bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian. Manajemen yang sebelumnya dikenal sebagai
manajemen personalia, dan perubahan nama ini menggambarkan perluasan peran
manajemen personalia dan peningkatan kesadaran bahwa SDM merupakan kunci
bagi susksesnya suatu perusahaan.
2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan MSDM ialah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang
ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara
strategis, etis, dan sosial. Dan yang menjadi tujuan akhir dari MSDM pada
dasarnya adalah: peningkatan efisiensi dan efektivitas, peningkatan produktivitas,
rendahnya tingkat perpindahan pegawai, rendahnya tingkat absesnsi, tingginya
kepuasan kerja karyawan, tingginya kualitas pelayanan, rendahnya complain dari
pelanggan, dan meningkatnya bisnis perusahaan.
3. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang
memfokuskan diri pada SDM. Adapun fungsi-fungsi manajemen SDM, seperti
halnya fungsi manajemen umum yaitu:1) Fungsi Manajerial yang meliputi
17
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, dan pengendalian. 2) Fungsi
Operasional yang meliputi: Pengadaan tenaga kerja, Pengembagan, Kompensasi,
Pengintegrasian, Pemeliharaan, dan Pemutusan hubungan kerja.
2.2 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam proses produksi ada dua komponen yang berinteraksi yaitu anatara
manusia dengan peralatan atau alat-alat produksi. Pada proses produksi ini
serangkali terjadi kecelakaan atau penyakit, baik itu yang ditimbulkan oleh
kondisi karyawan itu sendiri maupun lingkungan kerja, kejadian seperti itu dapat
disebut sebagai kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dari banyaknya kejadian
yang merugikan, banyak para pemimpin perusahaan atau manajer yang
berhubungan dengan proses produksi berusaha untuk menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja. Dalam rangka menghindari hal-
hal tersebut mereka membuat suatu batasan-batasan definisi untuk pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja jelas tercantum dalam GBHN
1993 anatara lain menegaskan:
Perlindungan tenaga kerja meliputi hak berserikat dan berunding bersama keselamatan dan kesehatan kerja, dan menjamin tenaga kerja yang menyangkut jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan dan jaminan terhadap kematian serta syarat-syarat kerja lainnya yang perlu dikembangkan secera terpadu dan bertahan dengan pertimbangan dampak ekonomi, kesiapan sektor terkait, kondisi pemberian kerja dan kemampuan tenaga kerja.... Adanya Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka kerugian
yang timbul akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan seminimal
18
mungkin, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan sekaligus
terwujudnya kesejahteraan pegawai.
Hal yang serupa dikemukakan oleh Sugeng Budiono, Jusuf dan Adriana
Pusparini (2005:7) bahwa:
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan.
Dangur Konradus (2006:118) juga mendefinisikan: Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan/atau bebas dari kecelakaan kerja (zero accident) dan tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,masyarakat dan lingkungan sekitar.
Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis
yang tercakup dalam Konvensi Nasioanl K-3 menyatakan bahwa: ” Suatu konsep
berfikir dan upaya untuk menjamin kelestarian jasmaniah dan rohaniah tenaga
kerja pada khususnya dan setiap manusia pada umumnya dan beserta hasil karya
dan budayanya dalam upaya mencapai masyarakat adil, makmur, dan sejahtera”.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2005:411), menyatakan bahwa
”Keselamatan dan Kesehatan Kerja merujuk pada kondisi-kondisi fisiologis-
fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan”.
Pegertian lain keselamatan dari beberapa ahli dikemukakan sebagai
berikut: ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pengawasan terhadap orang,
19
mesin, materaial, dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak
mengalami cedera”.
Menurut Heidjarahcman dan Suad Husnan (2002:245). ”Program
keselamatan dan kesehatan kerja akan memlihara kondisi fisik dan mental”.
Sementara itu Mondy dan Noe yang dikuti oleh Mutiara S. Panggabean
(2004:113) mengatakan bahwa: ”Keselamatan kerja meliputi perlindungan
karyawan dari kecelakaan di tempat kerja. Sedangkan, kesehatan kerja merujuk
kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental”. Hal yang
sama diungkapkan oleh Sedarmayanti (1996:109), mendefinisikan keselamatan
dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material, metode
yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cedera.
Pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan dan begitu pula sebaliknya
kesehatan dapat mempengaruhi pekerjaan. Pengertian kesehatan kerja juga
tercantum dalam penjelasan Undang-Undang RI No. 14 tahun 1969 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja (pasal 9 dan 10) yaitu:
Kesehatan kerja adalah laporan kesehatan yang ditunjukan kepada
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan
mengatur pemberian pengobatan perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur
persediaan tempat, cara-cara dan syarat-syarat yang memenuhi norma-norma
Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit umum.
Adapun ruang lingkup dari keselamatan ini seperti terncantum pada UU
No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja pada Bab II pasal 2 ayat 1 adalah:
”Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala
20
tempat, baik di darat, di dalam tanah, di permuakaan air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum RI”.
Pengertian program keselamatan dan kesehatan kerja yang dikutip dari
pelaksanaan kegiatan P2K3 Departemen Tenaga Kerja (1992:1) yaitu:
1. Berbagi macam dan betuk sumber bahaya yang bertalian dengan pengadaan mesin, lingkungan, cara kerja, proses produksi dan sifat pekerjaan.
2. Pembinaan dan pelaksanaan norma dan standar K3 3. Inspeksi K3 secara teratur. 4. Penyelidikan dan analisa kecelakaan untuk menentukan sebab
musabab untuk menentukan langkah pengendalian. 5. Pengendalian dan latihan 6. Alat pelindung diri dan alat pengamanan lainnya yang sesuai dengan
sifat pekerja. 7. Prosedur dan tata kerja penyelamatan diri, peralatan dan bahan lainnya
dalam keadaan darurat. 8. Tata laksana dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas 9. Daftar alat K3 10. Laporan pemeriksaaan tata ruang, instalasi mesin. 11. Data pemeriksaaan kesehatan kerja pekerja 12. Data kecelakaan dan penyakit akibat kerja 13. Izin kerja di daerah berbahaya Program K3 tidak akan efektif untuk dilaksanakan jika pimpinan utama
perusahaan tidak menetapkan kebijakan yang konsisten untuk dilaksanakan di
dalam perusahaan. Pedoman dan pegangan K3 yang baik masih membutuhkan
kebijakan manajerial agar terlaksana secara efektif dalam rangka pencegahan
kecelakaan.
Perlunya kerjasama antara manajemen perusahaan dengan para karyawan
untuk bersama-sama melaksanakan program K3, akan lebih efektif. Seperti yang
diungkapkan oleh Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala (2007:134), ”Setiap
program K3 bagi karyawan perlu dikoordinasikan dengan baik. Keberhasilannya
sangat bergantung pada komitmen dari manajmen puncak, untuk itu pembagian
21
tugas dan wewenang antara unit SDM dan manajer tersebut”. Berikut ini adalah
tanggung jawab unit SDM dan manajer dalam pelaksanaan program K3:
Tabel 2.1
Tanggung Jawab Unit SDM dan Manajer
Unit SDM Manajer • Mengkoordinasikan program
keselamatan dan kesehatan kerja • Mengembangkan sistem
pelaporan program • Menyediakan ahli investigasi
kecelakaan • Melatih manajer untuk
mengetahui dan mengatasi situasi karyawan yang mengalami kesulitan
• Memantau keselamatan dan kesehatan kerja karyawan setiap hari
• Melatih karyawan agar sadar tentang keselamatan dan kesehatan kerja
• Investigasi kejadian kecelakaan pada karyawan
• Memantau tempat kerja untuk menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja
• Mengkomunikasikan dengan karyawan untuk mengidentifikasi karyawan yang mengalami kesulitan
• Mengikuti prosedur keselamatan dan kesehatan serta keamanan kerja dan mengajukan usul perubahan jika dibutuhkan
Dalam hal ini Heidjarahman dan Suad Husnan (2002:256), berpendapat
bahwa setiap program keselamatan kerja mempunyai elemen sebagai berikut:
1. Didukung oleh manajemen puncak 2. Menunjuk seseorang direktur perusahaan 3. Pembuatan pabrik dan operasi yang bertindak aman 4. Mendidik karyawan untuk bertindak aman 5. Menganalisa kecelakaan 6. Menyelenggarakan perlombaan keamanan dan keselamatan kerja 7. Menjalankan peraturan untuk keselamatan kerja
Srdangkan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:259-262)
menyatakan bahwa program K3 yang efektif biasanya terdiri dari:
22
1. Tanggung jawab dan komitmen perusahaan 2. Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja 3. Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja 4. Komite keselamatan kerja 5. Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset 6. Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja.
Penjelasan masing-masing prosedur tersebut diuraikan secara ringkas dibawah ini:
1. Tanggung jawab dan komitmen perusahaan
Inti manajemen keselamtan kerja adalah komitmen perusahaan dan usaha-
usaha keselamatan kerja yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya
dikoordinasikan dari tingkat manajemen paling tinggi untuk melibatkan
seluruh anggota perusahaan. Usaha ini juga sebaiknya dicerminkan melalui
tindakan-tindakan manajerial. Fokus pendekatan sistematis terhadap
keselamatan kerja adalah adanya kerjasama yang terus-menerus dari para
pekerja, manajer, dan yang lainnya. Para karyawan yang tidak diingatkan
akan adanya pelanggaran keselamatan kerja, yang tidak didorong untuk
menjadi sadar akan keselamatan kerja, atau yang melanggar peraturan dan
kebijakan perusahaan tentang keselamatan kerja mungkin akan tidak aman
bekerjanya.
2. Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja
Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendefinisikan
pelaku pelanggaran, merupakan komponen penting usaha-usaha
keselamatan kerja. Dukungan yang sering terhadap perlunya perilaku kerja
yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik
23
keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam meningkatkan
keselamatan para pekerja.
3. Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja
Satu cara untuk mendorong keselamatan kerja karyawan adalah dengan
melibatkan seluruh karyawan di setiap kesempatan dalam sesi pelatihan
tentang keselamatan kerja dan dalam pertemuan-pertemuan ini juga
diadakan secara rutin. Sebagai tambahan dalam pelatihan keselamtan kerja,
komunikasi yang terus-menerus dalam membangun kesadaran keselamatan
kerja juga penting. Hanya mengirimkan memo tentang keselamatan kerja
saja tidak cukup. Kontes, insentif, dan poster-poster merupakan cara
meningkatkan kesadaran keselamatan.
4. Komite keselamatan kerja
Para pekerja sering kali dilibatkan dalam perencanaan keselamatan kerja
melalui komite keselamatan kerja, kadangkala terdiri dari para pekerja yang
berasal dari berbagai tingkat jabatan dan departemen. Komite keselamatan
kerja biasanya secara reguler memiliki jadwal meeting, memiliki tanggung
jawab spesesifik untuk mengadakan tinjauan keselamatan kerja dan
membuat rekomendasi dalam perubahan-perubahan yang diperlukan untuk
menghindari kecelakaan kerja dimasa mendatang.
5. Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset
Inspeksi bisa dilakukan oleh komite keselamatan kerja atau oleh koordinator
keselamatan kerja. Inpeksi ini sebaiknya dilaksanakan secara berkala. Ketika
24
kecelakaan terjadi, maka harus diselidiki oleh komite keselamatan kerja
perusahaan. Menyelidiki lokasi kecelakaan adalah penting untuk
menetapkan kondisi fisik dan lingkungan yang turut menyumbang
terjadinya kesecalakaan itu. Penerangan yang buruk, ventilasi yang buruk,
dan lantai yang basah adalah beberapa kontributor yang mungkin. Suatu
cara untuk mendapatkan pandangan yang akurat terhadap peristiwa
kesecalakaan adalah melalui foto atau rekaman video. Kemudian dengan
wawancara terhadap karyawan yang mengalami kecelakaan, dengan
atasannya langsung, dan para saksi kecelakaan itu. Dan berdasarkan
observasi kecelakaan dan hasil wawancara para penyelidik akan melengkapi
laporan penyelidikan kecelakaan. Yang erat kaitannya dengan penyelidikan
kecelakaan kerja adalah penelitian, untuk menetapkan cara-cara mencegah
terjadinya kecelakaan.
6. Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja.
Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha keselamatan
kerja. Statistik kecelakaan dan cedera haruslah dibandingkan dengan pola
kecelakaan sebelumnya untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan
yang signifikan. Analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan
dalam manajemen keselamatan kerja
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, bahwa setiap karyawan berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam
melakukan pekerjaannya. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan bentuk upaya untuk dapat terciptanya lingkungan kerja yang aman dan
25
sehat sehingga setiap karyawan memiliki ketenangan dalam melakukan pekerjaan
karena keselamatan dan kesehatan kerja mereka terjamin dan lindungi perusahaan.
2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Adapun tujuan keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah
untuk menciptakan lingkungan atau suasana yang aman dan sehat, guna mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dalam hubungnnya dengan pemeliharan karyawan
agar loyalitas karyawan terhadap perusahaan terbina dengan baik.
UU No. 1 Tahun 1970 mengemukakan, keselamatan dan kesehatan kerja
yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan
tempat kerja, mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan
perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.
Sedarmayanti (1996:109-110) mengemukakan bahwa sasaran yang hendak
dicapai oleh program keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
1. Tumbuhnya motivasi untuk bekerja secara aman. 2. Terciptanya kondisi kerja yang tertib, aman dan menyenangkan. 3. Mengurangi tingkat kecelakaan di lingkungan kantor. 4. Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya makna keselamatan kerja di
lingkungan kantor. 5. Meningkatkan produktivitas kerja.
Menurut sedarmayanti (1996:106) pada prinsipnya dasar-dasar
keselamatan dan kesehatan kerja menekankan beberapa hal, yaitu adalah sebagi
berikut:
1. Setiap pekerja berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan.
2. Setiap orang yang berada ditempat harus dijamin keselamatannya 3. Tempat pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan aman
26
Pemerintah juga memandang penting terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja untuk pekerja, hal ini dibuktikan dengan keluarnya peraturan pemerintah
tentang Undang-Undang Pokok Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun
1970 yang mengatur masalah keselamatan kerja di dalam tempat kerja. Tujuan
dikeluarkannya undang-undang ini adalah perubahan pengawasan yang bersifat
represif menjadi pengawasan yang bersifat prefentif. Perubahan pengawasan
karyawan dari sesudah terjadinya kecelakaan menjadi pengawasan yang sifatnya
mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Selain sasaran yang ingin dicapai oleh program keselamatan dan kesehatan
kerja (K3), juga terdapat tujuan yang hendak dicapai. Menurut Sugeng Budiono,
Jusuf dan Adriana Pusparini (2005:8), tujuan program keselamatan dan kesehatan
kerja adalah:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
2. Menjamin keselamatan pekerja yang berada di tempat kerja. 3. Menjamin keselamatan tenga kerja agar terhindar dari kecelakaan dan
kerugian lainnya. 4. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja. 5. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan
akibat lingkungan kerja atau pekerjaannya. 6. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan
pendidikan atau keterampilannya. 7. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan menurut A. A Anwar Prabu Mangkunegara (2007:162) tujuan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, siosial, dan psikologis.
2. Agar stiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seefektif mungkin
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya
27
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai
5. Agar meningkatkan kegairahan kerja, dan partisipasi kerja 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja Selain adanya tujuan dari program keselamatan dan kesehatan kerja,
Dangur Konradus (2006:52-53) mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui
upaya kesehatan kerja diantaranya adalah:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang hendak
dicapai dengan adanya program keselamatan dan kesehatan kerja yaitu
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat serta melindungi karyawan
dan memelihara kondisi fisik dan mental agar karyawan dapat bekerja dengan
aman dan tenang sehingga dapat tercipta produktivitas kerja karyawan yang
tinggi.
3. Penyebab terjadinya Kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai
Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat menimpa pegawai dengan
berbagai sebab. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal
seperti yang dikemukakan oleh Mutiara S. Panggabean (2004:115)
mengemukakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan
28
karyawan dapat dikelompokan ke dalam dua faktor yaitu: faktor internal dan
eksternal.
Faktor internal, meliputi faktor-faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu
sendiri. Seperti bertindak sembrono, terlalu menggampangkan dan cenderung lalai
dalam melakukan tugas, dan karyawan cenderung malas untuk menggunakan
peralatan keselamatan yang sudah diberikan oleh pihak perusahaan.
Faktor eksternal, mencakup faktor-faktor yang berasal dari lingkungan
kerja perusahaan. Seperti jenis lantai yang dipakai terlalu licin bagi pejalan kaki,
kaca jendela yang tidak disertai ventilasi, pemeliharaan mesin yang tidak baik,
tata letak tempat kerja yang kurang aman.
A. A Anwar Prabu (2007:162) mengemukakan beberapa sebab yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai, anatara
lain:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya
kurang di perhitungkan keamanannya. b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak. c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan udara a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu, dan berbau tidak enak). b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan penerangan a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian peralatan kerja a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi fisik dan mental pegawai a. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil. b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang lemah,
rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan
29
kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja yang membawa resiko berbahaya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
kerja menurut Sedarmayanti (1996:112-115) adalah sebagai berikut:
1. Kebersihan
Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat, dan
pelaksanaannya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan,
semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih. Perlu disediakan
tempat sampah dalam jumlah yang cukup, bersih dan bebas hama, tidak
bocor dan dapat dibersihkan dengan mudah. Bahan buangan dan sisa
diupayakan disingkirkan di luar jam kerja untuk menghindari resiko terhadap
kesehatan.
2. Air minum dan kesehatan
Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur hendaknya
diperiksa, dan harus disediakan dekat dengan tempat kerja.
3. Urusan rumah tangga
Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan
menugurangi kemungkinan kecelakaan.
Ventilasi, pemanas dan pendingin
Ventilasi yang menyeluruh perlu Untuk kesehatan dan rasa keserasian para pegawai, oleh karenanya
merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja. Pengaruh udara panas
dan akibatnya dapat menyebabkan pegawai sering keluar karena keadaan
kerja yang tidak nyaman.
30
5. Tempat kerja, ruang kerja, dan tempat duduk
Tempat kerja, ruang kerja dan tempat duduk dapat mempengaruhi pegawai
dalam bekerja. Untuk itu sediakan tempat kerja dan ruang kerja nyaman dan
aman, dengan menghilangkan kepadatan di sekitar tempat kerja dan ruang
kerja. Selain itu sediakan tempat duduk yang sesuai sehingga pegawai tidak
salah posisi duduknya.
6. Pencegahan kecelakaan
Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan penyebabnya,
apakah sebab itu merupakan sebab teknis atau sebab yang datang dari
manusia.
7. Pencegahan kebakaran
Pencegahan kebakaran merupakan salah satu masalah untuk semua yang
bersangkutan dan perlu dilaksanakan dengan cepat menurut peraturan
pencegahan kebakaran, seperti larangan merokok di tempat yang mudah
timbul kebakaran dan lain-lain.
8. Gizi
Gizi makanan para pegawai harus diperhatikan karena diharapkan dengan
gizi makanan yang baik pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang
memerlukan energi berat, yang bisanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang
sehat, cukup makan, lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi.
9. Penerangan/cahaya, warna dan suara bising di tempat kerja
Pemanfaatan penerangan/cahaya dan warna di tempat kerja dengan setepat-
tepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang keselamatan dan
31
kesehatan kerja. Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor yang perlu
dicegah atau dihilangkan karena dapat mengakibatkan kerusakan.
Danggur Konradus (2006:52) mengemukakan bahwa gangguan kesehatan
pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
antara lain:
a. Faktor biologis seperti kuman, virus, dan sebagainya. b. Faktor kimia seperti kimia yang mudah terbakar atau mengeluarkan
radiasi yang dapat menimbulkan penyakit tertentu bahkan kematian. c. Faktor ergonomi, yaitu yang berkaitan dengan cara duduk, cara
mengangkat beban yang salah dan sebagainya. d. Faktor fisik, seperti panas, tata ruang yang tidak memenuhi standar
kesehatan dan sebagainya. e. Faktor individual, yaitu perilaku dan pola hidup yang tidak sehat dari
pekerja itu sendiri. Faktor penyebab timbulnya kecelakaan kerja menurut Sedarmayanti
(1996:118) disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor lingkungan
2. Faktor manusia a. Faktor fisik dan mental: kurang penglihatan, atau pendengaran,
otot lemah, reaksi mental lambat, lemah jantung atau organ lain, emosi dan syaraf tidak stabil, dan lemah badan.
b. Pengetahuan dan keterampilan: kurang memperhatikan metode kerja yang aman atau tidak baik, kebiasaan yang salah, dan kurang pengalaman.
c. Sikap: kurang minat/perhatian, kurang teliti, malas, sombong, tidak peduli akan suatu akibat, dan hubungan yang kurang baik.
3. Faktor mesin dan alat
a. Penerangan yang kurang b. Mesin yang tidak terjaga c. Kerusakan teknis
Penyebab-penyebab kecelakaan di atas saling berhubungan dan
memerlukan penanganan dan usaha-usaha untuk mengurangi kecelakaan yang
32
terjadi. Kerjasama antara karyawan dengan manajemen perusahaan dapat
dilakukan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kecelakaan.
4.. Usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja
Usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bisa
dilakukan seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 Januari 1970 dalam
Pasal 3 Ayat 1 yang mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja. Sayarat –
syarat keselamatan tersebut adalah:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan 4. Memberikan kesempatan atau jalan meyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan 6. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja 7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar laut atau radiasi, suara, dan getaran 8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, insfeksi, dan penularan 9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai 10. Menyelenggarakan suhu dan lembab yang baik 11. Memlihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban 12. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik 13. Memperoleh keserasian antara proses dan kerjanya 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, dan barang 15. Mengamankan dan memeligara segala jenis bangunan 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan peyimpanan barang 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya 18. Meyesuaikan dan menyempurnakan pengalaman pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi tanmbah tinggi.
(Marihot Tua Efendi Hariandja, 2007:313) Dari uarain diatas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan keselamatan
dan kesehatan kerja tidak hanya dilakukan oleh perusahaan saja, tetapi dituntut
33
partisipasinya dari karyawan selaku pekerja. Apabila karyawan mentaati semua
peraturan dan perusahaan melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja, maka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat diminimalisir.
Sebaliknya bila karyawan tidak mentaati aturan yang berlaku di perusahaan dan
perusahaan tidak melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan
pegawainya, maka akan menyebabkan kerugian pada dua belah pihak yatiu
kecelakaan pada karyawan dan kerugian bagi perusahaan karena harus mengganti
ongkos perawatan, rusaknya peralatan bahkan terhentinya proses produksi.
2.3 Produktivitas Kerja
1. Pengertian Produktivitas Kerja
Malayu S.P. Hasibuan (2003:41), mengemukakan bahwa: “Produktivitas
adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika
produktivitas naik hal ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi
(waktu, bahan, tenaga) dan system kerja, teknis produksi dan adanya peningkatan
keterampilan dari tenaga kerjanya”.
Paul Mali seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:57)
mengemukakan bahwa:
“Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu”.
Produktivitas menurut National Productivity Board Singapore adalah
sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan.
(Sedarmayanti 2001:56)
34
Sejalan dengan pendapat diatas Muchdarsyah Sinungan (2005:12),
mendefinisikan produktivitas sebagai: “Perbandingan antara totalitas pengeluaran
pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tertentu”.
Secara umum meurut Muchdarsyah Sinungan (2005:23) salah satu
pengukuran produktivitas berarti perbandingan pelaksanaan sekarang dengan
targetnya.
Laeham dan Wexley, seperti yang dikutip oleh sedarmayanti (2001:65)
menyatakan bahwa produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk
mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja
juga penting diperhatikan.
2. Dimensi Produktivitas Kerja
Umar Husein (2004:9), mengemukakan dua dimensi produktivitas sebagai
berikut:
“Produktivitas mengimplikasikan dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Pengertian efektivitas itu sendiri adalah “doing the right thing”. Melaksanakan sesuatu yang benar dalam memenuhi kebutuhan organisasi berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua yaitu efisiensi adalah: “doing things right”. Melakukan yang benar dengan proses yang benar berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Untuk itu, produktivitas biasanya dicapai melalui efektivitas pencapaian tujuan dan efisiensi penggunaan sumber daya”.
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya sumber-
sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.
35
Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi aktual dari
sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan.
Perbedaan produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa
produktivitas merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari setiap
sumebr yang digunakan selama produksi berlangsung dengan membandingkan
antara jumlah yang dihasilkan (output) dengan masukan dari setiap sumber yang
dipergunakan atau seluruh sumber (input).
Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output,
sedangkan tinggi rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian target.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang
direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input yang sebenarnya
digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi.
Tetapi semakin kecil input yang dapat dihemat akan semakin rendah tingkat
efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat dicapai.
Pada dasarnya peningkatan produktivitas menggunakan pendekatan
system yang berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap kualitas, efektivitas
pencapaian tujuan, dan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya dari
perusahaan, seperti yang disebutkan oleh Umar Husein dalam buku Riset Sumber
Daya Manusia sebagai berikut:
36
Gambar 2.1
Kaitan Produktivitas dengan Efektivitas dan Efisiensi
(Husein Umar, 2004:10)
Produktivitas dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi input dan sisi
output. Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performasi
kualitas, hasil-hasil. Merupakan komponen dari usaha produktivitas. Dengan
demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi,
sehingga produktivitas dapat diukur berdasarkan pengukuran berikut:
3. Jenis Produktivitas
Menurut Sri Hariayani (2002:97) bahwa produktivitas dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu produktivitas total dan produktivitas satu faktor. Berikut adalah
penjelasan dari jenis produktivitas menurut pendapat Sri Hariyani, yang telah
dirangkum penulis.
Input Proses Produksi Hasil
Kualitas dan
Efisiensi
Kualitas
Produktivitas
Kualitas dan
Efektivitas
37
1. Produktivitas Total
Produktivitas dapat diukur dari berbagai faktor penyusunnya seperti:
tanah, modal, teknologi, tenaga kerja, dan bahan baku, yang disebut dengan
produktivitas dari berbagi faktor. Produktivitas ini sering disebut dengan
produktivitas total.
Input Total
Output Total Total tasProduktivi =
2. Produktivitas Satu Faktor
Selain menghitung produktivitas dari berbagai factor, produktivitas juga
dapat diukur untuk masing-masing factor, yang disebut produktivitas dari satu
factor (Single factor productivity). Dan yang sering dihitung adalah produktivitas
tenaga kerja atau dalam konteks manajemen lebih dikenal sebagai kinerja
(performance). Seorang karyawan atau sekelompok karyawan dinilai produktif
atau tidaknya dari kinerja. kinerja karyawan dapat diukur dengan menggunakan
konsep penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Dimensi-dimensi yang
digunakan dalam menilai kinerja karyawan adalah ketaatan, kerajinan,
kedisiplinan, keaktifan dalam memberikan laporan, kejujuran, loyalitas, inisiatif,
keterampilan, kejelasan dalam memberi/menerima instruksi, pemeliharaan alat
kerja, kemampuan mengatasi masalah, dan lain-lain.
Dengan memperhatikan dimensi-dimensi diatas, karyawan berharap dapat
meningkatkan prestasi kerjanya, menurut Scheineier Craig yang dikutip oleh Sri
Haryani (2002:99) bahwa prestasi kerja merupakan pemahaman terhadap tiga hal,
38
yaitu: perilaku, prestasi dalam melakukan pekerjaan, dan efektivitas yang dicapai
dalam melakukan pekerjaan tersebut.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja
Tinggi rendahnya produktivitas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
penting. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam sendiri maupun dari luar.
Dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan produktivitas karyawan,
perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang memilki potensi untuk
meningkatkan produktivitas kerja.
Menurut sedarmayanti (2001;72) yang dirangkum penulis, terdapat dua
belas faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja:
1. Sikap mental meliputi:
a. Motivasi Kerja
Pada umumnya orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan
bekerja dengan rajin, giat, sehingga dengan begitu akan dapat mencapai satu
prestasi kerja yang tinggi.
b. Disiplin kerja
Orang yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi akan bertanggung jawab
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan mendorong gairah
kerja, semangat kerja dan akan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Sebab
kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai
tujuannya dan produktivitas kerja pun akan meningkat.
39
c. Etika kerja
Pada umumnya orang mempunyai etika yang baik akan nampak dalam
penampilan kerja sehari-hari berupa kerja sama, kehadiran, antusias, inisiatif,
tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan kreativitas. Wujud tersebut akan
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian produktivitas kerja
karyawan yang optimal dan mampu memenuhi harapan atau bantuan pencapaian
tujuan perusahaan.
2. Pendidikan
Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
memiliki wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan pentingnya
produktivitas.
3. Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih
mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.
4. Manajemen
Berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola
atau pun memimpin serta mengendalikan bawahannya. Apabila manajemennya
tepat, maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat
mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif.
5. Hubungan Industrial Pancasila
Dengan penerapan hubungan industrial pancasila maka akan:
a. Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja.
40
b. Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga
menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.
c. Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong
diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya meningkatkan
produktivitas.
6. Tingkat Penghasilan
Apabila tingkat penghasilan pegawai tinggi, maka akan menimbulkan
konsentrasi dan semangat kerja sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas kerja.
7. Gizi dan Kesehatan
Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat,
maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang tinggi maka
akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.
8. Jaminan Sosial
Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya
dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila
jaminan sosial pegawai mencukupi, maka akan dapat menimbulkan produktivitas
kerja.
9. Lingkungan dan Iklim Kerja
Lingkungan dan iklim kerja merupakan hal baik dalam mendorong
pegawai agar senang dalam bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk
melakukan pekerjaan dengan lebih baik sehingga terarah dalam peningkatan
produktivitas kerja.
41
10. Sarana Produksi
Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas
kerja karena dengan mutu sarana produksi yang lebih baik, seseorang dapat
bekerja dengan semangat.
11. Teknologi
Apabila teknologi yang dipakai lebih tepat, maka akan memungkinkan
jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu serta memperkecil
terjadinya pemborosan bahan sisa.
12. Kesempatan Berprestasi
Apabila terbuka kesempatan dalam berprstasi, akan menimbulakan
dorongan psikologis untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk
meningkatkan produktivitas.
Sedangkan menurut pendapat Sri Haryani (2002:104), yang dirangkum
penulis bahwa variabel yang mempengaruhi produktivitas dapat dikelompokan
menjadi tiga, yaitu:
1. Variabel yang berasal dari karyawan
a. Bersifat Fisikal, meliputi:
- Gizi, berguna untuk mendukung aktivitas fisik mapupun mental,
sehingga orang tidak akan cepat lelah dalam bekerja dan mampu
berpikir secara optimal.
- Kesehatan, merupakan faktor penting dalam meningkatkan
produktivitas karyawan, yang mencakup kesehatan fisik dan mental,
42
karena secara umum orang yang sehat akan mampu bekerja dengan
lebih baik dibanding orang yang tidak sehat.
b. Bersifat Psikologikal, meliputi:
- Motivasi. Masing-masing individu mendorong dirinya sendiri untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya, orang yang bekerja dengan
motovasi yang lebih tinggi, akan menghasilkan produktivitas yang
tinggi pula.
- Sikap. Sikap seseorang akan tercermin dari prestasi kerjanya, sikap
yang positif terhadap pekerjaan ditunjukan dengan kesediaan yang
lebih besar untuk berusaha agar apa yang dikerjakan berhasil dan
untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ditugaskan kepadanya.
Sementara sikap yang negatif ditunjukkan dengan adanya sikap yang
pasif, dimana hanya mengerjakan seperti apa yang diperintahkan,
menyukai pengarahan, dan apabila memungkinkan akan menghindar
dari tanggung jawab.
c. Keterampilan. Meliputi:
- Bakat. Orang yang bekerja sesuai dengan bakatnya akan mempunyai
produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding mereka yang kurang
berbakat.
- Pendidikan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memungkinkan dirinya untuk bekerja lebih produktif dibanding yang
pendidikannya lebih rendah. Karyawan yang memiliki pendidikan
43
lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas, kematangan
dalam berfikir, dan bekerja dengan lebih baik.
- Latihan. Latihan dimaksudkan untuk membentuk dan meningkatkan
keterampilan dalam bekerja.
2. Variabel yang berasal dari perusahaan.
a. Lingkungan Kerja. Dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik dan
non fisik. Lingkungan fisik terdiri dari pencahayaan, sirkulasi udara,
tersediannya fasilitas kamar dan WC, tersedianya fasilitas olah raga, serta
fasilitas ibadah. Sedangkan lingkungan non fisik misalnya rasa
perkawanan diantara karyawan, hubungan antara karyawan dengan
manajer, dan persaingan yang sehat. Lingkungan fisik yang baik akan
mendukung peningkatan produktivitas.
b. Kemampuan Manajemen. Kemampuan manajerial seorang pemimpin
sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Dalam hal ini pemimpin akan
bertugas untuk mengarahkan kegiatan karyawan, sehingga mengarah ke
pencapaian tujuan perusahaan. Dengan pemimpin yang efektif tujuan
perusahaan lebih mudah tercapai.
c. Kebijakan Perusahaan dalam Produktivitas. Adanya kebijakan perusahaan
dalam bidang produktivitas akan menggerakan seluruh anggota
perusahaan baik karyawan maupun manajer untuk berusaha mencapai
produktivitas yang lebih tinggi.
44
3. Variabel yang Berasal dari Lingkungan Eksternal, yang meliputi:
a. Teknologi. Secara umum teknologi akan membantu meyelesaikan tugas-
tugas dengan lebih cepat dan lebih banyak, selain itu dapat membantu
meyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih baik.
b. Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat berpengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap produktivitas. Kebijakan secara langsung
meliputi kebijakan dalam bidang pendidikan dan latihan. Sedangkan
kebijakan tidak langsung adalah kebijakan dalam bidang investasi,
perizinan, dan fiskal.
c. Kondisi ekonomi. Kondisi secara umum dapat mempengaruhi
produktivitas. Kondisi krisis seperti yang terjadi pada tahun 1997-1999
berdampak pada penurunan produktivitas sehingga secara nasional
produktivitas juga menurun.
5. Strategi untuk meningkatkan Produktivitas Kerja
Pada dasarnya semua perusahaan menginginkan mempunyai produktivitas
yang tinggi. Namun dalam kasus-kasus tertentu atau waktu-waktu tertentu
perusahaan mandapati bahwa produktivitas perusahaannya relatif rendah.
Menghadapi situasi seperti ini manajemen perusahaan akan mencari strategi untuk
meningkatkan produktivitas.
Menurut Randall yang dikutip oleh Sri Haryani (2002:109-114)
mengemukakan bahwa ”Program yang ditujukan untuk meningkatkan
produktivitas, dikelompokan menjadi tiga, yaitu yang menekankan pada desain
ulang lingkungan kerja dan program yang memfokuskan pada peningkatan
45
partisipasi karyawan, serta intervensi pemerintah dalam meningkatkan
produktivitas”. Berikut adalah rangkuman mengenai penjelasan program
peningkatan produktivitas:
1. Desain ulang lingkungan kerja.
Produktivitas banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel yang
berhubungan dengan lingkungan kerja. Oleh karena itu perusahaan harus
menjamin bahwa pekerjaan didesain untuk memaksimumkan produktivitas.
Beberapa strategi desain ulang lingkungan kerja adalah:
a. Work site redesign (ergonomik), merupakan suatu kegiatan untuk
mendesain pekerjaan dan peralatan sehingga sesuai dengan kemampuan
fisik manusia.
b. Robotik, penggunaan robot-robot di perusahaan dimaksudkan untuk
menggantikan tenaga manusia. Keunggulan penggunaan robot yaitu
menurunkan biaya tenaga kerja dan dapat meningkatkan kualitas dan
produktivitas.
c. Otomasi pekerjaan kantor. Dengan otomatisasi pekerjaan kantor
diharapkan tugas-tugas dapat segera diselesaikan, sehingga produktivitas
meningkat.
d. Mengubah desain pekerjaan (job design). Pengubahan desain kerja
dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan
motivasi dan kepuasan karyawan. Disamping itu pengubahan desain kerja
juga dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan/kebosanan dalam
46
bekerja. Pengubahan desain kerja dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
rotasi kerja, pengkayaan pekerjaan, dan pemekaran pekerjaan.
e. Pengaturan kerja alternatif. Pengaturan kerja alternatif yang paling
populer adalah flextime, perusahaan memberikan kebebasan kepada
karyawan dalam hal waktu masuk kerja dan waktu pulang kerja, namun
tetap harus memenuhi jam kerja yang telah ditetapkan.
2. Peningkatan partisipasi karyawan
Peningkatan partisipasi karyawan dapat meningkatkan produktivitas
melalui peningkatan motivasi dan kepuasan. Dengan meningkatnya motivasi dan
kepuasan, maka karyawan akan lebih besar kesediaannya dalam mencapai tujuan
perusahaan. Peningkatan partisipasi karyawan dilakukan dengan beberapa cara,
seperti: dalam pengambilan keputusan, dalam mengidentifikasikan masalah, dan
untuk memberikan saran-saran.
3. Intervensi pemerintah
Intervensi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dilakukan dengan
mengeluarkan kebijakan dan program-program, yaitu:
a. Kebijakan, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya
meningkatkan produktivitas diantaranya adalah kebijkan pendidikan,
anggaran dalam bidang pendidikan, investasi, dan perizinan.
b. Program-program. Program pemerintah dalam upaya meningkatkan
produktivitas adalah dengan mendirikan balai-balai latihan sperti: balai
latihan kerja, Multi Media Training Centre, dan transmigrasi.
47
R. Bruce Mcafee dan William Poffenberger dalam bukunya Productivity
Strategies Enchancing Employee Job Performance menyatakan bahwa strategi-
strategi untuk meningkatkan produktivitas karyawan adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan penguatan dan pembentukan positif
Satu arah untuk memperbaiki kinerja karyawan yaitu dengan memberikan
penghargaan perilaku yang diinginkan tetapi bukan perilaku yang tidak
menyenangkan. Kapan, bagaimana, dan seberapa sering seorang karyawan harus
dihadiahi adalah satu bagian integral dari pendekatan ini.
2. Menggunakan disiplin dan hukuman efektif
Pendekatan ini untuk meningkatkan produktivitas karyawan menekankan
pentingnya mempunyai dan memanfaatkan prosedur kedisiplinan efektif.
Bagaimana dan kapan untuk disiplin seorang karyawan agar benar-benar
memperbaiki kinerjanya dan juga menghindari efek samping yang tidak
diinginkan merupakan tujuan dari pendekatan ini.
3. Memperlakukan orang-orang secara adil
Strategi ini untuk meningkatkan produktivitas karyawan
merekomendasikan bahwa para manajer memperlakukan karyawan mereka secara
adil atau meyakinkan karyawan mereka secara adil atau meyakinkan karyawan
bahwa pada kenyataannya mereka menerima perlakuan yang adil. Apa yang
dimaksud dengan memperlakukan secara adil merupakan komponen-komponen
penting dari strategi ini.
48
4. Memuaskan kebutuhan karyawan
Salah satu strategi penambahan produktivitas terbaik yang dikenal dan
yang paling tua untuk menentukan apa yang dibutuhkan karyawan adalah untuk
membuat pemuasan kebutuhan tersedia. Pendekatan ini memerlukan satu
pemahaman kebutuhan-kebutuhan dasar manusia dan cara orang-orang yang
berbeda di dalam kekuatan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5. Mengatur pekerjaan yang berhubungan dengan sasaran
Pendekatan ini membantah bahwa menentukan mengukur sasaran sulit
untuk karyawan atau membiarkan karyawan untuk membuat sasaran bagi diri
mereka dapat mengakibatkan produktivitas karyawan lebih tinggi.
6. Merestrukturisasi pekerjaan
Pendekatan ini merekomendasikan bahwa pekerjaan tersusun atau
dirancang sedemikian rupa sehingga mereka meyediakan karyawan dengan rasa
pemenuhan prestasi, dan tanggung jawab.
7. Ganjaran berdasarkan kinerja
Seseorang penyelia yang menggunakan pendekatan ganjaran karyawan
berdasarkan pada kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka. Bagi bawahan,
produktivitas yang lebih tinggi berarti semakin besar ganjaran. Para manajer yang
menggunakan pendekatan ini menyadari bahwa senioritas dan pendidikan didalam
dirinya bukanlah ukuran-ukuran yang tepat sebagai dasar pemberian ganjaran.
Pada dasarnya upaya-upaya peningkatan produktivitas perusahaan harus
dimulai dari produktivitas individu (karyawan) yang ada dalam perusahaan,
sehingga manajemen industri yang ingin meningkatkan produktivitas individu
49
(karyawan), sebelum memperhatikan produktivitas dari sumber-sumber daya lain
seperti: material, energi, modal, mesin, peralatan, informasi, dan lain-lain.
Vincent Gaspersz (2000:71) mengemukakan karakteristik umum dari
individu atau karyawan yang produktif biasanya ditandai dengan beberapa hal
berikut:
1. Secara terus menerus selalu mencari berbagai gagasan dan cara penyelesaian tugas yang lebih baik.
2. Selalu memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela 3. Menggunakan waktu secara efekif dan efisien 4. Selalu melakukan perencanaan dengan menyertakan jadwal waktu 5. Selalu bersikap positif terhadap pekerjaannya 6. Dapat berperan sebagai anggota tim kerja sama dengan baik,
sebagimana juga menjadi pemimpin tim kerja sama dengan baik. 7. Dapat memotovasi diri melalui dorongan dari dalam diri sendiri 8. Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap
pekerjaannya serta mau menerapkannya dalam pekerjaan itu. 9. Mau menerima ide-ide atau saran-saran yang dianggap lebih baik
dari orang lain. 10. Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan manajemen dalam
organisasi berlangsung baik. 11. Sangat menyadari dan mempedulikan masalah pemborosan dan
inefisiesnsi dalam penggunaan sumber-sumber daya. 12. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik 13. Seringkali melampaui standar-standar yang telah ditetapkan 14. Selalu mampu mempelajari Sesutu hal baru dengan cepat.
Indikator produktivitas menurut Sedarmayanti (2001:79) yang
dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore
dan Erich Fromm tentang individu yang produktif, yaitu:
1. Tindakan konstruktif. 2. Percaya pada diri sendiri. 3. Bertanggung Jawab. 4. Mmemiliki rasa cinta terhadap pekerjaan. 5. Mempunyai pandangan ke depan. 6. Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang berubah-ubah. 7. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif,
imaginative, dan inovatif).
50
8. Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
Selanjutnya Sedarmayanti (2001:80) mengutip dari A. Dale Timpe
mengungkapkan tentang ciri umum pegawai yang produktif adalah sebagai
berikut:
1. Cerdas dan dapat belajar dengan cepat. 2. Kompeten secara professional/teknis selalu memperdalam
pengetahuan dalam bidangnya. 3. Kreatif dan inovatif, memperlihatkan kecerdikan dan
keanekaragaman. 4. Memahami pekerjaan 5. Belajar dengan cerdik, menggunakan logika, menggorganisasikan
pekerjaan dengan efisien, tidak mudah macet dalam bekerja. Selalu mempertahankan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya, dan jadwal.
6. Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakan.
7. Dianggap bernilai oleh pengawasnya. 8. Memiliki catatan prestasi yang berhasil 9. Selalu meningkatkan diri.
Jadi, produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
kekuatannya dan menunjukan segenap potensi dan kreativitas yang ada pada
dirinya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai serta untuk perbaikan dimasa
yang akan datang.
2.4 Kerangka Pemikiran
Suatu perusahaan maupun organisasi dikatakan maju atau berhasil apabila
organisasi tersebut memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, seperti yang
dikemukakan Sondang P. Siagian (2002:27): ”Organisasi yang berhasil ialah
organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya semakin lama semakin
tinggi, sehingga dengan demikian tujuan dan berbagai sasaran dapat tercapai
dengan memuaskan”.
51
Perkembangan dan pertumbuhan suatu perusahaan tergantung dari peran
Sumber Daya Manusia yang tersedia di perusahaan, karyawan yang merupakan
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu asset terpenting yang dimiliki
perusahaan. Malayu S.P. Hasibuan (2003:12) menyatakan: ”Karyawan adalah
asset (kekayaan) utama setiap perusahaan, karena tanpa keikutsertaan mereka,
aktivitas perusahaan tidak akan terjadi, karyawan berperan aktif dalam
menetapkan rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai”. Salah satu
tujuan yang ingin dicapai setiap perusahaan adalah mempertahankan
keberlangsungan hidup perusahaan dan mampu tumbuh dan berkembang secara
terus menerus, sehingga perusahaan memiliki produktivitas yang tinggi pula.
Untuk mencapai tujuan tersebut penting bagi perusahaan untuk memperhatikan
produktivitas kerja karyawannya.
Mengingat bahwa karyawan merupakan salah satu asset terpenting yang
dimiliki perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan yaitu memiliki
produktivitas yang tinggi, maka perusahaan perlu untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawannya dengan cara memperhatikan kebutuhan para
karyawannya. Seperti yang diungkapkan oleh Malayu S.P. Hasibuan (2003:79)
bahwa ”Suatu organisasi dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan
memperlakukan manusia sebagai manusia, dalam hal ini organisasi atau
perusahaan harus memperhatikan kebutuhan para karyawan agar perusahaan dapat
meningkat produktivitasnya”.
Menurut C. Arygris (Malayu Hasibuan, 2003:80), menyebutkan tiga
macam kebutuhan karyawan, yaitu ”Badaniah, keamanan, dan perwujudan diri,
52
bila kebutuhan-kebutuhan karyawan tersebut baik, maka produktivitas juga akan
meningkat”.
Produktivitas kerja seseorang tidak mungkin terjadi dengan sendirinya.
Produktivitas kerja merupakan suatu akibat dari sumber tertentu. Untuk itulah
perusahaan membutuhkan suatu program yang dapat meningkatkan produktivitas
kerja karyawan. Salah satunya yaitu dengan melaksanakan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
nyaman, sehingga para karyawan akan bekerja dengan konsentrasi penuh dan
kerugian akibat kecelakaan kerja dapat diminimalisir.
Menurut Louis Allen (Danggur Konradus, 2006:105) menyatakan,
”Minimizing loss is as much as improvement maximizing of profit”. Yang artinya,
mengurangi kerugian (akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja) sama
dengan meningkatkan keuntungan.
Peter Drucker (Danggur Konradus, 2006:105), megatakan ”The first duty
of business is to survive and the guilding principle of business is not maximizing
of profit, it is avoidance of loss. Dalam hal ini Drucker menggaris bawahi, bahwa
prinsip utama perusahaan bukan meningkatkan keuntungan, tetapi menghindari
kerugian”.
Marihot Tua Effendi (2007:312), memiliki pendapat bahwa:
”Keselamatan dan Kesehatan Kerja tentu saja mudah dipahami sebagai suatu aspek penting dalam usaha meningkatkan kesejahteraan, produktivitas kerja, sehingga menjadi suatu kewajiban dari perusahaan untuk meningkatkannya. Sebab, bilamana dilihat dari sasaran-sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai filosofi dalam melakukan berbagai programnya, yaitu sasaran organisasi, individu, soaial, dan fungsional, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dari aspek
53
organisasi akan dapat meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi biaya-biaya akibat keselamatan kerja dan mengurangi kesalahan”. Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan akan
mencegah terjadinya gangguan akibat kecelakaan kerja seperti hilangnya hari
kerja yang seharusnya digunakan perusahaan untuk kegiatan produksi, hal ini
jelas akan merugikan perusahaan.
Charles E. Summer, Jr (Taliziduhu Ndraha, 2002:46) menggambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja Charles E. Summer, Jr (Taliziduhu Ndraha, 2002:46)
Suprasarana • Kebijakan
Pemerintah • Hubungan Industrial
Karyawan • Pendidikan • Etos Kerja • Motivasi Kerja • Sikap Mental • Kondisi Fisik
Peningkatan Produktivitas
• Keselamatan Kerja
• Kesehatan Kerja • Sarana Produksi
•
• Upah/Gaji • Jaminan Sosial
• Security
Lingkungan Kerja Kesejahteraan
Sarana Penunjang
54
Dari gambar tersebut terlihat bahwa lingkungan kerja yang memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja dapat mempengaruhi karyawan dalam
bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan itu sendiri.
Berdasarkan Maslow’s Need Hierarchy Theory (Stephen P. Robbins,
2003:209), bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
1. Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain.
2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan.
4. Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
5. Aktualisasi: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa salah satu kebutuhan manusia
adalah kebutuhan akan rasa aman, yakni kebutuhan akan keamanan dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan suatu pekerjaan. Selanjutnya
Malayu S.P Hasibuan (2003:225) mengungkapkan bahwa kebutuhan keamanan
dan keselamatan mengarah pada dua bentuk, yaitu:
1. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja.
2. Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja.
Berdasarkan uraian teori produktivitas dan motovasi diatas, menerangkan
bahwa karyawan membutuhkan perhatian akan keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja. Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
55
merupakan salah satu faktor yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan. Menurut
Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2000:530), menyatakan bahwa
”Keselamatan Kerja merupakan kondisi dimana kesehatan dan kesejahteraan fisik karyawan dilindungi., sedangkan kesehatan kerja merupakan perlindungan yang mencakup kesejahteraan fisik, mental dan emosional para karyawan dimana mereka bekerja”.
Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:259-262) menyatakan bahwa
program K3 yang efektif biasanya terdiri dari:1) Tanggung jawab dan komitmen
perusahaan, 2) Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja, 3) Komunikasi dan
pelatihan keselamatan kerja, 4) Komite keselamatan kerja, 5) Inspeksi,
penyelidikan keselamatan kerja dan riset, dan 6) Evaluasi terhadap usaha-usaha
keselamatan kerja. Dan selanjutnya dijadikan indikator Pelaksanaan Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penelitian ini.
Menurut Sedarmayanti (2001:72) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas adalah: 1) Motivasi kerja, 2) Disiplin kerja, 3) Kerjasama, 4)
Antusias, 5) Inisiatif, 6) Tanggung Jawab, 7) Kreatifitas, dan 8) Keterampilan,
yang selanjutnya dijadikan indikator Produktivitas Kerja Karyawan pada
penelitian ini.
56
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
Keterangan:
X = Pelaksanaaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Variabel Bebas)
Y = Produktivitas Kerja Karyawan (Varibel Terikat)
= Arah yang menunjukan pengaruh variabel X terhadap Y
Gambar 2.4 Model Kerangka Berfikir
X Y
1. Tanggung jawab dan komitmen perusahaan
2. Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja
3. Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja
4. Komite keselamatan kerja
5. Inspeksi, penyelidikan keselamatan kerja dan riset
6. Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja
(Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002:259-262)
1. Motivasi kerja 2. Disiplin kerja 3. Kerjasama 4. Antusias 5. Inisiatif 6. Tanggung Jawab 7. Kreatifitas 8. Keterampilan (Sedarmayanti,2001:72)
Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(X)
Produktivitas Kerja Karyawan
(Y)
57
2.5 Hipotesis
Suharsimi Arikunto (2002:22): ”Kebenaran sementara yang ditentukan
oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan atau dites atau dijui kebenarannya.”
Sudjana (2002:219): ”Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya.”
Sugiono (2007:82): ”Jawaban sementara terhadap rumusan penelitian.”
Dari pengertian diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah
”Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh
signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan.”