bab ii kajian pustaka a. pembelajaran bahasa indonesia di sdeprints.umm.ac.id/39267/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa merupakan produk budaya yang berharga dari genarasi ke genarasi
berikutnya. Bahasa adalah hasil budaya yang hidup dan berkembang dan harus
dipelajari. Seorang anak manusia yang tidak pernah diajar berbicara, maka tidak
akan pernah memiliki kemampuan berbicara.Contoh kongkret, sejak bayi seorang
anak yang hidup di lingkungan srigala, maka anak tersebut tidak pernah
mempunyai kemampuan berbicara dan bahkan tidak mampu berfikir sebagaimana
layaknya anak manusia Pirozzi (dalam Zulela, 2012:3). Dengan bahasa manusia
dapat memberi nama segala sesuatu yang pernah dialami, diamati, baik yang
tampak maupun tidak tampak. Nama-nama tersebut tersimpan dalam memori dan
menjadi pengalaman, kemudian diolah dan difikirkan kemudian menjadi
pengertian. Selanjutnya Chaucard (dalam Zulela, 2012:3), menyatakan “Apabila
seorang anak tidak mengadakan kontak dengan manusia lain, maka pada dasarnya
dia bukan manusia, bentuknya manusia namun, tidak bermartabat manusia”.
Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa
bukan hanya alat komunikasi antar manusia, tetapi sebagai alat pengembangan
intelektual untuk mencapai kesejahteraan manusia. Bahasa memiliki peran sentral
dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran
bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan.
10
1. Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia
Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan disemua jenjang pendidikan
formal. Dengan demikian, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran bahasa
Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat komunikasi, berinteraksi sosial,
media pengembangan ilmu, dan alat pemersatu bangsa (Depdiknas, 2003:5).
Pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum tahun 2006
atau KTSP yang sekarang sebagian sekolah sudah diganti dengan kurikulum 2013
bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran
(Pebriani dkk, 2014:2). Mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum
dikembangkan menjadi keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis (Depdiknas, 2003:7).
Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut, di Sekolah Dasar
memiliki standar kompetensi. Masing-masing standar kompetensi dari keempat
dasar tersebut sebagai berikut :
a) Mendengarkan
Mampu berdaya tahan dalam berkonsentrasi, mendengarkan sampai dengan
tiga puluh menit, dan mampu menyerap gagasan pokok dari berita, petunjuk,
pengumuman, perintah, bunyi atau suara, bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan,
penjelasan, laporan, ceramah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog, serta
percakapan yang didengar dengan memberikan respons secara tepat, serta
mengaprisiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil
sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi
anak, syair lagu, pantun, dan menonton drama anak.
11
b) Berbicara
Mampu mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,
dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,
keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, pengalaman, gambar tunggal,
gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesulitan atau ktidaksukaan,
kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk dan laporan, serta mengapresiasi
dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa
dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu,
pantun, dan menonton drama anak.
c) Membaca
Mampu membaca lancar beragam teks, dan mampu menjelaskan isinya,
membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan,
denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedi, serta
mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra
berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak,
syair lagu, pantun, dan menonton drama anak.
d) Menulis
Mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan yang
rapi dan jelas, mneulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, berbagai teks,
surat pribadi dan surat resmi, serta memerhatikan tujuan dan ragam pembaca
serta menggunakan ejaan dan tanda baca, kosakata yang tepat dengan
menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, mneulis berbagai
formulir, pnegumuman, tata tertib, berbagai laporan, buku harian, poster, iklan,
12
teks pidato dan sambutan, ringkasan dan rangkuman, prosa, serta puisi
sederhana (Depdiknas, 2003:10-11).
Tujuan pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap
hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri.
b) Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa
siswa dengan menyediakan beragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
c) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.
d) Orang tua dan masyarakat terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program
sekolah.
e) Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia.
f) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan
kekhasan daerah (Depdiknas, 2003:12).
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan
maupun tulisan. Di samping itu, dengan pembelajaran bahasa Indonseia juga
diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap hasil karya sastra
Indonesia. Standar kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia di SD merupakan
13
kualifikasi minimal peserta didik, yang menggambarkan penguasaan keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Atas dasar standar kompetensi tersebut, maka menurut (Zulela, 2012:4)
tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah agar peserta didik dapat:
a) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulisan.
b) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara.
c) Memahami Bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan tepat dan efektif
dalam berbagai tujuan.
d) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.
e) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
f) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
B. Keterampilan Berbahasa (Berbicara)
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan
maupun tulisan. Keterampilan berbahasa dibedakan empat macam yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa
tersebut saling berkaitan satu sama lain.
14
1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara atau berbahasa lisan merupakan keterampilan yang
dimiliki oleh setiap individu untuk berpartisipasi dengan lingkungannya. Hakikat
berbicara telah banyak diuraikan oleh para ahli bahasa. (Iskandarwassid dan
Sunendar, 2013: 241) menjelaskan bahwa “keterampilan berbicara pada
hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi
untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang
lain”. Sedangkan berbicara dapat diartikan yaitu suatu kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan
atau perasaan secara lisan (Ningsih, 2014: 245). Berbicara sering dianggap salah
satu komponen dasar yang paling penting dalam berkomunikasi. Hal ini
dikarenakan melalui berbicara setiap manusia dapat berkomunikasi secara normal
dengan manusia lain.
Dari berbagai pengertian keterampilan berbicara di atas dapat disimpulkan
bahwa keterampilan berbicara yaitu suatu kecakapan untuk mengungkapkan apa
yang dipikirkan, rasakan, alami, inginkan secara lisan.
2. Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi. Komunikasi merupakan
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami. Berbicara mempunyai tiga maksud umum
yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan
menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak, dan
meyakinkan (to persude) (Ningsih, 2014: 245). Adapun pendapat lain mengenai
tujuan berbicara yaitu untuk: (1) memberitahukan sesuatu kepada pendengar, (2)
15
meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, (3) menghibur pendengar (Lamajau,
2014: 202).
Dari beberapa pendapat mengenai tujuan berbicara dapat disimpulkan
yaitu tujuan berbiara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan
berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi
kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima informasi,
untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima
informasi.
3. Penilaian Keterampilan Berbicara
Menurut Mulyati (dalam Asmara, 2015: 16) keefektifan berbicara
ditunjang oleh dua faktor, yaitu faktor linguistik dan faktor ekstralinguistik,
sehingga aspek yang dinilai meliputi penguasaan topik, kelancaran, kejelasan
suara, serta pilihan kata (diksi). Aspek pilihan kata (diksi) ditekankan pada pilihan
kata buku atau tidak baku. Aspek kelancaran penilaiannya meliputi bagaimana
siswa berbicara apakah lancar atau masih tersendat-sendat. Untuk aspek
penguasaan topik ini menilai kemampuan siswa berbicara dalam topik atau materi
yang sedang dibahas pada proses pembelajaran. Apakah pembicaraan siswa
sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai topik atau materi yang dibahas. Sedangkan
pada aspek kejelasan suara, siswa dinilai dari kejelasan suara yang diucapkan,
apakah suara siswa sudah jelas dan terdengar oleh seluruh teman di kelas atau
hanya terdengar oleh teman sekelompok, atau bahkan hanya terdengar oleh teman
di sebelahnya. Penelitian ini dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
Sesuai dengan tingkat penguasaan kemampuan berbahasa yang telah
dimiliki oleh siswa, bentuk tes berbicara dapat dilakukan secara terkendali atau
16
secara bebas. Tes berbicara yang bersifat terkendali yaitu dengan isi dan jenis
wacana yang ditentukan atau dibatasi. Sedangkan tes berbicara yang bersifat
bebas tergantung pada keinginan dan kreativitas siswa. Bentuk-bentuk asesment
berbicara menurut (Ibrahim dan Wahyuni, 2012: 32) yang dapat digunakan antara
lain: berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali,
pidato/berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi.
C. Teknik Story telling
1. Pengertian Teknik Story telling
Teknik mendongeng atau dalam bahasa Inggris story telling merupakan
cara interaktif antar dua orang atau lebih dengan menyampaikan pesan-pesan,
yaitu pesan pendidikan, keteladanan, dan kepahlawanan (Nurhayani, 2010:57).
Story telling merupakan berkomunikasi dan merekam peristiwa-peristiwa
kehidupan mereka secara bretutur turun-temurun jauh sebelum munculnya
peninggalan tertulis ataupun buku (Pebriani dkk, 2014:3). Adapun pendapat lain
tentang story telling yang medefinisikan story telling merupakan sebagai
penggambaran tentang sesuatu secara verbal yang merupakan stimulus yang dapat
membangkitkan anak terlibat secara mental(Pebriani dkk, 2014:4). Ada beberapa
alasan mengapa story telling dianggap efektif dalam memberikan pendidikan
kepada anak. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan dari pada nasehat,
sehinggapada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori si anak.
Kedua, melalui story telling anak diajarkan mengambil hikmah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik story
telling adalah suatu cara interaktif antara dua orang atau lebih dengan tujuan
membagikan pengalaman, pengetahuan dan pesan-pesan lainnya kepada orang
17
lain serta menuntut adanya keterlibatan mental. Agar dapat bercerita, paling tidak
ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana
cara bercerita, bagaiaman memilih bahasa) dan unsur “apa: yang diceritakan.
Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan
berbicara siswa.
2. Manfaat Teknik Story telling
Banyak orang yang meremehkan teknik yang sederhana ini. Pada
umumnya mereka menganggap teknik story telling itu tidak ada gunanya,
membosankan dan membuang-buang waktu. Namun sebenarnya banyak manfaat
yang terkandung dalam teknik story telling ini. Manfaat story telling menurut
(Nurhayani, 2010:55) adalah mengembangkan fantasi dan kreativitas, mengasah
kecerdasan, menumbuhkan minat, membangun kedekatan dan keharmonisan, dan
media pembelajaran imajinatif. Sedangkan manfaat dari dongeng itu sendiri
adalah untuk mengasah daya pikir imajinasi dan menanamkan berbagai nilai dan
etika.
Adapun pendapat lain mengenai manfaat story telling yang dikemukakan
oleh (Pebriani dkk, 2014:3 ) yaitu:
a) Dapat merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara
wajar,
b) Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif,
c) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa,
d) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk
dan tidak perlu dicontoh,
18
e) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap
terpuji pada anak-anak.
Sedangkan menurut (Nurhayani, 2010:56) story telling dapat bermanfaat
sebagai:
a) Kontak batin antara pendongeng dengan penyimak,
b) Media penyampai pesan moral dan nilai agama,
c) Pendidikan imajinasi/fantasi,
d) Pendidikan emosi,
e) Membantu proses identifikasi diri dan perbuatan,
f) Memperkaya pengalaman batin,
g) Hiburan dan penarik perhatian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari
mendongeng atau story telling sangatlah banyak. Baik dari segi kebahasaan
maupun segi kecerdasan dan hiburan. Setelah mengetahui manfaat dari teknik
story telling, tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan dalam kegiatan
pembelajaran akan sangat dinantikan. Akan tetapi perlu diingat bahwa
mendongeng dengan ceramah adalah berbeda. Dalam penelitian ini peneliti ingin
memasangkan teknik story telling dengan model pembelajaran time token agar
story telling atau mendongeng bukan lagi hal yang membosankan akan tetapi hal
yang dapat memancing keaktifan siswa.
Dari manfaat yang sudah dijabarkan maka, dapat diketahui bahwa
keistimewaan teknik story telling dari teknik-teknik lainnya yaitu teknik story
telling mampu menciptan kontak batin antara pendongeng dan penyimak,
mengembangkan daya penalaran sikap kritis dan kreatif, dan yang lebih teknik
19
story telling ini merupakan pendidikan imajinasi/fantasi siswa. Teknik story
telling juga sudah terbukti mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Langkah-langkah teknik story telling yang diterapkan dalam
pembelajaran yaitu:
1) Guru menetapkan tema dari cerita yang akan disampaikan.
2) Guru menetapkan waktu dari masing-masing siswa untuk kesempatan
bercerita.
3) Siswa bercerita secara bergantian, semua siswa memiliki kesempatan untuk
bercerita.
4) Guru memberikan nilai yang berdasarkan penguasaan topik atau tema,
kelancaran, kejelasan suara, serta pemilihan kata.
D. Model Pembelajaran Time token
1. Pengertian Model Pembelajaran Time token
Model pembelajaran Time token merupakan suatu model pembelajaran
yang menggunakan kupon berbicara sebagai alat untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa dimana setiap kupon mempunyai waktu berbicara
selama 30 detik (Silalahi, 2015:166). Model pembelajaran ini melibatkan semua
siswa dalam pelaksanaannya, sehingga pikiran dan perhatian siswa akan tetap
tertuju pada kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Time token adalah
salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Pengaplikasian model pembelajaran Time
token ini dengan cara berkelompok, yang dalam pembelajaran ini mengajarkan
keterampilan sosial untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau
menghindari siswa diam sama sekali dalam berdiskusi. Guru memastikan semua
anggota kelompok telah menguasai materi pembelajaran yang diberikan.
20
Kemudian siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus
mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya (Silalahi, 2015:164). Model
pembelajaran Time token adalah pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengajarkan keterampilan sosial, selain itu juga untuk menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
2. Langkah–Langkah Model Pembelajaran Time token
Langkah–langkah model pembelajaran Time token yang diterapkan dalam
meliputi:
1) guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi;
2) guru memberi tugas kepada siswa;
3) guru memberi sejumlah kupon bicara dengan waktu ±30 detik perkupon pada
setiap siswa;
4) guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara
atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat
tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainya. siswa yang telah habis
kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus
bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak
menyampaikan pendapatnya;
5) guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa (Silalahi,
2015:165).
3. Keunggulan Model Pembelajaran Time token
Kelebihan model pembelajaran Time token menurut (Silalahi, 2015:165):
a) mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi;
21
b) menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang tidak sama
sekali;
c) membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran;
d) meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara);
e) melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya;
f) melatih siswa untuk terbiasa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberi
masukan, dan memiliki keterbukaan terhadap kritik;
g) mengajak siswa untuk mencari solusi permasalahan secara bersama-sama;
h) tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
E. Sintaks Pembelajaran dengan Teknik Story telling Melalui Model
Pembelajaran Time token
Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran dengan Teknik Story telling Melalui Model
Pembelajaran Time token
Langkah-langkah Pembelajaran
Story telling
Time token
Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan
pembelajaran
√
Siswa diajak berdiri berbaris berbentuk U
Siswa diajak bermain game untuk melihat tingkat
konsentrasi anak sebelum melakukan pembelajaran
Guru menjelaskan mengenai pembelajaran yang akan
dilakukan
Guru memberikan tema mengenai cerita yang akan
disampaikan oleh tiap siswa
√
Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai
tema cerita yang sudah diberikan
√
Tiap siswa diberi sejumlah kupon bercerita dengan
waktu ± 30 detik perkupon pada tiap siswa, disesuaikan
dengan alokasi waktu pembelajaran dan jumlah siswa
√
Siswa bercerita berdasarkan pengalaman atau
mendeskripsikan kata kunci yang siswa dapat pada
kupon yang dimilikinya, siswa lain mendengarkan cerita
yang disampaikan temannya
√ √
Setiap kali siswa selesai bercerita maka siswa tersebut
menyerahkan 1 kupon yang dimilikinya
√
Sceara acak siswa menceritakan ulang di depan kelas
apa saja informasi yang siswa dapat selama mengikuti
proses pembelajaran
√ √
Siswa diajak tanya jawab mengenai pembelajaran yang
sudah dilakukan √ √
22
Ket: Pada tiap kupon terdapat kata kunci dari cerita dan angka sebagai urutan
untuk bercerita.
Penggunaan teknik story telling dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Penggunaan kupon berbicara sehingga siswa dapat lebih aktif
selama proses pembelajaran berlangsung, maka pembelajaran akan lebih
bermakna dan diharapkan siswa mampu mencapai nilai di atas KKM.
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh
Wesly Silalahi pada tahun 2015, yang berjudul: “Penggunaan Model
Pembelajaran Time token dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 028229 Payaroba Kota
Binjai”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: Dari hasil penelitian pada
siklus I diketahui keterampilan berbicara siswa masih rendah dengan ketuntasan
klasikalnya 16,67% dari keseluruhan jumlah siswa. Pada siklus I pertemuan
kedua, mengalami peningkatan menjadi 36,12%. Meskipun telah terjadi
peningkatan keterampilan berbicara pada siswa, namun hasil yang didapatkan
masih belum sesuai dengan nilai ketuntasan keterampilan berbicara yaitu 70.
Untuk itu, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II. Pada siklus II pertemuan
pertama, didapati bahwa keterampilan berbicara siswa meningkat dengan
persentase ketuntasan mencapai 61,11%. Pada siklus II pertemuan kedua
peningkatan ketuntasan keterampilan berbicara siswa mencapai 91,67%.
Persamaan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Wesly Silalahi
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan
model pembelajaran Time token untuk melakukan tindakan. Sedangkan
perbedaannya yaitu penelitian terdahulu hanya menggunakan model pembelajaran
23
Time token sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan teknik
Story telling yang dipasangkan dengan model pembelajaran Time token.
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh
Siti Hamidah pada tahun 2013, yang berjudul: “Penerapan Metode Story telling
untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia di Kelas V SDN Bukanagara). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa: Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan dampak
yang cukup baik bagi siswa. Dengan metode ini dapat melibatkan siswa secara
aktif, keaktifan siswa yang muncul berupa respon, antusias dan perhatian. Adapun
kemampuan menyimak dan berbicara mengalami peningkatan. Terjadi
peningkatan hasil belajar yang cukup optimal.
Persamaan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Siti Hamidah
dengan penelitian yang akan dilakukan peniliti adalah sama-sama menggunakan
teknik Story telling untuk meningkatkan keterampilan berbicara.Sedangkan
perbedaannya adalah penelitian terdahulu hanya terfokus untuk meningkatkan
kemampuan menyimak dan berbicara pada siswa kelas V, penilitian yang akan
peneliti lakukan terfokus untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas
III dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Perbedaan yang lainnya yaitu
penelitian terdahulu hanya menggunakan teknik Story telling sedangkan penelitian
yang akan peneliti lakukan menggunakan teknik Story telling yang dipasangkan
dengan model pembelajaran Time token.
24
G. Kerangka Berpikir
Masalah
siswa memiliki hambatan
dalam menyampaikan
kembali isi cerita, siswa sulit
untuk mendeskripsikan suatu
benda, dan siswa masih sulit
untuk mengemukakan
pendapatnya.
Penyebab
Terjadi karena beberapa
faktor yaitu:
1. Faktor dari guru
2. Faktor dari siswa
3. Model/metode yang
digunakan kurang variatif
4. Kurangnya pemanfaatan
media.
Solusi
Penerapan teknik Story
telling melalui model Time
token.
Metode Penelitian
a. Jenis penelitian: PTK
b. Lokasi penelitian: SDN
Sumbersekar 1 Malang.
c. Subyek penelitian: Siswa
kelas III SDN
Sumbersekar 1 Malang.
Peningkatan keterampilan berbicara dengan penerapan teknik Story telling
melalui model pembelajaran Time token
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir