bab ii kajian pustaka clis -...
TRANSCRIPT
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model pembelajaran Children Learning In Scinces (CLIS)
2.1.1.1 Pengertian Model Children Learning In Science (CLIS)
Model Children Learning In Science (CLIS) yaitu model pembelajaran yang
berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu
dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil
pengamatan dan percobaan.
Model CLIS dikemukakan oleh Driver dalam Pramita Novi Dewi Children’s
Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa
indonesia ditulis sains atau IPA, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
tersusun secara sitematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Model pembelajaran CLIS dikembangkan oleh kelompok
Children Learning In Science di ingris yang dipimpin oleh Driver (1988) dalam
Pramita Novi Devi dan diberi nama general structure of a costruktivist teaching
sequance.
Selanjutnya siswa diberi kesempatan merekonstruksi gagasan setelah
membandingkan gagasan tersebut dengan hasil percobaan, observasi atau hasil
mencermati buku teks. Disamping itu, siswa juga mengaplikasikan hasil rekonstruksi
gagasan dalam situasi baru. Model pembeajaran Children Learning In Science (CLIS)
mempunyai kelebihan sbb:
1. Gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat
2. Reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka.
3. Partisipasi siswa menjadi lebih baik
4. Memudahkan guru merencanakan pengajaran
4
2.1.1.2 Tujuan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Tujuan dari model pembelajaran ini diantaranya yaitu siswa diberi
kesempatan untuk menggungkapkan berbagai gagasan tentang topik yang dibahas
dalam pembelajaran, serta membandingkan gagasan dengan gagasan siswa lainnya
dan didiskusikan untuk menyamakan persepsi.
1. Tahap-tahap model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Model pembelajaran ini terdiri atas 5 tahap menurut Priver (1988) dalam Pramita
Novi Devi, yaitu :
a. Tahap Orientasi (Orientation) merupakan tahapan yang dilakukan guru
dengan tujuan untuk memusatkan perhatian siswa. Orientasi dapat dilakukan
dengan cara menunjukan berbagai fenomena yang terjadi di alam, kejadian
yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari atau demonstrasi.
Selanjutnya menghubungkannya dengan topik yang akan dibahas.
b. Tahap Pemunculan Gagasan (Elicitation Of Ideas)
Kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh guru untuk memunculkan
gagasan siswa tentang topik yang akan di bahas dalam pembelajaran. Cara
yang dilakukan bisa dengan meminta siswa untuk menuliskan tentang apa saja
yang mereka ketahui tentang topik yang akan dibahas atau bisa dengan cara
menjawab pertanyaan uraian terbuka yang diajukkan oleh guru. Bagi guru
tahapan ini merupakan upaya eksplorasi pengetahuan awal siswa. Oleh karena
itu, tahapan ini dapat juga dilakukan melalui wancara internal.
c. Tahap Penyusunan Ulang Gagasan (Restrukturing Of Ideas) Tahap ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu: pengungkapan dan pertukaran gagasan
(clarification and exchange), pembukaan pada situasi konflik (eksporsure to
conflict situation), serta konstruksi gagasan baru dan evaluasi (construktion of
newideas and evaluation).
d. Tahap Penerapan Gagasan (Application Of Ideas) Pada tahap ini siswa
dibimbing untuk menerapkan gagasan baru yang dikembangkan melalui
percobaan atau observasi kedalam situasi baru. Gagasan baru yang sudah
5
direkonstruksi dalam aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu
dan memecahkan masalah yang ada di lingkungan.
e. Tahap Pemantapan Gagasan (Reviuw Change In Ideas) Konsep yang telah
diperoleh siswa perlu di beri umpan balik oleh guru untuk memperkuat
konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian, siswa yang konsepsi awalnya tidak
konsisten dengan konsep ilmiah akan dengan sadar mengubahnya menjadi
konsep ilmiah.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CLIS
merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kreatifitas anak dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang
dimilikinya secara menyeluruh, dan dapat mengembangkan gagasannya melalui
percobaan sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan sebagai pembimbing.
2.1.1.3 Penerapan CLIS Dalam Pembelajaran
Pada dasarnya pembelajaran CLIS merupakan salah satu model pembelajaran
yang bagus diterapkan di sekolah dasar karena selain adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran juga siswa
menjadi kreatif dan berani mengungkapkan pendapat ataupun gagasan yang dimiliki
oleh siswa. Tahap-tahap dalam pembelajara CLIS yang runtut dan sistematis, yaitu 1)
tahap orientasi, 2) tahap pemunculan gagasan, 3) tahap penyusunan ulang gagasan, 4)
tahap penerapan gagasan, 5) tahap pemantapan gagasan.
Penerapan atau pelaksanaan proses pembelajaran dengan CLIS adalah sebagai
berikut:
1. Tahap orientasi
tahap ini dimulai dengan guru memberi apersepsi kepada siswa tentang materi
yang akan diajarkan.
2. Tahap pemunculan gagasan
Siswa memberikan jawaban atau pendapat juga gagasan tentang materi yang
diajarkan dan diungkapkan.
6
3. Tahap penyusunan ulang gagasan
Membagi siswa dalam beberapa kelompok yang sudah ditentukan dan siswa
melakukan praktikum atau percobaan tentang materi yang dipelajari. Setelah itu
siswa melaporkan hasil kerja kelompok dan ditangapi oleh kelompok lain.
4. Tahap penerapan gagasan
Siswa memperhatikan guru saat menjelaskan tentang penerapan-penerapan materi
yang dipelajari yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Tahap pemantapan gagasan
Menyimpulkan bersama-sama tentang apa yang telah dipelajari dan diberikan
tindak lanjut kepada siswa dengan cara memberikan pekerjaan rumah untuk
dikerjakan.
Dapat disimpulkan bahwa pada model pembelajaran Children Learning In
Science (CLIS) siswa dituntut untuk aktif dan berani untuk mengemukakan ide-ide
dalam proses pembelajaran, aktif dan terbuka dalam kelompok dalam pembelajaran.
2.2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut H.W Folwer (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3), IPA adalah
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-
gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Adapun
Wahyana dalam Trianto (1986) mengatakan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam.
Dari penjelasan diatas dapatdisimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang
tersusun secara sistematik dan berhubungan dengan gejala alam.
2.2.1 Tujuan IPA
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum
sebagaimana termasuk dalam taksonomi bloom bahwa:
7
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan
utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan
dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat
memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta
keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran sain diharapkan pula memberikan
keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman,
kebiasaan, dan apersiasi. Didalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan.
Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya. (Prihantoro
Laksmi, 1986).
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan antara lain sebagai berikut:
1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan
terhadp Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang
ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan
teknologi.
3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah
atau melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur, terbuka, benar,
dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan
prilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas, 2003:2) dalam
Trianto.
8
2.2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA
Menurut John S. Richardson (1957) dalam buku Trianto dari universitas Ohio
dalam bukunya Science Teaching in Secondary Schools menyarankan digunakannya
tujuh prinsip dalam proses belajar mengajar agar suatu pengajaran IPA dapat berhasil.
Ketujuh prinsip itu adalah :
1. Prinsip keterlibatan siswa secara aktif
Yang dimaksud dengan keterlibatan siswa secara aktif menurut Richardson adalah
“ learning by doing’. Siswa harus berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang
mereka cari.
2. Prinsip belajar berkesinambungan
Proses belajar yang selalu dimulai dari apa yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam
hal ini pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa itu seolah-olah merupakan
jembatan yang sanggat esensial bagi siswa untuk dapat meraih pengetahuannya
yang baru. Untuk mengetahui prinsip ini tentu saja harus mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang telah dimiliki siswanya.
3. Prinsip motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seorang mau
berbuat sesautu.
4. Prinsip multi saluran
Adalah suatu kenyataan bahwa daya penerimaan masing-masing siswa tidak sama.
Maksudnya, ada siswa yang mudah belajar melalui membaca, ada siswa yang
mudah mengerti apabila diberi ceramah oleh guru, ada pula yang baru mengerti
kalau ia ikut aktif melakukan percobaan. Oleh karena itu penggunaan multi saluran
dalam proses belajar IPA sanggat diperlukan agar semua siswa dengan berbagai
kemampuan daya tanggap dapat menerima pelajaran dengan baik. Tugas guru
adalah untuk mengorganisasikan belajar sedemikian rupa sehingga terjadi proses
belajar melalui berbagai saluran, misalnya ada ceramahnya, ada pemutaran film,
ada diskusi kelompok, ada ekslorasi, ada eksperimen dan sebagainya.
5. Prinsip penemuan
9
Prinsip penemuan disini adalah bahwa untuk memahami sesuatu konsep atau
simbol-simbol, siswa tidak diberi tahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang
agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian itu, melalui
pengalamannya.
6. Prinsip totalitas
Prinsip totalitas bertolak dari suatu paham bahwa siswa belajar dengan segenap
kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu pancainderannya,
perasaan, serta pikirannya.
7. Guru yang baik adalah yang dapat memberikan kondisi belajar yang menunjang
tercapainya tujuan belajar, yaitu dengan melibatkan siswa secara total yang
melipui segenap pancaindera, emosio, fisik, maupun pikirannya.
8. Prinsip perbedaan individu
Perbedaan individu ini terutama ditunjukan kepada adanya perbedaan kemampuan
(termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar), dan perbedaan minat termasuk
motivasi belajar. Prinsip perbedaan individu dimaksudkan agar siswa mendapatkan
kesempatan belajar agar siswa mendapatkan kesempatan belajar sesuai dengan
kapasitas dan minatnya. Untuk melaksanakan prinsip tersebut yang perlu
diupayakan antara lain adalah :
a. Memberikan kesempatan belajar IPA melalui pengalaman lapangan. Alam
sekitar dapat menyajikan berbagai variasi sasaran belajar, baik variasi dari segi
jenis yang dipelajari maupun variasi dalam segi tingkat kesukarannya. Oleh
karena itu pengalaman lapangan di alam sekitar memungkinkan siswa memilih
sasaran belajar yang sesuai dengan minat dan kapasitasnya.
b. Memberikan media belajar yang bervariasi, misalnya film, gambar, buku, alat-
alat peraga seperti model, benda-benda nyata (realita), pameran, video,
komputer dan sebagainya yang pada hakikatnya untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa dari berbagai minat dan kemampuan untuk memperoleh
bahan pelajaran yang sesuai.
10
2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto).
Menurut DR. Purwanto (2009) Menyatakan hasil belajar dapat dijelaskan
dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.
Pengertian hasil (product) menunjukan pada suatu perolehan akibat dilakukannya
suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan perubahan input secara fungsioal.
Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah
bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). Belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan prilaku pada individu yang belajar. Perubahan
perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya
(Winkel, 1996 :51 ). Menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap.
Berdasarkan teori diatas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi pada diri
siswa yang belajar.
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar terdiri dari input kemudian proses (belajar) dan menghasilkan output
(hasil belajar) sepeti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa proses (belajar) yang
biasa akan menghasilkan output atau hasil belajar yang biasa pula, Jadi faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar juga akan mempengaruhi atau berdampak pada hasil
belajar. Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar :
Menurut Sudjana (1989), Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan
menjadi 2 macam yaitu:
11
1. Faktor internal
Adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik, minat, dan perhatian kebiasaan,
usaha dan motivasi.
a) Aspek fisiologis, tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat,
juga mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi dan
pengetahuan yang disajikan di kelas.
b) Aspek psikologis, yaitu faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, misalnya tingkat
kecerdasan, sikap, bakat minat dan motivasi peserta didik.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menjadi
tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Diantara ketiga lingkungan itu yang paling besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah
lingkungan sekolah seperti guru, pembelajaran, sarana sekolah, kurikulum, teman-
teman sekelas, disiplin dan peraturan sekolah.
Sedangkan Menurut Slameto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
juga digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor
jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang
meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang
terakhir adalah faktor kelelahan. Selain Faktor Intern juga terdapat faktor ekstern
diantaranya adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,
latar belakang kebudayaan. Kemudian faktor sekolah yang meliputi metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah. Dan yang terakhir adalah faktor masyarakat yang meliputi
12
kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat.
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dari
dalam atau dari luar diri siswa sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil –hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan
substansi yang diteliti. Fungsinya untuk memposisiskan penelitian yang sudah ada
dengan penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian diantaranya :
Pengaruh Children Learning in Science (CLIS) terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas IV SDN Blotongan 01 Salatiga kecamatan Sidorejo kota Salatiga
semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Novi Pramita Devi (2011) jenis penelitian
dalam skripsi ini adalah penelitian eksperimen. Jumlah subyek sebanyak 29 siswa
kelas IV di SDN Blotongan 01 Salatiga. Pengumpuan data hasil belajar diperoleh dari
tes yang dilakukan pada kelas tersebut. Analisis data yang digunakan untuk melihat
peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunakan model
pembelajaran Children Learning in Science (CLIS). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang yang
menggunakan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) di SDN
Blotongan 01 Kecamata Sidorejo kota Salatiga. Hasil analisis diperoleh dari
prosentase hasil belajar pretes dan postes siswa yang sudah tuntas dan tidak tuntas
dan hasilnya dari pretes terdapat 41% siswa yang sudah tuntas dan 59% yang tidak
tuntas. Sedangkan pada postes seluruh siswa 100% dinyatakan tuntas sehingga hasil
belajar siswa meningkat signifikan sebesar 59%. Pembelajaran menggunakan
Children Learning in Science (CLIS) terbukti efektif meningkatkan hasil belajar
siswa. Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan adalah peningkatan yang
signifikan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunkan model
13
pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) di SDN Blotongan 01 Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga.
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Clis (Children Learning In Science) Di SMP N 1 Tanjungraja Semester
Genap Tahun Ajaran 2010/2011 Merita Diana SMPN 1 Tanjungraja. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hasil dari penerapan Model Pembelajaran CLIS
(Children Learning In Science) dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa..
Hasil penelitian penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In Science)
pada pelajaran IPA kelas VII a dapat meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar
yang di buktikan dengan bertambahnya minat belajar dari siklus I sebesar 68 %,
siklus II sebesar 82 % dan pada siklus III sebesar 98%.sedangkan prestasi belajar
siswa bertambahnya tingkat ketuntasan belajar siswa setiap siklusnya selama tiga
siklus yaitu siklus I sebesar 62,3%, siklus II sebesar 73,95% dan siklus III sebesar
100 %. Key word: Minat belajar, prestasi belajar, CLIS (Children Learning In
Science), IPA
Yunita E.A., Mifta A (2011) dalam penelitiannya berjudul implementasi
model CLIS (Children Learning in Science) untuk meningkatkan pembelajaran IPA
siswa kelas V SDN dukuh II Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Penelitian ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan model CLIS, aktivitas
siswa ketika diterapkan model CLIS, dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model
CLIS. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK)
dilakukan dengan dua siklus masing-masing dua kali pertemuan.Pengumpulan data
penerapan model dan aktivitas siswa dilakukan dengan teknik observasi, dokumentasi
dan catatan lapangan. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil evaluasi siswa yang
meningkat yaitu dari nilai rata-rata pra tindakan 68,3 sedangkan nilai rata-rata pada
siklus I 75,4 dan 80,8 pada siklus II. Berdasarkan paparan data dan pembahasan
terhadap temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulan
sebagai berikut. Pertama, penerapan model CLIS pada mata pelajaran IPA siswa
kelas V SDN Dukuh II Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri dapat
14
meningkatkan pembelajaran IPA materi “Gaya” selama proses pembelajaran. Kedua,
aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menerapkan model CLIS, terlibat secara
penuh karena pembel-ajaran berpusat pada siswa, siswa aktif secara mental dan
membangun pengetahuan, melakukan aktivitas hands on dan minds on. Ketiga, hasil
belajar siswa kelas V SDN Dukuh II mengalami peningkatan setelah diterapkan
model CLIS karena dengan model CLIS, siswa terlibat langsung dalam pembelajaran.
2.5 Kerangka Berfikir
Model pembelajaran CLIS memberikan kesempatan kepada siswa bekerja
dalam kelompok dan siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasan tentang topik
yang dibahas. Model ini berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang
suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekontruksi ide atau gagasan
berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan.
Dengan mengguanakan model pembelajaran CLIS , diharapkan gagasan awal
siswa dapat dimunculkan dengan cepat, reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan
belajar terbuka, partisipasi siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah
merencanakan pengajaran. Dengan upaya-upaya dalam model pembelajaran CLIS,
diharapkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD N Mangunsari 05 dapat meningkat.
Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:
Kelas kontrol Kelas eksperimen
pretes Pretes
Konvensional Model
pembelajaran
Postes Postes
15
Memberikan pretes kepada dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen
sebelum masuk pada proses belajar mengajar dengan soal yang sama. Pada kelas
kontrol diberikan pembelajaran yang biasa dan pada kelas eksperimen diberikan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Children Learning in
Science (CLIS). Untuk mengetahui apakah hasil dari kelas kontrol dan kelas
eksperimen, maka kedua kelas tersebut diberikan evaluasi.
2.6 Hipotesis Penelitian
Diduga model pembelajaran Children Leanrning In Sciences (CLIS) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas
V SD N Mangunsari 05 Salatiga Tahun Ajaran 2011/2012.