bab ii kajian teoritis dan hipotesis tindakan 2.1...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Hakikat Tolak Peluru
Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang terdiri atas nomor lari,
jalan, tolak dan lempar. Pada nomor tolak peluru dan lempar cakram ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu kemampuan unsur ketangkasan dan ketepatan
waktu, kecepatan melempar dan menolak, kekuatan serta penguasaan teknik yang
baik. Tujuan dari tolak peluru dan lempar cakram yaitu mencapai jarak tolakan
dan lemparan yang sejauh mungkin. (Hilman Nurhuda, 2010 ; 164)
Tolak peluru termasuk nomor lempar. Dikatakan bahwa tolak peluru
adalah nomor lempar karena nomor tolak peluru dilemparkan dengan cara
ditolakkan atau didorong menggunakan tangan. Tujuan melakukan tolak peluru
adalah menghasilkan jarak tolakan yang sejauh-jauhnya. Dalam tolak peluru
terdapat dua macam gaya, yaitu gaya ortodock dengan awalan menyamping dan
gaya O’Brien dengan membelakangi sektor tolakan. (Sri Wahyuni, 2010 ; 42)
Menurut Edy Sih Miranto, Dkk (2010: 96) salah satu cabang atletik
melempar adalah tolak peluru. Cabang olahraga ini kurang populer, karena tidak
terlalu diminati. Hanya bermula dari pengisian waktu senggang dengan melempar
batu, kayu atau apapun yang bisa dilempar akhirnya muncullah oalhraga tolak
peluru. Persyaratan yang harus dimiliki oleh penolak peluru adalah yaitu:
a. Kekuatan / Kekuatan maksimum
b. Power
8
c. Kekuatan lempar
d. Kecepatan berakslerasi
e. Koordinasi
f. Adaptibility
Untuk dapat melakukan tolak peluru dengan baik, ada beberapa prinsip yang
harus diketahui. Dalam nomor Tolak Peluru ada beberapa prinsip yang harus
diingat,diantaranya yaitu :
a. Jarak lontaran yang diperoleh dalam tolak peluru sangat tergantung pada
kecepatan gerak dan sudut tangan yang menolakan peluru tersebut.
b. Untuk memperoleh kecepatan maksimum dibutuhkan tenaga terbesar yang
bisa dikerahkan, tenaga ini digunakan untuk menolak peluru sejauh
mungkin.
c. Tenaga yang digunakan harus dikerahkan dalam urutan yang tepat, mula-
mula digunakan kelompok otot yang menimbulkan gerak lamban tetapi
berkekuatan besar, kemudian digunakan kelompok otot yang relatif lebih
lemah tetapi kerjanya lebih cepat.
d. Sudut optimum lintasan tergantung pada kecepatan dan tingginya tolakan,
umumnya berkisar antara 40° - 42°.
Menurut Hilman Nurhuda, (2010;161) Tolak peluru adalah suatu gerakan
menyalurkan tenaga untuk memberikan daya dorong pada sebuah benda (peluru)
sehingga pada benda tersebut dihasilkan kecepatan. Tolakan tidak dilakukan
melalui pergelangan, tetapi diperoleh dari gerakan meluruskan siku. Tolak peluru
memiliki beberapa gaya, salah satunya gaya O’Brien.
9
Gaya O’Brien atau gaya membelakang dilakukan dengan mengambil sikap
membelakangi arah lemparan atau tolakan. Gaya ini kali pertama dilakukan atau
diperkenalkan oleh Parry O’Brien. Gaya ini menghasilkan tolakan paling jauh
dibanding gaya lainnya. Hilman Nurhuda, (2010;161) Teknik melakukan tolak
peluru gaya O’Brien adalah sebagai berikut.
1. Berdiri dengan kedua kaki dibuka lebar dan membelakangi arah tolakan.
2. Badan rileks, angkat kaki kiri, dan bungkukkan badan ke depan.
3. Siku lengan kiri dibengkokkan sehingga tangan berada di depan dada,
untuk menjaga keseimbangan badan bertumpu pada pangkal ujung kaki
kanan serta berat badan berada di kanan.
4. Pegang peluru dengan tangan kanan secara baik.
5. Ayun-ayunkan kaki kiri ke depan dan belakang.
6. Tolakan dimulai dengan menggeser kaki kanan ke arah tolakan dengan
cepat.
Pada saat geseran selesai, kaki kanan tetap pada posisi setengah jongkok
dengan telapak kaki menumpu kuat pada tanah. Badan diputar ke arah tolakan dan
lutut diluruskan dengan menolak kuat pada tanah. Selanjutnya, peluru ditolakkan
dengan meluruskan lengan ke atas, ke arah tolakan (membentuk sudut 45°).
Ketika peluru dilepaskan, kaki kanan menggantikan posisi kaki kiri. Kaki
kiri diangkat ke belakang-atas untuk menjaga keseimbangan.
Pergantian kaki tersebut disebut reverse. Tangan kanan tetap terjulur jauh
di depan dan lengan kiri di samping atau di belakang badan. Semua gerakan
10
tersebut, baik gerakan kaki maupun gerakan lengan dimaksudkan untuk memberi
keseimbangan tubuh agar tidar terdorong ke depan melewati balok pembatas.
Gambar 1 : Tolak peluru gaya O’Brien
Sumber: Sri Wahyuni dkk,( 2010. 46)
2.1.2 Sarana dan Peralatan
a. Lapangan Tolak Peluru
Menurut Sri Wahyuni, Dkk (2010:44) Lapangan tolak peluru
bentuknya lingkaran dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Lapangan tolak peluru dengan tebal garisnya 5 cm.
2) Sektor lemparan sudutnya ± 65o.
3) Garis tengah lingkaran 2,50 meter.
11
Gambar Lapangan tolak peluru.
Sumber: Sri Wahyuni, Dkk (2010:44)
Menurut Budi Sutrisno.Dkk (2010 : 116) Lapangan tolak peluru
berbentuk lingkaran, lingkaran lempar terbuat dari besi yang tebalnya 6 mm,
tingginya 2 cm dipasang rata dengan tanah di sekelilingnya
Gambar 2 : Lapangan tolak peluru.
Sumber : Budi Sutrisno.Dkk (2010 : 116)
12
b. Peralatan Tolak Peluru
Menurut Sri Wahyuni, dkk (2010:44) Peralatan yang digunakan untuk
tolak peluru berikut ini.
1) Peluru.
Ketentuan peluru sebagai berikut.
a) Bahan dari besi, kuningan, atau logam.
b) Bentuknya bulat, permukaannya harus licin.
c) Bagi pria beratnya 7,257 kg.
d) Bagi wanita beratnya 4 kg.
e) Peluru untuk pria diameter minimal 110 mm dan maksimal 130
mm.
f) Peluru untuk wanita diameter minimal 95 mm dan maksimal 110
mm.
2) Rol meter terbuat dari baja, gunanya untuk mengukur jarak tolakan.
3) Bendera untuk memberi tanda pada bekas tolakan.
2.1.3 Teknik Tolak Peluru
a. Teknik Tolak Peluru Gaya Membelakangi ( O’ Brien )
1. Fase Persiapan
Mengambil posisi dengan membelakangi arah daerah lemparan dan berat
badan berada di atas tungkai kanan. Sambil merendahkan badan, angkatlah tumit
dari tungkai penopang, sementara tungkai belakang diangkat sedikit kebelakang
atas. Selanjutnya tekuklah segera tungkai penopang hingga kedua tungkai tertekuk
dan posisi badan menjadi lebih rendah dan membungkuk ke depan.
13
Gambar 3 : Fase persiapan
Sumber : Budi Sutrisno Dkk. ( 2010 : 117)
2. Fase meluncur
Luruskan tungkai kanan dengan cara menolak atau menghentakkan telapak
kaki dan tumit ke lantai dan bersamaan dengan gerakan ini, tungkai kiri
ditendangkan dengan kuat ke arah balok stop. Gerakan persendian di atas dapat
mempertahankan suatu keseimbangan tubuh, yang menandai suatu luncuran kaki
kanan meninggalkan lantai, seraya dengan cepat ditarik ke posisi bawah badan,
tepat di titik pusat lingkaran sambil tungkai kiri hampir serentak menjangkau
lantai dekat ke arah balok stop dan sedikit ke arah kiri garis lemparan.
Kedua kaki mendarat dengan telapak kaki sementara badan tetap
membungkuk, sambil kedua bahu dan kepala tetap membelakangi arah lemparan,
sementara titik berat badan dipusatkan di tungkai kanan.
3. Fase akhir
Dimulai dengan pemutaran kaki kanan dan lutut ke depan dan dilanjutkan
dengan pelurusan kedua tungkai. Pinggul digeser menyamping berat badan di
antara kedua kaki. Bahu kiri dibuka ke depan dan bahu kanan diangkat dan
b. Teknik Memegang Peluru
Cara memegang peluru adalah sebagai berikut.
14
a) Peluru diletakkan diujung telapak tangan sampai pangkal jari-jari dengan
posisi jari-jari direngangkan.
b) Jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk digunakan untuk menahan peluru
bagian belakang. sedangkan jari kelingking dan ibu jari digunakan untuk
menahan peluru bagian samping agar peluru tidak jatuh.
c) Selanjutnya peluru ditempelkan bagian depan leher.
d) Siku tangan yang memegang peluru diangkat ke samping agak serong ke
depan sedikit.
Gambar 4 : Teknik memegang peluru dan meletakkan peluru
Sumber: Mohammad Ali Mashar Dkk.( 2010 -35)
c. Teknik Menolak Peluru
Menurut Ali Mashar dan Dwinarhayu (2010 : 35) Teknik menolak peluru
adalah sebagai berikut.
1. Berdiri tegak membelakangi arah lemparan, kedua kakidibuka lebar.
2. Badan dibungkukkan, lutut kaki kanan ditekuk.
3. Tangan kanan memegang peluru di bawah dagu dan tangan kiri berada di
depan yang fungsinya menjaga keseimbangan.
4. Badan diputar dari belakang ke arah tolakan/lemparan sambil siku ditarik
serong ke atas belakang.
15
5. Pinggul, pinggang, dan perut didorong ke depan agak ke atas sehingga
dada terbuka menghadap ke arah lemparan.
6. Dagu diangkat dan pandangan ke arah lemparan.
7. Selanjutnya peluru ditolakkan sekuat-kuatnya ke atas depan sampai tangan
kanan lurus.
8. Setelah peluru dilepaskan, secepatnya kaki kanan menapak ke depan
dengan lutut agak ditekuk.
9. Kaki kiri di belakang diangkat untuk membantu menjaga keseimbangan,
dan badan condong ke depan.
Gambar 5 : Gerakan tolak peluru gaya membelakangi
Sumber: Mohammad Ali Mashar Dkk. (2010 -36)
2.1.4 Hakikat Modifikasi Model Pembelajaran
Menurut Yoyo ( 2012 : 2 ) Modifikasi merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan
DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi
pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang
potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya. Cara ini
16
dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang
tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih
terampil.
Modifikasi secara umum diartikan sebagai usaha untuk mengubah atau
menyesuaikan. Namun secara khusus modifikasi adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk menciptakan dan menampilkan sesuatu hal yang baru, unik, dan
menarik.
Modifikasi disisi mengacu kepada sebuah penciptaan, penyesuaian dan
menampilkan suatu alat/sarana dan prasarana yang baru, unik, dan menarik
terhadap suatu proses belajar mengajar pendidikan jasmani.
Pelaksanaan modifikasi sangat diperlukan bagi setiap guru pendidikan
jasmani sebagai salah satu alternatif atau solusi dalam mengatasi permasalahan
yang terjadi dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani, modifikasi
merupakan implementasi yang sangat berintegrasi dengan aspek pendidikan
lainnya. (Hambali, 2013 Online)
Modifikasi merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh para
guru agar pembelajaran mencerminkan DAP (Developmentally Appropriate
Practice) artinya tugas ajar yang diberikan harus memperhatikan perubahan
kemampuan anak dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Oleh
sebab itu cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan
membelajarkan siswa dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dari tingkat yang
tadinya lebih rendah menjadi memiliki tingkat yang lebih tinggi Bahagia dan
Suherman, ( 1999/2000: 1) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 3 ) Modifikasi dalam
17
pendidikan jasmani dan kesehatan dianggap sebagai salah satu hal yang dapat
membantu guru selam proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan
keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah.
Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan,
karakteristik, materi, kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana
dan media pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan
mewarnai kegiatan pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari yang paling dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah hal-
hal yang berkaitan dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang
merupakan media pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan.
Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-
sekolah, menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam
memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada.
Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu
yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang
semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran
penjas yang diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru
pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani.
Adapun modifikasi menurut Bahagia dan Suherman, (1999/2000: 16-19)
dalam jurnal Pratama ( 2012 : 5 ) memiliki persyaratan sebagai berikut:
a) Mendorong partisipasi maksimal dari siswa
b) Memperhatikan keselamatan
c) Mengajar efektifitas dan efesiensi geraks
18
d) Memenuhi tuntunan perbedaan kemampuan anak
e) Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan gerak anak
f) memperkuat keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya
g) Mengajarkan siswa menjadikan cerdas
h) Meningkatkan perkembangan yang emosional dan social.
Modifikasi adalah mengembangkan materi pembelajaran dengan cara
meruntutkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial untuk
menuntun,mengarahkan, dan membelajarkan siswa dari yang tadinya tidak biasa
menjadi bisa, dari tingkat yang tadinya lebih rendah menjadi memiliki tingkat
yang lebih tinggi (Bahagia, 2000: 41) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 4 ) Sehingga
modifikasi dapat digunakan dalam setiap aktivitas pembelajaran, tidak terkecuali
pendidikan jasmani dan kesehatan. Modifikasi pembelajaran dalam pendidikan
jasmani dan kesehatan dilakukan karena anak-anak secara fisik dan emosi belum
begitu matang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Sesuai dengan manfaat
yang dapat diambil dari hasil modifikasi pembelajaran di atas, modifikasi
pembelajaran mempunyai tujuan. modifikasi pembelajaran mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Modifikasi Tujuan Pembelajaran
Modifikasi pembelajaran dapat dikaitkan dengan tujuan pembelajaran.
Modifikasi tujuan materi ini dapat dilakukan dengan cara membagi tujuan materi
ke dalam tiga komponen, yakni: a) Tujuan perluasan, b) Tujuan penghalusan, dan
c) Tujuan penerapan.
19
Tujuan Perluasan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang lebih
menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan bentuk dan
wujud keterampilan yang dipelajarinya tanpa memperhatikan aspek efisiensi dan
efektivitas. Tujuan penghalusan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang
lebih menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan
efisiensi gerak atau keterampilan yang dipelajarinya.
Setiap rencana yang akan dilaksanakan tentunya terdapat suatu maksud
dan tujuan. Dalam hal ini Lutan (1988) menyatakan mengenai tujuan
memodifikasi dalam pelajaran pendidikan jasmani yang dikutip oleh Husdarta
(2011:179) yaitu agar :
1. Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran,
2. Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, dan
3. Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada di dalam
kurikulum dapat tersampaikan dan disajikan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor anak, sehingga pembelajaran
pendidikan jasmani di Sekolah Dasar dapat dilakukan secara intensif.
Tujuan penerapan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang lebih
menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan efektivitas
gerak atau keterampilan yang dipelajarinya.
2. Modifikasi materi pembelajaran
Modifikasi materi menurut Bahagia dan Suherman (1999/2000: 4-6) dalam
jurnal Pratama ( 2012 : 5 ) ini dapat diklasifikasikan menjadi 5 klasifikasi yaitu:
20
(1) komponen keterampilan (skill); (2) klasifikasi keterampilan; (3) kondisi
penampilan; (4) jumlah keterampilan; (5) perluasan jumlah perbedaan responden.
Sehingga dengan klasifikasi tersebut dapat diketahui hal-hal yang dapat
dimodifikasi. Komponen keterampilan berarti materi pembelajaran penjas dalam
kurikulum pada dasarnya merupakan keterampilan-keterampilan yang akan
dipelajari siswa. Guru dapat memodifikasi keterampilan tersebut dengan cara
mengurangi atau menambah tingkat kesulitan dengan cara menganalisa dan
membagi keterampilan keseluruhan ke dalam komponen-komponen , lalu
melatihnya perkomponen. Berlatih perbagian ini akan kurang bermakna apabila
siswa belum tahu wujud gerak secara keseluruhan. Oleh karena itu berikan
gambaran secara keseluruhan terlebih dahulu dengan demonstrasi guru atau
bimbinglah siswa melakukan gerak keseluruhan.
Klasifikasi keterampilan (skill) berarti materi pembelajaran dalam bentuk
keterampilan yang akan dipelajari siswa dapat disederhanakan berdasarkan
klasifikasi keterampilannya dan memodifikasinya dengan jalan menambah atau
mengurangi tingkat kesulitannya. Klasifikasi keterampilan tersebut yaitu:
1) Close skill (keterampilan tertutup)
2) Close skill pada lingkungan yang berbeda
3) Open skill (kerampilan terbuka), dan
4) Keterampilan permainan.
Close skill merupakan tingkat keterampilan yang paling sederhana,
sementara keterampilan permainan merupakan tingkatan yang paling
tinggi,termasuk di dalamnya permainan berbagai kecabangan olahraga. Dalam
21
tingkatan ini pemain selain dituntut menguasai berbagai skill yang diperlukan
untuk melakukan permainan, mengkombinasikan skill yang berbeda, juga harus
menguasai berbagai strategi, baik ofensif maupun difensif. Jumlah keterampilan
berarti guru dapat memodifikasi pembelajaran dengan jalan menambah atau
mengurangi jumlah keterampilan yang dilakukan siswa dengan cara
mengkombinasikan gerakan atau keterampilan.
Dengan catatan bahwa dalam menambah dan mengurangi jumlah
keterampilan tersebut guru harus memperhatikan karakteristik siswa.
3. Modifikasi lingkungan pembelajaran
Modifikasi pembelajaran menurut Bahagia dan Suherman (1999/2000: 7-
8) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 7 ) dapat dikaitkan dengan kondisi lingkungan
pembelajaran. Modifikasi lingkungan pembelajaran ini dapat diklasifikasikan
kedalam tiga klasifikasi yaitu (1) peralatan; (2) Penataan ruang gerak dalam
berlatih; (3) jumlah siswa yang terlibat.
Klasifikasi peralatan berarti guru dapat mengurangi atau menambah
tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara memodifikasi peralatan
yang digunakan untuk melatih skill itu. Misalnya, berat-ringannya, besar-kecilnya,
tinggi-rendahnya, panjang-pendeknya peralatan yang digunakan. Dengan
demikian, pendapat yang telah dipaparakan tersebut dapat penulis simpulkan
bahwa untuk mengurangi atau menambah tingkat komfleksitas dan kesulitan tugas
gerak yang harus dikuasai oleh siswa yaitu dengan cara memodifikasi peralatan.
22
4. Modifikasi evaluasi pembelajaran
Evaluasi materi maksudnya adalah penyusunan aktivitas belajar yang
terfokus pada evaluasi skill yang sudah dipelajari siswa pada berbagai situasi.
Aktivitas evaluasi dapat merubah fokus perhatian siswa dari bagaimana
seharusnya suatu skill dilakukan menjadi bagaimana skill itu digunakan atau apan
tujuan skill itu (Bahagia dan Suherman, 1999/2000: 8) dalam jurnal Pratama
(2012 : 7).
2.2 Kerangka Berpikir
Keberhasilan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani ditentukan oleh
beberapa faktor, antra lain: kemampuan guru, minat siswa, materi pembelajaran,
serta sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan kebutuhan yang
harus ada di dalam pendidikan jasmani. Secara psikologis keadaan sarana dan
prasarana sekolah yang cukup dan memenuhi syarat akan memotivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Tersedianya
sarana dan prasarana yang mencukupi juga akan memperlancar proses
pembelajaran, memberi peluang yang lebih banyak kepada siswa, untuk
pengulangan latihan, meningkatkan semangat siswa, sehingga mampu
meningkatkan kesegaran jasmani. Jadi sarana dan prasarana pendidikan jasmani
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran pendidikan
jasmani.
Namun keberadaan sarana dan prasarana pendidikan jasmani sangat
beragam, terutama sarana dan prasarana pendidikan jasmani di Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Masih banyak sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana
23
penunjang aktivitas jasmani sehingga menyebabkan proses pembelajaran
pendidikan jasmani tidak optimal. Melihat kenyataan tersebut, maka harus ada
kerja sama yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru pendidikan jasmani
dalam hal pengadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana agar dapat tercapai
hasil pembelajaran yang diharapkan. Selain itu, guru pendidikan jasmani yang
berkaitan langsung dalam proses pembelajaran perlu mempunyai strategikan
kreativitas dalam memodifikasi sarana dan prasarana. Keterbatasan sarana dan
prasarana seharusnya tidak dijadikan alasan bagi guru pendidikan jasmani untuk
mengajar seadanya sehingga menyebabkan kegagalan dalam pembelajaran
jasmani. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani ditentukan oleh guru
sebagai unsur utama, sedangkan sarana dan prasarana hanya merupakan salah satu
unsur penunjang keberhasilan proses pembelajaran. Namun demikian keadaan
sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang cukup akan lebih menunjang
kebehasilan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani yang sukses.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas hipotesis dalam penelitian ini adalah jika guru
memodifikasi model pembelajaran maka teknik dasar tolak peluru pada siswa
Kelas VII di SMP Negeri 1 Tapa meningkat.
2.4 Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja pada penelitian ini adalah “jika persentase
siswa 25% hingga 75% dari persentasi sebelumnya maka penelitian dinyatakan
berhasil dengan melalui modifikasi model pembelajaran.