bab ii landasan teorieprints.umm.ac.id/57403/3/bab ii.pdf · tegangan, tegangan lengkung,...

19
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Baja AISI 1045 Baja AISI 1045 merupakan salah satu dari jenis baja karbon rendah dengan kandungan karbon sebesar ( 0,43 0,50 % C berat ) yang sering digunakan dipasaran karena banyak memiliki keunggulan dan harganya yang lumayan terjangkau. AISI sendiri merupakan kepanjangan dari ( American Iron and Steel Institute ) angka 10 merupakan kode yang menunjukan plain carbon dan kode xxx setelahnya merupakan besar dari komposisi karbon. Baja AISI 1045 juga memiliki beberapa karakteristik diantaranya sifat mampu mesin yang baik, Wear resistance-nya baik dan sifat mekaniknya menengah. 2.1.1 Struktur Baja AISI 1045 Baja yang mempunyai kandungan karbon sebesar 0,43 0,50 % dan termasuk dari golongan dari baja karbon menengah ini sering digunakan dalam dunia industri seperti pada pembuatan baut, kapak, roda gigi pada kendaraan bermotor atau komponen automotif dan lainya, ini mempenyai komposisi kimia yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 . Tabel 2.1 Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Komposisi kimia baja AISI 1045 Kode C% Si% Mn% Mo% P% S% AISI 0,4 0,1 0,060 0,025 0,004 0,005 1045 0,43 0,3 0,90 - max max Sesuai dengan fungsi pada roda gigi yang harus mampu menahan keausan yang diakibatkan oleh gesekan dengan rantai. Ketahanan aus sendiri didefinisikan 5

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Baja AISI 1045

Baja AISI 1045 merupakan salah satu dari jenis baja karbon rendah

dengan kandungan karbon sebesar ( 0,43 – 0,50 % C berat ) yang sering

digunakan dipasaran karena banyak memiliki keunggulan dan harganya yang

lumayan terjangkau. AISI sendiri merupakan kepanjangan dari ( American Iron

and Steel Institute ) angka 10 merupakan kode yang menunjukan plain carbon dan

kode xxx setelahnya merupakan besar dari komposisi karbon.

Baja AISI 1045 juga memiliki beberapa karakteristik diantaranya sifat

mampu mesin yang baik, Wear resistance-nya baik dan sifat mekaniknya

menengah.

2.1.1 Struktur Baja AISI 1045

Baja yang mempunyai kandungan karbon sebesar 0,43 – 0,50 % dan

termasuk dari golongan dari baja karbon menengah ini sering digunakan dalam

dunia industri seperti pada pembuatan baut, kapak, roda gigi pada kendaraan

bermotor atau komponen automotif dan lainya, ini mempenyai komposisi kimia

yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 .

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Baja AISI 1045

Komposisi kimia baja AISI 1045

Kode C% Si% Mn% Mo% P% S%

AISI 0,4 0,1 0,060 0,025 0,004 0,005

1045 0,43 0,3 0,90 - max max

Sesuai dengan fungsi pada roda gigi yang harus mampu menahan keausan

yang diakibatkan oleh gesekan dengan rantai. Ketahanan aus sendiri didefinisikan

5

Page 2: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

sebagai ketahanan terhadap abrasi atau ketahahanan terhadap pengurangan

dimensi yang diakibatkan oleh suatu gesekan. Pada umumnya ketahanan

berbanding lurus dengan kekerasan.

2.1.2 Klasifikasi Baja AISI 1045

Baja dengan kandungan karbon menengah ini mempunyai sifat mampu

tempa, cold drawing, machining, heat treating ( termasuk flampe hardening ) dan

juga memiiki sifat ketahanan terhadap aus yang baik melalui perlakuan flampe

atau induction hardening. Baja jenis ini merupakan salah satu bahan untuk

pembuatan baut, poros, piston rods, pump shafts, machinery part dan lainya ini

juga memiliki sifat mekanik yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 .

Tabel 2.2 Sifat Mekanik Baja AISI 1045

Sifat Mekanik Baja AISI 1045

Kekuatan Tarik (σu ) 580 kg/mm2

Kekuatan Luluh (σy ) 305 kg/mm2

Perpanjangan ( Elongation ) 16 %

2.2 Sifat Mekanik Material

Sifat mekanik material merupakan sifat yang berhubungan dengan

kekuatan dari material saat menerima pembebanan, Sifat-sifat mekanik dari

material meliputi Kekerasan, Tegangan tarik, Tegangan geser, tegangan puntir,

tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah

yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya, Oleh sebab itu seberapa besar

dan berapa lama material dapat bertahan dari sifat-sifat yang dilikinya itu maka

harus diketahui dulu agar saat pemilihan material mendapatkan kualitas dan mutu

yang terstarndarkan.

6

Page 3: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

2.2.1 Kekerasan

Kekerasan merupakan ketahanan dari suatu material atau bahan terhadap

deformasi, Bisa juga diartikan sebagai reaksi dari suatu material atau bahan yang

telah mencapai batasnya dapat bertahan. Kekerasan dari suatu bahan atau material

sendiri juga memiliki nilai yang dapat diketahui dengan cara memberikan

pembebanan atau tekanan tertentu terhadap material ataupun benda uji dengan

beban tertentu, Dari pembebanan tersebut akan menimbulkan bekas sehinnga

dapat dilakuakan pengukuran dari kekerasan.

Pengujian dari kekerasan sendiri juga memiliki beberapa metode yang

diantaranya adalah Brinell, Rockwell dan vickers. Pada pengujian ini juga sama

seperti pengujian statik lainya yaitu dilakukan pengukuran ketahanan terhadap

deformasi material setelah pembebanan. Metode pengujian kekerasan dapat dilihat

dari Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pengujian Kekerasan (Callister 2014)

7

Page 4: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

2.2.2 Kekuatan Tarik

Gambar 2.2 Kurva Tengangan vs Regangan

Kekuatan tarik merupakan tegangan maksimal dari suatu material pada

saat dilakukan penarikan atau diregangkan hingga mencapai batasnya, Proses dari

pengujian tarik sendiri memiliki tujuan utama untuk mengetahui kekuatan tarik

dari bahan uji agar bahan atau material siap digunakan saat menerima

pembebanan dalam bentuk tarikan pada saat menjadi konstruksi, Pembebanan

tarik dilakukan dengan memberikan pembebanan pada benda dengan gaya yang

berlawanan pada benda dengan arah yang menjauh dari titik tengah atau dengan

cara memberikan gaya tarik pada salah satu ujung benda dan ujung lainya diikat.

Kekuatan tarik sendiri berbanding terbalik dengan kekerasan dimana

beberapa bahan atau matrial akan mengalami deformasi saat meregang dan

mengakibatkan terjadinya perubahan ukuran sebelum material atau bahan itu

putus yang sering disebut elastis (ductile).Pada gambar 2.1 diatas merupakan

8

Page 5: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

gambar dari kurva stress – strain. Dimana digambarkan skema saat bahan atau

material menerima beban tarik yang kemudian masuk kedaerah titik luluh dan

material mengalami deformasi elastis sebelum putus atau patah. Kurva tegangan

regangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.2.3 Keuletan

Keuletan merupakan kemampuan suatu bahan atau material untuk

bertambah panjang atau melar saat menerima beban atau tarikan. Bisa dilihat dari

variable Regangan maksimum gambar 2.2 menunjukan nilai keuletan dari suatu

bahan (ductility) yang biasanya sening dianotasikan dengan bertambah panjang

suatu dimensi dan dinyatakan dengan sebuah presentasi perpanjangan (%). Nilai

dari perpanjangan sendiri bisa dihitung dari perpanjangan akhir (L1) pada saat

waktu putus dengan panjang awal (L0) yang dilakukan sebelum pengujian atau

biasa disebut gage lenght bisa dilihat pada Persamaan 2.1.

𝑒 = ( 𝐿1 − 𝐿0 )

𝐿0 𝑥 100% … … … … … … (2.1)

2.2.4 Keausan

Keausan merupakan ketahanan dari material terhadap beberapa komponen

mesin yang bekerja pada gesekan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada

dimensi suatu komponen atau material tersebut yang selanjutnya akan terus

merambat hingga material atau komponen tersebut tidak dapat bekerja secara

maksimal, hal ini terjadi karena pergerakan relatif pada tekanan selalu terjadi

friksi pada bidang yang terkontraksi sehingga mengakibatkan abrasi pada bidang

dimensi komponen.

9

Page 6: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Untuk meminimalisir terjadinya keausan pada logam yang biasanya terjadi

pada komponen mesin yang saling bergesekan seringkali digunakan pelumas agar

nilai abrasi dapat ditekan.

2.2.5 Lelah (Fatigue)

Lelah atau Fatigue merupakan fenomena terjadinya kerusakan pada

material yang dikarenakan pembebanan yang berulang-ulang, perlu diketahui

bahwa apabila tengangan yang berulang terjadi pada logam maka logam tersebut

akan mengalami patah pada tegangan yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan tegangan yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpatahan pada beban

statik.

Kerusakan yang diakibatkan oleh beban berulang ini bisa disebut juga

dengan patah lelah (fatigue failures), karena pada umumnya perpatahan tersebut

terjadi setelah periode pemakaian yang cukup lama. Mekanisme terjadinya

kegagalan fatigue dapat dibagi menjadi tiga fasa yaitu :

Awal retak (initiation crack)

Perambatan retak (crack propagation)

Perpatahan akhir (fracture failure)

Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fatigue pada

sebuah material atau komponen diantaranya yaitu :

I. Faktor kelembapan lingkungan

Faktor kelembapan lingkungan ini sangat mempengaruhi kekuatan

lelah dari suatu material dikarenakan pada lingkungan yang memiliki

10

Page 7: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

tingkat kelembapan tinggi dapat membentuk pit korosi dan retakan

pada permukaan spesimen sehingga menyebabkan terjadinya

kegagalan dari suatu material akan lebih cepat terjadi.

II. Tipe pembebanan

Tipe pembebanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh (Ogawa, 1989) bahwa

baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan aksial

mempunyai kekuatan lelah yang berbeda, baja S45S yang diberi

pembebanan aksial akan mempunyai kekuatan lelah yang lebih rendah

dibandingkan dengan baja yang menerima pembebanan lentur putar.

III. Faktor putaran

Faktor putaran merupakan faktor selanjutnya yang dapat

mempengaruhi kekuatan lelah, sebagaimana yang telah diteliti oleh

(Iwatomo, 1989) bahwa putaran antara 750 rpm sampai dengan

putaran 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama

namun apabila putaran 50 rpm menurunkan kekuatan lelah jauh lebih

besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm, sehingga putaran yang

berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi

kekuatan lelah yang signifikan.

IV. Faktor suhu

Faktor dari suhu juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi dari

kekuatan lelah dikarenakan suhu dapat menaikan konduktifitas

11

Page 8: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

elekrtolit lingkungan sehingga dapat menyebabkan proses oksidasi

menjadi cepat.

V. Faktor tegangan sisa

Faktor tegangan sisa mungkin muncul saat pembuatan spesimen

direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin

terhadap spesimen agar pemakan pahat tidak menimbukan tegangan

sisa maupun tegangan lentur pada spesimen.

VI. Faktor komposisi kimia

Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan

menyerupai untuk semua spesimen uji dengan pemilihan bahan yang

diproduksi dalam satu kali proses pembuatan, dengan harapan

mendapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji.

2.2.6 Melar (Creep)

Melar atau Creep merupakan terjadinya deformasi secara continue dan

pelan-penan dalam jangka waktu yang cukup lama apabila dibebani secara terus-

menerus. Hal ini juga terjadi pada suhu yang rendah juga namun melar atau creep

seringkali terjdi pada suhu yang dekat dengan titik cair.

Oleh karena itu diperlukan perencanaan untuk komponen suhu rendah

didasarkan pada kekuatan lelah akan tetapi untuk suhu yang lebih tinggi lebih baik

didasarkan pada kekuatan melar, karena waktu dari pembebahan memiliki

pengaruh yang cukup besar. Menurut kinetika hubungan ini dapat digunakan

untuk mengetahui laju dari melar (creep) dapat dilihat pada Persamaan 2.2.

12

Page 9: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

é = 𝐴𝑒−𝑄/𝑅𝑇 … … … … … … (2.2)

Dimana :

e' : Laju Melar

A : Konstanta

Q : Energi dalam deformasi

R : Konstanta Gas

T : Suhu

2.2.7 Konsep fasa

Fasa merupakan suatu daerah tertentu yang terdiri dari beberapa atom dan

ada permukaan yang mengikatnya. Fasa berhubungan dengan keadaan meterial

yang terpisah dan dapat diamati, istilah ini bisa diterapkan pada material kristalin

maupun pada material non kristalin dan konsep fasa merupakan cara yang mudah

untuk menyatakan struktur dari suatu materi.

Diagram fasa sangat berguna saat akan menggambarkan skema struktur

metalik, keramik dan yang paling utama untuk mengidentifikasi fasa yang ada

serta menyajikan data komposisi. Namun pada diagram fasa ini juga memiliki

keterbatasan dan keterbatasan yang paling utama adalah diagram fasa tidak

memberikan informasi mengenai bentuk struktur dan disrtibusi dari fasa itu

sendiri, karena dari kedua hal tersebut berperan penting dalam menentukan

perilaku mekanik dari material. Keterbatasan dari diagaram fasa selanjutnya ialah

diagram fasa hanya menggambarkan kondisi dalam keadaan setimbang. Gambar

diagram fasa Ferrous – Fe3c dapat dilihat pada Gambar 2.3.

13

Page 10: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Gambar 2.3 Diagram fasa Ferrous – Fe3c (Callister, 2014)

Pada gambar diagram fasa Ferrous – Fe3c diatas dapat dilihat bagian dari

sistem Fe-C yang menjadi dasar untuk memahami mikrostruktur paduan Fe yang

disebut baja dan besi cor. Terlihat baja sangat responsif terhadap perlakuan panas

karena adanya perbedaan besar dalam kelarutan padat dalam austenit dan ferit

serta eksistensi dari eutectoid. Dimana terdapat beberapa garis temperatur

perubahan fasa dan merupakan titik kesetimbangan yang dideteksi selama analisa

thermal pada 727o C dan 1147o C.

Dimana pada diagram fasa fe - Fe3c dapat ditarik kesimpulan bahwa

adanya perubahan fasa yang terbentuk dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya

ialah komposisi kimia, temperatur transformasi, dan laju dari pendinginan.

14

Page 11: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

2.3 Peningkatan Kekuatan dan Ketangguhan dengan perilaku panas

Kekuatan material merupakan parameter yang sangat penting dalam dunia

industri, Namun kekuatan bukan satu-satunya parameter yang harus diperhatikan

saat akan menggunakan material diperlukan juga beberapa sifat penting lainya

sseperti keuletan yang diperlukan untuk membebaskan konsentrasi tegangan

melalui deformasi elastis agar material dapat bertahan terhadap patahan.

Untuk mengetahui proses perubahan yang terjadi pada mikrostruktur baja

selama proses Heat treatment digunakan diagram tranformasi. Diagram

transformasi seringkali digunakan untuk menunjukan hubungan antara cooling

rate dengan mikrostruktur yang terbentuk. Diagram tranformasi sendiri memiliki

dua jenis diagram yang sering digunakan diantara lain :

2.3.1 Diagram Transformasi Isothermal

Melihat kembali reaksi eutektoid pada Fe – C pada Persamaan 2.3

... ... ... ... ... 2.3

Telah diketahui bahwa struktur perlite merupakan produk mikrosrtuktur dari hasil

transformasi ini. Diagram ini sering digunakan pada saat proses perlakuan panas

tertentu seperti austempering maupun martempering. Gambar diagram

transformasi isothermal untuk baja karbon 0,45% dapat dilihat pada Gambar 2.3.

15

Page 12: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Gambar 2.3 Diagram transformasi isotermal untuk baja karbon 0,45%

A : austenite, F : Proeutectoid ferrit, P : Perlite, B : Bainit, M : Martensit.

(Callister, 2014)

2.3.2 Diagram Transformasi Pendinginan Kontinyu (CCT)

Isothermal heat treatment bukan suatu cara yang mudah untuk dilakukan,

karena beberapa dari baja paduan harus cepat saat didinginkan dan dipertahankan

suhunya dari suhu tinngi diatas suhu eutectoidnya. Oleh karena itu beberapa

pendinginan baja menggunakan pendinginan secara kontinyu ke suhu normal

maupun ke suhu kamar. Namun diagram ini harus sering diperbarui dikarenakan

perubahan mikro akan terjadi setiap waktu, kurva awal terjadinya reaksi dan

reaksi akhir bisa disebut sebagai Continous cooling transformation (CCT)

diagrams. (Callister, 2014). Gambar diagram CCT AISI 1045 dapat diihat pada

Gambar 2.4.

16

Page 13: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Gambar 2.4 Diagram CCT AISI 1045 ( SIJ Metal Ravne d.o.o, 2016 )

Perlakuan panas pada baja memiliki berbeda – beda fungsi sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki material dan sesuai dengan yang diinginkan oleh

rekayasawan. Dalam proses perlakuan panas ini diklasifikasikan menjadi dua

proses yaitu :

1. Perlakuan panas agar mendapatkan sifat kekerasan ( Hardening )

2. Perlakuan panas agar mendapatkan sifat ulet ( Softening )

2.3.3 Hardening

Hardening merupakan proses pemanasan baja yang dilakukan hingga

tempereratur mencapai daerah kritis dan kemudian dilanjutkan dengan

pendinginan yang dilakukan secara cepat. Jika kadar karbon diketahui, maka

temperatur pemanasanya bisa dilihat dari diagram Fe – C. Akan tetapi bila unsur

paduan tidak terlihat atau tidak diketahui maka akan perlu dilakukan percobaan

16

Page 14: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

untuk mengetahui daerah pemanasanya. Cara yang tepat yaitu melakukan

pemanasan dan pendinginan dibeberapa potong baja dari bebagai suhu dan

kemudian disusul dengan pengujian kekerasan maupun pengamatan

mikroskopik.

Jika baja hipoutektoid didinginkan secara perlahan – lahan maka struktur

austenite akan berubah menjadi struktur ferite dan perlite, dengan begitu baja

akan menjadi susunan yang demikian ulet. Dan jika baja dilakukan pendinginan

dengan cepat maka akan menghasilkan struktur dan susunan yang lain pula, yaitu

baja akan bertambah kekerasanya namun tinggkat keuletanya menjadi berkurang.

Pendinginan yang dilakukan secara cepat dengan pendinginan yang dilakukan

didalam air akan mendapatkan struktur martensite. Martensite merupakan

susunan struktur yang keras namun juga getas, Suhu untuk pemanasanya mulai

dari 875oC – 9800oC.

2.3.4 Quenching

Quenching merupakan proses dari beberapa faktor yang saling berkaitan

atau saling berhubungan, yang pertama yaitu jenis media pendingin serta kondisi

proses yang digunakan, selanjutnya yang kedua adalah komposisi kimia dan

hardenability dari logam. Hardenability sendiri merupakan komposisi kimia dan

ukuran butir pada temperatur tertentu. Selain itu dimensi dari sebuah logam juga

memiliki pengaruh terhadap hasil dari proses quenching itu sendiri.

Faktor utama dilakukannya proses pendinginan quenching sendiri ialah

untuk menghasilkan struktur baja atau logam dengan sifat kekerasan tinggi.

Sekaligus agar dapat terakumulasi dengan tensile strength dan yield strength,

melaui proses perubahan dari austenit ke martensite. Perlakuan proses

17

Page 15: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

pendinginan dari quenching akan mendapat hasil yang optimal apabila selama

proses transformasi struktur austenit dapat dirubah secara keseluruhan menjadi

bentuk struktur martensite. Hal terpenting yang harus dilakukan agar dapat

menggaransi keberhasilan dari proses quenching dan menunjang terbentuknya

martensite khususnya harus memperhatiakan hal – hal berikut seperti temperatur

pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode pendinginan, media pendingin

dan hardenability.

Media pendinginan proses quenching sendiri dapat dibedakan menjadi

beberapa macam media diantaranya iyalah :

1. Media air

2. Media oli

3. Media udara

4. Media air garam

2.3.5 Annealing

Annealing merupakan suatu perlakuan panas (heat treatment) yang sering

dilakukan pada logam atau paduan logam dengan proses pembuatan satu produk.

Tidak jarang proses annealing ini diawali dengan memanaskan logam (paduan)

hingga suhu tertentu, selanjutnya melakukan proses penahanan pada suhu tertentu

pula hingga dapat mencapai perubahan struktur sesuai dengan yang diinginkan

kemudian dilakukan pendinginan pada logam atau paduan tersebut dengan laju

pendinginan yang sangat lambat, Dalalm proses Annealing ini suhu pemanasanya

mulai dari 850oC – 9500oC.

Tujuan dilakukanya proses annealing ini adalah :

18

Page 16: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

1. Melunakan material logam

2. Menghilangkan tegangan sisa

3. Menghaluskan butir – butir dari logam

2.3.6 Tempering

Tempering merupakan proses pemanasan kembali baja yang telah

dikeraskan dengan tujuan agar memperoleh kombinasi dari kekuatan, duktilitas

dan ketangguhan yang tinggi. Pada proses ini, material yang telah dipanaskan

sampai temperatur austenite dan setelah itu dilakukan penahan waktu pada

temperatur tertentu dan didinginkan diudara terbuka. Proses ini merupakan proses

memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan karena sebelumnya telah

dilakukan proses pengerasan baja (hardening). Tujuan utama dilakukanya proses

tempering yaitu agar mengembalikan keuletan atau meningkatkan keuletanya

akan tetapi kekerasan dan kekuatan akan mengalami penurunan. Sebagian besar

baja atau logam paduan yang telah dikeraskan akan bersifat rapuh dan akan

kurang cocok saat akan digunakan.

Namun melalui proses tempering ini sifat kekerasan dan kerapuhan dapat

diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan, proses tempering yang terdiri

dari pemanasan kembali baja yang telah dipananaskan atau dikeraskan pada suhu

dibawah suhu kritis dan disusul dengan pendinginan, meskipun pada proses ini

menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil

karena diproses ini sifat – sifat dari material dapat dikendalikan dengan cermat.

Proses tempering sendiri harusnya dilakukan sesegera mungkin setelah

pengejutan dikarenakan tegangan kekerasan pada umumnya akan timbul beberapa

saat setelah dilakukanya pengejutan,

19

Page 17: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Proses tempering sendiri dibagi menjadi beberapa temperatur yang

memiliki fungsinya sendiri – sendiri yaitu :

a. 100o C – 200o C yaitu bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa

b. 200o C – 300o C yaitu bertujuan untuk menurunkan kekerasan

c. 300o C – 720o C yaitu bertujuan menurunkan kekerasan serta menaikan

keuletan

2.4 Penahan Waktu ( Holding Time )

Penahan waktu (Holding time) merupakan salah satu faktor yang memberi

pengaruh pada saat proses transformasi dikarenakan apabila penahanan waktu

yang digunakan tidak tepat atau terlalu cepat akan mengakibatkan transformasi

itu tidak sempurna dan menjadi tidak homogen, selain itu jika waktu penahanya

terlalu cepat pula akan mengakibatkan tingkat kekerasan menjadi rendah, hal ini

dikarenakan tidak cukupnya jumlah karbida yang larut dalam larutan. Sedangkan

jika penahan waktu dilakukan terlalu lama transformasi akan terjadi namun akan

diikuti dengan pertambahan jumlah butir sehingga dapat menurunkan

ketangguhan dari material uji.

Penahan waktu (Holding time) dilakukan agar mendapatkan struktur yang

homogen sehingga struktur austenitnya akan menjadi homogen pula atau terjadi

kelarutan karbida kedalam austenit dan difusi karbon serta unsur paduanya

2.5 Metalografi

Metalografi merupakan cara pemeriksaan terhadap mikeostruktur dari

bahan logam agar megetahui keadaan dari struktur bahan, dalam hubungan

dengan sifat bahan sebelum maupun sesudah dilakukannya proses perlakuan

panas (heat treatment). Sebagaimana yang telah dipelajari bahwa sifat dari bahan

20

Page 18: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

khususnya yang berasal dari bahan logam sangat dipengaruhi oleh struktur serta

komposisi dari unsur logam tersebut.

Oleh karena itu dalam suatu proses perbaikan sifat dari bahan sering

dilakukan dengan merubah struktur dari bahan tersebut melalui proses perlakuan

panas (heat treatment).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang dilakukan oleh seseorang

sebelum melakukan penelitian agar pada saat akan melakukan penelitian akan

mendapatkan informasi yang sesuai dengan apa yang akan diteliti.

Sasmita, dan kawan – kawan ( 2014 ) melakukan penelitian tentang

Pengaruh Heat Treatment Tempering dengan variasi Holding Time terhadap

sifat mekanik Baja AAR Grade B+. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil

bahwa semakin lama Holding Time dilakukan pada proses tempering baja AAR

Grade B+ setelah proses Normalizing akan menurunkan rata – rata kekuatan tarik

baja 64,5 kg/mm2 pada Holding Time 3 jam, 64,33 kg/mm2 pada Holding Time

3,5 jam dan 62,9 kg/mm2 pada Holding time 4 jam serta Yield point 34,04 kg/mm

pada 3 jam Holding Time, 42,98 kg/mm pada 3,5 Holding Time dan 42,07 kg/mm

pada 4 jam Holding Time. Elongation sebesar 28,53% pada 3 jam Holding Time,

30,04% pada 3,5 jam Holding Time, 30,86% pada 4 jam Holding Time. Reduction

sebesar 54,67% pada 3 jam Holding Time, 55,02% pada 3,5 jam Holding Time

dan 56,02% pada 4 jam Holding Time dan mendapatkan kekerasan sebesar 153

BHN dari 3 jam Holding Time, 148 BHN dari 3,5 jam Holding Time dan 146

BHN dari 4 jam dilakukanya Holding Time.

21

Page 19: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/57403/3/BAB II.pdf · tegangan, tegangan lengkung, kerapuhan, creep dan fatique. Sifat – sifat inilah yang dimiliki oleh material dalam penggunaanya,

Berdasarkan dari hasil penelitan tersebut menjelaskan bahwa nilai dari

kekuatan tarik, yield point, Reduction dan kekerasan dengan variasi Holding Time

3 jam, 3,5 jam dan 4 jam tetap memenuhi standar dari baja AAR Grade B+.

Selain itu, Hariyadi ( 2006 ) juga melakukan penelitian tentang Pengaruh

suhu Tempering terhadap kekerasan, Kekuatan tarik dan struktur mikro

pada baja K-460. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa dari proses

tempering yang dilakukan dengan suhu 100oC, 200oC, 300oC dan 400oC. Nilai

kekerasan bertambah setelah dilakukanya proses Heat Treatment berkisar antara

40 HRC. Dengan suhu Temper yang semakin tinggi yaitu sebesar 400oC

mendapakkan harga kekerasan sebesar 54 HRC hasil ini tentu lebih kecil dengan

suhu Temper yang lebih kecil. Struktur mikro pada suhu 100oC dan 200oC

mendapatkan stuktur martensit, Sedangkan pada suhu 300oC dan 400oC

memperlihatkan struktur partikel karbida yang bulat pada matriks martensit. Serta

kekuatan tarik maksimun dicapai pada suhu tempering 100oC sebesar 2014,8

Mpa.

22