bab ii kajian pustaka - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/bab...

50
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori. 2.1.1. Bank Syariah Menurut Muhammad (2002: 13), Bank Islam, atau selanjutnya disebut Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan berdirinya lembaga keuangan Baitul Mal Wat Tanwil yang berstatus badan hukum koperasi pada tahun 1980 yang kemudian disusul dengan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) pada tahun 1988 di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini diikuti dengan berdirinya Bank Umum Syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei 1992. Menurut Ali (2007:1) Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Bank Syariah dikenal dengan logo iB (islamic Banking). Islamic Banking dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia yang diresmikan sejak 2 Juli 2007. Penggunaan identitas bersama ini bertujuan agar

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori.

2.1.1. Bank Syariah

Menurut Muhammad (2002: 13), Bank Islam, atau selanjutnya

disebut Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah Islam. Perkembangan perbankan syariah di

Indonesia dimulai dengan berdirinya lembaga keuangan Baitul Mal

Wat Tanwil yang berstatus badan hukum koperasi pada tahun 1980

yang kemudian disusul dengan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat

Syariah (BPRS) pada tahun 1988 di beberapa daerah di Indonesia.

Hal ini diikuti dengan berdirinya Bank Umum Syariah pertama di

Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei

1992. Menurut Ali (2007:1) Bank Syariah adalah suatu lembaga

keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang

berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk

kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.

Bank Syariah dikenal dengan logo iB (islamic Banking).

Islamic Banking dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama

industri perbankan syariah di Indonesia yang diresmikan sejak 2

Juli 2007. Penggunaan identitas bersama ini bertujuan agar

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

12

masyarakat dengan mudah dan cepat mengenali tersedianya

pelayanan jasa perbankan syariah di Indonesia.

Logo iB merupakan penanda identitas industri perbankan

syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai

utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan,

berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu mengedepankan

nilai kebersamaan dan kemitraan (Rezki Astuti Soraya, 2012).

Jika disimpulkan dari pengertian tersebut diatas Bank Syariah

merupakan intitusi keuangan perbankan yang beroperasi sesuai

dengan prinsip-prinsip Islam, produk dan mekanisme perusahaan

harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (kepatuhan syariah/

Sharia Compliance).

Tabel 2.1

Karakteristik Perbankan Syariah dan Implikasinya

Karakter

Dasar Implikasi Antara Implikasi Makro

Aktifitas

Keuangan

yang dilarang:

a. Riba;

b. Maysir; dan

c. Gharar.

a. Tidak kurang

penciptaan uang;

b. Tidak ada konsentrasi

uang/buble;

c. Tidak ada financial

detachment

a. Stabilitas

Keuangan

Aktifitas

Keuangan

yang

diperbolehkan:

a. Bagi hasil;

b. Jual-beli;

c. Titipan dan

jasa; dan

d. Sosial

(ZISwaf).

a. Penuh mendukung

sektor riil;

b. Saling percaya dan

pengertian antara bisnis

dan pihak terkait;

c. Mendorong

keterlibatan ekonomi

golongan dhuafa.

a. Penciptaan

lapangan kerja;

b. Pertumbuhan

ekonomi;

c. Pengentasan

Kemiskinan.

Objek

transaksi yang

a. Mengurangi masalah

sosial; dan

a. Stabilitas Sosial;

b. Kelestarian alam

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

13

tidak

diperbolehkan:

a. Khamar;

b. Daging

babi;

c. Pornografi;

dan

d. Pencemaran

Lingkungan.

b. Mengurangi perusakan

alam dan lingkungan.

dan lingkungan.

Sumber: Dr. Iskandar Simorangki, S.E., M.A. “Pengantar Kebanksentralan Teori

dan Praktik di Indonesia” (2014).

2.1.2. Tinjauan Teori.

a. Agency Theory

Corporate governance dapat dipahami melalui Agency

Theory. Agency Theory hadir setelah fenomena

kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan perusahaan.

Agency Theory menjelaskan hubungan antara prinsipal dan

agen. Pengelola perusahaan bertindak sebagai agen dari

pemilik perusahaan itu sendiri. Para pemilik perusahaan

(prinsipal) akan mencari informasi, memberikan insentif

untuk memastikan tanggung jawab para agen terhadap

pemilik perusahaan.

Agency Theory menjawab dengan memberikan

gambaran hal-hal apa saja yang berpeluang akan terjadi

antara agen dengan prinsipal. Dalam hubungan agensi

antara prinsipal dengan agen, agency theory merujuk pada

tiga unsur yang dapat mengekang perilaku menyimpang

dari agen, yakni bekerjanya pasar tenaga kerja manajerial,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

14

bekerjanya pasar modal, dan bekerjanya pasar bagi

keinginan menguasai dan memiliki atau mendominasi

kepemilikan perusahaan (Sutedi, 2011).

b. Shareholder Value Theory

Menurut teori ini, tanggung jawab yang paling

mendasar dari direksi adalah bertindak untuk kepentingan

meningkatkan nilai (value) dari pemegang saham. Jika

perusahaan memperhatikan kepentingan pemasok,

pelanggan, karyawan, dan lingkungannya, maka value yang

didapatkan oleh pemegang saham semakin sedikit, sehingga

berjalannya pengurusan oleh direksi harus

mempertimbangkan kepentingan pemegang sahamnya

untuk memastikan kesehatan perusahaan dalam jangka

panjang, termasuk peningkatan value pemegang saham

(Smerdon dalam Sutedi, 2011:31).

Sutedi (2011) kemudian menyatakan bahwa Mercury

Asset Management, sebuah perusahaan manajemen

investasi berpendapat tentang teori shareholder value

dimana terdapat lima prinsip yang menjadi kebijakan dalam

menjaga kepentingan shareholder value, yaitu:

1. Dengan memperoleh modal dari pemegang saham,

perusahaan telah menyatakan komitmennya untuk

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

15

memperoleh laba sebagai pengembalian investasi atas

modal direksi.

2. Perusahaan dan direksi di dalamnya harus berada dalam

struktur terbaik yang memungkinkan adanya check and

balances, untuk memastikan bahwa perusahaan dan

direksi telah dijalankan sesuai dengan kepentingan

jangka panjang pemegang saham serta dengan

integritas.

3. Hak memberikan suara (voting rights) adalah hal yang

utama dalam hak kepemilikan saham.

4. Saham-saham yang dipegang oleh pihak lain

berdasarkan kepercayaan harus diambil suara (voting)

dengan kepentingan pemilik aslinya tanpa keraguan.

5. Meskipun pengambilan suara dilakukan atas beberapa

hal dalam Rapat Tahunan maupun Rapat Luar Biasa,

namun ada tiga hal mendasar dalam melindungi

kepentingan pemegang saham, yaitu pemilihan direksi,

penambahan jumlah ekuiti, dan penunjukan auditor.

Shareholder Activism (SA) sebuah upaya

menyeimbangkan hubungan kekuasaan antara korporasi dan

stakeholder melalui mekanisme pasar modal. SA digunakan

sebagai salah satu cara yang efektif mempengaruhi perilaku

perusahaan terbuka.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

16

c. Stakeholder Theory

Teori stakeholder muncul sebagai akibat dari kegagalan

teori shareholder value untuk memperhatikan kebutuhan-

kebutuhan dari pelanggan, pemasok dan tenaga kerja

(Smerdon dalam Sutedi, 2011:39).

Menurut Kay dalam Sutedi (2011:40) untuk

melindungi kepentingan dari stakeholder, model-model

alternatif harus memiliki elemen penting, antara lain:

1. Perbedaan dan pemisahan harus secara tegas dibuat

antara perusahaan, publik, institusi sosial dan

pemilik yang mengontrol perusahaan terbatas.

2. Sebuah kerangka kerja governance yang baru harus

segera diterapkan pada perusahaan publik.

3. Peranan dan fungsi CEO harus ditetapkan dan

proses pemilihan harus melalui konsultasi dengan

karyawan, investor, pemasok, dan lembaga

regulator lain yang serelevan.

4. Penunjukan CEO untuk proses diatas hanya untuk

jangka waktu yang tetap 4 tahun.

5. Kewenangan penunjukan Direktur seharusnya

diserahkan kepada Direktur Independen.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

17

2.1.3. Good Corporate Governance.

Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-177/M-

MBU/2002 dalam surat keputusan Menteri BUMN disebutkan

bahwa “ BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau

menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya”. Penerapan

prinsip GCG dalam pengelolaan bisnis perusahaan akan memenuhi

karakteristik BUMN baik sebagai Badan Usaha maupun sebagai

Milik Negara, karena penerapan GCG dapat meningkatkan nilai

perusahaan (Sudharmo, 2004). Dalam hal ini Perbankan Syariah

yang merupakan Badan Usaha melakukan penerapan prinsip GCG

karena penerapan GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan,

khususnya untuk meningkatkan kepercayaan stakeholders dan

masyarakat tidak terkecuali para pemangku kepentingan lainnya.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut:

“ Seperangkat peraturan yang mendefinisikan hubungan antara

pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan

stakeholder internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak

dan tanggung jawab, atau sistem dimana perusahaan diarahkan dan

dikendalikan (Diambil dari Cadbury Komite Inggris) Tujuan dari

Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah

kepada para pemangku kepentingan.”

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

18

Berdasarkan SK Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002,

Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk

meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan

guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang

dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder)

lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

Organization for Economic Corporation and Development

(OECD) mendefinisikan Corporate Governance, sebagai berikut:

“ Good Corporate Governance adalah sistem yang dipergunakan

untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan

Corporate Governance mengatur pembagian tugas hak dan

kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan

perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para

manajer, dan semua anggota stakeholder non pemegang saham.”

Good Corporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG,

adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip

keterbukaan (transparancy), akuntanbilitas (accountability),

pertanggungjawaban (responsibility), profesional (profesional) dan

kewajaran (fairness) (Peraturan Bank Indonesia/PBI No.

11/33/2009).

Dari definisi diatas menjelaskan bahwa Good Corporate

Governance merupakan sistem tata kelola perusahaan yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

19

mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai

tambah bagi para pemangku kepentingan perusahaan dan

menciptakan tingkat kepercayaan masyarakat.

2.1.4. Good Corporate Governance Pada Perbankan Syariah.

Dalam Operasi Perbankan Syariah juga mempunyai kebutuhan

untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG sama seperti Bank

Konvensional pada umumnya, situasi eksternal dan internal

perbankan syariah yang semakin kompleks juga disertai dengan

semakin beragamnya tingkat resiko kegiatan Perbankan Syariah.

Setelah berlaku UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,

ketentuan mengenai tata kelola perusahaan yang baik yang identik

dengan GCG juga dicantumkan secara singkat. Dalam Undang-

undang No. 21 tahun 2008 pasal 34, dinyatakan bahwa Bank

Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menerapkan tata kelola yang

baik yang mencakup prinsip transparansi, akuntanbilitas,

pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam

menjalankan kegiatan usahanya. Pengaturan ini kemudian

dilengkapi dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.

11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum

Syariah dan Unit Usaha Syariah pada tanggal 29 Januari 2009.

Dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 pasal 1 ayat 10, disebutkan

bahwa GCG adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

20

prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntanbilitas

(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional

(profesional) dan kewajaran (fairness). Namun dalam

pertimbangannya, PBI menyatakan bahwa pelaksanaan GCG pada

perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah (sharia

compliance). Hal ini yang membedakan penerapan GCG pada

Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah.

Selain itu prinsip dasar pelaksanaan GCG ini juga dijelaskan

dalam pedoman Good Governance Bisnis Syariah (GGBS), sebagai

berikut: (Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah

(GGBS) dikeluarkan oleh KNKG, 2011):

1. Keterbukaan

Berdasarkan prinsip syariah yang ditegaskan dalam Qs. Al

Baqarah: 282: “ ..............dan transparankanlah

(persaksikanlah) jika kalian saling bertransaksi........”

Qs. Al Baqarah: 283: “...........Dan janganlah kamu

menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa

menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa).

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang

material dan relevan serta keterbukaan dalam proses

pengambilan keputusan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

21

Tranparansi mengandung unsur pengungkapan

(disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan

mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Tranparansi

dibutuhkan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis

secara objektif dan sehat. Pelaku bisnis syariah harus

mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya

masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundangan,

tetapi juga hal penting untuk pengambilan keputusan yang

sesuai dengan ketentuan syariah. Oleh karena itu;

1) Pelaku bisnis syariah harus menyediakan informasi

tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat

diperbandingkan serta mudah diakses oleh semua

pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi

tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan

strategi organisasi, kondisi keuangan, susunan

pengurus, kepemilikan, sistem manajemen risiko,

sistem pengawasan dan pengendalian internal,

sistem dan pelaksanaan GGBS (Good Governance

Bisnis Syariah) serta tingkat kepatuhannya, dan

kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi

entitas bisnis syariah.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

22

3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis

syariah tidak mengurangi kewajiban untuk

memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai

dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan

hak-hak pribadi.

4) Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara

proporsional dikomunikasikan kepada semua

pemangku kepentingan.

2. Akuntanbilitas

Akuntanbilitas merupakan asas penting dalam bisnis

syariah sebagaimana tercermin dalam Qs. Al Isra:84 : “

katakanlah (Muhammad), “setiap orang berbuat sesuai

dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu

lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Dalam Qs. Al Isra: 36 : “ Dan janganlah kamu mengikuti

sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,

penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta

pertanggungjawabannya.”

Qs. Al Anfal: 27: “ Wahai orang-orang yang beriman!

Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga)

janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan

kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

23

Penjelasan atas PBI No. 11/33/PBI/2009 Tentang

Pelaksanaan GCG Bagi BUS (Bank Umum Syariah) dan

UUS (Unit Usaha Syariah) pada bagian umum,

akuntanbilitas adalah kejelasan fungsi keterbukaan dalam

mengemukakan informasi yang material dan relevan serta

keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam menerapkan prinsip akuntanbilitas, Bank Syariah

sebagai lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan

harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

transparan dan akuntanbel. Untuk itu, bank syariah harus

dikelola secara sehat, terukur, dan profesional dengan

memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah, dan

pemangku kepentingan lain (KNKG (Komite Nasional

Kebijakan Governance), 2012).

Akuntanbilitas merupakan prasyarat yang diperlukan

untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Oleh

karena itu;

Pelaku bisnis syariah harus menetapkan rincian tugas

dan tanggung jawab masing-masing organ dan semua

karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-

nilai, dan strategi bisnis syariah.

Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua

elemen organisasi dan semua karyawan mempunyai

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

24

kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan

perannya dalam pelaksanaan GGBS (Good Governance

Bisnis Syariah).

1) Pelaku bisnis syariah harus memastikan adanya

sistem pengendalian yang efektif dalam pengelolaan

organisasi.

2) Pelaku bisnis syariah harus memiliki ukuran kinerja

untuk semua jajaran organisasi yang konsisten

dengan sasaran bisnis yang digeluti, serta memiliki

sistem penghargaan dan sanksi (reward and

punishment system).

3) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab,

setiap elemen organisasi dan semua karyawan harus

berpegang pada etika bisnis syariah dan pedoman

perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

4) Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua

prosedur dan mekanisme kerja dapat menjamin

kehalalan, tayib, ikhsan dan tawazun atas

keseluruhan proses dan hasil produksi.

3. Responsibilitas

Dalam hubungan dengan asas responsibilitas

(responsibility), pelaku bisnis syariah harus mematuhi

peraturan perundangan dan ketentuan bisnis syariah, serta

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

25

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan

lingkungan. Tanggung jawab atas perbuatan manusia

dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya

dicatat dalam catatan yang akan dicermatinya nanti.

Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Isra: 14: “ Bacalah

kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai

penghitung atas dirimu.”

Dengan pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis

syariah dapat terpelihara kesinambungannya dalam jangka

panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku bisnis

yang baik (good corporate citizen). Oleh karena itu;

1) Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip

kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap

ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran

dasar serta peraturan internal pelaku bisnis syariah

(by-laws).

2) Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi

perjanjian yang dibuat termasuk tetapi tidak terbatas

pada pemenuhan hak dan kewajiban yang disepakati

oleh para pihak.

3) Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung

jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap

masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

26

sekitar tempat berbisnis, dengan membuat

perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

Pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut dapat

dilakukan dengan cara membayar zakat, infak dan

sadaqah.

4. Profesional

Profesional adalah memiliki kompetensi, mampu bertindak

objektif, dan bebas pengaruh/tekanan dari pihak manapun

(independen) serta memiliki komitmen tinggi untuk

mengembangkan bank syariah. Seperti firman Allah dalam

Al-Qur’an yang berbunyi : “Dan (bagi) orang-orang yang

menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan

shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan

musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan

sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

(QS : As-Syura : 38)

Profesional mengandung unsur kemandirian dari

dominasi pihak lain dan berlaku objektif dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan

dengan penerapan prinsip profesional, bank syariah harus

dikelola secara independen agar masing‐masing organ

perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak boleh

saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

27

manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan

profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya.

Oleh karena itu;

1) Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan

harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak

manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan

tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of

interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan,

sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan

secara obyektif.

2) Masing-masing organ Perusahaan harus

melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan

peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak

saling mendominasi dan atau melempar tanggung

jawab antara satu dengan yang lain.

3) Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan

fungsi dan tugasnya sesuai dengan uraian tugas dan

tanggung jawabnya.

5. Kewajiban dan Kesetaraan

Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur

kesamaan perlakuan dan kesempatan. Allah berfirman

dalam Qs. Al Maidah 8: “ Wahai orang-orang yang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

28

beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena

Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah

kebencian mu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk

berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih

dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,

sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu

kerjakan.”

Setiap keputusan bisnis hendaknya dilakukan sesuai

kewajaran dan kesetaraan sesuai apa yang biasa berlaku,

tidak diputuskan berdasarkan dengan suka atau tidak suka,

apalagi jika diputuskan karena kepentingan pribadi. Semua

keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang seimbang

dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di

dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat sebuah

kaidah yang diturunkan dari sabda Rasullulah SAW, al-

kharaj bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah

sebanding dengan hasil yang akan diperoleh, atau dapat

pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding lurus

dengan pulangan (return). Dalam melaksanakan

kegiatannya harus senantiasa memperhatikan kepentingan

semua, berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Maka

karena itu;

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

29

1) Pelaku bisinis syariah harus memberikan

kesempatan pada pemangku kepentingan untuk

memberikan masukan dan menyampaikan pendapat

bagi kepentingan organisasi serta membuka akses

terhadap informasi sesuai dengan prinsip

transparansi dalam lingkup kedudukan masing-

masing.

2) Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan

yang setara dan wajar kepada pemangku

kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi

yang diberikan.

3) Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan

yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir, dan

melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis

kelamin (gender) dan kondisi fisik.

4) Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu

adil dalam pelayanan kepada para nasabah atau

pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka,

serta memenuhi semua kesepakatan dengan para

pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi atau

ketentuan lain yang terkait dengan produk yang

dihasilkan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

30

Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah

sebenarnya sama saja dengan struktur dan penerapan Good

Corporate Governance Bank Konvensional, hanya saja dalam

Perbankan Syariah penerapan tata kelola perusahaan (good

corporate governance) sesuai dengan prinsip Islam. Dengan

adanya penerapan prinsip ini secara baik diharapkan dapat menjadi

nilai tambah bagi Perbankan Syariah dalam mengembangkan usaha

di masa mendatang dan juga dapat menambah kepercayaan

masyarakat untuk memilih Perbankan Syariah dalam bertransaksi.

2.1.5. Perbedaan Good Corporate Governance dan Good Governance

Bisnis Syariah (GGBS).

Tabel 2.2

Perbandingan Pedoman GCG dengan GGBS

Aspek/Kriteria Pendekatan GCG Pendekatan GGBS

Penciptaan

Pra kondisi/

Penciptaan

Situasi

kondusif

Terciptanya pasar

yang efisien,

tranpsparan, dan

konsisten dengan

Undang-undang yang

di dukung Tiga Pilar:

Negara, Dunia Usaha,

dan Masyarakat

Terwujudnya bisnis

yang berkembang

dengan tetap

berlandaskan pada

kaidah-kaidah syariah

yang tidak hanya

ditujukan untuk

keberhasilan materi,

akan tetapi juga

keberhasilan

spriritual:

Prakondisi Spiritual

untuk menegakkan

takwa dalam kegiatan

bisnis melalui

komitmen takwa,

kesungguhan dan

konsistensi;

Prakondisi

operasional melalui

Empat Pilar: Negara,

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

31

Ulama, Dunia Usaha,

dan Masyarakat.

Asas

Transparency,

Accountanbility,

Responsibility,

Independency, dan

Fairness (disingkat

TARIF)

Dua pijakan dasar

yaitu Spiritual dan

Operasional;

Secara spiritual ber-

asaskan pada Iman

dan Takwa yang

diwujudkan dalam

bentuk komitmen

pada dua aspek yakni

Halal dan Tayib;

Secara operasional

sama dengan GCG

yaitu Tranparency,

Accountanbility,

Responsibility,

Independency, dan

Fairness yang

dilengkapi dengan

landasan-landasan

dalam Al-Qur’an dan

Hadist yang berkaitan

dengan masing-

masing asas tersebut.

Etika dan

Pedoman

Perilaku

Setiap perusahaan

harus memiliki

rumusan nilai-nilai

perusahaan

(terpercaya, adil, dan

jujur) yang

menggambarkan sikap

moral, etika bisnis

yang disepakati oleh

organ perusahaan dan

karyawan serta

pedoman perilaku

bagi organ perusahaan

dan semua karyawan.

Etika bisnis syariah

merupakan acuan

moral sebagai bagian

dari wujud akhlak al-

karimah sehingga

disasarkan itikad baik

dan saling ridho;

Bisnis syariah harus

memenuhi empat

nilai dasar, yaitu

jujur, adil, amanah,

dan ihsan;

Masing-masing

pelaku bisnis dapat

merumuskan nilai-

nilai bisnis, etika

bisnis, dan pedoman

perilaku yang terdiri

nilai-nilai bisnis

secara umum, etika

bisnis syariah, dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

32

pedoman perilaku

bisnis syariah. Sumber: Binhadi, “Pokok-pokok Pedoman GGBS dan URGENSI Kehadiran

Pedoman GGBS” Presentasi Pada Seminar Peluncuran Pedoman Umum Good

Corporate Governance Bisnis Syariah, 3 November 2011.

2.1.6. Sharia Compliance (Kepatuhan pada Syariah).

Bank syariah harus menerapkan prinsip syariah dalam seluruh

aktivitas kegiatan usahanya. Keharusan ini dilatar belakangi karena

adanya keinginan umat Islam akan adanya sebuah Bank yang

dijalankan dengan prinsip syariah. Dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 11/33/PBI/2009 menimbang bahwa dalam rangka

membangun industri perbankan syariah yang sehat dan tangguh,

diperlukan pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang efektif, bahwa

pelaksanaan Good Corporate Governance di dalam industri

Perbankan Syariah harus memenuhi prinsip syariah (sharia

compliance).

Dengan demikian, sharia compliance adalah bentuk ketaatan

Bank Syariah dalam memenuhi prinsip-prinsip syariah dalam

operasionalnya (Siti Maria Wardayati, 2011). Bank syariah

merupakan Instansi Keuangan Islam yang beroperasi sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah Islam, tata cara bermuamalat secara Islam.

Diterapkan dalam akad-akad yang digunakan dalam produk-produk

Bank Syariah yang akan dikeluarkan maupun bagaimana bank

syariah tersebut beroperasi.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

33

Penerapan shariah compliance di Bank Syariah:

1) Tidak ada riba dalam transaksi bank; Riba secara bahasa

artinya adalah tambahan. Adapun pengertian tambah dalam

konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang

diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah

tambahan itu berjumlah sedikit atau banyak. Riba sering

diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai usury

yang artinya the act of lending money at an exorbitant or

illegal rate of interest, sementara para ulama fiqh

mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam suatu

muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya (Muhammad,

2002). Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan

terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang

piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang

pada saat utang jatuh tempo. Dalam Al-Qur’an Surat Al

Baqarah ayat 278-279 melarang tegas terhadap kegiatan

riba: “ wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah

kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum

dipungut) jika kamu beriman.” - “ jika kamu tidak

melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah

dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu

berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim

(merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

34

2) Tidak ada gharar dalam transaksi bank; Arti gharar secara

bahasa adalah tidak jelas. Gharar atau disebut juga taghrir

adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena

adanya uncertainly to both parties (ketidakpastian dari

kedua belah pihak yang bertransaksi). Artinya pihak A

maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian

mengenai suatu yang ditransaksikan (uncertain to both

parties) (Adiwarman, 2007). Gharar terjadi apabila sesuatu

yang sifatnya pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).

3) Tidak ada maisir dalam transaksi bank; Maisir dalam

bahasa arab adalah qimar yang berarti judi. Maisir adalah

suatu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan

yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Secara

sederhana, maisir atau perjudian adalah suatu permainan

yang menjadikan salah satu pihak menanggung beban pihak

lain akibat permainan tersebut. Setiap permainan atau

pertandingan harus menghindari terjadinya zero sum game,

yaitu keadaan yang menjadikan salah satu pihak harus

menanggung beban pihak lain (Adiwarman, 2007).

4) Bank menjalankan bisnis berbasis pada keuntungan yang

halal; Halal secara bahasa artinya adalah diperbolehkan

oleh syara’ atau kebalikan dari haram. Sebagai lembaga

keuangan yang melekat kepadanya nama syariah sudah

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

35

semestinya dalam operasionalnya mengikuti ketentuan-

ketentuan syariah atau prinsip-prinsip syariah. Prinsip

tersebut adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan

perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

(UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah).

5) Bank menjalankan amanah yang dipercayakan oleh

nasabah; Amanah adalah sesuatu yang harus dijaga karena

adanya transaksi perjanjian ataupun tidak adanya transaksi

perjanjian. Amanah karena adanya transaksi perjanjian,

contohnya akad wadiah dan ijarah. Amanah yang tidak ada

transaksi perjanjian, contohnya barang temuan yang

disimpan oleh orang yang menemukannya (Muhammad

Rawas, dkk, 1988 dalam akhmad faozan, 2015).

Bank syariah dianggap amanah apabila menjelaskan

harga perolehan barang dan keuntungan yang keinginan

dalam pembiayaan murabahah, meminta bagi hasil kepada

nasabah sesuai pendapatan aktual dalam pembiayaan

mudharabah dan musyarakah dan melaporkan laporan

keuangannya kepada nasabah penyimpan.

6) Bank mengelola zakat, infaq, dan shadaqah sesuai

ketentuan syar’i; Zakat adalah sebagian harta yang wajib

dikeluarkan oleh wajib pajak (muzakki) untuk diserahkan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

36

kepada penerima zakat (mustahiq) (Rizal, dkk, 2014).

Sedangkan, infaq adalah pemberian harta kepada orang lain

karena membutuhkan bantuan ataupun tidak

membutuhkannya (Muhammad, 1988 dalam Akhmad

Faozan, 2015). Adapun shadaqah adalah suatu pemberian

dengan mengharapkan balasan atau pahala dari Allah

(Muhammad, 1988 dalam Akhmad Faozan, 2015). Infaq

dan sadaqah yang dimaksud dalam dana kebajikan adalah

semua jenis infaq dan sadaqah baik yang peruntukkannya

ditentukan secara khusus oleh pemberi infaq dan sadaqah

maupun yang tidak ( Rizal, dkk, 2014).

2.1.7 Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Peran merupakan suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya di

masyarakat. Posisi ini merupakan identifikasi dari status atau

tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan

perwujudan aktualisasi diri. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan

dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam masyarakat

(KBBI, 2007).

Salah satu otoritas dalam sistem keuangan syariah yang tidak

terdapat pada bank konvensional adalah Dewan Pengawas Syariah

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

37

atau lembaga fatwa ditingkat nasional yang merupakan otoritas

independen pembuat fatwa yang berkaitan dengan masalah ke-

syariah-an kegiatan dan operasi lembaga-lembaga keuangan

syariah untuk menjamin kesesuaian syariahnya (Simorangki, 2014).

Dalam hal ini Otoritas Syariah tertinggi di Indonesia adalah Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang

mengeluarkan fatwa berhubungan dengan semua masalah syariah

Agama Islam, baik masalah Ibadah maupun Muamalat.

Salah satu pilar penting dalam pengembangan Bank Syariah

adalah sharia compliance. pilar inilah yang menjadi pembeda

utama antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Untuk

menjamin terlaksananya prinsip-prinsip syariah di lembaga

Perbankan, diperlukan pengawasan syariah yang diperankan oleh

Dewan Pengawas Syariah (DPS) (Ade Sofyan Mulazid, 2016).

Dewan Pengawas Syariah, yaitu lembaga independen atau juris

khusus dalam bidang fiqih muamalah. Namun DPS juga bisa

beranggotakan di luar fiqih tetapi harus memiliki keahlian dalam

bidang lembaga keuangan Islam dan fiqih muamalah (Faozan,

2013). Dewan Pengawas Syariah bertugas melakukan pengarahan

(directing), pemberian konsultasi (consulting), melakukan evaluasi

(evaluating), dan pengawasan (supervising) kegiatan Bank Syariah

dalam rangka memastikan bahwa kegiatan usaha Bank Syariah

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

38

tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip-prinsip syariah

sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah Islam.

Peranan DPS pada dasarnya meliputi lima bidang utama, yaitu:

memberikan izin kepada instrumen keuangan yang akan digunakan

melalui fatwa (audit syariah ex-ante), memastikan bahwa transaksi

yang dilakukan sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan (audit

syariah ex-post), menghitung dan membayarkan zakat,

menghilangkan pendapatan yang tidak memenuhi ketentuan

syariah, dan memberi saran dan nasihat mengenai pembagian

penghasilan dan pengeluaran antara para pemegang saham dengan

nasabah investor (Mal An Abdullah, 2010). DPS menerbitkan

laporan yang memberi pengesahan bahwa semua transaksi

keuangan yang dilakukan bank syariah yang bersangkutan telah

memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dalam praktik laporan itu

seringkali disatukan menjadi bagian integral dari laporan tahunan

lembaga keuangan syariah.

Keberhasilan DPS (Dewan Pengawas Syariah) melaksanakan

fungsinya sangat mempengaruhi keyakinan stakeholder bahwa

Bank dan Lembaga Keuangan Syariah beroperasi sesuai prinsip-

prinsip kepatuhan syariah. Untuk mendukung keberhasilan

tugasnya ada lima syarat bagi DPS yang berkembang menjadi isu

akademis: 1. Isu kemandirian (independency): mampukan DPS

bersikap sungguh-sungguh independen. 2. Isu kerahasiaan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

39

(confiden-tiality). Keanggotaan berganda yang memungkinkan

DPS terlibat dalam benturan kepentingan antara lembaga keuangan

syariah yang sering bersaing. 3. Isu kompetensi. Untuk

melaksanakan tanggung jawab dengan baik, anggota DPS perlu

kecakapan bukan hanya di bidang hukum Islam (fikih muamalat)

tetapi juga memahami praktik akuntansi dan perdagangan masa

kini. 4. Isu konsistensi. Adakah konsistensi pertimbangan fatwa

lintas Bank, dan yang intra Bank lintas waktu dan wilayah

yurisdiksi. 5. Isu pengungkapan. Apakah semua informasi yang

menyangkut fatwa dan nasihat syariah yang disampaikan DPS

terjamin keterungkapannya untuk diketahui oleh masyarakat umum

(Mal An Abdullah, 2010).

Dalam pelaksanaan tugas Dewan Pengawas Syariah diatur

dalam pasal 46 Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009.

Berikut tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah:

1) Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan

tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

2) Tugas dan tanggung jawab DPS (Dewan Pengawas Syariah)

adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta

mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip

Syariah.

3) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS meliputi

menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

40

pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank,

mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar

sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI), meminta fatwa kepada DSN-

MUI untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya,

melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip

Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank, dan meminta

data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan

kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

4) Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan

Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara

semesteran yang disampaikan kepada Bank Indonesia

paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester

dimaksud berakhir.

2.1.8. Panduan Prinsip GCG (Good Corporate Governance) oleh IFSB

(Islamic Financial Service Board).

Islamic Financial Service Board (IFSB) adalah lembaga

Internasional yang bertujuan merumuskan infrastruktur Keuangan

Islam dan standar instrumen Keuangan Islam. Lembaga ini

didirikan di Kuala Lumpur pada 3 November 2002. IFSB secara

resmi didirikan pada 3 November 2002 dan mulai beroperasi pada

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

41

23 Maret 2003. IFSB merupakan lembaga Internasional berkantor

pusat di Kuala Lumpur, Malaysia, yang memfokuskan kegiatannya

sebagai lembaga standar setting Internasional di bidang pengaturan

dan pengawasan keuangan syariah terutama melakukan

penyusunan standar kehati-hatian dan transparansi bagi lembaga

keuangan syariah Internasional yang mencakup perbankan, pasar

modal, dan asuransi syariah.

A. Pendekatan umum tata kelola IFSB (Islamic Financial

Service Board).

Sistem tata kelola perusahaan merupakan sistem yang

dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan

kegiatan perusahaan, mengatur pembagian tugas hak dan

kewajiban para pemangku kepentingan. Untuk menciptakan

nilai tambah bagi para pemangku kepentingan perusahaan

dan menciptakan tingkat kepercayaan masyarakat. IFSB

(Islamic Financial Services Board) yang merupakan

Lembaga Internasional yang bertujuan merumuskan

infrastruktur Keuangan Islam dan standar instrumen

Keuangan Islam memfokuskan kegiatan sebagai Lembaga

Standar Internasional di bidang pengaturan dan pengawasan

keuangan syariah terutama melakukan penyusunan standar

kehati-hatian dan tranparansi bagi lembaga keuangan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

42

syariah yang mencakup Perbankan, Pasar Modal, dan

Asuransi Syariah.

Panduan prinsip IFSB ini dapat dijadikan patokan atau

pedoman untuk Perbankan Syariah di Indonesia dalam

menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan efektif.

Berikut ini merupakan kerangka kebijakan tata kelola

yang komprehensif yang menetapkan peran strategis dan

fungsi masing-masing organ tata kelola perusahaan dan

mekanisme untuk menyeimbangkan akuntanbilitas kepada

pemangku kepentingan: (www.ifsb.org)

Dalam kerangka kebijakan tata kelola, maka IIFS harus

menetapkan:

1. Peran strategis dan fungsi masing-masing organ

perusahaan, termasuk Dewan Direksi, 5 (lima) Komite,

Manajemen Eksekutif, DPS, Auditor Internal dan

Eksternal;

2. Mekanisme penyeimbang akuntanbilitas masing-masing

organ perusahaan kepada berbagai pemangku kepentingan.

IIFS harus mengikuti standar tata kelola yang diakui

Internasional sebagai rujukan pertama yaitu OECD

(Organization for Economic Co-operation and

Development) dan BCBS (Basel Committe on Banking

Supervision). Dan mematuhi edaran/ arahan kepatuhan yang

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

43

dikeluarkan otoritas pengawas, selanjutnya mengikuti

prinsip-prinsip panduan mematuhi peraturan dan prinsip

Syariah Islam. Dalam hal ini sama seperti pemberlakuan

corporate governance di Indonesia yang mengacu pada

OECD dan GGBS (Good Governance Bisnis Syariah) yang

mengacu pada prinsip-prinsip kepatuhan syariah (shariah

compliance).

Setiap IIFS dapat menyesuaikan kerangka kebijakan tata

kelola perusahaan agar sesuai dengan model bisnisnya dan

tidak mengabaikan praktik terbaik yang diakui Internasional

(OECD) maupun di daerah/ Negara sendiri (GGBS).

Direksi harus membentuk komite tata kelola perusahaan

untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan

pelaksanaan kerangka kebijakan tata kelola perusahaan.

Komite tata kelola perusahaan terdiri dari:

1) Anggota Komite Audit;

2) Sarjana Syariah/ Dewan Pengawas Syariah (DPS);

dan

3) Direktur non-eksekutif (dipilih berdasarkan

pengalaman dan kemampuan untuk berkontribusi

dalam proses)

Komite tata kelola perusahaan diberi wewenang untuk:

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

44

1) Mengawasi dan memantau pelaksanaan kerangka

kebijakan tata kelola dengan bekerjasama dengan

manajemen, Komite Audit dan Dewan Pengawas

Syariah;

2) Memberikan laporan dan rekomendasi kepada

Direksi berdasarkan temuannya dalam menjalankan

tugas.

Peran dan fungsi Komite Audit Tata Kelola Perusahaan

(GCG) tidak boleh menduplikat atau tumpang tindih.

Mempertimbangkan bahwa Komite Audit memiliki mandat

yang sangat menuntut dan dibebani oleh tanggung jawab

utamanya, menghindari terlibat dengan konflik intern,

Komite Audit Tata Kelola Perusahaan harus fokus pada

perusahaannya. Seorang Komite Tata Kelola Perusahaan

harus memiliki keterampilan yang relevan dan mempunyai

pengalaman di bidang yang menjadi tanggung jawabnya.

B. Hak Investment Account Holder.

IIFS (Institutions offering only Islamic Financial

Services) harus mengakui hak IAH (Investment Account

Holder) untuk memantau kinerja investasi dan risiko yang

terkait, dan menerapkan sarana yang memadai untuk

memastikan bahwa hak-hak ini diamati dan dilaksanakan.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

45

Dalam mengembangkan strategi investasi mereka atas

nama IAH, IIFS harus mempertimbangkan dengan seksama

harapan kembali (return investment) dengan memiliki

mekanisme know-your-customer

Hak IAH memantau kinerja investasi mereka

seharusnya tidak disalah artikan sebagai hak campur tangan

dalam pengelolaan investasi oleh IIFS. IIFS selalu

menyadari tanggung jawab mereka kepada IAH dalam

memastikan bahwa akun investasi dikelola sesuai dengan

parameter dari mandat yang diberikan (prinsip

mudharabah).

Oleh karena tanggung jawab yang besar, pihak IIFS

memiliki pedoman internal yang mengatur dan menetapkan;

1) Kelayakan karyawan IIFS yang bertanggung jawab

mengelola akun investasi yang dioperasikan oleh

IIFS;

2) Perlindungan yang memadai atas investasi IAH,

termasuk kasus dimana dana IAH yang tidak

dibatasi digabungkan dengan dana para pemegang

saham;

3) Pengungkapan informasi yang relevan dan material

ke IAH; dan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

46

4) Dasar yang tepat dan terbuka untuk alokasi laba dan

kebijakan investasi berdasarkan ekspektasi risiko

IAH.

C. Kepatuhan terhadap Prinsip dan Aturan Syariah.

IIFS harus memiliki mekanisme yang tepat untuk

mendapatkan keputusan dari para ilmuwan Sharīah,

menerapkan fatwa dan memantau kepatuhan Syariah dalam

semua aspek produk, operasi dan aktivitas mereka. IIFS

harus mematuhi peraturan prinsip syariah (fatwa) seperti

yang dinyatakan oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah) dan

mempublikasikan keputusan/pendapat yang dikeluarkan

DPS secara terperinci. Demikian pula IIFS dipersiapkan

untuk memberikan klarifikasi transparan kepada publik jika

mereka memutuskan untuk meninggalkan fatwa yang

dikeluarkan oleh para ilmuwan syariah (DPS).

Kepatuhan terhadap prinsip dan aturan syariah menurut

sumber (www.ifsb.org) jika disimpulkan adalah kepatuhan

terhadap prinsip dan aturan yang dikeluarkan oleh Ilmuwan

Syariah (Dewan Syariah) yang mengeluarkan fatwa dan

mempublikasikannya. Berbeda dengan Dewan Pengawas

Syariah yang ditugaskan oleh Dewan Syariah untuk

mengawasi turun langsung ke lapangan meninjau

operasional perbankan syariah maupun produk perbankan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

47

syariah yang akan dikeluarkan sudah sesuai dengan fatwa

(prinsip kepatuhan syariah).

D. Tranparansi Laporan Keuangan.

IIFS (Institutions offering only Islamic Financial

Services) harus menyampaikan pengungkapan IAH

(Investment Account Holders) secara tepat dan tepat waktu

kepada publik mengenai informasi material dan relevan

mengenai akun investasi yang mereka kelola.

Pengungkapan informasi material yang memadai dan

tepat waktu sangat penting dalam mengembangkan

transparansi, akuntanbilitas, dan budaya manajemen resiko

yang lebih baik, untuk menghindari overload informasi.

Tujuannya bukan mengungkapkan sebanyak mungkin

informasi, namun memberikan informasi yang handal yang

sangat penting untuk mudah dipahami dan mengevaluasi

dengan benar bagaimana rekening investasi dikelola.

Informasi harus transparan (transparancy), dapat

dimengerti, mudah dibaca dapat diandalkan sehingga

mudah diakses bukan hanya untuk IAH tetapi untuk publik.

Pengungkapan informasi yang baik dapat dilihat dari:

1) Standarisasi istilah dan bahasa;

2) Ukuran atau cara untuk menjelaskan, biaya, risiko,

perhitungan keuntungan, alokasi aset, strategi

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

48

investasi dan mekanisme smoothing return (jika

ada); dan

3) Akses mudah terhadap informasi (misalnya: internet

yang direkomendasikan).

IIFS menerbitkan Laporan Tahunan (Annual Report)

berupa pengungkapan tentang kebijakan yang dikeluarkan

dan juga pengungkapan lainnya seperti yang

direkomendasikan oleh BCBS (Basel Committe on Banking

Services) yaitu:

1. Informasi tentang Direksi perusahaan, misal;

peraturan, keanggotaan, proses seleksi, kualifikasi,

jabatan direktur lainnya, kriteria independensi,

kepentingan material dalam transaksi atau hal yang

mempengaruhi IIFS, dan keanggotaan komite

(termasuk persyaratan referensi dan tanggung jawab,

dengan referensi khusus komite governance atau

yang setara dan fungsi kepatuhan syariah) dan

tanggung jawab, garis pelaporan, kualifikasi dan

pengalaman;

2. Struktur kepemilikan dasar (kepemilikan saham dan

hak suara, partisipasi pemegang saham utama di

dewan atau di posisi manajemen senior, rapat

pemegang saham;

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

49

3. Struktur organisasi (bagan organisasi umum, lini

bisnis, anak perusahaan dan afiliasinya, komite

manajemen;

4. Informasi tentang struktur insentif IIFS (kebijakan

remunerasi, kompensasi eksekutif, bonus, opsi

saham);

5. Kebijakan perilaku bisnis/ etika (termasuk

keringanan apapun, jika berlaku), serta struktur atau

kebijakan tata kelola yang berlaku; dan

6. Kebijakan yang terkait dengan benturan

kepentingan, serta sifat dan tingkat transaksi dengan

afiliasi dan pihak terkait (berupa bentuk keseluruhan

fasilitas pembiayaan rutin kepada karyawan),

termasuk setiap masalah IHSG (Indeks Harga

Saham Gabungan) anggota dewan atau manajemen

senior dapat memiliki kepentingan material baik

langsung, tidak langsung atau atas nama pihak

ketiga.

E. Penerapan Corporate Governance dalam IIFS.

IIFS harus menyusun kerangka kebijakan tata kelola

yang komprehensif yang menetapkan peran strategis dan

fungsi masing-masing organ perusahaan dan mekanisme

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

50

untuk menyeimbangkan pertanggungjawaban IIFS kepada

berbagai pemangku kepentingan.

IIFS akan dapat mengidentifikasi secara efektif peran

strategis dan fungsi masing-masing organ perusahaan dan

mekanisme untuk menyeimbangkan akuntabilitas mereka

kepada berbagai pemangku kepentingan. Juga

mempertimbangkan berbagai elemen peraturan perundang-

undangan, self assesment, komitmen sukarela dan praktik

bisnis yang lazim dalam lingkungan bisnis negara tertentu,

yang mencerminkan kebutuhan dan budayanya,

meningkatkan keahlian tekhnis dan pengetahuan mendalam

tentang IIFS sehubungan dengan operasi bisnis.

Kepatuhan terhadap kerangka kebijakan tata kelola yang

mengacu pada praktik terbaik juga akan publik untuk

menilai kepatuhan mereka terhadap tata kelola perusahaan

yang diakui secara nasional atau yang diakui secara

internasional dengan cara yang sebanding.

Mengingat pentingnya kepatuhan terhadap prinsip tata

kelola yang baik, IIFS harus terus berupaya memperbaiki

tata kelola perusahaan mereka dan tidak boleh ragu untuk

melampaui harapan masyarakat untuk mencapai daya saing

dan reputasi yang kuat. Dalam konteks stabilitas sistemik

sistem keuangan, good governance IIFS memegang peranan

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

51

penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat

(www.ifsb.org).

2.1.9. Pelaporan dan Penilaian Bank Umum Syariah.

Laporan dan Penilaian Pelaksanaan GCG (Good Corporate

Governance) Bank Umum Syariah dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 11/33/PBI/2009:

Paragraf 1 Laporan Pelaksanaan GCG Pasal 62:

1. BUS wajib menyusun laporan pelaksanaan GCG pada

setiap akhir tahun buku.

2. Laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), paling kurang meliputi:

1) Kesimpulan umum dari hasil self assesment atas

pelaksanaan GCG BUS;

2) Kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris,

hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota

Dewan Komisaris dengan pemegang saham

pengendali, anggota Dewan Komisaris lain dan/atau

anggota Direksi BUS serta jabatan rangkap pada

perusahaan atau lembaga lain sebagaimana

dimaksud dalam pasal 26;

3) Kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan

keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

52

dengan pemegang saham pengendali, anggota

Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi lain

sebagaimana dalam pasal 32;

4) Rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada

lembaga keuangan syariah lainnya sebagaimana

dimaksud dalam pasal 50;

5) Daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan

dengan itu yang digunakan oleh BUS (Bank Umum

Syariah) sebagaimana dimaksud dalam pasal 27;

6) Kebijakan remunerasi dan fasilitas lain

(remuneration package) bagi Dewan Komisaris,

Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana

dimaksud dalam pasal 17 ayat (3), pasal 33 ayat (3)

dan pasal 51 ayat (3);

7) Rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;

8) Frekuensi rapat Dewan Komisaris sebagaimana

dimaksud dalam pasal 14 ayat (1);

9) Frekuensi rapat DPS (Dewan Pengawas Syariah)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (1);

10) Jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi

dan upaya penyelesaian oleh BUS (Bank umum

Syariah);

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

53

11) Jumlah permasalahan hukum baik perdata maupun

pidana dan upaya penyelesaian oleh BUS;

12) Transaksi yang mengandung benturan kepentingan;

13) Buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS;

14) Penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah

maupun pihak penerima dana; dan

15) Pendapatan non halal dan penggunaannya.

3. Pengungkapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain

(remuneration package) bagi Dewan Komisaris, Direksi,

dan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf f paling kurang mencakup jumlah anggota

Dewan Pengawas Syariah serta jumlah keseluruhan gaji,

tunjangan (benefits), kompensasi dalam bentuk saham,

bentuk remunerasi lainnya dan fasilitas yang ditetapkan

Rapat Pemegang Saham.

Pasal 63:

1) BUS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana

dimaksud dalam pasal 62 kepada pemegang saham dan kepada:

a) Bank Indonesia;

b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI);

c) Lembaga pemeringkat di Indonesia;

d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas);

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

54

e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan

keuangan; dan

f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan, paling lambat 3

(tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.

2) Bagi BUS (Bank Umum Syariah) yang telah memiliki homepage

wajib menginformasikan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) pada homepage BUS paling lambat 3 (tiga)

bulan setelah tahun buku berakhir.

3) Bank Umum Syariah dianggap terlambat menyampaikan laporan

dimaksud kepada Bank Indonesia melampaui batas akhir waktu

penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi

belum melampaui 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu

penyampaian laporan.

4) BUS dianggap tidak menyampaikan laporan GCG apabila BUS

belum menyampaikan laporan dimaksud hingga akhir batas waktu

keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 64:

Penyusunan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 62 diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank

Indonesia.

Pasal 65:

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

55

Penyampaian laporan pelaksanaan GCG kepada Bank

Indonesia sebagaimana dimaksud dapasal 63 ayat (1) huruf a

dialamatkan kepada:

1) Direktorat Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin No.2,

Jakarta 10350, bagi BUS (Bank Umum Syariah) yang

berkantor pusat di wilayah kerja kantor Pusat Bank

Indonesia;

2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BUS yang berkantor

pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia

dengan tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah.

Paragraf 2 Self Assesment Pelaksanaan GCG Pasal 66:

BUS wajib melakukan self assesment atas pelaksanaan GCG

yang mencakup hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2)

paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.

Tata cara self assesment sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Surat Edaan Bank Indonesia.

Pasal 67:

Dalam rangka melakukan penilaian terhadap pelaksanaan GCG

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Bank Indonesia dapat

melakukan evaluasi terhadap hasil self assesment pelaksanaan

GCG sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1).

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

56

Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Bank Indonesia dapat meminta BUS (Bank Umum Syariah)

untuk melakukan perbaikan atas pelaksanaan GCG.

2.2. Penelitian Terdahulu.

Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penilitian ini adalah:

1. Good Corporate Governance dalam Perspektif Islam dan Penerapannya

Pada Bisnis Syariah di Indonesia oleh Rezki Astuti Soraya (2012).

Penelitian oleh Rezki Astuti Soraya dilakukan untuk mengetahui Good

Corporate Governance ditinjau dari perspektif Islam dan kesesuaian

penerapan Good Corporate Governance barbasis Islam pada bisnis syariah

di Indonesia terhadap prinsip syariah. Hasil dari penelitian ini GCG

merupakan perwujudan akhlak dalam Islam dalam pelaksanaannya pada

bisnis syariah GCG menganut prinsip yang disepakati bersama dalam

konsep pedoman good corporate governance bisnis syariah yang

dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun

2011, unsur dalam pelaksanaan GCG pada bisnis syariah mengacu pada

konsep pedoman good governance bisnis syariah yang dikeluarkan KNKG

(Komite Nasional Kebijakan Governance) pada tahun 2011. Pelaksanaan

good corporate governance pada bisnis syariah sesuai dengan prinsip

syariah.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

57

2. Implementasi Shariah Governance di Bank Syariah oleh Akhmad Faozan

(2014). Penelitian oleh Akhmad Faozan dilakukan untuk mengetahui

penerapan shariah governance pada perbankan syariah. Hasil dari

penelitian ini shariah governance merupakan penggabungan dari dua teori

tentang good corporate governance (GCG) dan teori shariah compliance.

Implementasi GCG di bank syariah berlandaskan lima prinsip, yaitu

transparansi, akuntanbilitas, pertanggungjawaban, profesional dan

kewajaran. Sedangkan, bank syariah dalam mengimplementasikan shariah

compliance harus tidak ada riba, gharar, dan maisir dalam transaksinya,

menjalankan bisnis berdasarkan pada keuntungan yang halal, menjalankan

amanah yang dipercayakan nasabah kepada bank, mengelola zakat, infaq

dan shadaqah dengan amanah.

3. Pelaksanaan Sharia Compliance Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada

Bank Syariah Mandiri, Jakarta) oleh Ade Sofyan Mulazid (2016).

Penelitian oleh Ade Sofyan Mulazid bertujuan untuk mengetahui

pelaksanaan Shariah Compliance (kepatuhan syariah) pada Bank Syariah

yang terfokus pada Bank Syariah Mandiri. Hasil dari penelitian adalah

menunjukkan bahwa sistem pengawasan terhadap kepatuhan syariah telah

dilaksanakan dengan baik oleh Bank Indonesia dan Dewan Pengawas

Syariah kepada Bank Syariah Mandiri.

4. Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Pemenuhan Prinsip Syariah dalam

Pelaksanaan Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah oleh

Orisa Satifa & Edy Suprapto (2013). Penelitian oleh Orisa Satifa & Edy

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

58

Suprato ini bertujuan untuk mengetahui Good Corporate Governance bagi

Bank Umum Syariah dan Peran Dewan Pengawas Syariah. Hasil dari

penelitian menyimpulkan bahwa Good Corporate Governance (GCG)

pada perbankan syariah merupakan suatu tata kelola bank syariah yang

menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (tranparancy), akuntanbilitas

(accountability), profesional (professional), pertanggungjawaban

(responsibility), dan kewajaran (fairness). Keberadaan DPS wajib dimiliki

oleh setiap perbankan syariah mempunyai peran yang sangat penting.

5. Good Corporate Governance di Bank Syariah oleh Ali Syukron (2013).

Penelitian oleh Ali Syukron bertujuan untuk mengetahui secara mendalam

tentang Good Corporate Governance yang ada di Bank Syariah. Hasil dari

penelitian adalah penerapan Good Corporate Governance (GC) di Bank

Syariah telah didorong dari sisi regulasi. Dorongan tersebut adalah dengan

dituangkannya prinsip-prinsip dasar GCG ke dalam pasal 34 Undang-

undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. GCG pada

perbankan syariah tidak hanya menitik beratkan pada prinsip-prinsip GCG

tetapi pelaksanaan GCG diperbankan syariah harus memenuhi prinsip

syariah. Untuk itu, Bank Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam

Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan GCG

bagi Bank Umum Syariah danUnit Usaha Syariah dan dilengkapi oleh

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan pedoman GCG

Perbankan Indonesia tahun 2004 dan Pedoman Good Corporate Bisnis

Syariah (GGBS) tahun 2011. Dengan didukung regulasi diatas diharapkan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

59

bank syariah harus tampil sebagai pionir terdepan dalam

mengimplementasikan GCG.

Tabel 2.3

Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu

Judul

Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Good

Corporate

Governance

dalam

Perspektif

Islam dan

Penerapannya

Pada Bisnis

Syariah di

Indonesia oleh

Rezki Astuti

Soraya (2012)

Terdapat kesamaan dalam

meneliti Good Corporate

Governance ditinjau dari

perspektif Islam.

Good Corporate

Governance ditinjau dari

perspektif Islam pada

institusi keuangan islam

studi kasus perbankan

syariah Bank Syariah

Mandiri, maka dari itu

penelitian selanjutnya

lebih spesifik yaitu

mengenai penerapan Good

Corporate Governance

pada Institusi Keuangan

Islam studi kasus

Perbankan Syariah Bank

Syariah Mandiri.

2.Implementasi

Shariah

Governance di

Bank Syariah

oleh Akhmad

Faozan (2014).

kesamaan dalam penelitian

tentang penerapan Good

Corporate Governance dan

Shariah Compliance.

penelitian yang dilakukan

terfokus pada penerapan

Good Corporate

Governance berbasis

shariah compliance dan

Peran DPS (Dewan

Pengawas Syariah) pada

Bank Syariah Mandiri

3. Pelaksanaan

Sharia

Compliance

Pada Bank

Syariah (Studi

Kasus Pada

Bank Syariah

Mandiri,

Jakarta) oleh

Ade Sofyan

Mulazid

(2016)

pembahasan shariah

compliance dalam corporate

governance yang studi

kasusnya adalah Bank

Syariah Mandiri.

dalam pembahasan lebih

terfokus bagaimana

penerapan GCG yang

sesuai dengan shariah

compliance dan apa peran

Dewan Pengawas Syariah

dalam menegakkan prinsip

shariah compliance

tersebut pada perbankan

syariah.

4. Peran Dalam pembahasan Good Penelitian yang terfokus

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/295/2/BAB II.pdf · berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan

60

Dewan

Pengawas

Syariah dalam

Pemenuhan

Prinsip Syariah

dalam

Pelaksanaan

Good

Corporate

Governance

pada

Perbankan

Syariah oleh

Orisa Satifa

dan Edy

Suprapto

(2013)

Corporate Governance dan

Peran Dewan Pengawas

Syariah

pada Implemetasi GCG

dan Peran DPS pada

Perbankan Syariah (Bank

Syariah Mandiri)

5. Good

Corporate

Governance di

Bank Syariah

oleh Ali

Syukron

(2013)

Membahas Good Corporate

Governance pada perbankan

syariah

Pembahasan Good

Corporate Governance

yang hanya terfokus pada

Bank Umum Syariah

(Bank Syariah Mandiri)

Sumber: data sekunder diolah peneliti, 2017