bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka 1. klasifikasi ... · limbah benda tajam, materi yang...

47
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Klasifikasi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan penyediaan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit menjalankan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan dengan standar pelayanan rumah sakit, serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan sesuai kebutuhan medis. Selain itu, rumah sakit juga merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit juga mengadakan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan (UU No. 44 Tahun 2009). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan, yaitu: a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ dan jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Lebih lanjut berdasarkan kepemilikan dan pengelolaannya dibagi: a. Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. b. Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum berbentuk perseroan terbatas dengan tujuan keuntungan.

Upload: others

Post on 02-Sep-2019

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

penyediaan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

menjalankan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan pengobatan dan

pemulihan kesehatan dengan standar pelayanan rumah sakit, serta pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna

tingkat kedua dan sesuai kebutuhan medis. Selain itu, rumah sakit juga

merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Rumah sakit juga mengadakan penyelenggaraan penelitian dan

pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu

pengetahuan (UU No. 44 Tahun 2009).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340

Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, rumah sakit dapat dibagi

berdasarkan jenis pelayanan, yaitu:

a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ dan jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Lebih lanjut berdasarkan kepemilikan dan pengelolaannya dibagi:

a. Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

b. Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum

berbentuk perseroan terbatas dengan tujuan keuntungan.

7

Berdasarkan pembagian tersebut rumah sakit diklasifikasikan lebih lanjut

sebagai berikut:

a. Rumah Sakit Umum

1) Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit Kelas A atau rumah sakit umum tingkat pusat, dengan

kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis

penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13 pelayanan

medik sub spesialis.

2) Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit Kelas B atau rumah sakit umum tingkat provinsi, dengan

kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis

penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 pelayanan

medik sub spesialis dasar.

3) Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit Kelas C atau rumah sakit umum tingkat kabupaten,

dengan kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar dan 4

pelayanan spesialis penunjang medik.

4) Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit Kelas D atau rumah sakit umum transisi tingkat

kabupaten/kota, dengan kriteria harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik

spesialis dasar.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus atau disebut dengan Rumah Sakit Kelas E, adalah

rumah sakit yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayan kesehatan

kedokteran saja, antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung,

Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke,

Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga

Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin

8

Sehubungan dengan perlindungan terhadap bahaya pencemaran,

pengelolaan limbah rumah sakit pelu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang

terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (Asmadi, 2013),

meliputi:

a. Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit

b. Penanggung jasa pelayanan rumah sakit

c. Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

d. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang

diperlukan.

Setiap rumah sakit harus memilki izin rumah sakit, yang terdiri atas izin

mendirikan rumah sakit dan izin operasional rumah sakit. Permohonan izin

diajukan menurut jenis dan klasifikasi rumah sakit. Izin rumah sakit kelas A dan

rumah sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri

diberikan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dari pejabat

yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi.

Izin rumah sakit kelas B didirikan oleh Pemda Provinsi setelah mendapat

rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemda

Kabupaten/Kota. Izin rumah sakit kelas C dan D diberikan oleh Pemda

Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di

bidang kesehatan pada Pemda Kabupaten/Kota.

Izin pendirian Rumah Sakit Umum Kelas D mengacu pada persyaratan

izin mendirikan rumah sakit, salah satunya adalah pengolahan limbah, meliputi

persyaratan pengolahan limbah berupa upaya kesehatan lingkungan

(UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL) dan atau analisis dampak

lingkungan (AMDAL). Rumah sakit yang terkena wajib AMDAL adalah rumah

sakit dengan kapasitas lebih dar 400 tempat tidur (PP No. 51 Tahun 1993),

dengan kriteria pengukuran dampak terhadap beberapa pertimbangan seperti

jumlah manusia yang akan terkena dampak, sifat kumulatif dampak, luas

wilayah penyebaran dampak, berbalik atau tidaknya dampak. Sedangkan rumah

sakit yang tidak termasuk wajib AMDAL wajib memiliki dokumen UKL-UPL.

Pengolahan limbah cair mempunyai tujuan untuk menghilangkan unsur-

unsur pencemar dari air limbah dan untuk mendapatkan efluent dari pengolahan

9

yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima, tanpa

ada gangguan-gangguan fisik, kimiawi maupun biologi (Djabu, 1990/1991).

IPAL rumah sakit dibangun dengan maksud untuk mengolah limbah cair yang

dihasilkan oleh rumah sakit agar dapat mengurangi, menghilangkan dan

menurunkan bahan-bahan yang berbahaya yang terkandung dalam air limbah

(Mulia, 2005).

Rumah Sakit Kelas D merupakan rumah sakit umum bentuk transisi

Puskesmas menjadi rumah sakit. Rumah sakit didirikan oleh pemerintah daerah

berbentuk UPT dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan. Rumah sakit ini

hanya dapat didirikan di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang

tinggi atau di daerah dengan akses pelayanan rumah sakit sulit dijangkau.

Rumah sakit mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar

yang tidak membedakan kelas perawatan dalam upaya kesehatan perorangan

yang memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam, pelayanan rawat jalan dan

rawat inap.

Kriteria, fasilitas dan kemampuan meliputi pelayanan medik umum,

pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan

keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan

penunjang non klinik:

a. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan

medik gigi dan mulut serta pelayanan kesehatan ibu anak/Keluarga

Berencana.

b. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat

24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan

awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai

dengan standar.

c. Pelayanan medik spesialis dasar sekurang-kurangnya 2 dari 4 jenis

pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan

anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

d. Pelayanan spesialis penunjang medik yaitu laboratorium dan radiologi.

e. Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan

keperawatan dan asuhan kebidanan.

10

f. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari ruang perawatan, pelayanan darah,

gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.

g. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, gudang, ambulans,

komunikasi, kamar jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medic,

penampungan air bersih dan pengelolaan limbah.

Kegiatan sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit menghasilkan

limbah cair yang meliputi air limbah domestik (air buangan kamar mandi, dapur,

air bekas pencucian pakaian), air limbah klinis (air limbah yang berasal dari

kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan

lain-lain), air limbah laboratorium dan lain-lain. Air limbah rumah sakit

mengandung polutan yang bersifat beracun, infeksius, bahkan radioaktif,

sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan dan

kesehatan masyarakat. Baku mutu limbah cair ditetapkan berdasarkan tingkatan

pelayanan atau klasifikasi rumah sakit.

2. Limbah Cair Rumah Sakit

Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), mendefinisikan

limbah sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Menurut WHO (2005)

klasifikasi limbah berbahaya yang berasal dari layanan kesehatan meliput :

a. Limbah Infeksius, yaitu limbah mengandung bahan patogen (bakteri, virus,

parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk

menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan. Kultur dan persediaan

agens infeksius, limbah dari otopsi, bangkai hewan dan limbah lain yang

terkontaminasi, terinfeksi atau terkena agens semacam itu disebut limbah

yang sangat infeksius. Dalam kategori ini antara lain tercakup kultur dan

stok agen infeksius dari aktivitas di laboratorium.

b. Limbah buangan hasil operasi dan otopsi pasien yang menderita penyakit

menular, seperti jaringan dan materi atau peralatan yang terkena darah atau

cairan tubuh yang lain.

11

c. Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bangsal isolasi seperti

ekskreta, pembalut luka bedah atau luka yang terinfeksi, pakaian yang

terkena darah pasien, atau cairan tubuh yang lain.

d. Limbah yang sudah tersentuh pasien yang menjalani hemodialisis

(misalnya: peralatan dialisi seperti selang dan filter, handuk, baju RS, apron,

sarung tangan sekali pakai dan baju laboratorium).

e. Limbah patologis, terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh, janin manusia

dan bangkai hewan, darah dan cairan tubuh (limbah anatomis) atau

subkategori dari limbah infeksius.

f. Limbah benda tajam, materi yang dapat menyebabkan luka (baik iris atau

luka tusuk), antara lain jarum, jarum suntik, scalpel dan jenis belati, pisau,

peralatan infuse, gergaji, pecahan kaca dan paku. Baik terkontaminasi

maupun tidak, benda semacam itu biasanya dipandang sebagai limbah

layanan kesehatan yang sangat berbahaya.

g. Limbah farmasi, yaitu limbah mencakup produk farmasi, obat-obatan,

vaksin dan serum yang sudah kedaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan

terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi dan harus dibuang dengan tepat.

Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan

untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi

residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.

h. Limbah genotoksik, merupakan limbah yang sangat berbahaya dan bersifat

mutagenik, tetratogenik atau karsinogenik. Limbah ini menimbulkan

persoalan pelik, baik di dalam area instalasi kesehatan itu sendiri maupun

setelah pembuangan sehingga membutuhkan perhatian khusus. Limbah

genotoksik dapat mencakup obat-obatan sitostatik tertentu, muntahan, urine

atau tinja pasien yang diterapi dengan obat-obatan sitostasik, zat kimia,

maupun radioaktif.

i. Obat-obatan sitotoksik (atau antineoplastik), sebagai subtansi pokok di

dalam kategori ini, memiliki kemampuan untuk membunuh atau

menghentikan pertumbuhan sel tertentu dan digunakan dalam kemoterapi

kanker. Selain memainkan peranan penting di dalam terapi berbagai

penyakit neoplastik, obat-obatan ini juga banyak digunakan sebagai agens

12

imunosupresif dalam transplantasi organ atau dalam mengobati berbagai

penyakit imunologis. Obat-obatan sitotoksik ini kebanyakan digunakan di

unit spesialisasi seperti unit kanker dan unit radioterapi, yang fungsi

pokoknya adalah mengobati kanker. Pada Rumah Sakit khusus kanker,

limbah genotoksik (yang mengandung zat sitostatik atau radioaktif)

diperkirakan mencapai 1% dari keseluruhan limbah pelayanan kesehatan.

j. Limbah yang mengandung logam berat, yaitu limbah yang mengandung

logam berat dalam konsentrasi tinggi, termasuk dalam subkategori limbah

kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contoh adalah limbah merkuri

(Hg), yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak

(termometer dan atau alat pengukur tekanan darah). Residu yang berasal

dari ruang pemeriksaan gigi kemungkinan juga mengandung Hg dalam

kadar yang tinggi. Limbah kadmium (Cd) kebanyakan berasal dari baterai

bekas, panel kayu tertentu yang mengandung timbal (Pb) masih digunakan

dalam pembatasan radiasi sinar X dan di bagian diagnostik. Serta sejumlah

obat-obatan yang mengandung logam berat arsen (Ar), tetapi dikategorikan

sebagai limbah farmasi.

k. Limbah kemasan bertekanan, yaitu berbagai jenis gas digunakan dalam

kegiatan di instalasi kesehatan dan biasa dikemas dalam tabung, cartridge,

dan kaleng aerosol. Banyak di antaranya begitu kosong dan tidak terpakai

lagi dapat dipergunakan kembali, tetapi ada beberapa jenis yang harus

dibuang, seperti kaleng aerosol. Gas mulia berpotensi membahayakan, oleh

karena itu pengunaan gas di dalam kontainer bertekanan harus dilakukan

dengan sangat hati-hati karena container dapat meledak jika terbakar atau

tanpa sengaja bocor.

l. Limbah radioaktif, mencakup benda padat, cair dan gas yang terkontaminasi

radionuklida. Limbah ini terbentuk akibat pelaksanaan prosedur seperti

analisis in-vitro pada jaringan dan cairan tubuh, pencitraan organ dan

lokalisasi tumor secara in-vivo, dan berbagai jenis metode investigasi dan

terapi lainnya. Radionuklida yang digunakan di dalam layanan kesehatan

biasanya berada dalam sumber yang tidak tersegel (terbuka) atau sumber

yang tersegel (tertutup rapat). Sumber yang tidak tertutup biasanya berupa

13

cairan siap pakai dan tidak ditutup lagi selama penggunaannya; sumber

yang tertutup misalnya zat radioaktif yang terkandung dalam bagian

perlengkapan atau peralatan atau terbungkus dalam kemasan antipecah atau

kedap air seperti seeds dan jarum.

Limbah cair rumah sakit pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No. 58 Tahun 1995, diartikan sebagai bahan buangan berbentuk cair

yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme

patogen, bahan kimia beracun dan radioaktivitas.

Disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204 Tahun

2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian

limbah cair adalah semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan

rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia

beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Dibatasi lebih lanjut di

sini yang dimaksud limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk

cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, bahan kimia

beracun dan radioaktivitas (Said, 1999).

Jenis limbah cair rumah sakit dapat dikelompokkan sebagai air limbah

domestik, air limbah klinis, air limbah laboratorium klinik dan kimia, air

limbah radioaktif (tidak boleh masuk IPAL serta harus mengikuti petunjuk dari

BATAN untuk proses pengolahannya). Karakter air limbah meliputi sifat-sifat

fisika, kimia, dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat

dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan. Karakter fisika

air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan padatan. Karakter kimia air

limbah meliputi senyawa organik dan senyawa anorganik. Karakter biologis

meliputi mikroorganisme yang dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan.

Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci

efisiensi kualitas air. Karakteristik air limbah yang biasa diukur antara lain

temperatur, pH, alkalinitas, padatan-padatan, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan

fosfor (Sakti, 2005).

Sesuai dengan fungsinya ruangan yang paling dominan menghasilkan

limbah cair di rumah sakit (Asmadi, 2013), tercantum pada Tabel 1 halaman

berikutnya.

14

Tabel 1. Sumber dan Jenis Limbah Cair Rumah Sakit

No. Sumber Jenis Limbah

1 Instalasi gizi Limbah cair dari proses pencucian dan

pengolahan makanan

2 Laboratorium Limbah cair dari proses pemeriksaan

spesimen dan bahan kimia yang digunakan,

yaitu berupa bekas reagen, pencucian alat,

dan lain-lain

3 Instalasi farmasi Limbah cair dari sisa buangan obat-obatan

dan proses pencucian tangan

4 Laundry Limbah yang dihasilkan dari pencucian sprei,

sarung bantal, pakaian operasi, masker,

handuk, selimut dan linen rumah sakit

5 Ruang operasi (OK) Limbah yang dihasilkan berupa darah bekas

operasi, pencucian peralatan dan limbah cair

yang berasal dari kamar mandi dan WC

6 Ruang bersalin Limbah yang dihasilkan dari bahan habis

pakai seperti sabun, dan bekas darah

persalinan

7 Instalasi gawat

darurat (IGD)

Limbah yang dihasilkan adalah air bekas

pencucian luka

8 Ruang perawatan Limbah cair yang dihasilkan dari kamar

mandi dan WC

9 Poliklinik Limbah cair yang dihasilkan dari air cuci

tangan dan alat-alat yang dicuci

Fasilitas kesehatan yang melakukan pengolahan limbah, sesuai dengan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu

Air Limbah, pengolahan limbah domestik rumah sakit wajib memenuhi baku

mutu air limbah dengan syarat uji kandungan limbah (parameter) sebagai

berikut:

a. Fisika, meliputi suhu, zat padat terlarut, dan zat padat tersuspensi.

b. Kimia, meliputi pH, BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, senyawa aktif

biru metilen (MBAS), amonia nitrogen.

c. Biologi, yaitu total coliform.

15

Bahan baku yang digunakan dari kegiatan pelayanana medis seperti

tindakan medik, tindakan perawatan, farmasi, laboratorium, ataupun radiologi,

serta kegiatan sterilisasi dan desinfeksi, berpotensi menagkibatkan limbah

rumah sakit mengandung logam berat. Logam berat yang dimaksud antara lain

besi terlarut (Fe), mangan terlarut (Mn), barium (Ba), tembaga (Cu), seng (Zn),

krom valensi enam (Cr6+

), krom total (Cr), kadmium (Cd), merkuri (Hg),

timbal (Pb), stanium (Sn), arsen (As), selenium (Se), nikel (Ni), kobal (Co),

sianida (Cn), sulfida (S=), flourida (F

-), klorin bebas (Cl2), amonia bebas (NH3-

N), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), MBAS, fenol, senyawa organik terklorinasi

(Adsorbable Organic Halide/AOX), Polychlorinated biphenyls (PCBs),

Polychlorinated Dibenzofurans (PCDFs), dan Polychlorinated dibenzodioxins

(PCDDs). Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang hasil

pengolahan disalurkan ke IPAL, wajib memenuhi baku mutu air limbah dengan

syarat uji konsentrasi maksimal tertentu (Lampiran 4).

Sifat cair dari limbah. rumah sakit yaitu toksik, iritatif, korosif,

kumulatif dan karsinogenik, temperatur tinggi, berbau, berwarna serta organik.

Limbah cair rumah sakit berpotensi menurunkan kualitas lingkungan dan

merupakan salah satu potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan

sehingga permasalahan limbah cair rumah sakit tidak dapat diabaikan begitu

saja. Mengingat pentingnya limbah cair terutama sebagai penyebab gangguan

kesehatan lingkungan dan manusia, maka limbah cair tersebut perlu mendapat

perhatian yang lebih dalam pengelolaannya (Notoadmodjo, 2003).

Antisipasi komponen bahaya tersebut di atas, diupayakan melalui

pengolahan limbah rumah sakit, dengan mempertimbangkan segala

keterbatasan rumah sakit. Karakteristik lahan rumah sakit kelas D umumnya

berupa lahan yang kecil, sehingga memungkinkan pengadaan IPAL dengan

konstruksi kecil. Berdasarkan penelitian Gasparikova et al (2005), karakteristik

permukiman di lokasi penelitian memungkinkan pengadaan IPAL dengan

konstruksi kecil, dimana investasi rendah dan biaya pemeliharaan ringan.

Mayoritas IPAL yang dipilih adalah yang efisien dalam penyisihan polutan

organik tanpa operasional yang harus melibatkan tenaga profesional.

16

Penelitian tersebut di atas menemukan bahwa sistem terintegrasi dari

kombinasi proses anaeobik dan aerobik efektif untuk penyisihan polutan

seperti COD, nutrisi dan patogen. Prinsip yang digunakan adalah

menggarisbawahi keuntungan dan melawan kelemahan antara anaeobik dan

aerobik, yaitu menggabungkan keduanya ke dalam satu sistem terintegrasi.

Anaerobik digunakan untuk tahap pengolahan pertama dilanjutkan

dengan tahap pengolahan secara aerobik. Didapatkan konsumsi energi

pengolahan limbah menurun sekitar 25-40 % dibandingkan dengan IPAL kecil

yang bekerja melalui proses aerobik saja. Reaktor anaerob telah digunakan

untuk pengolahan limbah industri, tetapi juga dapat digunakan untuk

pengolahan limbah lainnya. Kelebihan sistem ini adalah teknologi

berkelanjutan dengan biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang rendah.

Selain itu penyisihan bahan organik efisiensi tinggi dengan waktu tinggal yang

relatif singkat, dan juga menghasilkan biogas serta produksi kelebihan lumpur

yang rendah. Reaktor anaerob tidur skala kecil dengan sistem kontrol aliran

rata-rata konstan diikuti oleh reaktor biofilm aerobik yang digunakan

menunjukkan kinerja yang baik dengan penyisihan BOD di bawah 20 mg/l,

penyisihan nitrogen di bawah 15 mg/L.

Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PLP, Depkes (1996), prinsip

pengolahan limbah cair rumah sakit adalah:

a. Saluran pembuangan air limbah menggunakan sistem saluran tertutup,

kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar.

b. Rumah sakit harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri atau bersama-

sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi

syarat teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan

air limbah perkotaan.

c. Kualitas limbah rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus

memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

Jenis teknologi atau proses yang dipilih untuk digunakan dalam

pengoahan limbah cair, perlu diperhatikan antara lain karakter limbah cair dan

jumlah limbah cair serta kualitas air hasil olahan yang diharapkan, kemudahan

17

dalam hal pengelolaan, ketersediaan lahan, sumber energi, biaya operasi, dan

perawatan diupayakan serendah mungkin. Setiap jenis teknologi pengolahan

limbah cair mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, oleh

karena itu dalam pemilihan jenis teknologi tersebut perlu diperhatikan aspek

teknis, aspek ekonomis dan aspek lingkungan, serta sumber daya manusia yang

akan mengelola fasilitas tersebut (Tanaka, 2004).

3. Pengolahan Limbah Rumah Sakit Menggunakan Reaktor dan Proses

Biologis (Bioreaktor)

Limbah cair rumah sakit dipilah berdasarkan sumber dan kandungan

atau sifat dari limbah cair itu sendiri. Limbah cair yang serupa dikumpulkan

melalui sistem perpipaan dalam bak penampung dengan perlakuan yang

berbeda bergantung pada sifat limbah yang cair yang akan ditampung. Proses

pengumpulan ini memerlukan gravitasi agar air limbah yang dihasilkan dapat

mengalir dan terkumpul di bak pengumpul untuk mendapatkan perlakuan

selanjutnya. Pada bangunan rumah sakit yang bertingkat (vertikal), proses

pengumpulan air limbah tentu akan lebih mudah dengan pengaliran langsung ke

bawah melalui sistem perpipaan, tetapi pada bangunan rumah sakit yang tidak

betingkat (horizontal) pengumpulan air limbah lebih sulit sehingga diperlukan

bantuan pompa dalam proses pengumpulan (Djohan dan Halim, 2013).

Pembuangan dan pengolahan air limbah adalah untuk memperbaiki

kualitas air limbah, dalam rangka untuk memperoleh tujuan utama yaitu

melindungi kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya sebagai pengguna air,

menghindari gangguan terhadap lingkungan, menghindari kerusakan-kerusakan

yang mungkin timbul seperti musnahnya kehidupan akuatik, serta melindungi

badan penerima sumber air baku, irigasi dan lain-lain. Sedangkan tujuan khusus

pengolahan limbah adalah menghilangkan material tersuspensi dan flokulat,

mengolah organik biodegradabel, mengeliminasi organisme patogen, mereduksi

kandungan nitrogen, fosfor dan komponen organik toksik, serta menghilangkan

kontaminasi lainnya seperti organik sukar larut, pestisida, logam berat dan

organik terlarut (Asmadi, 2013).

18

Menurut Suharto (2011) jenis pencemar, limbah cair dapat diolah atau

diproses sebagai berikut:

a. Pencemar logam berat perlu diproses dengan oksidasi/atau reduksi kimia,

kemudian diendapkan dan difiltrasi

b. Pencemar kimia diproses dengan cara oksidasi kemudian diadsorpsi

c. Pencemar amoniak diproses melalui pengusiran.

Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab

pencemar dalam limbah cair. Dijelaskan lebih lanjut bahwa metode

penghilangan senyawa kimia dalam limbah cair dilakukan dengan biodegradasi

senyawa kimia dalam limbah cair, penghilangan kontaminan dengan udara,

serta adsorpsi kontaminan dengan adsorban. Proses adsorpsi dengan

menggunakan adsorben digunakan untuk memisahkan senyawa pencemar

dalam limbah cair. Adsorpsi adalah fenomena luas permukaan yang dapat

dibedakan menjadi adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika

berkenaan dengan gaya Van der Waals dan bolak balik. Contoh adsorpsi fisika

adalah dengan menggunakan karbon aktif dan lainnya.

Proses pengolahan air limbah dengan proses bioreaktor dilakukan

dengan cara mengalirkan limbah ke dalam reaktor biologis yang didalamnya

diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme

dengan atau tanpa aerasi. Posisi media tercelup di bawah permukaan air.

Bioreaktor adalah suatu alat atau sistem yang mendukung aktivitas agensia

biologis. Dengan kata lain, sebuah bioreaktor adalah tempat berlangsungnya

proses kimia yang melibatkan mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan oleh

suatu mikroorganisme. Proses reaksi kimia yang berlangsung dapat bersifat

aerobik ataupun anaerobik. Sementara itu, agensia biologis yang digunakan

dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi (Tampion dan

Tampion, 1987).

19

Lambang I Lambang P Lambang E

Gambar 1. Desain Bioreaktor

Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode

pengolahan secara biologi dengan segala modifikasinya, salah satunya adalah

dengan reaktor pengolahan secara biologi atau yang lebih dikenal dengan nama

bioreaktor. Berdasarkan pertumbuhan mikroorganime pada penguraian

substrat, dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu (Asmadi dan Suharno, 2012):

a. Proses biologi biakan tersuspensi (suspended culture)

b. Proses biologi biakan lekat (attached culture).

Di dalam bioreaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh

dan berkembang dalam keadaan tersuspensi dalam fasa cair, sedangkan

bioreaktor pertumbuhan lekat adalah suatu bioreaktor lekat diam dimana

mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu media yang dapat

terbuat dari plastik atau batu yang tercelup sebagian atau seluruhnya atau

hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali) dengan membentuk suatu

lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut, sehingga

membentuk lapisan biofilm.

Air buangan melalui media plastik dengan membentuk suatu lapisan

lendir untuk melekat di atas permukaan media, sehingga membentuk lapisan

biofilm (Said, 1999). Secara garis besar proses biologi dapat dilakukan dalam

kondisi anaerobik, aerobik, atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Media

plastik baik digunakan dalam proses aerob maupun anaerob (Siregar, 2005).

Proses biologis dengan sistem aliran terus menerus dalam reaktor

pengolahan limbah dapat menghilangkan bahan organik. Konsep pengolahan

ini dianggap lebih cocok untuk mengolah limbah yang mengandung bahan

organik terutama di iklim hangat di negara-negara tropis. Laju aliran minimum

Limbah cair

masuk

bioreaktor

(influen/I)

Proses pengolahan

limbah cair dalam

bioreaktor

(Proses/P)

Limbah cair

dibuang sesui

dengan peraturan

perundangan yang

berlaku (Efluen/E)

20

yang ditingkatkan untuk pertumbuhan mikroba yang lebih tinggi dan

mengurangi kebutuhan oksigen BOD dan COD dan tingkat tinggi dari

produksi metana. Air limbah mengalir ke atas melaui biofilm dan didegradasi

oleh mikroorganisme anaerob. Limbah cair rumah sakit diolah dengan

menggunakan variasi parameter yang berbeda seperti waktu tinggal limbah

dalam reactor, dan berbagai bahan organik yang diurai. Atas dasar hasil dalam

waktu tinggal opimal, bahan organik yang optimal untuk dihilangkan adalah

BOD, COD dan TSS. Reaktor juga menunjukkan efisiensi penyisihan COD

dan BOD, dengan catatan reaktor lebih efektif pada tingkat aliran yang sangat

rendah. Hal ini disebabkan serapan bio dari unsur-unsur oleh mikroorganisme

anaerob. Laju aliran minimum ditingkatkan untuk pertumbuhan mikroba yang

lebih tinggi dan mengurangi kebutuhan oksigen biologi dan kimia (Murugesan

et al, 2014).

Bakteri dalam jumlah besar dalam bioreaktor digunakan untuk

mengkonversi limbah cair yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun.

Masing-masing spesies mikroba tidak diketahui dan tiadanya pembibitan

(seeding) yang diperlukan. Pada limbah cair dalam bioreaktor terdapat bakteri

yang berfungsi sebagai agen utama yang dapat tumbuh pada konsentrasi O2

terlarut sangat rendah (Suharto, 2011).

4. Proses Pengolahan Biologi (Aerob-Anaerob) Pada Bioreaktor

Mikroorganisme memegang peranan penting dalam proses yang

berlangsung pada pengolahan air buangan secara biologis. Kriteria yang

dibutuhkan mikroba dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang

mengandung polutan organik. Teknologi yang digunakan sebagian besar

menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa tersebut.

Proses pengolahan air limbah dengan bantuan aktivitas mikroorganisme disebut

proses biologis. Proses tersebut dapat dilakukan pada kondisi anaerobik,

aerobik atau kombinasi keduanya/fakultatif (Said, 1995).

Pengolahan secara biologis merupakan salah satu bentuk perlakuan

terhadap limbah cair dengan menggunakan organisme perombak limbah.

Karena itu sering juga disebut metode biologis yang memanfaatkan kehidupan

bakteri dalam merombak limbah cair. Pengolahan air buangan secara biologis

21

adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau

menyisihkan subtrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan

memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat

tersebut (Said, 2008).

Pengolahan air buangan secara biologi terutama dimaksudkan untuk

menyisihkan zat-zat organik terlarut dan koloid, dan juga zat organik

tersuspensi. Bahan organik tersebut dikonversi menjadi biomassa yang

kemudian menjadi bioflokulasi yang dapat dipisahkan dengan pengendapan

(Tchobanoglus dan Burton, 1991).

Tujuan pengolahan air limbah secara biologi adalah mengubah molekul

organik yang kompleks menjadi produk yang lebih sederhana dan biomassa.

Keberhasilan pengolahan limbah secara biologi tergantung aktivitas

mikroorgasnisme di dalamnya, karena itu diperlukan perlakuan khusus.

Mikroorganisme atau mikroba adalah substansi bersel satu yang membentuk

koloni atau kelompok dimana satu sama lain dalam koloni tersebut saling

berinteraksi. Dalam pertumbuhannya memerlukan sumber energi, karbon, dan

nutrien.

Bakteri pengurai merupakan kelompok bakteri yang mampu

mendekomposisi organisme lain yang telah mati menjadi unsur-unsur

penyusunnya yang akan kembali ke lingkungan. Bakteri pengurai ini termasuk

ke dalam organisme saprofit karena kemampuannya untuk menguraikan

senyawa organik yang ada di alam. Bakteri saprofit menguraikan tumbuhan

atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme.

Kelompok mikroorganisme ini menguraikan protein, karbohidrat dan

senyawa organik lain menjadi karbon dioksida (CO2), gas amoniak, dan

senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Sebagai contoh, beberapa jenis

bakteri pengurai mampu membentuk senyawa NH3 dari proses dekomposisi

biomolekul protein melalui proses amonifikasi yang kemudian akan masuk ke

dalam siklus nitrogen dan selanjutnya digunakan oleh organisme lain. Oleh

karena itu, keberadaan bakteri ini berperan cukup besar dalam siklus unsur

organik dalam suatu biosfer (Todar, 2008).

22

Mekanisme penyisihan zat organik dalam air limbah secara biologi

sangat dipengaruhi oleh karakteristik air limbah yang akan diolah. Secara

umum Eckenfelder (2000) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah secara

biologi berupa penyisihan zat organik tersuspensi dalam air limbah melalui

pelekatan zat organik tersebut pada flok biologi. Proses ini dipengaruhi oleh

gradien kecepatan yang dilakukan untuk mencampur air limbah dengan flok

biologi. Kemudian penyisihan zat organik terkoloid dilakukan dengan adsorbsi

kimia fisika pada flok biologi. Zat organik terlarut disisihkan oleh

mikroorganisme dengan biosorpsi. Pada proses biodegradasi zat organik oleh

mikroorganisme pada proses aerobik, terdapat 2 feomena dasar yaitu oksigen

dimanfaatkan oleh mikrorganisme untuk sintetis sel baru dan untuk

mendapatkan energi.

Mikroorganisme yang terdapat pada unit pengolahan biologi limbah cair

adalah bakteri, jamur, virus, alga dan protozoa. Pada unit pengolahan proses

biologi didominasi oleh bakteri. Bakteri berfungsi mendegradasi senyawa

organik baik pada proses anaerobik maupun proses aerobik. Untuk melakukan

reproduksi dan fiungsi-fungsi lainnya mikroorganisme harus mempunyai

sumber energi, karbon untuk sintetis sel baru zat-zat anorganik sebagai nutrisi

seperti nitrogen, fosfor, sulfur, potasium, kalsium dan magnesium

(Tcobanoglus et al, 2003).

Perlakuan aerobik limbah cair bertujuan untuk melarutkan dan

menggumpalkan senyawa organik menjadi produk baru seperti CO2, NH3,

radikal anorganik seperti SO4˭, PO4-3

dan mikroba baru. Penguraian bahan

organik oleh mikroorganisme dalam proses aerobik dapat terjadi dengan

kehadiran oksigen sebagai penerima elektron dalam air limbah. Bakteri akan

berkembang biak apabila jumlah makanan cukup tersedia, sehingga

pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Bakteri aerob dapat

hidup karena ada udara sehingga diperlukan unit tambahan aerator. Fungsi

aerator adalah mensuplai oksigen dari luar, sehingga memberi kesempatan

hidup bagi bakteri untuk penguraian. Pada prakteknya terdapat 2 cara untuk

menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu dengan memasukkan udara

23

ke dalam air atau dengan cara memaksa air ke atas untuk berkontak dengan

oksigen (Asmadi, 2013).

Parameter udara yang perlu diperhatikan adalah aerasi untuk

pertumbuhan mikroba dalam bioreaktor dan juga perlakuan lumpur aktif.

Aerasi oksigen ke dalam bioreaktor sangat tergantung pada tinggi media dan

waktu tinggal dalam bioreaktor. Fungsi alat aerasi adalah untuk menjamin

bahwa jumlah oksigen terlarut dalam air limbah cukup banyak untuk tumbuh

dan kembang biak mikroba dan untuk menghindari adanya endapan pada dasar

tangki bioreaktor. Aerasi permukaan dilakukan pada bak terbuka lumpur aktif

dan untuk menghindari bau tak sedap dari lumpur aktif. Oleh sebab itu perlu

dipilih jenis dan bentuk sistem aerasi yang digunakan dengan tetap

memperhatikan kecepatan pengambilan oksigen oleh mikroba dan menjaga

aliran udara optimal agar tidak terjadi buih/busa dalam bioreaktor (Suharto,

2011).

Proses pengolahan limbah cair secara aerobik dilakukan dengan cara:

a. Bioreaktor baik proses bach maupun kontinyu dan atau bak aerobik yang

berisi limbah cair diaerasi dengan O2 maka sel mikroba dapat tumbuh dan

berkembang biak dalam pertumbuhan tersuspensi.

b. Bioreaktor berisi limbah cair diaerasi dengan O2 maka sel mikroba tumbuh

dan berkembang biak dalam pertumbuhan tertambat.

Efisiensi tinggi pada perlakuan limbah cair secara aerobik diupayakan

hal-hal sebagai berikut:

a. Kapasitas bioreaktor dan bak sedimentasi kecil

b. Lahan yang diperlukan hendaknya sempit

c. Bioreaktor dan bak sedimentasi diberi tutup

d. Tidak ada masalah peningkatan skala bioreaktor

e. Keluwesan dalam beroperasi

f. Pemasok O2 untuk biosuspensi diperoleh dari udara alamiah

g. Pemanfaatan O2 dalam udara semaksimal mungkin.

Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam

penguraian anaerobik, bakteri-bakteri merupakan mikroorganisme yang paling

dominan bekerja di dalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri

24

anaerobik dan fakultatif terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa

organik.

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan oleh mikroorganisme

tanpa kehadiran oksigen. Hasil akhir dari proses anaerobik adalah metan,

karbon dioksida, uap air dan sedikit lumpur. Proses anaerobik dimulai dengan

hidrolisa bahan polutan menjadi produk terlarut. Senyawa terlarut ini kemudian

dioksidasi secara anaerobik menjadi asam lemak rantai pendek, alkohol, CO2 ,

H2O, hidrogen dan amonia. Asam lemak rantai pendek dikonversi menjadi

asetat, gas hidrogen dan CO2. Langkah terakhir reduksi CO2 menjadi metan

(Asmadi, 2013).

Pemanfaatan pengolahan anaerobik semakin meningkat dikarenakan

konsumsi energi yang relatif rendah menurut publikasi oleh Chang pada tahun

2013. Walaupun kelemahan proses anaerobik lebih lambat dari proses aerobik,

penelitian tersebut membuktikan bahwa teknologi bioreaktor anaerob dapat

digunakan untuk pengolahan berbagai air limbah dengan potensi besar untuk

memulihkan energi dan sumber daya. Terdapat 3 kategori bakteri anaerob, yaitu

obligat, aerotoleran, dan fakultatif. Anaerob obligat membutuhkan lingkungan

bebas oksigen untuk hidup. Bakteri jenis ini tidak bisa hidup di tempat dengan

oksigen yang bisa merusak dan menghancurkan mereka. Bakteri aerotoleran

tidak menggunakan oksigen untuk hidup, tapi tetap bisa hidup dalam

lingkungan dengan oksigen. Anaerob fakultatif menggunakan fermentasi untuk

tumbuh di tempat tanpa oksigen, tetapi menggunakan respirasi aerobik di

tempat-tempat dengan oksigen.

Pengolahan biologis anaerobik (Collins et al, 2005) menggunakan bed

bioreaktor anaerobik, dengan hasil pengamatan bahwa fenol efisien didegradasi

dalam reaktor tersebut. Sedangkan Firozjaee et al (2010) melakukan

penyelidikan biologis pengolahan fenol menggunakan bioreaktor anaerobik

kontinu, diperoleh penyisihan fenol 89%. Dijelaskan dalam jurnal penelitian

tersebut bahwa COD berhubungan dengan penyisihan fenol. Diperoleh

penyisihan COD tertinggi pada 3 kali waktu tinggal limbah.

Dengan aliran kontinyu tetap bioreaktor anaerob diunggulkan untuk

efisiensi penyisihan fenol dan senyawa fenol sebanyak 97-98% dalam waktu

25

tinggal 6 jam (Mrowiec dan Suschka, 2014). Pantea dan Romocea (2008)

menyatakan bahwa sistem anaerobik mewakili teknologi berkelanjutan untuk

perawatan air limbah dengan biaya rendah, karena konstruksi yang rendah,

operasi dan biaya pemeliharaan murah, kebutuhan tanah kecil, produksi lumpur

berlebih rendah dan produksi biogas. Penguraian polutan secara anaerobik

terdiri dari beberapa tahap yang saling tergantung, kompleks dan reaksi biologi

pararel, di mana produk dari satu kelompok mikroorganisme berfungsi sebagai

substrat untuk berikutnya, mengakibatkan transformasi bahan organik terutama

ke campuran metana dan karbon dioksida. Penguraian anaerobik berlangsung

dalam empat fase yaitu hidrolisis/pencairan, pembentukan senyawa asid, aseton

dan metan.

Sistem pengolahan air limbah sebagian besar bergantung pada aktivitas

mikroba menguntungkan baik bakteri anaerobik maupun aerobik, yang mampu

menguraikan bahan organik kompleks. Semua mikroba membutuhkan kondisi

yang optimal untuk berkembang biak, oleh karena itu untuk memaksimalkan

efisiensi instalasi pengolahan air limbah maka mikroorganisme harus tersedia

dalam jumlah yang memadai (Alam et al, 2003). Dalam sistem biologik,

mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintetis bahan seluler baru dan

menyediakan energi untuk sintetis. Organisme juga dapat menggunakan suplai

makanan yang sebelumnya telah terakumulasi secara internal atau endogen

untuk respirasi, dan melakukannya apabila tidak ada sumber makanan dari luar

atau eksogen. Sintetis dan respirasi endogen berlangsung secara simultan dalam

sistem biologik dengan sintesis yang berlangsung lebih banyak bila terdapat

makanan eksogen yang berlebihan, dan respirasi endogen akan mendominasi

bila suplai makanan eksogen sedikit atau tidak ada. Secara umum reaksi yang

terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:

Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan

nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup

+ lebih banyak mikroorganisme produk akhir

mikroorganisme + limbah yang dapat dimetabolise

dan mengandung energi

26

dalam suatu proses respirasi selular autooksidatif atau endogenes. Reaksinya

secara umum adalah sebagai berikut:

Dengan adanya bahan limbah (makanan), metabolisme mikroba akan

berlangsung produksi sel-sel baru dan energi, dan padatan mikroba akan

meningkat. Bila tidak ada makanan, respirasi endogen akan berlangsung lebih

banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba. Massa mikroba tidak

akan berkurang hingga nol bahkan bila periode respirasi endogen berlangsung

lama. Residu sekitar 20 hingga 25 % massa mikroba akan tertinggal. Bahkan

dalam sistem penanganan biologik akan terjadi akumulasi dengan laju

minimum. Padatan ini harus dikeluarkan dari instalasi.

Hanya beberapa organisme adalah obligat anaerob atau aerob.

Sejumlah besar mikroorganisme dapat hidup dengan baik dengan atau tanpa

oksigen. Organisme yang berfungsi di bawah kondisi baik anaerobik atau

aerobik adalah organisme fakultatif. Bila tidak ada oksigen dalam

lingkungannya, mereka mampu memperoleh energi dari degradasi bahan

organik dengan mekanisme nonaerobik, tetapi bila terdapat oksdasi bahan

organik dengan mekanisme nonaerobik, tetapi bila terdapat oksigen terlarutut,

mereka akan memecah bahan organik lebih sempurna. Organisme dapat

memperoleh energi lebih banyak dengan oksidasi aerobik daripada oksidasi

anaerobic.

Untuk penanganan biologik dapat dirancang baik anaerobik atau

aerobik. Kadang terjadi kondisi anaerobik dalam unit yang dirancang aerobik.

Contoh kondisi ini adalah bahan organik yang mengendap di dasar kolam

oksidasi, bila beban sistem aerobik berlebihan karena meningkatnya kekuatan

limbah segar, dan di bagian dalam partikel flok lumpur aktif dan pertumbuhan

filter menetes. Sebagian besar mikroorganisme dalam proses penanganan

limbah secara biologi adalah mikrorganisme fakultif.

Bakteri yang bersifat fakultatif anaerob yaitu bakteri yang mampu

berfungsi dalam kondisi aerobik maupun anaerobik adalah bakteri-bakteri yang

ternyata dominan dalam proses penanganan air limbah baik secara aerobik

ataupun anaerobik. Proses fermentasi yang berlangsung secara anaerobik akan

mikroorganisme Produk akhir + lebih sedikit mikrorganisme

27

menghasilkan produk akhir pada kondisi pH netral. Penyisihan COD, BOD,

bahan tersuspensi dan MPN dilaporkan masing-masing sebesar 83,7 %; 86,45

%; 78,6% dan 99,15% (Poodar et al, 2004). Limbah cair rumah sakit dengan

cara bioreaktor aerobik dan anaerobik jumlah penurunan BOD dan COD

masing-masing dilaporkan 30-270 mg/L dan 80-450 mg/L (Rezae et al, 2005).

Sistem aerasi yang diperpanjang pada IPAL rumah sakit menunjukkan efisiensi

penyisihan BOD dan COD rata-rata di 70 rumah sakit di Iran masing-masing

adalah 67,5% dan 64,3% (Asgharnia et al, 2010).

Untuk mencapai penanganan limbah secara biologik yang

memuaskan, limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor yang cukup

untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum. Dalam

kebanyakan limbah kesetimbangan nutrisi bukan merupakan masalah karena

biasanya terdapat kelebihan nitrogen, fosfor dengan memperhatikan karbon

yang digunakan untuk sintetis sel. Kelebihan nutrien ini dapat menyebabkan

eutrofikasi dalam air permukaan bila efluen disalurkan. Metode pengendalian

kelebihan nutrien ini diperlukan sebelum pengeluaran efluen.

Limbah cair rumah sakit mengandung berbagai bahan kimia seperti

fenol dan alkohol (Kummerer, 2001). Pengolahan dengan pemanfaatan

mikroba terimobilisasi dalam tangki aerasi dalam penelitian Manonmani, et al,

2015 terbukti efisien untuk mengurangi kandungan bahan organik, fenol dan

alkohol limbah cair rumah sakit. Efisiensi pengurangan fenol dalam penelitian

tersebut diketahui 95,35% dan alkohol 94,3%.

Dalam unit biologi berlangsung sejumlah perubahan. Sebagian dari

transformasi mempengaruhi komponen pengisi limbah yang sedang menerima

penanganan, sehingga akan mempengaruhi mutu dari unit effluen, sifat dan

jumlah padatan terlarut. Berikut ini adalah transformasi dasar yang berlangsung

dalam berbagai sistem penanganan:

a. Karbon

Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung karbon organik

menggambarkan mekanisme dimana organisme heterotrofik memperoleh

energi untuk sintetis. Proses ini disebut respirasi. Dalam sistem penaganan

28

aerobik karbon organik ditransformasi melalui berbagai tahap, untu

mensintesis protoplasma mikrobial, C5H7O2 dan karbon dioksida.

Pengambilan oksigen dan pembentukan karbon dioksida menunjukkan efek

respirasi.

Dalam sistem anaerobik, molekul oksigen tidak dapat menjadi

aseptor terminal dan semua karbon yang direspirasi tidak akan diubah

menjadi karbon dioksida. Di bawah kondisi anaerobik, karbon organik

diubah menjadi padatan mikrobial, karbon dioksida, metana dan senyawa

pereduksi lain. Metabolisme anaerobik yang menuju pembentukan metana

berlangsung dalam satu seri langkah. Secara sederhana dapat diringkaskan

sebagai konversi organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana:

Dan konversi senyawa-senyawa yang lebih sederhana menjadi

produk-produk akhir berupa gas:

b. Nitrogen

Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologi. Nitrogen

mengisi sekitar 12% protoplasma bakteri dan 5-6% protoplasma kapang.

Dalam air limbah, nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan

nitogen amonia, proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang

berlangsung. Dalam sistem biologi, senyawa nitrogen organik dapat

ditransformasi menjad nitrogen amonium dan dioksidasi menjadi nitrogen

nitrat dan nitrit.

Karbon organik + O2 C5H7O2 + CO2

Karbon

organik

Sel mikroba + asam organik, aldehide,

alkohol, dll

asam organik + karbon

organik tereduksi

Sel mikroba + metana +

karbon dioksida

N organik N amonium N nitrit N nitrat

29

Oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan

berlangsung di bawah kondisi aerobik. Definisi nitrifikasi yang lebih dasar

adalah konversi biologik senyawa nitrogen anorganik atau organik dari

bentuk tereduksi menjadi bentuk yang lebih teroksidasi. Untuk

memperoleh nitrifikasi yang opimum diperlukan residu konsentrasi

oksigen terlarut sebesar 2 mg/L. Amonia merupakan produk dekomposisi

dari senyawa organik yang dioksidasi oleh bakteri autotrofik, senyawa

nitrat direduksi oleh mikroorganisme di bawah kondisi anaerobik.

Denitrifikasi adalah proses di mana nitrogen nitrat dan nitrit

direduksi menjadi gas nitrogen dan nitrogen oksida di bawah kondisi

anoksik (tanpa) oksigen. Proses ini membutuhkan tersedianya donor

elektron (senyawa pereduksi). Donor yang diperlukan dapat berupa bahan

organik seperti metanol, penambahan limbah yang tidak diberi perlakuan,

bahan organik yang belum dimetabolisme, atau respirsi endogenes dari sel

mikroba. Denitrifikasi memberi kemungkinan untuk mereduksi kadar

nitrogen dari efluen limbah dengan menghasilkan fraksi nitrogen yang

dilepaskan ke udara sebagai gas inert.

Mikroorganisme dapat mengoksidasi baik senyawa-senyawa

mengandung karbon dan senyawa-senyawa nitrogen. Bakteri yang

mengoksidasi nitrogen adalah autotrof, secara normal tidak banyak

terdapat dalam air limbah segar. Organisme ini terdapat dalam air limbah

teroksidasi seperti efluen air limbah yang diberi penanganan aerobik.

c. Fosfor

Sumber-sumber fosfor dalam air limbah termasuk bahan organik,

fosfat yang berasal dari bahan pembersih yang digunakan untuk proses

pembersihan, serta urin manusia dan hewan. Fosfor organik diubah

menjadi fosfor anorganik selama penanganan biologi.

Bentuk fosfat dalam air limbah penting karena teknik penghilangan

fosfat umumnya dievaluasi berdasarkan kemampuannya untuk

menghilangkan ortofosfat. Hidrolisis fosfat menjadi ortofosfat dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan konsentrasi mikroba.

Tripolifosfat (P2O105-

) + H2O Ortofosfat (PO43-

) + H+

30

Kecepatan hidrolisis dari fosfat terkondensasi dalam sistem berikut

menurun dengan urutan lumpur aktif, air limbah yang belum diberi

perlakuan, kultur dan air alamiah.

Penaganan biologik aerobik akan mengubah fosfat terkondensasi

menjadi ortofosfat. Penaganan anaerobik akan menghasilkan perubahan-

perubahan lain. Tahap utama dalam penaganan anaerobik adalah likuifisasi

(pencairan) bahan organik dan senyawa fosfor anorganik akan dilepaskan

dari senyawa oranik. Efluen dari suatu unit anaerobik dapat mengandung

senyawa fosfor terlarut dalam konsentrasi tinggi daripada influennya.

Pelepasan efluen seperti ini ke bagian lain dari fasilits penanganan limbah

atau ke lingkungan dapat merumitkan atau menghalangi proses

penghilangan fosfat pada fasilitas.

5. Kultur Bakteri

Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar

fungsional untuk sejumlah proses penanganan. Hal utama dalam penanganan

air limbah adalah pengembangan dan pemeliharaan kultur mikroba yang cocok.

Proses penanganan air limbah secara biologik terdiri dari campuran

mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah organik. Bakteri suatu

adalah organisme yang mendapat perhatian utama baik dalam penanganan air

maupun dalam penanganan air limbah. Bakteri merupakan kelompok

mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. Dalam air dan

air limbah bakteri penting karena beberapa jeins bersifat patogenik

(menyebabkan penyakit), dan karena kultur bakteri dapat digunakan untuk

menghilangkan bahan oraganik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari

air limbah (Jennie dan Rahayu, 1995).

Mikroba adalah sistem organisme yang kompleks. Rumus untuk

mewakili sel bakteri adalah C5H702N atau C75H105O30N15P. Komposisi bakteri

tidak konstan dan bervariasi tergantung tingkat pertumbuhan dan substrat

utama yang digunakan. Rumus empiris ini hanya menyatakan proporsi rata-rata

dari komponen-komponen pengisi utama dalam sel bakteri. Komposisi dasar

dari sel bakteri secar proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.

31

Tabel 2. Komposisi Dasar Sel Bakteri (Schroeder, 1997)

Unsur Persen berat kering (%)

Karbon 50

Oksigen 20

Nitrogen 14

Hydrogen 8

Fosfor 3

Sulfur 1

Kalium 1

Kalsium 0,5

Magnesium 0,5

Klorin 0,5

Besi 0,2

lain-lain 0,3

Karakteristik utama mikroorganisme adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik kultural atau kultur bagi suatu organisme sering bersifat

spesifik.

b. Karakteristik morfologis berdasarkan ukuran sel, susunan koloni, bentuk

struktur yang dapat diamati.

c. Karakteristik metabolik berdasarkan cara mikroorganisme melakukan

proses-proses biokimia dalam kehidupannya.

d. Karakteristik komposisi kimiawi, yaitu bahan atau zat utama yang

terkandung dalam mikroorganisme tesebut.

e. Karakteristik antigenik, yaitu deteksi komponen sel khusus yang nyata ada

persamaan antar spesies.

f. Karakteristik genetik yaitu analisis komposisi Dexyribo Nucleic Acid

(DNA) yang diisolasi dari mikroorganisme yang berlainan (Judoamidjojo

et al, 1992) .

6. Media Bioball-Zeolit dan Waktu Tinggal Pengolahan

Ditinjau dari urutannya proses pengolahan air limbah dapat dibagi

menjadi tiga jenis pengolahan (Asmadi dan Suharno, 2012), pada halaman

selanjutnya.

32

a. Pengolahan primer, digunakan sebagai pengolahan pendahuluan untuk

menghilangkan padatan tersuspensi, koloid, serta penetralan yang

umumnya menggunakan proses fisika atau proses kimia.

b. Pengolahan sekunder, digunakan untuk menghilangkan senyawa polutan

organik terlarut yang umumnya dilakukan secara proses biologis.

c. Pengolahan tersier atau pengolahan lanjut, digunakan untuk menghasilkan

hasil olahan dengan kualitas yang lebih bagus sesuai dengan yang

diharapkan. Prosesnya dapat dilakukan baik secara biologis, secara fisika,

kimia atau kombinasi ke tiga proses tersebut.

Klasifikasi proses pengolahan air limbah pada Tabel 3 halaman berikutnya.

Faktor yang mempengaruhi untuk kerja reaktor antara lain adalah tipe

jenis media penyangga yang digunakan untuk tempat menempel biomassa

mikroba. Ukuran dan bentuk media yang digunakan dapat berbentuk tidak

beraturan yang dibuat dari sejenis plastik (bioball) dengan bentuk geometri

tertentu dan potongan bambu dengan ukuran tertentu. Proses pengolahan air

limbah dengan proses bioreaktor dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam

reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk

pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Sistem biofilm

yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada

medium, lapisan air limbah dan lapisan udara yang terletak di luar. Senyawa

polutan yang ada di air limbah, seperti amonia, fosfor dan lainnya akan

terdifusi ke dalam lapisan atau bersamaan dengan menggunakan oksigen yang

terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh

mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan

akan diubah menjadi biomassa. Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka

pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik,

sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada

dalam keadaan anaerobik (Said, 2005).

33

Tabel 3. Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Menurut Jenis Kontaminan

Kontaminan Sistem Pengolahan Klasifikasi

Padatan tersuspensi Screening and communition Fisika

Sedimentasi Fisika

Flotasi Fisika

Filtrasi Fisika

Kogulasi/sedimentasi Kimia/Fisika

Land treatment Fisika

Biodegradabel organik Lumpur aktif Biologi

Tricking filter Biologi

Rotating biological contractors Biologi

Kolam aeasi Biologi

Saringan pasir Fisika/Biologi

Land treatment Biologi/Kimia/Fisika

Patogen Khlorinasi Kimia

Ozonisasi Kimia

Land treatment Fisika

Nitrogen Suspended growt nitrification and denitrification

Biologi

Fixed film nitrification and nitrification

Biologi

Amonia stripping Kimia/Fisika

Ion exchange Kimia

Breakpoint khlorinasi Kimia

Land treatment Biologi/Kimia/Fisika

Fosfor Koagulasi dan sedimentasi Kimia/Fisika

Biological/chemical phosporus

removal

Biologi/Kimia

Land treatment Kimia/Fisika

Refractory organic Adsorpsi Fisika

Tertiary ozonation Kimia

Land treatment Fisika

Pengendapan kimia Kimia

Ion exchange Kimia

Land treatment Fisika

Padatan inorganik terlarut Ion exchange Kimia

Reverse osmosis Fisika

Elektrodialisis Kimia

Bioball adalah salah satu media biologis, dimana sistem kerja

menggunakan mikroorganisme, yaitu bakteri bekerja secara simultan

berdasarkan sifat dasarnya. Bioball tidak berfungsi sebagai saringan, melainkan

berfungsi sebagai media atau tempat hidupnya mikroarganisme. Bakteri hidup

menempel pada permukaan bioball, jadi semakin banyak bioball dalam media

filter maka akan semakin banyak pula rumah untuk bakteri sehingga kualitas

air semakin baik. Sistem pengolahan air limbah sebagian besar bergantung

pada aktivitas mikroba menguntungkan baik bakteri anaerobik maupun

34

aerobik, yang mampu menguraikan bahan organik kompleks. Semua mikroba

membutuhkan kondisi yang optimal untuk berkembang biak, oleh karena itu

untuk memaksimalkan efisiensi instalasi pengolahan air limbah maka

mikroorganisme harus tersedia dalam jumlah yang memadai (Alam et al,

2003).

Bakteri hidupnya menempel pada permukaan media yang kita

gunakan, sudah pasti yang diperlukan permukaan yang luas. Jadi bioball

terbaik secara umum adalah bioball yang memiliki luas permukaan yang luas,

dalam penggunaan sebagai media filter biologi. Selain fungsi utama sebagai

media biologi tersebut bioball juga memiliki beberapa fungsi sekunder yang

lainya. Adapun fungsi–fungsi sekunder yang dimaksud lebih jelas apabila kita

mengetahui jenis ,tipe, bentuk beragam bioball yang tersedia dipasaran:

a. Bioball duri/rambutan

Bio ball rambutan ini pada desain bola rambut berbetuk silinder,

jadi terdapat lubang tembus di kedua sisi rambutnya, hanya saja pada

aplikasi nya , sering kali menjadi masalah karena rambut rapuh dan mudah

patah, serta mengurangi luas permukaan bioball sehingga

mengurangi fungsi utama dari bio ball itu sendiri. Namun untuk bioball

jenis ini relatif lebih murah harga nya di banding tipe lain.

Bioball jenis ini masih seringkali diperlukan untuk beberapa jenis

filtrasi dengan beberapa tujuan/maksud tertentu, seperti digunakan pada tahap

awal filtrasi tertentu contoh pada limbah garmen difungsi gandakan sebagai

filter fisik untuk menangkap benang , atau pada limbah rumah sakit untuk

menangkap rambut yang sering kali menggangu sistem pompa, serta beberapa

aplikasi lain. Bioball rambutan dapat diamati pada Gambar 2.

Gambar 2. Bioball Rambutan

35

b. Bioball bola

Bio ball bola merupakan salah satu jenis bio ball yang paling ideal

yang ada dipasaran untuk jenis sitem filtrasi biologi, dikarenakan selain

memiliki luas permukaan yang lebih besar dibanding model lainnya,

bentuknya yang bulat mudah untuk mengisi ruang filtrasi secara optimal

walau pun penempatannya tanpa diatur (diacak), sehingga sangat optimal

untuk ruang filter.

Bioball bola juga sangat ideal pemakaiannya pada sistem biologi

aerob yang memerlukan oksigen sebagai dasar utama bekerjanya sistem

ini, karena design model ini tidak menghambat distribusi oksigen dalam

air, sehingga oksigen terlarut (DO) cenderung merata, sehingga filtrasi

bisa mencapai titik optimal pada ruang filtrasi.

Hanya saja pada beberapa produk yang ada dipasaran memiliki

kualitas yang kurang baik, walau sepintas secara visual tampak sama.

Contoh perencanaan design yang buruk adalah salah perhitungan pada

jarak atar kisi, sehingga menyebabkan bio ball yang satu dengan yang

lainnya menjadi saling menempel, sehingga mengurangi efisiensi luasan

bidang. Bioball bola dapat diamati pada Gambar 3 halaman berikutnya.

Gambar 3. Bioball Bola

c. Bioaball bolacin

Bio ball bolacin merupakan pengembangan dari bioball model

bola, sehingga desain bioball ini menutupi kelemahan bio ball model bola,

36

dan memiliki luasan permukaan lebih banyak dibanding model bola

dengan diameter sama, dan menghilangkan kelemahan yang ada pada bio

ball bola untuk menghasilkan media filter terbaik untuk memaksimalkan

proses filtrasi biologi.

Gambar 4. Bioaball bolacin

Bioball dimanfaatkan sebagai media tempat melekatnya bakteri dalam

proses pengolahan limbah secar biologi. Faktor faktor yang mempengaruhi

mekanisme proses biologi diantaranya adalah temperatur, pH, waktu tinggal,

komposisi kimia air limbah, kompetisi metanogen dan bakteri pemakan sulfat,

serta zat toksik. Disebutkan retensi waktu tinggal untuk biodegradasi lengkap

adalah 18-24 jam (Jafrudeen dan Ahsan, 2012).

Proses perkembangan bakteri secara anaerob dan aerob diharapkan

terjadi secara alami dalam air limbah, maka komposisi penyusun media

penyangga dan adsorben harus tersedia (Schroeder, 1997). Alofan yang terbuat

dari sedimen vulkanik telah diteliti dapat dimanfaatkan sebagai adsorben

logam berat (Pranoto et al, 2013). Zeolit yang juga merupakan mineral

sedimen organik, memiliki struktur kerangka tiga dimensi dengan rongga di

dalamnya serta memiliki luas permukaan yang besar, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai adsorban.

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminio silikat

terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka 3

dimensi. Struktur zeolit merupakan polimer kristal anorganik didasarkan

kerangka tetrahidral dari AlO4 dan SiO4, yang dihubungkan satu dengan yang

37

lainnya melalui pembagian atau pemakaian bersama ion oksigen (NN, 2014).

Zeolit mengandung unsur utama silikon, aluminium dan oksigen serta

mengikat sejumlah tertentu molekul air di dalam porinya. Unsur lain yang

terdapat pada zeolit adalah unsur logam alkali dan alkali tanah. Secara umum

rumus kimia zeolit dituliskan:

Mx/n[(AlO2)x (SiO2)y] mH2O

n : valensi kation

x,y : jumlah tetrahegon per unit sel

m : jumlah molekul air per unit sel

M : kation alkali/alkali tanah

[(AlO2)x (SiO2)y] : kerangka zeolit yang bermuatan negatif

H2O : molekul air yang terhidrat dalam kerangka zeolit

Gambar 5. Struktur Zeolit

Struktur molekul zeolit mengakibatkan zeolit memiliki beberapa

manfaat berdasarkan peristiwa yang terjadi pada zeolit itu sendiri, yaitu:

a. Zeolit sebagai agen pendehidrasi

Kristal zeolit normal mengandung molekul air yang berkoordinasi

dengan kation penyeimbang. Zeolit dapat didehidrasi dengan

memanaskannya. Pada keadaan ini kation akan berpindah posisi, sering

kali menuju tempat dengan bilangan koordinasi lebih rendah. Zeolit

terdehidrasi merupakan bahan pengering (drying agents) yang sangat baik.

Penyerapan air akan membuat kation kembali menuju keadaan koordinasi

tinggi.

38

b. Zeolit sebagai penukar ion

Kation Mn+

pada zeolit dapat ditukarkan oleh ion lain yang terdapat

pada larutan yang mengelilinginya. Dengan sifat ini zeolit-A dengan ion

Na+ dapat digunakan sebagai pelunak air (water softener) dimana ion Na

+

akan digantikan oleh ion Ca2+

dari air sadah. Zeolit yang telah jenuh Ca2+

dapat diperbarui dengan melarutkannya ke dalam larutan garam Na+ atau

K+ murni.

Zeolit juga digunakan untuk mengurangi tingkat pencemaran

logam berat seperti Pb, Cd, Zn, Cu2+,

Mn2+

, Ni2+

pada lingkungan.

Modifikasi zeolit sebagai adsorben anion seperti NO3-, Cl

-, dan SO4

- telah

dikembangkan melalui proses kalsinasi zeolit-H pada suhu 5500C.

c. Zeolit sebagai adsorben

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi

terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda

penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan

penyerapnya (Indra, 2008). Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat

diatas permukaan adsorben, sedang absorpsi adalah penyerapan dari

adsorbat kedalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption.

Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedang bahan yang

berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben (Brady, 1999).

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika

(disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi

gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan

adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben,

banyaknya zat yang teradsorpsi tergantung pada sifat khas zat padatnya

yang merupakan fungsi tekanan dan suhu).

Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben

dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh

kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan sebagai

banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar

kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh macam adsorban, macam zat yang

39

diadsorpsi (adsorbate), luas permukaan adsorben, konsentrasi zat yang

diadsorpsi (adsorbate) dan temperatur

Zeolit yang terdehidrasi akan mempunyai struktur pori terbuka

dengan internal surface area besar sehingga kemampuan mengadsorb

molekul selain air semakin tinggi.

d. Zeolit sebagai katalis

Zeolit mempunyai tiga tipe katalis selektif bentuk:

1) Katalis selektif reaktan

Dimana hanya molekul (reaktan) dengan ukuran tertentu yang dapat

masuk ke dalam pori dan akan bereksi di dalam pori.

2) Katalis selektif produk

Hanya produk yang berukuran tertentu yang dapat meninggalkan situs

aktif dan berdifusi melewati saluran (channel) dan keluar sebagai

produk.

3) Katalis selektif keadaan transisi

Reaksi yang terjadi melibatkan keadaan transisi dengan dimensi yang

terbatasi oleh ukuran pori.

7. BOD, COD, Amonia, Fosfat dan Fenol Dalam Limbah Cair

a. BOD

BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara

global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat

air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis. BOD

sebagai ukuran jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh

mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam

perairan (Anita, 2005).

BOD menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik

yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan

beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian

zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh

40

zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama

proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam

air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat

organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga,

dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan.

Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini selain digunakan untuk

oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta

oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat

digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya

terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi

oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.

Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula

kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.

Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan

menginkubasikan contoh air pada suhu 20 ˚C selama lima hari. Untuk

memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20

◦C sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya

diambil waktu 5 hari sebagai standar. Inkubasi selama lima hari tersebut

hanya dapat mengukur kira-kira 68 % dari total BOD (Sasongko, 1990).

Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari

pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam

sampel maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi

lebih rendah dari yang semestinya (Mahida, 1984).

b. COD

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai

seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan

organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan

oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan

katalisator perak sulfat, sehingga semua bahan organik, baik yang mudah

terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD

menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990).

Yanfang Niu dan Xingyuan (2010) telah menerbitkan hasil percobaan

41

sebagai tingkat maksimum efisiensi penyisihan COD adalah 91,6%.

Makromolekul organik terdegradasi ke dalam asam organik molekul kecil

oleh bakteri acidate pertama, kemudian asam organik molekul kecil

terdegradasi menjadi CH4 dan CO2.

Prinsip analisa COD menurut Mahida (1984) yaitu sebagian zat

organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan

asam yang mendidih. Bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium

dikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium

dikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing

agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi

berikut ini:

CnHaObNc + dCr2O72-

+ (8d+c) H+ → nCO2 + H2O + 2dCr

3+ + cNH4+

Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2 jam pada

suhu 105°C menggunakan alat COD reaktor yang berfungsi agar zat organik

volatil tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO4)

sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan

buangan organik diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu

reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan

gangguan klorida tersebut. Unsur klorida dapat mengganggu karena akan

teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai dengan reaksi di halaman

selanjutnya.

Reduksi : (Cr2O72-

+ 14H+ + 6e

- 2Cr

3- + 7H2O) x 1

Oksidasi : (2Cl- Cl2 + 2 e

-) x 2

+

Reaksi : Cr2O72-

+ 6Cl- + 14 H

+ 2Cr

3- + 3Cl2 + 7H2O

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan

organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Apabila reaksi oksidasi

selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan

untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah

kalium dikromat yang digunakan pada reaksi tersebut. Semakin banyak

42

kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, maka semakin banyak

oksigen yang diperlukan.Hal ini berarti bahwa air lingkungan semakin

banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Mahida, 1984).

Penetapan COD digunakan untuk mengukur banyaknya oksigen

setara dengan bahan organik yang ada di dalam sampel air, yang mudah

dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. COD merupakan banyaknya

oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam air,

dihitung sebagai mg/L O2 (Tresna, 2000).

Besarnya nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikhromat K2Cr2O7, untuk

mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD

merupakan suatu cara untuk mengetahui jumlah bahan organik yang lebih

cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan

oksidan (Fardiaz, 1987). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran

air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses

mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen trelarut dalam air

(Alaerts dan Santika, 1984). Air dengan kadar COD yang tinggi dapat

mengurangi tingkat oksigen terlarut sehingga mempengaruhi kelangsungan

hidup organisme akuatik.

Penentuan kadar COD dapat dilakukan dengan menggunakan

metode spektrofotometer UV-Vis. Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi

(COD) adalah senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam

contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72-

dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+

.

Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2

mgL-1

) diukur secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang

gelombang 420 nm (Hendayana et al, 1994).

c. Amonia

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya

senyawa ini berupa gas dengan bau tajam yang khas, disebut bau amonia.

Amonia merupakan senyawa nitrogen yang terpenting dan paling banyak di

produksi. Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan

nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kausatik dan dapat merusak

43

kesehatan. Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai

daya iritasi tinggi yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh

deaminasi. Amonia dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga

dari oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologi, yang berasal dari

air alam atau air buangan industri dan penduduk (Hidayat, 2012).

Amoniak dihasilkan dari dekomposisi senyawa organik. Nitrogen

berlangsung mengikuti siklus nitrogen dalam limbah (Suharto, 2011). Siklus

ini dapat dilihat:

Organik N amoniak N nitrit N nitrat N

Total nitrogen = organik N + amoniak N + nitrit N + nitrat N

Kjeldahl N = organik N + amoniak N

Berikut dapat dijelaskan kembali bahwa amonia NH3 berasal dari

oksidasi zat organis secara mikrobiologis yang berasal dari air buangan

industri dan penduduk. Kadar amonia tinggi selalu menunjukkan

pencemaran. Rasa dan bau amonia menimbulkan masalah sehingga kadar

amonia harus rendah. Nitrogen organis (N total) adalah jumlah N organis

dan N amonia bebas. Analisa N organis umumnya hanya dilaksanakan pada

sampel air yang diduga mengandung zat organis. Jika dikalikan faktor

konversi nilai N total bisa dinyatakan sebagai kandungan protein zat organik

(Wagiman, 2014).

Secara fisik cairan amonia mirip dengan air dimana bergabung

sangat kuat melalui ikatan hidrogen. NH3 dibentuk dengan pemberian basa

pada suatu garam amonia. Pada bentuk cairan amonia terdapat dalam dua

bentuk yaitu amonia bebas atau tidak terionisasi (NH3) dan dalam bentuk

ion amonium (NH4+).

Sifat-sifat Amonia antara lain (Hidayah, 2012):

1) Amonia adalah gas yang tidak berwarna dan baunya sangat merangsang

sehingga gas ini mudah dikenal melalui baunya.

2) Sangat mudah larut dalam air, yaitu pada keadaan standar, 1 liter air

terlarut 1180 liter amonia.

44

3) Merupakan gas yang mudah mencair, amonia cair membeku pada suhu

-780o C dan mendidih pada suhu -330

oC, memiliki tekanan uap 400

mmHg (-45,4 oC).

4) Amonia bersifat korosif pada tembaga dan timah.

Amonia dalam air permukaan hasi dari air seni dan tinja, juga dari

oksidasi zat organis secara mikrobiologi, yang berasal dari air alam atau air

buangan industri dan penduduk. Zat organik bakteri juga dapat dikatakan

ammonia yang berada dimana-mana, dari kadar beberapa mg/L pada air

permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/L atau lebih pada air

buangan.

Pada umumnya amonia tidak mudah terbakar, tetapi apabila

campuran udara dan amonia dalam ruangan 13-27% maka akan meledak

dan terbakar. Amonia dapat terbakar pada daerah mudah terbakar : 16-25 %

(LFL-UFL). Amonia juga dapat menjadi korosif apabila terkena tembaga

dan timah. Selain itu amonia 0,2% sampai dengan 0,3% dari volume

ruangan menyebabkan kematian. Konsentrasi amonia yang tinggi pada

permukaan air akan menyebabkan kematian ikan, udang, dan binatang air

lainnya yang terdapat pada perairan tersebut. Kadar amonia yang tinggi

pada air menimbulkan bau yang tidak enak (Hidayah, 2012).

Amoniak dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik terdapat

dalam limbah cair yang harus dihilangkan sebab amoniak bersifat toksik

atau beracun terhadap kehidupan perairan jika konsentrasi amoniak dalam

air lebih dari 3 mg/L, dan senyawa amoniak akan dioksidasi oleh mikroba

menjadi nitrat dengan menggunakan oksigen (Reynold, 1982). Proses

penghilangan amoniak dalam limbah cair dilakukan dengan proses aerobik

pada amoniak dan oksidasi nitrit:

NH4+

+ 1,5 O2 NO2- + 2H

+ + H2O

NH4+

+ N2O4 0,33 NO2- + 1,33 H

+ + 0,33 N2 + 2NO + 1,33+

2NO + 1,33 H2O

NO2- + O,5 O2 NO

-3

Oksidasi amoniak anaerobik:

NH4+

+ NO-2 N2 + 2H2O

45

Senyawa nitrat tidak diinginkan dalam limbah cair karena memberi

peluang tumbuhnya ganggang atau alga dan mengganggu kesehatan

manusia. Senyawa nitrat dikonversi menjadi nitrit yang jauh lebih toksik

daripada nitrat. Metode penghilangan senyawa nitrit dan nitrat dilakukan

oleh bakteri yang mampu menggunakan nitrat sebagai penerima elektron

pada kondisi anaerobik, kemudian dikonversi menjadi nitrogen ditunjukkan

oleh persamaan reaksi kimia sebagai berikut.

NO-3 NO

-2 NO(g) N2O(g) N2(g)

Bakteri yang digunakan pada proses denitrifikasi adalah bakteri anaerobik

(Suharto, 2011).

Penghilangan nitrogen dalam pengolahan limbah akibat aktivitas

mikroba berupa penyerapan oleh bakteri melalui nitrifikasi dan denitrifikasi.

Mekanisme ini sebagai proses kunci untuk menghilangkan nitrogen

(Dhanya dan Jaya, 2013).

d. Fosfat

Fosfat merupakan sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang

tidak larut dalam air. Fosfat yang berlebihan dapat dikenali dengan warna

air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap dan keruh.

Salah satu sumber penghasil polutan fosfat adalah deterjen.

Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali,

mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses

eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau

yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan alga dan eceng gondok yang

secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan.

Kualitas air pada ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya

konsenrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan

mahluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh

dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya

dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya

keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainya, cyanobacteria ( blue-

46

green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa resiko

kesehatan bagi manusia dan hewan.

Fosfat berada dalam air limbah dalam bentuk organik, juga sebagai

ortophosfat anorganik atau sebagai fosfat-fosfat kompleks. Fosfat

kompleks mewakili kira-kira separuh dari fosfat air limbah perkotaan dan

berasal dari penggunaan bahan-bahan detergen sintetis. Fosfat

kompleks mengalami hidrolisa selama pengolahan biologis menjadi

bentuk ortofosfat (PO4³ˉ).

Bentuk-bentuk penting fosfat dalam air limbah adalah pospor

organik, polifosfat dan ortofosfat. Polifosfat banyak digunakan dalam

pembuatan detergen sintetis. Komponen fosfat dipergunakan untuk

membuat sabun sebagai pembentuk buih. Dan adanya fosfat dalam air

limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis. Bermacam-

macam jenis fosfat juga dipakai untuk pengolahan anti karat dan anti kerak

pada pemanas air (boiler). Pembuangan limbah yang banyak mengandung

fosfat ke dalam badan air dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan

mikroalga yang berlebih yang disebut eutrophication, sehingga air menjadi

keruh dan berbau karena pembusukan lumut-lumut yang mati. Pada

keadaan eutotrof, tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau

pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan

sedang mencerna (digesti) dan pada siang hari pancaran sinar matahari

kedalam air akan berkurang, sehingga proses fotosintesis yang dapat

menghasilkan oksigen juga berkurang.

Pertumbuhan tanaman dalam pengolahan limbah akan meningkatkan

mikroba serta aktivitasnya yang dapat meningkatkan efek positif pada

perbaikan pengolahan limbah yaitu persentase penghilangan fosfor antara

76-91% pada minggu kedua dan setelah 3-4 minggu penghilangan

didapatkan melebihi 98%. Penelitian Truong dan Barbara tahun 2001 juga

menunjukkan bahwa tanaman pemicu pertumbuhan mikroba memiiki

kemampuan menghilangkan nutrisi terlarut seperti nitrogen dan fosfor serta

menurunkan ganggang (Zhang et al, 2014).

47

e. Fenol

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak

berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan

strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin

fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin

aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan

terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang

cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.

Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat

dilarutkan dalam air (Wilkipedia, 2006)

Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih

asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di

mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol

alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan

pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem

aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan

menstabilkan anionnya.

Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau

asam benzoat. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu

bara. Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang,

triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga

merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan

kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari

produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang

terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang

terbuka.

Senyawa fenol dapat pula ditemukan di perairan. Keberadaanya

dapat menjadi sumber pencemar yang membahayakan kehidupan manusia

maupun hewan air lainnya. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk air

minum maupun air bersih adalah 0,0002 ppm. Berdasarkan beberapa

percobaan, senyawa fenol dengan iodium monobromida, reksinya dapat

berlangsung dalam suasana asam maupun netral. Dalam suasana netral,

48

reaksinya berlansung lambat, yakni 85 menit pada suhu 45oC dan 8-10 jam

pada suhu kamar. Namun dalam suasana asam kuat, reaksinya akan

berlangsung cepat yaitu hanya 10 menit (Mulyasuryani et al, 1997).

Sebagai senyawa dengan sifat toksisitas tertentu, di Jepang telah

dilakukan penelitian untuk mengetahui proses degradasi senyawa

nonilfenol (NP) di beberapa perairannya dengan menggunakan mikroba

consortia. Penelitian dilakukan di teluk Tokyo dan unit pengolahan

limbah. Senyawa NP didegradasi dalam waktu 45 hari pada suhu 25 oC

dalam medium mengandung NP (1000 ppm) sebagai sumber karbon.

Penelitian dengan sample mikroba lain, menunjukkan bahwa proses

degradasinya selama 30 hari. Dengan medium yang mengandung

NP/glukosa dengan rasio 1, aktivitas degradasinya ternyata tidak

dipengaruhi oleh adanya glukosa (Fuji et al, 2000).

Fenol dan derivat-derivatnya merupakan polutan yang sangat

berbahaya di lingkungan karena bersifat racun dan sangat sulit didegradasi

oleh organisme pengurai. Fenol adalah senyawa kimia yang bersifat

korosif yang dapat menyebabkan iritasi jaringan, kulit, mata dan

mengganggu pernapasan manusia. Nilai ambang batas senyawa fenol

untuk baku mutu air minum sebesar 0,001 ppm, mutu buangan air industri

sebesar 0,3 ppm serta di lingkungan para pekerja gas fenol adalah 0,3 ppm.

Fenol di alam mengalami transformasi kimia, biokimia, dan fisika. Namun

proses alami saja tidak cukup untuk menuntaskan permasalahan yang

timbul. Hal yang menimbulkan permasalahan harus segera diatasi

sehingga fenol dan derivat-derivatnya perlu ditiadakan atau dikurangi

sampai dengan nilai batas ambangnya. Manfaatnya adalah mencoba

mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh fenol, yaitu terbentuknya

senyawa hasil degradasi yang tidak membahayakan atau menimbulkan

racun di alam.

Penelitian biodegradasi ini dilakukan pada skala laboratorium

(Rustamjah, 2001), yang difokuskan pada pemecahan komponen tunggal

dengan menggunakan kultur murni. Fenol merupakan racun protoplasmik

yang toksik terhadap segala jenis sel. Kadar fenol yang tinggi akan

49

mengendapkan protein, sedangkan kadar rendah akan mendenaturasi

protein tanpa koagulasi. Biodegradasi fenol adalah terjadinya pengrusakan

cincin aromatik oleh mikroba pada proses anaerobik dan aerobik. Senyawa

aromatik baik secara total maupun sebagian dapat didegradasi oleh

mikroorganisme tergantung pada jumlah cincin dan jenis substituennya.

Reaksinya meliputi:

1) Infiltrasi kedalam sel, apabila tidak ada resistensi dalam terhadap

transportasi massa dan biomassa terdistribusi serba sama melalui

medium,

2) Transformasi sisi rantai, dan modifikasi substitusi dan perubahan

senyawa-senyawa aromatik.

Sifat bahaya senyawa fenol, adalah dapat menimbulkan akibat fatal

yang menyerang gangguan syaraf pusat manusia, kerusakan hati,

kerusakan ginjal dan paru-paru manusia. Berdasarkan hasil penelitian

Faith, et al yang dicantumkan oleh Suharto (2011), fenol berbentuk kristal

putih dan berubah bentuk menjadi merah jika kena sinar matahari dan

mengabsorpsi air dari udara, mempunyai bau yang spesifik, sangat korosif,

larut dalam alkohol, ether, khloroform, gliserin dan air. Fenol mempunyai

berat molekul 94, spesifik gravity 1,071, titik lebur 42OC sampai 43

OC,

titik didih 181,4OC, titik nyala 175

oF, densitas uap fenol = 3,24 ().

Senyawa fenol dapat berbentuk padat atau tepung dengan kadar 98% dan

bentuk cair dengan kadar antara 90 sampai 92%. Apabila fenol terkena

pada kulit manusia mengakinatkan luka bakar dan penyakit kulit lainnya.

Fenol merupakan salah satu polutan utama dalam air limbah, yang

dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, gangguan visi dan

ekskresi urin pada manusia menjadi berwarna gelap. Fenol juga beracun

untuk ikan dan kehidupan air. Berbagai metode digunakan untuk

penyisihan fenol dari air meliputi polimerisasi, elektro koagulasi, metode

biologis, ekstraksi, dekomposisi cahaya, proses oksidasi, adsorpsi dan

pertukaran ion (Kulkarni dan Kerde, 2015). Penyisihan fenol dengan

menggunakan berbagai adsorben adalah alternatif yang efektif (Kulkarni

dan Kaware, 2013).

50

Fenol didegradasi oleh berbagai organisme. Menurut ulasan ini,

mikroorganisme dapat mentolerir pH di kisaran 4-9. Dapat disimpulkan

bahwa mikroorganisme mampu menguraikan fenol dan bahan organik

(Basha et al, 2010).

Thuy dan Visvanathan (2010) melakukan penyelidikan penyisihan

senyawa fenolik oleh biologis diaktifkan dengan adsorben ditambah

membran bioreaktor. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penyisihan

fenol terutama dikarenakan oleh proses biodegradasi.

Bioreaktor semifluida untuk penyisihan fenol digambarkan oleh

Meikap dan Rot (1997). Mereka menyimpulkan bahwa bioreaktor

semifluida bergerak adalah alat baru dan efisien.

Larutan fenol dalam air bersifat sebagai asam lemah, dengan reaksi

sebagai berikut:

C6H5OH H+ + C6H5O

-

Fenol sebagai substrat dihidrolisa langsung oleh enzim dari mikroba

tersebut menjadi catechol. Selanjutnya catechol tersebut dikonversi oleh

oksigenasis, hidrolisis, dehidrogenase dan aldolasis menjadi piruvat dan

asetadehid atau suksinat dan acetyl Co A. Biodegradasi fenol sangat

menguntungkan karena dapat mengurangi modal awal dan biaya operasi.

Reaksi kimia berlangsung oleh beberapa tingkat reaksi enzimatik dan sangat

tergantung pada nilai pH.

Laju degradasi fenol dalam limbah cair tergantung jenis mikroba

dan konsentrasi inokulum, kecepatan aerasi, suhu, dan kadar umpan fenol.

Fenol dalam limbah cair CO2 + H2O + ion – polimer

bakteri

51

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian secara skematis pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Pemikiran

Studi

pengolahan limbah

rumah sakit limbah klinis

Pengolahan

bioreaktor:

anaerob-aerob

(fakultatif)

Komposisi bioball/zeolit Waktu tinggal

Reduksi:

BOD

COD

Amonia

Fosfat

Fenol

Limbah domestik

Identifikasi kultur

bakteri

Rancangan Komposisi

Bioreaktor

52

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan efisiensi reduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol

limbah cair rumah sakit berdasarkan variasi waktu tinggal hidraulik limbah di

dalam wadah reaktor.

2. Terdapat efisensi reduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair

rumah sakit berdasarkan komposisi volume media zeolit dan bioball.

3. Terdapat kultur bakteri yang signifikan dalam pengolahan limbah cair rumah.