bab ii landasan teori ii.1 audit operasionalthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-2-00510-ak bab...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Audit Operasional
Berkembangnya dunia usaha, membuat pihak-pihak yang berkepentingan
membutuhkan semua informasi yang akurat mengenai perkembangan usaha yang
dijalaninya. Informasi tersebut terkait dengan fungsi-fungsi yang ada dalam
perusahaan tersebut seperti fungsi penjualan & pemasaran, fungsi produksi,
fungsi akuntansi & keuangan dan fungsi personalia. Maka diperlukan kegiatan
audit untuk mengevaluasi jalannya kegiatan operasional fungsi-fungsi tersebut
untuk memberikan keyakinan bahwa pelaksanaan fungsi tidak menyimpang dan
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Audit ini dimaksudkan untuk menilai
pengelolaan fungsi tersebut dalam perusahaan apakah telah mencapai efektifitas,
efisiensi dan keekonomisan.
II.1.1 Pengertian Audit Operasional
Penggunaan istilah audit operasional tidak seumum istilah audit keuangan
dan sering digunakan bergantian dengan istilah audit manajemen dan audit
kinerja. Banyak definisi dari audit operasional yang menyebutkan efisiensi,
efektifitas dan ekonomis sehingga audit operasional dikenal juga dengan audit
manajemen. Berikut beberapa definisi audit operasional antara lain yaitu:
Boynton, Johnson dan Kell yang diterjemahkan oleh Ichsan, S.B. dan
Herman, B. (2003) mendefinisikan, “Audit operasional adalah suatu proses
9
sistematis yang mengevaluasi efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi
organisasi yang berada dalam pengendalian manajemen serta melaporkan kepada
orang-orang yang tepat hasil-hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi
perbaikan” (h. 498).
Menurut Tunggal (2007) mendefinisikan, “Pemeriksaan manajemen atau
operasional merupakan suatu penilaiaan dari organisasi manajerial dan efisiensi
dari suatu perusahaan, departemen, atau setiap entitas dan subentitas yang dapat
diaudit. Penekanannya adalah untuk mencapai efisiensi yang lebih besar,
efektivitas dan ekonomisasi dalam usaha dan organisasi yang lain” (h. 24).
Sedangkan, menurut AICPA yang dikutip oleh Bayangkara (2008)
mendefinisikan, “operational auditing sebagai a systematic review of an
organization activities…in relation to specified objective. The purpose of the
engagement may be: (a) to assess performance, (b) to identify opportunities for
improvement, and (c) to develop recommendation for improvement or further
action” (h. 3).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit
operasional adalah suatu proses sistematis yang mengevaluasi dan menilai
efektifitas, efisiensi dan keekonomisan dari manajerial dan aktivitas organisasi
untuk menilai kinerja, mengidentifikasi kesempatan perbaikan dan memberi
rekomendasi untuk perbaikan.
10
II.1.2 Tujuan Audit Operasional
Menurut Tunggal (2006) menyatakan, ”beberapa tujuan dari audit
operasional adalah:
1. Objek dari audit operasional mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesandalam setiap unsuryang diuji oleh auditor operasional dan
untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk
memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling
efisien.
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk
mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang
pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dan pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan
setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan
kepada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang
efektif dan efisien dari tujuan tanggung jawab mereka” (h. 12).
Sementara itu, menurut Bayangkara (2008), ”Audit manajemen bertujuan
untuk mengidentifikasi kegiatan, program dan aktivitas yang masih memerlukan
perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya dapat dicapai
perbaikan atas penegelolaan berbagai program dan aktivitas pada perusahaan
tersebut” (h. 3).
11
Mengacu pada pernyataan Bayangkara tersebut, ada tiga hal penting yang
harus dicapai perusahaan dalam meningkatkan kemampuan bersaingnya dengan
melakukan audit operasional atau manajemen, yaitu:
a. Efisiensi berkaitan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya,
sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki.
b. Efektivitas merupakan tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk
mencapai tujuannya.
c. Ekonomis berhubungan dengan bagaimana perusahaan dalam
mendapatkan sumber daya yang akan digunakan dalam setiap aktivitas.
II.1.3 Jenis-jenis Audit Operasional
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003)
menyatakan, “Audit operasional dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Fungsional (Functional)
Audit fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam
suatu organisasi. Keunggulan audit fungsional adalah memungkinkan
adanya spesialisasi oleh auditor. Auditor dapat lebih efisien memakai
seluruh waktu mereka untuk memeriksa dalam bidang itu. Kelemahan
audit fungsional adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan
dalam organisasi.
b. Organisasional (Organizational)
Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan
unit organisasi, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan.
Penekanan dalam suatu unit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif
12
fungsi-fungsi saling berinteraksi. Rencana organisasi dan metode-metode
untuk mengkoordinasikan aktivitas yang ada, sangat penting dalam audit
jenis ini.
c. Penugasan Khusus (Special Assignment)
Penugasan audit opersional khusus timbul atas permintaan
manajemen. Ada banyak variasi dalam audit jenis itu. Contoh-contohnya
mencakup penentuan penyebab tidak efektifnya system PDE,
penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi, dan membuat
rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang” (h. 767).
II.2 Pengendalian Internal
II.2.1 Pengertian Pengendalian Internal
Definisi pengendalian internal menurut Laporan COSO yang dikutip oleh
Boynton, Johnson dan Kell yang diterjemahkan oleh Ichsan, S.B. dan Herman,
B. (2003) mendefinisikan, “Pengendalian internal (internal control) adalah suatu
proses, yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya
dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang
memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut: keandalan
pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku dan
efektivitas & efisiensi operasi” (h. 373).
II.2.2 Komponen Pengendalian Internal
Berdasarkan Laporan COSO dan AU 319, Consideration of internal
control in the financial statement audit (SAS 78) yang dikutip oleh Boynton,
13
Johnson dan Kell yang diterjemahkan oleh Ichsan, S.B. dan Herman, B. (2003),
“mengidentifikasikan lima komponen pengendalian internal yang saling
berhubungan sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
b. Penilaian Resiko (Risk Assessment)
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
e. Pemantauan (Monitoring)” (h. 374).
II.3 Fungsi Produksi
Salah satu fungsi terpenting dalam perusahaan industri adalah fungsi
produksi, karena fungsi produksi meliputi semua kegiatan yang berhubungan
dengan menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa.
II.3.1 Pengertian Produksi dan Fungsi Produksi
Pengertian produksi sering digunakan pada perusahaan yang
menghasilkan barang atau jasa, tetapi arti itu merupakan pengertian produksi
secara umum dan luas. Berikut beberapa pendapat pengertian produksi adalah:
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (2000) menyatakan “Pada
hakikatnya produksi itu merupakan penciptaan atau penambahan faedah bentuk,
waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi
pemenuhan kebutuhan manusia” (h. 1).
Sedangkan, menurut Herjanto (2003) menyatakan, “Kegiatan produksi
dan operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
14
penciptaan/pembuatan barang, jasa atau kombinasi, melalui proses transformasi
dari masukan sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan” (h. 3).
Jadi produksi merupakan kegiatan atau proses penciptaan dengan
menambah faedah bentuk, waktu dan tempat dengan mentransformasi masukan
(input) berupa faktor-faktor produksi menjadi keluaran (output) yang diinginkan
sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (2000) menyatakan, “fungsi
produksi merupakan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan barang-
barang dan jasa-jasa yang dihasilkan. Dengan demikian barang-barang dan jasa-
jasa itu merupakan hasil pengkombinasian faktor produksi bahan mentah,tenaga
kerja, modal dan teknologi” (h. 1).
Menurut Assauri (2004), “Secara umum fungsi produksi terkait dengan
pertanggungjawaban dalam kegiatan mentransformasikan masukan (inputs)
menjadi keluaran (outputs) berupa barang atau jasa yang akan dapat
memberikan hasil pendapatan bagi perusahaan.” (h. 22).
II.3.2 Proses Produksi
A Pengertian Proses Produksi
Pada hakikatnya proses produksi adalah usaha manusia yang membawa
benda ke dalam suatu keadaan sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan lebih baik.
Menurut Assauri (2004) menyatakan “Proses produksi dapat diartikan
sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan
15
suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja,
mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada” (h. 75).
B Jenis-jenis Proses Produksi
Proses produksi adalah proses perubahan masukan mnjadi keluaran.
Macam barang atau jasa yang dikerjakan banyak sekali sehingga macam proses
yang ada juga banyak sekali. Menurut Subagyo (2000) menyatakan, “jenis proses
produksi dibagi menjadi:
1. Proses produksi terus-menerus
Proses produksi terus-menerus atau continous adalah proses produksi yang
tidak pernah berganti macam barang yang dikerjakan. Proses produksi
continous biasanya juga disebut sebagai proses produksi yang berfokuskan
pada produk atau product focus. Karena biasanyaa setiap produk disediakan
fasilitas produk tersendiri yang meletakkannya disesuaikan dengan urutan
proses pembuatan produk itu.
2. Proses produksi terputus-putus
Proses produksi terputus-putus atau intermittent digunakan untuk pabrik
yang mengerjakan barang bermacam-macam dengan jumlah setiap macam
hanya sedikit. Dikatakan proses produksi terputus-putus karena perubahan
proses produksi setiap saat terputus apabila terjadi perubahan macam barang
yang dikerjakan. Oleh karena itu, tidak mungkin menurutkan letak mesin
sesuai dengan urutan proses pembuatan barang. Proses produksi terputus-
putus biasanya disebut juga sebagai proses produksi yang berfokus pada
proses atau process focus.
16
3. Proses Intermediate
Dalam kenyataannya, kedua macam proses produksi di atas tidak
sepenuhnya berlaku. Biasanya merupakan campuran dari keduanya. Hal ini
disebabkan, macam barang yang dikerjakan memang berbeda, tetapi
macamnya tidak terlalu banyak dan jumlah barang setiap macam agak
banyak. Proses produksi yang memiliki unsur continous dan ada pula unsur
intermittent-nya. Proses seperti ini biasanya disebut sebagai proses
intermediate. Arus barang biasanya campuran, tetapi untuk beberapa
kelompok barang sebagian arusnya sama” (h. 8).
II.3.3 Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Dalam melaksanakan fungsi produksinya, perusahaan industri akan
melalui tahap-tahap produksi yaitu tahap perencanaan, tahap proses dan tahap
pengawasan produksi.
A Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Assauri (2004) menyatakan, “Perencanaan dan pengawasan
produksi adalah penentuan dan penetapan kegiatan-kegiatan produksi yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan pabrik tersebut, dan mengawasi
kegiatan pelaksanaan dari proses dan hasil produksi , agar apa yang telah
direncanakan dapat terlaksana dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai” (h.
125).
B Perencanaan Produksi
Menurut Assauri (2004) menyatakan, “Tujuan perencanan produksi ini
adalah:
17
1. Untuk mencapai tingkat/level keuntungan (profit) yang tertentu.
2. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan ini
tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.
3. Untuk mengusahakan supaya perusahaan pabrik ini dapat bekerja pada
tingkat efisiensi tertentu.
4. Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan
kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.
5. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang sudah ada pada
perusahaan yang bersangkutan.
Perencanaan produksi yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat
dibedakan menurut jangka waktu yang tercakup, yaitu:
1. Perencanaan produksi jangka pendek (perencanaan operasional) adalah
penentuan kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam jangka waktu satu
tahun mendatang atau kurang, dengan tujuan untuk mengatur penggunaan
tenaga kerja, persediaan bahan dan fasilitas produksi yang dimiliki
perusahaan pabrik.
2. Perencanaan produksi jangka panjang adalah penentuan tingkat kegiatan
produksi lebih daripada satu tahun, dan biasanya sampai dengan lima tahun
mendatang, dengan tujuan untuk mengatur pertambahan kapasitas peralatan
atau mesin-mesin, ekspansi pabrik dan pegembangan produk (product
development) ” (h.130)
C Pengawasan Produksi
Berdasarkan pernyataan Assauri (2004) menyatakan, “maka pengawasan
produksi yang dilakukan hendaknya mempunyai fungsi sebagai berikut:
18
1. Routing
Routing adalah fungsi yang menentukan dan mengatur urutan kegiatan
pengerjaan yang logis, sistematis dan ekonomis, melalui urutan mana
bahan-bahan dipersiapkan untuk diproses menjadi barang jadi.
2. Loading dan Scheduling
Loading merupakan penentuan dan pengaturan muatan kerja (work load)
pada masing-masing pusat pekerjaan (work centre) sehingga dapat
ditentukan berapa lama waktu yang ditentukan pada setiap operasi tanpa
adanya penundaan atau kelambatan waktu (time delay).
Scheduling merupakan pengoordinasian tentang waktu dalam kegiatan
berproduksi sehingga dapat diadakan pengalokasian bahan-bahan pembantu
serta perlengkapan kepada fasilitas-fasilitas atau bagian-bagian pengolahan
dalam pabrik pada waktu yang telah ditentukan.
3. Dispatching
Dispatching meliputi pelaksanaan dari semua rencana dan pengaturan
dalam bidang routing dan scheduling.
4. Follow Up
Follow Up merupakan fungsi penelitian dan pengecekan terhadap semua
aspek yang mempengaruhi kelancaran kegiatan pengerjaan atau produksi”
(h. 149-151).
19
Menurut Assauri (2004) menyatakan, “maka ada dua jenis utama dari
pengawasan produksi yaitu:
1. Pengawasan arus (flow control)
Flow control atau pengawasan arus adalah pengawasan produksi yang
dilakukan terhadap arus pekerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran
proses pengerjaan.
2. Pengawasan pengerjaan pesanan (order control)
Order control atau pengawasan pengerjaan pesanan adalah pengawasan
produksi yang dilakukan terhadap produk yang dikerjakan, sehingga produk
yang dikerjakan itu dapat sesuai dengan keinginan si pemesan baik
mengenai bentuk, jeni dan kualitasnya” (h. 152).
Pada perusahaan manufaktur, biasanya terdapat bagian PPC (Production
Planning and Control) yang merupaka perantara bagian pemasaran dan bagian
produksi. Pada beberapa perusahaan, bagian ini diperluas menjadi PPIC
(Production Planning and Inventory Control).
Tugas PPC terdiri dari:
1. Mengadakan perencanaan produksi
2. Menentukkan jalannya proses produksi untuk produk-produk tertentu
3. Menentukkan kapan suatu produk mulai diproduksi dan kapan produk
tersebut selesai
4. Menentukan bahwa suatu produk boleh mulai diproduksi, memberikan
perintah untuk memulai suatu pengerjaan produk.
20
5. Melaksanakan follow up tugas yang dilakukan, termasuk pengumpulan
laporan kemajuan pengerjaan produk dan analisanya.
Tugas dari PPIC adalah:
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan.
2. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau berlebih-
lebihan.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena akan
meningkatkan biaya pemesanan.
II.3.4 Tujuan dan Ruang Lingkup Manajemen Produksi
Manajemen produksi merupakan kegiatan yang mengatur konversi
masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) yang berupa barang atau jasa.
Menurut Herjanto (2003) menyatakan, “Manajemen produksi dan operasi
sebagai suatu proses yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan
fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara
efisien dalam rangka mencapai tujuan” (h. 2).
A Tujuan Manajemen Produksi
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (2000) menyatakan “Tujuan
manajemen produksi adalah memproduksikan atau mengatur produksi barang-
barang dan jasa-jasa dalam jumlah , kualita, harga waktu serta tempat tertentu
sesuai kebutuhan konsumen” (h. 2).
B Ruang Lingkup Manajemen Produksi
Sementara itu, menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (2000)
menyatakan, “ ruang lingkup manajemen produksi yaitu:
21
1. Fungsi Manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dan pengawasan.
2. Fungsi Operatif
a) Disain, yaitu penelitian dan pengembangan produk, luas dan pola
produksi, penentuan lokasi pabrik, penentuan letak fasilitas fisik dalam
pabrik, pengendalian bahan, lingkungan kerja, persoalan standar.
b) Proses, yaitu pengaturan persediaan, perencanaan dan pengawasan
produksi, pemeliharaan dan penggantian.
c) Pengawasan (khusus), yaitu pengawasan kuantita, pengawasan kualita
dan pengawasan biaya produksi” (h. 2).
Sementara itu, menurut Assauri (2004) menyatakan “maka ruang lingkup
manajemen produksi dan operasi akan mencakup perancangan atau penyiapan
sistem produksi dan operasi, serta pengoperasian sistem produksi dan operasi.
Pembahasan dalam perancangan atau desain hasil dari produksi dan operasi
meliputi:
1. Seleksi dan rancangan atau desain hasil produksi (produk), dilakukan dengan
penelitian atau riset, serta usaha pengembangan produk yang sudah ada,
penyeleksian dan pengambilan keputusan produk yang akan dihasilkan, dan
bagaimana desain dari produk itu yang menunjukkan spesifikasinya.
2. Seleksi dan perancangan proses dan peralatan, dilakukan dengan
penyeleksian dan pemilihan jenis proses yang digunakan, menentukkan
teknologi dan peralatan, serta penentuan bangunan dan lingkungan kerja.
3. Pemilihan lokasi dan site perusahaan dan unit produksi, dalam
menentukkannya perlu mempertimbangkan faktor jarak, kelancaran dan
22
biaya pengangkutan dari sumber-sumber bahan dan masukan (inputs), serta
biaya pengangkutan dari barang jadi ke pasar.
4. Rancangan tata letak (lay-out) dan arus kerja atau proses, perlu
dipertimbangkan factor kelancaran arus kerja, optimalisasi pergerakan waktu
dalam proses, kemungkinan kerusakan yang terjadi karena pergerakan dalam
proses.
5. Rancangan tugas pekerjaan, dilakukan dengan penyusunan rancangan tugas
pekerjaan yang harus memperhatikan kelengkapan tugas pekerjaan yang
terkait dengan variabel tugas dalam strukstur teknologi dan mutu atau
kualitas suasana kerja yang ditentukkan oleh variabel manusianya.
6. Strategi produksi dan operasi serta pemilihan kapasitas, dalam strategi harus
mencakup maksud adan tujuan produksi dan operasi, serta misi dan
kebijakan-kebijakan dasar untuk proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja
dan mutu atau kualitas.
Pembahasan dalam pengoperasian sistem produksi dan operasi akan
mencakup:
1. Penyusunan rencana produksi dan operasi, di dalam rencana harus tercakup
penetapan target produksi, scheduling, routing, dispatching dan follow-up.
2. Perencanaan dan pengendalian persediaan dan pengadaan bahan, dilakukan
untuk kelancaran tersedianya bahan atau masukan bagi proses produksi yang
di dalamnya mencakup maksud dan tujuan persediaan, model perencanaan
dan pengendalian persediaan, pengadaan dan pembelian bahan, perencanaan
kebutuhan bahan (Material Requirement Planning) dan perencanaan
kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning).
23
3. Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) mesin dan peralatan, di
dalamnya mencakup penting dan peranan kegiatan pemeliharaan atau
perawatan mesin dan peralatan, mecam-macam kegiatan pemeliharaan,
syarat-syarat terlaksananya kegiatan pemeliharaan atau perawatan yang
efektif dan efisien, serta proses kegiatan pemeliharaan atau perawatan mesin
dan peralatan.
4. Pengendaliaan mutu, mencakup maksud dan tujuan, proses kegiatan, peran
pengendaliaan proses dan produk, teknik dan peralatan serta pengendaliaan
mutu secara spesifik.
5. Manajemen tenaga kerja (sumber daya manusia), mencakup pengelolaan
tenaga kerja, desain dan tugas pekerjaan, dan pengukuran kerja (work
measurement)” (h. 17-19).
II.3.5 Fungsi Manajemen Produksi
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (2000) menyatakan “Fungsi
manajemen produksi yaitu:
1. Perencanaan dalam Produksi
Tujuan berproduksi adalah menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa sesuai
kehendak konsumen dalam hal jumlah, kualita, harga serta waktu. Untuk
itu, perencanaan memegang peranan penting dalam menentukan tujuan-
tujuan itu sendiri, agar tujuan itu diintegrasikan, dan pengawasan.
2. Organisasi Produksi dan Personalia Produksi
Pengorganisasian dalam produksi merupakan proses menciptakan
hubungan-hubungan antara komponen-komponen organisasi dalam
24
produksi yaitu pekerjaan yang harus dilakukan, orang yang harus
melakukan pekerjaan tersebut dan alat-alat yang dipergunakan untuk
menjalankan pekerjaan. Hirarki operasional hendaknya diisi dengan
personalia yang memenuhi persyartan-persyaratan tertentu dan perlu juga
dimotivasi agar instruksi-instruksi berproduksi dapat diterima secara
terbuka.
3. Pengarahan dan Koordinasi Kegiatan Produksi
Program dan organisasi yang efektif belum cukup menjamin pekerjaan
dapat dilaksanakan dengan baik, tapi instruksi-instruksi perlu didasari
motivasi baik moneter dan non moneter agar segera dilaksanakan.
Koordinasi berproduksi selain sistem produksinya yang memungkinkan hal
itu, prosedurnya dibuat hitam di atas putih dan aspek kemanusiaannya
diperhatikan.
4. Pengawasan Kegiatan Produksi
Rencana-rencana merupakan standar untuk pengawasan dan organisasi
produksi berfungsi sebagai wadah pelaksanaan tugas, pengarahan
merupakan segi memulai kegiatan. Dengan demikian pengawasan mengatur
agar kegiatan-kegiatan produksi sesuai apa yang direncanakan“ (h. 8-9).
II.4 Audit Operasional atas Fungsi Produksi
II.4.1 Pengertian Audit Produksi
Menurut Bayangkara (2008) menyatakan,“Audit produksi dan operasi
melakukan penilaian secara komprehensif terhadap keseluruhan fungsi produksi
25
dan operasi untuk menentukan apakah fungsi ini telah berjalan dengan
memuaskan (ekonomis, efektif dan efisien)” (h. 177).
II.4.2 Tujuan dan Manfaat Audit atas Fungsi Produksi
A Tujuan Audit atas Fungsi Produksi
Menurut Bayangkara (2008) menyatakan “Tujuan yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan audit produksi dan operasi adalah untuk mengetahui:
1. Apakah produk yang dihasilkan telah mencerminkan kebutuhan pelanggan
(pasar).
2. Apakah strategi serta rencana produksi dan operasi sudah secara cermat
menghubungkan antara kebutuhan untuk memuaskan pelanggan dengan
ketersediaan sumber daya serta fasilitas yang dimiliki perusahaan.
3. Apakah strategi, rencana produksi dan operasi telah mempertimbangkan
kelemahan-kelemahan internal, ancaman lingkungan eksternal serta peluang
yang dimiliki perusahaan.
4. Apakah proses transformasi telah berjalan secara efektif dan efisien.
5. Apakah penempatan fasilitas produksi dan operasi telah mendukung
berjalannnya proses secara ekonomis, efektif dan efisien.
6. Apakah pemeliharaan dan perbaikan fasilitas produksi dan operasi telah
berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam mendukung
dihasilkannya produk yang sesuai dengan kuantitas, kualitas, dan waktu yang
telah ditetapkan.
26
7. Apakah setiap bagian yang terlibat dalam proses produksi dan operasi telah
melaksanakan aktivitasnya sesuai dngan ketentuan serta aturan yang telah
ditetapkan dalam perusahaan” (h.178).
B Manfaat Audit atas Fungsi Produksi
Menurut Bayangkara (2008) menyatakan ”Secara rinci, audit ini dapat
memberikan manfaat:
1. Dapat memberikan gambaran kepada pihak yang berkepentingan tentang
ketaatan dan kemampuan fungsi produksi dan operasi dalam menerapkan
kebijakan serta strategi yang telah ditetapkan.
2. Dapat memberikan informasi tentang usaha-usaha perbaikan proses produksi
dan operasi yang telah dilakukan perusahaan serta hambatan-hambatan yang
dihadapi.
3. Dapat menentukkan area permasalahan yang masih dihadapi dalam mencapai
tujuan produksi dan operasi serta tujuan perusahaan secara keseluruhan.
4. Dapat menilai kekuatan dan kelemahan strategi produksi dan operasi serta
kebutuhan perbaikannya dalam meningkatkan kontribusi fungsi ini terhadap
pencapaian tujuan perusahaan” (h. 178).
II.4.3 Ruang Lingkup Audit Operasional atas Fungsi Produksi
Menurut Assauri (2004) menyatakan “maka ruang lingkup audit
operasional atas fungsi produksi dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Audit mengenai tujuan, sasaran, strategi dan kebijakan operasional/produksi
yang ditetapkan perusahaan.
27
2. Audit mengenai desain sistem operasi/produksi, yang mencakup pemilihan
lokasi, pengaturan tata letak, keadaan bangunan dan saranan penunjang,
teknologi yang digunakan, proses manufacturing yang dijalankan, keadaan
mesin dan peralatan.
3. Audit mengenai penerapan sistem operasi/produksi yang mencakup
perencanaan program produksi, pembeliaan, pengadaan bahan, pelaksanaan
produksi, persediaan, pengiriman barang jadi serta pergudangan, biaya serta
pemeliharaan peralatan” (h. 254).
II.4.4 Tahap-tahap Audit atas Fungsi Produksi
Menurut Bayangkara (2008) menyatakan, ”Ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan auditor dalam melakukan audit terhadap fungsi produksi, yaitu:
1. Audit Pendahuluan (Plemininary Survey)
Pada tahap ini, auditor melakukan overview terhadap perusahaan secara
umum, setelah itu auditor dapat memperkirakan kelemahan-kelemahan yang
mungkin terjadi di fungsi produksi dan operasi sehingga dapat dirumuskan
ke dalam bentuk tujuan audit sementara (tentative audit objective).
2. Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen (Review and Testing of
Management Control System)
Pada tahapan ini, auditor melakukan review dan pengujian terhadap
beberapa perubahan yang terjadi dalam perusahaan sejak audit terakhir.
Dengan menghubungkan permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk
tujuan audit sementara dan ketersediaan data serta akses untuk
28
mendapatkannya, auditor dapat menetapkan tujuan audit sesungguhnya
(definitive audit objective).
3. Audit Terinci (Detail Examination)
Pada tahap ini, auditor melakukan audit yang lebih dalam dan
pengembangan temuan terhadap fasilitas prosedur, catatan-catatan dokumen
yang berkaitan dengan produksi dan operasi.
4. Pelaporan (Report)
Hasil dari tahap audit sebelumnya yang telah diringkaskan dalam kertas
kerja audit (KKA) merupakan dasar dalam membuat kesimpulan audit dan
rumusan rekomendasi. Laporan audit terdiri dari informasi latar belakang,
kesimpulan audit dan ringkasan temuan audit, rumusan rekomendasi dan
ruang lingkup audit.
5. Melakukan tindak lanjut
Tindak lanjut yang dilakukan merupakan komitmen manajemen untuk
menjadikan organisasinya menjadi lebih baik dari sebelumnya” (h. 179-
180).