bab ii kajian teori 2.1 tindak tutur -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Tindak Tutur
Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur merupakan
pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara
diketahui pendengaran. Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat
sebagai bagian dari interaksi social. Menurut Leoni (dalam Sumarsono, dan Paina
Partama, 2010:329-330) tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan
peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Setiap peristiwa tutur terbatas
pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah
atau norma bagi penutur.
Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam
komunikasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana,
seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan. Tuturan yang berupa
performansi tindakan ini disebut dengan tuturan performatif, yakni tuturan yang
dimaksudkan untuk melakukan suatu tindakan.
Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan
ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Tindak tutur dititikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa
tutur lebih dititikberatkan pada tujuan peristiwanya. Dalam tindak tutur ini
terjadi peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka
menyampaikan komunikasi. Austin (dalam Subyakto, 1992:33) menekanka
tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa
10
pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu
tindak tutur yang dilakukan oleh penutur.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah kegiatan
seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka
mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya dapat
dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga
ditentukan oleh aspek-aspek komunikasi secara komprehensif, termasuk aspek-
aspek situasional komunikasi. Guru dan siswa merupakan komponen dalam
pengajaran holistik. Antara guru dengan siswa saling berpengaruh dan saling
mendorong untuk melakukan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain. Pada
dasarnya, siswa adalah unsur penentu dalam pembelajaran holistik.
2.1.1 Macam-macam Tindak Tutur
Austin (1962:94-107) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan,
yaitu tindakan menginformasikan atau menyatakan sesuatu “The act of saying
something”, yang disebut dengan tindak lokusi, tindakan menghendaki mitra
tuturnya untuk melakukan sesuatu, “The act of doing something” atau tindak
ilokusi, dan tindakan memberikan pengaruh terhadap mitra tutur atau
menghendaki adanya reaksi atau efek atau hasil tertentu dari mitra tutur, “The act
of affecting someone” atau tindak perlokusi.
a) Lokusi
Tindak lokusi adalah sebuah tindakan mengatakan sesuatu. Tindak lokusi
terlihat ketika seseorang menuturkan sebuah tuturan atau pernyataan. Menurut
Levinson (dalam Cahyono,1995:224) tindak lokusi (locutionary act) adalah
pengujaran kata atau kalimat dengan makna dan acuan tertentu. Analisis tuturan
11
berikut diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
tindak lokusi.
Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah
tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam
bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Searle (dalam Rahardi, 2005:
35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan
kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak
tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, yaitu
mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan
makna kata itu sendiri kepada mitra tutur.
b) Ilokusi
Tindak ilokusi (illocutionary act) adalah pembuatan pernyataan, tawaran,
janji, dan lain-lain dalam pengujaran dan dinyatakan menurut daya konvensional
yang berkaitan dengan ujaran itu atau secara langsung dengan ekspresi-ekspresi
performatif (Levinson dalam Cahyono, 1995:224). Ketika penutur mengucapkan
suatu tuturan, sebenarnya dia juga melakukan tindakan, yaitu menyampaikan
maksud atau keinginannya melalui tuturan tersebut. Gambaran yang lebih jelas
mengenai tindak ilokusi akan terlihat dalam analisis sebuah tuturan berikut.
Wijana (1996:18-19) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak
tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi daya ujar. Tindak tersebut
diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang bersifat untuk menginformasikan
sesuatu dan melakukan sesuatu, serta mengandung maksud dan daya tuturan.
Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan
12
siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan
sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami
tindak tutur.
Sementara Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak ilokusi
adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif
yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin,
mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak
tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan
tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan
sesuatukepada mitra tutur.
c) Perlokusi
Jenis tindak tutur yang terakhir adalah tindak tutur perlokusi. Perlokusi
merupakan akibat atau efek yang muncul pada diri mitra tutur setelah mendengar
sebuah tuturan. Levinson ( dalam Cahyono, 1995:224) berpendapat bahwa tindak
perlokusi (perlocutionary act) adalah pengaruh yang dihasilkan pada pendengar
karena pengujaran sebuah kalimat dan pengaruh itu berkaitan dengan situasi
pengujarannya. Tarigan (1986:114) mengilustrasikan daftar-daftar verba perlokusi
dan ekspresi-ekspresi menyerupai verba perlokusi yakni: mendorong menyimak
(lawan tutur) meyakini bahwa, meyakinkan, menipu, memperdayakan,
membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, mengilhami, memengaruhi,
mencamkan, membuat penyimak memikirkan tentang dan lain sebagainya.
Chaer dan Leonie (2010:53) menjelaskan tindak perlokusi adalah tindak
tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap
13
dan perilaku non linguistik dari orang lain. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh
seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek
bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja
atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah
tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.
2.1.2 Tindak Tutur Direktif
Austin (1962: 87) mengemukakan tindak tutur direktif adalah tindak tutur
yang menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya
memesan, memohon, meminta, menyarankan, permintaan dan perintah. Tindak
tutur direktif yakni bentuk tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk
membuat pengaruh agar sang mitra tutur melakukan tindakan tertentu, misalnya
saja memesan (ordering), memerintah (commanding), memohon (requesting),
menasihati (advising), merekomendasi (recommending).
Austin (1962: 87) mengemukakan tindak tutur direktif merupakan tindak
tutur dimana penutur berusaha meminta mitra tutur untuk perbuatan atau tidak
melakukan perbuatan. Jadi, tindak tutur direktif menggunakan pronomina you
sebagai pelaku baik hadir secara eksplisit maupun tidak.
Tindak tutur direktif bersifat propektif, artinya seseorang tidak bisa
menyuruh orang lain suatu perbuatan pada masa lampau. Seperti tindak tutur lain,
tindak tutur direktif mempresuposisikan suatu kondisi tertentu kepada mitra tutur
sesuai dengan konteks.
14
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkanbahwa tindak tutur direktif
yang menjadi indikator adalah adanya suatu tindakan yang harus dilakukan oleh
mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan.
2.1.3 Bentuk-bentuk Tindak Tutur Direktif
Wijana (1996: 97) membedakan tindak tutur menjadi dua yaitu tindak
tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung secara
formal berdasarkan modusnya, sebuah kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif) yang digunakan untuk memberikan sesuatu (informasi), kalimat tanya
(interogatif) untuk menanyakan sesuatu, serta kalimat perintah (imperatif) untuk
menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Tindak tutur
langsung seperti dalam contoh berikut :
(1) Minggu depan saya akan pergi ke Yogyakarta.
(2) Sekarang pukul berapa?
(3) Bersihkan kamar saya !
Sebuah perintah dapat diutarakan dengan menggunakan kalimat berita atau
kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal
tersebut terjadi, terbentuk tindak tutur tidak langsung. Tuturan yang diutarakan
secara tidak langsung biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, namun harus
dilaksanakan maksud yang terimplikasikan di dalamnya. Hal tersebut dapat dilihat
pada kalimat berikut :
(4) Sepertinya kakiku pegal sekali.
(5) Kamu sedang tidak ada pekerjaan ya, cucian di dapur numpuk
tuh!
15
Kalimat (4) apabila diucapkan seorang suami kepada istri, bukan sekedar
untuk menginformasikan bahwa kakinya sedang pegal tetapi dimaksudkan untuk
memerintah lawan tuturnya agar memijat kakinya. Demikian pula dengan kalimat
(5) bila dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, tidak semata -mata berfungsi
untuk menanyakan bahwa anaknya sedang tidak ada pekerjaan dan
menginformasikan cucian di dapur numpuk, tetapi secara tidak langsung
memerintah anaknya untuk mencuci piring tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk tindak tutur dibagi
menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak
tutur langsung yaitu tindak tutur yang mencerminkan kesesuaian antara tuturan
dengan tindakan yang diharapkan. Sedangkan tindak tutur tidak langsung yaitu
tindak tutur yang mencerminkan ketidaksesuaian antara tuturan dengan tindakan
yang diharapkan.
2.1.4 Fungsi Tuturan
Rohmadi (dalam Sumarsono, 2008: 50) mengklasifikasikan fungsi bahasa
menjadi fungsi ekspresif, fungsi konatif, fungsi representasional dan
metalinguistik, fungsi puitik, fungsi transaksional. Fungsi ekspresif dikaitkan
dengan pembicara. Fungsi konatif dikaitkan dengan mitra bicara. Fungsi
representasional sama dengan istilah fungsi metalinguistik, dikaitkan dengan hal
lain selain pembicara dan mitra bicara yaitu berupa kode atau lambang. Fungsi
puitik dikaitkan dengan pesan. Fungsi transaksional dikaitkan dengan sarana.
Berikut contoh masing-masing fungsi bahasa dari Roman Jakobson:
(1) Yah, Eka sama Wawan bagus Eka.
16
(2) Hai, bagaimana kabarnya?
(3) Jika menang, jangan lantas sesenaknya saja.
Contoh (1) merupakan penggunaan fungsi ekspresif. Tuturan tersebut
digunakan untuk mengumpat. Contoh (2) merupakan penggunaan fungsi konatif.
Tuturan tersebut digunakan untuk menjaga agar hubungan komunikasi antara
penutur dengan lawan tutur dapat mencair dan tidak beku. Contoh (3) merupakan
penggunaaan fungsi puitik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan fungsi bahasa yaitu (1) fungsi
representatif yaitu pemakaian bahasa untuk menyatakan kebenaran, seperti
menyatakan, mengemukakan pendapat, dan melaporkan, (2) fungsi direktif yaitu
pemakaian bahasa dalam bentuk perintah, permohonan, dan pemberian nasihat,
(3) fungsi ekspresif yaitu pemakaian bahasa berupa ungkapan perasaan, seperti
mengucapakan terima kasih, memberi selamat, memberi maaf, memuji,
mengucapkan rasa senang atau tidak senang, dan (4) fungsi komisif yaitu
pemakaian bahasa seperti menjanjikan dan menawarkan.
2.1.5 Fungsi Tindak Tutur Direktif
Fungsi tindak tutur direktif yaitu pemakaian bahasa yang mengandung
makna perintah, permintaan, atau permohonan dari penutur kepada mitra tutur.
Pemakaian bahasa yang demikian, dalam penelitian ini disebut fungsi direktif.
Bentuk fungsi direktif dapat dilihat pada contoh berikut:
(1) Heh, mana jam itu buang saja!
17
Contoh (2) di atas merupakan kalimat perintah yang digunakan untuk
menyuruh lawan tutur dengan kurang sopan. Jadi, tuturan di atas mempunyai
fungsi tuturan berupa fungsi direktif.
Menurut Ibrahim (1993: 67) ada beberapa fungsi dalam tindak tutur
direktif, diantaranya yaitu:
1) Fungsi Meminta, yaitu penutur berkata-kata untuk mendapatkan sesuatu.
Mitra tutur tidak harus memberikan apa yang diinginkan, jika penutur tidak
terlalu berharap apa yang diinginkan itu dipatuhi.
2) Fungsi Memohon, yaitu diekspresikan lebih santun dan hormat. penutur
mengharapkan tuturannya dapat dipenuhi oleh mitra tutur.
3) Fungsi Berdo’a, yaitudengekspresikan dengan harapan, permintaan dan
pujian kepada Tuhan yang dilakukan dengan kerendahan hati.
4) Fungsi Menekan, yaitu penutur mengekspresikan desakan atau tekanan
kepada mitra tutur. Terdapat unsur paksaan dan penekanan intonasi yang
dalam pada tuturan yang diujarkan.
5) Fungsi Mengajak, yaitu penutur mengungkapkan permintaan supaya mitra
tutur ikut serta atau melakukan sesuatu.
6) Fungsi Menanyakan, yaitu penutur menginginkan penjelasan atau
keterangan tentang suatu hal. penutur berharap mendapatkan jawaban dari
pertanyaannya.
7) Fungsi Mengintrogasi, yaitu penutur mengekspresikan pertanyaan yang
bersifat terstruktur, detail dan cermat untuk mencari suatu penjelasan atau
keterangan dari mitra tutur. Mitra tutur diharuskan menjawab pertanyaan dari
guru.
18
8) Fungsi Menghendaki, yaitu penutur mengungkapkan keinginan atau
kehendak kepada mitra tutur agar melakukan sesuatu. Mitra tutur tidak harus
melakukan apa yang dikehendaki, jika penutur tidak mengekspresikan
paksaan.
9) Fungsi Membolehkan, yaitu penutur memberi kebebasan atau keleluasaan
kepada mitra tutur untuk melakukan suatu hal.
10) Fungsi Memaafkan, yaitu penutur memberikan pengampunan atau
pemberian maaf kepada orang yang telah melakukan salah.
11) Fungsi Menasehati, yaitu penutur mengekspresikan pemberian nasehat atau
petuah terhadap kesalahan yang dilakukan. Pemberian nasehat diberikan
untuk membuat mitra tutur menjadi lebih baik. Penutur berharap nasehatnya
diterima dan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki kesalahan siswa.
12) Fungsi Mengomando, yaitu pemberian perintah yang bersifat tegas dari
seorang pemimpin kepada bawahannya. Perintah harus segera dilaksanakan
oleh mitra tutur karena pemberi perintah memiliki wewenang atau jabatan
yang lebih tinggi.
13) Fungsi Menuntut, yaitu penutur mengekspresikan permintaan dengan
setengah mengharuskan terpenuhi. Mitra tutur merasakan adanya perintah
yang harus segera dilaksanakan.
14) Fungsi Mendikte, yaitu penutur mengekspresikan perintah kepada siswa
agar menulis apa yang dibacakan atau diucapkan dengan intonasi sedang dan
jeda lambat.
15) Fungsi Mengarahkan,yaitu penutur mengekspresikan pemberian petunjuk,
arahan, tuntunan dan bimbingan kepada mitra tutur untuk melaksanakan suatu
19
hal. Mitra tutur diharapkan mampu melaksanakan tugas setelah diberikan
arahan.
16) Fungsi Menginstruksikan, yaitu penutur mengekspresikan perintah
langsung kepada mitra tutur untuk melakukan suatu hal. Mitra tutur
diharuskan segera melaksanakan perintah.
17) Fungsi Mengatur, yaitu penutur mengekspresikan perintah atau aturan
mengerjakan sesuatu. Mitra tutur diharuskan patuh terhadap perintah penutur.
18) Fungsi Mensyaratkan, yaitu penutur mengekspresikan peraturan atau
ketentuan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tertentu. Mitra tutur
diharapkan patuh atau wajib melaksanakan apa yang telah disyaratkan.
19) Fungsi Melarang, yaitu penutur mengekspresikan larangan agar mitra tutur
tidak melakukan tindakan.
20) Fungsi Menganugerahi, yaitu penutur memberikan penghargaan, hadiah
atau gelar terhadap seseorang yang berjasa atau berprestasi.
21) Fungsi Mengonseling, yaitu penutur mengungkapkan bimbingan dengan
menggunakan metode psikologis. Pemberian bimbingan bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan diri sendiri dalam memecahkan masalah.
22) Fungsi Menyarankan, yaitupenutur mengekspresikan pemberian saran atau
anjuran yang bersifat kritis. Mitra tutur dapat menerima atau menolak saran
yang telah diberikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tindak tutur direktif
terdapat 22 fungsi, masing-masing fungsi pemakaian bahasa yang mengandung
makna perintah, permintaan, dan permohonan.
20
2.2 Penanaman Karakter
Penanaman secara etimologis berasal dari kata tanam yang berarti
menabur benih, yang semakin jelas jika mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an
menjadi “penanaman” yang berarti proses, cara, perbuatan menanam atau
menanamkan.
Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani “Charassein” yang
artinya mengukir.sebuah pola, baik itu pikiran, sikap maupun tindakan yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut
sebagai karakter. Secara umum karakter diartikan sebagai perilaku yang dilandasi
oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum atau konstitusi,
adat istiadat dan estetika.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau juga kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
mendasari cara pandang, berpikir, sikap, dan cara bertindak orang tersebut.
Kebajikan tersebut terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur,
berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain.
Hidayatulloh (2010:15) mengemukakan ada tiga komponen karakter yang
baik yaitu:
a) Pengetahuan tentang moral seperti cerita-cerita kepahlawanan, kisah
kehidupan orang bijak.
b) Perasaan tentang moral seperti kasih sayang, hormat menghormati.
c) Perbuatan bermoral seperti pembiasaan-pembiasaan yang baik yang dilakukan
oleh seseorang.
21
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwakarakter terwujud dari
karakter masyarakat dan karakter masyarakat terbentuk dari karakter masing-
masing anggota masyarakat bangsa tersebut. Pengembangan karakter, atau
pembinaan kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoretis maupun secara
empiris, dilakukan sejak usia dini hingga dewasa.
2.2.1 Pengertian Penanaman Pendidikan Karakter
Asmani (2011:23) pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses
pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.
Asmani (2011: 15) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru
membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan
perilaku dan cara guru menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan berbagai
hal terkait lainnya.
Ada pun nilai-nilai 9 pilar karakter dinyatakan berikut ini menurut Sulhan
(2011: 3) yaitu:
a) Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya
b) Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian
c) Kejujuran
d) Hormat dan Santun
e) Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama
22
f) Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah
g) Keadilan dan Kepemimpinan
h) Baik dan Rendah Hati
i) Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman karakter
merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas
sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
dan hormat kepada orang lain.
2.2.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter sebagai berikut:
a) Mengembangkan potensi kalbu/nurani atau afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter.
b) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku (habituasi) peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius.
c) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
d) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan.
e) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
23
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan paling mendasar dari
pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa pendidikan sebagai nilai universal kehidupan yang
memiliki tujuan pokok yang disepakati disetiap zaman, pada setiap kawasan, dan
dalam semua pemikiran. Dengan bahasa sederhana, tujuan yang disepakati itu
adalah merubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan sikap dan
keterampilan.
2.2.3 Ruang Lingkup Nilai-Nilai Karakter
Menurut Asmani (2011:24) ada beberapa nilai dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas yang bersumber
dari agama, diantaranya yaitu:
a) Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b) Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
c) Toleran, yaitusikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d) Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh terhadap
berbagai ketentuan dan peraturan.
e) Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
24
f) Kreatif, yaituberfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g) Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugastugas.
h) Demokratis, yaitu cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i) Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat,
dan didengar.
j) Semangat Kebangsaan, yaitucara berfikir, bertindak dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
k) Cinta Tanah Air, yaitu cara berfikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
l) Menghargai Prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui
serta menghormati keberhasilan orang lain.
m) Bersahabat/Komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
n) Cinta Damai, yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o) Gemar Membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai badaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
25
p) Peduli Lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan
mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
q) Peduli Sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r) Tanggung Jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sasaran yang hendak dituju
dalam pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai luhur ke dalam diri
siswa. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan dalam
berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan dan
pengajaran pendidikan karakter. Hal tersebut penting untuk memberi variasi
kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak
membosankan.