bab ii landasan teori trend sebagai berikut: “analisis...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pengertian Analisis Trend
Abdullah (2005) mendefinisikan analisis trend sebagai berikut: “Analisis trend
(tendensi posisi) merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan
keuangan apakah menunjukkan perubahan naik atau mengalami penurunan”.
Dalam analisis trend perbandingan analisis dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis horizontal atau dinamis. Data yang digunakan umumnya dua atau
tiga periode, karena jika hanya satu periode mengakibatkan data sulit untuk di analisis.
Jika data yang digunakan lebih dari dua atau tiga periode, metode yang digunakan
adalah angka indeks. Dengan menggunakan angka indeks akan dapat diketahui
kecenderungan atau trend dari posisi keuangan, apakah meningkat, menurun atau tetap.
Hasil analisis trend biasanya dihitung dalam persentase.
II.2. Pengertian Kinerja Keuangan
Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan
perusahaan. Menurut Sukhemi (2007, h23) mengemukakan bahwa “kinerja dapat
diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut”. Kinerja menjadi hal penting
yang harus dicapai setiap perusahaan karena mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Untuk itu perlunya kita
mengetahui pengertian dari kinerja itu sendiri.
8
Menurut Jumingan (2006, h239), Kinerja merupakan gambaran prestasi yang
dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan,
aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi,
maupun aspek sumber daya manusianya.
Sementara itu, Fahmi (2006, h63) memberikan definisi sebagai berikut: “Kinerja
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi strategic planning”.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah suatu bentuk prestasi
pencapaian perusahaan dalam kegiatan operasional di berbagai aspek sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian kinerja keuangan
menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Jumingan (2006, h239) menyatakan kinerja keuangan merupakan gambaran
kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator
kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.
Sedangkan menurut Fahmi (2006, h64) kinerja keuangan diartikan sebagai
refleksi gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan dapat diartikan sebagai hasil
yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan”.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan
pencapaian prestasi perusahaan pada suatu periode yang menggambarkan kondisi
kesehatan keuangan perusahaan dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan
profitabilitas.
9
II.2.1. Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
perusahaan, karena pengukuran tersebut dapat mempengaruhi perilaku pengambilan
keputusan dalam perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada
sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis. Oleh sebab itu, manajemen perusahaan
perlu menyesuaikan kondisi perusahaan dengan alat ukur penilaian kinerja serta tujuan
dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan itu sendiri.
Menurut Munawir (2004, h31) tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan
adalah:
a. Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b. Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan
jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengetahui tingkat profitabilitas atau rentabilitas, yaitu kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dengan menggunakan aktiva
atau modal secara produktif.
d. Mengetahui tingkat stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menjalankan
dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, hal tersebut diukur dari
kemampuan perusahaan membayar pokok hutang dan beban bunga tepat pada
waktunya.
Salah satu tujuan terpenting dalan pengukuran kinerja selain yang disebutkan di atas
adalah untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan perusahaan telah tercapai, sehingga
10
kepentingan investor, kreditor dan pemegang saham dapat terpenuhi. Untuk itu, analisis
laporan keuangan umumnya dilakukan sebagai pengukur kinerja keuangan perusahaan.
II.3. Laporan Keuangan
Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau
laporan kemajuan suatu perusahaan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen
perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain laporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Berikut ini pengertian laporan keuangan dari beberapa
ahli dan pakar akuntansi:
Menurut Harahap (2008, h201) mengemukakan bahwa “Laporan Keuangan
merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi
para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.”
Sementara itu, Kieso, Weygandt dan Warfield (2007, h2) memberikan definisi
sebagai berikut: “Financial statements are the principal means through which a
company communicates its financial information to those outside it. These statements
provide a company’s history quantified in money terms ”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa laporan
keuangan merupakan informasi keuangan yang menggambarkan posisi atau keadaan
keuangan perusahaan pada periode tertentu yang berguna bagi para pemakainya dalam
hal pengambilan keputusan.
11
II.3.1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2007), antara lain:
1. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor dan pengguna
potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional
atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis.
2. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna
potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian
proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan,
penebusan, atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk
(future cash flow) pada perusahaan.
3. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya
tersebut dan perubahannya.
II.3.2. Pengguna Laporan Keuangan
Kieso, Weygandt dan Kimmel (2005) mengklasifikasikan pengguna laporan
keuangan sebagai berikut:
1. Pihak Internal, yaitu pihak-pihak di dalam perusahaan yang merencanakan,
mengorganisasikan dan mengarahkan bisnis, antara lain:
• Manajemen, yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan
untuk mengetahui perkembangan bisnis perusahaan dan merencanakan
bisnis untuk masa yang akan datang.
12
• Karyawan, yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, dana
pensiun dan kesempatan kerja.
2. Pihak Eksternal, yaitu pihak-pihak di luar perusahaan, antara lain:
• Investor, menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk
membuat keputusan investasi dalam hal membeli, menahan, atau menjual
saham suatu perusahaan dengan membandingkan resiko dan keuntungan
yang akan diperoleh.
• Kreditor, pemasok dan bank, menggunakan laporan keuangan untuk
melihat resiko dari pengembalian kredit yang diberikan pada perusahaan.
• Lembaga perpajakan, menggunakan laporan keuangan untuk menentukan
besar pajak yang harus dibayar perusahaan dan kepatuhan terhadap
peraturan perpajakan dilihat dari laba yang diperoleh perusahaan.
• Pemerintah, dalam hal ini laporan keuangan membantu pemerintah
mengetahui ketaatan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku selama
menjalankan proses bisnis perusahaan.
• Konsumen, memiliki kepentingan berkenaan dengan informasi yang
menyangkut kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka waktu yang
lama.
• Serikat pekerja, berkepentingan untuk melihat pemberian upah atau gaji
serta cadangan dana pensiun oleh perusahaan dalam menjamin
kesejahteraan karyawan.
13
• Economic Planner, menggunakan informasi laporan keuangan untuk
memprediksi aktivitas ekonomi di masa mendatang.
II.3.3. Bentuk Laporan Keuangan
Suatu laporan keuangan pada umumnya terdiri atas Neraca (Statement of
Financial Position), Laporan Laba Rugi (Statement Of Earnings), Laporan Perubahan
Modal (Statement of Changes in Owner’s Equity), Laporan arus kas (Statement of Cash
Flow) dan Catatan atas laporan keuangan (Notes to Financial Statement) yang
menyatakan kegiatan dan kondisi dari suatu perusahaan.
1. Neraca (Statement of Financial Position)
Menurut IAI (2009), Neraca menggambarkan posisi keuangan
perusahaan yang terdiri dari aset, kewajiban dan modal perusahaan pada suatu
tanggal tertentu.
Munawir (2004: 13) mendefinisikan Neraca adalah laporan yang
sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu
saat tertentu.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa neraca terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu aset, kewajiban dan ekuitas.
A. Aset
Menurut IAI (2009, h9) mendefinisikan aset sebagai sumber daya
yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh perusahaan.
14
Mengacu pada pendapat Munawir (2004) aset dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian utama, yaitu:
a. Aset lancar
Munawir (2004, h14) menyatakan aset adalah uang kas dan aktiva
lainnya yang diharapkan dapat dicairkan, ditukarkan menjadi
uang tunai, dijual, atau digunakan periode pada berikutnya paling
lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang
normal.
b. Aset tidak lancar (aset tetap)
Munawir (2004, h16) menyatakan aset tidak lancar adalah aktiva
yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak
akan ahabis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan.
B. Kewajiban
Menurut IAI (2009, h9) mendefinisikan kewajiban merupakan utang
perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
Kewajiban menurut Munawir (2004, h18-19) terbagi menjadi dua bagian,
yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
a. Kewajiban jangka pendek
adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasan atau
pembayarannya dilakukan dalam jangka pendek yaitu satu tahun
sejak tanggal neraca dengan menggunakan aktiva lancar yang
dimiliki perusahaan.
15
b. Kewajiban jangka panjang
Adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya
lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca yang meliputi hutang
obligasi, hutang hipotek dan pinjaman jangka panjang yang lain.
C. Ekuitas
IAI (2009, h9) menyatakan ekuitas adalah hak residual atas aktiva
perusahaansetelah dikurangi semua kewajiban.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan laporan yang menyajikan pendapatan dan
pengeluaran perusahaan selama satu periode akuntansi, yang biasanya setiap satu
kuartal atau satu tahun.
Unsur-unsur dalam laporan laba rugi menurut Standar Akuntansi
Keuangan paragraf 70 terdiri atas dua unsur yakni penghasilan (income) dan
beban (expenses), yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal (IAI, 2009:13). Berdasarkan
definisi diatas, penghasilan meliputi baik pendapatan maupun keuntungan
yang akan dijelaskan berikut ini.
a. Pendapatan, timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa.
16
b. Keuntungan yakni pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan
dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan
aktivitas perusahaan yang biasa (IAI, 2009:14).
2. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal (IAI, 2009:13). Definisi
beban diatas mencakup:
a. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban
tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva
seperti kas (dan setara kas), persediaan, dan aktiva tetap.
b. Kerugian yakni mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi
beban yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas
perusahaan yang biasa (IAI, 2009:14).
3. Laporan Perubahan Modal (Statement of Changes in Owner’s Equity)
Laporan perubahan modal memberikan informasi tentang penyebab
bertambah atau berkurangnya modal dalam periode tertentu. Menurut IAI
(2009:1, h12-13), sebuah perusahaan harus menyajikan laporan perubahan modal
sebagai salah satu komponen laporan keuangan yang di dalamnya
mencantumkan:
a. Laba atau rugi suatu periode.
17
b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan SAK terkait diakui secara langsung dalam
ekuitas.
c. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam SAK terkait.
d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi modal kepada pemilik.
e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahannya.
f. Rekonsiliasi terhadap nilai tercatat dari masing-masing jenis modal
saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang
mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
4. Laporan arus kas (Statement of Cash Flow)
Mengacu pada IAI (2009), unsur-unsur laporan arus kas terdiri dari:
a. Aktivitas operasi
Arus kas dari kegiatan operasi antara lain dapat berupa arus kas dari
transaksi penjualan, pembayaran ke pemasok, karyawan, bunga beban
operasional lainnya dan pajak penghasilan.
b. Aktivitas investasi
Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk
menghasilkan pendapatan arus kas masa depan.
c. Aktivitas pendanaan
Arus kas aktivitas pendanaan, dapat berupa penerimaan kas dari saham
dan obligasi, pembayaran deviden, serta pelunasan pinjaman.
18
5. Catatan atas laporan keuangan (Notes to Financial Statement)
Jenis laporan keuangan yang terakhir adalah catatan atas laporan
keuangan yang menyajikan kebijakan akuntansi perusahaan, perubahan dan
catatan mengenai akun-akun secara rinci.
IAI (2009:1, h13) mengemukakan beberapa hal yang diungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi
yang dipilih dan diterapkan terhadap transaksi yang penting.
2. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan
laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
3. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetap
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
II.4. Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
Metode dan teknik analisa digunakan untuk menentukan dan mengukur
hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga perkembangan maupun
perubahan laba dapat diketahui dan dibandingkan dengan beberapa periode laporan
keuangan.
II.4.1. Metode Analisis Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2004, h36), terdapat dua metode analisis yang digunakan
setiap para analisis laporan keuangan, yaitu:
19
1. Analisis Horizontal
Analisis horizontal dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk
beberapa periode sehingga perkembangannya akan diketahui. Metode ini disebut
juga sebagai metode analisis dinamis.
2. Analisis Vertikal
Analisis vertikal dilakukan apabila laporan keuangan yang dianalisis hanya
meliputi satu periode, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan
pos lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui
keadaan keuangan atau hasil operasi pada periode itu saja. Analisis ini disebut
juga sebagai metode analisis statis karena kesimpulan yang diperoleh hanya
untuk periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannnya.
II.4.2. Teknik Analisis Laporan Keuangan
Teknik analisis yang umum digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan metode dan teknik
analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode
atau lebih.
2. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan
dalam persentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik
analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah
menunjukkan tendensi tetap, naik, atau bahkan turun.
3. Laporan dengan persentase per komponen atau common size statement, adalah
suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-
20
masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur
permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan
penjualannya.
4. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja adalah suatu analisis untuk
mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk
mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, adalah suatu analisis untuk mengetahui
sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas, dan sumber-sumber serta penggunaan
uang kas selama periode tertentu.
6. Analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-
pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi
dari kedua laporan tersebut.
7. Analisis Perubahan Laba Kotor adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-
sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain
atau perubahan laba kotor suatu periode dengan anggaran laba untuk periode
tersebut.
8. Analisis Titik Impas adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian tetapi juga belum memperoleh keuntungan.
II.5. Analisis Rasio Keuangan
Menurut Arifin (2006, h95) analisis rasio keuangan merupakan alat analisis yang
dinyatakan dalam arti relatif maupun absolute untuk menjelaskan hubungan tertentu
antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu laporan keuangan
21
(financial statement). Analisis rasio keuangan memerlukan ukuran yang biasa disebut
dengan istilah rasio. Rasio mempunyai pengertian alat yang dinyatakan dalam
arithmetical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua macam data.
Dengan menggunakan teknik analisis rasio, analis dapat memberikan penilaian
kinerja keuangan sebuah perusahaan. Hefert (2003) menjelaskan bahwa rasio keuangan
dapat bermanfaat menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau kinerja
perusahaan, dan dapat membantu menggambarkan kecenderungan serta pola perusahaan
tersebut, sehingga dapat menunjukkan peluang ataupun resiko perusahaan yang sedang
ditelaah analis.
Selain kelebihan dapat menganalisis secara cepat, menurut Sugiono dan Untung
(2009) menyatakan kelemahan dari analisis rasio keuangan adalah objek analisa
keuangan hanya berdasarkan pada laporan keuangan saja. Padahal tiap laporan keuangan
menggunakan kebijakan dan metode akuntansi yang berbeda-beda sehingga dapat
menghasilkan angka yang berbeda, contohnya metode pencatatan persediaan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pengadaaan analisis rasio keuangan menjadi
sangat penting terutama bagi pihak-pihak berkepentingan terhadap perusahaan tersebut.
Rasio dapat dihitung berdasarkan data laporan keuangan yang telah tersedia, yang terdiri
dari neraca dan laporan laba rugi.
Penilaian menggunakan rasio keuangan ini juga memiliki keterbatasan dimana
tidak memperhitungkan adanya biaya modal (cost of capital) yang dapat
mengindikasikan seberapa jauh perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal.
22
II.5.1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansial jangka pendek yang akan jatuh tempo dengan tepat waktu. Perusahaan dalam
keadaan likuid berarti mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya, dan
perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat waktu apabila
perusahaan memiliki alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar dari hutang
lancar (jangka pendek). Sedangkan perusahaan dalam keadaan illikuid berarti
perusahaan tersebut tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
II.5.1.1. Current Ratio
Current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan. Rasio ini dapat pula mengukur tingkat keamanan (margin of
safety) suatu perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya.
Selain itu, current ratio juga dapat menunjukkan sejauh mana tagihan jangka pendek
dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversikan
menjadi kas dalam waktu dekat.
Rumus current ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h224), dinyatakan
sebagai berikut:
1. Acid-Test Ratio
Semakin tinggi nilai current ratio, maka akan semakin baik posisi pemberi
pinjaman, sebaliknya current ratio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas
perusahaan yang bermasalah. Rasio ini berbentuk kali (x). Mengacu pada pendapat
23
Munawir (2004), nilai current ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah
200% atau 2 kali. Akan tetapi nilai rasio sebesar 200% dapat menjadi titik tolak untuk
mengadakan analisa lebih lanjut. Ini dikarenakan current ratio yang tinggi belum
menjamin hutang perusahaan dapat dibayar, misalnya:
• Jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan
sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over
investment dalam persediaan tersebut.
• Saldo piutang yang besar memungkinkan sulit untuk ditagih.
• Rasio lancar yang terlalu tinggi kemungkinan menunjukkan kelebihan uang kas
atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan kebutuhan saat ini.
Sependapat dengan Munawir, Gibson (2011, h224) menyatakan “the guideline
for the minimum current ratio has been 2,00”. Gibson juga menambahkan perusahaan
yang tidak berhasil mempertahankan current ratio di atas 2,00 mengindikasikan
penurunan likuiditas dan dapat pula mengindikasikan pengendalian yang baik atas
pitang dan persediaan.
II.5.1.2. Acid-Test Ratio
Rasio ini sering juga disebut sebagai quick ratio, dimana rasio ini merupakan
ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak
memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama
untuk dikonversi menjadi uang kas, walaupun pada kenyataannya persediaan mungkin
lebih likuid daripada piutang. Nilai current ratio yang tinggi tetapi quick ratio nya
24
rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini
berbentuk kali (x).
Rumus acid-test ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h225), adalah sebagai
berikut:
Semakin tinggi Acid-test ratio menunjukkan semakin tinggi tingkat likuiditas
perusahaan. Akan tetapi, jika rasio ini terlalu tinggi maka hal ini tidak terlalu baik
karena mengindikasikan adanya praktek manajemen yang kurang baik. Acid-test yang
bernilai 2 kali menunjukkan bahwa perusahaan cukup melunasi kewajiban lancar dengan
membayar setengah dari aset lancar tanpa persediaan yang dimiliki. Sedangkan rasio
yang bernilai kurang dari 1 kali mengindikasikan terdapat kewajiban lancar yang tidak
terbayarkan meskipun seluruh aset lancar tanpa persediaan telah dikonversi menjadi kas.
Menurut Prihadi (2008) angka 1,00 atau 1 kali dianggap cukup aman.
Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011, h226) menyatakan “the guideline for the
minimum acid-test ratio was 1,00”. Angka ini merupakan angka minimum yang perlu
dipertahankan oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami ketidakmampuan
dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
II.5.2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam
membayar semua hutang-hutangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Dengan kata lain, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang
apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Gibson (2011)
25
menyatakan sebaiknya jumlah dari kewajiban juga perlu untuk dianalisis. Dikarenakan
dengan dianalisisnya jumlah kewajiban tersebut dapat menunjukkan berapa besar
perusahaan menggunakan dana yang disediakan oleh kreditor dan besar dana yang
disediakan oleh perusahaan sendiri.
II.5.2.1. Debt to Total Asset Ratio (Debt Ratio)
yaitu rasio yang menunjukkan posisi antara kewajiban perusahaan terhadap
kekayaan perusahaan. Prihadi (2008) mendefinisikan “debt ratio adalah membandingkan
seluruh total hutang atau kewajiban yang dimiliki perusahaan, baik jangka pendek
maupun jangka panjang, dengan total aset sebagai sumber dana yang berasal dari hutang
dan modal. Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011, h260) menyatakan “the debt ratio
indicates the percentage of assets financed by creditors, and it helps to determine how
well creditors are protected in case of solvency”.
Rumus debt ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h260), adalah sebagai
berikut:
Semakin besar rasio ini, semakin besar pembelian aset perusahaan dengan
menggunakan hutang dan semakin besar resiko keuangan yang dimiliki kreditor ataupun
investor. Debt ratio yang tinggi menunjukkan proporsi peminjaman yang besar kepada
pihak ketiga. Hal ini tidak terlalu baik untuk perusahaan karena secara struktur
pendanaan, perusahaan lebih banyak berhutang dibandingkan dengan modal yang
dimiliki perusahaan sendiri sehingga dapat menimbulkan resiko yang besar. Menurut
Prihadi (2008) dengan struktur pendanaan lebih besar untuk hutang akan semakin besar
26
resiko kebangkrutan dikarenakan semakin besar resiko kegagalan untuk membayar. Hal
lain yang dapat terjadi yaitu menyebabkan jumlah bunga yang harus dibayarkan semakin
besar. Ini dikarenakan perusahaan lebih banyak memiliki hutang daripada aktivanya
sendiri. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini, menunjukkan posisi perusahaan yang
semakin baik (Gibson, 2011).
II.5.2.2. Debt to Equity Ratio (DER)
DER adalah rasio keuangan yang menunjukkan proporsi relatif dari ekuitas dan
hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. DER mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh
beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER juga
memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang-hutang perusahaan dijamin modal
perusahaan sendiri yang digunakan sebagai pendanaan perusahaan.
Rumus debt to equity ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h263), dinyatakan
sebagai berikut:
Semakin tinggi DER menggambarkan semakin buruk kondisi solvency
perusahaan tersebut karena menandakan struktur pendanaan perusahaan lebih banyak
berhutang dibandingkan modal yang dimiliki perusahaan sendiri. Sebaliknya, semakin
rendah rasio ini, semakin baik posisi hutang perusahaan (Gibson, 2011) karena
mengindikasikan semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh
pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi
kerugian.
27
II.5.3. Rasio Profitabilitas
yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan
kemampuannya dalam menggunakan aktiva secara produktif. Darsono dan Ashari
(2005) berpendapat bahwa profitabilitas merupakan kemampuan manajemen untuk
memperoleh laba. Agar memperoleh laba di atas rata-rata, manajemen harus dapat
meningkatkan pendapatan dan meminimalisir beban. Mengacu pada Sugiono dan
Untung (2009, h70) rasio profitabilitas memiliki tujuan untuk “mengukur efektivitas
manajemen yang tercermin pada imbalan hasil investasi melalui kegiatan perusahaan
atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi
dalam pengelolaan kewajiban dan modal”.
II.5.3.1. Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai
penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya, termasuk bunga dan pajak.
Rasio ini seringkali digunakan sebagai ukuran pengembalian laba bersih dari penjualan
(Gibson, 2011). Jika perusahaan mempunyai rasio 6%, maka artinya laba yang diperoleh
persentasenya 6% dari total penjualan keseluruhan.
Rumus net profit margin yang mengacu pada Gibson (2011) dinyatakan sebagai
berikut:
28
Semakin besar NPM menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan
tersebut dalam mendapatkan laba yang tinggi serta kinerja perusahaan yang semakin
produktif. Hal ini tentu baik bagi perusahaan karena dapat meningkatkan kepercayaan
investor untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut.
Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan
kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan secara cukup berhasil untuk
menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah
menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Dimana hasil dari perhitungan
mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor perlu mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba karena dengan mengetahui hal
tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan tersebut profitable atau tidak.
II.5.3.2. Return On Assets
Gibson (2011, h303) menyatakan “return on assets measures the firm’s ability to
utilize its assets to create profits by comparing profits with the assets that generate the
profits”.
Sependapat dengan Gibson, Prihadi (2008) mengemukakan ROA bertujuan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aset untuk
memperoleh laba dan mengukur hasil total untuk seluruh kreditor dan pemegang saham
selaku penyedia sumber dana.
Dengan kata lain, Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian laba bersih
terhadap penggunaan keseluruhan jumlah aset serta dinyatakan dalam bentuk persen
(%).
29
Rumus return on assets yang mengacu pada Gibson (2011, h303) dinyatakan
sebagai berikut:
sebagai berikut:
Dalam perhitungan rasio ini, total aset yang digunakan adalah rata-rata dari
suatu total aset (awal tahun dan akhir tahun) selarna periode perhitungan. Ini
dikarenakan penggunaan rata-rata total asset dapat rnemberi nilai tarnbah bagi investor
untuk rnengetahui pertumbuhan, penurunan atau faktor signifikan lainnya dalam suatu
bisnis.
Semakin tinggi persentase rasio ini semakin baik penggunaan aset secara efisien
untuk memperoleh keuntungan bersih dalam kegiatan operasional perusahaan. Hal ini
selanjutnya meningkatkan daya tarik perusahaan yang menjadikan perusahaan tersebut
makin diminati investor, karena tingkat perolehan pengembalian atas investasi aset akan
semakin besar. Menurut Darsono dan Ashari (2005) untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan dengan ROA, dapat dilakukan dengan membandingkan rasio ROA tersebut
dengan tingkat pengembalian rata-rata pada industri yang sama. Jika perolehan
persentase ROA perusahaan lebih tinggi dibanding rasio rata-rata maka perusahaan
dianggap baik karena menandakan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari aset yang
diinvestasikan. Sebaliknya, semakin rendah persentase rasio ini dari rasio rata-rata maka
daya tarik investor semakin menurun karena membuat tingkat perolehan pengembalian
atas investasi aset akan semakin kecil.
30
II.5.3.3. Return On Equity
Rasio ini merupakan rasio yang umum digunakan untuk mengukur hasil
pengembalian atas investasi pemilik. Menurut Sugiono dan Untung (2009) return on
equity merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
kinerja suatu perusahaan yang menggambarkan tingkat pengembalian laba atas seluruh
modal yang ada.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Darsono dan Ashari (2005) yaitu melalui
ROE para analis dapat mengetahui pengembalian yang diberikan perusahaan untuk
setiap modal dari pemilik. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen
memanfaatkan investasi para pemegang saham dalam menghasilkan laba.
Rumus rasio ini dinyatakan sebagai berikut:
ROE diukur dalam satuan persen. Sama seperti return on assets, return on equity
juga menggunakan rata-rata total ekuitas dalam perhitungannya. Semakin tinggi
persentase yang diperoleh perusahaan menunjukkan semakin tinggi pengelolaan modal
perusahaan dalam mendapatkan laba atas modal tersebut.
Sama seperti ROA, menurut Darsono dan Ashari (2005), rasio ini juga dapat
dibandingkan dengan rasio rata-rata untuk tingkat pengembalian pada industri yang
sama. Suatu perusahaan dianggap baik jika perolehan ROE nya lebih tinggi dari rata-rata
industri, ini dikarenakan tingkat pengembalian yang akan diperoleh pemegang saham
menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, perusahaan dianggap kurang baik jika perolehan ROE
nya lebih rendah dari rata-rata industri karena tingkat pengembalian yang akan diperoleh
31
pemegang saham menjadi lebih rendah. ROE menunjukkan seberapa baik suatu
perusahaan menggunakan dana investasi untuk menghasilkan pertumbuhan laba.
II.6. Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2008, h298), keterbatasan dalam analisa rasio antara lain:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk
kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi
keterbatasan teknik ini, seperti:
a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung
taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif.
b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai
perolehan (cost) bukan harga pasar.
c. Klasifikasi dalam laporan keuangan bias berdampak pada angka rasio.
d. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bias
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan
kesulitan menghitung rasio.
4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
5. Jika dua perusahaan yang dibandingkan bias teknik dan standar akuntansi yang
dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bias
menimbulkan kesalahan.