bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir · 2019-08-01 · 12 bab ii kajian pustaka dan kerangka...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A, Tinjauan Studi Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya
yang sejenis dan relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dalam upaya
menyusun skripsi. Berikut adalah penelitian-penelitian yang menggunakan
strategi penolakan Beebe, Takahashi, dan Uliss-Weltz.
Lisa Nugroho (2000) dari Universitas Kristen Petra Surabaya dalam
skripsinya yang berjudul "Refusal Strategies in English Used By American and
Indonesian University Students Based on Age, Sex, Social Status and Social
Distance" atau "Strategi Penolakan dalam Bahasa Inggris digunakan oleh
Mahasiswa Amerika dan Indonesia di Universitas Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Status Sosial dan Jarak Sosial" dengan menggunakan pendekatan
sosiolinguistik. Penelitian ini mengkaji cara penutur asli bahasa Inggris Amerika
dan mahasiswa Indonesia yang belajar bahasa Inggris dalam tindak tutur menolak
ajakan atau tawaran berdasarkan perbedaan usia, jenis kelamin, status sosial, dan
jarak sosial. Responden berjumlah 25 penutur asli bahasa Inggris Amerika dan 26
mahasiswa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris dalam kisaran usia yang
sama yaitu antara 18 sampai 25 tahun dan terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan Discourse Completion Task
(DCT) dalam bentuk kuesioner. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi meminta
maaf, menunjukkan minat, alasan, berterima kasih, dan penolakan langsung
sebagian besar digunakan oleh kedua kelompok responden. Namun demikian,
13
strategi meminta maaf paling dominan diterapkan oleh kedua responden untuk
menolak undangan atau tawaran karena meminta maaf digunakan untuk
menunjukkan ketulusan dan kesopanan. Sementara itu, faktor sosial: usia, jenis
kelamin, status sosial, dan jarak sosial tidak hanya mempengaruhi kuat pilihan
kedua responden penolakan tetapi juga ada solidaritas dan penghormatan yang
mempengaruhi pilihan kedua responden penolakan.
Yinling Guo (2012) dari Zhengzhou Institute of Aeronautical Industry
Management dalam skripsinya yang berjudul "Chinese and American Refusal
Strategy: A cross Cultural Approach" atau "Strategi Penolakan Masyrarakat Cina
dan Amerika: Sebuah Pendekatan lintas budaya" penelitian ini menyelidiki
bagaimana masyarakat Cina dan Amerika menyampaikan penolakan tindak tutur
dengan menggunakan Discourse Completion Task (DCT) untuk mengumpulkan
data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok lebih suka
menggunakan strategi penolakan tidak langsung daripada menggunakan
penolakan langsung, seperti strategi pernyataan alasan alternatif dan permintaan
maaf. Namun kelompok Amerika sebagian besar lebih suka menggunakan strategi
penolakan langsung. Mereka mengimplikasikan bahwa terdapat lebih banyak
kesamaan dan perbedaan antara peserta Amerika dan peserta Cina dalam
mengucapkan penolakan di mana penolakan dipengaruhi oleh perbedaan budaya
antara Amerika dan Cina.
Ridho Widowati (2011) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam
skripsinya yang berjudul "Refusal Expressions Among Characters in the Film
Entitled Knowing" meneliti tentang ekspresi penolakan dalam film Knowing.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosio-Pragmatik. Ada tiga hasil dalam
14
penelitian ini. Pertama, ada tiga jenis ekspresi penolakan dan strategi penolakan
yang diterapkan oleh karakter dalam film, yaitu: penolakan langsung, penolakan
tidak langsung, dan tambahan untuk penolakan dengan setiap strategi seperti
non-performatif, alasan/penjelasan, keberangkatan fisik, diam, beralih topik,
penundaan, pembatasan, dan syukur/apresiasi. Kedua, karakter menggunakan
penolakan dalam strategi langsung dan tidak langsung di mana mereka lebih
memilih untuk menggunakan strategi penolakan tidak langsung daripada strategi
penolakan langsung. Ketiga, faktor-faktor yang mendorong karakter dalam film
untuk menggunakan ekspresi penolakan di situasi penolakan tertentu: untuk
memudahkan percakapan, untuk menunjukkan apresiasi/penghargaan/perlakuan,
untuk menunjukkan kesopanan, dan untuk menjaga jarak.
Rima Yarsiska (2013) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam
skripsinya yang berjudul "Tindak Tutur Penolakan Pada Wacana Arisan Keluarga
di Kalangan Masyarakat Berlatar Belakang Budaya Jawa". Tujuan penelitian ini
adalah: (1) Mendeskripsikan bentuk tindak tutur penolakan pada wacana arisan
keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa; (2)
Mendeskripsikan analisis berdasarkan asumsi pragmatik pada wacana arisan
keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah tindak tutur
penolakan pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang
budaya Jawa. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
percakapan pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar
belakang budaya Jawa. Penelitian ini menggunakan metode simak, teknik sadap,
teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam
15
penelitian ini menggunakan metode padan dan metode padan Ekstralingual. Hasil
penelitian ini: pertama, berdasarkan bentuk-bentuk penolakan pada wacana arisan
keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa terdapat dua
bentuk penolakan, yaitu (1) bentuk bahasa yang terdiri atas tindak tutur penolakan
dan modus penolakan. Tindak tutur penolakan terbagi menjaditiga tuturan
penolakan, yaitu 2 tindak tutur penolakan memerintah, 3 tindak tutur penolakan
menyarankan, dan 3 tindak tutur penolakan menanyakan. Modus penolakan
terbagi menjadi tujuh modus penolakan, yaitu 2 modus ketidaksanggupan, 1
modus ketidaknyamanan, 5 modus ketidakpedulian, 4 modus ketidakmauan, 2
modus ketidaksiapan, 1 modus kesibukan, dan 3 modus keseganan. (2) Bentuk
bahasa tubuh terdiri atas modus penolakan yang terbagi menjadi satu modus
penolakan, yaitu 4 modus ketidakmauan. Kedua, analisis berdasarkan asumsi
pragmatik pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang
budaya Jawa terdapat dua kategori, yaitu (1) tindak tutur langsung-tindak tutur
tidak langsung dan; (2) tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak
tutur langsung terbagi menjadi dua modus, yaitu 5 modus berita dan 1 modus
perintah, sedangkan tindak tutur tidak langsung terbagi menjadi tiga modus, yaitu
2 modus berita, 1 modus perintah dan 4 modus tanya. Tindak tutur literal
ditemukan 14 tuturan, sedangkan tindak tutur tidak literal ditemukan 4 tuturan.
Muryanto (2008) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam skripsinya
yang berjudul "Refusals Strategies Performed by the Characters of the Film
Entitled Anna and the King (A Socio-Pragmatic Approach" atau Strategi Penolakan
yang dilakukan oleh Karakter dalam Film Berjudul Anna and The King
(Pendekatan Sosio-Pragmatik). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan
16
bahwa ada tiga bentuk strategi penolakan yang dilakukan oleh karakter dalam film
Anna and The King, yaitu penolakan langsung, penolakan tidak langsung dan
kombinasi penolakan. Strategi penolakan langsung yang ditemukan dalam data
adalah kemampuan kemauan negatif. Strategi penolakan tidak langsung yang
ditemukan dalam data adalah pernyataan dari keinginan/harapan,
pernyataan/alasan/penjelasan, pernyataan alternatif, janji penerimaan masa depan,
pernyataan prinsip, pernyataan filsafat, mengkritik/opini pemohon negatif,
permohonan bantuan dengan mengadakan permintaan, permintaan klarifikasi atau
informasi, diam, pengalihan topik, petunjuk, pertanyaan, perintah, dan kondisi
yang ditetapkan. Kombinasi dari penolakan meliputi; (1) kombinasi antara
Penolakan langsung dan Penolakan langsung, yang meliputi kombinasi antara
non-performatif "tidak" dan kemampuan kemauan negatif; (2) kombinasi antara
Penolakan Langsung dan Penolakan langsung, yang meliputi kombinasi antara
non-performatif "tidak" dan pernyatan/alasan/penjelasan, kombinasi antara
kemampuan negatif kemauan, pernyatan/alasan/penjelasan dan kombinasi antara
permintaan klarifikasi atau informasi, pengulangan permintaan, dan kemampuan
kemauan negatif; (3) kombinasi antara penolakan langsung dan penolakan
langsung, yang meliputi kombinasi antara pernyataan penyesalan/maaf dan
pernyataan/alasan/penjelasan dan kombinasi antara kondisi set dan
pernyataan/alasan/penjelasan; (4) kombinasi antara tambahan penolakan dan
penolakan tidak langsung, yang meliputi kombinasi antara pernyataan syukur dan
pernyataan/alasan/penjelasan dan kombinasi antara permintaan empati dan
mengkritik pemohon dan; (5) kombinasi antara tambahan penolakan, penolakan
langsung dan penolakan langsung, yang mencakup pernyataan syukur, opini
17
positif, pernyataan/alasan/keterangan, pernyataan penyesalan/permintaan maaf,
kesediaan negatif dan keberangkatan fisik.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti tentang tindak tutur dalam
novel adalah sebagai berikut:
Wahyuni Novitasari Binaba (2014) dari Universitas Sam Ratulangi
Manado dalam jurnalnya yang berjudul "Aspek Penolakan dalam Novel The Stars
Shine Down Karya Sidney Shelton Suatu Analisis Pragmatik" berdasarkan hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam novel The Stars Shine Down
ditemukan jenis-jenis penolakan dalam ujaran langsung dan ujaran tidak langsung.
Pertama, penolakan langsung atau penolakan eksplisit diekspresikan melalui
ujaran-ujaran penutur dan muncul karena adanya aspek negatif seseorang terhadap
tawaran, permintaan, desakan, pernyataan. Dalam penolakan eksplisit ditemukan
aspek-aspek perlokusi dalam novel The Stars Shine Down seperti: Membuat
penutur berpikir tentang (Get how to think), membuat penutur melakukan sesuatu
(get how to do), mengalihkan perhatian (distraction) dan membuat pendengar tahu
(bring hearer to know). Kedua, penolakan tidak langsung atau penolakan implisit
diekspresikan melalui ujaran-ujaran yang diujarkan penutur dan penuturan itu
muncul dari adanya aspek negatif penutur terhadap permintaan, desakan, tawaran,
dan pernyataan. Dalam penolakan tidak langsung yang ditemukan dalam novel ini
hanyalah ujaran yang mengandung kalimat tawaran, permintaan dan pernyataan,
sedangkan kalimat yang mengandung desakan tidak ditemukan. Aspek-aspek
perlokusi yang ditemukan dalam novel The Star Shine Down yakni:
menjengkelkan (irritate), membuat penutur berpikir (get how to think), membuat
penutur melakukan sesuatu (get how to do) dannmembuat penutur tahu (bring
18
hearer to know).
Dwi Nureny Wijayanti (2014) dari Universitas Negeri Yogyakarta dalam
skripsinya yang berjudul "Tindak Tutur Tokoh dalam Novel Bekisar Merah Karya
Ahmad Tohari". Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa; 1. Wujud lokusi dalam dialog novel Bekisar Merah karya
Ahmad Tohari merupakan makna dasar yang diacu oleh ujaran tersebut yaitu
pertama wujud lokusi yang berupa kalimat deklaratif (kalimat berita) kedua wujud
lokusi yang berupa kalimat interogatif (kalimat tanya), dan ketiga wujud lokusi
yang berupa kalimat imperatif (kalimat perintah). Tuturan tersebut dituturkan oleh
seseorang (tokoh-tokoh dalam novel Bekisar Merah) yang membicarakan tentang
sesuatu (kehidupan Lasi dan masyarakat Karangsoga); 2. Wujud ilokusi dalam
dialog novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari adalah tuturan yang mengandung
maksud tertentu untuk mitratuturnya. Wujud ilokusi yang ditemukan yaitu pertama
tindak tutur ilokusi bentuk asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa satu tuturan tidak selalu hanya mengandung
satu tindak ilokusi saja namun dapat juga memiliki dua tindak ilokusi. Selain itu
tidak semua tindak ilokusi mengalami keberhasilan, adapula tindak ilokusi yang
mengalami tidak keberhasilan pada mitratuturnya; 3. Wujud perlokusi dalam dialog
novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari merupakan sebuah tindakan untuk
mempengaruhi mitra tutur. Wujud perlokusi ini dapat berupa hasil yang nyata
setelah ujaran tersebut dituturkan ataupun hasil yang diharapkan oleh penutur.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak semua daya perlokusi menghasilkan
efek seperti yang diharapkan oleh penutur. Ada kalanya ucapan seseorang tidak
memiliki daya pengaruh kepada mitra tuturnya. Selain itu ditemukan pula bahwa
19
efek perlokusi tidak hanya tuturan bentuk verbal, melainkan efek perlokusi dapat
berupa isyarat seperti menangis dan tersenyum; 4. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah tindak tutur merupakan komponen utama dalam sebuah komunikasi antara
penutur dan mitra tuturnya. Komunikasi yang terjadi dalam percakapan antartokoh
dalam tokoh dalam Novel Bekisar Merah memiliki bentuk yang berbeda-beda,
yang oleh Austin dikelompokkan menjadi lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Setiap
tuturan mempunyai keterkaitan antara tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak
perlokusi, sehingga setiap kalimat memiliki kemungkinan menjadi sebuah tindak
lokusi, ilokusi maupun tindak perlokusi; 5. Hubungan tindak tutur lokusi, ilokusi,
dan perlokusi dalam Novel Bekisar Merah memiliki hubungan paralel dan tidak
paralel. Tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi dikatakan paralel jika tuturan
perlokusi menanggapi tuturan lokusi dan ilokusi secara sejajar, sedangkan tindak
tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi dikatakan tidak paralel jika tuturan perlokusi
menanggapi tuturan lokusi dan ilokusi secara tidak sejajar; 6. Pengungkapan tindak
tutur dalam Novel Bekisar Merah meliputi tindak tutur langsung, tindak tutur tidak
langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal,
tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, dan tindak
tutur tidak langsung tidak literal.
Penjelasan di atas merupakan kajian studi terdahulu, penelitian-penelitian
tersebut membahas mengenai masalah tindak tutur penolakan dan strategi
penolakan dalam objek kajian penelitiannya. Untuk itu, dengan menggunakan
analisis yang sama, yakni kajian pragmatik, peneliti mencoba meneliti dari segi
yang berbeda. Dalam penelitian ini, penulis mencoba memfokuskan penelitian
mengenai tindak tutur penolakan pada tokoh-tokoh novel Bumi Manusia karya
20
Pramoedya Ananta Toer dan seberapa jauh jarak sosial dapat mempengaruhi
strategi penolakan.
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan
pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan
itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:12) mendefinisikan pragmatik sebagai "pragmatics
is the study of the conditions of human language uses as there determined by the
context of society", yang artinya pragmatik adalah studi mengenai kondisi-kondisi
penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat.
Levinson (dalam Rahardi, 2003:12) berpendapat bahwa pragmatik sebagai
studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan
konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan
terkodifikasi sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu
saja dari struktur kebahasaannya. Pendapat lainnya disampaikan oleh Leech
(1993:1) bahwa seseorang tidak dapat benar-benar mengerti sifat bahasa bila tidak
mengarti pragmatik, yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pragmatik tidak lepas dari penggunaan bahasa.
Menurut Jenny Thomas (1995:22), pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji
makna dalam interaksi. Pengertiam tersebut dengan mengandaikan bahwa
pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negoisasi antara
pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik)
dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.
21
Menurut Yule (2006:3-4) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics
menyebutkan beberapa batasan ilmu pragmatik. Yule berpendapat bahwa ilmu
pragmatik mempunyai empat batasan. Keempat batasan itu, yakni:
a. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur.
b. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.
c. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih banyak
yang disampaikan daripada yang dituturkan.
d. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan.
Dari pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa yang
menghubungkan serta menyerasikan kalimat dan konteks. Namun dihubungkan
dengan situasi atau konteks di luar bahasa tersebut, dan dilihat sebagai sarana
interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Bahasa dan pemakai bahasa tidak
teramati secara individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatan dalam
masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala individual tetapi juga
gejala sosial.
2. Situasi Tutur
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan (Rustono, 1999:25).
Memperhitungkan situasi tutur sangat pnting di dalam pragmatik. Maksud tuturan
yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang
mendukungnya. Tidak selamanya tuturan itu secara langsung menggambarkan
makna yang dikandung oleh unsur-unsurnya.
Leech dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Pragmatik
22
(1993:19-20) mengungkapkan bahwa pragmatik berbeda dengan semantik,
pragmatik menyangkutna dalam hubungan pada sebuah situasi tutur. Leech
menjelaskan mengenai aspek-aspek situasi tutur untuk mengetahui apakah suatu
percakapan tersebut merupakan fenomena atau sistematis. Aspek situasi ujar
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)
Orang yang menyapa diberi simbol n 'penutur' dan orang yang disapa
dengan t 'petutur'. Simbol-simbol ini merupakan singkatan untuk
'penutur/penulis' dan 'petutur/pembaca'. Jadi penggunaan penutur dan petutur
tidak membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja.
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang bergantung dengan
lingkungan fisik dan sosial sebagai tuturan. Konteks dapat diartikan juga
sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh
penutur dan membantu petutur menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi
oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin
disampaikan melalui makna yang dimaksud atau maksud penutur
mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan dianggap lebih netral dripada maksud,
karena tidak membebani pemakaiannya dengan suatu kemauan atau motivasi
yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan
yang berorientasi tujuan.
23
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-performasi
verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan demikian
pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata
bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindakan verbal
Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam
pragmatik kata 'tuturan' dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu sebagai
produk suatu tindak verbal (sentence-instance) atau tanda kalimat
(sentence-token), tetapi bukanlah sebuah kalimat. Maksud yang kedua ini
tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik,
sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai ilmu yang
mengkaji makna tuturan. Tindakan verbal dalam tindakan mengekspresikan
kata-kata atau bahasa.
3. Tindak Tutur
Teori tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin melalui
serangkaian kuliah yang dikenal sebagai The William James Lectures di
Universitas Harvard pada tahun 1955. Pemikiran Austin kemudian dituangkan
menjadi buku berjudul How to do Things with Words dan kemudian sangat
berpengaruh pada perkembangan kajian bahasa selanjutnya. Sebelum para ahli
bahasa beranggapan bahwa sebuah kalimat hanya berfungsi untuk
menggambarkan suatu keadaan atau untuk menyatakan suatu fakta, dan kalimat
tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Austin berpendapat bahwa tidak semua
24
kalimat semata-mata diujarkan untuk menyatakan atau melaporkan sesuatu
(Austin 1962:5). Menurut Austin dalam menuturkan sebuah kalimat seseorang
tidak hanya menyatakan suatu hal tetapi ia juga melakukan suatu tindakan.
Beranjak dari pikiran tersebut, Austin membedakan dua jenis tuturan yakni
tuturan konstatif (constative) dan performatif (performative). Tuturan konstatif
adalah tindak tutur yang hanya berisi suatu pernyataan. Contoh tuturannya "John
is running" (Ibid:55). Tuturan ini hanya semata-mata menggambarkan suatu
keadaan. Sedangkan tuturan performatif adalah tindak tutur yang diucapkan untuk
melakukan suatu tindakan (Ibid:1-11). Contoh tindak tutur performatif yaitu saat
seseorang berkata "i apologize...", "I promise...", "I will..." (pada upacara
pernikahan), atau "I name this ship...". Penuturnya bukan hanya menuturkan
sesuatu akan tetapi melakukan sesuatu, yaitu meminta maaf, berjanji, menikahi
pasangannya, dan memberi nama sebuah kapal. Tetapi di akhir bukunya Austin
menyimpulkan bahwa semua tuturan termasuk ke dalam jenis performatif.
Austin selanjutnya mengatakan bahwa dalam mengucapkan sebuah tuturan,
seseorang melakukan tiga peristiwa tindakan sekaligus, yaitu:
a. Tindak Lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk
menyatakan sesuatu dalam arti "berkata" atau tindak tutur dalam bentuk
kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai
The Act of Saying Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini
dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur
ini hanya berkaitan dengan makna.
25
b. Tindak Ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of doing
something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
c. Tindak Perlokusi (perlocutionary act)
Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang sering memiliki efek atau
daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan
mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (1962:101) dinamakan tindak
perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara
sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur inilah yang merupakan
tindak perlokusi.
4. Jenis Tindak Tutur
Tindak tutur yang tidak terhitung jumlahnya oleh Searle (dalam Rustono,
1999:37) dikategorikan mennjadi lima jenis, yaitu:
a. Representatif (Representatives)
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya akan kebenaran atas sesuatu yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini
terkadang juga disebut dengan tindak tutur asertif. Tuturan-tuturan yang
termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur menyatakan,
menuntut, mengakui, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan
menyebutkan.
b. Direktif (Directives)
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
26
penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap mitra tutur melakukan sesuatu.
Jenis tindak tutur ini kadang-kadang juga disebut dengan tindak tutur imposif.
Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya,
tindak tutur menyuruh, memohon, menuntun, menyarankan, memerintah,
meminta, dan menantang.
c. Komisif (Commisives)
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya
pada suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan
melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Tuturan-tuturan
yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur berjanji,
bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan
mengancam.
d. Ekspresif (Expressives)
Tindak tutur ekspresif adalah tinak tutur yang dilakukan dengan
maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang
disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur
terhadap suatu keadaan. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak
tutur ini misalnya, tindak tutur memuji, mengucapkan terima kasih, meminta
maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh.
e. Deklarasi (Declaration)
Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan penutur
dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya)
yang baru. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini
27
misalnya, tindak tutur memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan,
mengabulkan, menggolongkan, mengampuni, memafkan, dan mengangkat.
Yule (1996:54-56) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tindak tutur
langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut:
a. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung
1) Tindak Tutur Langsung
Menurut George Yule (1996:54-55), tindak tutur langsung terjadi
apabila ada hubungan antara struktur dengan fungsi. Jadi tindak tutur
langsung adalah bentuk deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu
pernyataan.
Sebuah tuturan dapat diungkapkan secara langsung maupun tidak
langsung, seperti dalam Wijana (1996:29) yang mengatakan bahwa
sebuah tuturan dapat mengandung arti sebenarnya dan berfungsi untuk
menyatakan informasi secara langsung karena modusnya adalah kalimat
berita (deklaratif). Sebuah tuturan juga mungkin saja merupakan
pengungkapan secara tidak langsung karena maksud memerintah yang
diutarakan dengan kalimat berita.
Berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif)
(Wijana, 1996:30). Secara konvesional kalimat berita digunakan untuk
memberikan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan
sesuatu, kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan,
atau permohonan. Apabila kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat
perintah difungsikan secara konvensional maka akan membentuk tindak
28
tutur langsung (direct speech act).
2) Tindak tutur Tidak Langsung
Tindak tutur tidak langsung terjadi apabila ada hubungan tidak
langsung dengan fungsi. Jadi tindak tutur tidak langsung adalah bentuk
deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu permohonan (Yule,
1996:55).
Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau
kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah.
I Dewa Putu Wijana (1996:30) mengatakan bahwa tindak tutur tidak
langsung dapat digunakan untuk berbicara secara sopan, seperti halnya
kalimat perintah dapat diutarakan dengan kalimat tanya.
b. Tindak Tutur Literal dan Tidak Literal
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang
dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan
tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang
dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang
menyusunnya. Apabila tindak tutur langsung diinteraksikan dengan tindak tutur
literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut:
1) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)
Tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan makna yang sama
dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan
kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan
sesuatu dengan kalimat tanya.
29
2) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)
Tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak
sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang
menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Misalnya:
"Bajumu kotor, tuh". Kalimat itu bukan saja menginformasikan, tetapi
sekaligus menyuruh membersihkannya atau mengganti bajunya.
3) Tindak tutur langsung tidak literal (direct non literal speech)
Tindak tutur yang diiytarakan dengan modus kalimat yang sesuai
dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki
makna yang sama dengan maksud penuturnya. Misalnya: "Tulisanmu bagus,
kok". Penutur sebenarnya ingin mengatakan bahwa tulisan lawan tuturnya
jelek.
4) Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect non literal speech act)
Tindak tutur yang yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak
sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan. Untuk menyuruh seorang
pembantu membersihkan meja, seorang majikan dapat saja mengutarakan
dengan kalimat "Mejanya bersih sekali, Mbok".
5. Tindak Tutur Penolakan
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak mudah untuk menolak sesuatu dari
lawan tutur, untuk penolakan datar yang diberikan, mungkin ditafsirkan sebagai
lebih dari sekedar penolakan itu sendiri. Sebaliknya, hal itu dapat menciptakan
perasaan ketidaknyamanan di kedua pemohon dan penerima permohonan.
Menanggapi permintaan, undangan, tawaran, dan saran, penerimaan atau
30
persetujuan biasanya disukai oleh peserta tutur sedangkan penolakan tidak disukai
oleh peserta tutur. Penolakan dapat berarti ketidaksetujuan dari ide bicara dan oleh
karena itu, diperlukan adanya Face Threatening Act (FTA). Sementara
penerimaan atau persetujuan cenderung digunakan dalam bahasa langsung tanpa
banyak penundaan, peringanan, atau penjelasan. Penolakan tidak langsung, bisa
dicontohkan dengan penundaan jawaban. Penundaan jawaban menunjukkan
bahwa si penolak memiliki alasan yang baik untuk menolak dan mungkin
menyiratkan bahwa si penolak akan menerima dan menyetujui tawaran atau
permintaan tersebut.
Strategi penolakan yang dilakukan masing-masing bahasa bervariasi antara
negara satu dengan negara lainnya. Tidak semua bahasa atau budaya
menggunakan strategi penolakan yang sama. Penolakan sering mencakup
penjelasan dan alasan mengapa penolakan tersebut diperlukan. Strategi penolakan
berfungsi untuk menghibur penerima penolakan bahwa mereka masih disetujui
tetapi ada alasan yang diperlukan untuk menolak, dan menjelaskan bahwa penutur
menyesalkan adanya keharusan untuk melakukan penolakan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan strategi penolakan yang dicetuskan oleh Beebe, Takahashi,
dan Uliss-Weltz.
Beebe, Takahashi, dan Uliss-Weltz dalam Pragmatic transfer in ESL
refusal (1990:55-73) membagi strategi penolakan menjadi dua kategori, yaitu
direct atau penolakan langsung dan indirect atau penolakan tidak langsung. Perlu
diketahui bahwa strategi tersebut biasanya dalam satu tuturan penolakan terdapat
dua atau lebih strategi yang digunakan. Berikut adalah penjelasan dari strategi
penolakan:
31
A. Strategi Penolakan langsung
1. Performatif
Contoh: Saya menolak untuk membatalkan kelas.
Penutur biasanya mengacu pada tindakan yang terlibat pada saat tuturan
2. Pernyataan non-performatif
a. "Tidak"
Dalam strategi ini, penolakan yang dilakukan oleh kata "tidak" tanpa
modifikasi internal. Kata "Tidak" adalah cara langsung dalam penolakan.
Mengatakan "Tidak" kepada seseorang adalah FTA. Hal ini biasanya diikuti
dengan pelembut bahasa, kecuali dalam beberapa kasus, ketika orang-orang
sangat langsung. Sebagai contoh: Tidak!
b. Kemampuan kemauan negatif
Kategori ini mencakup beberapa ekspresi yang mengandung negasi atau
penyangkalan. Negasi dapat dinyatakan oleh partikel negatif "Tidak", atau dengan
menggunakan kata yang semantis meniadakan proposisi. Misalnya: Saya tidak
bisa meminjamkan mobil saya.
B. Strategi Penolakan Tidak langsung
1. Pernyataan penolakan dengan cara penyesalan/permintaan maaf
Kata-kata "maaf", "menyesal", "permisi" berarti bahwa seseorang telah
melakukan kesalahan, dan merasa buruk tentang hal itu sehingga penutur
meminta pengampunan (maaf). Laporan yang berisi kata-kata ini
diklasifikasikan sebagai penyesalan /permintaan maaf.
Sebagai contoh: Saya minta maaf karena saya tidak punya cukup uang
untuk meminjamkannya kepada Anda.
32
2. Pernyataan penolakan dengan cara mengungkapkan keinginan/harapan
Dalam kategori ini, penutur secara tidak langsung menolak permintaan
dengan menunjukkan keinginan.
Sebagai contoh: Saya berharap saya bisa melakukannya untuk Anda.
3. Pernyataan penolakan dengan cara mengungkapkan alasan / penjelasan
Penutur secara tidak langsung menolak permintaan dengan menunjukkan
beberapa alasan, yang mungkin umum atau khusus.
Misalnya: Saya memiliki sebuah pertemuan penting malam ini.
4. Pernyataan penolakan dengan memberikan alternatif atau pilihan lain
Sementara penutur tidak dapat mematuhi permintaan tersebut, dia
menyarankan alternatif di mana permintaan dapat dipenuhi. Pernyataan
alternatif dapat digunakan untuk melunakkan kekuatan penolakan.
Sebagai contoh: Bagaimana jika Anda meminta Belinda untuk
melakukannya untuk Anda?
5. Pernyataan penolakan dengan mengungkapkan janji penerimaan masa
depan
Dalam beberapa situasi, penolakan tersebut mungkin berisi janji bahwa
permintaan akan dicapai pada waktu kemudian, ketika ada kondisi yang
menguntungkan untuk penyelesaiannya.
Misalnya: Saya akan membelinya untuk Anda pada hari ulang tahun
Anda berikutnya.
6. Pernyataan penolakan dengan memberikan alasan yang berupa prinsip
Dalam kategori ini, penutur menunjukkan sebuah pernyataan yang telah
dianutnya untuk waktu yang lama. Jadi jika ia memenuhi permintaan
33
tersebut, ia mungkin melanggar prinsip.
Sebagai contoh: Saya tidak pernah meminjamkan uang kepada orang
asing.
7. Pernyataan penolakan dengan memberikan alasan yang berupa filosofi
Beberapa orang ingin mengungkapkan apa yang mereka pikirkan tentang
permintaan dengan memberikan sudut pandang atau keyakinan dalam
sesuatu.
Sebagai contoh: tidak apa-apa. Semua orang membuat kesalahan, Anda
tidak perlu mengganti vas bunga tersebut.
8. Pernyataan penolakan dengan cara mengkritik pemohon / Opini Negatif
Penutur mencoba untuk menghalangi lawan dengan mengkritik pemohon
atau memberikan perasaan negatif atau pendapat.
Misalnya: Anda pikir Anda siapa? / Itu ide yang buruk.
9. Pernyataan penolakan dengan menggunakan cara permintaan bantuan,
empati, dan bantuan dengan menjatuhkan atau memegang permintaan.
Sebagai contoh: mudah-mudahan Anda dapat memberi saya izin untuk
tidak pergi melakukan hal ini. Karena saya memiliki rencana penting,
untuk menghadiri pernikahan.
10. Pernyataan penolakan dengan cara permintaan klarifikasi atau informasi
Sebelum memutuskan untuk menolak atau menerima permintaan atau
undangan, seseorang mungkin meminta klarifikasi dari permintaan atau
undangan.
Sebagai contoh: tetapi kapan pesta akan diadakan?
34
11. Pernyataan penolakan dengan cara diam
Terkadang seseorang menghindari memberikan jawaban atas pertanyaan
dengan tidak mengatakan apapun. Keheningan ini menunjukkan
keraguan apakah ia menolak atau menerima sesuatu.
12. Pernyataan penolakan dengan cara keberangkatan fisik
Strategi ini biasanya dilakukan ketika seseorang menghindari
memberikan jawaban atas pertanyaan dengan meninggalkan pembicara.
Strategi non-verbal ini terkadang mengikuti strategi penolakan lainnya,
seperti memberikan alasan dan permintaan maaf yang begitu cepat.
13. Pernyataan dengan cara pengalihan topik
Untuk mengarahkan pembicaraan jauh dari permintaan, lawan tutur dapat
mengubah topik pembicaraan. Dengan pengalihan topik ini, permintaan
diharapkan akan turun.
Sebagai contoh:
Budi : Ada sebuah film baru, Bu,
Ibu : Apa itu?
Budi : "Kuntilanak beranak", Bu. Bolehkah saya melihat film ini?
Ibu : Ibu akan mengunjungi Ayah di rumah sakit. Dokter
mengatakan keadaannya semakin buruk.
14. Pernyataan penolakan dengan cara pengulangan bagian dari permintaan
Sebuah pemohon dapat menolak sesuatu atau menolak seseorang dengan
mengulangi bagian dari permintaan.
Sebagai contoh: apa? Meminjam uang?
35
15. Pernyataan penolakan dengan cara pertanyaan
Sebuah pertanyaan sederhana dapat digunakan untuk menunjukkan
seseorang menolak permintaan atau pendapat.
Sebagai contoh:
Andi : Bisakah Anda membantu saya untuk melakukan pekerjaan
rumah saya, Bu?
Ibu : Tidakkah Anda melihat bahwa saya sedang memasak
sekarang?
16. Pernyataan penolakan dengan cara perintah
Perintah ini juga dapat digunakan untuk menolak sesuatu atau seseorang;
Namun, ini bisa menyinggung lawan tutur karena mendapat FTA.
Sebagai contoh:
Pengemis : Bisakah saya minta segelas air, Bu? Aku sangat haus.
Ibu : Pergi dari rumah saya, pengemis!
17. Pernyataan penolakan dengan cara set kondisi
Kondisi pengaturan berarti bahwa pembicara menggunakan kondisi
hipotetis sebagai alasan untuk menolak.
Sebagai contoh:
Ana: Liz, mari kita pergi sekarang.
Liz : apa kita tidak menunggu Alice?
Ana : Jika dia ingin melihat film, dia akan berada di sini.
36
C. Tambahan untuk Penolakan
Beebe, Takahashi, dan Uliss-Weltz dalam Pragmatic transfer in ESL
refusal (1990:55-73) juga menambahkan adjunct to refusal atau tambahan untuk
strategi penolakan. Strategi ini termasuk tambahan berarti yang berfungsi
modifikasi sebagai tambahan untuk melindungi wajah positif pembicara. Strategi
ini biasanya digunakan sebelum atau sesudah penolakan. Berikut adalah beberapa
contoh tambahan penolakan.
1. Pernyataan pendapat positif. Pernyataan tentang pendapat positif atau
persetujuan. Penutur mengungkapkan pendapat yang positif atas ajakan
yang ditawarkan
Sebagai contoh: Aku ingin, tapi... atau tidak apa-apa tapi...
2. Pernyataan empati
Sebagai contoh: Saya menyadari Anda berada dalam situasi yang sulit.
3. Pengisi waktu jeda. Strategi ini digunakan sebagai pengisi waktu antara
selesainya tuturan yang dituturkan pengajak dengan dimulainya tuturan
penolakan yang akan diucapkan penutur.
4. Pernyataan Syukur
Sebagai contoh: Saya sangat bersyukur tapi.
6. Jarak Sosial
Strategi penolakan biasanya dipengaruhi oleh status sosial seperti
kedudukan, pangkat, jasa, ketenaran, maupun kekayaan. Status sosial
menentukan variasi bahasa dan tingkah laku seseorang dalam berinteraksi.
Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terutama pada saat memilih
37
menggunakan kata "tidak" atau memilih strategi penolakan tidak langsung.
Dalam interaksi, cara seseorang berbicara kepada ibu adalah salah satu
faktor yang paling penting untuk mengetahui seberapa baik orang tersebut
mengenal seseorang. Hal ini tercermin di tingkat solidaritas atau jarak sosial
antara penutur dan mitra tutur. Misalnya, bentuk-bentuk standar yang
digunakan untuk menyatakan jarak antara peserta dan gaya tuturan tertentu
yang digunakan untuk melakukan keintiman antara peserta dalam sebuah
tuturan. Selain itu, strategi kesopanan positif tepat diterapkan oleh para
peserta yang kenal baik satu sama lain, tetapi kesopanan negatif cenderung
digunakan oleh orang asing atau mereka yang mempunyai jarak sosial
(Holmes, 2001:374).
Adanya jarak sosial sebagai salah satu faktor indirectness atau
ketidaklangsungan memiliki peran ketika seseorang bertemu dengan orang
asing yang mereka tidak kenal sebelumnya, karena orang tersebut tidak punya
hubungan dengan mereka atau berbeda dalam hal umur, kelas sosial,
pekerjaan, jenis kelamin, dan etnis, dll. Mereka memicu dirinya untuk
menggunakan bentuk indirectness dalam berkomunikasi dengan orang asing.
Sementara itu, jika dia merasa begitu dekat dengan seseorang, mereka
cenderung untuk menggunakan directness atau keterusterangan dalam
membuat tindakan daripada indirectness (Thomas, 1995:128-129).
Jarak sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya atau
masyarakat mempengaruhi cara satu kelompok melakukan komunikasi.
Dengan kata lain, kelompok tersebut akan belajar bahasa kelompok lain
(Longman Dictionary of Applied Linguistics, 1985:261). Selain itu ada empat
38
dimensi yang tercermin pada komunikasi, yaitu skala jarak sosial, skala status
sosial, skala formalitas dan skala fungsi yang diusulkan oleh Holmes
(2001:376).
1. Skala jarak sosial
Skala jarak sosial berkenaan dengan hubungan peserta, seberapa
baik mereka mengenal satu sama lain, yang berbicara kepada siapa
adalah faktor penting yaitu, suami istri, orang tua untuk anak-anak, guru:
siswa atau pekerja untuk manajer. Solidaritas atau jarak sosial terkait
dengan pilihan bahasa yang digunakan selama komunikasi. Skala jarak
solidaritas-sosial dapat ditampilkan sebagai berikut:
Intim jauh
Solidaritas tinggi solidaritas rendah
Holmes 1992:12
2. Skala status sosial
Cara orang berbicara satu sama lain mencerminkan hubungan
mereka pada dimensi ini. Orang-orang dalam kelompok sosial yang lebih
tinggi lebih mungkin menggunakan bentuk standar bahasa. Kata-kata
yang digunakan dalam komunikasi dapat menunjukkan apakah peserta
unggul, subordinat atau setara. Skala status sosial dapat ditampilkan
sebagai berikut.
39
Unggul berstatus tinggi
Subordinat berstatus rendah
Holmes 1992:13
Holmes mengklaim bahwa orang dengan status sosial yang tinggi
lebih cenderung menerima perilaku hormat, termasuk perbedaan bahasa
dan kesopanan negatif. Sehingga mereka dengan status sosial yang lebih
rendah cenderung untuk menghindari menyinggung orang-orang dengan
status yang lebih tinggi dan menunjukkan rasa hormat kepada mereka. Ini
berarti bahwa status yang berbeda antara peserta juga mempengaruhi
pembicaraan. Jika peserta lebih unggul peserta lain, percakapan akan
berbeda dari percakapan antara peserta dengan status yang sama.
Perbedaannya terperangkap dalam pilihan bahasa antara peserta.
3. Skala formalitas
Skala ini berguna dalam menilai pengaruh pengaturan sosial atau
tipe interaksi pada pilihan bahasa. Meskipun solidaritas dan status
biasanya sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan bahasa yang
sesuai, pengaturan formalitas atau tuturan terkadang dapat menaikkan
mereka. Formalitas dan informalitas menentukan pilihan bahasa selama
komunikasi. Skala formalitas dapat ditampilkan sebagai berikut:
40
Formal formalitas tinggi
Informal formalitas rendah
Holmes 1992:13
Menurut Holmes, skala ini berguna dalam mengevaluasi pengaruh
lingkungan sosial atau jenis interaksi pada pilihan bahasa (Holmes, 1992:
13). Ini berarti bahwa kondisi formal dan informal akan mempengaruhi
pilihan bahasa yang digunakan oleh penutur.
4. Fungsional skala (referensial dan afektif)
Bahasa menyajikan banyak fungsi bagi semua masyarakat. Fungsi
dari dimensi mencakup referensial dan afektif. Bahasa dapat
menyampaikan informasi tujuan dari jenis referensial yang disebut
dengan fungsi referensial. Sementara itu, bahasa adalah cara untuk
menunjukkan bagaimana perasaan penutur, hal ini disebut fungsi afektif.
Secara umum, semakin referensial orientasi dalam berinteraksi,
cenderung semakin berkurang pengungkapan perasaan penutur. Dengan
kata lain, ini berhubungan dengan tujuan atau topik interaksi. Timbangan
fungsi referensial dan afektif adalah sebagai berikut:
Referensial
tinggi rendah
Informasi informasi
Isi/kandungan isi/kandungan
41
Afektif
rendah tinggi
Afektif afektif
isi/kandungan isi/kandungan
Holmes 1992:14
7. Sinopsi Novel
Novel Bumi manusia adalah novel pertama dari tetralogi Buru yang ditulis
oleh Pramoedya ketika menjadi tahanan politik di Pulau Buru, Maluku. Sebelum
ditulis pada tahun 1975, Bumi Manusia diceritakan Pramoedya secara lisan kepada
tahanan politik lainnya di Buru pada tahun 1973. Keadaannya di Buru tidak
menyurutkan semangatnya dalam menulis, bagi Pramoedya menulis merupakan
panggilan jiwanya. Tidaklah heran, meskipun dalam kehidupannya yang penuh
dengan penindasan dan ketidakadilan Pramoedya tetap menulis dan menghasilkan
karya-karya yang fenomenal. Sejak kecil Pramoedya mengaku mulai suka menulis,
seperti yang diaku Pram dalam wawancaranya. Pram mulai menulis sejak
kanak-kanak karena ayahnya Toer kebetulan seorang penggarang.
Pengalaman-pengalaman hidup yang telah dilalui Pramoedya dari sejak
masa Hindia Belanda hingga masa reformasi menjadi materi-materi yang
memperkaya karya-karyanya. Novel Bumi Manusia diterbitkan Hasta Mitra pada
tahun 1980 dan satu tahun kemudia dilarang beredar atas perintah Jaksa Agung.
Pelarangan atas Bumi Manusia karena dianggap mengandung Marxisme dan
Leninisme. Tentu saja pelarangan atas karya-karyanya bukanlah pertama kali bagi
42
Pramoedya sehingga tidak mengejutkannya ketika Bumi Manusia dan Anak Semua
Bangsa yang terbit pada tahun yang sama dilarang. Namun menurut Pramoedya,
menulis merupakan hak setiap manusia sehingga tidak ada yang dapat melarang
dan merampas hak tersebut. Oleh karena itu, meskipun di tahanan tidak diizinkan
Pramoedya tetap menulis. Setelah kunjungan Jenderal Soemitro berkunjung ke
Pulau Buru, Pramoedya mendapat lampu hijau dan dapat menulis secara terbuka.
Namun tuduhan atas kandungan novel tersebut belum lah dibuktikan dan
hingga tahun 1999 belum ada pencabutan pelarangan atas karya-karya Pramoedya.
H.B. Jassin yang disebut sebagai sastrawan yang bertentangan dengan Pramoedya
pun memberikan penilaianya tentang Bumi manusia. Menurutnya Bumi Manusia
tidak mengandung hal-hal yang melanggar hukum, namun pelarangan atas novel
tersebut karena ditulis oleh tokoh Lekra. Akan tetapi sejak memasuki era refomasi
karya-karya Pramoedya bisa ditemukan di manapun (GETAR Buletin Sastra
Indonesia, 14: 3-4).
Bumi manusia adalah sebuah cerita tentang bangsawan Jawa yang
menghadapi kekacauan hidup saat masa pendewasaan selama periode penjajahan
Belanda. Dalam novel ini kebanyakan terjadi di Wonokromo, salah satu desa-desa
kecil di Surabaya, Jawa Timur. Karakter utama, Minke adalah keturunan Jawa
yang beruntung karena dapat mendaftar di H.B.S, sebuah sekolah tinggi untuk
siswa keturunan Eropa di Surabaya. Sebagai seorang anak dari keluarga
bangsawan di kota B, Minke tumbuh sebagai anak baik dengan pendidikan yang
baik pula. Situasi ini sangat berbeda dengan sebagian besar anak-anak Indonesia
yang tidak bisa mendaftar ke sekolah dan akhirnya berpaling sebagai penduduk
asli yang tidak berpendidikan. Minke adalah satu-satumya keturunan asli
43
Indonesia di H.B.S, Minke yang tinggal secara terpisah dari orang tuanya,
menunjukkan kinerja yang luar biasa selama masa pembelajaran. Sejak ia bertemu
dan bercampur dengan orang yang beragam dari seluruh dunia, Minke mampu
menyerap berbagai budaya terutama dari Barat. Ia sangat mengidolakan gurunya
dari Belanda yang bernama Juffrow Magda Peters sebagai orang yang selalu
mendorong dia untuk berbagi pemikirannya melalui tulisan karena akan berbekas
selamanya dan tidak pernah akan lenyap oleh waktu.
Seiring berjalannya waktu, Minke secara bertahap tergila-gila pada budaya
Eropa dan secara tidak sadar meninggalkan budaya leluhurnya. Dia benar-benar
memuja peradaban Barat, hal itu dapat dilihat dari cara ia dapat berbicara dalam
bahasa Belanda dengan lancar dan lebih sering digunakan daripada Bahasa
Indonesia dan Jawa. Karena kemampuannya yang sangat baik dalam berbicara
dan menulis dalam bahasa Belanda, Minke ditawarkan untuk menulis artikel di
salah satu Surat Kabar Belanda. Di bawah nama ketenaran Max Tollenar, Minke
mulai menulis artikel dalam bahasa Belanda. Ia menyamar sebagai Belanda dan
menyembunyikan jati dirinya sebagai seorang bangsawan Jawa. Anehnya, nama
Max Tollenar dan tulisannya semakin populer di Surabaya. Pendapatnya yang
tajam dan kritis dalam berkomentar dan meninjau isu-isu yang ada dianggap baik
oleh masyarakat. Beberapa pihak mengklaim bahwa Max Tollenar telah membuka
kedok beberapa kasus sensitif dan kontroversial dengan sudut pandang objektif.
Di sisi lainnya, beberapa artikelnya menimbulkan reaksi tidak ramah dari
beberapa orang yang tidak menyukai keberadaannya.
Sebagai pelajar berprestasi yang selalu berada dalam sorotan, Minke
meraih beberapa kecemburuan dari teman-temannya. Robert Suurhof adalah salah
44
satu teman sekelasnya yang cemburu pada Minke karena ketenaran dan performa
yang hebat di sekolah. Ia selalu berpikir bahwa Minke tidak pantas untuk duduk
bersama dengan orang kulit putih di sekolah yang sama. Suurhof sama seperti
sebagian besar orang Eropa yang menganggap bahwa orang-orang Asia tidak akan
pernah setara dengan mereka. Suatu hari, dia mengajak Minke ke rumah temannya
di Wonokromo. Rumah yang dikenal sebagai Boerderij Buitenzorg adalah rumah
dari keluarga Herman Mellema yang terkenal sebagai tempat yang 'berbahaya'.
Keluarga Mellema sangat populer dan dikenal kaya serta terhormat. Mereka
terasing dan tinggal di sebuah rumah besar. Robert Suurhof adalah teman dari
Robert Mellema yaitu anak dari Herman Mellema. Di Boerderij Buitenzorg pula
Minke bertemu dengan Annelies, Annelies adalah putri dari Tuan Mellema yang
terkenal dengan kecantikannya yang sempurna. Robert Suurhof mempunyai
maksud tersembunyi dengan mengajak Minke ke rumah itu. Ia berusaha untuk
menunjukkan kepada Minke bagaimana orang kulit putih dapat dengan mudah
mendapatkan Annelies. Sayangnya, ia gagal untuk mendapatkan perhatian
Annelies. Annelies malah menyambut Minke dengan senang hati. Pertemuan
pertama mereka telah merubah hidup mereka, Annelies jatuh cinta kepada Minke,
begitupun sebaliknya. Minke berjanji untuk lebih sering berkunjung ke rumah
Annelies.
Kemudian Minke mulai mengetahui lebih dalam tentang keluarga Mellema.
Ibu Annelies, Nyai Ontosoroh yang bernama asli Sanikem adalah keturunan Jawa
murni yang dipaksa menikah dengan Herman Mellema oleh orang tuanya sendiri.
Dengan kata lain, Nyai Ontosoroh dijual kepada Belanda untuk dijadikan gundik
atau wanita simpanan. Kehidupan tidak pernah mudah bagi Nyai Ontosoroh sejak
45
saat itu. Dia harus melayani Herman Mellema sebagai suatu keharusan. Beberapa
tahun kemudian, Herman Mellema menikahinya secara ilegal. Hubungan mereka
menjadi lebih baik dan mereka memiliki dua anak dari perkawinan itu. Meski
Nyai melahirkan anak dari seorang Eropa, pemerintah Hindia-Belanda hanya
mengakui anak dari perkawinan itu tetapi tidak bagi perempuan pribumi yang
dijadikan gundik.
Nyai dan Mellema mempunyai usaha dan menjalankannya dengan sabar
serta kasih sayang sampai perusahaan menjadi lebih besar. Nyai adalah wanita
yang pintar dan pekerja keras. Dari suaminya, dia belajar tentang peradaban Eropa
dan kemodernan. Hal tersebut membuatnya mampu berbahasa Belanda dan
mengetahui baik tentang bagaimana mengelola perusahaan secara profesional. Dia
belajar budaya Barat yang luar biasa tetapi masih bangga kebudayaan leluhurnya.
Itu membuat dia menjadi wanita Jawa berpendidikan dan terhormat yang
statusnya adalah istri tidak sah dari Herman Mellema.
Namun, Herman Mellema mempunyai kasus yang belum selesai dengan
keluarganya di Belanda. Ia telah kehilangan statusnya sebagai kepala keluarga
yang bijaksana. Ketika anaknya dari Belanda datang ke Wonokromo dan
menuntutnya karena ia tidak bertanggung jawab dan meninggalkan keluarganya di
Belanda, Mellema berubah menjadi orang asing, ia meninggalkan Wonokromo,
meninggalkan istri dan anak-anaknya, Annelies dan Robert Mellema. Nyai
Ontosoroh mengambil alih bisnis keluarga dan dikembangkan menjadi lebih besar
daripada sebelumnya. Annelies dirawat dengan baik oleh Nyai sampai dia tumbuh
sebagai seorang gadis pintar yang membantu ibunya menjalankan bisnis keluarga.
Karena kerjasama yang baik antara Ann dan ibunya, perusahaan Boerderij
46
Buitenzorg menjadi perusahaan ternak berkualitas yang memproduksi
barang-barang di Surabaya.
Nyai Ontosoroh adalah wanita pekerja keras, cerdas dan terbuka yang
berjuang untuk hidup keluarganya secara independen setelah ditinggalkan oleh
Herman Mellema bertahun-tahun sebelum Minke melangkah di rumah itu. Namun,
ia masih menyimpan dendam mendalam pada beberapa orang di dalam hidupnya
termasuk kedua orang tuanya. Nyai benar-benar mencintai Minke dan
memungkinkan dia untuk memiliki hubungan dengan Annelies. Dia bahkan
meminta Minke untuk menginap di Boerderij Buitenzorg. Dia juga yang selalu
mengingatkan Minke untuk selalu bangga dengan budaya leluhur dan tidak pernah
mengambil budaya Eropa. Berbeda dengan ibunya dan saudara perempuannya
yang menerima Minke tinggal di rumah mereka, Robert Mellema, yang tidak
pernah menganggap Nyai Ontosoroh sebagai ibunya karena dia seorang pribumi,
tidak nyaman dengan keberadaan Minke di rumahnya. Dia tidak pernah menerima
Minke sebagai tamu keluarga Mellema karena ia berpikir bahwa penduduk
pribumi tidak akan pernah layak sejajar dengan Eropa.
Waktupun berlalu, Minke menghabiskan waktu lebih banyak di Boerderij
Buitenzorg dan jarang kembali ke asramanya. Akibatnya, orang-orang sekitar
mulai bergosip tentang Minke yang tinggal di Boerderij Buitenzorg tanpa ikatan
apapun dengan keluarga Mellema. Kemudian Minke dituduh sebagai simpanan
baru Nyai Ontosoroh. Desas-desus menyebar keluar cukup cepat di Wonokromo
dan menyebar ke rumah Minke. Ayahnya adalah bupati di kota B sangat marah
saat ia mendengar sesuatu yang memalukan tentang anaknya. Setelah itu, Minke
dipaksa untuk kembali pulang dan dihakimi oleh ayahnya sendiri dengan
47
serangkaian tuduhan tanpa bukti. Ayahnya mengklaim bahwa Minke telah
menodai kehormatan nama keluarga. Namun, itu tidak membuat Minke meminta
maaf kepada ayahnya. Dia malah berbalik dan memarahi ayahnya dan akhirnya
memutuskan untuk tidak pernah datang kembali ke rumah. Minke kecewa dengan
ayahnya yang hanya mementingkan kebanggaan dirinya dan tidak percaya dengan
anaknya sendiri. Mulai saat itu, kekecewaannya terhadap budaya Jawa semakin
besar. Dia sangat menentang feodalisme yang masih ada di antara orang Jawa
dimana setiap orang sangat memuja-muja posisi jabatan dan kebanggaan diri.
Minke menjalani hidup pasca bertengkar dengan ayahnya. Dia mulai untuk
lebih sering tinggal di Boerderij Buitenzorg. Dengan seringnya Minke tinggal di
sana membuat hubungannya dan Annelies menjadi lebih dekat hari demi hari.
Oleh karena itu, Nyai Ontosoroh mendorong mereka untuk mengikat hubungan
mereka dengan pernikahan agar menghindari desas-desus negatif terhadap mereka.
Selanjutnya, perkawinan dilakukan dengan persetujuan dari kedua keluarga.
Ibu Minke datang ke pernikahan untuk mendukung anaknya sementara
ayahnya tetap menjauh dari hidup Minke. Hidup ini terasa begitu indah untuk
Minke dan Annelies sampai suatu hari datanglah surat dari putra Herman Mellema
di Belanda yang menuntut Nyai Ontosoroh di pengadilan Belanda. Ir. Maurits
Mellema menggugat Nyai Ontosoroh tentang hak kekayaan dari perusahaan
Boerderij Buitenzorg. Maurits mengklaim bahwa Nyai Ontosoroh dan seluruh
keluarga tidak pantas untuk mengakui dan memiliki properti Boerderij Buitenzorg
karena dia bukan istri yang sah dari Herman Mellema. Keadaan bertambah buruk
ketika Maurits juga mengusulkan untuk membawa Annelies di bawah
bimbingannya dengan cara membawa Annelies ke Belanda. Ini adalah cobaan
48
berat untuk pernikahan Minke. Berbagai rangkaian sidang pun dilalui oleh Nyai
Ontosoroh. Untungnya, dia mendapat banyak dukungan dari masyarakat pribumi
selama persidangan. Namun, itu tidak dapat membantu Nyai Ontosoroh untuk
memenangkan klaim. Hampir semua properti Boerderij Buitenzorg diambil.
Keadaan menjadi lebih buruk ketika Annelies diambil oleh hukum. Maurits
Mellema dan pengadilan Belanda secara paksa mengambil Annelis di tengah
penyakitnya. Minke tidak dapat menerima keputusan dari pengadilan Belanda
tersebut. Penderitan yang dialami Minke membuatnya tersadar bahwa Belanda
dan bangsa-bangsa Eropa lainnya telah membawa penderitaan untuk bangsa dan
khususnya keluarganya sendiri. Ia mulai berpikir tentang apa yang telah ia
lakukan sebelumnya, hal tersebut merubah semua pemikiran Minke yang semula
pengagum Eropa kini dia merasakan ketidakadilan, penjajahan, diskriminasi
Eropa terhadap pribumi.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir digunakan
peneliti untuk menggambarkan, mengkaji, dan memahami permasalahan yang
diteliti. Peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel
yang terlibat, sehingga posisi setiap variabel yang akan dikaji menjadi jelas
(Sutopo, 2002:141).
Kerangka pikir yang terkait dalam penelitian ini secara garis besar
digambarkan pada bagan di bawah ini.
49
Objek kajian penelitian ini adalah bentuk tindak tutur serta strategi penolakan
yang dilakukan oleh karakter tokoh pada novel Bumi Manusia di mana penolakan
dipengaruhi oleh adanya jarak sosial melalui tinjauan pragmatik. Sumber data
pada penelitian ini adalah sumber data tertulis yang berupa novel Bumi Manusia
karya Pramoedya Ananta Toer. Dari sumber data akan diperoleh data penelitian
berupa dialog yang diucapkan oleh para tokoh dalam novel yang mengandung
tindak tutur serta startegi penolakan yang dipengaruhi oleh jarak sosial. Dialog
dalam novel Bumi Manusia akan dianalisis menggunakan teori tindak tutur serta
strategi penolakan Beebe, Takahashi, dan Uliss-Weltz, dan teori Holmes tentang
domain jarak sosial dan kesantunan Brown dan Levinson untuk menjawab
pertanyaan tentan bagaimanakah bentuk tindak tutur penolakan, jenis strategi
penolakan dan alasan mengapa para tokoh menggunakan strategi penolakan dalam
novel Bumi Manusia.
Novel Bumi Manusia
Karya Pramoedya Ananta
Toer
Analisis Pragmatik
Jarak Sosial
Tindak Tutur
Penolakan
Simpulan