bab ii landasan teori a. bahan ajar modul 1. bahan ajar
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bahan Ajar Modul
1. Bahan Ajar
Konsep bahan ajar dalam kajian ilmiah memiliki banyak pengertian. Menurut
National center for Vocational Education research Ltd dalam buku Panduan
Pengembangan Bahan Ajar oleh depdiknas (2008), bahan ajar merupakan segala
bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksudkan dapat
berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.
Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik
tertulis maupun tidak, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang
memungkinkan peserta didik untuk belajar. Adapula yang berpendapat bahwa
bahan ajar adalah informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau instruktur
untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Sehubungan
dengan hal ini Pannen juga berpendapat bahwa bahan ajar merupakan bahan atau
materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang dapat digunakan guru dan
peserta didik dalam proses pembelajaran, (Sadjati, 2003).
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai bahan ajar diatas dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan, baik informasi, alat,
maupun teks, yang disusun secara sistematis dan menampilkan secara utus dari
kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam pembelajaran
dengan tujuan untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Contoh bentuk bahan ajar diantaranya adalah : buku teks pelajaran, modul,
handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, dan bahan ajar interaktif.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa bahan ajar terdapat beberapa macam,
salah satunya adalah bahan ajar dalam bentuk cetak. Bahan ajar cetak diantaranya
adalah handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart,
foto/gambar, model atau maket. Bahan ajar cetak merupakan sejumlah bahan yang
disiapkan dalam kertas dan dapat berfungsi untuk membantu keperluan
pembelajaran atau penyampaian materi. Bahan ajar cetak memiliki keunggulan dan
kelemahan dalam proses pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Ronald H.
Anderson (1987) bahwa keunggulan bahan ajar cetak meliputi tujuh hal, yaitu
sebagai berikut :
10
a. Siswa dapat berhenti sewaktu-waktu untuk melihat sumber lain.
b. Siswa dapat belajar sesusai dengan kecepatan masing-masing. Materi
pembelajaran dapat dirancang dengan berbagai cara sehingga memberi
kesempatan bagi siswa untuk berjalan sesuai dnegan kemauan dan kemampuan
masing-masing.
c. Bahan ajar cetak biasanya mudah dibawa, sehingga siswa dapat
menggunakannya sesuai keinginannya.
d. Guru dan siswa dapat dengan mudah dalam mengulang materi pembelajaran.
e. Gambar atau foto hitam putih mudah diadaptasikan ke halaman bahan ajar
cetak.
f. Isi pesan bahan ajar cetak sudah baku tetap, tetapi kesuksesannya dapat
dirangkai kembali, baik oleh siswa maupun oleh guru, atau instruktur dengan
jalan memperbaikinya.
g. Materi pelajaran dapat diproduksi dengan ekonomis, dapat didistribusikan,
dengan mudah, mudah dieprbaiki, juga dapat menyajikan gambar diam, dan
dapat dengan mudah untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Adapun untuk kelemahan bahan ajar cetak adalah meliputi lima macam, yaitu
sebagai berikut :
a. Untuk mencetak bahan ajar cetak memerlukan waktu yang cukup lama.
b. Mencetak warna gambar atau berwarna memerlukan biaya yang cukup mahal.
c. Sulit menampilkan gambar bergerak pada bahan ajar.
d. Pelajaran yang terlalu banyak dalam bahan ajar biasanya dapat mematikan
minat dan menyebabkan kebosanan.
e. Jika tidak dirawat dengan baik, maka bahan ajar cetak akan cepat rusak, atau
hilang.
2. Modul
a. Pengertian Modul
Majid (2008), mengatakan bahwa modul adalah sebuah buku yang ditulis
dengan bertujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru. pendapat yang lain mengatakan bahwa modul diartikan sebagai
seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis sehingga penggunaannya
dapat belajar bersama seorang guru ataupun tidak. Dengan demikian, modul
seharusnya dapat dijadikan sebagai sebuah bahan ajar untuk menggantikan fungsi
guru ketika guru berhalangan hadir. Jika guru mempunyai fungsi menjelaskan
11
sesuatu maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah
diterima siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya, (Depdiknas, 2008).
Modul dapat dirumuskan sebagai unit yang lengkap dan berdiri sendiri
dan terdiri atas suatu unit rangkaian kegiatan yang disusun membantu siswa
mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas, (Nasution,
2003). Pendapat lain mengatakan bahwa Modul ialah bahan belajar yang
dirancang secara sistematik berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam
bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri
dalam satuan waktu tertentu, (Purwanto dkk, 2007).
Sudjana dan Rifai (2002) makna modul menurut istilah asalnya, adalah alat
ukur yang lengkap, merupakan unit yang berfungsi secara mandiri, terpisah
tetapi juga dapat berfungsi sebagai kesatuan dari seluruh unit lainnya. Modul
merupakan jenis kesatuan kegiatan belajar yang terencana, dirancang untuk
membantu para siswa secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
Modul bisa dipandang sebagai paket program pengajaran yang terdiri dari
komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan ajar, metode belajar, alat
atau media, serta sumber belajar dan sistem evaluasinya.
Majid (2008) mengatakan bahwa pembelajaran dengan modul memungkinkan
siswa yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar maka akan lebih cepat
menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibandingkan dengan siswa yang
lainnya. Oleh sebab itu, modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan
dicapai oleh siswa, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan
dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa modul pada dasarnya
adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya
agar mereka dapat belajar secara mandiri dalam artian tanpa bantuan atau
bimbingan dari guru. Selain itu dengan menggunakan modul, siswa juga dapat
mengukur sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang dibahas pada setiap
satuan modul sehingga jika telah menguasainya, maka mereka dapat melanjutkan
pada satuan modul tingkat berikutnya. Begitupun sebaliknya, jika siswa belum
mampu maka mereka diminta untuk mengulangi dan mempelajarinya kembali.
Untuk menilai baik tidaknya atau bermakna tidaknya suatu modul dapat ditentukan
oleh mudah tidaknya modul digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran.
12
b. Karakteristik modul
Terdapat beberapa karakteristik dalam bahan ajar cetak yang berupa modul.
Menurut Prastowo (2012), ada tujuh karakteristik modul, yaitu :
1) Modul dirancang untuk sistem pembelajaran mandiri.
2) Modul merupakan program pembelajaran yang utuh dan sistematis.
3) Modul mengandung tujuan, bahan atau kegiatan dan evaluasi.
4) Modul disajikan secara komunikatif, dua arah.
5) Modul diupayakan agar dapat mengganti beberapa peran pengajar.
6) Modul memiliki cakupan bahasan terfokus dan terukur.
7) Modul mementingkan aktivitas belajar pemakai.
Sejalan dengan hal tersebut, Vembriarto (1985) menambahkan bahwa modul
memiliki lima macam ciri khas, yaitu sebagai berikut :
1) Modul merupakan unit pengajaran terkecil dan lengkap.
2) Modul memuat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematis.
3) Modul memuat tujuan belajar yang dirumuskan secara eksplisit dan spesifik.
4) Modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent), modul memuat
bahan yang bersifat self-instructional.
5) Modul merupakan realisasi pengakuan perbedaan individual, merupakan salah
satu perwujudan pembelajaran individual. Oleh sebab itu, pembelajaran dengan
modul memungkinkan seorang siswa yang memiliki kecepatan tinggi dalam
belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar
dibandingkan siswa lainnya.
c. Fungsi, Tujuan dan Manfaat Modul
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya modul adalah sebuah
bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya agar
dapat membantu mereka dalam belajar secara mandiri dengan bantuan atau tanpa
bimbingan yang minimal dari pendidik. Dengan demikian mengisyaratkan bahwa
dalam penyusunan modul memiliki arti penting bagi kegiatan pembelajaran. Arti
penting ini diantaranya adalah fungsi, tujuan, dan kegunaan modul bagi kegiatan
pembelajaran, (Prastowo, 2014).
Modul memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu sebagai berikut :
13
1) Sebagai bahan ajar mandiri. Maksudnya penggunaan modul dalam proses
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar
secara mandiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik.
2) Sebagai pengganti fungsi pendidik. Maksudnya modul adalah sebagai bahan
ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan
mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.
Sementara fungsi penjelas sesuatu itu juga melekat pada pendidik. Oleh sebab
itu, penggunaan modul dapat berfungsi sebagai pengganti fungsi atau peran
fasilitator atau pendidik.
3) Sebagai alat evaluasi. Maksudnya dengan modul siswa dituntut dapat
mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang
telah dipelajari. Dengan demikian, modul juga sebagai alat evaluasi.
4) Sebagai bahan rujukan bagi siswa. Maksudnya karena modul mengandung
berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa, maka modul juga memiliki
fungsi sebagai bahan rujukan bagi siswa.
Sementara itu, dalam pembuatan atau penyusunan modul untuk kegiatan
pembelajaran memiliki lima tujuan, yaitu sebagai berikut :
1) Agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan dari
pendidik.
2) Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan
pembelajaran.
3) Untuk melatih kejujuran siswa.
4) Untuk mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa. Bagi
siswa yang memiliki kecepatan belajarnya tinggi, maka ia akan dapat belajar
lebih cepat dan menyelesaikan modul dengan lebih cepat pula. Dan sebaliknya
bagi siswa yang memiliki kecepatan belajarnya rendah maka dipersilahkan
untuk mengulanginya kembali.
5) Agar siswa mampu mengukur diri sendiri tingkat penguasaan materi yang telah
dipelajarinya, (Prastowo, 2012).
Dilihat dari sisi kegunaannya, modul memiliki empat macam kegunaan dalam
proses pembelajaran, sebagaimana yang diungkapkan Andriani dan Andi Prastowo,
yaitu sebagai berikut :
1) Modul sebagai penyedia informasi dasar. Karena dalam modul disajikan
berbagai materi pokok yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
14
2) Modul sebagai bahan instruksi atau petunjuk bagi siswa.
3) Modul sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif.
4) Modul bisa menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik dan menjadi
bahan untuk berlatih siswa dalam melakukan penilaian sendiri (self-assesment),
(Belawati dan Sadjati, 2003).
d. Unsur-unsur Modul
Untuk dapat mebuat modul yang baik dan benar, salah satu hal terpenting yang
harus dimengrti adalah struktur bahan ajar. Seperti yang telah dijelaskan oleh Tim
Penyusun Direktorat pembinaan Sekolah Menengah Atas, (Depdiknas, 2008)
bahwa modul paling sedikitnya berisi tujuh komponen, diantaranya adalah sebagai
berikut : judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa atau pendidik), kompetensi yang
akan dicapai, informasi pendukung, latihan, petunjuk kerja atau dapat pula berupa
lembar kerja (LK), dan evaluasi. Berdasarkan struktur ini dapat diketahui bahwa
komponen utama yang harus ada dalam sebuah modul meliputi ketujuh komponen
atau unsur tersebut. Melalui ketujuh komponen tersebut itulah kita dapat
membangun sebuah bahan ajar yang disebut modul.
Sementara itu, Andi Prastowo (2012) mengatakan bahwa secara teknis modul
tersusun dalam empat unsur, yaitu sebagai berikut :
1) Judul Modul. Judul ini berisi tentang nama modul dari suatu mata pelajaran
atau mata kuliah tertentu.
2) Petunjuk Umum, unsur ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut :
kompetensi dasar, pokok bahasan, indikator pencapaian, referensi (diisi
petunjuk guru atau dosen tentang buku-buku referensi yang akan digunakan),
strategi pembelajaran, menjelaskan metode, langkah yang digunakan dalam
proses pembelajaran, lembar kegiatan pembelajaran, petunjuk bagi peserta
didik untuk memahami langkah-langkah pada materi perkuliahan atau
pelajaran, dan terkahir evaluasi.
3) Materi modul. Berisi penjelasan secara perinci tentang materi yang dikuliahkan
pada setiap pertemuan.
4) Evaluasi semester. Evaluasi ini terdiri dari tengah dan akhir semester dengan
tujuan untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai materi kuliah yang
diberikan.
15
Adapun Vembriarto (1985), memiliki pandangan lain pada modul yang
dikembangkan di Indonesia meliputi tujuh unsur, yakni sebagai berikut :
1) Rumusan Tujuan Pengajaran yang Eksplisit dan Spesifik. Tujuan pengajaran
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku atau sikap siswa. Tiap-tiap rumusan
tujuan itu melukiskan tingkah laku mana yang diharapkan dari siswa setelah
menyelesaikan tugasnya dalam mempelajari suatu modul. Rumusan tujuan
pembelajaran ini tercantum dalam dua bagian, yaitu dalam lembar kegiatan
siswa, untuk memberitahukan kepada mereka sikap mana yang diharapkan dari
mereka setelah berhasil menyelesaikan modul. Dan dalam petunjuk guru, untuk
memberitahukan kepadanya tingkah laku atau pengetahuan siswa yang mana
yang seharusnya telah dimiliki oleh siswa setelah mereka menyelesaikan
modul yang bersangkutan.
2) Petunjuk untuk Guru. Petunjuk untuk guru ini berisi keterangan tentang
bagaimana pengajaran itu dapat diselenggarakan secara efisien. Petunjuk guru
juga berisi penjelasan tentang jenis-jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa di kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul yang
bersangkutan, alat-alat pelajaran dan sumber yang harus digunakan, prosedur,
evaluasi, dan jenis alat evaluasi yang digunakan.
3) Lembaran Kegiatan Siswa. Lembaran ini memuat materi pelajaran yang harus
dikuasai oleh siswa. Materi dalam lembaran kegiatan siswa disusun secara
khusus sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah
dirumuskan dalam modul tersebut dapat tercapai. Dalam lembaran kegiatan ini
dicantumkan pula kegiatan pengamatan, percobaan, dan sebagainya yang harus
dilakukan oleh siswa.
4) Lembaran Kerja bagi Siswa. Materi pelajaran dalam lembar kegiatan tersebut
disusun sedemikian rupa sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam lembaran kegiatan ini, dicantumkan pertanyaan dan masalah-masalah
yang harus dijawab dan dipecahkan oleh siswa. Sementara itu, lembaran kerja
yang menyertai kegiatan siswa digunakan untuk menjawab pertanyaan dan
memecahkan masalah tersebut. Pada lembaran kegiatan, siswa dilarang
membuat coretan dalam bentuk apapun, karena buku modul itu akan digunakan
oleh para siswa lain di waktu-waktu yang akan datang. Semua kegiatan siswa
dilakukan pada kertas lembaran kerja.
16
5) Kunci Lembaran Kerja. Materi pada modul tidak saja disusun agar siswa
senantiasa aktif memecahkan masalah, melainkan juga dibuat agar siswa dapat
mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Oleh karena itu, pada tiap-tiap modul
selalu disertakan kunci lembaran kerja. Dengan adanya kunci lembaran kerja
ini, siswa dapat memeriksa ketepatan hasil pekerjaannya. Siswa berkesempatan
memeriksa dan mengoreksi kembali apabila ia membuat kesalahan dalam
pekerjaannya.
6) Lembaran Evaluasi. Lembaran evaluasi ini berupa test dan rating scale.
Evaluasi guru terhadap tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada
modul oleh siswa ditentukan oleh hasil tes akhir yang terdapat pada lembaran
evaluasi tersebut, dan bukannya oleh jawaban-jawaban siswa yang terdapat
pada lembar kerja. Para siswa yang malas hanya akan menyalin kunci jawaban
ke dalam lembaran kerjanya akan segera sadar, bahwa dengan cara belajar ia
tidak akan siap menghadapi tes akhir yang akan diberikan oleh guru. Landasan
evaluasi dan kuncinya ini senantiasa disimpan oleh guru.
7) Kunci Lembaran Evaluasi. Dalam hal ini test dan rating scale yang tercantum
pada lembaran evaluasi tersebut disusun oleh penulis modul dalam item tes.
Adapun item tes tersebut disusun dan dijabarkan dari rumusan tujuan pada
modul. Oleh sebab itu, dari hasil jawaban terhadap teks soal tersebut dapatlah
diketahui tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul yang
bersangkutan. Dan kunci jawaban test dan rating scale tersebut juga disusun
oleh penulis modul.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat kita ketahui bahwa struktur
modul terdapat beberapa variasi. Namun, setidaknya kita dapat menemukan bahwa
ada tiga macam variasi struktur modul seperti yang telah dijelaskan diatas. Jika kita
hendak membuat modul maka lebih baiknya kita memilih salah satu variasi struktur
modul tersebut secara konsisten, agar struktur modul yang kita buat terjaga sekuens
dan sistematikanya.
e. Langkah-langkah Pembuatan Modul
Modul yang baik adalah modul yang dapat digunakan dengan mudah dan
hasilnya dapat sesuai tujuan. Dalam menyusun sebuah modul, ada empat tahapan
yang harus dilalui, yaitu analisis kurikulum, penentuan judul-judul modul,
pemberian kode modul, dan penulisan modul (Depdiknas, 2004).
17
1) Analisis Kurikulum. Tahap perama ini bertujuan untuk menentukan materi-
materi mana yang memerlukan bahan ajar. Mulyasa (2013) berpendapat
bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan menganalisis kurikulum
tersebut, sedikitnya mencakup tiga langkah kegiatan, yaitu mengidentifikasi
kompetensi, mengembangkan struktur kurikulum, dan mendeskripsikan mata
pelajaran.
2) Menentukan Judul Modul. Untuk menentukan judul modul, kita harus mengacu
kepada kompetensi-kompetensi dasar atau materi pokok yang ada didalam
kurikulum. Satu kompetensi dapat dijadikan sebagai modul apabila kompetensi
itu tidak terlalu besar.
3) Pemberian Kode Modul. Dalam penyusunan modul, untuk memudahkan dalam
pengelolaan modul, maka sangat diperlukan adanya kode modul. Pada
umumnya, kode modul adalah angka-angka yang diberi makna. Contohnya,
digit pertama, angka satu (1) berarti IPA, angka dua (2) berarti IPS, dan
lainnya.
4) Penulisan Modul. Penulisan modul hendaknya memperhatikan lima acuan
penting, yaitu : perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan
alat evaluasi atau penilaian, penyusunan materi, urutan pengajaran, dan struktur
modul.
Sementara itu, Daryanto (2013) mengungkapkan ada lima langkah dalam
penyusunan sebuah modul, yaitu sebagai berikut :
1) Analisis kebutuhan modul. Kegiatan ini berupa analisis silabus dan RPP untuk
memperoleh informasi mengenai modul yang dibutuhkan. Tujuan analisis
kebutuhan modul adalah untuk mengidentifikasi dan menetapkan jumlah dan
judul modul yang harus dikembangakan. Sadiman (2012) suatu program media
akan dianggap terlalu mudah bagi siswa bila siswa tersebut telah memiliki
sebagian besar pengetahuan/ keterampilan yang disajikan oleh program media
tersebut. Daryanto (2013) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran umum
dapat menggambarkan tentang apa yang ingin disampaikan oleh pengajar/
modul. Tujuan adalah hasil akhir yang diinginkan oleh guru terhadap siswanya.
2) Desain modul. Desain penulisan modul yang dimaksud disini adalah rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru. Penyusunan
modul belajar diawali dengan manyusun buram atau draft/konsep modul.
Modul yang dihasilkan dinyatakan sebagai buram sampai dengan selsesainya
18
proses validasi dan uji coba .Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak, barulah
sebuat modul dapat diimplementasikan secara real di lapangan.
3) Implementasi. Implementasi modul dalam kegiatan belajar dilaksanakan sesuai
dengna alur yang telah digariskan dalam modul. Bahan, alat, media dan
lingkungan belajar yang dibutuhkan dlaam kegiatan pembelajaran diupayakan
dapat dipenuhi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai . strategi pembelajaran
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan skenario yang ditetapkan.
4) Penilaian. Penilaian hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
penguasan peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam
modul.
5) Evaluasi dan validasi. Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan
pembelaajran, secara periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Untuk
keperluan evaluasi dapat dikembangkan suatu instrumen evaluasi yang
didasarkan pada karakteristik modul tersebut. Validasi dapat dilakukan dengan
cara meminta bantuan ahli yang menguasai kompetensi yang dipelajari. Bila
tidak ada, maka dilakukan oleh sejumlah guru yang mengajar pada bidang atau
kompetensi tersebut. Validator membaca ulang dengan cermat isi modul.
Validator memeriksa, apakah tujuan belajar, uraian materi, bentuk kegiatan,
tugas dan laithan atau kegiatan lainnya yang ada diyakini dapat efektif untuk
digunakan sebagai media mengasai kompetensi yang menjadi terget belajar.
Bila hasil validasi ternyata menyatakan bahwa modul tidak valid, maka modul
tersebut perlu diperbaiki sehingga menjadi valid.
f. Kelebihan dan Kekurangan Modul
Modul mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagaimana yang dikemukakan
oleh Vembriarto (1985). Kelebihan menggunakan modul dalam proses belajar
mengajar antara lain:
1) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun
guru.
2) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan
motivasi atau gairah belajar, mengembangkan kamampuan dalam berinteraksi
langsung dengan lingkungan belajar.
3) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya.
4) Siswa lebih aktif belajar.
19
5) Guru dapat berperan sebagai pembimbing, bukan semata-mata sebagai
pengajar.
6) Membiasakan siswa untuk percaya pada diri sendiri.
7) Adanya kompetisi yang sehat antar siswa.
8) Dapat meringankan beban guru.
9) Belajar lebih efektif, dan evaluasi perbaikan yang cukup berarti.
10) Sistem ini dapat menyerap perhatian anak sehingga pelajaran menunjukkan
lebih berhasil apabila dibandingkan dengan ceramah.
Kelemahan penggunaan modul dalam proses pembelajaran sebagaimana yang
dikemukakan oleh Vembriarto antara lain:
1) Kesukaran pada siswa tidak segera dibatasi.
2) Tidak semua siswa dapat belajar sendiri, melainkan membutuhkan bantuan
guru.
3) Tidak semua bahan dapat dimodulkan dan tidak semua guru mengetahui cara
pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul.
4) Kesukaran penyiapan bahan dan memerlukan banyak biaya dalam
pembuatan modul.
5) Adanya kecenderungan siswa untuk tidak mempelajari modul secara baik.
B. Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
PjBL menurut Rais (2010) merupakan kegiatan pembelajaran yang membuat
siswa bekerja di dalam tim, menemukan keterampilan, merencanakan,
mengorganisasi, bernegosiasi, bertanggung jawab terhadap tugas yang telah
ditetapkan, belajar dan mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikannya secara
ilmiah dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan
kreativitas, inovasi, kerjasama tim, dan kemampuan berkomunikasi dengan baik.
Project Based Learning (PjBL) merupakan model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan
melibatkan kerja proyek. Proyek ini memuat tugas yang kompleks
berdasarkan pada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut
siswa bekerja melalui serangkaian tahap metode ilmiah (Thomas dalam Wena 2010).
PjBL mengharuskan siswa untuk berpikir kritis, analitis, menggunakan kemampuan
berpikir yang tinggi, membutuhkan kolaborasi, komunikasi, pemecahan masalah dan
pembelajaran yang mandiri.
20
Simkins dalam Yunus Abidin (2013) menyatakan bahwa Model Project Based
Learning sebuah model pembelajaran yang digunakan sebagai sarana bagi siswa
untuk beroleh seperangkat pengetahuan dan keterampilan belajar yang baru melalui
serangkaian aktivitas merancang, merencanakan, dan memproduksi produk tertentu.
Penerapan langkah-langkah PjBL dalam memecahkan masalah lingkungan yang
terkait dengan pencemaran lingkungan disebut tindakan kreatif. Kondisi yang
memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi
pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk
melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Guru harus menghargai
produk kreativitas siswa dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya
dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya siswa. Ini akan lebih
menggugah minat siswa untuk berkreasi. Orang kreatif biasanya tidak banyak bicara
dalam hal bertindak. Apa yang menjadi keyakinannya akan segera dilakukan. Konsep
kreatif yang dimiliki akan segera ditindak lanjuti menjadi sebuah karya nyata. Karya
nyata tersebut berupa produk kreatif yang akan dibuat.
The George Lucas Educational Foundation (2005) mengemukakan langkah-
langkah PjBL sebagai berikut.
a. Start with the essential question, pembelajaran dimulai dengan pertanyaan yang
esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada siswa untuk
melakukan seuatu kegiatan. Topik yang diambil harus relevan, sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan investigasi mendalam.
b. Design a plan for the project, perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru
dan siswa agar siswa merasa “memiliki” atas proyek yang direncanakan.
Perencanaan berisi aturan main, pemilihan aktivitas yang mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial, mengintegrasikan berbagai subyek yang mungkin
dan mengetahui alat serta bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek.
c. Create a schedule, aktivitas pada tahap ini antara lain (1) membuat timeline
penyelesaian proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa
siswa agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka
membuat langkah yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa
untuk membuat penjelasan atau alasan tentang pemilihan suatu cara.
d. Monitor the students and the progress of the project, pengawasan dilakukan oleh
guru selama siswa menyelesaikan proyek. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara
21
memfasilitasi siswa pada setiap proses dan berperan sebagai mentor bagi setiap
aktivitas siswa. Rubrik yang merekam seluruh aktivitas siswa yang penting dapat
disusun untuk mempermudah proses monitoring.
e. Assess the outcome, penilaian dilakukan untuk mengukur ketercapaian standar,
mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tingkat
pemahaman siswa yang telah dicapai, dan membantu guru untuk menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
f. Evaluate the experience, pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang telah dijalankan.
Refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa
diminta mengungkapkan perasaan dan pengalaman selama kegiatan proyek. Guru
dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab pertanyaan esensial yang diajukan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang diorientasikan untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan belajar para siswa melalui
serangkaian kegiatan merencanakan, melaksanakan penelitian, dan menghasilkan
produk tertentu yang dibingkai dalam satu wadah berupa proyek pembelajaran. Model
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri proyek yang akan
dikerjakannya baik dalam hal merumuskan pertanyaan yang akan dijawab, memilih
topik yang akan diteliti, maupun menentukan kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, menyediakan bahan dan
pengalaman bekerja, mendorong siswa berdiskusi dan memecahkan masalah, dan
memastikan siswa tetap bersemangat selama mereka melaksanakan proyek.
C. Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa
yang telah ada. Kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh
suksesi, diskontinuitas, diferensiasi, dan integrasi antara tahap perkembangan,
(Rachmawati dan Euis, 2005). Adapun Samiawan (1997) mengemukakan bahwa
22
kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Kreativitas sebagai suatu proses yang menjadikan seseorang menjadi lebih
peka terhadap berbagai masalah, kekurangan, kurangnya wawasan, dan ketidak
selarasan, kemudian kesulitan dibatasi, mencari solusi, membuat taksiran,
menyusun hipotesis untuk diuji, dan akhirnya memberikan suatu hasil, (Torrance
dalam Abdussalam, 2005).
Stenberg (2006), jenis kreativitas dapat dikembangkan menjadi berbagai
macam dengan diawali ulangan kecil. Selain itu, sejauh ini tujuan seseorang adalah
memaksimalkan memori siswa dalam memperoleh informasi, mengajarkan siswa
untuk kreatif, analisis, dan praktis didasari keunggulan pemikirannya sehingga
memungkinkan siswa mendominankan kekuatan mereka, memperbaiki kelemahan
mereka serta mengkodekan materi dengan berbagai arahan yang unik.
Peningkatan pemahaman kreativitas akan meningkatkan kesadaran kreativitas.
Siswa biasanya itu lebih banyak aktif daripada pasif dan mereka memiliki kapasitas
untuk menghasilkan sesuatu. Sesuatu yang dihasilkan siswa bisa berupa ide,
pertanyaan ataupun suatu produk, (Zuchdi, 2009).
Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk
mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan
dalam kadar yang berbeda-beda. Yang terpenting bagi dunia pendidikan ialah
bahwa bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan, (Munandar,
1995).
Laland (Abdussalam, 2005), fokus kreativitas ini pada prosesnya dalam
mengasilkan sesuatu yang baru meskipun unsur-unsurnya ada sebelumnya sebagai
pertanda adanya inovasi. Inovasi merupakan bagian dari kreativitas karena
menambahkan unsur-unsur baru dalam menghasilkan suatu produk. Produk
merupakan wujud dari kreativitas siswa, pengertian produk sendiri menurut Uno
dan Nurdin (2012) bahwa produk merupakan salah satu dimensi kreativitas yang
mana dimensi-dimensi lainnya yaitu person, proses, dan press atau dorongan.
Berdasaran penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan
suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun
produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, fleksibel, suksesi, dan
diskontinuitas, yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu
23
masalah. Jadi kreativitas merupakan bagian dari usaha seseorang. Kreativitas akan
menjadi seni ketika seseorang melakulan kegiatan.
2. Aspek-aspek Kreativitas
Satiadarma dan Waruwu (2003) mendefinisikan kreativitas dalam empat
dimensi yang dikenal sebagai Four P’s of Creativity, yakni dimensi Person,
process, Press, dan Product. Dari segi pribadi (person) kreativitas menunjuk pada
potensi daya kreatif yang terdapat pada setiap pribadi seseorang. Dari segi proses
(process) dapat dirumuskan sebagai bentuk pemikiran dimana individu berusaha
menemukan hubungan-hubungan yang baru, mendapatkan jawaban, metode atau
cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah. Kreativitas juga sebagai
pendorong (press) yang datang dari diri sendiri (internal) dalam bentuk hasrat dan
motivasi yang kuat untuk selalu berkreasi. Seperti yang dikemukakan oleh Baron
(1976) dalam Satiadarma Waruwu (2003) bahwa kreatifitas dari segi hasil
(Product) adalah Creativity is the ability to bring something new into existence.
Yakni segala sesuatu yang dihasilkan oleh seseorang sebagai hasil dari keunikan
pribadinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Sejalan dengan Satiadarma, Utami munandar (2003) juga mengemukakan
bahwa sehubungan dengan pengembangan kreativitas siswa, kita perlu meninjau
empat aspek dari kreativitas, yaitu pribadi, pendorong, proses, dan produk (4P dari
kreativitas)
a. Pribadi
Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi
dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif ialah yang mencerminkan orisinilitas dari
individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan
timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Oleh karena itu pendidik
hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat siswanya (jangan
mengharapkan semua melakukan atau menghasilkan hal-hal yang sama, atau
mempunyai minat yang sama). Guru hendaknya membantu siswanya menemukan
bakat-bakatnya dan menghargainya.
b. Pendorong (press),
Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari
lingkungannya, ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi
internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam
lingkungan yang mendukung tetapi dapat pula terhambat dalam lingkungan yang
24
tidak menunjang. Di dalam keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan
maupun di dalam masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap
dan perilaku kreatif individu atau kelompok individu.
Press atau dorongan terdiri dari dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor
penghambat. Berikut ini penjelasan dari kedua faktor tersebut yang dipaparkan oleh
Uno dan Nurdin (2012), yaitu:
1) Faktor Pendorong, faktor pendorong timbulnya kreativitas meliputi peka
terhadap lingkungan, bebas dalam bertindak di lingkungannya, komitmen
untuk kuat dan pantang mundur, optimis dengan berani menghadapi
konsekuensi, tekun berlatih, mengganggap masalah sebagai tantangan, dan
lingkungan yang mendukung, tidak kaku maupun otoriter.
2) Faktor Penghambat, faktor penghambat kreativitas meliputi malas melakukan
sesuatu, berfikir, bertindak bahkan berusaha; meremehkan karya orang lain,
mudah putus asa, cepat bosan, dan tidak tahan uji; cepat puas; tidak berani
menanggung konsekuensi; tidak percaya diri; dan tidak disiplin.
c. Proses
Untuk mengembangkan kreatif, anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk
diri secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang untuk melibatkan dirinya
dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana
yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting ialah memberi kebebasan kepada
anak untuk mengekspresikan dirinya secara aktif, tentu saja dengan persyaratan
tidak merugikan orang lain atau lingkungan. Pertama-tama yang perlu ialah proses
bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut
dihasilkannya produk-produk kreatif yang bermakna. Hal itu akan datang dengan
sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima, dan menghargai. Perlu pula
diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga tidak ada peluang
untuk kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang monoton, tidak menunjang siswa
untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif.
d. Produk
Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang
bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh mana
keduanya mendorong (press) seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses
(kesibukan, kegiatan) kreatif. Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif,
dan dengan dorongan (internal maupun eksternal) untuk bersibuk diri secara
25
kreatif, maka produk-produk kreatif yang bermakna dengan sendirinya akan timbul.
Hendaknya pendidik menghargai produk kreativitas anak dan
mengkomunikasikannya kepada yang lain. Misalnya dengan mempertunjukkan atau
memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk
berkreasi.
Berdasarkan empat dimensi yang telah dipaparkan di atas, ada keterkaitan
antara kreativitas dengan kecerdasan. Siswa yang kreatif dapat dipastikan cerdas
tetapi siswa cerdas belum tentu kreatif. Sebab lahirnya kreatif membutuhkan lebih
dari sekedar intelligence. Setiap dihadapkan permasalahan ia mampu
memecahkannya melalui pola pikir divergen dimana dalam memecahkan masalah
ia dapat memperkaya pemecahan masalah dengan berbagai alternatif jawaban.
Kreativitas siswa bersifat divergen, keterampilan berfikir kreatif memiliki langkah-
langkah yang meliputi pengetahuan, berfikir dalam-dalam, menemukan ide,
verifikasi mana yang tidak melanggar norma. Artinya bahwa kreatif itu akan
memecahkan masalah
3. Indikator Kreativitas
Ciri-ciri kreativitas dapat dikelompokkan dalam dua kategori, kognitif dan non
kognitif. Ciri kognitif diantaranya orisinilitas, fleksibilitas, kelancaran, dan
elaborasi. Sedangkan ciri non kognitif diantaranya motivasi sikap dan kepribadian
kreatif. Kedua ciri ini sama pentingnnya, kecerdasan yang tidak ditunjang dengan
kepribadian kreatif tidak akan menghasilkan apapun. Kreativitas hanya dapat
dilahirkan dari orang cerdas yang memiliki kondisi psikologi yang sehat.
Kreativitas tidak hanya perbuatan otak saja namun variabel emosi dan kesehatan
mental sangat berpengaruh terhadap lahirnya sebuah karya kreatif. Kecerdasan
tanpa mental yang sehat sulit sekali dapat menghasilkan karya kreatif, (Slameto,
2003).
Munandar (2003) mengemukakan 9 pasang ciri-ciri kepribadian kreatif yang
seakan-akan paradoksal tetapi saling terpadu secara dialektis.
a. Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka
dapat bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh, tetapi mereka juga bias
tenang dan rileks, tergantung situasinya.
b. Pribadi kretaif cerdas dan cerdik tetapi pada saat yang sama mereka juga naïf.
Mereka nampak memilliki kebijaksanaan (wisdom) tetapi kelihatan seperti
anak-anak (child like). Insight mendalam nampak bersamaan dalam ketidak
26
matangan emosional dan mental. Mampu berfikir konvergen sekaligus
divergen.
c. Ciri paradoksal ketiga berkaitan dengan kombinasi sikap bermain dan disiplin.
d. Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi, namun tetap
bertumpu pada realitas. Keduanya diperlukan untuk dapat melepaskan diri dari
kekinian tanpa kehilangan sentuhan masa lalu.
e. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun
ekstroversi.
f. Orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya pada saat
yang sama
g. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis, yaitu
mereka dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-feminin)
h. Orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang (passionate) bila
menyangkut karya mereka, tetapi juga sangat obyektif dalam penilaian karya
mereka.
i. Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering menderita jika
mendapat banyak kritik dan serangan, tetapi pada saat yang sama ia merasa
gembira yang luar biasa
Proses kreativitas hanya akan terjadi ketika dibangkitkan melalui masalah yang
diapaparkan oleh Parnes sebagai berikut : fluency (kelancaran) yaitu kemampuan
mengemukakan ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah, flexibility
(keluwesan) kemampuan untuk memunculkan berbagai macam ide guna
memecahkan suatu masala di luar kategori yang biasa, originality (keaslian) yaitu
kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa, elaboration
(keterperincian) yaitu kemampuan menyatakan ide secara terperinci untuk
mewujudkan ide menjadi kenyataan, dan sensitifity (kepekaan) yaitu kepekaan
menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi,
(Rachmawati dan Euis, 2005).
Kelima hal tersebut menjadi daftar lima sub skala beserta deskripsi setiap sub
skala dan menginformasikan tentang penskoran dan isi yang diukur, (Hee, 2010).
Munro (2001) bahwa indikator familiar yang digunakan oleh desainer tes untuk
menilai potensi kreativitas diantaranya: fluency, fleksibilty, orisinality dan
elaboration. Kreativitas siswa akan memberikan tantangan siswa dalam
memecahkan suatu permasalahan misalnya mengenai pencemaran lingkungan.
27
Setidaknya mereka berfikir apa yang terjadi di lingkungannya, dimanakah sumber
terjadinya pencemaran lingkungan, mengapa hal tersebut terjadi, untuk apa
mengatasinya, dan bagaimanakah cara menanganinya.
Beberapa faktor tertentu akan ditemukan dalam kreativitas, termasuk kepekaan
terhadapmasalah (including sensitivity to problems), kelancaran ide (ideational
fluency), fleksibilitas (flexibility), ideasional baru (ideational novelty), kemampuan
mensintesis (synthesizing ability), kemampuan analisa (analyzing ability),
reorganisasi atau mendefinisikan kembali kemampuan (reorganizing or redefining
ability), rentang struktur ideasional (span of ideational structure), dan
mengevaluasi kemampuan (evaluating ability), (Guilford, 1950).
Berdasarkan penjabaran diatas maka peneliti mengambil 4 indikator kreativitas
dalam pembuatan instrumen tes dan observasi ativitas siswa yang disajikan dalam
table 2.1.
Tabel 2.1 Indikator Kreativitas
No Ciri-ciri Kreativitas
Kategori Kognitif Deskripsi Indikator Kreativitas
1. Fluency (Kelancaran
mengemukakan ide)
Mengemukakan ide yang serupa untuk
memecahkan suatu masalah
2. Flexibility (Keluwesan
menghasilkan ide-ide)
Menghasilkan berbagai macam ide yang
berguna dalam memecahkan suatu
permasalahan di luar kriteria yang ada.
3. Elaboration (Menyatakan
ide terperinci)
Menyatakan pengarahan ide secara
terperinci sehingga menjadi kenyataan.
4. Sensitivity (Menanggapi) Peka dalam menangkap dan menghasilkan
masalah sebagai tanggapan terhadap suatu
situasi.
D. Pencemaran Lingkungan
1. Pencemaran Lingkungan
Menurut undang-undang pokok pengelolaan lingungan hidup no. 4 tahun 1982,
polusi atau pencemaran linkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk
hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Segala sesuatu yang dapat menimbulkan pencemaran disebut polutan atau
bahan pencemar. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1) jumlahnya melebihi
28
jumlah normal, 2) berada pada waktu yang tidak tepat, 3) berada di tempat yang
tidak tepat.
Berdasarkan sifatnya bahan pencemar dapat dibedakan menjadi dua yaitu
bahan pencemar yang dapat terdegradasi atau diuraikan (biodegradable) dan bahan
pencemar yang tidak dapat terdegradasi (nonbiodegradable). Bahan pencemar yang
terdegradasi memiliki struktur kimia yang sederhana sehingga dapat didegradasi,
didekomposisi, dihilangkan, atau dirombak, baik melalui proses alam maupun
sistem rekaya manusia sehingga bersifat tidak mencemari. Adapun bahan pencemar
yang tidak terdegradasi adalah senyawa yang tidak terpecah atau terdekomposisi
melalui proses alami, contohnya merkuri dan timbal serta senyawanya, alumunium,
dan plastik.
Menurut tempat terjadinya, pencemaran dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu pencemaran air, udara, dan tanah. Adapun tingkat kebisingan yang
mengganggu disebut pencemaran suara. Pencemaran atau polusi suara disebabkan
antara lain oleh suara bising kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api,
mesin pabrik, dan radio yang berbunyi keras sehingga mengganggu pendengaran.
a. Pencemaran Air
Pencemaran air merupakan peristiwa masuknya bahan-bahan berbahaya,
merugian, atau tidak disukai ke dalam air dengan konsentrasi atau jumlah yang
cukup besar untuk merugikan atau mempengaruhi kegunaan atau kualitas
air.Air dikatakan tercemar apabila terjadi perubahan warna, bau, dan adanya
kematian biota air baik sebagian atau seluruhnya. Faktor penggunaan pupuk
dan pestisida secara berlebihan. Sehingga terjadi blooming tumbuhan air
berupa alga dan ganggang.
Cara pencegahan dan penanggulangannya meliputi pemakaian pestisida
sesuai dosis yang ada, sisa air buangan pabrik sebelum dibuang terlebih dahulu
dinetralkan lalu dibuang tidak di dekat pemukiman, dan setiap rumah memiliki
septitank, (Suwarno, 2002).
b. Pencemaran Udara
Seperti air, udara juga merupakan sumber daya alam yang sangat penting
bagi manusia kehidupan di muka bumi. Udara yang dibutuhkan oleh semua
makhluk hidup tersusun atas bermacam-macam gas, yaitu Nitrogen 78,08 %,
Oksigen 20,93%, Argon 0,93%, Karbon dioksida 0,03%, Neon 0,0018%,
helium 0,0005%, Ozon 2x10-6
%, dan lain-lain hingga 100%. Udara dikatakan
29
murni jika komposisinya seperti yang telah disebutkan tadi. Beberapa
pencemar yang sering sekali mencemari udara antara lain asap, sulfur dioksida
dan oksida nitrogen, kabut asap, karbon monoksida, dan klorofluorokarbon.
c. Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah suatu dampak limbah rumah tangga, industri, dan
penggunaan pestisida yang berlebihan pada tanah. Bentuknya meliputi
menurunnya estetika tanah dan kegunaannya bagi pertanian serta
meningkatnya kandungan zat kimia beracun dan berbahaya di dalamnya.
Pencemaran tanah dapat terjadi karena adanya sampah-sampah organik atau
sampah-sampah anorganik, tertuangnya pestisida dalam dosis yang berlebihan,
tumpahan minyak, dan merembesnya zat-zat kimia berbahaya dari tempat
penampungan limbah industri ataupun rumah tangga ke lapisan permukaan
tanah.
Cara pencegahan pencemaran tanah meliputi sampah plastik dibakar dulu,
membuang sampah pada tempatnya, takaran pestisida tak berlebihan,
penggunaan pupuk anorganik tak berlebihan. Cara penanggulangannya yaitu:
a) daur ulang sampah,b) remediasi : Remediasi yaitu pembersihan permukaan
tanah, c) Remediasi onsite dan offsite, d) Bioremediasi. : Bioremediasi yaitu
pembersihan pencemaran tanah dengan bantuan jamur dan bakteri.
Parameter pencemaran digunakan sebagai indikator (petunjuk) terjadinya
pencemaran dan tingkat pencemaran yang telah terjadi. Parameter pencemaran
meliputi:
1) Parameter Fisik : pengkuran warna, rasa, bau suhu, kekeruhan, dan aktivitas.
2) Parameter Kimia : mengetahui kadar CO2, pH, kasaman, kadar garam, dan
logam berat. Yudo (2010:2) bahwa pencemaran limbah domestik biasanya
meliputi bahan pencemar BOD, COD, amonia, fosfat, detergen, dan tinja. BOD
(Biochemical Oxigen Demand) yaitu sejumlah O2 terlaut yang dibutuhkan oleh
bakteri pengurai bahan pencemar organik dalam air. COD (Chemical Oxigen
Demand) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan oganik secara kimia.
3) Parameter Biologi : sungai yang mengandung siput air dan planaria
menunjukkan sungai tersebut masih status aman.
30
Namun, bila hanya ada Tubifex (cacing merah) tentu sungai tersebut tidak aman
karena cacing ini mampu bertahan hidup di lingkungan yang kaya bahan organik
meskipun hewan yang lain telah mati.
Upaya pencegahan pencemaran lingkungan yaitu:
1) Administratif , secara administratif misalnya undang-undang yang mengatur
tentang pengelolaan lingkungan hidup perlu adanya AMDAL sebelum suatu
proyek pembangunan pabrik dan proyek lainnya pada tanggal 11 maret 1982
oleh presiden RI. Upaya secara administratif lainnya sebagaimana peraturan
yang ada di kota kediri yaitu peraturan Nomor 03 Tahun 2009 tentang
pengelolaan lingkungan hidup serta Peraturan Pemeintah (PP) Nomor 20
Tahun 1990 dan PP nomor 22 Tahun 2001 tentang pengolahan air dan
pengendalian pencemaran air yang mewajibkan semua air limbah domestik
harus diolah sebelum dibuang.
2) Teknologis, secara teknologis misalnya suatu pabrik wajib memiliki unit
pengolahan limbah sehingga zat yang berbahaya terkurangi ataupun musnah.
Upaya perbaikan lahan yang tercemar limbah dengan bioremediasi dan
pemupukan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi
mikroranisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
plutan tersebut, conohnya bakteri pemakan minyak bumi yaitu Pseudomonas
fluorescens.
3) Edukatif, sedangkan secara edukatif merupakan upaya yang mendidik
masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sehingga terciptanya
kepedulian lingkungan. Misalnya melalui seminar, penyuluhan, musyawarah,
dan gotongroyong.
2. Limbah
Dalam suatu proses produksi pasti dihasilkan limbah. Limbah merupakan
sumber daya alam yang telah kehilangan fungsinya. Keberadaannya dalam
lingkungan dapat mengganggu keindahan, kenyamanan, dan kesehatan. Akumulasi
dari limbah berpotensi menjadi polutan penyebab pencemaran. Oleh karena itu,
limbah perlu mendapat perhatian seksama serta penanganan semaksimal mungkin
sebelum menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.
Bermacam-macam limbah dapat berada di sekitar kita, baik limbah padat
maupun cair, baik yang berasal dari kegiatan rumah tangga berupa limbah domestik
maupun dari aktivitas pembangunan, misalnya limbah pabrik, (Pratiwi, 2014).
31
Berdasarkan jenis bahan penyusunnya, limbah dapat dibedakan menjadi limbah
organik dan limbah anorganik.
1. Pemanfaatan Limbah Organik
Limbah organik merupakan sisa-sisa bahan hidup, seperti sampah daun,
kertas, sisa-sisa bahan pertanian (misalnya jerami serta sisa batang tebu), dan
kulit atau kotoran hewan. Karena tersusun atas bahan-bahan organiik, limbah
organik mudah diuraikan oleh organisme pengurai.
Meskipun pada akhirnya akan diuraikan oleh organisme pengurai, sebenarnya
limbah-limbah organik itu masih dapat kita manfaatkan kembali (reuse), baik
dengan cara daur ulang (recycle), maupun tanpa didaur ulang.
a. Dengan Daur Ulang
Limbah-limbah organik tertentu, seperti sampah sayuran, sampah daun, atau
ranting, dapat kita manfaatkan kembali dengan cara didaur ulang, misalnya
menjadi pupuk kompos. Kertas bekas merupakan limbah organik yang juga
dapat didaur ulang menjadi kertas pembungkus, kertas tisu, kertas koran, dan
kertas tulis.
b. Tanpa Daur Ulang
Tidak semua limbah organik padat harus didaur ulang lebih dahulu sebelum
dapat digunakan kembali. Beberapa limbah organik padat itu antara lain : ban
karet bekas dapat dijadikan tempat sampah, ember, sandal, meja atau kursi.
Serbuk gergaji kayu dapat digunakan sebagai media tanam jamur tiram. Selain
itu, kulit jagung dapat dijadikan bunga hiasan.
2. Pemanfaatan limbah Anorganik
Limbah anorganik merupakan sisa-sisa aktivitas yang berasal dari bahan-
bahan tak hidup atau bahan sintetis, seperti minyak bumi, sisa-sisa bahan kimia,
kaleng alumunium, kasa, dan besi. Limbah organik, terutama yang berupa bahan
sintesis, sangan sukar diuraikan kembali oleh organisme pengurai.
Tidak hanya limbah organik padat, limbah anorganik pun dapat dimanfaatkan
kembali, baik dengan cara daur ulang maupun tanpa daur ulang.
a. Dengan Daur Ulang
Beberapa limbah anorganik, seperti kaleng alumunium, besi baja, pecahan
boto dan toples kaca, serta botol, gelas, atau ember plastik, dapat dilebur dan
diolah berulang kali. Mendaur ulang alumunium dari kaleng-kaleng alumunium
32
dapat menghemat energi dan sumber daya jika dibandingkan dengan membuat
alumunium baru.
Pecahan botol dan toples kaca dapat didaur ulang menjadi botol dan toples
baru. Demikian juga dengan botol, gelas, dan ember plastik. Botol dan gelas
plastik bekas kemasan air minum dapat didaur ulang menjadi serbuk plastik
(crumb), yaitu, bahan baku dakron (kapas sintesis untuk bantal atau guling).
b. Tanpa daur Ulang
Beberapa jenis limbah anorganik dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui
proses daur ulang, yaitu dijadikan bermacam-macam barang-barang yang
terkadang memiliki harga jual yang tinggi. Contohnya botol dan gelas plastik
bekas kemasan air mineral dijadikan mainan anak-anak, pot tanaman, atau
hiasan. Pecahan kaca dapat dijadikan hiasan dinding atau lukisan, (Pujiyanto,
2012).
E. Penelitian Terdahulu
Lahra, dkk (2017) melakukan pengembangan modul praktikum berbasis
pendekatan
open ended untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas XI IPA 1 di SMAN I
Simeulue Tengah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan modul
praktikum berbasis open ended pada materi fluida dinamis dapat meningkatkan
kreativitas siswa secara signifikan.
Novianto (2016) juga melakukan pengembangan modul pembelajaran fisika
berbasis proyek (Project Based Learning) pada materi Fluida Statis untuk
meningkatkan kreativitas belajar siswa. Hasil penelitiannya diketahui bahwa
pengembangan modul tersebut dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Penelitian Lindawati (2013) didapatkan hasil bahwa proses pembelajaran
Fisika dengan menggunakan model Project Based Learning terbukti dapat
meningkatkan kreativitas siswa kelas X.6 MAN 4 Kebumen.
Rini Astuti (2015) juga didapatkan bahwa pembelajaran di luar kelas berbasis
proyek (PjBL) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam
membuat proyek untuk menangani limbah yang ada di lingkungan sekolah.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, maka peneliti memiliki pandangan
yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yakni penelitian dengan
menerapkan bahan ajar modul berbasis PjBL di SMAN 1 Astanajapura dapat
meningkatkan kreativitas siswa.