bab ii landasan teori 2.1. tinjauan pustaka · 2016. 6. 22. · landasan teori . bab ii ini ......

12
BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan beberapa konsep yang terkait dengan penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 2010. 2.1. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri atas teori-teori yang menyangkut penelitian mengenai pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010. Teori-teori yang ditulis adalah teori mengenai kemiskinan, ukuran kemiskinan, aspek dan karakteristik kemiskinan, pertumbuhan penduduk dan pengangguran. 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan”. 1 Menurut para ahli membedakan empat macam kemiskinan. “Empat macam kemiskinan tersebut ialah : 1. Kemiskinan absolut menunjukan keadaan seseorang atau sekelompok masyarakat yang taraf hidupnya (pendapatannya) begitu rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. 2. Kemiskinan relatif berkaitan dengan pembagian pendapatan nasional diantara berbagai lapisan masyarakat, yaitu berapa bagian (%) yang diperoleh golongan masyarakat yang satu dibandingkan dengan kelompok- kelompok masyarakat lainnya. 3. Kemiskinan struktural menunjuk pada ketidakmampuan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang disebabkan oleh (sebagai akibat dari) struktur masyarakat yang menghalanginya. 1 Wikipedia, kemiskinan, http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan , 25/07/2012

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    Bab II ini menjelaskan beberapa konsep yang terkait dengan penelitian

    tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap kemiskinan di

    Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 – 2010.

    2.1. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka terdiri atas teori-teori yang menyangkut penelitian

    mengenai pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap tingkat

    kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010. Teori-teori yang ditulis

    adalah teori mengenai kemiskinan, ukuran kemiskinan, aspek dan karakteristik

    kemiskinan, pertumbuhan penduduk dan pengangguran.

    2.1.1 Kemiskinan

    “Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk

    memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,

    pendidikan, dan kesehatan”.1

    Menurut para ahli membedakan empat macam kemiskinan.

    “Empat macam kemiskinan tersebut ialah :

    1. Kemiskinan absolut menunjukan keadaan seseorang atau sekelompok masyarakat yang taraf hidupnya (pendapatannya) begitu rendah sehingga

    tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

    2. Kemiskinan relatif berkaitan dengan pembagian pendapatan nasional diantara berbagai lapisan masyarakat, yaitu berapa bagian (%) yang

    diperoleh golongan masyarakat yang satu dibandingkan dengan kelompok-

    kelompok masyarakat lainnya.

    3. Kemiskinan struktural menunjuk pada ketidakmampuan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang disebabkan oleh (sebagai akibat

    dari) struktur masyarakat yang menghalanginya.

    1 Wikipedia, kemiskinan, http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan, 25/07/2012

    http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan

  • 4. Kemiskinan sosial budaya ialah kemiskinan yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat”.

    2

    2.1.2 Ukuran Kemiskinan

    Ada beberapa tolok ukur yang dikembangkan oleh para ahli ekonomi

    untuk mengukur tingkat kemiskinan masyarakat :

    1. Setara dengan beras. Batasan atau ukuran kemiskinan yang diajukan oleh

    Prof.Sayogyo dan disesuaikan dengan perkembangan zaman oleh Sucipto

    Wirasarjana menggunakan tingkat konsumsi atau pengeluaran setara sejumlah

    kilogram beras orang pertahun. Menurut Badan Pusat Statistik, batas garis

    kemiskinan dihitung dalam Rp per kapita per bulan.

    2. Kebutuhan fisik minimum, adalah kebutuhan hidup (makanan, minuman,

    pakaian, rumah, dsb) selama satu bulan bagi seorang pekerja, yang diukur

    dalam uang berdasarkan jumlah kalori, protein, vitamin dan bahan mineral

    lainnya yang diperlukan untuk hidup layak, yang dinyatakan daam rupiah.

    Tolok ukur ini sering dipakai oleh instansi pemerintah dan organisasi buruh

    unuk menilai wajar tidaknya tingkat upah karyawan.

    3. Badan Pusat Statistik menggunakan tolok ukur dari Bank Dunia, yaitu rata-

    rata pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

    2100 kalori per hari (kelompok makanan) ditambah dengan kebutuhan (bukan

    makanan) minimal lainnya yang mencakup perumahan, pakaian, kesehatan

    dan pendidikan. (secara normal seseorang membutuhakan 2400 kalori dan 45

    gram protein sehari).

    2 Gilarso T, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm 326-328

  • 4. Ukuran kemiskinan relatif (tingkat ketimpangan distribusi pendapatan atau

    relative inequality) yang palig banyak digunakan adalah Indeks Gini, yang

    mengukur berapa persen penduduk mendapat berapa persen dari pendapatan

    nasional.

    2.1.3 Aspek dan Karakteristik Kemiskinan

    “Menurut Andre Bayo Ala ada beberapa aspek kemiskinan yaitu :

    1. Kemiskinan itu multi dimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek.

    Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk

    kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan

    yang kurang baik, dan pendidikan yang juga kurang baik.

    2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak.hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu

    aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kmunduran pada aspek

    lainnya.

    3. Bahwa kemiskinan adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif”.

    3

    Suatu hasil studi yang dikutip oleh emil salim mengemukakan 5

    karakteristik kemiskinan.

    “5 karakteristik kemiskinan tersebut adalah :

    1. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnyatidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup modal, ataupun

    ketrampilan.

    2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

    3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, tak sampai tamat Sekolah dasar (SD).

    4. Banyak iantara mereka tidak mempunyai tanah, kalaupun ada tetapi relatif sempit.

    5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda tidak mempunyai ketrampilan atau pendidikan”.

    4

    3 Lincolin Arsyad, op.cit. hal 69

    4 Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Penerbit BP STIE, Yogyakarta, 1998, hlm 69-70

  • 2.1.4 Pertumbuhan Penduduk

    “Menurut Maltus kecenderungan umum penduduk suatu negara untuk

    tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat setiap 30-40 tahun”.5

    Pada saat yang sama, karena hasil yang menurun dari faktor produksi

    tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret hitung. Oleh karena

    pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan penduduk

    yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan perkapita (dalam masyarakat tani

    didefinisikan sebagai produksi 24 pangan perkapita) akan cenderung turun

    menjadi sangat rendah, yang menyebabkan jumlah penduduk tidak pernah stabil,

    atau hanya sedikit diatas tingkat subsiten.

    Cakupan kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak

    mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.

    Beberapa ekonom mencoba mengkalkulasi indikator Jurang Kemiskinan Total

    (TPG) yaitu :

    TPG = (𝑌𝑝 − 𝑌𝑖)𝐻𝑖=1 .......................................................(2.1) TPG mengukur seberapa jauhkah pendapatan kelompok miskin berada di

    bawah garis kemiskinan dengan cara menjumlahkan pendapatan orang miskin

    (Yi) yang berada dibawah garis kemiskinan absolut (Yp)

    Ukuran Foster-Greer-Thorbecke

    Pα = 1

    𝑁

    𝑌𝑝−𝑌𝑖

    椠𝑝 𝛼

    𝐻𝑖=1 ...........................................................(2.2)

    Dimana :

    Yi adalah pendapatan dari orang miskin ke-i,

    Yp adalah garis kemiskinan

    N adalah jumlah penduduk (populasi)

    Indeks Pα mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tergantung pada nilai α.

    Jika:

    • α = 0, maka diperoleh Head Count Index ( 0 P ), yaitu persentase penduduk

    yang berada dibawah garis kemiskinan.

    • α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index ( 1 P ), yaitu indeks kedalaman

    kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran

    masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai

    indek, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

    • α = 2, maka diperoleh Poverty Severity ( 2 P ), yaitu indeks keparahan

    kemiskinan, yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran

    5 Ibid. Hal. 92

  • antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indek, semakin tinggi ketimpangan

    pengeluaran di antara penduduk miskin. 6

    2.1.4 Pengangguran

    Secara umum, pengangguran didefiniikan sebagai suatu keadaan dimana

    seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak

    memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaaan. Seseorang yang

    tidak bekerja, tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan

    sebagai penganggur.

    “Oleh sebab itu pengangguran dibedakan atas 4 jenis berdasarkan sebab-

    sebab timbulnya pengangguran, antara lain:

    1. Pengangguran friksional atau transisi (frictional or transitional unemployment), yaitu pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya

    perubahan di dalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan

    perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. Jenis pengangguran ini

    dapat pula terjadi karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke

    daerah lain, atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, aau melalui berbagai

    tingkat siklus kehidupan yang berbeda.

    2. Pengangguran struktural (crtuctural unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi akibat adanya perubahan di dalam struktur pasar tenaga kerja

    yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara penawaran dan

    ermintaan tenaga kerja.

    3. Pengangguran alamiah (natural unemployment) atau lebih dikenal dengan istilah tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) adalah

    tingkat pengangguran yang terjad pada kesempatan kerja penuh (Sachs and

    Larrain, 1993 : 456).

    4. Pengangguran konjungtur atau siklis (cyclical unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi sebagai akibat merosotnya kegiatan ekonomi atau

    karena terlampau kecilnya permintaan efektif agregat di dalam perekonomian

    dibandingkan dengan penawaran agregat”.7

    Selain pembedaan seperti yang dikemukakan sebelumnya, jenis

    pengangguran khususnya di negara-negara sedang berkembang (develiping

    countries) dapat pula dbedakan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikut :

    6 Todaro, Michael P, 2006, Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Terjemahan Haris

    Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta. 7 Muana Nanga, Makro Ekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm 254-256

  • 1. Pengangguran terselubung (disguised unemployment), yaitu pengangguran

    yang terjadi apabila dalam suatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja

    sangat berlebihan.

    2. Pengangguran musiman (seasonal unemployment), yaitu pengangguran yang

    terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam satu tahun.

    3. Setengah pengangguran (underemployment), yaitu pengangguran yang

    bekerja dalam jumlah waktu yang terbatas.

    “Sedangkan menurut Edgar O. Edwards membedakan 5 bentuk

    pengangguran yaitu :

    1. Pengangguran terbuka (open unemployment), yaitu baik sukarela (mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik)

    maupun secara terpaksa (mereka yang mau bekerja tetapi tidak memeroleh

    pekerjaan)

    2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang bekerja lamanya (hari, minggu, musiman) kurang dari yang mereka bisa kerjakan.

    3. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh, yaitu mereka yang tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah menganggur.

    4. Tenaga kerja yang lemah (impaired), yaitu mereka yang mungkin bekerja full time, tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan.

    5. Tenaga kerja yang tidak produktif, yaitu mereka yang mampu bekerja secara produktif tetapi karena sumberdaya-sumberdaya penolong kurang meadai

    maka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik”.8

    “Pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai

    cara, antara lain:

    1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana

    pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate

    dengan consumption poverty rate.

    2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka

    peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan

    dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka

    pendek”.9

    8 Lincolin Arsyad, op.cit. hal. 112-113

    9 Tulus H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.

  • Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran,

    luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Licolind

    Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya

    tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar mereka, yang tidak

    mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time)

    selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang

    bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk

    diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Namun demikan, adalah

    salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan

    adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini

    karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela

    karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat

    pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan

    mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang bisa

    membantu masalah keuangan mereka.

    2.2. Pengaruh Variabel Indepeden dan Dependen

    2.2.1 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan

    Menurut Todaro (2006) bahwa besarnya jumlah penduduk

    berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam

    perhitungan indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila

    jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan semakin

    meningkat.

    2.2.2 Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan

  • Licolind Arsyad menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali

    antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian

    besar mereka, yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya

    bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok

    masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran

    tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara

    kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Setiap orang yang tidak

    mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara

    penuh adalah orang kaya. Kadangkala ada juga pekerja diperkotaan yang

    tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik

    dan yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak

    pekerjaan-pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka

    bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber-sumber lain yang

    bisa membantu masalah keuangan mereka. Orang-orang seperti ini bisa

    disebut menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama juga halnya adalah,

    banyaknya induvidu yang mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi

    tetap memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja yang mandiri

    disektor informal yang bekerja secara penuh tetapi mereka sering masih

    tetap miskin.

    2.3. Penelitian Terdahulu

    2.3.1 Penelitian yang dilakukan oleh Whisnu Adhi Saputra (2011) yang

    berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM,

    Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa

  • Tengah tahun 2004 - 2008” bertujuan untuk mengetahui dan

    menganalisis pengaruh jumlah penduduk, PDRB, IPM, pengangguran

    terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah.

    Penelitian ini menggunakan metode Panel Data dan variabel yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk, PDRB, IPM,

    pengangguran dan kemiskinan. Kesimpulan dari penelitian adalah

    bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB berpengaruh

    negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah,

    Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan

    terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran

    berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan

    di Jawa Tengah.

    2.3.2 Penelitian yang dilakukan oleh Ravi Dwi Wijayanto (2010) yang

    berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, Pengangguran

    Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2005 - 2008” bertujuan

    untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB, Pendidikan,

    Pengangguran terhadap tingkat kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun

    2005 – 2008. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa Variabel

    PDRB mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan

    mempengaruhi kemiskinan, Variabel Pendidikan (melek huruf)

    mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi

  • kemiskinan, Variabel Pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan

    signifikan mempengaruhi kemiskinan.

    2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis

    Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan kerangka

    pemikiran yang skematis sebagai berikut:

    Gambar 2.1

    Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan

    dipengaruhi oleh dua variabel independen, antara lain jumlah penduduk dan

    tingkat pengangguran.

    Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan

    permasalahan yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan

    tidak merata dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan

    ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

    Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah masalah

    pengangguran. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan

    lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada

    di suatu daerah menjadi semakin serius. Pengangguran akan menimbulkan efek

    mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat

    kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran yang

    akan menimbulkan masalah kemiskinan. Variabel-variabel tersebut sebagai

    Jumlah Penduduk (X1)

    Tingkat Kemiskinan (Y)

    Pengangguran (X2)

  • variabel independen (bebas) dan bersama-sama, dengan variabel dependen

    (terikat) yaitu kemiskinan yang diukur dengan alat analisis regresi untuk

    mendapatkan tingkat signifikansinya. Dengan hasil regresi tersebut diharapkan

    mendapatkan tingkat signifikansi setiap variabel independen dalam

    mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya tingkat signifikansi setiap variabel

    independen tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada

    pemerintah dan pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Jawa

    Tengah untuk dapat merumuskan suatu kebijakan yang relevan dalam upaya

    pengentasan kemiskinan.

    2.4 Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban sementara/ kesimpulan yang diambil untuk

    menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya

    harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian

    dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut:

    1. Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh

    positif.

    Tanda positif dalam hipotesis penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk

    dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 –

    2010 adalah mengindikasikan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk, maka

    semakin tinggi pula tingkat kemiskinannya.

    2. Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh

    positif.

  • Tanda positif dalam hipotesis penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk

    dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 –

    2010 adalah mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengangguran, maka

    semakin tinggi pula tingkat kemiskinannya.