemahaman pengertian sederhana
- pemahaman signifikasi/makna
- evaluasi/penilaian isi dan bentuk
- kecapatan membaca : fleksibel
(Tarigan, 2008:14)
Dalam penelitian ini karena merupakan kegiatan membaca permulaan, maka
aspek dalam proses membaca yang ingin dicapai adalah keterampilan yang
bersifat mekanis (mechanical skills) yang meliputi pengenalan huruf, pengenalan
unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi,
dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Aspek proses membaca yang lebih
tinggi yang merupakan keterampilan yang bersifat pemahaman bukan menjadi
aspek kajian penelitian ini.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
28
B. Menulis Permulaan
1. Pengertian Menulis Permulaan
Menulis ialah menjelaskan bahasa lisan menjadi tertulis, melalui proses
menyalin melahirkan pikiran / perasaan atau melukiskan lambang-lambang grafik.
Melalui tulisan, terjadi komunikasi antara penulis dengan pembaca. Untuk itu
fungsi utama menulis adalah melakukan komunikasi secara tidak langsung kepada
pembaca (Tarigan, 2008:22)
Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa
tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan
kemampuan yang menghasilkan, dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis
merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks.
Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan
logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jeias dengan
menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan dalam menerapkan katdah
tulis menulis dengan baik. Tarigan mengemukakan tentang menulis, ialah:
"menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat
membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahsa dan
gambaran grafik itu. Gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-
makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis
merupakan refresentasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Hal ini
merupakan perbedaan utama antara lukisan dan tulisan, antara melukis dan
menulis. Dengan perkataan lain: menggambar huruf-huruf bukanlah menulis.
Seorang pelukis dapat saja melukis huruf-huruf Cina, tetapi ia tidak dapat
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
29
dikatakan menulis, kalau dia tidak tahu bagaimana cara menulis bahasa Cina,
yaitu kalau dia tidak memahami bahasa Cina beserta huruf-hurufnya. Dengan
kriteria seperti itu, maka dapatlah dikatakan bahwa menyalin / mengkopi huruf-
huruf ataupun menyusun menset suatu naskah dalam huruf-huruf tertentu untuk
dicetak bukanlah menulis kalau orang-orang tersebut tidak memahami bahasa
tersebut beserta refresentasinya" (Lado, 1979:143 dalam Tarigan, 2008: 22).
Sehubungan dengan "tujuan" penulisan suatu tulisan , maka Hugo Hartig,
Hippie (1973) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (2008: 25) merangkumkannya
sebagai berikut.
a. assignment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.
Penuiis menulis sesuatu karena ditugaskan , bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkurnkan buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat)
b. altruistic purpose (tujuan altruistik) Penuiis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami , menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah "lawan" atau "musuh". Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.
a. persuasive purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran
gagasan yang diutarakan b. informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), Tulisan yang bertujuan member! informasi atau keterangan / penerangan
kepada para pembaca c. self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri). Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada para pembaca d. creative purpose (tujuan kreatif). Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi
"keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
30
e. problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang
dihadapi. Sang penulis ingin memperjelas, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
Peranan pengajaran menulis di sekolah dasar sangat penting, yaitu dengan
cara memberikan latihan secara kontinyu / praktek dalam rangka membina siswa
untuk disiplin menulis. Dalam KTSP tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah :
agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien
sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia
(Wirasana, 2011:12)
Pada bagian lain dijelaskan bahwa standar kompetensi yang dicapai
khususnya kelas satu adalah "Mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat
sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan
guru, dan menuklis rapi (handwriting) menggunakan huruf sambung". (Tim
Depdiknas,2003:34). Pengajaran menulis di sekolah dasar sangat efektif dalam
upaya meningkatkan keterampilan menulis siswa untuk mencapai tujuan
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
31
Menulis dan membaca mempunyai kaitan yang sangat erat, tidak dapat
dipisahkan. Artinya, pada saat mengajarkan menulis kata atau kalimat, guru
mengajarkan pula kemampuan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan
menulis dan membaca permulaan harus sudah diajarkan mulai sejak dini yaitu di
kelas awal (satu). Khusus kemampuan membaca dan menulis yang diajarkan pada
kelas 1 dan kelas 2 SD/MI, merupakan kemampuan tahap awal atau tahap
permulaan. Sedangkan di kelas III, IV, V, dan VI disebut pembelajaran menulis
lanjut.
2. Komponen-Komponen Menulis Permulaan
Kemampuan menulis permulaan merupakan salah satu jenis kemampuan
berbahasa tulis yang bersifat produktif. Artinya kemampuan menulis ini
merupakan kemampuan yang menghasilkan suatu karya tulis, Untuk itu, .
kemampuan yang diperiukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan
logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas,
menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-
menulis dengan baik. Dalam BSNP (2006:2-7) disebutkan bahwa
Siswa mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan rapi dan jeias, menulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, teks percakapan, surat pribadi, dan surat resmi dengan memperhatikan tujuan dan ragam pembaca dan menggunakan ejaan dan tanda baca serta kosakata yang tepat denganmenggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, menulis berbagai formulir, pengumuman, tata tertib, bernagai laporan, buku harian, poster, iklan, teks pidato dan sambutan. Kompetensi menulis juga diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis dan membaca di kelas 1 dan kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah disebut pula cara menulis dan membaca permulaan.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
32
Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis, siswa harus mulai dari
tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang- lambang bunyi.
Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada
pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan
pengembangan kemampuan siswa selanjutnya. Apabila dasar itu baik, kuat, maka
dapat diharapkan hasil pengembanganpun akan baik pula.
3. Langkah-Langkah Menulis Permulaan
Pelajaran membaca dan menulis di Madrasah sebagai dasar atau landasan
bagi pengembangan berbahasa pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, prosedur pengajaran membaca di Madrasah mutlak diperiukan
guru. Berbagai keterampilan yang dikembangkan guru seperti: prabaca,
pengenalan kata, pemahaman, dan membaca lungsional dilakukan dalam upaya
mengajarkan siswa membaca dengan benar. Untuk kegiatan prabaca (siswa yang
belum dapat membaca), langkah-langkah yang dilakukan adalah; (a) sambil
menulis kalimat atau suku kata, buat gerakan dari kiri ke kanan dengan gerakan
telunjuk secara bertanjut; (b) buat duplikat kata-kata atau kalimat, siswa
menjodohkannya; (c) siswa mencari kata-kata yang sesuai dengan isi yang ada
dalam wacana; (d) siswa menandai huruf-huruf tertentu yang sesuai dengan yang
ada dalam namanya; (e) suruh siswa mendengarkan bunyi tertentu ketika guru
membaca; (f) suruh siswa mencari kata-kata yang mempunyai persamaan,
Misalnya kata "satu", "baru". Guru bertanya mengapa sama dan mengapa beda,
Adrienne (1998: 36-37).
Untuk menarik minat siswa membaca, pada umumnya siswa SD/MI
menyenangi cerita. Guru dapat membacakan cerita yang menarik minat siswa, hai
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
33
ini sangat bermanfaat sekali untuk membantu siswa menyadari makna cerita,
Buku-buku banyak memuat hal-hal yang menarik dan mempesona. Sehubungan
dengan itu, Adrienne (1998: 37), mengungkapkan hal sebagai berikut: "Anak siap
membaca karena ia menginginkannya. la telah menemukan bahwa mendengarkan
cerita-ceria baru amatlah menyenangkan, dan mengulang-ngulang cerita favorit
merupakan hiburan. la tahu cerita tetap ada dalam bacaan dan gambar-gambar
yang dilihatnya kembali. la mulai menyadari bahwa ia dapat mengambil arti dari
tulisan yang ada di buku maupun di sekitamya".
5. Menulis Kalimat dalam Menulis Permulaan
Pada tahap pengenalan kata-kata, guru membantu siswa memperhatikan
huruf-huruf yang digunakan dalam penulisan kata-kata tersebut sampai cara
pengucapannya. Di bawah ini berbagai kegiatan yang dapat membantu
siswa mengambangkan keterampilan mengenal kata, yaitu: (a) membuat kartu-
kartu kata dari potongan kertas tebal, siswa menuliskan setiap kata dari wacana;
(b) untuk mempelajari kosakata, siswa mengucapkan kata tersebut, bukan huruf-
huruf yang mebentuk kata itu; (c) siswa meletakkan / menyusun kartu-kartu kata
sesuai dengan susunan dalam wacana; (d) siswa mencari kata-kata yang ada
daiam kartu yang dimuiai dengan bunyi tertentu. Misalnya, kata yang dimulai
dengan bunyi m. Buatlah daftar kata-kata tersebut dan bacalah bersama-sama
dengan memberikan tekanan pada bunyi /m/. Siswa membacakan sendiri kata
tersebut, seianjutnya menugaskan siswa mencari /m/ yang ada di tengah kata dan
/m/ pada akhir kata; (e) melingkari kata-kata yang sudah siswa kenal; (f)
membimbing siswa mengenal kata berimbuhan, misalnya: awalan me, ber; dan
akhiran kan, i, dsb.; (g) membimbing siswa menemukan vokal atau konsonan;
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
34
(h) membimbing siswa menunjukkan tempat-tempat meletakkan tanda baca.
(Tarigan, 1983).
Dalam Implementasi Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Berbahasa
yang penting dikuasai guru adalah: merangsang pikiran siswa, mendengarkan dan
mengarahkan interaksi siswa, menuliskan hal-hal yang didiktekan siswa,
menyuruh siswa membaca wacana sesuai tema sambil mengadakan diagnose, dan
menggunakan wacana untuk mengajarkan keterampilan membaca dan
memperkaya kosakata. Pendekatan ini sangat sesuai dengan tingkat kematangan
dan minat siswa, sebab langsung melakukan pengalaman sendiri.
Keterampilan berbahasa yang lainnya adalah menulis. Mengajarkan menulis
pada siswa sekolah dasar merupakan bagian yang yang penting dalam pengajaran
berbahasa di sekolah dasar. Sebelum siswa mampu menulis, dimulai dengan
mendengarkan cerita ataupun kegiatan membaca. Sebab siswa kelas I dan II
belum memiliki kemampuan menuangkan ide atau gagasan yang ada dalam
pikirannya secara otomatis. Menulis permulaan lebih diutamakan kepada
pengenalan huruf melalui kata-kata dan kalimat fungsional.
Untuk melatih keterampilan menulis, siswa dibimbing dengan membiasakan
menulis huruf secara tegak berangkai. Huruf tulis harus dilukiskan dengan huruf
tulis yang tegak (berdiri 90 derajat) dan huruf-huruf pada setiap kata ditulis secara
berangkai (tidak terputus). Gambar-gambar atau ilusrasi lainnya dapat membantu
siswa memudahkan siswa dalam menulis selain itu, membaca berulang-ulang dari
suatu wacana sangat efektif dalam memperlancar siswa menulis. Siswa
termotivasi untuk menuliskan kembali kalimat demi kalimat dari teks tersebut.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
35
Selanjutnya siswa menceritakan ulang isi bacaan secara tertulis. Guru
membimbing siswa menuliskan kata-kata pokok dalam setiap kalimat.
Untuk membantu minat dan motivasi siswa dalam menulis, guru dituntut
menciptakan suatu kondisi yaitu dengan cara menyediakan bahan bacaan dan
memberikan kesempatan menulis kepada siswa. Dengan keterampilan membaca
siswa terampil menulis. Dari bacaannyalah siswa melahirkan aspirasi berupa ide
atau gagasan baru yang dapat dituangkan ke dalam tulisan.
Dengan demikian, untuk mengembangkan minat membaca dan menulis
perlu diperhatikan beberapa pedoman antara lain sebagai berikut.
1. Guru harus mengembangkan fungsi psikologis anak, sehingga ia menyadari bahwa: a. ia harus padai mendengarkan dengan baik dan harus mengerti benar
apa yang dikatakan orang lain kepadanya; b. ia harus pandai berbicara dengan baik, membuat kaiimat-kalimat
dengan baik, meskipun masih sederhana; c. ia harus sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan betul; d. ia harus mengerti bahwa tanda huruf tertentu dapat melukiskan kata-
kata atau isi hatinya; dan e. ia harus menyadari, bahwa apa yang ditulisnya mengandung arti bagi
dirinya dan juga bagi orang lain; 2. Guru harus mengembangkan fungsi fisik anak, sehingga ia pandai
memegang alat tulis dengan baik serta dapat menggerakkan tangannya untuk menulis;
3. Guru harus mampu menyadarkan para siswa, bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik, seorang pengarang yang terkenal memerlukan ketekunan menulis secara terus menerus. Untuk menjadi seorang pengarang, ia harus lebih tabah dari pekerja lain;
4. Siswa harus mengerti, tidak ada sebuah lembaga pendidikan yang khusus mencetak seorang pangarang. Pengarang muncul dari orang yang rajin menulis dan menulis sehari-hari;
5. Untuk mengembangkan minat dan keterampilan menulis dipertukan: a. rajin membaca, terutama buku-buku sastra dengan penulis disiplin; b. berlatih terus menerus, mengakap, berpikir dan menulis; c. rajin mengisi buku harian dengan penuh disiplin; d. merantau jauh untuk mefihat objek yang lebih luas untuk dijadikan
sebagai bahan tulisan; e. berlaku jujur dalam menulis cerita yang benar;
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
36
f. membiasakan diri setiap hari menulis, sehingga tumbuh minat dan merasa kekurangan dalam hidup kalau belum menulis (Ahk. Hadimadja; 1971:16-23)
Menurut Baderi (1985:66), bahan-bahan yang akan diajarkan untuk
keperluan Membaca Menulis Permulaan (MMP), baik tanpa buku maupun dengan
buku adalah bahan yang telah dikuasai anak. Bahan itu berupa perbendaharaan
kata yang telah dikenal dan dikuasai anak lewat lingkungannya. Kata-kata yang
telah dikenal anak, dikembangkan menjadi kalimat-kalimat sedemana dan
semakin lama semakin kompleks. Guru dapat merangsang siswa untuk berpikir
tentang pengalamannya masing-masing, misalnya " dari cerita tersebut, dapatkah
kamu menceritakan kembali Menulis permulaan untuk siswa kelas awal, masih
menggunakan huruf kecil. Proses belajar menulis di MI dilakukan melalui proses:
(1) mendengarkan, (2) bercakap-cakap, (3) membaca, (4) menulis kerangka, (5)
memajangkan (P2SD, 1996:31). Siswa kelas I atau II pada dasamya belum
memiliki kemampuan untuk menuangkan ide, gagasan yang ada dalam piktran
secara otomatis, melainkan harus dibantu / dirangsang atau diarahkan melalui
cerita, bercakap-cakap dan membaca. Untuk kegiatan prabaca berbagai langkah
yang dilakukan di antaranya " guru menyuruh siswa untuk melingkari huruf-huruf
tertentu, misalnya huruf-huruf yang sama dengan yang ada dalam namanya.
Siswa mendengarkan cerita guru, siswa harus bertepuk tangan waktu
mendengarkan bunyi yang ditentukan itu" dsb. Melatih siswa untuk trampil
membaca dan menulis, benda-benda visual dapat digunakan seperti: gambar,
boneka, bunga, foto, buku gambar dsb, yang betul-betul dikenal siswa. Misalnya:
"sebutkan nama-nama temanmu dari foto yang kamu bawa!"
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
37
C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal
Anak yang berada di kelas awal adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa
yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini
seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang
secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD/MI
biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan
kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap
bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang
pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang
berada pada usia kelas awal MI antara lain mereka telah dapat menunjukkan
keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman
sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6 - 8 tahun antara lain anak telah dapat
mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah
mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah.
Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal MI ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat
terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara,
memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan
waktu.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
38
Syaiful sagala dalam (Piaget, 2011:24) menyatakan bahwa setiap anak
memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan
akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk
menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan
cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui
interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar
anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya.
Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar
terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia SD/Madrasah Ibtidaiyah berada pada tahapan operasi konkret.
Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai
berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek
situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak,
(2) Mulai berpikir secara operasional, (3) mempergunakan cara berpikir
operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) memahami konsep substansi,
volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Departemen Pendidikan, 2006:5)
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
39
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan
belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: (Syaiful Sagala, 2011:25)
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan
titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih
bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih
bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia Madrasah Ibtidaiyah anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep
dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif
yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia Madrasah Ibtidaiyah, cara anak belajar berkembang
secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis,
keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
Dalam kaitannya dengan pembelejaran bahasa dan sastra Indonesia,perlu
dikaji karakteristik dan perkembangan kejiwaan anak yang meliputi aspek
kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
40
D. Pendekatan Tematik dalam Implementasi Kurikulum
1. Pengertian
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan
pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983:1040). Dengan
tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama;
c) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; e) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
g) suru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. (LPMP, 2006: 8)
2. Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme.
Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
41
pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak
dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu
yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi
keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya, (LPMP,
2006:5)
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan
dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran
tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut
disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
42
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik
Darwis Sasmedi dalam (LPMP, 2006:6) mengemukakan bahwa pendekatan
tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
Ciri khas pembelajaran tematik: (a) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (b) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (c) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (d) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (e) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Sesuai dengan karakteristik-karakteristik tersebut, yang dimaksud dengan
pendekatan tematik adalah pembelajaran dengan menggunakan tema yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, berangkat dari kebutuhan,
pembelajaran lebih bermakna atau meaning full, dan mengembangkan
ketrampilan berpikir dan sosial. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran
untuk pengembangan kemampuan-kemampuan siswa dalam membaca dan
menulis berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, dan minat melalui
pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam diskripsi ini dijelaskan lebih jauh tentang
definisi operasional kemampuan atau kompetensi membaca dan menulis sebagai
kerangka teoritis terhadap kemampuan membaca dan menulis.
4. Prosedur Pembelajaran Tematik
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
43
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal
yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi
dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran.
a) Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan
yang dilakukan adalah:
b) Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam
indikator
Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
dari setiap mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik;
(2) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran;
(3) dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat
diamati.
c) Menentukan tema
cara penentuan tema
Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni:
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
44
Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan
menentukan tema yang sesuai.
Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,
untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta
didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
d) Prinsip Penentuan Tema
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:
(1) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa: (2) Dari yang termudah menuju yang sulit (3) Dari yang sederhana menuju yang kompleks (4) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak. (5) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir
pada diri siswa (6) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan
siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya, (LPMP, 2006:10)
e) Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan
Indikator
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga
semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
f) Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan
indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan
terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata
pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi
waktu setiap tema.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
45
g) Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar,
alat/sumber, dan penilaian.
h) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi
dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus
pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:
(1) identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan,
kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang
dialokasikan);
(2) kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan;
(3) materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam
rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator;
(4) strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang
harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran
dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator,
kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup);
(5) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian
kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
46
pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai, (LPMP, 2006:11)
Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan
untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian
(Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional 2006)
i) Evaluasi
(a) Pengertian Evaluasi
Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan,
dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program
kegiatan belajar (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006
(b) Tujuan Evaluasi
Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah:
(1) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan
(2) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang
terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran
(3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa sebagai acuan dalam
menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
47
pemantapan). (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pendidikan Nasional 2006)
(c) Prinsip Evaluasi
1) Penilaian di kelas I dan II mengikuti aturan penilaian mata-mata
pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat bahwa siswa kelas I SD
belum semuanya lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di
kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.
2) Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan
kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan II.
Oleh karena itu, penguasaan terhadap ke tiga kemampuan tersebut
adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.
3) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-
masing Kompetensi Dasar dan Hasil Belajar dari mata-mata pelajaran.
4) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar
mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita pada
kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi pada
kegiatan akhir.
5) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru
dalam mengambil keputusan siswa misalnya: penggunaan tanda baca,
ejaan kata, maupun angka. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)
(d) Alat Evaluasi
Alat penilaian dapat berupa tes dan non tes. Tes mencakup: tertulis,
lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan porto
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
48
folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih
banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan portofolio.
Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat pada sebuiah
buku bantu. Sedangkan tes tertulis digunakan untuk menilai
kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang
penggunaan tanda baca, Jean, kata atau angka (Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional 2006: 15)
Berikut adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru: A. Ilmu Pengetahuan Sosial : Tes Lisan
• Menyebutkan peristiwa/kegiatan yang dialami
• Mengemukakan peristiwa/kegiatan yang berkesan
• Mengekspresikan perasaan waktu memberi kesan.
B. Bahasa Indonesia : Perbuatan
• Kelancaran membaca • Melafalkan kata • Melagukan/intonasi • Cara bertanya jawab Tugas
• Melengkapi kalimat
(e) Aspek Evaluasi
Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji
ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata
pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian
penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
49
sudah terpisah-pisah sesuai dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar
dan Indikator mata pelajaran.
Nilai akhir pada laporan (raport) dikembalikan pada kompetensi mata
pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan dua Sekolah Dasar, yaitu: Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan
dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, dan Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan kesehatan. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)
j) Penilaian Hasil Pembelajaran Melalui Pendekatan Tematik
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang
dapat dibedakan yaitu tujuan pembelajaran, pengalaman (proses) belajar
mengajar, dan basil belajar. Ketiga unsur tersebut dapat diketahui melalui proses
penilaian. Selain itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan
diperlukan suatu alat atau kegiatan yang disebut penilaian. Menurut Sudjana
(2002:3) "Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada
objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu".
Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan suatu proses mencapai
sejumlah tujuan yang telah ditetapkan. Pernyataan itu sependapat dengan
Tuckman dalam Nurgiyantoro (2001:5) yang mengemukakan, "Penilaian sebagai
suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditentukan". Begitu pula menurut Cronbach dalam Nurgiyantoro "Penilaian adalah
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
50
proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar
pembuatan keputusan tentang program pendidikan"(2001:7).
Penilaian sebagai suatu proses memerlukan langkah-langkah. Langkah-
langkah penilaian menurut Buchori dan Nurkancana dalam Nurgiyantoro berikut
ini.
Langkah pertama adalah perencanaan yang berisi kegiatan-kegiatan perumusan tujuan penilaian, penetapan aspek yang dinilai, penentuan metode penilaian, penyusunan alat penilaian, dan penentuan kriteria penilaian. Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pelaksanaan penilaian, pemeriksaan hasil penilaian, dan pemberian skor. Langkah ketiga adalah pengolahan data hasil penilaian melalui teknik statistik atau nonstatistik, Langkah keempat adalah penafsiran terhadap hasil kegiatan pengolahan data dengan mendasarkan diri pada norma tertentu. Langkah terakhir adalah penggunaan hasil penilaian. (2001:9). Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pemberian skor berdasarkan
kriteria penilaian yang telah ditentukan pada instrumen penilaian. Pada saat
pengolahan data melalui teknik nonstatistik ditentukan kategori penilaian
berdasarkan acuan patokan penilaian. Acuan patokan penilaian dari persentase
nilai atau skor dengan kategori menurut Nurgiyantoro (2001:400) tampak pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Perhitungan Persentase Skala Sepuluh
Interval persentase tingkat penguasaan
Nilai ubahan skala sepuluh
Keterangan/Kategori
96 % - 100 % 10 Sempurna/Tinggi sekali 86 % - 95 % 9 Baik sekali/Tinggi sekali 76 % - 85 % 8 Baik / Tinggi 66 % - 75 % 7 Cukup 56 % - 65 % 6 Sedang 46 % - 55 % 5 Hampir sedang 36 % - 45 % 4 Kurang/Rendah 26 % - 35 % 3 Kurang sekali/Rendah sekali 16 % - 25 % 2 Buruk 0 % - 15% 1 Buruk Sekali
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011
51
E. Kerangka Penelitian
Paradigma penelitian merupakan aturan atau acuan dalam proses
pelaksanaan penelitian. Alternatif pemilihan paradigma penelitian disesuaikan
dengan topik pennasalahan penelitian dan metode penelitian.
Alur paradigma penelitian ini dapat digambarkan berikut ini.
Diagram 2.2. Alur Paradigma Penelitian
Fenomena
oPemahaman kata masih rendah
oKualitas keterampilan berbahasa masih kurang
Solusi
Penerapan pendekatan dalam pembelajara
Penerapan pendekatan tematik OMenggali/mencari
informasi o Mendiskusikannya o Meneliti kebenaran
oMenyajikan informasi
(semua itu didasari de-
ngan kerja yang rapi, pe-
nuh kehati-hatian, raha-
sia, dan tanggung jawab.
Penerapan pendekatan
tematik (kelompok
Eksperimen)
Analisis
pendekatan
tematik
Analisis hasil
membaca menulis
permulaan dalam
mapel IPS
Siswa Adanya peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan Guru Ahernatif pemilihan pendekatan pembelajaran.
Pembelajaran Membaca – Menulis..., Suratmo, Program Pascasarjana UMP, 2011