bab ii landasan teori 2.1 teori pelayananeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2057/3/bab ii.pdfumum memang...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pelayanan
Menurut Kotler (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Menurut Moenir (2008)
pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang berlangsung secara rutin dan
berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat.
Selanjutnya Sinambela (2008) mengemukakan bahwa pelayanan adalah setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik. Hal ini menunjukan bahwa pelayanan berkaitan dengan kepuasan batin dari
penerima pelayanan. Pengertian pelayanan menurut Zein (2009) adalah sebuah
kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan
baik.
Berdasarkan pengertian - pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang
diberikan kepada orang lain, dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat
terpenuhi sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat
persepsi mereka.
10
11
2.1.1 Karakteristik Pelayanan
Menurut Kotler (Tjijptono, 2014) secara garis besar karakteristik jasa terdiri
dari intangibility, inseparability, variability/heterogeneity, perishability dan lack
of ownership: 1.) Intangibility : jasa berbeda dengan barang. Bila barang
merupakan suatu objek, alat atau benda maka jasa adalah suatu perbuatan,
tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha. Oleh karena itu
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan
dikonsumsi; 2.) Inseparability : barang biasanya diproduksi kemudian dijual lalu
dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru diproduksi dan
dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama; 3.) Variability/inconsistency : jasa
bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya
terdapat banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan,
dan dimana jasa tersebut diproduksi; 4.) Perishability : berarti jasa tidak dapat
disimpan dan tidak tahan lama; 5.) Lack of Ownership : merupakan perbedaan
dasar antara barang dan jasa. Pada pembelian barang konsumen memiliki hak
penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka dapat
mengkonsumsi, menyimpang atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian
jasa, pelanggan hanya akan memiliki akses personal dan dengan jangka waktu
yang terbatas.
Pelayanan memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan
aspek-aspek lainnya. Terkait dengan hal tersebut, Fitzsimmons (2006),
menyebutkan adanya empat karakteristik pelayanan, yaitu:
12
1. Partisipasi pelanggan dalam proses pelayanan; kehadiran pelanggan
sebagai partisipan dalam proses pelayanan membutuhkan sebuah
perhatian untuk mendesain fasilitas. Kondisi yang demikian tidak
ditemukan pada perusahaan manufaktor yang tradisional. Kehadiran
secara fisik pelanggan di sekitar fasilitas pelayanan tidak dibutuhkan
oleh perusahaan-perusahaan manufaktur.
2. Kejadian pada waktu yang bersamaan (simultaneity); fakta bahwa
pelayanan dibuat untuk digunakan secara bersamaan, sehingga
pelayanan tidak disimpan. Ketidakmampuan untuk menyimpan
pelayanan ini menghalangi penggunaan strategi manufaktur tradisional
dalam melakukan penyimpanan untuk mengantisipasi fluktuasi
permintaan.
3. Pelayanan langsung digunakan dan habis (service perishability);
pelayanan merupakan komoditas yang cepat habis. Hal ini dapat dilihat
pada tempat duduk pesawat yang habis, tidak muatnya ruangan rumah
sakit atau hotel. Pada masing-masing kasus telah menyebabkan
kehilangan peluang.
4. Tidak berwujud (intangibility); pelayanan adalah produk pikiran yang
berupa ide dan konsep. Oleh karena itu, inovasi pelayanan tidak bisa
dipatenkan. Untuk mempertahankan keuntungan dari konsep pelayanan
yang baru, perusahaan harus melakukan perluasan secepatnya dan
mendahului pesaing.
13
5. Beragam (heterogenity); kombinasi dari sifat tidak berwujud pelayanan
dan pelanggan sebagai partisipan dalam penyampaian sistem pelayanan
menghasilkan pelayanan yang beragam dari konsumen ke konsumen.
Interaksi antara konsumen dan pegawai yang memberikan pelayanan
menciptakan kemungkinan pengalaman kerja manusia yang lebih
lengkap.
2.1.2 Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Mardikawati & Farida (2013) mengatakan bahwa kualitas layanan adalah
perbandingan antara Harapan (Expectation) dengan Kinerja (Performance).
Sementara itu menurut Tjiptono (2005) kualitas layanan adalah suatu tingkat
keunggulan yang diharapkan dimana pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Senada dengan
Tjiptono, Arief (2006) menyatakan kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Menurut Usmara (2008) kualitas pelayanan adalah suatu sikap dari hasil
perbandingan pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan
yang dirasakan konsumen. Lain halnya Roderick, James dan Gregory (2008) yang
menyatakan bahwa service quality adalah tingkat-tingkat ukuran atas kualitas
pelayanan yang diasumsikan berhubungan dengan perkembangan harga.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa service quality
adalah suatu tingkat ukuran akan keunggulan yang diharapkan atas kualitas
14
pelayanan yang dihubungkan dengan perkembangan harga atau tingkat
perbandingan pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan
yang dirasakan konsumen untuk menjadi pengendali perkembangan harga.
Metode servqual merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
kualitas layanan dari atribut masing-masing dimensi, sehingga akan diperoleh
nilai gap (kesenjangan) yang merupakan selisih antara persepsi konsumen
terhadap layanan yang telah diterima dengan harapan terhadap yang akan
diterima. Pengukurannya metode ini dengan mengukur kualitas layanan dari
atribut masing-masing dimensi, sehingga akan diperoleh nilai gap yang
merupakan selisih antara persepsi konsumen terhadap layanan yang diterima
dengan harapan konsumen terhadap layanan yang akan diterima. Namun, secara
umum memang belum ada keseragaman batasan tentang konsep servive quality.
Beberapa pendapat para ahli tentang konsep servqual tersebut, antara lain:
1. Menurut Wyckof (dalam Tjiptono, 2005), kualitas pelayanan
merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan
pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan.
2. Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono 2005) terdapat dua faktor
utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yakni, layanan yang
diharapkan (expected service) dan layanan yang dipersepsikan
(perceived service).
3. Kotler (dalam Tjiptono 2005) Kualitas pelayanan harus dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan.
15
Metode service quality memiliki dua perspektif yaitu perspektif
internal dan perspektif eksternal. Perspektif eksternal digunakan untuk memahami
apa yang diharapkan konsumen, dirasakan konsumen, dan kepuasan konsumen.
Pengukurannya menggunakan metode servqual. Instrumen ini awalnya dibangun
oleh para peneliti di bidang pemasaran untuk mengukur kualitas pelayanan secara
umum, karena pada saat itu kualitas pelayanan menjadi salah satu fokus yang
sering dibahas dalam pemasaran. Instrumen ini diperkenalkan oleh Zeithaml,
Parasuraman dan Berry seperti yang dikutip oleh Jiang (2006). Servqual
merupakan alat yang efektif untuk mengukur kepuasan konsumen dengan
mengukur kelima dimensi dari kepuasan pelanggan. Model ini terdiri dari dua
bagian, dimana bagian awal berisi harapan pelanggan untuk sebuah kelas
pelayanan, dan bagian kedua merupakan Persepsi pelanggan akan pelayanan yang
diterima. Sebuah skor untuk kualitas pelayanan dihitung dari nilai selisih antara
nilai peringkat yang diberikan pelanggan untuk sepasang pernyataan harapan dan
persepsi (Ndendo dkk, 2007).
Sedangkan, perspektif internal diidentifikasikan dengan bebas
kesalahan (zero defect) dan melakukan dengan benar saat pertama kali serta
menyesuaikan dengan permintaan. Untuk mengukur perspektif internal yang
bebas kesalahan (zero defect) yang berhubungan dengan kualitas pelayanan
digunakan metode six sigma. Six sigma adalah seperangkat alat yang digunakan
untukmengidentifikasi, menganalisis, dan mengeliminasi sumber variasi dalam
proses.
16
2.1.3 Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Kotler dan Keller (2009) terdapat lima indikator pokok kualitas
layanan, yaitu:
1. Tangibility
Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi.
2. Relialibility
Merupakan kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara
meyakinkan dan akurat.
3. Responsiveness
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
4. Assurance
Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam
menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan.
5. Empathy
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada
masing-masing pelanggan.
Sementara menurut Payne seperti dikutip dalam Djati & Darmawan (2005),
dimensi pelayanan jasa dapat terdiri atas unsur:
1. Tangibility (bukti langsung)
Dimana kemampuan perusahaan didalam menunjukan eksistensi dirinya,
misalnya dalam hal ini gedung, fasilitas teknologi, penampilan
17
karyawannya, dan sebagainya lebih menekankan pada bukti secara fisik atau
dapat diraba keberadaannya.
2. Reliability (keandalan)
Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang
sesuai dengan yang dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini dapat berupa
adanya perbaikan kinerja yang sesuai dengan harapan pelanggan.
3. Responsiveness (daya tanggap)
Daya tanggap yang dimiliki oleh karyawan dan pimpinan perusahaan.
Dimana perusahaan harus menunjukkan kemampuannya dalam memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan jika pelanggan sedang
memerlukan jasa yang dimaksudkan.
4. Assurance (jaminan dan kepastian)
Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan dari pelanggannya pada perusahaan.
Didalamnya terdapat unsur etika karyawan, kredibilitas karyawan, rasa
aman dari pelanggan, dan unsur etika yang dimiliki oleh karyawan.
5. Empathy (perhatian)
Merupakan pemberian perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan
dari perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar pihak perusahaan dapat
memahami lebih jauh tentang keinginan dan kebutuhan dari pelanggannya
(Nirwana, 2004).
18
2.2 Kepuasan Pelanggan (Costumer Satisfaction)
Menurut Kotler dan Keller (2009) kepuasan adalah persaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja produk yang
dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Pelanggan membentuk ekspektasi
jasa dari berbagai sumber seperti pengalaman masa lalu, iklan, maupun informasi
dari mulut ke mulut. Konsumen membandingkan persepsinya terhadap jasa
dengan jasa yang diharapkan. Konsumen cenderung akan merasa kecewa apabila
jasa yang diharapakan lebih rendah dari jasa yang dipersepsikan.
Menurut Tjiptono (2000) bahwa kepuasan pelanggan adalah respon efektif
terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik atau evaluasi kesesuaian
atau ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja
aktual produk setelah pemakaian. Kepuasan pelanggan dapat menjadi dasar
menuju terwujudnya pelanggan yang loyal atau setia.
2.2.1 Ciri-Ciri Konsumen yang Puas
Kotler (2002) menyatakan ciri-ciri konsumen yang merasa puas sebagai
berikut:
a. Loyal terhadap produk, yaitu membeli ulang produk yang sama.
b. Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif.
c. Perusahaan menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek lain.
19
2.2.2 Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler & Keller (2012) yang dikutip oleh Fandy ada beberapa
metode yang dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya, antara lain :
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib untuk
memberikan kesempatan bagi seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk
menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Informasi yang
didapatkan dari metode ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi perusahaan
sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam
mengatasi masalah yang timbul. Akan tetapi metode ini pasif, sehingga sulit untuk
mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas mau menyampaikan
keluhannya. Sangat mungkin bagi mereka untuk langsung tidak mau membeli
produk atau jasa dari perusahaan tersebut lagi.
2. Ghost / Mystery Shopping
Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk
berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial terhadap pembeli produk
perusahaan dan produk perusahaan pesaing. Kemudian mereka diminta untuk
melaporkan temuan penting mengenai kekuatan dan kelemahan dari produk/jasa
perusahaan maupun produk/jasa perusahaan para pesaing. Selain itu, para ghost
shoppers juga dapat langsung melakukan observasi cara perusahaan dan
pesaingnya penanganan terhadap keluhan yang ada baik oleh perusahaan yang
20
bersangkutan maupun oleh pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan,
menjawab pertanyaan pelanggan, dan menangani setiap masalah dan keluhan
pelanggan.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan akan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli
produk atau telah pindah pemasok, agar dapat memahami mengapa pelanggan
tersebut berpindah ke tempat lain dan dapat mengambil kebijakan /
penyempurnaan selanjutnya. Kesulitan dari meotde ini adalah pada
mengidentifikasi dan mengkontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan
masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan
metode survei baik melalui pos, telepon, email, website, maupun wawancara
langsung (Peterson&Wilson dalam Hermanto, 2009). Melalui survei perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
juga memberikan kesan positif terhadap para pelanggannya bahwa perusahaan
menaruh perhatian terhadap mereka.
2.3 Loyalitas Pelanggan
Oliver dalam Ratih Hurriyati (2010) mengungkapkan definisi loyalitas
pelanggan adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk
berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih
21
secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan
usahausaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan
perilaku.
Menurut Griffiin dalam Serlia Lamandasa et al (2008) konsep loyalitas
konsumen lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) daripada sikap.
Loyalitas menunjukan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa
tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Berdasarkan pendapat para
ahli diatas, bahwa loyalitas konsumen adalah komitmen konsumen bertahan untuk
berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih
secara konsisten dimasa yang akan datang dimana pembelian terjadi tidak kurang
dari dua kali.
2.3.1 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2002:31) dalam buku Ratih Hurriyati (2010:130)
pelanggan yang loyal meruapkan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat
dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, pelanggan yang loyal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Makes regular repeat purchase, melakukan pembelian secara berulang dalam
periode tertentu.
2. Purchases across product and service line, pelanggan yang loyal tidak hanya
membeli lini produk dan jasa lain pada usaha yang sama.
22
3. Refers other, merekomendasikan pengalaman mengenai produk dan jasa
kepada rekan atau pelanggan yang lain agar tidak membeli produk dan jasa dari
badan usaha lain.
4. Demonstrates an immunity to the full of the competition, menolak produk lain
karena menganggap produk yang dipilihnya adalah yang terbaik.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas
Menurut Vanessa Gaffar (2007), loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh lima
faktor, yaitu :
1. Kepuasan (Satisfaction)
Kepuasan pelanggan merupakan pengukuran gap antara harapan pelanggan
dengan kenyataan yang mereka terima atau yang dirasakan.
2. Ikatan emosi (Emotional bonding)
Dimana konsumen dapat terpengaruh oleh sebuah merek yang memiliki daya tarik
tersendiri sehingga konsumen dapat diidentifikasikan dalam sebuah merek, karena
sebuah merek dapat mencerminkan karakteristik konsumen tersebut. Ikatan yang
tercipta dari sebuah merek ialah ketika konsumen merasakan ikatan yang kuat
dengan konsumen lain yang menggunakan produk atau jasa yang sama.
3. Kepercayaan (Trust)
Kemauan seseorang untuk mempercayakan perusahaan atau sebuah merek untuk
melakukan atau menjalankan sebuah fungsi.
23
4. Kemudahan (Choice reduction and habit)
Konsumen akan merasa nyaman dengan sebuah kualitas produk dan merek ketika
situasi mereks melakukan transaksi memberikan kemudahan. Bagian dari loyalitas
konsumen seperti pembelian produk secara teratur dapat didasari pada akumulasi
pengalaman setiap saat. 5. Pengalaman dengan perusahaan ( History with
company ) Sebuah pengalaman seseorang pada perusaan dapat membentuk
perilaku. Ketika mendapatkan pelayanan yang baik dari perusahaan, maka akan
mengulangi perilaku pada perusahaan tersebut.
2.3.3 Cara Mengukur Loyalitas
Loyalitas dapat diukur berdasarkan :
a. Urutan pilihan (choice sequence)
Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai
dalam penelitian dengan menggunakan panel - panel agenda harian pelanggan
lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket.
b. Proporsi pembelian (proportion of purchase)
Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam
sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel
pelanggan.
c. Preferensi (preference)
Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau
pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai sikap yang positif
24
terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk
membeli.
d. Komitmen (commitment)
Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional atau perasaan. Komitmen
terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego
dengan kategori merek. Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk
sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep diri pelanggan
(Susanto, 2007).
2.3.4 Manfaat Loyalitas Pelanggan
Menurut Buchari Alma (2007) ada enam alasan mengapa perusahaan harus
menjaga dan mempertahankan konsumennya :
1. Pelanggan yang sudah ada memiliki prospek yang lebih besar untuk
memberikan keuntungan kepada perusahaan.
2. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam menjaga dan mempertahankan
pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil daripada mencari pelanggan baru.
3. Pelanggan yang percaya kepada suatu lembaga dalam suatu urusan bisnis,
cenderung akan percaya juga pada urusan bisnis yang lain.
4. Jika sebuah perusahaan lama memiliki banyak pelanggan lama, maka
perusahaan tersebut akan mendapatkan keuntungan karena adanya efisiensi.
Pelanggan lama sudah tentu tidak akan banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup
menjaga dan mempertahankan mereka.
25
5. Pelanggan lama tentunya telah banyak memiliki pengalaman positif yang
berhubungan dengan perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan
sosialisasi.
2.3.5 Tahap Pertumbuhan Loyalitas Pelanggan
Menurut Jill Griffin (2005) tahap pertumbuhan loyalitas pelanggan terbagi
atas 6 tingkat, yaitu :
a. Suspect : bagian ini termasuk semua pembeli produk atau jasa dalam
pemasaran, jadi suspects adalah menyadari akan produk atau jasa perusahaan atau
tidak mempunyai kecenderungan terhadap pembelian.
b. Prospect : pelanggan potensial yang mempunyai daya tarik terhadap
perusahaan tetapi belum mengambil langkah untuk melakukan bisnis dengan
perusahaan.
c. Disqualified Prospect : prospect yang telah mengetahui keberadaan barang atau
jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa
tersebut.
d. First Time Customers : konsumen yang membeli untuk pertama kalinya,
mereka masih menjadi konsumen baru.
e. Repeat Customers : Pembelian ulang yang menunjukkan loyalitas pada
perusahaan tetapi lebih memiliki dorongan pasif daripada aktif terhadap
perusahaan.
f. Clients : hubungan yang sangat erat antara konsumen dengan supplier yang
keduanya saling memperlihatkan keuntungan.
26
g. Advocates : layaknya Client, advocates yang memberikan dorongan yang
positif pada perusahaan dengan merekomendasikannya kepada orang lain.
2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penulis menggunakan beberapa tinjauan pustaka sebagai pendukung yang
mengkaji tentang pengaruh kepuasan atas kualitas pelayanan terhadap loyalitas
pelanggan yang sejalan dengan studi yang dilakukan oleh peneliti. Beberapa
penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Masalah Penelitian Judul Hasil
1 Chyntia Dewi
(2014)
Seberapa besar
kualitas pelayanan
akan berpengaruh
terhadap kepuasan
dan loyalitas
pelanggan, serta
pengaruh kepuasan
pelanggan terhadap
loyalitas pelanggan
NH Ladies Spa Salon
Analisis
Kualitas
Pelayanan
Terhadap
Kepuasan
Pelanggan
Dalam
Membentuk
Loyalitas
Pelanggan NH
Ladies Spa
Salon Bogor
Kepuasan pelanggan
(KPL) dipengaruhi
oleh kualitas
pelayanan (KP) dan
kualitas pelayanan
dapat langsung
membentuk loyalitas
pelanggan (LP).
Tingkat kepuasan yang
dirasakan oleh
pelanggan NH Ladies
Spa Salon Bogor
memiliki pengaruh
untuk terciptanya
loyalitas pelanggan
(LP)
2 Jimanto et al
(2014)
Analisis mengenai
pengaruh service
quality (reliability,
responsiveness,
assurance, empathy,
dan tangible) dan
kepuasan pelanggan
terhadap loyalitas
konsumen pada
Pengaruh
Service Quality
Terhadap
Lolalitas
Pelanggan
Dengan
Costumer
Satisfaction
Sebagai
Variabel customer
satisfaction tidak
berpengaruh terhadap
customer loyalty. Hal
ini menunjukkan
loyalitas pelanggan
bioskop The Premiere
Surabaya tidak
terbentuk/dipengaruhi
27
bioskop The
Premiere Surabaya
Variabel
Intervening
Pada Ritel
Bioskop The
Premiere
Surabaya
dari kepuasan
pelanggan yang
dirasakan atau yang
diterima. Variabel
service quality
berpengaruh positif
terhadap customer
satisfaction. Variabel
service quality
berpengaruh signifikan
terhadap customer
loyalty.
3 Kusumadewi et
al (2014)
Pengaruh kualitas
pelayanan terhadap
kepuasan dan
loyalitas nasabah
pada PT BPR Hoki
ditengah semakin
ketatnya persaingan
antar BPR, sehingga
pelayanan yang
diberikan oleh BPR
harus lebih optimal
sehingga perusahaan
mampu
memenangkan
persaingan
Pengaruh
Kualitas
Pelayanan
Terhadap
Kepuasan Dan
Loyalitas
Nasabah PT
BPR HOKI Di
Kabupaten
Tabanan
Kualitas pelayanan,
kepuasan, dan loyalitas
nasabah PT BPR Hoki
memiliki hubungan
yang positif dan
signifikan. Artinya,
kualitas pelayanan
yang baik
menyebabkan tingkat
kepuasan serta
keinginan nasabah
untuk berlaku loyal
meningkat, sebaliknya
kualitas pelayanan
yang buruk
mengakibatkan
kepuasan dan loyalitas
nasabah terhadap PT
BPR Hoki juga
semakin rendah
4 Nugroho et al
(2013)
Mendiskripsikan
pengaruh kinerja
layanan, kepercayaan
dan kepuasan
konsumen terhadap
loyalitas konsumen
dalam menggunakan
jasa pengiriman
barang di Hira Cargo
Cabang Semarang
Pengaruh
Kinerja
Layanan,
Kepercayaan
Dan Kepuasan
Terhadap
Loyalitas
Konsumen
Dalam
Menggunakan
Jasa
Pengiriman
Barang (Studi
Kasus di Hira
Cargo Cabang
Semarang)
Kinerja layanan
berpengaruh positif
terhadap loyalitas
pelanggan, dapat
diartikan bahwa
semakin tinggi kinerja
layanan maka akan
semakin meningkatkan
loyalitas pelanggan.
Kepercayaan
berpengaruh positif
terhadap loyalitas
pelanggan, artinya jika
kepercayaan konsumen
meningkat, maka akan
berdampak pada
28
meningkatnya loyalitas
pelanggan. Kepuasan
pelanggan berpengaruh
positif terhadap
loyalitas pelanggan,
artinya semakin tinggi
tingkat kepuasan
konsumen maka akan
berdampak pada
meningkatnya loyalitas
pelanggan.
5
Joko
Sugihartono
(2009)
Pengaruh dari citra,
kualitas layanan dan
kepuasan konsumen
terhadaployalitas
pelanggan PT. Pupuk
Kalimantan Timur di
Grobogan
Analisis
Pengaruh Citra,
Kualitas
Layanan Dan
Kepuasan
Terhadap
Loyalitas
Pelanggan
(Studi Kasus
pada PT.
Pupuk
Kalimantan
Timur, Sales
Representative
Kabupaten
Grobogan
Loyalitas pelanggan
dipengaruhi secara
positif olehcitra,
kualitas layanan dan
reputasi perusahaan.
Semakin baik citra,
kualitas layanan dan
reputasi perusahaan,
maka semakin
meningkat pula
loyalitas konsumen.
2.5 Kerangka Pikir Penelitian
Persaingan yang semakin ketat membuat setiap perusahaan harus memiliki
suatu keunggulan bersaing agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan.
Persaingan ini juga terjadi dalam bidang jasa salon dan spa. Adanya pengaruh
gaya hidup yang semakin modern yang lebih memperhatikan masalah perawatan
dan kecantikan tubuh membuat banyak pengusaha melirik usaha ini. Hal itu
membuat Rainbow Family Salon and Spa Yogyakarta terus meningkatkan kualitas
pelayanannya untuk menghadapi persaingan dengan salon-salon dan spa lainnya
29
demi terciptanya kepuasan pelanggan yang berdampak pada peningkatan loyalitas
pelanggan.
Rekomendasi manajerial untuk peningkatan kepuasan dan loyalitas pelanggan
Rainbow Family Salon and Spa Yogyakarta
1. Pertumbuhan perusahaan jasa salon dan spa di Yogyakarta
2. Persaingan perusahaan jasa salon dan spa di Yogyakarta
3. Perubahanaya hidup moders dalam memperlihatkan kecantikan
Rainbow Family Salon and Spa Yogyakarta
Kepuasan pelanggan atas kualitas pelayanan:
1.Tangible
2.Reliability
3.Responsiveness
4.Emphaty
5.Assurance
Loyalitas Pelanggan
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
30
2.6 Model Penelitian dan Hipotesis
Kepuasan atas dimensi tangibility
Kepuasan atas dimensi reliability
Kepuasan atas dimensi responsiveness
Kepuasan atas dimensi assurance
Kepuasan atas dimensi empathy
Kepuasan atas dimensi tangibility,
reliability, responsiveness, assurance
dan emphaty
Gambar 2.2 Model Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat hipotesis:
H1 : Kepuasan atas dimensi tangibility berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan Rainbow Salon and Spa Yogyakarta.
H2 : Kepuasan atas dimensi reliability berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan Rainbow Salon and Spa Yogyakarta.
H3 : Kepuasan atas dimensi responsiveness berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan Rainbow Salon and Spa Yogyakarta.
H4 : Kepuasan atas dimensi assurance berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan Rainbow Salon and Spa Yogyakarta.
Kepuasan atas dimensi tangibility
Loyalitas
Pelanggan
H1
H2
H4
H3
H5
H6