bab ii landasan teori ii.1 marka grafis dalam sistem ... · kerja maksimal marka grafis sebagai...
TRANSCRIPT
16
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Marka grafis dalam Sistem Informasi Visual
Marka grafis merupakan media yang berupa alat penanda grafis yang
mempunyai tujuan untuk memberikan informasi dengan jelas, singkat dan
menyeluruh kepada penggunanya. Secara umum, yang termasuk dalam marka grafis
adalah semua sistem penanda grafis yang terdapat dalam sebuah lokasi, yang terletak
di bawah, di atas, maupun tergantung atau melekat pada sebuah struktur atau lokasi
permanen.
Marka grafis terdiri dari berbagai unsur yang saling mendukung, diantaranya
adalah fungsi, penggunaan simbol, tipografi, unsur human factors, penggunaan
materi, hingga penempatan, dimana unsur-unsur tersebut akan saling mendukung
kerja maksimal marka grafis sebagai sebuah sistem informasi visual yang dapat
memberikan informasi bagi penggunanya secara informatif, tepat dan singkat.
Pada tesis ini, pembahasan marka grafis dikhususkan pada fungsi yang
dikategorikan menjadi empat yaitu directional, identifying, informational dan
restrictive. Keempat fungsi tersebut merupakan satu kesatuan sistem marka grafis
yang dapat memberikan informasi kepada pengguna secara menyeluruh sehingga
dapat memudahkan orientasi seseorang dalam sebuah lingkungan untuk mencapai
lokasi tujuan tertentu.
II.1.1 Marka grafis berdasarkan Fungsinya
Marka grafis mempunyai fungsi secara umum yaitu sebagai media untuk
menyampaikan informasi secara tepat, jelas dan singkat. Marka grafis didesain untuk
mempermudah seseorang dalam mendapatkan informasi, khususnya petunjuk arah.
Adapun menurut kegiatan yang dilakukannya, seharusnya penggunanya hanya akan
memakan waktu yang singkat untuk mencernanya. Sehingga pada dasarnya marka
grafis harus didesain sesederhana mungkin, tanpa meninggalkan fungsinya sebagai
media informasi, yaitu harus informatif dan universal.
Menurut buku Architectural Signing and Graphics karangan John Follis dan Dave
Hammer, marka grafis menurut fungsi dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
17
1. Directional
Sebagai directional sign artinya marka grafis mengindikasikan sebuah arah
tujuan. Hal ini dapat merupakan sebuah tanda sederhana yang menunjukkan arah
hanya ke satu arah tujuan ataupun ke beberapa arah tujuan. Directional sign biasa
ditempatkan di persimpangan-persimpangan jalan atau daerah-dareah lain yang
memerlukan penjelasan arah disaat menghadapi satu buah pilihan arah atau lebih.
Dalam directional sign, apabila mengindikasikan ke lebih dari 1 arah, maka tempat
yang dianggap lebih penting diletakkan pada posisi paling pertama pada marka grafis
tersebut.
2. Identifying
Sebagai identifying sign marka grafis berfungsi sebagai pengindikasi lokasi
sebuah tempat, misalnya lokasi obyek wisata atau biasa disebut welcome sign.
Identifying sign juga bisa berupa welcome sign yang umumnya berada di lokasi pintu
masuk lokasi wisata. Identifying sign tersebut biasanya memuat nama, fungsi dan
alamat dari tempat wisata tersebut. Marka grafis ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi paling awal pada pengunjung saat pertama kali memasuki lokasi wisata.
Pada keperluan lain, marka grafis ini akan memberikan pengidentifikasian pada
pengunjung saat mereka berada di luar lokasi wisata.
Gambar 2.1
Multi-directional sign ysng berfungsi untuk menunjukkan lebih dari 1 arah sekaligus. Biasanya terletak
di posisi strategis dalam sebuah lokasi.
(Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur SmithAssociates, 2005)
18
3. Informational
Sebagai informational sign, marka grafis berfungsi memberikan informasi
secara spesifik mengenai keadaan lokasi setempat. Informasi tersebut merupakan
informasi yang perlu untuk diketahui, khususnya bagi wisatawan yang datang ke
daerah setempat. Misalnya peta pedestrian yang ditujukan khusus untuk pejalan kaki.
Pada peta pedestrian umumnya memuat peta lokasi daerah setempat beserta lokasi-
lokasi penting yang wajib diketahui pengunjung, resensi informasi mengenai tempat-
tempat menarik di dalam area tersebut, jadwal angkutan umum, informasi tempat
umum dan informasi-informasi lokal lain yang wajib diketahui oleh pengunjung yang
datang ke lokasi tersebut.
Foto 2.2
Information sign di Stasiun Kereta Api atau bis memberikan informasi kepada pengunjung
mengenai peta daerah/lokasi dan informasi umum mengenai objek wisata setempat, dan
dilengkapi dengan jadwal keberangkatan kereta/bis.(Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur
Smith Associates, 2005)
Foto 2.1
Welcome Sign sebagai salah satu contoh identifying sign memberikan informasi mengenai namadan lokasi objek wisata.
(Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur
Smith Associates, 2005)
19
4. Restrictive atau Prohibitive
Restrictive atau prohibitive sign adalah sebuah variasi dalam marka grafis
yang mempunyai fungsi utama untuk memberikan informasi langsung secara spesifik
untuk suatu maksud tertentu yang dinilai sangat penting untuk diketahui agar dapat
memberikan kenyamanan, keamanan dan kelancaran dalam berkegiatan. Misalnya
tanda “Danger” pada kotak tabung gas, atau tanda “Khusus karyawan” pada pintu
menuju dapur dalam sebuah restoran.
II.1.2. Simbol sebagai Unsur Pembentuk Marka grafis
Menurut Graphic Arts Encyclopedia, simbol mempunyai arti sebagai karakter
apapun, huruf atau gambar yang terkonfigurasi yang mengidentifikasi sebuah makna
tertentu. Menurut www.wikipedia.org simbol mempunyai arti objek, karakter atau
representasi lain yang konkrit akan sebuah ide, konsep, atau abstraksi lainnya. Dalam
sebuah marka grafis, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan simbol. Menurut
Prof. Ravi Poovaiah pada makalah yang berjudul “Theory of Signage Systems;
Graphic Symbols for Environmental Signage: a Design Perspective” mengatakan
bahwa simbol merupakan penyederhanaan sebuah kata atau kalimat, yang digunakan
dalam sebuah marka grafis dengan maksud agar dapat dicerna oleh pengguna dalam
waktu singkat. Simbol yang terkandung dalam konteks sebuah environmental
directional signage atau sistem penanda lingkungan, dan yang mana dikhususkan
Foto 2.3
Prohibitive sign yang memberikan informasi langsung secara spesifik mengenai jalur yang
dikhususkan untuk sepeda.
(Sumber : Kayne County Bicycle and Pedestrian Plan)
20
sebagai bagian dari fasilitas publik, mempunyai potensi untuk membentuk sebuah
efektifitas interaksi grafis antara pengguna dan fasilitas publik tersebut. Tujuan dari
penggunaan simbol tersebut adalah untuk memfasilitasi aktivitas mengetahui fungsi
tempat, mengidentifikasi, menginformasikan dan menunjukkan arah dalam sebuah
aktivitas publik yang mengandung banyak pilihan.
Selain simbol, juga piktogram yang mempunyai arti umum sebagai
representasi akan sebuah objek. Menurut www.wikipedia.com menyebutkan bahwa
piktogram adalah sebuah simbol yang merepresentasikan sebuah konsep, objek,
aktivitas, tempat ataupun event berupa sebuah ilustrasi. Menurut www.pictogram.se
menyebutkan bahwa piktogram adalah sebuah pembentukan karakter dimana
menggunakan unsur yang paling menonjol dan banyak menampilkan informasi,
sehingga pemikiran pengguna dapat langsung mengarah pada maksud yang dituju.
Misalnya gambar bentuk sebuah rumah sebagai perwakilan dari
pengindikasian akan sebuah tempat dalam sebuah pedestrian map. Dari sekian banyak
informasi yang akan disampaikan dalam sebuah peta tidak mungkin untuk
menampilkan seluruh informasi apa adanya. Maka diperlukan adanya penyederhanaan
objek yang berupa representasi bentuk akan objek aslinya. Secara garis besar,
piktogram didasarkan atas objek yang paling menyerupai dengan objek aslinya.
Dalam simbol maupun piktogram, ada 3 hal yang patut diperhatikan sebagai
bahan kajian, yaitu:
Foto 2.4
(Ki) Contoh sebuah simbol sekaligus piktogram. Gambar ini memberikan identifikasi sekaligus
informasi mengenai arah jalan bagi pengguna sepeda. Hal ini dapat dilakukan pada area tempat wisata
yang memungkinkan bagi pengunjung untuk mengendarai sepeda. (Sumber : Kayne County Bicycle
and Pedestrian Plan); (Ka) Contoh simbol yang menunjukkan toilet wanita. Pada tanda ini
menggunakan sebuah simbol sebagai interpretasi dari penjelasan yang berada di sampingnya dan
bersifat universal. (Sumber : dok. Pribadi)
21
1. Semantik
Unsur semantik ini mengarah pada hubungan antara image visual dengan arti
yang dikandungnya. Dalam keberadaan sebuah simbol, perlu diperhatikan apakah
simbol yang ada sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan serta apakah
informasi tersebut dapat dimengerti secara jelas oleh pengguna apabila pengguna
tersebut berasal dari berbagai negara.
2. Sintaktik
Unsur sintaktik ini mengarah pada hubungan antara sebuah simbol visual
dengan berbagai simbol lain yang ada dalam lingkungannya. Sebuah desain akan
simbol yang baik harus mampu berdiri sendiri maupun bergabung dengan yang
lainnya. Dalam sebuah marka grafis yang terpadu, misalnya dalam sebuah kota untuk
keperluan pariwisata, keberadaan simbol merupakan bagian dari kelompok besar
marka grafis. Maka dari itu, selain berdiri sendiri dengan fungsi tunggalnya, sebuah
simbol juga harus mampu menempatkan posisi dalam hubungan sebuah marka grafis
yang terpadu.
3. Pragmatik
Unsur ini mengarah pada hubungan antara simbol dan penggunanya. Simbol
harus dapat dilihat dan digunakan dalam berbagai kondisi yang mungkin terjadi.
Selain itu, perlu diperhatikan juga bagaimana fungsinya setelah simbol tersebut
mengalami perubahan ukuran menjadi diperbesar atau diperkecil.
Foto 2.5
Simbol jalur yang diperuntukkan bagi penderita cacat
(disable). Simbol ini mempunyai arti universal dan
dapat dimengerti oleh semua orang dari berbagai
negara.
(Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed
Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur SmithAssociates, 2005)
Foto 2.6Contoh sebuah piktogram.
Gambar diambil dari
Convention Hall di
Philadelphia, AmerikaSerikat.
(Sumber : Print Casebooks 9:
The Best in Environmental
Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
22
Dari penjelasan diatas, tertera jelas bahwa simbol grafis harus memenuhi
kriteria sebagai sebuah simbol yang dapat dengan mudah dikenali dan merupakan
bagian dari kelompok besar sebuah image yang umum dan mudah untuk
divisualisasikan. Representasi visual sebagai sebuah simbol grafis dapat digunakan
secara efektif sebagai alat perantara komunikasi dimana dibutuhkan interaksi antara
manusia dengan fasilitas publik, terutama dalam kebutuhan akan pengidentifikasian
atau menandakan berbagai fungsi dari berbagai fasilitas publik yang disediakan.
II.1.3. Wayfinding
Secara harfiah, wayfinding mempunyai arti sebagai kemampuan individual
untuk menemukan arah dalam sebuah lokasi atau untuk menemukan orientasi arah
secara pribadi. Menurut Romedi Passini, dalam buku Wayfinding in Architecture,
teori Wayfinding dapat diasosiasikan sebagai sebuah strategi yang digunakan oleh
manusia untuk menemukan orientasi arah dalam sebuah lokasi, baik yang sudah
dikenali dengan baik ataupun belum, berdasarkan persepsi, kemampuan dan
kebiasaan pribadi.
Pendapat lain, menurut Wilbur & Smith Associates dalam memorandumnya,
mengatakan bahwa wayfinding adalah sebuah proses yang memberikan kebebasan
bagi setiap orang untuk memilih lokasi yang dituju, lalu memilih jalan yang akan
diambil serta memandu dalam perjalannya tersebut.
Teori Wayfinding didasarkan pada beberapa fakta dimana banyak orang yang
mengalami kesulitan untuk menemukan arah dalam sebuah lokasi yang umumnya
baru mereka ketahui. Kehilangan orientasi arah tersebut umumnya disebabkan karena
rumitnya tata ruang dalam lokasi tersebut sehingga membutuhkan kejelian dalam
mendesain dan menempatkan marka grafis untuk menunjukkan informasi yang ingin
disampaikan.
Foto 2.7Pedestrian Map merangkap informational sign di
Central Park Zoo, New York.
(Sumber : Print Casebooks 9: The Best in
Environmental Design Graphics, Akiko Busch,
1991)
23
Misalnya pada terminal, stasiun atau bandara, sebuah signage akan membantu
menghadirkan suasana aman dan nyaman, serta mengefisienkan waktu dan memandu
penumpang yang akan menggunakan sarana publik tersebut. Dalam kasus ini,
perwujudan wayfinding terdiri papan informasi, informasi jadwal, dan media lain
yang menginformasikan hal-hal penting lainnya menyangkut keperluan penumpang.
Wayfinding merupakan sebuah proses dalam memaksimalkan fungsi segala
unsur yang terdapat dalam sebuah properti, lokasi atau daerah, sehingga pengunjung
dapat dengan mudah menemukan tujuan yang dimaksud.
A. Unsur dalam Wayfinding
Menurut www.graphicsystems.net, ada beberapa 4 unsur yang termasuk dalam
proses wayfinding, yaitu:
1. Arrival Points atau Titik Kedatangan
Yang dimaksud dalam unsur ini adalah dengan mengidentifikasi dengan jelas
jalan masuk utama menuju lokasi tersebut. Dengan demikian, pengunjung akan
dengan mudah berpindah-pindah dari titik A ke titik B dan selanjutnya. Dalam titik
kedatangan diperlukan marka grafis directional dan informational. Marka grafis
tersebut diperlukan sebagai pemberi informasi utama bagi wisatawan yang baru
masuk ke dalam daerah tersebut dan mempunyai tujuan untuk mengunjungi tempat-
tempat lain yang ada pada daerah tersebut.
Foto 2.8Directional sign dalam sebuah bandara. Directional sign ini memberikan informasi mengenai
arah tujuan yang diperlukan bagi pengguna bandara.
(Sumber : dok. Pribadi)
24
2. Floor Numbering
Unsur ini lebih diarahkan kepada wayfinding di dalam lokasi sebuah gedung
atau lingkungan yang kecil. Dimaksudkan untuk mempunyai konsistensi dalam setiap
lantai, sehingga menghasilkan harmonisasi yang baik. Terutama untuk gedung yang
terus bertambah.
3. Destination Names atau Penamaan Lokasi Tujuan
Yang dimaksud dengan destination names adalah dengan membuat sebuah
standardisasi desain bentuk alat penanda pada sebuah gedung, lokasi maupun daerah.
Dengan adanya standardisasi desain, dilanjutkan dengan membuat marka grafis dalam
daerah yang dimaksud, seperti papan penanda, directory map, dan sebagainya.
Dengan adanya standardisasi desain marka grafis dan elemen didalamnya, maka
proses wayfinding akan lebih mudah untuk dilakukan karena pengunjung memiliki
referensi yang sama akan desain marka grafis di tempat tersebut.
Foto 2.9Arrival Points di Disneyland Resort Hong
Kong. Selepasnya melewati arrival points,
pengunjung akan mendapatkan informasi
selengkapnya sebagai panduan dalam
berwisata.
(Sumber : dok. Pribadi)
Foto 2.10Welcome Sign sebagai arrival points
mengidentifikasi dengan jelas pintu masuk
utama lokasi wisata. Dari titik ini,
pengunjung dapat memulai mengelilingi
area tempat wisata.
(Sumber : Print Casebooks 9: The Best in
Environmental Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
25
Proses pembentukan standardisasi tersebut melibatkan banyak hal dari bidang
ilmu desain komunikasi visual. Salah satu proses dalam pembentukan standardisasi
bentuk desain marka grafis yang ada adalah mencari sebuah identitas yang dapat
mewakili ciri khas dari daerah/lokasi tersebut. Identitas yang merupakan citra dari
daerah tersebut dijadikan sebagai tolok ukur desain marka grafis yang ada. Dengan
demikian maka dalam lokasi daerah tersebut akan memiliki kelompok marka grafis
pariwisata yang terstandardisasi sehingga proses pengidentifikasian akan semakin
mudah dan cepat. Tentunya hal ini akan sangat membantu bagi para wisatawan dan
bagi daerah atau lokasi wisata setempat akan memberikan harmonisasi yang baik pada
desain lingkungannya.
Foto 2.11Directional sign bagian dari sistem
informasi pariwisata di Disneyland
Resort, Anaheim Florida.
(Sumber : Print Casebooks 9: The
Best in Environmental Design
Graphics, Akiko Busch, 1991)
Foto 2.12Standardisasi desain perangkat
marka grafis dalam sistem
informasi pariwisata di
Disneyland Resort, Anaheim,
Florida.
(Sumber : Print Casebooks 9: The
Best in Environmental DesignGraphics, Akiko Busch, 1991)
Foto 2.13Penerapan standardisasi
perangkat marka grafis pada
restrictive/ prohibitive sign.
(Sumber : Print Casebooks 9:
The Best in Environmental
Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
26
4. Sign Placement atau Lokasi Penempatan Marka Grafis
Dalam unsur ini perlu dilakukan konsistensi tempat atau lokasi untuk
penempatan marka grafis. Misalnya penempatannya di dasar, di atas kepala, atau
menempel di tembok. Dengan adanya pola yang teratur maka proses wayfinding akan
lebih mudah.
Proses sign placement atau penempatan marka grafis juga turut menentukan
berhasil tidaknya fungsi dari marka grafis tersebut. Terdapat beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam proses penempatan marka grafis. Berdasarkan buku panduan
Kane County Bicycle and Pedestrian Plan terdapat beberapa faktor penempatan
marka grafis yang dapat disesuaikan dengan penempatan marka grafis dalam bagian
dari sistem informasi pariwisata kota Bogor.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alat penanda harus ditempatkan di lokasi dengan area pandang yang luas dan
terjangkau. Penempatan tersebut tergantung pada sight lines pada setiap lokasi
penempatan.
2. Alat penanda harus ditempatkan pada jarak yang konstan dari pinggir area jalan
atau pedestrian. Jarak yang dimaklumi sekitar 3 kaki 6 inchi.
3. Untuk directional sign, ketinggian huruf tidak boleh kurang dari 2 inchi.
4. Hindari penggunaan teks pada regulatory sign kecuali bila diperlukan.
5. Dalam satu alat penanda dapat diletakkan lebih dari satu informasi, namun
informasi yang paling penting tetap diletakkan di bagian paling atas.
Foto 2.14Penempatan directory sign yang
diperuntukkan pengendara kendaraan
bermotor.
(Sumber : Print Casebooks 9: The Best in
Environmental Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
27
Selain faktor lokasi penempatan, faktor frekuensi alat penanda juga
mempunyai pengaruh pada maksimalisasi manfaat alat penanda bagi wisatawan
pengguna. Alat penanda pada proses wayfinding harus ditempatkan pada periode yang
mempunyai selang jarak tertentu. Penempatan alat penanda yang berulang-ulang
dapat mengakibatkan kebingungan bagi pengguna dan juga menimbulkan polusi
visual pada lingkungan.
Jarak yang normal untuk pengulangan penempatan alat penanda yang berupa
directional sign adalah sekitar 1 mil (1,6 km) untuk lokasi dalam kota. Dan sebaiknya
penempatan diulang pada persimpangan-persimpangan yang memerlukan informasi
pengarahan jalan.
Dalam bidang pariwisata, khususnya pariwisata di sebuah daerah, marka grafis
merupakan alat penting yang harus dikembangkan dan didesain dengan baik. Seperti
telah dijelaskan pada bab 1, kota adalah sebuah lingkungan yang sangat kompleks dan
akan membingungkan bagi pengunjung terutama yang baru pertama kali datang.
Dengan adanya marka grafis, maka proses wayfinding akan terbantu. Adapun bagi
kepentingan dunia pariwisata, apa yang dapat dihasilkan oleh proses wayfinding yang
baik adalah:
• Wisatawan yang datang akan merasa disambut dengan baik
• Menghasilkan sense of place
• Mengkomunikasikan informasi dengan cepat dan efektif
• Memberikan citra positif bagi kota
• Meningkatkan jumlah wisatawan yang datang
• Memberikan kenyamanan, keamanan dan kelancaran dalam berwisata
Foto 2.15Lokasi penempatan marka grafis pada lantai
atau dasar, sejajar dengan tempat kaki
berpijak.
(Sumber : Print Casebooks 9: The Best in
Environmental Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
28
B. Proses dalam Wayfinding
Dalam buku Wayfinding: People, Signs and Architecture, dijelaskan bahwa
strategi yang dimaksud oleh Passini dalam penjelasan pada paragraf sebelum, melalui
3 proses yang saling terkait antara satu sama lain. Ketiga proses tersebut adalah:
1. Decision making
Dalam proses yang pertama ini, si pengguna marka grafis melalui proses
pemikiran yaitu menentukan jalur mana yang akan ia tempuh untuk menuju lokasi
yang ia inginkan. Pada proses ini, si pengguna membuat rencana dengan mengurai
beberapa jalur yang mungkin ia lalui untuk mencapai lokasi yang diinginkan.
2. Decision execution
Dalam proses ini, setelah mengetahui beberapa jalur yang dapat dilalui, si
pengguna mengambil keputusan jalur mana yang ia pilih, dan mengubah rencana
menjadi aksi.
3. Information Processing
Dalam proses ini melibatkan kemampuan akan orientasi lingkungan
berdasarkan persepsi dan pemahaman lokasi. Kemampuan tersebut akan
mengakibatkan kedua proses sebelumnya berjalan dengan lancar.
Teori Wayfinding mempunyai posisi yang penting dalam pembentukkan
sebuah pemahaman akan orientasi arah dalam sebuah lingkungan. Dalam sebuah
lingkungan, ada beberapa hal yang dapat dijadikan alat penanda atau marka grafis
sebagai salah satu perwujudan dari teori wayfinding itu sendiri.
Adapun marka grafis dalam sebuah lingkungan atau dapat disebut sebagai
environmental information dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Informasi arsitektural
Untuk kategori ini, alat penanda atau marka grafis terkandung dalam
lingkungan gedung itu sendiri, baik di luar maupun di dalam. Yang dimaksud dengan
sudah terkandung dengan sendirinya adalah dengan menjadikan tangga, lorong, warna
lantai, pintu, dan sebagainya sebagai panduan dalam menemukan arah yang dituju.
2. Informasi Grafis
Kategori ini sudah cukup jelas mengenai pengertiannya. Adapun secara lebih
jelas adalah penggunaan marka grafis dan alat identitas lainnya sebagai panduan
dalam menemukan arah yang dituju. Pengidentifikasian arah dalam lingkungan
29
dilakukan dengan memperhatikan marka grafis yang tersedia untuk pemberian
informasi kepada pengguna.
3. Informasi Verbal
Pada kategori ini, pemberian informasi mengandalkan pada interaksi antara
pengguna dengan individu lain sebagai pemberi informasi. Misalnya pada satpam,
penjaga toko, orang yang lalu-lalang, polisi lalu lintas, petugas pariwisata, dan
sebagainya. Tindakan yang dilakukan adalah dengan menanyakan langsung arah yang
dituju kepada pemberi informasi, maka si pemberi informasi akan menunjukkan arah
yang dicari dengan verbal.
Foto 2.16
Garis kuning sebagai architectural
information di stasiun kereta api.
(Sumber: Technical Memorandum
4. Proposed Regional Wayfinding
Signage Program, 2005)
Foto 2.17Karet sebagai architectural informationmemberikan informasi arah jalur
kepada penderita cacat tuna netra.
(Sumber : dok. Pribadi)
30
Dalam penjabaran kategori diatas, architectural information dan graphic
information merupakan perwujudan akan sebuah marka grafis. Dan kedua kategori
tersebut merupakan hal dasar bagi individu dalam menemukan arah yang dituju atau
wayfinding.
Foto 2.18Directional Sign (kiri) dan informational sign (kanan) ini adalah bagian dari graphic information.
Directional Sign ini memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengunjung tempat
wisata.
(Sumber : (ki) dok. Probadi, (ka) Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding
Signage Program, 2005)
Foto 2.19Verbal Information(Sumber: dok. Pribadi)
31
C. Perencanaan Spasial dalamWayfinding
Pada sistem wayfinding, diperlukan adanya zoning pada daerah/ lokasi yang
didasarkan atas beberapa kebutuhan, yaitu kebutuhan akan kontak sesama manusia/
privasi, kebutuhan akan pertukaran informasi dan kebutuhan akan berbagi beberapa
kegiatan.
Menurut Romedi Passini dalam bukunya Wayfinding: People, Signs and
Architecture mengatakan bahwa terdapat empat pola sirkulasi yang dapat
diidentifikasi dalam wayfinding. Dengan mengetahui pola pada sebuah sistem
wayfinding maka sistem informasi dengan pola sirkulasi tersebut akan lebih mudah
untuk dipetakan dan menyediakan fasilitas informasi dalam proses pembuatan dan
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu dalam proses wayfinding.
Berikut adalah empat pola yang dapat diidentifikasi dalam sistem wayfinding :
a. Pola Shoestring
Pola ini berdasarkan pada titik penyebaran acak dan tidak memiliki bentuk
yang terorganisasi. Pola shoestring memiliki jalur tunggal utama dengan titik-
titik penting yang terhubung pada jalur tersebut. Titik-titik tersebut diartikan
sebagai lokasi wisata.
b. Pola Gestalt
Pola gestalt ditandai dengan bentuk yang terorganisasi dan memiliki titik
pertemuan pada pola tersebut. Pada pola gestalt, titik pertemuan tersebut
membentuk sebuah struktur dan tidak menyebar secara acak. Apabila titik-titik
tersebut dihubungkan maka akan membuat sebuah bentuk yang terogranisasi.
Gambar 2.2 Pola shoestring
32
c. Pola Sistematis
Pola sistematis diidentifikasi melalui adanya pola yang tersusun dengan
simetri. Pola ini umum ditemukan dalam sebuah gedung/ pusat perbelanjaan.
Proses wayfinding pada pola ini tergolong rumit karena semua sudut simetri
sehingga diperlukan adanya informasi yang merata.
d. Pola Jaringan/ Pengulangan
Pola jaringan dapat diidentifikasi pada area yang luas. Pada pola ini titik
mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi primer, sekunder, dan selanjutnya.
Pada pola ini, individu yang akan menuju suatu lokasi akan berhenti pada
beberapa titik yang dilewatinya. Dalam kata lain, pola jaringan diidentifikasi
sebagai sistem hirarki.
Gambar 2.3 Pola gestalt
Gambar 2.5 Pola Jaringan
Gambar 2.4 Pola Sistematis
33
Berikut ini adalah rangkuman pola orgranisasi dan tipe sirkulasi yang
mewakilinya:
Tabel II.1Macam-macam Pola Organisasi dan Tipe Sirkulasi Spasial
Pola Organisasi Tipe Sirkulasi Penempatan
Struktur
Informasi
Struktur
Jalur Tunggal - Anchor points
Core - Anchor points
Komposit - Anchor points pada
persimpangan
Shoestring
Jaringan Tersebar - Anchor points pada
persimpangan
Jalur Tunggal Bentuk Jalur Gabungan antara jalur
dan bentuk bangunan
Core Bentuk jalur Gabungan antara jalur
dan bentuk bangunan
Terpusat Bentuk jalur Terpusat pada jalur dan
bentuk bangunan
Gestalt
Komposit Bentuk jalur Joints dan
persimpangan pada
jalur dan bentuk
bangunan
Axial Simetri Axis
Terpusat Simetri Pusat
Sistematis
Focal order Titik focal
Grid Pola grid Titik pemberhentianJaringan
Sirkulasi hierarchical Hierarchy Hierarchical order atas
node atau jalur
34
D. Keterkaitan 4 Fungsi Marka Grafis dalam Sistem Wayfinding
Berikut bagan yang menunjukkan proses wayfinding dan sistem informasi yang
terdapat dalam masing-masing proses tersebut :
Dari bagan proses wayfinding dan sistem informasi tersebut terlihat korelasi
antara fungsi marka grafis dengan manfaat yang ditimbulkan olehnya. Menurut teori
yang dikemukakan oleh John Follis dan Dave Hammer dalam bukunya Architecture
Signing and Graphics mengatakan bahwa marka grafis mempunyai 4 fungsi, yaitu
directional, identifying, informational dan restrictive. Lalu secara lebih lanjut, empat
fungsi tersebut akan dimanfaatkan dalam proses wayfinding yang terdiri atas 4 unsur
utama, yaitu arrival points, floor numbering, destination names dan sign placement.
Pada bagan dalam gambar 2.29 dapat diidentifikasi kegunaan marka grafis
berdasarkan 4 faktor yang telah disebutkan. Pada proses 2 hingga 5 fungsi marka
grafis cukup berperan. Wayfinding signs and symbols, pedestrian map, directional
map, regional map, jadwal, tourist information center merupakan alat pendukung
pemberi informasi pada proses tersebut yang merupakan perwujudan dari keempat
- Internet- Telepon- Peta- Jadwal- Trip Planner- TouristInformationCenter- Handphone
-WayfindingSigns&Simbol- RegionalMaps- Jadwal- SDMPariwiisata- TouristInformationCenter- Handphone
-WayfindingSigns&Simbol- RegionalMaps- Local AreaMaps- Jadwal- SDMPariwisata- TouristInformationCenter- Handphone
-WayfindingSigns&Simbol- PedestrianMap- SDMPariwisata- InformationCenter- City guideMap- Handphone
- WayfindingSigns&Simbol- DirectionalMap- Guide Book- SDMPariwisata- InformationCenter
Alat pemberi informasi :
1
Origin
2
OriginatingStation
3
Transfer
Station
4
4
Destination
Station
5
FinalDestination
Gambar 2.6
Bagan proses wayfinding dan sistem informasi
(Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, 2005)
35
fungsi marka grafis. Masing-masing dari fungsi tersebut saling berkaitan dan
memberikan manfaat pada proses wayfinding.
II.1.4. Tipografi dalam Marka grafis
Umum diketahui bahwa tipografi mempunyai arti penting dalam
pembentukkan sebuah marka grafis yang baik. mulai dari penggunaan huruf,
pengaturan jarak hingga pengaturan besar huruf sangat menentukan akan keberhasilan
sebuah marka grafis untuk berfungsi dengan baik sebagai media pemberi informasi.
Namun berbeda dengan penggunaan tipografi dalam sebuah media cetak, untuk
keperluan sebuah marka grafis perlu diperhatikan apa yang dinamakan legibilitas.
A. Elemen huruf
Pada dasarnya huruf mempunyai beberapa elemen yang umumnya sudah kita
ketahui. Dari elemen-elemen tersebut terbentuk susunan huruf yang mengindikasikan
akan pemberian informasi.
Elemen-elemen huruf tersebut terdiri dari:
a. Huruf Uppercase
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ
b. Huruf lowercase
abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
c. Angka
1234567890
d. Simbol
@ $ % &
e. Tanda baca
, . : ” ; ’ ? /
B. Pengaturan Visual terhadap Huruf yang Bundar
Pada umumnya, huruf dengan bentuk yang bundar pada penulisannya akan
sedikit lebih tinggi dari pada huruf dengan bentuk rata. Hal ini dikarenakan apabila
huruf bentuk bundar disamaratakan tingginya dengan huruf bentuk rata, maka huruf
bentuk bundar akan terlihat lebih kecil.
Contoh:
36
C. Huruf Kecil
Dalam penulisan huruf kecil, terdapat beberapa hal yang wajib untuk diketahui.
a. X-height
X-height adalah jarak antara baseline dengan garis tengah batas
atas badan huruf kecil.
b. Ascenders
Ascenders adalah garis antara batas atas x-height dengan batas atas
height lines.
c. Descenders
Descenders adalah garis atas x-height dengan baseline.
37
d. Overall height
Overall height adalah jarak tinggi keseluruhan huruf dari bagian
atas huruf hingga bagian dasar huruf.
D. Kategori Jenis Huruf
Berdasarkan buku Architecture Signing and Graphics, jenis huruf dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu :
a. Serif
Jenis huruf serif diidentifikasi dengan adanya garis pendek pada bagian ujung
badan huruf. Pada umumnya jenis huruf ini mempunyai tingkat legibilitas yang baik,
namun tidak sebaik jenis huruf sans serif. Jenis huruf ini menghasilkan tampilan
hangat dan klasik.
Contoh :
applyb. Sans Serif
Jenis huruf ini tidak mempunyai garis pendek pada bagian ujung badan huruf.
Dalam pembuatan marka grafis, jenis huruf ini banyak digunakan karena tingkat
legibilitasnya yang tinggi dan menciptakan tampilan yang jelas dan modern.
Contoh :
apply
38
c. Transitional
Jenis huruf ini mempunyai tampilan klasik seperti jenis huruf serif, namun
tetap mempunyai tingkat legibilitas yang tinggi seperti jenis huruf sans serif.
Contoh :
applyd. Decorative
Jenis huruf ini mempunyai tingkat legibilitas yang paling rendah dan
digunakan apabila komunikasi bukan hal yang primer.
Contoh :
applyE. Besar Huruf dalam Marka Grafis
Besar huruf dalam marka grafis bervariasi tergantung kepada fungsi dan
tujuannya. Dalam tesis ini, dibutuhkan 3 macam jenis besar huruf yaitu untuk
pengidentifikasi jarak dekat, pengidentifikasian jarak sedang dan pengidentifikasian
jarak jauh. Pengidentifikasian jarak dekat ditujukan untuk informational sign yang
diidentifikasi oleh pengguna dari jarak dekat karena marka grafis tersebut
mengandung banyak informasi. Pengidentifikasian jarak sedang ditujukan untuk
directional sign bagi pedestrian. Pengidentifikasian jarak jauh ditujukan untuk
pengendara kendaraan bermotor.
39
Dalam keperluan tertentu, terkadang informasi yang terdapat dalam sebuah
marka grafis tidak hanya mengandung kalimat namun juga terdapat simbol sebagai
penegasan kembali kalimat tersebut. Atau dapat pula sebuah marka grafis tidak
mengandung kata atau kalimat namun hanya menampilkan simbol sebagai
penyederhana kata atau kalimat tersebut. Perbandingan antara tinggi simbol dan jarak
pengidentifikasi yang efektif bagi pejalan kaki dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.7
Perbandingan tinggi huruf dan jarak pandang pada marka grafis untuk pengidentifikasian jarak jauh (di
jalan raya). ( Sumber : hal. 495 buku Human Factors Design Handbook.)
Gambar 2.8
Perbandingan tinggi simbol dan jarak pandang pada marka grafis untuk pengidentifikasian oleh pejalan
kaki. Perbandingan tersebut dengan jarak pandang efektif tidak lebih dari 46.5 m dan tidak kurang dari
6 m. (Sumber : hal. 503 buku Human Factors Design Handbook.)
40
II.1.5. Ukuran Standar Besar dan Tinggi Marka Grafis
Beberapa ukuran standar besar marka grafis:
a. Marka grafis petunjuk arah dengan penempatan di atas kepala
Untuk marka grafis yang ditempatkan diatas kepala (didalam gedung) ukurannya
adalah 12” x 48” atau 12” x 72”.
b. Marka grafis yang berisi informasi
Untuk marka grafis yang berisi informasi (umumnya peta petunjuk) ukurannya adalah
18” x 36” (maks.).
Ukuran standar penempatan tinggi marka grafis:
a. Marka grafis dengan penempatan di atas kepala
Untuk marka grafis dengan penempatan di atas kepala (di dalam gedung) mempunyai
minimum ketinggian 7’ atau 213 cm.
b. Marka grafis yang berisi informasi
Untuk marka grafis yang berisi informasi ditempatkan pada ketinggian 152,4 cm dari
dasar hingga ke bagian informasi paling atas.
c. Marka grafis di jalan raya dan di dalam perumahan
Untuk marka grafis di jalan raya mempunyai ketinggian standar 275 cm, dan untuk
penempatan di perumahan mempunyai ketinggian standar 200 cm.
II.1.5. Human Factors
Dalam suatu marka grafis, faktor manusia dalam merespon alat penanda
sangat penting. Karena besar kecilnya pengaruh menentukan baik tidaknya marka
grafis tersebut. Setiap orang akan memberikan respon yang berbeda dalam
menanggapi sebuah tanda. Respon pada masing-masing individu dipengaruhi oleh
faktor fisik dan karakter psikologis.
Pada penelitian ini, faktor yang mempengaruhi manusia dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Faktor fisik
Yang dimaksud dengan faktor fisik adalah kemampuan bagi individu dalam
merespon sebuah tanda. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh panca indera manusia.
Macam-macam faktor fisik adalah :
41
a. Besar area pandang
Penelitian membuktikan bahwa besaran area pandang normal yang dimiliki
oleh manusia pada umumnya adalah sekitar 60°. Area diluar sudut pandang 60° tidak
dapat dilihat secara maksimal. Namun apabila sebuah alat penanda ditempatkan
menempel pada langit-langit sebuah ruangan/gedung, maka besaran tersebut akan
melebihi 60°. Dalam keadaan tersebut, secara reflek manusia akan mendongakkan
kepalanya untuk melihat informasi yang berada di atas.
Atau pada keadaan lain, ruangan ditata dengan pagar pembatas agar apabila
alat penanda diletakkan dilangit-langit, pengguna hanya akan mendekat hingga batas
yang ditentukan. Dengan ini maka akan tetap didapatkan jarak pandang maksimal
sebesar 60°.
Gambar 2.9
Gambar ilustrasi penempatan sign diatas kepala dengan tinggi manusia yang akan melihat sign
tersebut.
(Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program)
Gambar 2.10
Ilustrasi penempatan marka grafis diatas kepala dengan menempatkan pembatas sebagai pencegah
pengamat agar tidak mendekati marka grafis lebih dekat sehingga marka grafis dapat diidentifikasi
dengan lebih jelas.
(Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program)
X= tinggi marka grafisY= jarak menuju markagrafisZ= ketinggian huruf
Pembatas rendah untuk
menghalangi pengamatmendekati marka grafis
42
`Gambar 2.11
Pengamat pria pada posisi berdiri/display pos kerja
(Sumber: Dimensi Manusia & Ruang Interior, Julius Panero dan Martin Zelnik, Whitney Library of
Design, 1979)
Gambar 2.12
Pengamat wanita pada posisi berdiri/display pos kerja
(Sumber: Dimensi Manusia & Ruang Interior, Julius Panero dan Martin Zelnik, Whitney Library of
Design, 1979)
43
b. Kemampuan kecepatan baca
Kemampuan kecepatan baca pada manusia normal adalah sekitar 125-600 kata
per menit. Faktor penentu lain, seperti umur, kecerdasan, dan edukasi mempengaruhi
kecepatan kemampuan baca. Rata-rata kemampuan tersebut adalah 250 kata per
menit. Berdasarkan pada kemampuan kecepatan baca yang ada, untuk pengendara
kendaraan bermotor, dimana hanya akan membaca untuk beberapa detik saja, maka
dalam alat penanda yang ada sebanyak-banyaknya hanya mengandung 6 kata.
Tabel II.2 Bagan analisa legabilitas dan kecepatan baca sebuah tanda pada kendaraan
bermotor. (Sumber : Architectural Signing and Graphics, Follis and Hammer, hal.
22)
Jumlah
Jalur
Kecepatan
(KM/JAM)
Durasi
Reaksi (detik)
Jarak yang
ditempuh saat
bereaksi
(meter)
Tinggi
Huruf
(cm)
Area
komersial
& Industri
(m2)
Institusi
Perumahan
Agrikultur
(m2)
2 24,1
48,3
72,4
88,5
8 53,6
107,3
161
214,6
10,16
17,78
25,4
35,56
0,74
2,3
4,6
9,3
0,55
1,67
3,34
6,5
4 24,1
48,3
72,4
88,5
10 67
134
201
268,2
10,16
22,86
33,02
43,18
0,74
3,7
8,4
13,9
0,55
2,6
5,9
9,8
6 24,1
48,3
72,4
88,5
11 73,8
147,5
221,3
295
12,7
22,86
35,56
48,26
1,2
13
9,3
17,65
0,9
2,6
6,5
12,4
Tol 88,5 12 321,9 53,34 21,34 15,05
c. Tingkat keterbacaan
Menurut penelitian yang ada, menyimpulkan bahwa dibawah cahaya
penerangan normal, saat subyek berdiri tegak, seorang manusia dengan pengelihatan
normal 20/20 dapat membaca 1 inci (25 mm) tinggi huruf pada standar Snellen eye
chart yang digunakan oleh optometris pada jarak 50 feet (15 meter).
44
2. Faktor psikologis
Dalam proses penginterpretasian sebuah alat penanda, selain faktor dari
manusia, juga terdapat faktor dari fisik alat penanda itu sendiri yang ikut berpengaruh.
Faktor tersebut dikategorikan sebagai faktor psikologis, karena mempengaruhi
manusia dalam merespon tanda.
Faktor psikologis itu terdiri dari:
a. Figure-Ground Relationship
Yang dimaksud dengan teori figure-ground ini adalah bagaimana pengaruh
hubungan antara bentuk/pola sebuah tanda dengan latar belakang yang dimilikinya.
Sebuah bentuk akan lebih tegas apabila mempunyai outline atau garis pembatas luar.
Dan apapun yang menguatkan persepsi pada sebuah bentuk akan mempengaruhi
proses peresponan ke arah yang lebih positif.
Konsep teori figure-ground ini juga berhubungan dengan bagaimana jarak
antara huruf mempengaruhi persepsi sebuah pesan. Menurut ilmu psikologi, hal ini
disebut perceptual filling in atau figural organization. Apabila jarak antara huruf
dalam sebuah kata terlalu dekat, maka persepsi pada kata akan buram.
b. Pengimplementasian Warna
Proses pemberian warna pada sebuah alat penanda sangat mempengaruhi
persepsi akan makna dan pesan yang disampaikan. Pemberian warna dapat
dimaksudkan untuk memberikan kesan menarik, namun dalam sebuah marka grafis,
pemberian warna umumnya mempunyai makna sendiri. Misalnya dalam gedung
parkir bertingkat, pemberian warna berbeda untuk membantu memandu pengguna
dalam mengingat lokasi parkir yang dituju.
Foto 2.20Outline sebagai contoh figure-ground
relationship pada signage.
(Sumber : Print Casebooks 9: The Best in
Environmental Design Graphics, Akiko
Busch, 1991)
45
3. Faktor lingkungan
Ada beberapa faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi persepsi manusia
terhadap alat penanda. Yang paling utama adalah yang berhubungan dengan kualitas,
intensitas dan pengaruh pencahayaan yang jatuh pada alat penanda tersebut; faktor
fisik berupa halangan pada garis area pandang antara alat penanda dan pengguna;
serta lingkungan di belakang maupun sekitar penempatan alat penanda.
a. Pencahayaan
Pada keadaan normal pencahayaan yang dibutuhkan adalah sekitar 25
footcandles. Namun pada keadaan gelap, dengan pencahayaan sekitar 2 footcandles
masih dapat dimungkinkan, karena mata akan berkontraksi. Pada keadaan yang
memungkinkan untuk terjadinya pencahayaan minim, maka kontras antara copy
dengan background harus tinggi. Sehingga alat penanda masih dapat direspon oleh
pengguna.
b. Garis batas pandangan
Pada keadaan umum, alat penanda akan ditempatkan pada area yang
memungkinkan bagi semua orang untuk melihatnya. Namun pada keadaan-keadaan
tertentu, akan terdapat hambatan dalam penempatan di tempat yang terjangkau dalam
area pandang. Dalam hal ini dibutuhkan kreativitas desainer untuk menentukan cara
dalam menghindari hambatan yang akan timbul.
c. Latar belakang marka grafis
Ada beberapa faktor background yang mempengaruhi persepsi pengguna
dalam merespon sebuah alat penanda. Salah satunya adalah mengenai hubungan
antara huruf dengan latar belakang yang menyertainya dalam sebuah bentuk alat
penanda, yang lebih dikenal dengan hubungan figure-ground. Hal lainnya adalah
hubungan antara sebuah alat penanda dengan latar belakang lingkungannya.
Lingkungan yang menyertai latar belakang sebuah alat penanda dapat memberikan
gangguan dalam penerimaan pesan bagi pengguna, kecuali alat penanda didesain
sedemikian rupa sehingga dapat muncul di antara lingkungan yang kurang
mendukung.
46
II.1.6. Elemen dekoratif
Sebagai bagian dari alat pemberi informasi, menurut John Follis dan Dave
Hammer dalam bukunya yang berjudul Architectural Signing and Graphics ada yang
dinamakan unsur elemen dekoratif. Unsur ini termasuk dalam kategori elemen
penunjang dalam marka grafis. Fungsi utama dari elemen ini adalah untuk
memberikan nilai tambah dan menarik terhadap tempat maupun kegiatan yang ada,
namun tidak memberikan informasi utama bagi tempat wisata atau daerah tersebut.
Unsur elemen dekoratif ini berkembang dan berubah sejalan dengan ide tematik yang
ada di lokasi setempat.
Elemen dekoratif ini terdiri dari 2 macam bentuk :
1. Gambar grafis
Bentuk elemen dekoratif yang berupa gambar grafis ini memberikan fungsi
sebagai nilai penambah faktor estetika di lokasi setempat, bukan sebagai pemberi
informasi utama. Unsur ini dapat diarahkan kepada desain dekoratif yang memberikan
warna, unsur harmonis, sebuah ide tematik bahkan sense of place ke dalam area
tersebut.
2. Banner
Yang dimaksud dengan banner dalam hal ini, termasuk juga bendera,
pennants, dan streamer. Umumnya, dalam sebuah kota atau lokasi wisata digunakan
bentuk elemen tersebut untuk mengumumkan event yang sedang terjadi serta juga
dimaksudkan untuk menambah unsur estetika.
II.1.7. Warna
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya
sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang
cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460
nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia
berkisar antara 380-780 nanometer. Warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya
yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Misalnya
pencampuran pigmen magenta dan cyan dengan proporsi tepat dan disinari cahaya
putih sempurna akan menghasilkan sensasi mirip warna merah.
47
Setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengidentifikasi
dan mengingat sebuah warna. Umumnya hanya 6 warna (tidak termasuk hitam dan
putih) yang mampu diingat dengan baik, yaitu merah kuning biru, hijau, oranye dan
coklat9. Untuk keperluan marka grafis, warna dapat dipergunakan sebagai alat
penunjang proses pengidentifikasian. Contohnya adalah pemberian warna yang
berbeda bagi tiap lantai dalam gedung parkir untuk penomoran. Namun umumnya
jika sudah menggunakan angka atau huruf dalam pengidentifikasian, penggunaan
warna tidak diperlukan lagi.
A. Warna primer, sekunder dan tertier
Warna primer adalah merah, kuning dan biru.
Warna sekunder adalah hijau, oranye dan ungu. Warna sekunder didapat dari
percampuran 2 warna primer.
Warna tertier adalah warna yang dihasilkan dari percampuran warna primer dan
sekunder.
9 Hal. 19 Buku Architecture Signing and Graphics karangan John Follis dan Hammer.
Gambar 2.13Bentuk spektrum warna.
Diagram lingkaran warna pertama kali didesain oleh Sir Isaac Newton tahun 1666.
(Sumber: www.tigercolor.com)
48
B. Warna tint, shade dan tone
Tint adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna putih.
Shade adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna hitam.
Tone adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna abu-abu.
C. Harmoni warna
Warna komplementer adalah warna yang terletak berlawanan dalam sebuah
diagram warna, misalnya warna merah dan hijau. Warna komplementer tidak
disarankan untuk menuliskan teks.
Gambar 2.17(ki) Warna komplementer.
(ka) Warna komplementer
diatas warna putih dan hitam
(Sumber:
www.tigercolor.com)
Gambar 2.14
Tint
(Sumber: www.tigercolor.com)
Gambar 2.15
Shade
(Sumber: www.tigercolor.com)
Gambar 2.16
Tone
(Sumber: www.tigercolor.com)
49
Warna Analogus adalah warna yang terletak bersebelahan dalam sebuah
diagram warna.
Warna Triadik adalah warna dalam hubungan garis segitiga sama sisi yang
yang dalam sebuah diagram warna.
Warna Split-komplementer adalah sebuah variasi bentuk terhadap arna
komplementer. Warna split-komplementer menggunakan 1 warna dasar dan 2 warna
yang terletak berhadapan dengan warna dasar tersebut.
Gambar 2.18(ki) Warna analogus. (ka)
Warna analogus diatas warna
hitam dan putih.
(Sumber:
www.tigercolor.com)
Gambar 2.19(ki) Warna triadik. (ka)
Warna triadik diatas warna
hitam dan putih.
(Sumber:
www.tigercolor.com)
Gambar 2.20(ki) Warna split-
komplementer. (ka) Warna
split-komplementer diatas
warna hitam dan putih.
(Sumber:
www.tigercolor.com)
50
Warna Tetradik adalah 2 warna komplementer yang saling berhadapan dan
membentuk garis persegi panjang.
Warna Quatradik adalah 2 warna komplementer yang saling berhadapan dan
membentuk garis bujur sangkar.
Warna juga memiliki makna dan arti tertentu. Umumnya warna merah akan
memberikan arti bahaya atau dilarang. Hal ini karena asosiasi warna api yang
mempunyai arti bahaya. Sedangkan warna kuning mempunyai makna hati-hati.
Menurut sumber www.color-wheel-pro.com, warna dijelaskan secara lebih
rinci. Masing-masing dari warna mempunyai arti umum secara simbolis. Dari arti
tersebut mempunyai arti-arti tertentu berdasarkan bidang yang diwakilinya.
Gambar 2.21(ki) Warna tetradik. (ka)
Warna tetradik diatas warna
hitam dan putih.
(Sumber:www.tigercolor.com)
Gambar 2.22(ki) Warna quatradik. (ka)
Warna quatradik diatas warna
hitam dan putih.
(Sumber:
www.tigercolor.com)
51
Tabel II.3 Arti warna dalam bidang keuangan, teknik dan kesehatan. (Sumber:
www.bigbadbookblog.com)
Warna Keuangan Teknik Kesehatan
Merah Kerugian Panas, bahaya Bahaya, darurat,
Mengandung
oksigen
Kuning Penting, keadaan
yang substansial
Hati-hati,
Pemberitahuan
Sedikit harapan
Biru Dapat
diandalkan, resmi
Air, dingin, sejuk Kematian, racun
Hijau Keuntungan Aman,
lingkungan
Infeksi
Cyan Sejuk, sedih Uap Racun, minim
oksigen
Merah
Merah adalah warna api dan darah, sehingga dapat diasosiasikan dengan
energi, perang, bahaya, kekuatan, kekuasaan, dan juga hasrat, keinginan dan cinta.
Merah adalah warna yang memiliki makna emosional tinggi. Warna tersebut memiliki
tingkat visibilitas yang tinggi sehingga banyak digunakan untuk marka jalan, lampu
lalu lintas dan alat-alat penting lainnya. Dalam bidang lain, merah juga diartikan
sebagai keberanian, sehingga banyak digunakan dalam warna bendera nasional
sebuah negara. Merah juga diartikan sebagai warna yang dapat menstimulasi pembaca
untuk melakukan pemikiran yang cepat, seperti tanda “SALE”, “DISKON” ataupun
“BUY ONE GET ONE” yang selalu diberi warna merah.
Berbagai turunan warna merah mempunyai arti sebagai berikut :
Merah menyala merepresentasikan seksualitas, hasrat, cinta, kebahagian.
Pink merepresentasikan romansa, cinta, persahabatan, feminin.
Merah tua diasosiasikan sebagai pemberontakan, marah, kepemimpinan, keberanian.
Coklat merepresentasikan sebagai stabilitas dan maskulin. Dari sumber Color
Harmony Workbook, warna coklat dapat diasosiasikan sesuatu yang bernuansa
membumi, kultural, budaya, seni dan budaya jaman dulu.
52
Oranye
Oranye memiliki komninasi antara energi dari warna merah dan suasana kebahagiaan
dari warna kuning. Warna oranye sering diasosiasikan dengan nuansa kebahagiaan,
sinar matahari dan alam tropis. Oranye memiliki makna antusias, kreativitas, dan
atraktif.
Warna oranye juga memiliki tingkat visibilitas yang tinggi seperti warna merah
sehingga dapat digunakan untuk menarik perhatian dan menggarisbawahi elemen
penting dalam sebuah desain. Oranye sangat efektif untuk mempromosikan produk
makanan dan mainan.
Berbagai turunan warna oranye mempunyai arti sebagai berikut :
Oranye tua dapat diartikan sebagai tidak dapat dipercaya.
Oranye kemerah-merahan dapat diartikan sebagai hasrat seksual, agresi dan aksi.
Emas merepresentasikan arti prestisius, kekayaan, kebijakan, dan kualitas tinggi.
Kuning
Kuning adalah warna dari sinar matahari. Sehingga warna kuning diasosiasikan
sebagai kebahagian, intelektualitas dan energi baik. Namun warna kuning juga
memiliki arti kekanak-kanakan dan tidak disarankan untuk menjual produk maskuin
yang bernilai tinggi dan prestisius. Warna kuning memproduksi efek yang
menghangatkan, menstimulasi aktivitas mental dan energi positif. Warna kuning yang
terang merupakan penarik perhatian yang tinggi. Apabila warna kuning
dikombinasikan dengan warna hitam mempunyai arti perhatian.
Hijau
Hijau adalah warna alam. Warna tersebut menyimbolkan pertumbuhan, harmonisasi,
kesegaran dan fertilitas. Hijau memiliki makna emosional dengan keamanan. Hijau
tua sering diasosiasikan dengan uang. Warna hijau memiliki kekuatan untuk
menyembuhkan dan relaksasi untuk mata manusia.
Warna hijau dapat diindikasikan dengan makna aman bila dihubungkan dengan
produk medis. Warna tersebut kebalikan dari warna merah dalam keperluan lalu
lintas.
53
Biru
Biru adalah warna langit dan laut. Warna tersebut sering diasosiasikan dengan
kedalaman dan stabilitas. Biru menyimbolkan kepercayaan, loyalitas, kebijakan,
percaya diri, intelegensi, kebenaran dan surga.
Warna biru dapat digunakan untuk mempromosikan produk dan jasa yang
berhubungan dengan kebersihan dan air. Dan warna biru mempunyai arti yang
berlawanan dengan emosi warna merah, oranye dan kuning, yaitu intelek, dan
perhatian dalam arti yang lebih tenang. Warna biru direkomendasikan untuk
mempromosikan produk teknologi tinggi dan dihindarkan untuk mempromosikan
produk makanan karena menghilangkan selera.
Berbagai turunan warna biru mempunyai arti sebagai berikut :
Biru muda diasosiasikan dengan kesehatan, penyembuhan, pengertian dan
kelembutan.
Biru tua diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan, kekuatan, resmi, serius.
Ungu
Warna ungu mempunyai makna kombinasi antara stabilitas yang dimiliki oleh warna
biru dan energi yang dimiliki oleh warna merah. Ungu sering diasosiasikan dengan
royalti, kebijakan, kreativitas, misteri, dan kekuatan magis. Warna tersebut
menyimbolkan kekuatan, ambisi, ekstravagansa dan kemewahan.
Berbagai turunan warna ungu mempunyai arti sebagai berikut :
Ungu muda merepresentasikan romantis dan nostalgia.
Ungu tua merepresentasikan kesedihan dan frustasi.
Putih
Warna putih sering diasosiasikan dengan cahaya, kebaikan, kemurnian, dan virginitas.
Dari makna-makna tersebut, warna putih sering diartikan sebagai warna yang
menggambarkan kesempurnaan.
Putih mempunyai makna aman, murni dan bersih. Warna putih mempunyai makna
yang positif, yang berlawanan dengan warna hitam.
Dalam dunia advertising, putih sering diasosiasikan dengan kesejukan dan
kebersihan. Warna putih dapat digunakan dalam mempromosikan produk hi-tech
yang memiliki gaya minimalis. Putih juga digunakan untuk organisasi non-profit dan
54
sering diasosiasikan dengan rumah sakit, dokter dan steril serta untuk produk
makanan adalah produk-produk rendah kalori dan rendah lemak.
Hitam
Warna hitam sering diasosiasikan dengan kekuatan, elegan, formal, kematian, misteri,
dan kejahatan. Warna tersebut umumnya mempunyai makna konotasi yang negatif.
II.1.8. Rangkuman
Keseluruhan teori diatas berkaitan dengan marka grafis dalam sistem
informasi visual. Secara umum, teori-teori tersebut terdiri dari fungsi marka grafis
yang dibagi menjadi empat kategori, yaitu directional, identifying, informational dan
restrictive. Masing-masing dari fungsi tersebut mempunyai bentuk marka grafis
tersendiri yang spesifik. Serta dalam tiap fungsi memberikan informasi yang berbeda-
beda. Kemudian terdapat kegunaan simbol sebagai unsur pembentuk marka grafis.
Dalam hal ini diketahui bahwa simbol merupakan salah satu unsur penting pembentuk
sebuah marka grafis. Sebuah simbol yang baik dapat berfungsi sebagai
penyederhanaan kalimat. Erat kaitannya dengan simbol, adalah piktogram. Piktogram
adalah sebuah penyederhanaan visual dari yang sebuah bentuk yang sesuai dengan
aslinya. Misalnya digunakan sebagai penyederhanaan sebuah gereja sebagai alat
untuk menginformasikan lokasi sebuah gereja dalam sebuah peta wisata.
Dalam sebuah sistem informasi visual, proses wayfinding merupakan sebuah
proses yang umum dilakukan oleh pengguna. Dalam hal ini, erat kaitannya dengan
wisatawan sebagai pengguna marka grafis yang berhubungan dengan kegiatan
kepariwisataan. Lancar atau tidaknya sebuah proses wayfinding merupakan bukti dari
berhasil atau tidaknya fungsi sebuah marka grafis. Dalam hal ini keberhasilan marka
grafis juga ditentukan oleh faktor-faktor penentu selain dari beberapa faktor yang
telah disebut pada paragraf sebelum, seperti human factors yang menyangkut
mengenai faktor-faktor pendukung penerimaan pesan oleh si pengguna marka grafis
yang terdiri dari faktor fisik dan psikologis, dan faktor tipografi serta warna yang
turut berperan sebagai faktor pembentuk sebuah marka grafis.
55
II.2 Sistem Informasi Pariwisata
Turisme adalah salah satu dari beberapa aktivitas dalam sebuah komunitas
atau daerah yang memerlukan perencanaan dan koordinasi. Perencanaan terdiri dari
proses pengidentifikasian objek, sekaligus penjabaran serta pengevaluasian metode
dalam mencapai tujuan yang dimaksud. Proses perencanaan ini dilaksanakan dengan
perencanaan yang komprehensif, dalam hal ini adalah perencanaan yang mencakup
seluruh sumber yang berkaitan dengan turisme, termasuk organisasi, pasar, dan
program dalam daerah tersebut. Dalam perencanaan komprehensif juga meliputi
aspek ekonomi, situasi lingkungan, sosial dan aspek institusional yang berkaitan
dengan perkembangan pariwisata, khususnya pariwisata daerah.
Menurut Daniel Stynes dan Cynthia O’Halloran (1987) mengatakan bahwa
dalam proses perencanaan sistem pariwisata terdapat enam langkah yang harus
dipenuhi10, yaitu:
1. Menjabarkan tujuan yang ingin diraih, dalam hal ini adalah peningkatan
pariwisata daerah sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan
dareah setelah adanya aturan otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia.
2. Mengidentifikasi sistem informasi pariwisata, dalam hal ini adalah semua aspek
yang berkaitan dengan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.
3. Melakukan generalisasi pada semua objek wisata. Artinya mempersiapkan sebuah
objek wisata untuk dapat dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat.
4. Mencari hal-hal alternatif lain (sekunder/pendukung kegiatan wisata) yang masih
berkaitan dengan objek utama.
5. Memilih hal-hal alternatif tersebut serta menggabungkannya dengan keseluruhan
objek utama sehingga menjadi satu kesatuan sistem pariwisata.
6. Memonitor perkembangan sistem pariwisata dan mengevaluasi perkembangannya.
Sebagai sebuah sistem informasi pariwisata, unsur-unsur yang terlibat dalam
sistem tersebut terdiri dari media informasi dan komunikasi, desain, sistem
transportasi, jasa pelayanan, serta objek wisata itu sendiri. Media informasi dan
komunikasi dibutuhkan sebagai upaya untuk pemberian informasi yang jelas dan
akurat.
10 Makalah dari Michigan State University berjudul Tourism Planning, oleh Daniel J. Stynes dan
Cynthia O’Halloran (Oktober 1987)
56
II.2.1 Pengertian Kota, Pariwisata dan Objek Wisata
Pada penelitian ini, sistem informasi pariwisata tidak lepas keterkaitannya
dengan salah satu fungsi sebuah kota. Pengertian kota dapat dijelaskan baik dari segi
struktural maupun fungsional. Bila dihubungkan dengan segi struktural, maka
menurut A.L. Slamet Ryadi (1984) kota dapat diartikan sebagai suatu area/daerah atau
wilayah yang secara administratif memiliki batas-batas dengan didalamnya terdapat
komponen-komponen yang meliputi antara lain; penduduk dengan ukurannya
(population size), sistem ekonomi, sistem sosial, sarana maupun infrastruktur yang
semuanya merupakan sebagai satu kelengkapan keseluruhan. Selanjutnya dari segi
fungsionalnya pengertian kota dapat diartikan sebagai pusat pemukiman penduduk
maupun pusat pertumbuhan dalam sistem pengembangan kehidupan sosio kultural
yang luas.11
Ditinjau dari sisi peranannya, fungsi sistem informasi pariwisata berkembang
sejalan dengan adanya perkembangan yang terjadi di dalam kota itu sendiri. Jika
ditinjau dari segi fisik, sistem informasi pariwisata tidak lepas hubungannya dengan
sistem informasi umum yang ada di dalam kota. Sistem informasi umum tersebut juga
mewakili kebutuhan wisatawan pelancong yang datang ke kota tersebut.
Pemenuhan akan kebutuhan bagi wisatawan adalah sebuah standardisasi
umum dalam pengembangan sebuah daerah/kota di era industri sekarang. Adapun
tersedianya sistem informasi pariwisata yang lengkap dan terpadu yang memberikan
kenyamanan bagi wisatawan merupakan suatu nilai tambah dan keuntungan bagi
daerah/kota itu sendiri karena akan memberikan reputasi yang baik bagi citra dan
identitas kota tersebut.
Kota mempunyai pengertian tersendiri bila dihubungkan dengan pariwisata.
Dengan mengambil contoh pada kota-kota di dunia, terdapat berbagai jenis kota
wisata. Salah satunya adalah kota historik. Kota historik mempunyai morfologi
perkotaan khusus, dengan peninggalan sejarah berupa artefak, bangunan ataupun
riwayat yang menarik bagi wisatawan (Ashworth and Tunbridge, 1990:3). Kota
historik dapat berbentuk suatu kota khusus atau kota dengan kawasan historik di
bagian kota dengan fungsi tertentu. Kota historik bukanlah kota yang sengaja
dibangun untuk pariwisata melainkan kota yang sudah ada dimanfaatkan untuk
pariwisata.
11 Diambil dari buku Tata Kota, Suatu Pendekatan dari Aspek Kesehatan Lingkungan, karangan A.L
Slamet Ryadi, hal. 5.
57
Kompleksitas kepariwisataan di kota disebabkan karena (1) kota merupakan
suatu entitas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dari berbagai segi, antara
lain ukuran, lokasi, fungsi, penampilan dan pusaka (peninggalan) yang dimiliki, (2)
ukuran dan sifatnya yang multifungsional menyebabkan kesulitan pemahaman, (3)
fungsi pariwisata sukar untuk dipisahkan dari berbagai fungsi lain, karena sarana atau
pelayanan perkotaan jarang sekali/ tidak hanya diperuntukkan bagi wisatawan tetapi
juga untuk berbagai kelompok pengguna lainnya (Shaw and Williams, 1995:9).
Menurut UU No.9 th 1990, pengertian pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta
bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 12
Seperti halnya dengan kota, pariwisata memiliki dimensi yang bersifat fisik
dan tangible, tetapi juga sarat dengan dimensi non fisik dan intangible. Pariwisata
mempunyai fungsi bagi pengembangan dan penampilan fisik kota, melalui
pengembangan prasarana dan sarana pariwisata. Prasarana khusus yang dapat
dimanfaatkan wisatawan, sarana akomodasi, sarana pelayanan jasa boga, serta sarana-
sarana lainnya yang menunjang kepariwisataan darah setempat. Secara fisik
pariwisata juga menciptakan landmark sebagai orientasi bagi wisatawan. Salah satu
cara untuk memahami arti pariwisata perkotaan adalah dengan mengetahui mengapa
wisatawan memilih kota sebagai sasaran kunjungannya. Secara fisik kota merupakan
konsentrasi geografik sarana dan fasilitas kepariwisataan meupun daya tarik yang
menjadi sasaran kunjungan; lokasinya nyaman untuk memenuhi kebutuhan wisatawan
maupun penduduk secara bersamaan.
Arti pariwisata yang intangibles, antara lain adalah kebanggaan yang
diciptakan terhadap kota yang banyak dikunjungi masyarakat dari luar. Jumlah
kunjungan mempunyai arti penting sebagai tolok ukur keberhasilan pariwisata yang
dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Pariwisata juga mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial budaya. Dalam
banyak kasus, kunjungan ke kota secara signifikan juga diwarnai dengan kunjungan
kekeluargaan dan pertemanan sebagai ekspresi interaksi sosial-budaya.
12 Sumber dari buku Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota Bogor (RIPP), hal. I-1
58
Menurut Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 1969, mengatakan bahwa definisi
wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk
berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu. Dan dari
Departemen Pariwisata merangkum bahwa definisi wisatawan adalah setiap orang
yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain selain tempat
tinggalnya, untuk salah satu atau beberapa alasan, selain mencari pekerjaan.
Stanley Plog (1972) mengelompokkan wisatawan menjadi tiga jenis
berdasarkan pada kepribadiannya masing-masing. Berikut adalah pengelompokan
wisatawan berdasarkan kepribadiannya :
1. Wisatawan psikosentrik, yaitu wisatawan yang hanya mau datang ke objek dan
daya tarik wisata yang betul-betul meyakinkan keamanan, kenyamanan, dan
keselamatannya, dan tidak mau datang ke objek wisata yang sama sekali belum
diyakininya.
2. Wisatawan alosentrik, yaitu wisatawan yang selalu mengingikan adanya
keanekaragaman objek dan daya tarik wisata serta pengalaman baru. Jika
melakukan perjalanan mereka menginginkan tujuan wisata yang dapat
memberikan pengalaman yang sama sekali berbeda dengan lingkungan dan
budaya negara, atau daerah asalnya.
3. Wisatawan midsentrik, yaitu wisatawan yang sekalipun tidak sepenuhnya bersifat
petualangan, tetapi mereka ini tidak takut mencoba pengalaman baru yang asing
bagi dirinya, asal tidak terlalu penuh tantangan.
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa macam jenis wisatawan yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Wisatawan berdasarkan lamanya waktu berkunjung, dibagi menjadi :
1. Wisatawan long-stay. Wisatawan ini adalah yang menginap untuk
beberapa saat di kota Bogor dan berencana untuk berkeliling kota Bogor.
Umumnya wisatawan ini adalah wisatawan mancanegara.
2. Wisatawan short-stay atau tur. Wisatawan ini umumnya hanya
mengunjungi beberapa tempat penting di kota Bogor, dan tidak menginap.
b. Wisatawan berdasarkan daerah asalnya, dibagi menjadi :
1. Wisatawan domestik dalam kota Bogor
2. Wisatawan domestik luar kota Bogor
3. Wisatawan mancanegara
59
c. Wisatawan berdasarkan alat transportasi yang digunakannya, dibagi menjadi :
1. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan umum (bis dan kereta api)
sebagai sarana untuk datang ke kota Bogor, dan menggunakan angkutan
perkotaan untuk mencapai tempat tujuan dari titik awal mereka sampai di
kota Bogor. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor.
2. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Wisatawan ini
umumnya tidak menginap di kota Bogor.
Dalam lingkup bidang pariwisata, objek wisata merupakan hal yang utama
untuk dikembangkan. Dan selanjutnya hal-hal yang berkaitan dan mendukung
peningkatan pariwisata tersebut juga perlu diperhatikan. Objek wisata yang akan
dikembangkan sebagai sumberdaya adalah suatu objek wisata yang mempunyai
kekuatan atau pengaruh yang diberikan oleh suatu objek wisata. Kekuatan dan
pengaruh yang dimaksudkan disini adalah suatu objek wisata yang memiliki faktor-
faktor yang berpengaruh. Dengan adanya faktor yang berpengaruh yang dimiliki
objek wisata tersebut, maka dapat terciptanya daya tarik dan menjadikan suatu objek
wisata itu potensial.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Atraksi wisata yang dimiliki objek wisata. Yang dimaksudkan dengan atraksi
wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan, seperti atraksi seni,
danau, pemandangan pantai, gunung, candi, monumen, dan lain-lain.
2. Fasilitas penunjang objek wisata. Yang dimaksudkan dengan fasilitas penunjang
objek wisata adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melayani mereka selama
berada di objek wisata. Sebagai contoh : WC, tempat istirahat, toko cinderamata,
tempat ibadah, fasilitas pemberian informasi bagi objek wisata ilmiah.
3. Kemudahan pencapaian objek wisata, adalah suatu kemampuan untuk mencapai
suatu tujuan wisata yang didukung oleh kemudahan transportasi.
4. Sarana angkutan umum, dalam hal ini transportasi darat adalah pengangkutan
domestik di tempat tujuan harus tersedia untuk semua penumpang sebelum
berangkat darai tempat asal. Sebagai contoh, bis, angkutan perkotaan, dan kereta
api.
60
Berdasarkan Undang-undang No.9 Tahun 1990, objek dan daya tarik wisata
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud
keadaan alam, serta flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta,
wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Dalam pengembangan dan pengusahaannya, objek dan daya tarik wisata
dikelompokkan ke dalam :
1. Wisata alam
Wisata alam adalah kegiatan wisata dengan sasaran objek wisata berupa
pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya. Objek wisata alam berupa
keindahan pemandangan alam, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis serta flora
dan fauna.
2. Wisata budaya
Objek wisata budaya adalah objek wisata yang menampilkan pemanfaatan
budaya bangsa yang dijadikan sasaran wisata seperti kegiatan-kegiatan kebudayaan
berupa upacara adat, pertunjukan seni serta benda-benda sejarah purbakala.
3. Wisata minat khusus (wisata ilmiah, wisata ziarah, wisata belanja)
Wisata minat khusus merupakan kegiatan wisata dengan objek pemanfaatan
sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa sebagai daya tarik dan minat
khusus. Sasaran wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki gunung, gua, industri
dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat-
tempat ziarah dan sebagainya.
Objek wisata minat khusus dikelompokan ke dalam :
a. Wisata Ilmiah
Wisata ilmiah adalah wisata dengan sasaran objek wisata yang mendukung
kegiatan pendidikan seperti museum dan lembaga-lembaga penelitian.
b. Wisata Ziarah
Merupakan kegiatan wisata yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, seperti
melakukan ziarah ke tempat-tempat yang dianggap suci seperti makam tokoh
penyebar agama.
61
c. Wisata Belanja
Merupakan kegiatan wisata berbelanja baik itu berupa kerajinan/ cinderamata
maupuan produk olahan makanan yang menjadi khas bagi daerahnya.
Dari unsur pembentuknya, kegiatan wisata dibentuk oleh tiga unsur, yaitu :
1. Ruang, merupakan tempat kegiatan wisata yang dilkakukan.
2. Manusia, sebagai pelaku kegiatan wisata baik sebagai pengelola (produsen)
maupun sebagai pemakai (konsumen).
Prasarana dan sarana transportasi, yang menghubungkan tempat asal wisatawan dan
tujuan wisatanya.
II.2.2 Pengertian Sistem Informasi Pariwisata
Dalam penyusunan tesis ini, pengertian sistem informasi pariwisata dapat
dirangkum sebagai suatu kesatuan alat untuk memberikan kemudahan bagi pengguna,
dalam hal ini adalah wisatawan, dalam berwisata pada daerah yang dituju. Alat yang
berupa sebuah sistem ini terdiri dari beberapa unsur pendukung, dimana dari semua
unsur tersebut akan saling berkaitan dan mendukung dalam memberi informasi yang
berguna bagi wisatawan yang memerlukannya.
Menurut sumber www.bppt.go.id, menyatakan bahwa untuk mengantisipasi
arus wisatawan tersebut perlu adanya suatu Sistem Informasi Pariwisata dengan
menyajikan suatu informasi yang terpadu, terencana dan mudah didapatkan. Sistem
informasi pariwisata ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kegiatan
pariwisata dan memuat secara detail, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, sarana
dan prasarana, akomodasi, jalur wisata dan sebagainya, untuk setiap obyek wisata.
Sistem informasi pariwisata itu sendiri terdiri dari berbagai jenis alat
penyampaian informasi, berupa media informasi, perangkat sumber daya manusia
pendukung, kegiatan yang berkaitan dengan industri pariwisata, serta peran serta
lembaga pemerintah serta swasta. Media informasi yang ada harus mempunyai unsur-
unsur penting seperti informatif, jelas, praktis, universal dan mengikuti kemajuan
jaman.
Sistem informasi pariwisata ini difungsikan sebagai media penyebar informasi
mengenai pariwisata daerah setempat, dan juga sebagai pemandu wisata bagi
wisatawan yang datang ke suatu daerah. Media-media tersebut bertugas untuk
menyebarkan informasi mengenai suatu daerah, terutama yang berkaitan dengan
62
kegiatan kepariwisatanya, kemudian saat wisatawan datang untuk berkunjung, media-
media tersebut bertugas untuk membimbing para wisatawan dalam berwisata di
daerah tersebut sehingga wisatawan merasakan aman dan nyaman.
II.2.2 Jenis-jenis Wisatawan
Stanley Plog (1972) mengelompokkan wisatawan menjadi tiga jenis
berdasarkan pada kepribadiannya masing-masing. Berikut adalah pengelompokan
wisatawan berdasarkan kepribadiannya :
1. Wisatawan psikosentrik, yaitu wisatawan yang hanya mau datang ke obyek dan
daya tarik wisata yang betul-betul meyakinkan keamanan, kenyamanan, dan
keselamatannya, dan tidak mau datang ke obyek wisata yang sama sekali belum
diyakininya.
2. Wisatawan alosentrik, yaitu wisatawan yang selalu mengingikan adanya
keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata serta pengalaman baru. Jika
melakukan perjalanan mereka menginginkan tujuan wisata yang dapat
memberikan pengalaman yang sama sekali berbeda dengan lingkungan dan
budaya negara, atau daerah asalnya.
3. Wisatawan midsentrik, yaitu wisatawan yang sekalipun tidak sepenuhnya bersifat
petualangan, tetapi mereka ini tidak takut mencoba pengalaman baru yang asing
bagi dirinya, asal tidak terlalu penuh tantangan.
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa macam jenis wisatawan yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Wisatawan berdasarkan lamanya waktu berkunjung, dibagi menjadi :
1. Wisatawan long-stay. Wisatawan ini adalah yang menginap untuk
beberapa saat di kota Bogor dan berencana untuk berkeliling kota Bogor.
Umumnya wisatawan ini adalah wisatawan mancanegara.
2. Wisatawan short-stay atau tur. Wisatawan ini umumnya hanya
mengunjungi beberapa tempat penting di kota Bogor, dan tidak menginap.
b. Wisatawan berdasarkan daerah asalnya, dibagi menjadi :
1. Wisatawan domestik
2. Wisatawan mancanegara
c. Wisatawan berdasarkan alat transportasi yang digunakannya, dibagi menjadi :
63
1. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan umum (bis dan kereta api)
sebagai sarana untuk datang ke kota Bogor, dan menggunakan angkutan
perkotaan untuk mencapai tempat tujuan dari titik awal mereka sampai di
kota Bogor. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor.
2. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Wisatawan ini
umumnya tidak menginap di kota Bogor.