bab ii landasan teori a. kebugaran tubuh · didefinisikan sebagai kecepatan tertinggi oksigen yang...
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebugaran Tubuh
Kebugaran tubuh adalah kemampuan tubuh untuk menyelesaikan
tugas dan pekerjaan sehari hari tanpa kelelahan dan masih memiliki cukup
tenaga bagi tubuh untuk melakukan kegiatan di waktu luang (Caspersen et
al., 1985).
Kebugaran tubuh memiliki beberapa komponen yaitu: 1) Ketahanan
kardiorespirasi 2) Fleksibilitas 3) Keseimbangan 4) Kelincahan 5) Daya
Ledak 6) Ketahanan Otot 7) Kekuatan 8) Strength endurance 9)
Koordinasi (Tancred, 1995).
Tabel 2.1 Uji komponen kebugaran tubuh (Mackenzie, 1997)
Komponen Kebugaran Tubuh Uji
Kelincahan Illinois Agility Test
Keseimbangan Standing Stork Test
Komposisi tubuh Skinfold Test
Kebugaran Kardiorespirasi Multistage Fitness Test
Fleksibilitas Sit and Reach Test
Kebugaran otot NCF Abdominal Conditioning Test
Daya ledak Standing Long Jump/ vertical jump
Kecepatan Sprint 30 meter
Kekuatan Handgrip Dynamometer
Komponen paling penting dalam unsur Kebugaran tubuh adalah
kebugaran Kardiorespirasi (Tancred, 1995).
6
2. Kebugaran Kardiorespirasi
Ketahanan kardiorespiratori adalah salah satu komponen kebugaran
tubuh, yaitu kemampuan dari sistem sirkulasi dan repirasi seseorang dalam
mensuplai sumber tenaga selama aktifitas fisik secara terus menerus serta
sumber tenaga untuk membuang produk produk hasil metabolisme akibat
aktivitas tersebut. Ketahanan kardiorespirasi sering diukur dengan
menggunakan VO2 maks dimana VO2 maks adalah kapasitas oksigen
maksimal yang dapat ditransportasikan dan digunakan oleh otot tubuh saat
aktivitas fisik berlangsung (Gache, 2014).
Kebugaran kardiorespirasi berhubungan erat dengan kesehatan
seseorang. Kebugaran kardiorespirasi yang baik dapat meningkatkan
sensivitas insulin, profil lemak darah dan lipoprotein, komposisi tubuh,
mempengaruhi komposisi tubuh, inflamasi, dan tekanan darah serta sistem
persarafan autonom. Resistensi insulin adalah penentu utama dari penyakit
kardiovaskuler (cardiovasculer disease), khususnya pada individu yang
mengalami obesitas dan kelebihan berat badan (Reaven, 2005).
Kebugaran kardiorespirasi dapat dinilai dengan cara uji maksimal
maupun uji submaksimal. Uji maksimal berarti seseorang didorong untuk
melakukan serangkaian uji hingga mencapai titik maksimal konsumsi
oksigen pada tubuhnya. Uji submaksimal seseorang dipacu tidak sampai
batas maksimal pemakaian oksigen oleh tubuhnya (Yoke, 2014).
Uji Maksimal ada dua macam yaitu uji diagnostik dan uji fungsional.
Uji diagnostik berarti digunakan untuk menilai dan mendiagnosis kelainan
7
suatu penyakit kardiorespirasi. Uji diagnostik biasanya menggunakan
lempeng EKG dalam menilai kondisi jantung seseorang, bisa juga
menggunakan alat pengukur oksigen. penguji memiliki sertifikat standar
untuk melakukan tes diagnostik ini. Tempat dilakukan harus di clinical
setting (Yoke, 2014).
Uji fungsional biasanya untuk menilai kemampuan dan kebugaran
tubuh seseorang. Biasanya sering digunakan dalam penelitian.
Keuntungan dari uji maksimal menurut Yoke (2014), adalah sebagai
berikut:
1) Informasi yang lebih komplit didapatkan dari uji ini dibandingkan
dengan uji submaksimal
2) Respon kardiorespirasi yang spesifik dapat tampak saat tubuh
dipacu mencapai titik maksimal. Ini bermanfaat untuk melihat ada
tidaknya kelainan jantung.
Kelemahan dari uji ini adalah :
1) Memerlukan alat alat khusus yang biasanya mahal serta penguji
yang terlatih dan bersertifikat.
2) Uji maksimal lebih beresiko dibanding uji submaksimal karena
berhubungan dengan beban jantung yang besar.
3) Motivasi, yang menjadi unsur berpengaruh terhadap hasil
penelitian, karena orang lebih memilih uji submaksimal, akibat
lebih mudah dan tidak melelahkan.
8
Menurut Yoke (2014), Dasar dari uji submaksimal biasanya
menggunakan denyut nadi, semakin seseorang memiliki kebugaran tubuh
yang baik, maka semakin rendah denyut nadinya. Keuntungan dan
kerugian uji submaksimal adalah sebagai berikut:
Keuntungan uji submaksimal
1) Tidak mahal
2) Resiko tidak terlalu berbahaya
3) Alat alat khusus tidak diperlukan
4) Penguji tidak harus terlatih dan berpengalaman
Kelemahannya adalah
1) Informasi kurang banyak didapatkan
2) Kurang akurat dibandingkan dengan uji maksimal
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan step test. Metode step test adalah metode dengan cara naik
turun bangku dengan kecepatan tertentu dalam waktu tertentu.
Metode step test ada beberapa protokol, yaitu protokol Kash, Astrand,
Harvard, dan protokol Sharkey. Protokol Kash menggunakan bangku
setinggi 30 cm sama antara laki laki dan perempuan ketinggian
bangkunya. Metode ini menggunakan metronom yang disetel dengan
kecepatan 96x/menit selama 3 menit. Protokol Harvard menggunakan
bangku setinggi 45 cm untuk laki laki dan 43 cm untuk wanita. Metode ini
metronom disetel dengan kecepatan 120x/menit selama 5 menit.
Sedangkan metode Sharkey menggunakan bangku setinggi 40 cm untuk
9
laki laki dan 33 cm untuk wanita. Metronom disetel dengan kecepatan
90x/menit selama 5 menit. (Rusip, 2006).
Protokol lainnya yang belum disebutkan adalah protokol Astrand.
Protokol ini menggunakan bangku setinggi 40 cm untuk laki laki dan 33
cm untuk wanita. Metronom disetel dengan kecepatan 90x/menit selama 5
menit. Protokol ini mirip dengan Sharkey, tetapi letak perbedaannya
adalah saat pengukuran, Astrand lansung diukur selama satu menit begitu
naik turun bangku selesai. Sedangkan, Sharkey peserta duduk terlebih
dahulu dan denyut nadi diukur selama 15 detik dari 15 detik setelah step
test selesai hingga 30 detik hingga step test selesai (Druskins, 1993).
3. Volume Oksigen Maksimal
Volume oksigen maksimal (VO2 maks) didefinisikan sebagai kecepatan
tertinggi oksigen yang bisa diambil, didistribusikan dan digunakan oleh
otot selama proses sintesis ATP secara aerobik (Whyte, 2006 ).
Tubuh manusia memiliki nilai VO2 maks yang berbeda beda, hal itu
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor faktor yang menentukan VO2
maks adalah :
a. Genetik
Setiap individu memiliki rantai DNA (deoxyribonucleic acid)
yang berbeda – beda. Variasi rantai DNA terjadi pada lebih dari 1%
populasi disebut polimorfisme. Polimorfisme mempengeruhi
kapasitas performa setiap individu termasuk VO2 maks. Rantai DNA
10
yang berpengaruh pada VO2 maks salah satunya adalah DNA
mitokondrial. DNA mitokondrial berisi gen yang megatur beberapa
enzim yang berkaitan dengan konsumsi oksigen. Meski beberapa
bukti menunjukkan bahwa kemampuan untuk menyampaikan
oksigen ke otot lebih berperan dari pada kemampuan otot untuk
menggunakan oksigen namun fungsi mitokondria tetap berkaitan
dengan VO2 maks (Brearley dan Zhou, 2006).
b. Usia
Nilai VO2 maks mengalami perubahan pada saat pertambahan
usia. Pada masa anak – anak, nilai VO2 maks lebih rendah dari pada
usia remaja. Hal tersebut berkaitan dengan kematangan organ vital
yang belum sempurna. Setelah memasuki masa remaja, nilai VO2
maks akan mengalami kenaikan. Pada usia dewasa muda yakni 25 –
27 tahun, nilai VO2 maks akan mencapai nilai paling tinggi. Setelah
melewati masa dewasa muda, nilai VO2 maks akan mengalami
penurunan seiring dengan penuaan. Seiring penuaan, fungsi sistem
respirasi akan mengalami penurunan dikarenakan berkurangnya
elastisitas paru dan kekuatan otot pernafasan (Robergs dan Robert,
2000).
c. Jenis Kelamin
Pada wanita, nilai VO2 maks relatif lebih rendah dari pria. Hal
tersebut dikarenakan pada wanita, organ vital seperti paru – paru dan
jantung lebih kecil dibanding pada pria. Oleh karena itu, fungsi
11
ventilasi maksimal paru dan volume sekuncup jantung lebih rendah
(Robergs dan Robert, 2000).
d. Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan, keterampilan serta penampilan fisik yang dilakukan
secara sistematis, terprogram, terukur dan teratur (Harira et al.,
2013).
Dengan melakukan latihan fisik, kerja paru – paru seseorang
akan lebih efisien sehingga udara yang diproses oleh paru lebih
banyak dalam waktu yang sama. Orang yang mendapat latihan fisik
yang cukup dapat memproses udara lebih banyak dari orang yang
kurang mendapat latihan fisik hingga dua kali lipat (Harira et al.,
2013).
Oleh karena itu, semakin tinggi intensitas latihan fisik
menyebabkan semakin tinggi nilai VO2 maks seseorang. Latihan fisik
yang adekuat akan memberi pengaruh yang baik terhadap nilai VO2
maks.
Frekuensi latihan yang baik agar berdampak pada kebugaran
seseorang adalah 3 – 5 kali dalam seminggu dengan waktu yang
berselang (Harira et al., 2013).
12
e. Pernapasan
Semakin besar kapasitas vital paru semakin besar pula VO2
maks, karena semakin banyak oksigen yang dapat mengalami difusi
di paru paru (Khasan et al., 2012).
f. Sirkulasi
Pada atlet yang terlatih terdapat perbedaan pada sistem
sirkulasinya dibandingkan terhadap orang normal. Pada atlet, karena
semakin besar VO2 maks-nya, maka akan semakin banyak oksigen
yang diperlukan oleh otot, sehingga agar oksigen lebih mudah masuk
dan digunakan oleh otot, pada atlet yang terlatih aliran darah / blood
flow lebih cair daripada orang normal. Hal ini disebabkan karena
latihan yang keras dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan hormon
antidiuretik dan aldosteron yang menyebabkan darah lebih cair
viskositasnya (Kravitz dan Dalleck, 2002).
g. Otot
Pada orang yang terlatih, ototnya lebih banyak mengandung
enzim untuk metabolisme oksigen serta lebih banyak mitokondria di
sel sel ototnya, sehingga lebih mudah menggunakan oksigen yang
disuplai oleh darah dan kecepatan metabolisme oksigen lebih cepat
(Kravitz dan Dalleck, 2002).
h. Berat Badan
Tubuh yang memiliki komposisi lemak lebih banyak cenderung
memiliki VO2 maks yang secara relatif lebih rendah. Hal ini dapat
13
dijelaskan karena besar lemak tidak mempengaruhi kecepatan tubuh
menggunakan oksigen, tetapi menaikkan nilai berat badan.
Akibatnya VO2 maks secara relatif lebih rendah (Khasan et al., 2012).
i. Lingkungan
Orang yang hidup di dataran tinggi lebih besar nilai VO2 maks-
nya dari orang yang hidup di dataran rendah (Khasan et al., 2012)
Nilai VO2 maks didapatkan dengan melakukan tes dengan bebebrapa
metode, ada metode dengan beban kerja maksimal (maximal exertion) dan
ada metode dengan beban kerja submaksimal. Tes dengan beban kerja
maksimal menggunakan tes olahraga yang .berjenjang dan progresif untuk
mengatur kelelahan. Tes ini menentukan kebugaran kardiorespirasi bukan
sekedar memprediksi nilai kebugaran kardiorespirasi. Tes ini dilakukan
dengan atau tanpa pengumpulan gas metabolik dan dilakukan di
laboratorium (ACSM, 2013).
Pengukuran kemampuan kardiorespirasi terbaik adalah dengan beban
kerja maksimal. Pengukuran secara langsung, yaitu dengan spirometer
sirkuit terbuka atau tertutup (untuk mengumpulkan gas metabolik atau gas
yang diekspirasikan) selama latihan dengan ergocycle dan treadmill di
laboratorium. Namun cara ini tidak dapat dilakukan di lapangan, sehingga
dilakukan uji tidak langsung menggunakan submaksimal seperti step test,
ergocycle, dan treadmill. Menurut penelitian tidak ada perbedaan
14
signifikan antara tes dengan metode langsung dan tidak langsung (ACSM,
2013).
Keputusan memilih uji submaksimal atau maksimal tergantung
kepada beberapa alasan seperti ketersediaan alat, alasan dilakukan uji, dan
resiko kepada subjek. Uji maksimal memaksa subjek untuk bekerja hingga
kelelahan sehingga peralatan emergensi dan pengawasan medis perlu
dipersiapkan (ACSM, 2013).
Berikut adalah nilai normal untuk VO2 maks menurut masing – masing
usia. Nilai VO2 maks dibedakan menjadi tingkatan tertentu antara lain : Very
Poor, Poor, Fair, Good, Excellent and Superior (Heyward, 1997).
Tabel 2.2 Data normatif VO2 maks untuk wanita Age Very Poor Poor Fair Good Excelent Superior
13-19 <35.0 35.0 - 38.3 38.4 - 45.1 45.2 - 50.9 51.0 - 55.9 >55.9
20-29 <33.0 33.0 - 36.4 36.5 - 42.4 42.5 - 46.4 46.5 - 52.4 >52.4
30-39 <31.5 31.5 - 35.4 35.5 - 40.9 41.0 - 44.9 45.0 - 49.4 >49.4
40-49 <30.2 30.2 - 33.5 33.6 - 38.9 39.0 - 43.7 43.8 - 48.0 >48.0
50-59 <26.1 26.1 - 30.9 31.0 - 35.7 35.8 - 40.9 41.0 - 45.3 >45.3
60+ <20.5 20.5 - 26.0 26.1 - 32.2 32.3 - 36.4 36.5 - 44.2 >44.2
Tabel 2.3 data normatif VO2 maks untuk laki laki Age Very Poor Poor Fair Good Excelent Superior
13-19 <25.0 25.0-30.9 31.0-34.9 35.0-38.9 39.0-41.9 >41.9
20-29 <23.6 23.6-28.9 29.0-32.9 33.0-36.9 37.0-41.0 >41.0
30-39 <22.8 22.8-26.9 27.0-31.4 31.5-35.6 35.7-40.0 >40.0
40-49 <21.0 21.0-24.4 24.5-28.9 29.0-32.8 32.9-36.9 >36.9
50-59 <20.2 20.2-22.7 22.8-26.9 27.0-31.4 31.5-35.7 >35.7
60+ <17.5 17.5-20.1 20.2-24.4 24.5-30.2 30.3-31.4 >31.4
15
4. Denyut Nadi Istirahat
a. Definisi Denyut Nadi Istirahat
Denyut nadi istirahat adalah denyut nadi saat seseorang bangun,
pada kondisi lingkungan yang cenderung stabil, dan kondisi psikologis
tidak terpengaruh stimulasi yang dapat membuat kaget, terkejut, dan
membuat beban stres psikologi (Barnes et al., 2008).
Denyut nadi istirahat adalah sejumlah denyut nadi yang terjadi
dalam semenit saat seseorang tidak melakukan aktivitas apapun dan
dalam keadaan istirahat (Lakowsky, 2015).
Frekuensi denyut nadi istirahat yang normal untuk orang dewasa
berkisar antara 60 sampai 100 denyut per menit. Umumnya, denyut
jantung yang lebih rendah saat istirahat menandakan bahwa fungsi
jantung lebih efisien dan lebih baik dalam memompakan darah
sehingga kebugaran kardiovaskular lebih baik. Misalnya, seorang atlet
terlatih mungkin memiliki normal denyut jantung istirahat lebih dekat
ke 40 denyut setiap menit (Lakowsky, 2015).
Denyut jantung istirahat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
yang mempengaruhi paling utama adalah kebugaran tubuh dan
kecepatan recovery. Gender juga mempengaruhi jumlah denyut nadi
istirahat.
Kebugaran tubuh seseorang mempengaruhi denyut nadi, semakin
bugar kondisi tubuh seseorang, semakin rendah denyut nadinya. Ini
disebabkan oleh semakin bugar seseorang, maka semakin besar ukuran
16
jantung dan semakin kuat otot jantung dalam memompakan darah ke
seluruh tubuh. Akibatnya semakin sedikit jumlah denyut yang
dibutuhkan untuk mengirimkan darah dalam jumlah yang sama ke
seluruh tubuh (Benson dan Conolly, 2011).
Faktor lainnya yang mempengaruhi jumlah denyut nadi adalah
kecepatan recovery. Semakin cepat tubuh seseorang dalam recovery,
maka akan semakin cepat pula jantung berdenyut di frekuensi
normalnya. Saat setelah aktivitas fisik yang intens atau saat sakit, maka
denyut tubuh manusia akan meningkat 5-10 denyut per menit saat
istirahat dibanding saat tidak melakukan aktivitas fisik, akibatnya
frekuensi denyut nadi dapat menjadi istirahat lebih tinggi (Benson dan
Conolly, 2011).
b. Fisiologi Denyut Jantung
Denyut nadi istirahat adalah sejumlah denyut nadi yang terjadi
dalam semenit saat seseorang tidak melakukan aktivitas apapun dan
dalam keadaan istirahat (Lakowsky, 2015).
Curah jantung bergantung pada volume sekuncup dan frekuensi
denyut jantung. Penyesuaian frekuensi denyut jantung menjadi penting
dalam mengatur tekanan darah dan curah jantung. Nodus sinus
menginisiasi kontraksi jantung dengan kecepatan 100 denyut per
menit. Tetapi, jaringan dalam tubuh membutuhkan aliran darah yang
berbeda beda, misalnya ketika berolahraga, jaringan tubuh
memerlukan nutrisi dan oksigen yang lebih dari biasanya. Sehingga
17
pengaturan jumlah denyut nadi perlu dilakukan oleh tubuh (Tortora
dan Derrickson, 2009).
Frekuensi denyut jantung diatur oleh pusat kardiovaskuler tubuh,
yaitu di medulla oblongata. Medulla oblongata ini menerima semua
informasi dari resptor tubuh dan dari sistem pusat lainnya yaitu korteks
serebral serta sistem limbik. Medulla oblongata mengatur frekuensi
denyut jantung dengan mengatur pengeluaran impuls saraf simpatis
dan parasimpatis (Tortora dan Derrickson, 2009).
Bahkan sebelum aktivitas fisik dan olahraga dimulai, sistem limbik
telah mengirim impuls untuk meningkatkan denyut jantung, sehingga
denyut jantung menjadi lebih cepat. Ketika aktivitas fisik dijalankan,
proprioseptor mengirim impuls dari otot otot dan alat gerak ke sistem
pusat kardiovaskuler agar menjaga denyut jantung tetap tinggi.
Baroreseptor mengirim impuls dari arkus aortikus dan arteri karotid
yang dirangsang dengan perubahan aliran darah. Kemoreseptor juga
mengirim impuls saraf ke pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan
denyut jantung bila dalam olahraga terjadi perubahan gas darah
(Tortora dan Derrickson, 2009).
Pengaruh saraf simpatis dalam meningkatan denyut nadi adalah
akibat adanya pengaruh hormon norepinefrin yang dilepaskan sistem
saraf simpatis itu sendiri. Hormon ini meningkatkan permeabilitas
membran serabut saraf terhadap ion natrium dan kalsium. Hal ini
menyebabkan potensial membran istirahat menjadi lebih positif
18
sehingga menyebabkan lebih mudah terjadinya self-excitation.
Akibatnya, saraf simpatis mempercepat frekuensi denyut jantung
(Guyton dan Hall, 2006).
Peningkatan permeabilitas natrium-kalsium dalam berkas A-V dan
nodus A-V akan membuat potensial aksi lebih mudah merangsang
setiap berkas serabut berikutnya, sehingga akan menurunkan waktu
konduksi dari atrium menuju ke ventrikel (Guyton dan Hall, 2006).
Selain berfungsi untuk meningkatkan kecepatan denyut nadi, saraf
simpatis juga berfungsi untuk meningkatkan kekuatan denyut jantung,
karena peningkatan permeabilitas terhadap ion kalsium akan
meningkatakan kekuatan denyut jantung dan kontraksi jantung pula
(Guyton dan Hall, 2006).
Pengaruh saraf parasimpatis adalah kinerja dari hormon asetilkolin
yang dikeluarkannya, yaitu meningkatkan permeabilitas membran
serabut terhadap ion kalium, sehingga mempermudah terjadinya
kebocoran ion kalium dari serabut konduksi. Hal ini, akan
meningkatakan kenegatifan dan terjadi hiperpolarisasi. Akibatnya
serabut menjadi kurang peka dan akan memperlambat waktu untuk
terjadinya eksitasi serbut dan nodus A-V (Guyton dan Hall, 2006).
c. Faktor yang mempengaruhi denyut jantung
1) Usia
Pada umumnya seseorang dalam keadaan sehat memiliki
frekuensi denyut jantung berkisar 80 – 90 kali per menit. Frekuensi
19
denyut jantung berkurang secara progresif dari kelahiran (130 kali
per menit), usia remaja (70 – 80 kali per menit) dan sedikit
meningkat di usia tua (Kharnorkar, 2012).
2) Aktivitas fisik
Secara fisiologis, jantung berdenyut sekitar 70 kali per menit
saat istirahat. Denyut melambat (bradikardia) saat tidur dan
semakin cepat (takikardia) oleh olahraga (Ganong, 2012).
Seseorang yang beraktivitas, cenderung meningkat frekuensi
denyut jantungnya, namun bagi yang terbiasa dengan latihan fisik
seperti seorang atlet cenderung bradikardi berkisar 50 – 60 kali per
menit karena adaptasi sistem kardiovaskular terhadap latihan fisik
(Kharnorkar, 2012).
3) Suhu
Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan frekuensi denyut
jantung. Penyebabnya adalah panas yang dihasilkan dapat
meningkatkan peningkatan permeabilitas otot jantung terhadap ion
yang mengatur frekuensi denyut jantung menghasilkan proses
perangsangan sendiri. Kekuatan kontraksi jantung meningkat
seiring dengan peningkatan suhu tubuh saat berolahraga tetapi,
peningkatan suhu tubuh yang lama dapat mengganggu sistem
metabolik jantung sehingga menyebabkan kelemahan pada jantung
(Guyton dan Hall, 2006).
20
Selain suhu tubuh, tingginya suhu lingkungan juga dapat
mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Suhu lingkungan yang
tinggi dapat meningkatkan denyut jantung sementara (Kharnorkar,
2012).
4) Psikologis
Kondisi psikis dapat mempengaruhi frekuensi jantung.
Kemarahan dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi
seseorang. Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat
memperlambat frekuensi nadi seseorang (Guyton dan Hall, 2006).
5) Obesitas
Postur tubuh mempengaruhi denyut nadi istirahat seseorang.
Orang yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 85 cm, dan
mengalami obesitas cenderung memiliki denyut nadi istirahat lebih
tinggi daripada orang yang berat badan dan lingkar pingang
normal. Hal ini disebabkan orang yang mengalami obesitas
terutama obesitas abdominal, lemak di perutnya memproduksi
sitokin dan zat kimia yang menyebabkan denyut nadi lebih tinggi
dari orang normal (Yar, 2010).
6) Rokok
Merokok dapat menyebabkan denyut nadi istirahat menjadi
lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Papathanasiou et al., (2013). Kelompok yang merokok baik laki
laki maupun wanita memiliki resiko penyakit jantung koroner,
21
stroke iskemik, dan denyut nadi yang lebih tinggi daripada yang
tidak merokok.
7) Kafein
Kafein merupakan antagonis adenosin reseptor yang baik.
Adenosin menyebabkan vasodilatasi di beberapa bagian organ
tubuh. Efek dari kafein sama seperti efek apabila kerja hormon
adenosin dihambat. Seperti denyut jantung meningkat, tekanan
darah meningkat, aliran darah ke kulit meningkat, serta
meningkatkan temperatur tubuh pula (Daniels et al., 1998).
8) Obat-obatan
Obat-obatan mempengaruhi denyut nadi istirahat. Beta blocker
cenderung memperlambat jantung, sedangkan pengobatan tiroid
dapat memicu denyut jantung (Alves et al., 2009).
Beta blocker merupakan obat yang menghambat kerja hormon
adrenalin atau epinefrin, sehingga menyebabkan tekanan darah
menurun, sedangkan pembuluh darah melebar untuk melancarkan
aliran darah. Hal ini menyebabkan denyut nadi ikut serta tekanan
jantung menurun (Alves et al., 2009).
d. Cara Pengukuran Denyut Nadi Istirahat
Dalam mengukur denyut nadi istirahat, data yang perlu dilaporkan
dalam meneliti denyut nadi istirahat ialah jumlah pengukurannya,
metode pengukurannya, durasi pengukurannya, posisi tubuh saat
pengukuran, serta keterbatasan peneliti. Jumlah pengukuran denyut
22
nadi istirahat paling baik adalah tiga kali, karena semakin pengukuran
dilakukan lebih banyak maka responden dapat beradaptasi dengan
ruangan tempat dilakukannya penelitian (Palatini, 2009).
Jumlah pengukuran yang dilakukan sebanyak sekali hingga dua
kali sebenarnya sudah bisa digunakan sebagai data yang dapat
dipertanggung jawabkan. Metode pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan cara manual maupun bantuan alat. Cara manual
dilakukan dengan palpasi selama 30 detik, palpasi sebaiknya dilakukan
selama 30 detik karena selama waktu itu 30-40 siklus diastol dan sistol
telah selesai dengan sempurna (Palatini, 2009).
Metode pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat
bantu seperti elektrokardiogram (EKG) maupun pulse oxymetry.Posisi
tubuh saat pengukuran dapat dilakukan secara duduk maupun tidur
dengan posisi supinasi (Palatini, 2009).
e. Karakteristik denyut nadi
Saat mengukur denyut nadi seseorang, dapat dinilai dan
digambarkan paling jelas dengan istilah sifat yang dimiliki sebagai
berikut :
1) Kecepatan- cepat atau lambat.
Kecepatan. Kecepatan rata rata denyut nadi orang dewasa
normal adalah 60 sampai 100 denyut per menit
23
Tabel 2.4 Denyut nadi manusia (Charbek, 2015).
Usia Denyut nadi
Bayi baru lahir 100-160
0-5 bulan 90-150
6-12 bulan 80-140
1-3 tahun 80-130
3-5 tahun 80-120
6-10 tahun 70-110
11-14 tahun 60-105
15-20 tahun 60-100
Dewasa 50-80
Takikardia. Seratus denyutan per per menit dapat dianggap
sebagai batas tertinggi denyutan nadi normal. Percepatan denyut
nadi atau takikardia, normal terjadi selama dan sesudah
melakukan kegiatan jasmaniah. Kecepatan denyut nadi sedikit
mengalami perubahan selama pernapasan, menjadi lebih cepat
saat inspirasi jika dibandingkan selama ekspirasi. Kegembiraan
akan meningkatkan denyut nadi yang bersifat sementara, oleh
karena itu dokter harus lebih dahulu menunggu dua atau tiga
menit sebelum ia menghitung kecepatan denyut nadi penderita.
Pada beberapa penderita kecepatan denyut nadi mungkin lebih
cepat selama kita melakukan pemeriksaan fisik, tetapi akan
kembali menjadi normal setelah pasien santai (Burnside dan
McGlynn, 1995).
24
Pada kebanyakan penyakit yang disertai demam, kecepatan
denyut nadi akan meningkat. Biasanya kecepatan denyut nadi
sebanding dengan derajat demam, akan bertambah rata rata lima
denyutan untuk setiap kenaikan suhu badan satu derajat
fahrenheit (delapan denutan untuk setiap satu derajat Celcius).
Demam yang disertai oleh bradikardia (kecepatan denyut nadi
yang berkurang) relatif adalah khas pada demam tifoid.
Peningkatan kecepatan denyut nadi biasanya terdapat pada
anemia berat dan pada keadaan keadaan lainnya, seperti
dehidrasi, dimana volume intravaskular berkurang. Setelah
perdarahan hebat, terjadi peningkatan kecepatan denyut nadi,
yang mungkin meningkat lagi kalau penderita duduk atau berdiri
(Burnside dan McGlynn, 1995).
2) Ukuran – besar atau kecil
Ukuran denyut nadi bergantung pada peregangan arteri
selama sistolik dan pengosongan selama diastolik. Hal ini
berkaitan dengan tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan
diastolik). Kecepatan dimaan peregangan sistolik dicapai dan
kembali ke tingkat diastolik. Denyut nadi yang kolaps pada
insufisiensi aorta merupakan contoh dari denyut yang besar dan
kuat, sedangkan denyut nadi pada stenosis aorta merupakan
denyut yang kecil dan lemah (Burnside dan McGlynn, 1995).
25
3) Irama – teratur atau tidak teratur
Adanya ketidakteraturan irama denyut nadi sering
merupakan gambaran yang paling penting dalam pemeriksaan
fisik. Namun, penderita yang mengalami kerusakan jantung
berat dapat tetap memiliki denyut nadi yang teratur, dan
penderita yang memiliki jantung normal mungkin memiliki
ketidakteraturan yang jelas. Manifestasi yang terakhir mungkin
sering ditemukan pada atlet atlet yang terlatih, yang
memperlihatkan kecepatan denyut nadi yang lambat waktu
istirahat, yaitu 40 sampai 60 denyut per menit, tetapi juga
mungkin memiliki denyut nadi yang tidak teratur, akibat
perubahan atrium pada awal eksitasi jantung (Burnside dan
McGlynn, 1995).
4) Volume
Menurut Burnside dan McGlynn (1995), volume dapat
dibedakan menjadi:
a) Volume nadi kecil : tahanan terlalu besar terhadap aliran
darah, darah yang dipompa jantung terlalu sedikit (pada
efusi perikardial, stenosis katup mitral, payah jantung,
dehidrasi, syok hemoragik).
b) Volume nadi yang berkurang secara lokal : peningkatan
tahanan setempat
26
c) Volume nadi besar : volume darah yang dipompakan terlalu
banyak, tahanan terlalu rendah (pada bradikardia, anemia,
hamil, dan hipertiroidisme).
f. Alat Penghitung Denyut Nadi Istirahat
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan secara manual maupun
dengan alat elektronik. Berdasarkan Redhono et al., (2012) yang
menyatakan bahwa menghitung denyut nadi secara manual dilakukan
dengan cara : penderita harus dalam keadaan duduk atau berbaring,
dimana lengan dalam posisi bebas dan rileks.pemeriksaan dilakukan
dengan cara mengecek arteri radialis di tangan penderita selama 15
detik apabila denyut nadi teratur, sedangkan bila denyut nadi ireguler
dapat menggunakan selama satu menit penuh. Dalam penilaian nadi
selain jumlah pulsasi, diperhatikan juga irama nadi, teratur tidaknya,
dan kekuatannya. Apabila iramanya tidak teratur (ireguler) harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan auskultasi jantung (cardiac
auscultation) pada apeks jantung.
Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas
pemompaan jantung maupun keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang
kadang nadi lebih jelas jika diraba pada pembuluh yang lebih besar,
misalnya arteri karotis (Redhono et al., 2012).
Perabaan nadi juga dapat dilakukan di lokasi lain, misalkan arteri
brachialis, arteri femoralis, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis
pedis (Redhono et al., 2012).
27
Penghitungan denyut nadi dapat menggunakan suatu alat yang
disebut pulse oxymetry. Pulse oxymetry merupakan alat yang khusus
digunakan untuk mendeteksi saturasi oksigen dalam darah manusia
serta denyut nadi. Pulse oxymetry ditempatkan di jari manusia, tetapi
kadang kadang ada juga yang ditempatkan di telinga dan kulit dahi,
karena tempat tempat ini adalah tempat yang kaya akan struktur
pembuluh darah. Alat ini mengukur saturasi oksigen dalam
hemoglobin dengan mengukur SpO2 arteri. Pulse oxymetry
menggunakan cahaya inframerah dan cahaya merah yang nantinya
akan melewati ujung jari dan diserap oleh probe yang ditempatkan di
tempat yang berlawanan (Chan et al., 2013).
Oksigen diangkut menggunakan hemoglobin. Hemoglobin
merupakan protein yang mengandung besi yang terdiri dari
oksihemoglobin (O2HB) dan deoksihemoglobin (DHB).
Oksihemoglobin menyerap inframerah lebih banyak tetapi
memantulkan cahaya warna merah lebih banyak sehingga warnanya
lebih merah daripada deoksihemoglobin. Sedangkan
deoksihemoglobin menyerap merah lebih banyak dan memantulkan
sedikit akibatnya warnanya lebih gelap daripada oksihemoglobin yang
ada di arteri. Sifat ini dimanfaatkan oleh pulse oxymetry dengan
menggunakan dua pemancar cahaya yaitu infra merah dan merah dan
sebuah probe untuk mendeteksi cahaya yang melintasi jari tangan
manusia. Perbandingan antara jumlah oksigen di oksihemoglobin dan
28
deoksihemoglobin sebanding dengan tingkat SpO2 manusia. Nilai dari
perbandingan inilah yang akan digunakan untuk menilai SpO2 pada
alat pulse oxymetry (Chan et al., 2013).
Selain saturasi oksigen, ternyata pulse oxymetry dapat menilai
denyut nadi manusia, sinyal yang diterima probe terdiri dari sinyal
alternating current (AC) berasal dari arteri karena tergantung dari
sistole dan diastole, sehingga berubah ubah dan membentuk gambaran
gelombang. sedangkan sinyal direct current (DC) berasal dari vena
karena tidak bergantung dari mekanisme sistole diastole dan bersifat
tetap nilainya. Sinyal AC memiliki gelombang gelombang dimana
jarak dari puncak gelombang AC dapat diinterpretasikan sebagai
denyut nadi manusia (Chan et al., 2013).
5. Hubungan Kebugaran Tubuh dengan VO2 maks
Ukuran jantung pada atlit pada umumnya lebih besar bila
dibandingkan dengan bukan atlet. Pada atlet untuk olahraga ketahanan
(endurance/aerobic) maka peningkatan ukuran jantung disebabkan
peningkatan volume ventrikel tanpa peningkatan tebal otot. Sedangkan
pada atlet untuk gerakan-gerakan cepat (non endurance/anaerobic) seperti
lari cepat, gulat, dan lain-lainnya maka peningkatan ukuran disebabkan
oleh penebalan dinding ventrikel dengan tanpa peningkatan volume
ventrikel. Bersamaan dengan peningkatan ukuran jantung, juga didapatkan
peningkatan jumlah kapiler (Fox et al., 1993).
29
Akibat dari pembesaran otot jantung akan menyebabkan volume darah
meningkat, maka dengan demikian jantung dapat menampung darah lebih
banyak, dan dengan sendirinya stroke volume pada waktu istirahat menjadi
lebih besar. Karena stoke volume pada waktu istirahat menjadi lebih besar,
maka hal ini memungkinkan jantung memompa darah dalam jumlah yang
sama setiap menit dengan denyutan lebih sedikit (Almeida dan Araujo,
2003)
Dengan penurunan frekuensi jantung, maka jantung mempunyai
cadangan denyut jantung (Heart Rate Reserve) yang lebih tinggi.
Penurunan frekuensi jantung ini disebabkan oleh peningkatan tonus saraf
Parasimpatis, penurunan saraf Parasimpatis, penurunan saraf simpatis atau
kombinasi. Juga terjadi penurunan dari frekuensi pengeluaran impuls dari
paru jantung. Dengan perubahan volume, maka isi sekuncup (stroke
volume) menjadi lebih besar dan bila cadangan denyut jantung meningkat
hasilnya curah jantung (cardiac output) akan menjadi lebih tinggi dan
dengan begitu pengangkutan oksigen menjadi lebih tinggi lagi (Almeida
dan Araujo, 2003).
Sebuah denyut nadi istirahat yang rendah juga merupakan akibat dari
faktor lainnya dalam latihan, seperti peningkatan venous return dan
volume darah sistolik. Peningkatan aliran darah balik, ada peningkatan
volume sekuncup, karena sesuai dengan hukum frank starlin, semakin
besar darah di ruang jantung yang dipompa, maka akan semakin besar
kekuatan kontraktilitas dan denyut jantung, sehingga untuk
30
mempertahankan jumlah curah jantung yang sama, diperlukan frekuensi
denyut nadi yang lebih sedikit (Almeida dan Araujo, 2003).
31
B. Kerangka Pemikiran
Denyut ↓↓ Ventrikel Hipertrofi
Kompensatoar ↑↑
Kebugaran Tubuh
Kontraktilitas jantung ↑↑
Stroke Volume ↑↑
Cardiac Output↑
Volume Diastolik
Akhir ↑↑
diteliti
mempengaruhip
engaruhi
Volume Oksigen
Maksimal ↑↑
Pernapasan
Sirkulasi
Otot
Usia
Gender
Lingkungan
dll
32
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara volume oksigen maksimal dengan denyut nadi
istirahat pada mahasiswa Pendidikan Dokter UNS 2012 dan 2013.