bab ii kajian pustaka...dan informasi untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. telah...
TRANSCRIPT
13
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian TeoriKajian teori atau kajian pustaka dalam penelitian
evaluasi program pendidikan inklusi ini dijabarkan dalam
beberapa sub teori yaitu:
2.1.1 Manajemen Pendidikan2.1.1.1 Definisi Manajemen
Berbicara masalah manajemen tentu kita harus tahu
terlebih dahulu apa itu manajemen. Banyak teori yang
menjelaskan tentang manajemen yang dinyatakan oleh
para pakar dengan teori yang berbeda-beda tetapi pada
hakekatnya mempunyai tujan yang sama.
Manajemen berasal dari bahasa Latin yaitu dari
kata manus yang berarti tangan dan agere (melakukan).
Kata tersebut bila digabung menjadi managere yang
artinya menangani. Managere diterjemahkan ke Bahasa
Inggris to manage (kata kerja), management (kata kerja),
dan manager untuk orang yang melakukan. Bila diter-
jemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi manajemen
(pengelolaan).
Manajemen menurut Parker (Stoner dan Freeman,
2000) dalam Husaini Usman (2014:6) adalah seni
melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (the art of
getting things done throng people). Spare (2002) dalam
Husaini Usman (2014:6) juga menyatakan bahwa mana-
14
jemen adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan
langsung untuk penggunaan sumber daya organisasi
secara efesien dan efektif untuk mencapai maksud
lembaga/organisasi. Banyak definisi manajemen yang
telah diungkapkan tokoh-tokoh sesuai pendekatan dan
pandangannya masing-masing, seperti Barnard (1938),
Terry (1960), Gray ( 1982) dan lain-lain, tapi belum ada
yang memuaskan. Meskipun demikian, esensi manajemen
dapat dipandang, baik sebagai proses (fungsi) yang
meliputi POLC.
Manajemen dalam arti umum adalah perencana-
an, pelaksanaan, dan pengawasan (P3) sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen
sekolah/madarasah yang meliputi: perencanaan sekolah
/madarasa meliputi perencanaan program sekolah/
madarasah, pelaksanaan program sekolah/madarasah,
kepemimpinan kepala sekolah/madarasah, pegawai /eva-
luasi, dan sistem informasikan sekolah/ madarasah.
Robin and Coulter (2009), menyatakan bahwa
“management is universally needed in all organi zations”.
Manajemen diperlukan semua organisasi dan bersifat
universal. Manajemen bisa diterapkan pada: 1. semua
organisasi, kecil maupun besar, 2. Semua tipe organisasi,
financial dan non financial, 3. Semua tingkatan organi-
15
sasi, 4. Semua area organisasi (manufaktur, pemasaran,
SDM, dan lain-lain).
Fungsi manajemen menurut (Chung and Megginson
1981) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengkoor-
dinasian, pengendalian. Tery (1986), perencanaan, peng-
organisasian, pelaksanaan, pengendalian. Robin and
Coulter (2009), perencanaan, pengorganisasian, kepemim-
pinan, pengendalian.
Kegiatan manajer secara deskriptif sebagai berikut:
1. Personal Activities, 2. Interactional Activities, 3. Adminis-
trative Activities, 4. Technical Activities. Manajemen dipan-
dang sebagai profesi, ilmu dan seni.
Manajemen adalah koordinasi dan pengawasan
terhadap pekerjaan orang lain, sehingga tujuan pekerjaan
betul-betul tercapai efektif dan efisien(Stephen P Robbins,
May Coulter, 2009). Dengan manajemen berarti program
atau pekerjan yang telah ditetapkan bisa dikontrol
sehingga hasilnya akan lebih baik bila dibandingkan
dengan lembaga yang tidak menerapkan manajemen.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses
perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, kepe
mimpinan, dan pengontrolan untuk optimalisasi peng-
gunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas
dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien”. Manajemen merupakan suatu proses dalam
16
rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui
orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.
Ricky W. Griffin dalam George dan Jones
mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses peren-
canaan (planning), pengorganisasian (organizing), peng-
arahan (leading), dan pengontrolan (controlling) sumber
daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai
dengan jadwal (NUGRAHA, WIDARMA,2015).
Dari penjelasan definisi tentang manajemen para
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen yaitu
suatu kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan dan mengawasi dalam mengelola sumber
daya yang berupa manusia, uang, material, cara, waktu
dan informasi untuk mencapai tujuan yang efektif dan
efisien.
Telah disebutkan bahwa manajemen bisa dilaku-
kan dimana saja (organisasi) baik dalam lingkup kecil
maupun lingkup besar.Tidak ketinggalan juga di lem-
baga pendidikan (sekolah) juga butuh yang namanya
manajemen. Manajemen yang dilaksanakan dalam dunia
pendidikan disebut manajemen pendidikan.
17
2.1.1.2 Definisi PendidikanDisebutkan dalam UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujud
kan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengen-
dalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Menurut M.J. Langeveld (Husaini Usman, 2014:13)
“pendidikan adalah memanusiakan manusia”. Menurut Ki
Hajar Dewantara (Husaini Usman, 2014:13) bahwa
pendidikan yaitu terutama di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak. Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara,
”Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intellect) dan tubuh anak. Pendidikan merupakan
upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum
dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan ialah usaha
menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidup-
nya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab
secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penen-
tuan diri, susila dan tanggung jawab.
Menurut John Dewey,”Education is all one with
growing; it has no end beyond itself”. Pendidikan adalah
segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pen-
18
didikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam belajar itu
tidak ada batasnya. Jadi pendidikan itu dibutuhkan
sampai kapanpun selagi manusia masih hidup masih
butuh pendidikan (long life education).
Carter V. Good Pendidikan adalah proses
perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap
dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses
sosial diri seseorang bisa dipengaruhi oleh sesuatu ling-
kungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga
ia dapat mencapai kecakapan sosial dan ketrampilan yang
berguna untuk bergaul dengan ling- kungan (teman-
temannya).
Dari beberapa penjelasan baik dalan UU Sisdiknas
maupun pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan
secara sadar dan terprogram guna mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar para siswa mampu
meningkatkan bakat dalam dirinya untuk memiliki kekua
tan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepri badian,
kecerdasan, aklak mulia, serta ketrampilan yang diperlu-
kan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Agar bisa
terwujud pemerintah telah menyediakan pendidikan yang
dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi
(universitas). Karena pendidikan adalah salah satu alat
19
yang tepat untuk mewujudkan agar peserta didik bisa
berkembang sesuai tingkat perkembangannya.
Tujuan Pendidikan dalam (UU Sisdiknas Pasal 3)
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krea-
tif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tujuan Pendidikan menurut Langeveld, pendewa-
saan diri, dengan ciri-cirinya yaitu: kematangan berpikir,
kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan
tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan
pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu
dapat ditandai dengan adanya kemapuan berdiri sendiri
dan tidak tergantung pada orang lain sehingga berusaha
mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.
Dengan kata lain tujuan pendidikan secara umum
adalah menjadikan seseorang yang berkualitas dan
berkarakter sehingga mempunyai pandangan lebih luas
kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harap-
kan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di
dalam berbagai lingkungan. Sebab dengan pendidikan
20
bisa memotivasi diri kita untuk menjadi lebih baik dalam
segala aspek kehidupan.
2.1.1.3 Manajemen PendidikanSuatu sekolah bisa berjalan dengan baik bila dalam
pelaksanaannya dikelola oleh pimpinan yang tahu tentang
manajemen pendidikan. Karena dengan pengelolaan yang
baik segala sesuatu yang timbul dari sekolah tersebut
akan cepat dideteksi akar permasalahannya. Menurut
Rohiat (2008:15) seorang kepala sekolah yang tidak
mempelajari teori manajemen dalam mengelola sekolah-
nya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif,
karena apa yang diusahakn dalam mencapai tujuan
harus berpijak pada perilaku yang sistematis dan
berhubungan dengan konsep, asumsi maupun teori
manajemen.
Pentingnya manajemen perlu dipahami dan diprak-
tekan oleh personil sekolah dalam memberdayakan
potensi yang ada di sekolah. Terlebih kepala sekolah
sebagai pimpinan di sekolah yang membuat kebijakan
atau keputusan di sekolah, kepemimpinan tidak akan
berhasil tanpa manajemen yang baik, oleh sebab itu
antara prilaku kepemimpinan dan perilaku manajemen
harus bersinergi agar organisasi berkembang dan tujuan
dicapai dengan optimal.
Banyak tokoh yang menyatakan teori mengenai
manajemen pendidikan ada beberapa definisi, tetapi
21
dengan versi yang berbeda-beda dan mempunyai maksud
dan tujauan yang hampir sama. Adapun teori maupun
pengertian mengenai manajemen diantaranya seperti
penjelasan berikut ini.
Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu
mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan
proses dan hasil belajar peserta didik secara aktif, kreatif,
inovatif, dan menyenangkan dalam mengembangkan po-
tensi dirinya (Husaini Usman 2014:13). Sharma (Husaini
Usman, 2014:14) mendefinisikan ”Educational mana-
gement is a field of study and practice concern with the
operational of educational organization”. Maksudnya
manajemen pendidikan adalah suatu bidang studi dan
praktik yang menaruh perhatian pada pelaksanaan
organisasi pendidikan.
Demi terlaksananya layanan pendidikan yang
bermutu bagi siswa dalam konteks MBS maka diperlukan
manajemen dalam pendidikan, sebagai suatu proses
manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan
mendayagunakan segala sumber daya secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan. Manajemen pendidikan
ditujukan untuk mengelola sesuatu yang dikembangkan
dalam sistem pendidikan meliputi peserta didik, tenaga
kependidikan, kurikulum, sarana prasarana, keuangan,
kemitraan dengan masyarakat, serta bimbingan dan
pelayananan khusus (Engkoswara & Komariah, 2010:88).
22
2.1.1.4 Manajemen KurikulumKurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan yang mencakup tujuan, isi dan bahan penga-
jaran serta metoda yang digunakan sebagai bahan
pengajaran yang akan diselenggarakan dalam sebuah
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pen-
didikan tertentu.
Sama halnya dengan manajemen menurut pendapat
Rusman (2009:3) manajemen kurikulum adalah sebagai
suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif,
komprehensif, dan sistemik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian tujuan kurikulum. Lunenberg & Orstein
(2000:44-445) menyebutkan bahwa pengembangan kuri-
kulum terdiri dari tiga proses yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Kemudian dijelas-
kan secara lebih rinci melalui model manajerial dari
Saylor bahwa proses mengelola kurikulum diawali dengan
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan eksternal dan dasar-
dasar kurikulum yang mempengaruhi tujuan dan sasaran
kurikulum untuk diwujudkan dalam desain kurikulum,
implementasi, dan evaluasi kurikulum. Manajemen kuri-
kulum adalah sebuah proses atau sistem pengelolaan
kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan
sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan kuriku-
lum yang sudah dirumuskan.
23
2.1.1.5 Manajemen KesiswaanPengertian Manajemen Kesiswaan
Manajemen Kesiswaan merupakan proses peng-
urusan segala hal berhubungan dengan peserta didik,
meliputi pembinaan sekolah baik dari penerimaan siswa,
pembinaan siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa
menamatkan pendidikannya mulai penciptaan suasana
yang kondusif terhadap berlangsungnya proses belajar
mengajar yang efektif dan efisien.
Mulyono mengemukakan bahwa manajemen
kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan yang di renca-
nakan dan di usahakan secara sengaja serta pembinaan
secara kontinyu terhadap seluruh siswa (dalam lembaga
pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti
proses PBM secara efektif dan efisien.
Manajemen kesiswaan juga berarti seluruh proses
kegiatan yang direncanakan dan disengaja maupun
pembinaan kontinyu terhadap seluruh peserta didik
(dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar
dapat mengikuti proses belajar mengajar secara efektif
dan efisien mulai dari penerimaan peserta didik hingga
keluarnya peserta didik dari suatu sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas menjelaskan
bahwa manajemen kesiswaan adalah sebagai proses
segala hal pengurusan yang berkaitan dengan siswa mulai
dari penerimaan peserta didik hingga keluarnya peserta
24
didik dari suatu sekolah. W.Manja, Profesionalisme
Tenaga Kependidikan, (Malang: Elang Mas, 2007:35)
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pen-
didikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media Groups, 2008:78).
Tujuan manajemen kesiswaan secara umum adalah
untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang
kesiswaan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa
terlaksana secara tertib, teratur, lancar, serta dapat
mencapai tujuan pendidikan sekolah
2.1.1.6 Manajemen PendidikPendidik dan tenaga kependidikan disebut juga
personel, pegawai atau karyawan. Hal tersebut menun-
jukkan bahwa kesemuanya mempunyai maksud sama,
sehingga kata itu bisa digunakan dalam istilah-istilah
secara bergantian.
a. Pendidik
Menurut UU No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2,
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembela
jaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-
bingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pen-
didik pada perguruan tinggi.
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir yang dikemukan
oleh Sulistiyorini di dalam bukunya, pendidik dalam
Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
25
terhadap perkembangan anak didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak
didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun
potensi psikomotorik.
b. Tenaga kependidikan
Tenaga kependidikan adalah tenaga atau personil
yang andil dalam organisasi atau lembaga pendidikan
yang memiliki wawasan pendidikan (memahami falsa
fah dan ilmu pendidikan), dan melakukan kegiatan
pelaksanaan pendidikan (mikro atau makro) atau
penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Hasbulloh, yang dimaksud personel
adalah orang-orang yang melaksanakan sesuatu tugas
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam kon-
teks lembaga pendidikan atau sekolah dibatasi dengan
sebutan pegawai.
c. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan
merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma,
standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penata-
laksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga
kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas
dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen
personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kependidikan secara efektif dan efisien agar
26
tercapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi
yang menyenangkan. Untuk mewujudkan keseragaman
perlakuan dan kepastian hukum bagi tenaga kepen-
didikan sekolah dasar dalam melaksanakan tugas dan
fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.1.7 Manajemen Sarana PrasaranaSejalan dengan kebijakan pemerintah yang mem-
berikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah
/perguruan tinggi selaku industri jasa untuk menye-
lenggarakan layanan pendidikan secara transparan dan
akuntable. Oleh karena itu, seluruh proses pengadaan
serta mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, pera-
watan dan pengendalian sarana dan prasarana pen-
didikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,
diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan pra-
srana. Lembaga dituntut memiliki kemandirian untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga
(sekolah) menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri
serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga
sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan
perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan,
khususnya pada pendidikan dasar dan menengah.
27
Untuk mewujudkan dan mengatur hal tersebut,
pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun
2005 tetang Standar Nasional Pendidikan yang menyang-
kut standar sarana dan prasarana pendidikan secara
nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan
bahwa; Pertama, setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diper-
lukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Kedua, setiap satuan pen-
didikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah
raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
(Depdiknas, 2007). Adapun dasar manajemen sarana dan
prasarana pada pendidikan sebagai berikut: 1. UU No
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IX
Pasal 35 memuat tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). 2. PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendi-
dikan termasuk BAB VII tentang Standar Sarana dan
Prasarana. 3. Permendiknas. Nomor 24 tahun 2007
28
tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). 4. Permen-
diknas Nomor 33 tahun 2008 tentang standar sarana dan
prasarana untuk sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah
menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB).
Manajemen sarana dan prasaran yang berlaku pada
pendidikan tinggi hampir sama dengan proses manajemen
sarana dan prasarana pendidikan pada persekolah dari
tingkat dasar sampai tingkat menengah atas. Berdasar-
kan buku yang dikeluarkan oleh Depdiknas tentang
Penjaminan Mutu yang di dalamnya terdapat Buku V
tentang Prasarana dan Sarana pada Pendidikan Tinggi,
disebutkan ada proses yang dinamakan dengan meka-
nisme penetapan standar prasarana dan sarana,
pemenuhan standar prasarana dan sarana serta pengen-
dalian standar prasarana-sarana (Dwiantara, Lukas, and
Rumsari Hadi Sumarto."Manajemen Logistik).
2.1.2 Evaluasi ProgramAda beberapa pendapat tentang evaluasi program
antar lain: Menurut Ralph Tyler (Tayibnapis 2008:5)
“Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan”.
29
Definisi lain dari Cronbach dan Stufflebeam (Arikunto dan
Jabar, 2014:5) bahwa evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan. Lain halnya, Evaluasi program
menurut Sukardi (2014:3) merupakan evaluasi yang
berkaitan erat dengan suatu program atau kegiatan
pendidikan, ter- masuk diantaranya tentang kurikulum,
sumber daya manusia, penyelengaraan program, proyek
penelitian dalam suatu lembaga. Sedangkan Spaulding
dalam Sukardi, “Program evaluation is conducted for
decision making porpuse”. Artinya evaluasi program
dilakukan untuk tujuan pengambilan keputusan.
Sementara itu menurut David dan Hawthorn
(Sukardi, 2014:3) evaluasi dipandang :”… as a structured
proces that creates and synthesizes information intended to
reduce uncertainty for steakholders about given program or
policy” artinya evaluasi program sebagai proses terstruk-
tur yang menciptakan dan menyatukan informasi
bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian para pe-
mangku kepentingan tentang program dan kebijakan yang
ditentukan.
Patton (2009:53) menyatakan bahwa evaluasi
program artinya mengukur pencapain suatu tujuan,
berdasarkan perangkat yang dibuat sebelumnya secara
hati-hati dari tujuan yang dapat diukur. Jadi evaluasi
program menurut Patton adalah suatu alat yang diguna-
30
kan untuk mengukur tujuan yang telah ditetapkan
apakah berhasil atau tidak tujuan yang kita laksanakan.
Pada intinya evaluasi adalah proses menyatukan
informasi untuk mengambil keputusan atau kebijakan
dan mengukur tujuan (Stufflebean, Ralph Tyler,
Cronbach, Sukardi, Spaulding, David dan Hawthorn).
Persamaannya terletak pada tujuan pengambilan kepu-
tusan sedangkan perbedaannya pada pendapat Patton
yaitu lebih spesifik karena pencapaian tujuan berdasar-
kan perangkat yang dibuat sebelumnya.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat
disimpulan bahwa evaluasi program adalah merupakan
proses secara terstruktur untuk menyampaikan informasi
dalam rangka mengukur suatu tujuan kemudian
disampaikan kepada pengambil keputusan. Atas dasar
teori-teori dan kesimpulan maka pada penelitian ini
mempunyai alasan dilaksanakannya evaluasi program
adalah untuk mengukur evektifitas dan pelaksanaan
program yang akan diteliti.
2.1.2.1 Tujuan Evaluasi ProgramSuatu kegiatan dievaluasi untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan program yang telah direncanakan
tercapai. Semua kegiatan tentunya mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, begitu juga dengan evaluasi. Arikunto
dan Jabar (2014:18) mendefinisikan bahwa evaluasi
program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan
31
program dengan langkah mengetahui keterlaksaan kegia-
tan program yang telah ditentukan, karena evaluator
ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub
komponen program yang belum terlaksana.
Menurut Worten dkk (Tayibnapis, 2008:3) evaluasi
program bertujuan: a. membuat kebijakan dan keputus-
an; b. menilai hasil yang dicapai para pelajar; c. menilai
kurikulum; d. memberi kepercayaan kepada sekolah; e.
memonitor dana; f. memperbaiki materi dan program.
Dari beberapa komponen tersebut antara komponen satu
dengan komponen lainnya saling berkaitan. Setelah
adanya evalusai program tujuannya untuk mengetahui
hasil yang sudah dicapai dan memperbaiki kekurangan
atau tujuan yang belum tercapai.
Secara lebih rinci tujuan evaluasi program menurut
Sukmadinata (2010:121) adalah:
a) membantu perencanaan untuk melaksana kan program;b) membantu dalam penentuan keputusan, penyempurnaan
atau perubahan program;c) membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau
penghentian program;d) menentukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap
program;e) memberikan sumbangan dalam pemahaman proses
psikologis, social, politik, dalam pelaksanaan program sertafaktor yang mempengaruhi program.
Secara umum evaluasi program adalah untuk
mengetahui keterlaksaan program, memperbaiki dan dila
kukannya penyempurnaan program (Worten dan
32
Sukmadinata Arikunto dan Jabar). Persamaanya dari
pendapat tokoh di atas adalah untuk mengetahui keter-
laksanaan program yang sudah dilakukan.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan sebagai
berikut: evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk
mengetahui keberhasilan program dan kelemahanya yang
selanjutnya dapat diadakan tindakan demi kesempurnaan
pelaksanaan sebuah program untuk menentukan kebija-
kan atau keputusan.
2.1.2.2 Manfaat EvaluasiSukmadinata (2010:127) menyatakan bahwa kre-
teria atau standar yang digunakan dalam evaluasi
program adalah apakah hasil evaluasi dapat digunakan
untuk menentukan kebijkan secara tepat atau tidak.
Pengguna hasil evaluasi dapat bertahap, dari penentu
kebijakan tertinggi sampai terendah. Disisi lain Sukardi
(2014:10) mengatakan bahwa evaluasi program mem-
punyai empat manfaat sebagai berikut:
a) melihat secara kotinu dan terus menerus suatuprogram atau proyewk jika dileng kapi denganfungsi monitor; b) mengontrol agar program tetapberada dalam koridor mutu dan memilikikewenangan untuk mengendaklikan dalam tingkatpenja minan layanan atau servis baik pada parapengguna maupun pemangku kepen tingan; c)sebagai umpan balik terhadap prosespenyelenggaraan lembaga; d) mengevaluasi semuakomponen dalam kinerja program.
33
Inti pendapat dari Sukmadinata dan Sukardi man-
faat evaluasi untuk menentukan kebijakan secara tepat
dilengkapi fungsi monitor. Dari penjelasan kedua tokoh
tesebut dapat disimpulkan bahwa manfaat evaluasi
program adalah untuk mengontrol, mengevaluasi kinerja,
umpan balik (feed back)yang berguna sebagai penjamin
layanan dan mengambil kebijakan di suatu organisasi
/lembaga.
2.1.2.3 Model Evaluasi Context, input, Process danProduct (CIPP)
Penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di
SD Negeri 1Panimbo menggunakan model evaluasi
Context, Input, Process, dan Product (CIPP). Adapun
pengertian model evaluasi adalah desain evaluasi yang
dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang
biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau
tahap pembuatannya (Tayibnapis, 2008:13)
Stufflebeam (Sukmadinata, 2010:127) mengembang
kan model evaluasi pendidikan yang bersifat kompre
hensif mencakup konteks (context), masukan (input),
proses (process) dan hasil (product) yang disingkat men-
jadi CIPP.
1. Context evaluation: evaluasi terhadap konteks
2. Input evaluation: evaluasi terhadap input
3. Process evaluation: evaluasi terhadap proses
4. Product evaluation: evaluasi terhadap hasil
34
Stufflebeam (Wirawan, 2011:92) menjelaskan
model evaluasi CIPP merupakan kerangka komprehensif
untuk mengarahkan pelaksanaan evaluatif dan evaluasi
sumatif terhadap objek program, proyek, personalia,
hasil, institusi, dan sistem. Model evaluasi ini dikonfi
gurasi untuk dipakai oleh evaluator internal yang
dilakukan oleh organisasi evaluator, evaluasi diri yang
dilakukan oleh tim proyek atau penyedia layanan
individual yang dikontrak atau evaluator eksternal. Jenis
evaluasi ini digunakan secara luas di seluruh dunia dan
dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan
layanan misalnya pendidikan, perumahan, transformasi,
pengembangan masyarakat, dan sistem evaluasi perso-
nalia militer. Model CIPP dapat diuraikan pada gambar
2.1
Sumber wirawan (2011:93)
Gambar 2.1 Model CIPP
Context Evaluation
Berupaya untukmencari jawabanatas pertanyaan:apa yang perludilakukan
Waktu:pelaksanaansebelumprogramditerima
Keputusan:perencanaanprogram
Input Evaluation
Berupayamencari jawabanatas pertanyaan:apa yang harusdilakukan
Waktu:pelaksanaansebelumprogram dimulai
Keputusan:perstrukturanprogram
Process Evaluation
Berupayamencari jawabanatas pertanyaan:apakah sedang didilakukan?
Waktu:pelaksanaanketika programdilaksanakan
Keputusan:pelaksanaan
Product Evaluation
Berupayamencari jawabanatas pertanyaan:apakah programsukses?
Waktu:pelaksanaanketika programselesai
Keputusan:resikel ya atautidak program
35
Evaluasi kontek menurut Daniel Stufflebeam adalah
untuk menjawab pertanyaan apa yang akan dilakukan?
(What, needs, to be done?). Evaluasi ini mengidentifikasi
dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari
disusunnya suatu program.
Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should be
done?) evaluasi ini mengidentifikasi dari problem, asset,
dan peluang untuk membantu para pengambil keputusan
mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas, dan membantu
kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk menilai
tujuan, prioritas, dan manfaat-manfaat dari program,
menilai pendekatan alternative, rencana tindakan, ren-
cana staf dan anggaran untuk fleksibilitas dan potensi
cost efektiviness untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan
yang ditargetkan. Para pengambil kebutuhan memakai
evaluasi masukan dalam memilih diantara rencana-
rencana yang ada, menyusun proposal pendanaan,
alokasi sumber-sumber, menempatkan staf, mensekedul
pekerjaan, menilai rencana-rencana aktifitas dan pengang
garan.
Evaluasi proses berusaha mencari jawaban atas
pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is
this being done?). Evaluasi ini berupaya mengakses
pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program
melaksanakan aktifitas dan kemudian membantu
36
kelompok pemakai yang lebih luas menilai program dan
menginterprestasikan manfaat.
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban
pertanyaan: Apakah program sukses?(Did it succed?).
Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses
keluaran dan manfaat, baik yang direncanakanatau yang
tidak terencana, jangka pendek maupun jangka panjang.
Tujuannya membantu staf menjaga upaya memfokuskan
pada pencapaian manfaat yang penting dan akhirnya
untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas
mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuh-
an-kebutuhan yang ditargetkan.
Teori ini digunakan untuk meneliti program pen-
didikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo dengan alasan
bahwa peneliti merasa cocok dengan model evaluasi
tersebut. Dalam model ini peneliti harus menganalisa
kebutuhan atau konteks, yaitu membuat rencana
program, melaksanakan program dan terakhir dapat
melihat out put dari program yang sudah terlaksana.
Karena dengan menganalisa kebutuhan, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi (out put) program yang
telah dibuat kita bisa mengetahui apakah program
tersebut efektif atau tidak.
2.1.2.4 Desain Evaluasi ProgramDesain merupakan bentuk kegiatan mengenai
bagaimana mengumpulkan informasi yang komplit
37
sehingga hasil program yang dievaluasi dapat dipakai
untuk menilai manfaat dan besarnya program apakah
akan diperlukan atau tidak (Tayibnapis, 2008:64),
sedangkan menurut Sukardi (2014:63) desain secara
umum merupakan komponen evaluasi program yang
mendiskripsikan rencana evaluasi baik dalam kegiatan
evaluasi maupun penelitian.Secara ontology desain program dapat diartikan menjadidua macam, yaitu arti secara umum dan spesifik atausempit. Desain evaluasi program secara umum adalahsemua proses, termasuk didalamnya persiapan,pelaksanaan, dan penulisan laporan yang dilakukan olehpeneliti untuk memecahkan permasalahan dalampenelitian. Desain secara spesifik dapat diartikan sebagaipenggambaran secara jelas tentang pemaparan permasalahan (Sukardi 2014:64)
Desain bisa dikatakan suatu cara bagaimana
menjabarkan secara rinci unsur-unsur program yang
akan dievaluasi. Untuk pelaksanaan evaluasi instrmen
perlu dipersiapkan sebagai alat pengukuran suatu
program sehingga dapat terlaksana dengan baik atau
tidak mengalami kesulitan.
Tayibnapis (2008:37) mengatakan evaluasi sumatif
dilakukan pada akhir program untuk memberikan
infomasi kepada konsumen yang potensial tentang
manfaat atau kegunaan program. Sedangkan Sukma
dinata (2010:122) mendefinisikan evaluasi sumatif yang
diarahkan bagaimana cara mengevaluasi hasil, untuk
menilai apakah program cukup efektif dan efesien atau
38
belum, atas dasar evaluasi tersebut apakah pogram
dilanjutkan atau dihentikan.
Selain menggunakan model CIPP peneliti juga
menggunakan desain program evaluasi sumatif. Desain
ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui keefektif-
an program yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo
sebagai sekolah pelaksana inklusi.
2.1.2.5 Evaluasi Program Pendidikan InklusiEvaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada tiap jenjang, jalur,
dan pendidikan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan
pendidikan sesuai UU No. 20 tahu 2003. Berkaitan
dengan UU tersebut maka penting diadakan evaluasi
program karena dapat dilihat keterlaksanaannya program
sebagai wujud kinerja sekolah (kepala sekolah).
Dalam pelaksanaan evaluasi ini tidak hanya cukup
dari sekolah saja tetapi pemerintah pusat dan daerah juga
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan, satuan, jalur,
jenjang dan jenis pendidikan. Evaluasi tersebut bertujuan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagi bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan pada pihak-pihak yang berkepentingan.
Secara umum evaluasi program pendidikan inklusi
menyajikan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan inklusi
di sekolah. Evaluasi program berkaitan erat dengan
39
kinerja kepala sekolah dan penilaian sekolah. Dengan
adanya penilaian sekolah akan diketahui apakah program
tersebut layak dalam satuan pendidikan berdasarkan
kreteria yang ditetapkan. Penilaian kinerja kepala sekolah
digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan program
yang telah dibuat sebelumnya. Orang-orang yang terlibat
dalam penelitian ini semua tenaga pendidik dan
kependidikan sekolah serta stakeholder yang terdiri dari,
komite sekolah, wali murid dan tokoh masyarakat setem-
pat yang mendukung pelaksanaan program.
2.1.3 ProgramProgram adalah suatu rencana yang sudah dipikir-
kan sebelumnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Arikunto dan Jabar (2014:4) program didefinisi-
kan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang
merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang terus menerus,
dan terjadi pada organisasi yang melibatkan sekelompok
orang. Sedangkan Sukardi (2014:4) program merupakan
salah satu hasil kebijakan yang penempatannya melalui
proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya
untuk dilaksanakan baik oleh sivitas akademika maupun
tenaga administrasi institusi. Program menurut Sa’ud dan
Makmum (2009:182) program menyangkut persiapan
rencana-rencana yang sepesifik disertai prosedur-pro
sedur untuk diterapkan oleh suatu lembaga.
40
Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar,
Sukardi, Sa’ud dan Makmum adalah suatu unit yang
merupakan implementasi kebijakan melalui proses pan-
jang dan disepakati bersama. Persamaan dari teori para
tokoh terdapat pada keterlibatan organisasi atau lembaga
dalam pelaksanaannya. Perbedaanya menurut Sa’ud dan
Makmum lebih rinci karena ada persiapan rencana-
rencana yang spesifik disertai prosedur-prosedur pene-
rapannya. Pendapat dari ketiga tokoh tersebut bisa
disimpulkan bahwa program adalah rencana-rencana
yang disusun secara spesifik untuk disepakati suatu orga
nisasi selanjutnya untuk dilaksanakan dan diterapkan
baik dalam pendidikan maupun tenaga administrasi.
2.1.4 Program Pendidikan InklusiUntuk pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) di sekolah inklusi agar dapat berjalan
dengan baik perlu adanya program. Program tersebut
perlu disusun, dilaksanakan dan dievaluasi secara ber-
kala serta sistematis. Pembuatan program bagi ABK perlu
disesuaikan dengan kemampuan individu mereka.
Maksudnya, seorang pendidik harus tahu kebutuhan
yang apa diperlukan agar dapat membantu mereka untuk
mandiri. Patton (Delphie, 2009:69). Program layanan
pendidikan inklusi melaui beberapa tahapan-tahapan
antara lain: a. Pelaksanaan deteksi diri; b. penentuan
sasaran dan tujuan; c. penentuan metode yang tepat; d.
41
penyiapan peralatan; e. penentuan kegiatan yang sejalan;
f. evaluasi seluruh hasil kerja.
Lebih jelasnya mengenai layanan bagi anak ber-
kebutuhan khusus Delphie (2009:70) menyatakan bahwa
“layanan pendidikan anak berkebutuahan khusus perlu
ada modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan antara lain
kurikulum, lingkungan fisik sekolah, proses hubungan
sosial di kelas, media mengajar, sistem evaluasi, dan
struktur administrasi”.
Intinya dari pendapat Delphie dan Patton mengenai
program pendidikan inklusi yaitu proses pemograman
berdasarkan kemampuan-kemampuan individu. Ada per-
bedaan pendapat dari kedua tokoh tersebut antara lain
yaitu menurut Delphie memandang program pendidikan
inklusi membutuhkan program yang lebih luas lagi
sedang menurut Patton program pendidikan inklusi mem-
butuhkan pendidik yang mempunyai pemikiran khusus
agar dapat membantu mereka untuk mandiri.
Dari penjelasan dua tokoh di atas dapat disimpul-
kan bahwa program layanan bagi anak berkebutuhan
khusus harus disusun, dilaksanakan, dievaluasi secara
berkala atau sistematis dan pemogramannya harus
ditinjau secara khusus serta bertahap. Disamping itu
perlu juga adanya modifikasi. Modifikasi yang dilakukan
ini contohnya bisa modifikasi kurikulum sekolah, modifi-
42
kasi rencana pembelajaran (RPP) yang dibuat guru-guru
untuk kepentingan anak ABK di sekolah.
2.1.5 EvaluasiSecara umum evaluasi adalah kegiatan yang
berhubungan dengan penilaian dalam pembelajaran di
sekolah atau tes. Namun evaluasi dalam kaitannya
dengan penelitian disini adalah suatu kegiatan yang
memberi gambaran mengenai terlaksananya suatu pro-
gram. Menurut Sukardi (2014:2) evaluasi merupakan
suatu proses mencari data atau informasi tentang suatu
objek yang dilaksanan untuk tujuan pengambilan kepu-
tusan terhadap objek atau subjek tersebut.
Ralph Tyler (Tayibnapis, 2008:3) mengidentifi-
kasikan evaluasi adalah proses yang menentukan sejauh
mana tujuan pendidikan dapat tercapai. Selanjutnya
Arikunto dan Jabar (2014:2) mengatakan bahwa evaluasi
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerja sesuatu tempat, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alter-
natif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Stufflebeam (Suparman 2012:301) menyatakan
bahwa ”Evaluation is a systematic investigation of same
object’s value”. Evaluasi adalah suatu investasi, pene-
litian, penyelidikan, atau pemeriksaan yang sistematik
terhadap nilai suatu objek. Pengertian lain mangenai
evaluasi seperti yang diungkapkan Vedung (dalam
43
Sukardi 2014:7) “Evaluation is the proses of determining
worth, menit, value of the things”. Evaluasi adalah proses
untuk menentukan harga, citra, dan nilai sesuatu. Worth
dan Merit dapat diartikan nilai atau harga, tetapi memiliki
makna yang berbeda. Suatu program dievaluasi karena
akan ditunjukkan harga, citra dan nilainya.
Inti dari pendapat para tokoh di atas mengenai
evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mencari informasi
digunakan untuk memvalidkan data sebagai suatu
keputusan. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
pengertian evaluasi yaitu sama-sama untuk mengambil
suatu keputusan. Berdasarkan pendapat dari para tokoh
dapat ditarik kesimpulan yakni evaluasi merupakan
suatu kegiatan secara sitematis dengan maksud untuk
mengumpulkan informasi kemudian dijadikan suatu
keputusan terhadap suatu objek.
2.2 Penelitian yang RelevanPenelitian terdahulu yang memiliki kesamaan
dengan yang peneliti lakukan yakni: penelitian oleh David
Jonah Sowalsky Kievel: “Program Evaluation Of An
Inclusion Program At An Overnight Summer Camp” (2013)
hasil penelitian disimpulkan bahwa rencana evaluasi
sudah layak, evaluasi berguna untuk siswa dan
stakeholder, dan diadakan pengembangan lanjutan
dengan implementasinya karena dianggap sudah ber
hasil dilaksanakan, dan ada respon positif dari siswa dan
44
pemangku kepentingan. Hasil penelitian bahwa evaluasi
dan hasilnya sudah jelas, praktis, berguna, dan cocok
untuk program tersebut.
Penelitian tersebut ada kaitannya dengan yang
peneliti lakukan yaitu perlu adanya kelanjutan program
dengan bekerjasama pada pihak-pihak terkait (peme
rintah, GPK, psikolog, dan stakeholder) agar program
pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo bisa terlak-
sana dengan baik dan hasilnya maksimal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipsky,
Dorothy Kerzner, Gartner, Alan dengan judul: ”The
Evaluatin of InclusiveEducational Programs” (1995) dengan
hasil penelitian dan evaluasi pada sekolah inklusi
menunjukkan kecenderungan yang kuat adanya pening-
katan hasil belajar siswa (akademis, perilaku, dan sosial)
baik bagi mahasiswa program pendidikan khusus dan
mahasiswa pendidikan umum. Kunci keberhasilan
program pendidikan inklusi meliputi: kepemimpinan yang
visioner, kolaborasi, pengunaan penilaian, dukungan
tenaga staf, pendanaan mencukupi, orang tua, dan
keterlibatan keluarga serta orang tua yang efektif.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa kunci keberhasilan program pendidikan inklusi
yaitu dengan adanya kolaborasi dari pihak lain.
Perbedaannya penelitian Lipsky, Dorothy Kerzner,
Gartner, Alan terletak pada kegunaan program
45
pendidikan inklusi; status pendidikan khusus; dan efek
inklusi pada mahasiswa program pendidikan khusus
maupun pendidikan umum. Sedangkan peneliti hanya
mengevaluasi program pendidikan inklusi di sekolah
dasar bagi perkembangan akademik maupun sosial.
Antara penelitian yang dilakukan oleh David Jonah
Sowalsky Kieval ada kesamaan dengan peneliti.
Kesamaannya itu terletak pada sama-sama meneliti
evaluasi program inklusi. Hasil penelitian dari David
Jonah Sowalsky Kievel evaluasi program sudah layak
diimplementasikan kembali karena berhasil dan
mendapat umpan balik. Perbedaan pada penelitian ini
terletak pada evaluasi program di sekolah sedangkan
penelitian David Jonah Sowalsky Kieval pelaksanaan
evaluasi program di luar sekolah.
Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara,“Studi
Evaluasi program pendidikan inklusif bagi Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten
Pontianak” (2013) penelitian tersebut menyatakan hasil
temuan komponen konteks menunjukkan bahwa landa-
san hukum penyelenggaraan pendidikan inklusif secara
jelas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem
Pendidikan Negara kita. Hasil temuan komponen input
menunjukkan input ABK yang bersekolah jumlahnya
cukup besar dibanding populasi seluruh siswa yang ada.
Hasil temuan komponen proses menunjukkan kegiatan
46
perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran untuk
setiap aspek dinilai masuk dalam katagori baik dan
cukup baik. Hasil temuan komponen produk menunjuk-
kan produk perkembangan aspek akademik ABK ber
dasarkan nilai UAS dan UN dinilai cukup menggem-
birakan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Gusti Nono
Haryono, Uray Husna Asmara, Herculanus Bahari Sindju
mendapat temuan bahwa landasan hukum penyeleng-
garaan inklusif secara jelas dan tegas belum tertuang dan
ditemukan dalam UU Sistem Pendidikan. Kesamaannya
adalah sama-sama menggunakan model CIPP.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri
Nurcahyani berjudul ”Evaluasi Implementasi Kurikulum
di Sekolah Inklusi SDN Mriyunan Sedayu Gresik” (2013)
dengan hasil penilaian konteks sesuai dengan penyeleng-
garaan inklusi, penilaian masukan berjalan dengan baik,
penilaian proses ada satu indikator yang belum tercapai
yaitu alokasi waktu untuk ABK tidak sesuai dengan teori,
penilaian hasil telah sesuai semua indikator dan
terpenuhi, modifikasi kurikulum pada salah satu aspek
berdampak pada aspekyang lain.
Penelitian yang dilakukan Fitri Nurcahyani di
Gresik dari hasil penilaian proses ada salah satu indikator
yang belum terpenuhi atau tercapai tapi dari konteks,
masukan, dan penilaian hasil mempunyai pengaruh yang
47
sangat kuat. Bedanya penelitian Fitri Nurcahyani dengan
peneliti yaitu mengevaluasi implementasi kurikulum di
sekolah inklusi sedangkan penelitian yang dilakukan
peneliti yaitu evaluasiprogram pendidikan inklusi di SD
Negeri 1 Panimbo. Persamaannya sama-sama meng-
gunakan model CIPP.
Maria J. Wantah dengan judul ”Evaluasi Program
pendidikan Inklusif di SD Negeri Gejayan Kabupaten
Sleman Yogyakarta tahun 2016, hasilnya secara keselu
ruhan, penyelenggaraan program pendidikan inklusif di
SDN Gejayan belum sesuai dengan kriteria yang telah
dikeluarkan oleh Direktorat PSLB. Hal ini disebabkan
kegiatan tersebut baru di mulai pada tahun 2005
sehingga masih dalam proses pembenahan. Penelitian ini
mempunyai kesamaan dengan yang peneliti lakukan yaitu
sama-sama mengevaluasi program pendidikan inklusi dan
menggunakan model CIPP.
Peneletian yang akan peneliti lakukan yaitu
penelitian evaluasi program pendidikan inklusi di SD
Negeri 1 Panimbo yang sudah berjalan 9 tahun karena
program tersebut berjalan belum maksimal dan selama ini
belum ada yang melakukan peneletian program inklusi di
SD tersebut.
Dengan diadakan penelitian ini harapannya SD
Negeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara sekolah inklusi
tidak hanya sebatas label sekolah inklusi saja akan tetapi
48
dapat berjalan secara baik sesuai tujuan yang diharapkan
dan tentunya bisa meningkatkan program-program yang
telah dibuat dibandingkan sebelum diteliti karena
kekurangan atau kelemahannya sudah diketahui.
2.3 Kerangka PikirSebagai sekolah penyelengara inklusi SD Negeri 1
Panimbo sudah berusaha dan berbenah diri menuju
sekolah inklusi. Program-program inklusi mulai dirancang
dan sosialisaikan kepada masyarakat. Pemograman
sekolah inklusi tentunya tidak terlepas dari peran kepala
sekolah sebagai seorang pimpinan atau leader yang
profesional. Mulyasa (2009: 90) mengatakan bahwa
kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan program yang tertuang dalam visi, misi, dan
tujuan, yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap. Menurut pendapat tersebut ada keterkaitan
fungsi kepala sekolah di SD Negeri 1 Panimbo dalam
perencanaan program dan pelaksanaan pendidikan
inkulsi.
Perencanaan program sekolah inklusi menjadi
tanggungjawab guru, kepala sekolah dan pihak-pihak
terkait lainnya. Teamwork sekolah yang kompak
merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan
dalam meningkatkan program pendidikan inklusi di SD
Negeri 1 Panimbo. Dalam pelaksanaan tentunya tidak
49
terlepas dari permasalahan atau hambatan yang dihadapi
oleh sekolah apakah itu hambatan datang dari internal
sekolah (tenaga kependidikan dan sarpras) atau dari
eksternal (masyarakat). Tapi hal ini jangan dijadikan
beban justru sebaliknya dijadikan sebagai suatu
tantangan agar pendidikan inklusi bisa terlaksana
/terwujud sesuai harapan pemerintah dengan cara
mencari solusi permasalahannya.
50
Gambar 2.2Kerangka pikir
Sosialisai,Identifikasi
ABK
Whorkshop,Kerjasamateam ahli
Kerjasama dgsteak holder,membina lifeskill, asesmen
PPI
SarprasGPK,Dana,
Context
EVALUASI
Input Process Product
Hasil Evaluasi
Program berjalan Program tidakmaksimal
Dilanjutkan Diperbaiki
Program Pendidikan InklusiSD Negeri 1 Panimbo