bab ii landasan teori 2.1 kesehatan dan keselamatan kerja
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Suma’mur (1998), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan
instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut
merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada
perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan
atau cidera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa
keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi
standar yang menjadi acuan dalam bekerja.
2.1.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002), bahwa tujuan dari kesehatan dan
keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Agar setiap pegawai / tenaga kerja mendapat jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik – baiknya,
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai / tenaga kerja.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai / tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam
bekerja.
5
2.1.2 Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun
Undang – Undang Nomer 1 Tentang Keselamatan Kerja tahun 1970, yang
dinyatakan berlaku mulai tahun 1970. Selanjutnya dengan peraturan yang maju
akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang sangat
penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan, dan kegairahan dalam bekerja
pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat meningkatkan mutu
pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Lalu, menurut
penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992,
menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan
ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan demi terwujudya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan
baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah
ini, tetapi para karyawana juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat
tercapai kesejahteraan bersama (Lestari dan Effendi, 2005).
Berdasarkan Undang-undang no. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat
keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3
adalah:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar, radiasi, suara, dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
6
2.1.3 Bahaya
Bahaya adalah aktifitas, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan
segala sesuatu yang ada di tempat kerja berhubungan dengan pekerjaan yang
menjadi berpotensi menjadi sumber kecelakaan cidera penyakit dan kematian.
Bahaya merupakan suatau keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap
atau terjadinya kejadian berupa cidera, penyakit, kematian, kerusakan
ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan
(Tarwaka, 2008). Bahaya (hazard) merupakan suatu keadaan (energi, tindakan,
kondisi) yang memungkinkan atau menimbulkan cidera, penyakit, kematian
ataupun kerusakan harta benda termasuk di dalamnya adalah keruskan
lingkungan, termasuk dalam definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan.
Sumber-sumber bahaya bisa berasal dari :
a. Manusia
Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan
sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil penelitian hahwa 80 - 85%
kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada
suatu pendapat bahwa akhinya langsung atau tidak langsung, semua
kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia.
b. Peralatan
Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya
apabila tidak digunakan dengan semestinya, tidak ada latihan tentang
penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan perlindungan dan
pengamanan, serta tidak ada perawatan atau pemenksaan. Perawatan dan
pemeriksaan diadakan menurut kondisi agar bagian-bagian mesin atau
alat-alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin.
c. Bahan atau Material
Menurut (Tarwaka, 2008), Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari
suatu bahan tergantung dari sifat bahan, antara lain:
1. Mudah terbakar
2. Mudah meledak
7
3. Menimbulkan energi
4. Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh
5. Menyebabkan kanker
6. Menyebabkan kelainan pada janin
7. Bersifat racun
8. Radioaktif
d. Proses
Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang
dipakai. Proses yang dilakukan menggunakan peralatan yang sederhana
dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi bahaya yang
berbeda. Dari proses produksi terkadang timbul debu, asap, panas, bising,
dan bahaya mekanis seperti tangan terjepit, terpotong, memar, tertimpa
bahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
penyakit kerja (Tarwaka, 2008).
e. Cara Kerja
Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap karyawan sendiri atau
orang yang berada di sekitar. Cara kerja yang dimaksud antara lain :
1. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila terjadi kesalahan akan
mengakibatkan cidera.
2. Cara kerja yang salah dapat mengakibatkan partikel (debu, serbuk
logam) terhambur, timbulnya percikan api serta tumpahnya bahan
kimia.
3. Pemakaian alat pelindung diri yang tidak sebagaimana mestinya serta
cara pemakaian yang salah.
f. Lingkungan Kerja
Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja antara lain :
1. Faktor fisik, meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat
lambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dll.
2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan
benda benda padat.
3. Faktor biologi, baik golongan hewan maupun tumbuhan.
8
4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara
pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya.
2.2 Kecelakaan Kerja
Pada umumnya terjadinya kecelakaan kerja adalah merupakan hasil dari
tindakan dan kondisi tidak aman, dan kedua hal tersebut selanjutnya akan
tergantung pada seluruh macam faktor. Gabungan dari berbagai faktor inilah
dalam kaitan urutan tertentu akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Setiap
perubahan pada urutan-urutan, ataupun penghilangan salah satu faktor dalam
rangkaian kecelakaan, biasanya akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan
tersebut.
Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sckejap mata. Di
dalam setiap kejadian, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yakni
faktor lingkungan, faktor bahaya, faktor peralatan dan perlengkapan dan faktor
manusia.
Gambar 2.1 Hubungan Antara Kecelakaan Kerja dengan Beberapa Faktor
(Sumber : Bennet dan Rumondang, 1991, “Manajemen Keselamatan & Kesehatan
Kerja”)
9
Gambar 2.1 menggambarkan hubungan kecelakaan kerja dengan berbagai
faktor, antara lain faktor manusia, lingkungan, peralatan dan bahaya. Faktor -
faktor tersebut adalah penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
2.1.4 Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Ranuprojo (1988) menyebutkan sebab-sebab kecelakaan bisa
dikelompokkan menjadi dua sebab utama, yaitu sebab-sebab teknis dan sebab -
sebab human (manusia). Sebab-sebab teknis biasanya menyangkut masalah
keburukan pabrik, peralatan yang digunakan, mesin-mesin, bahan-bahan dan
buruknya lingkungan kerja. Untuk mengurangi perlu dilakukan perbaikan teknis.
Sebab - sebab manusia biasanya dikarenakan oleh deficiencies para individu
seperti sikap yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugasnya
dengan baik, mengantuk, pecandu alkohol atau obat bius, dan lain sebagainya.
Para ahli mensinyalir 4 dari 5 kecelakaan, penyebabnya adalah manusia. Oleh
karena itu program keselamatan kerja harus lebih banyak memusatkan kepada
aspek manusianya. Di antara sebab-sebab teknis antara lain adalah: penerangan
yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara, dan suara bising yang berlebih
- lebihan. Karyawan yang sering mengalami kecelakaan di waktu bekerja disebut
sebagai accident prone individuals.
2.1.5 Akibat yang Ditimbulkan Akibat Kecelakaan Kerja
Daryanto (2002) menyatakan, akibat dari kecelakaan kerja itu sendiri
menyangkut hal berikut :
1. Kerugian bagi instansi
- Biaya pengangkutan korban ke rumah sakit
- Biaya pengobatan, penguburan jika korban sampai meninggal
dunia
- Hilangnya waktu kerja si korban dan rekan – rekan yang menolong
sehingga memperlambat kelancaran program
10
- Mencari pengganti atau melatih tenaga baru
- Mengganti / memperbaiki mesin yang rusak
- Kemunduran mental para pekerja / siswa lain
2. Kerugian bagi korban
Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu
sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini
berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih
sayang orang tua terhadap putra-putrinya.
3. Kerugian bagi masyarakat dan Negara
Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya
produksi yang menyebabkan dinaikkannya harga produksi perusahaan
tersebut dan merupakan pengaruh dari harga pasaran.
2.1.6 Cara Mencegah Kecelakaan
Menurut International Labour Office, Genewa. Switzerland (1989) dalam
buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan Keria terdapat berbagai cara yang umum
digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dalam industri dewasa ini
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenahi hal-hal
seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan,
pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban
kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,
pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi ataupun
tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis
peralatan industri tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun
tentang alat pengaman perorangan.
3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang
harus dipatuhi
4. Riset Teknis, termasuk penyelidikan peralatan dan ciri-ciri bahan berbahaya,
penelitian tentang pelindungan mesin, pengujian masker pernapasan,
11
penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu, atau
pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan tali kerekan dan
alat-alat kerekan lainnya.
5. Riset Medis, termasuk penyelidikan dampak fungsiologis dan patologis dari
faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik vang amat
merangsang terjadinya kecelakaan.
6. Riset Psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis
yang dapat menyebabkan kecelakaan.
7. Riset Statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa
banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban dalam
kegiatan-kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebab.
8. Pendidikan, meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran
dalam akademi teknik, sekolah-sckolah dagang atau kursus-kursus magang.
9. Pelatihan, sebagai contoh vaitu pemberian instruksi-istruksi praktis bagi para
pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.
10. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan
imbauan untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”.
11. Asuransi, yaitu dengan cara penyediaan dana-dana untuk meningkatkan
upaya - upaya pencegahan kecelakaan, misalnya pabrik-pabrik yang telah
mengadakan standar pengamanan yang tinggi.
12. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing
individu.
2.3 Human error
Dari berbagai hal yang menyangkut permasalahan manusia dalam berinteraksi
dengan produk, mesin ataupun fasilitas kerja lain yang dioperasikannya, manusia
seringkali dipandang sebagai sumber penyebab segala kesalahan, ketidakberesan
maupun kecelakaan kerja (human error). Menurut Wignjosoebroto, dkk (2010)
human error didefinisikan sebagai suatu keputusan atau tindakan yang
mengurangi atau potensial untuk mengurangi efektifitas keamanan, atau
12
performansi suatu sistem. Pendapat yang lebih sedcrhana dikemukakan oleh
Bagus (2009) mereka mendefinisikan human error sebagai kegagalan dari
manusia untuk melakukan tugas yang telah didesain dalam batas ketepatan,
rangkaian, atau waktu tertentu.
Jadi, human error dapat dikategorikan sebagai ketidaksesuaian kerja yang
bukan hanya discbabkan oleh kesalahan manusia, tapi juga karena adanya
kesalahan pada perancangan dan prosedur kerja. Kesalahan yang disebabkan oleh
faktor manusia, kemungkinan disebabkan oleh faktor pekerjaan yang berulang -
ulang (repetitive work) dengan kemungkinan kesalahan sebesar 1 % (Prayitno,
2011). Adanya kesalahan yang terjadi karena pekerjaan yang berulang ini sedapat
mungkin harus dicegah atau dikurangi, yang tujuannya untuk meningkatkan
keandalan seseorang dengan menurunnya kesalahan yang terjadi.
2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Human Error
Secara sistematis penyebab error yang terjadi berhubungan dengan faktor
situasional, faktor individu atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.
1. Faktor Situasional
Adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya human error berkaitan
dengan situasi empat kegiatan atau pekerjaan berlangsung. Prayitno (011
menyatakan bahwa secara umum faktor situasional ini meliputi faktor-faktor
ruang kerja dan tata letak peralatan, lingkungan, desain permesinan, alat-alat
tangan, metode dalam penanganan. transportasi dan pemeriksaan informasi
perencanaan pekerjaan dan instruksi pekerjaan.
2. Faktor – faktor Individual
Adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi seseorang. Faktor-faktor
ini juga dikenal sebagai faktor idiosyneoratic, yaitu faktor yang sifatnya khas
setiap orang. Faktor-faktor yang termasuk faktor individu antara lain
kecakapan, kepribadian, keterampilan, fisik, umur, jenis kelamin, pendidikan
dan pengalaman.
13
2.4 Metode Analisa Human Error
Untuk mengurangi terjadinya human error. ada beberapa metode yang
digunakan untuk menganalisa terjadinya human error tersebut. Pada sub bab
selanjutnya akan dijelaskan tentang beberapa metode yang digunakan untuk
mengurangi terjadinya human error.
2.1.8 Metode SHERPA
Untuk mengurangi terjadinya human error ada beberapa metode yang
tersebut, antara lain digunakan untuk menganalisa terjadinya human error metode
SHERPA disebut juga PHEA (Prediction Human Error Analysis). SHERPA,
Salmon dkk (2003) pada awalnya dikembangkan untuk digunakan dalam industri
nuklir. Digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan dalam analisis
tugas. Menurut Salmon (2003) SHERPA merupakan dengan salah satu metode
untuk menganalisa terjadinya human error menggunakan input hirarki task level
dasar. Task yang akan dianalisa di breakdown terlebih dahulu, kemudian dari
setiap task level dasar akan diprediksi yang terjadi. Wignjosoebroto (2010)
menyatakan sebagai salah human error satu metode identifikasi human error,
SHERPA memiliki beberapa keunggulan dimana SHERPA hampir sama dengan
metode SRK (Skill, Risk, and Knowledge-based behaviour) yang tidak hanya
dapat mengidentifikasi malfungsi model ekstemal tetapi juga malfungsi internal
manusia (misal kegagalan mendeteksi). Kesalahan diidentifikasi didasarkan pada
keterampilan, aturan, pengetahuan. SHERPA lebih cocok diterapkan untuk error
yang berhubungan dengan keahlian dan kebiasaan manusia, lebih detail dan
konsisiten dalam identifikasi error.
Langkah - langkah pengolahan data menggunakan metode SHERPA
adalah sebagai berikut :
14
Level 0
Level 1
Level 2
Langkah 1 : Hierarchy Task Analysis (HTA)
Dalam metode SHERPA langkah pengerjaan pertama adalah mem -
breakdowntask ke dalam level-level hingga level terendah seperti ditunjukkan
gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Contoh Pengerjaan Hierarchy Task Analysis
Langkah 2 : Human Error Identification (HEI)
Dalam Human Error Identification ini, error yang telah diuraikan dari step HTA
dijelaskan kembali. Penjelasannya lebih kepada bagaimana error tersebut terjadi.
Dalam proses ini error di kelompokkan ke dalam mode error.
Pengelompokkannya dilakukan dengan melihat tabel error mode seperti yang
dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel Mode Error
Tipe Error Kode Mode Error
Kesalahan Pengoperasian
A1 Operasi terlalu lama / pendek
A2 Kehilangan waktu operasi
15
A3 Operasi dalam arahan yang tidak
sesuai
A4 Operasi terlalu banyak / sedikit
A5 Operasi tidak berjalan lurus
A6 Operasi yang benar pada objek yang
salah
A7 Operasi yang salah pada objek yang
benar
A8 Menghilangkan operasi
A9 Operasi belum lengkap
A10 Pengerjaan yang salah pada objek
yang salah
Kesalahan dalam Pengecekan
C1 Mengabaikan pengecekan
C2 Pemeriksaan belum lengkap
C3 Pemeriksaan yang sesuai pada objek
yang salah
C4 Pemeriksaan yang tidak sesuai pada
objek yang benar
C5 Kehilangan waktu untuk pemeriksaan
C6 Pengecekan yang tidak sesuai pada
objek yang tidak sesuai
Kesalahan dalam Mendapatkan R1 Tidak didapatkannya informasi
16
Kembali Informasi R2 Mendapatkan informasi yang salah
R3 Informasi yang didapatkan tidak
lengkap
Kesalahan dalam Komunikasi
I1 Informasi tidak jelas
I2 Menyampaikan informasi yang salah
I3 Informasi yang disampaikan tidak
lengkap
Kesalahan dalam Penyeleksian
S1 Penghilangan penyeleksian
S2 Membuat kesalahan dalam
penyeleksian
Sumber : Lane, at all (2008)
Langkah 3 : Konsekuensi Analisis
Konsekuensi analisis merupakan, hasil atau konsekuensi yang didapatkan dari
terjadinya kesalahan (human error) tersebut. Masing-masing human error di
identifikasi konsekuensinya. Konsekuensi yang dihasilkan dapat merugikan
perusahaan maupun operator itu sendiri.
Langkah 4 : Analisis Ordinal Probabilitas
Tahap selanjutnya adalah analisis ordinal probabilitas. Tiap jenis kosekuensi yang
terjadi dianalisis probabilitasnya. Lane, at all (2008) membagi level probabilitas
menjadi tiga level tingkat keparahan (level severity), yaitu Low (L), Medium (M),
dan High (H). Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut :
17
Tabel 2.2 Analisis Ordinal Probabilitas
Tingkat Bahaya Deskripsi Error
L
Level 0 Tidak ada kesalahan
Level 1 Error terjadi, namun tidak membahayakan
M
Level 2 Membutuhkan peningkatan pengawasan, tidak perlu ada
perubahan
Level 3 Meningkatkan pengawasan, perubahan sementara pada
bagian vital, namun tidak membahayakan
H
Level 4 Meningkatkan pengawasan, perubahan menyeluruh pada
bagian vital, diperlukan perawatan
Level 5 Meningkatkan pengawasan dan perawatan, perubahan
jangka panjang, menimbulkan bahaya sekarat
Level 6 Menyebabkan kematian
Sumber : Lane, at all (2008), (Modified from Demer and Moore, 1998)
Langkah 5 : Analisis Strategi
Analisis strategi merupakan solusi perbaikan untuk menghindari human error dan
terjadinya kecelakaan kerja. Masing – masing analisis strategi diambil
berdasarkan proses pekerjaan.
Perbandingan Metode Lain dengan SHERPA dan JSA
Pada metode HEART hanya menentukan pekerjaan / kegiatan yang
memiliki resiko kecelakaan tertinggi sedangkan penggabungan 2 metode antara
18
SHERPA dan JSA, selain dapat menentukan pekerjaan dengan resiko tertinggi
juga dapat memberikan usulan perbaikan.
2.1.9 Metode JSA
Menurut NOSA (1999), JSA merupakan salah satu usaha dalam
menganalisa tugas prosedur yang ada di suatu industri. JSA didefinisikan sebagai
metode untuk mempelajari suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya dan
potensi insiden yang berhubungan dengan setiap langkah, mengembangkan solusi
yang dapat menghilangkan dan mengontrol bahaya serta indisen. Job Safety
Analysis adalah salah satu teknik memusatkan tugas-tugas dalam pekerjaan
sebagai langkah untuk mengidentifikasi bahaya sebelum kecelakaan terjadi. Hal
ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas. peralatan dan lingkungan
tempat kerja. Idealnya setelah mengidentifikasi bahaya yang tidak dapat
dikendalikan, maka akan diambil langkah untuk mengeliminasi atau
menghilangkan atau mengurangi bahaya menjadi ke tingkat yang dapat diterima.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan JSA yaitu :
1. Sebagai upaya pencegahan kecelakaan
2. Sebagai alat kontak safety (safety training) terhadap tenaga kerja baru.
3. Melakukan review pada job prosedur setelah terjadi kecelakaan.
4. Memberikan pelatihan secara pribadi kepada karyawan.
5. Meninjau ulang SOP sesudah kecelakaan atau near miss accident terjadi.
Adapun langkah-langkah membuat Job Safety Analysis adalah sebagai berikut :
Didalam melaksanakan program JSA, terdapat empat langkah dasar yang harus
dilaksanakan yaitu :
1. Menentukan pekerjaan yang akan dianalisis
Langkah pertama dari pembuatan JSA adalah mengidentifikasi pekerjaan
yang dianggap kritis. Langkah ini sangat menentukan keberhasilan program ini.
19
Hal ini didasarkan pada program klasik yaitu masalah waktu untuk menganalisa
setiap tugas disuatu perusahaan. Untuk keluar dari masalah tersebut, diperlukan
usaha untuk identifikasi pekerjaan kristis dengan cara mengklarifikasi pekerjaan
yang mempunyai dampak terhadap kecelakaan/melihat dari daftar statistil
kecelakaan, apakah itu kecelakaan yang menycbabkan kerusakan harta benda
cidera pada manusia, kerugian kualitas dan kerugian produksi. Hasil dari
identifikasi tersebut tergantung pada tingkat kekritisan dari kegiatan yang
berlangsung.
Dalam menentukan pekerjaan / tugas kritis atau tidak didasarkan pada :
a. Frekuensi Kecelakaan
Pekerjaan yang sering menyebabkan terjadinya kecelakaan merupakan
sasaran dari JSA. Semakin sering terjadinya maka semakin diperlukan
pembuatan JSA untuk pekerjaan tersebut.
b. Kecelakaan yang mengakibatkan luka
Setiap pekerjaan yang memiliki potensi untuk mengakibatkan luka baik
luka yang dapat menyebabkan cacat sementara atau luka yang
menyebabkan cacat tetap.
c. Pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi
Perubahan pekerjaan dapat menimbulkan penubahan pola kerja sehingga
dapat menimbulkan kecelakaan di lingkungan kerja.
d. Pekerjaan baru
Perubahan peralatan atau menggunakan mesin baru dapat menyebabkan
timbulnya kecelakaan. JSA perlu segera dibuat setelah penggunaan mesin
baru. Analisa tersebut tidak boleh ditunda sehingga dapat menyebabkan
terjadi near miss atau kecclakaan terlebih dahulu.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah – langkah dasar
Dari setiap pekerjaan diatas dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau
tahapan yang beruntun yang pada akhirnya dapat digunakan atau dimanfaatkan
20
menjadi suatu prosedur kerja. Tahap-tahap ini nantinya akan dinilai
keefektifannya dan potensi kerugian yang mencakup aspek keselamatan, kualitas
dan produksi. Tahapan kerja dapat diartikan bagian atau rangkaian dari detail
pekerjaan yang sekecil-kecilnya pada uraian kerja tersebut. Dalam membuat atau
menulis langkah-langkah kerja tidak terdapat standar yang pasti harus sedetail apa
suatu langkah kerja harus ditulis. Proses yang efektif dalam proses penyusunan
tahapan pekerjaan ini adalah memasukkan semua tahapan kerja utama yang kritis.
Setelah melakukan observasi dicek kembali dan didiskusikan kepada foreman
atau sectionhead yang bersangkutan untuk keperluan evaluasi dan mendapatkan
persetujuan tentang apa yang dilakukan dalam pembuatan JSA.
3. Mengidentifikasi bahaya pada masing – masing pekerjaan
Dari proses pembuatan tahapan pekerjaan, secara tidak langsung akan dapat
menganalisa/mengidentifikasi dampak / bahaya apa saja yang disebabkan atau ada
dari setiap langkah kerja tersebut. Dari proses yang diharapkan kondisi resiko
bagaimanapun diharapkan dapat dihilangkan atau diminimalkan sampai batas
yang dapat diterima dan ditoleransi baik dari kaidah keilmuan maupun tuntutan
standar / hukum. Bahaya disini dapat diartikan sebagai suatu benda, bahan atau
kondisi yang bisa menyebabkan cidera, kerusakan dan atau kerugian (kecelakaan).
Identifikasi potensi bahaya merupakan alat manajemen untuk mengendalikan
kerugian dan bersifat proaktif dalam upaya pengendalian bahaya dilapangan atau
tempat kerja. Dalam hal ini tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan
seberapa parah atau seberapa besar akibat / kerugian yang dapat terjadi jika suatu
insiden terjadi, namun identifikasi bahaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya insiden dengan melakukan upaya-upaya tertentu.
21
4. Mengendalikan bahaya
Langkah terakhir dalam pembuatan JSA adalah mengembangkan suatu
prosedur kerja yang aman yang dapat dianjurkan untuk mencegah terjadinya suatu
kecelakaan. Solusi yang dapat dikembangkan antara lain :
a. Mencari cara baru untuk melakukan pekerjaan tersebut
Untuk menemukan cara baru dalam melaksanakan pekerjaan, tentukan
tujuan kerjanya dan selanjutnya buat analisa berbagai macam cara untuk
mencapai tujuan ini dengan melihat cara mana yang paling aman.
Pertimbangkan penghematan pekerjaan yang menggunakan alat dan
perkakas.
b. Merubah kondisi fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan
Jika cara baru tidak ditemukan, maka pada tiap langkah pekerjaan dapat
menimbulkan pertanyaan "Perubahan kondisi fisik (seperti perubahan
peralatan, material, perkakas, desain mesin, letak atau lokasi) apa yang
akan mencegah timbulnya kecelakaan". Apabila tindakan perubahan yang
telah ditemukan, pelajari dengan teliti dan hati-hati untuk menentukan
keuntungan lainnya, misalnya hasil produksi lebih besar atau penghematan
waktu yang terjadi akan tumbuh dengan perubahan ini. Keuntungan
tersebut harus digaris bawahi jika ingin mengusulkan perubahan kepada
manajemen yang lebih tinggi.
c. Menghilangkan bahaya yang masih ada dengan mengganti atau merubah
prosedur kerja
Dalam merubah prosedur kerja, perlu dipertanyakan pada tiap potensi
bahaya "Apa yang harus dilakukan oleh pekerja untuk menghilangkan
bahaya atau mencegah timbulnya kecelakaan? Lalu "Bagaimana cara
melakukannya?". Pengawas yang berpengalaman biasanya dapat
menjawab pertanyaan tersebut. Dalam menjawab, yang perlu diperhatikan
adalah jawaban harus jelas dan spesifik jika prosedur yang menjadi bagus.
22
Tindakan pencegahan bersifat umum seperti “Hati-hati", "Waspadalah",
tidak berguna.
d. Meninjau kembali rancangan pekerjaan yang ada
Suatu pekerjaan dalam industri akan mempengaruhi pekerjaan lainnya
yang
merupakan keseluruhan proses kerja. Dalam perkembangannya, akan ada
perubahan pada proses maupun metode yang baru. Untuk itu perlu
mengadakan peninjauan ulang terhadap prosedur kerja yang masih relevan
dengan proses kerja yang mengalami perubahan. Rancangan perubahan ini
harus ditinjau ulang dan didiskusikan, tidak hanya dengan pekerja yang
terlibat tetapi harus dengan asisten, supervisor dan semua yang terlibat
dalam pembuatan JSA. Perlu dilakukan check dan diuji usulan perubahan
dengan mereka yang melakukan pekerjaan. Selain itu mempertimbangkan
usulan penyelesaian. Diskusi ini dapat meningkatkan kesadaran perbaikan
dan tentang bahaya-bahaya yang ada dan prosedur kerja yang aman bagi
keselamatan. Peninjauan ini akan lebih efektif apabila dilakukan secara
berkala.