bab ii...pakaian. d. seterika dan pelipatan pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat...

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Otot Upper Trapezius Otot trapezius merupakan salah satu otot terbesar dan paling superfisial yang terletak pada daerah scapulothoraks. Dinamakan otot trapezius karena bentuk otot ini mirip dengan bangun trapezium. Otot ini mudah dipalpasi karena memiliki banyak fascia yang terletak di bawah kulit. Otot upper trapezius dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian I dan II membentuk otot upper trapezius yang berperan dalam gerakan elevasi dan adduksi shoulder, bagian III membentuk middle trapezius berperan dalam gerakan adduksi shoulder, dan bagian IV membentuk lower trapezius berperan dalam gerakan depresi dan adduksi shoulder (Sudaryanto and Ansar, 2011). Otot upper trapezius dapat dipalpasi antara occipital protuberance pada C6 dan lateral dari acromion terutama ketika gerakan elevasi shoulder. Serat otot pada bagian upper trapezius tipis dan relatif lemah, melekat pada clavicula, sehingga kepala bisa sepenuhnya memutar ke sisi yang berlawanan. Serat otot pada upper trapezius akan membantu middle trapezius dan levator scapula dalam melakukan gerakan elevasi serta rotasi, karena upper trapezius mempunyai serat otot yang tipis dan lemah, serta membantu middle trapezius dalam melakukan gerakan membuat bagian ini mudah sekali mengalami kelelahan dan ketegangan otot. Otot ini rentan mengalami myofascial pain karena otot ini sering digunakan dalam jangka waktu yang lama (Willms et al., 2005).

Upload: others

Post on 18-Dec-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otot Upper Trapezius

Otot trapezius merupakan salah satu otot terbesar dan paling superfisial yang

terletak pada daerah scapulothoraks. Dinamakan otot trapezius karena bentuk otot ini

mirip dengan bangun trapezium. Otot ini mudah dipalpasi karena memiliki banyak

fascia yang terletak di bawah kulit. Otot upper trapezius dibagi menjadi empat bagian

yaitu bagian I dan II membentuk otot upper trapezius yang berperan dalam gerakan

elevasi dan adduksi shoulder, bagian III membentuk middle trapezius berperan dalam

gerakan adduksi shoulder, dan bagian IV membentuk lower trapezius berperan dalam

gerakan depresi dan adduksi shoulder (Sudaryanto and Ansar, 2011).

Otot upper trapezius dapat dipalpasi antara occipital protuberance pada C6

dan lateral dari acromion terutama ketika gerakan elevasi shoulder. Serat otot pada

bagian upper trapezius tipis dan relatif lemah, melekat pada clavicula, sehingga

kepala bisa sepenuhnya memutar ke sisi yang berlawanan. Serat otot pada upper

trapezius akan membantu middle trapezius dan levator scapula dalam melakukan

gerakan elevasi serta rotasi, karena upper trapezius mempunyai serat otot yang tipis

dan lemah, serta membantu middle trapezius dalam melakukan gerakan membuat

bagian ini mudah sekali mengalami kelelahan dan ketegangan otot. Otot ini rentan

mengalami myofascial pain karena otot ini sering digunakan dalam jangka waktu

yang lama (Willms et al., 2005).

Page 2: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

10

Middle trapezius dapat teraba dari C7 hingga T3, lateral acromion, scapula

spine terutama ketika posisi adduksi shoulder. Pada middle trapezius terdapat serat-

serat otot yang kuat dan tebal. Otot ini berkarakteristik kuat karena mempunyai peran

dalam memposisikan bahu sesuai postur tubuh yang benar. Lower trapezius dapat

dipalpasi pada bagian T4 hingga T12, bagian medial scapula tulang belakang

terutama ketika posisi depresi dan adduksi. Daerah lower trapezius terdapat otot yang

lemah dan bagian ini berperan dalam gerakan adduksi, depresi, dan rotasi (Willms et

al., 2005).

Upper trapezius berorigo pada eksternal occipital protuberance, bagian

medial ligamentum nuchae, dan berinsertio pada batas posterior dari 1/3 bagian

lateral clavicula dan acromion dari scapula. Otot ini dipersarafi oleh accessory nerve

(cranial nerve XI) dan nervus C3-C4 (Willms et al., 2005).

Terdapat dua tipe serabut otot yang utama yaitu serabut slow-twitch dan

serabut fast-twitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat didalam suatu otot tunggal.

Tipe serabut otot, ada dua dasar tipe yaitu (Sudaryanto and Ansar, 2011):

1. Tipe I atau slow twitch (tonik muscle fibers) atau yang biasa disebut red

muscle karena serabut ototnya berwarna merah atau lebih gelap dari otot

yang lainnya. Otot ini memiliki karakteristik tertentu, yaitu menghasilkan

kontraksi yang lambat, banyak mengandung kapiler pembuluh darah,

kekuatan motor unit yang rendah, tidak cepat mengalami kelelahan,

memiliki kapasitas aerobik yang tinggi dan berfungsi untuk

Page 3: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

11

mempertahankan sikap. Otot slow twitch ini berguna untuk olahraga yang

membutuhkan endurance yang tinggi seperti lari marathon, berenang.

Misalnya pada otot erector spine.

2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers) juga disebut sebagai white

muscle karena serabut ototnya berwarna putih atau berwarna lebih pucat.

Otot ini memiliki karakteristik menghasilkan kontraksi yang cepat, mudah

mengalami kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang rendah, banyak

mengandung myofibril, durasi kontraksi lebih pendek dan memiliki fungsi

untuk melakukan gerakan yang cepat dan kuat. Otot fast twitch ini

diperlukan untuk olahraga yang membutuhkan kecepatan, kontraksi otot

yang sangat kuat dan cepat seperti lari cepat. Misalnya pada otot upper

trapezius.

Gambar 2.1 Otot upper trapezius

(Sumber: Nayak, 2013)

Page 4: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

12

2.1.1 Biomekanik Terapan pada Upper Trapezius

Otot trapezius adalah salah satu grup otot besar pada tubuh manusia,

otot ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu upper, middle dan lower trapezius. Otot

upper trapezius merupakan grup otot pada tubuh manusia yang berfungsi

untuk elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi cervical. Otot upper trapezius

merupakan otot yang berperan sentral dapan stabilisasi postur kepala.

Stabilisasi tersebut dikarenakan adanya otot agonis dan antagonis yang

dimainkan oleh upper trapezius kiri dan kanan. Otot ini memberikan arah

tarikan ke inferolateral pada cervical sehingga dengan adanya suatu gangguan

pada otot ini akan menyebabkan postur kepala yang tidak seimbang antara

kanan dan kiri (Neuman, 2002).

Gambar 2.2 : Otot Upper Trapezius

(Sumber: Lippert, 2011)

Ekstensi cervical

Lateral Fleksi Cervical

Ekstensi Cervical Lateral Fleksi

Lateral Fleksi

Elevasi Shoulder

Page 5: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

13

2.2 Biomekanik dan Anatomi Terapan Cervical

Regio cervical disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint

(C0-C1), atlanto-axial joint (C1-C2) dan vertebra joints (C2-C7). Regio ini

merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra.

Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur sendi dan

memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran,

penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang dihasilkan pada regio

ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi cervical (Neuman, 2002).

a. Atlanto-occipital Joint (C0-C1)

Atlanto-occipital Joint berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan

lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan fleksi condylus yang

conveks akan slide ke arah belakang terhadap facet articularis yang concave

sebesar 10o. Sedangkan pada gerakan ekstensi condylus yang conveks akan

slide ke arah depan terhadap facet articularis yang concave sebesar 17o.

Pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll dari sisi-sisi pada

jumlah yang kecil pada condylis occipital yang conveks terhadap facet

articularis (atlas) yang concave sebesar 5o (Neuman, 2002).

b. Atlanto-axial Joint (C1-C2)

Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical

ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan fleksi akan

terjadi gerakan pivot ke depan dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis

Page 6: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

14

(C2) sebesar 15o sedangkan pada gerakan ekstensi gerakan pivot ke

belakang dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2). Gerakan rotasi

pada sendi ini sebesar 45o

dimana atlas yang berbentuk cincin akan berputar

di sekitar procesus odonthoid bagian procesus articularis inferior atlas yang

sedikit concaf akan slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap

procesus articularis superior axis (Neuman, 2002).

c. Vertebra Joints (C2-C7)

Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral

fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan processus articularis inferior

vertebra superior yang berbentuk concave akan slide ke arah atas dan depan

terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 40o,

sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan procesus articularis inferior

vertebra superior yang berbentuk concave akan slide ke arah bawah dan

belakang terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar

70o.

Pada gerakan rotasi akan terjadi slide pada processus articularis

inferior vertebra superior ke arah belakang dan bawah pada ipsilateral arah

rotasi dan akan terjadi slide ke arah depan atas pada sisi contralateral terhadap

processus articularis superior vertebra inferior sebesar 45o (Neuman, 2002).

Gerakan lateral fleksi cervical, processus articularis inferior vertebra

superior pada sisi ipsilateral slide ke arah bawah dan sedikit ke belakang dan

pada sisi contralateral akan slide ke arah atas dan sedikit kedepan sebesar 35o.

Page 7: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

15

Inlinasi pada bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang

searah dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang

searah (Neuman, 2002).

Gambar 2.3 Gerakan Cervical

(Sumber : Rohman Azzam, 2014)

2.3 Aktivitas Laundry

Laundry merupakan salah satu jasa dalam perindustrian modern, yang dimana

laundry adalah salah satu pekerjaan manual maupun menggunakan mesin yang

dilakukan dalam posisi berdiri maupun duduk dengan posisi leher menunduk ataupun

menengadah secara statis selama beberapa waktu. Pekerjaan laundry yang dilakukan

berulang-ulang dan dalam waktu yang relatif lama dapat menyebabkan kelelahan

secara fisiologis, yang disebabkan karena aktivitas kerja dan mempertahankan tubuh

ketika bekerja. Pekerja laundry umumnya menggunakan proses dan sistem manual

Page 8: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

16

ataupun dengan mesin. Berdasarkan analisis ilmu ergonomi pada pegawai laundry,

terdapat proses kerja yang terdiri dari 5 tahapan kegiatan yang dapat menimbulkan

permasalahan akibat pekerjaannya, diantaranya (Angkoso, 2012):

a. Penimbangan

Pakaian yang diterima oleh pekerja laundry dari pelanggan dilakukan

penimbangan terlebih dahulu. Setiap jenis pakaian yang dibawa oleh

pelanggan ditimbang dan hasilnya dicatat oleh pekerja laundry yang

menerima orderan pelanggan tersebut dengan posisi berdiri yang disesuaikan

dengan jenis timbangan masing-masing tempat laundry.

b. Pencucian dan pemerasan

Setelah dilakukan penimbangan, pakaian tersebut dipilah sesuai

klasifikasi menurut jenis dan karakteristik pakaian. Proses selanjutnya yaitu

pencucian, pekerja memasukkan air dan cairan pembersih serta pewangi

kedalam mesin cuci hingga pakaian tersebut terlihat bersih dan wangi.

Pakaian yang dicuci tersebut dimasukan kedalam mesin pemeras otomatis.

Beberapa jasa laundry membilas kembali pakaian tersebut dengan cara

manual. Pekerja laundry melakukan proses pengerjaan ini dengan posisi

berdiri dan melakukan aktivitasnya dengan kedua tangan. Waktu yang

dibutuhkan dalam proses ini berlangsung sekitar 45 menit, yang dilanjutkan

dengan memindahkan pakaian yang telah diperas kedalam wadah pakaian.

Page 9: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

17

c. Pengeringan

Pada proses ini pakaian dimasukkan kedalam mesin pengering yang

berbeda dengan mesin cuci. Pakaian yang telah diproses kemudian dimasukan

kedalam mesin pengering dengan durasi waktu selama 1 jam. Postur kerja

selama melakukan proses ini yaitu dengan posisi berdiri, berjalan serta

menggunakan kedua tangan. Setelah pakaian kering, pakaian tersebut

dimasukan kedalam wadah untuk selanjutnya dilakukan proses setrika dan

pelipatan. Beberapa jasa laundry selain menggunakan mesin pengering, masih

ada yang menggunakan tenaga panas matahari untuk proses pengeringan

pakaian.

d. Seterika dan Pelipatan

Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika

listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian

disemprotkan pewangi dan pelembut. Pakaian tersebut lalu dilipat agar mudah

dikemas. Proses penyeterikaan dan pelipatan, terdapat pembedaan antara

posisi kerja dan alat bantu kerja.

1. Posisi berdiri menggunakan meja seterika tanpa kursi

2. Posisi duduk menggunakan meja seterika dan kursi sandaran

punggung

3. Posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa

sandaran punggung

Page 10: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

18

e. Pengemasan

Pakaian yang telah diseterika dan dilipat diatur kembali agar mudah

dikemas dalam wadah plastik bening dan diberi label. Proses pengemasan,

terdapat perbedaan posisi kerja yaitu:

1. Pengemasan dilakukan dengan posisi berdiri, pakaian yang

akan dikemas diletakkan diatas meja setrika

2. Pengemasan dilakukan dengan posisi duduk, pakaian yang

akan dikemas diletakkan dilantai

2.3.1 Ergonomi Postur Tubuh Pegawai Laundry

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (Kerja) dan Nomos

(Hukum Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia

dalam lingkungan yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 1998). Ergonomi postur tubuh

pegawai laundry menurut beberapa ahli yaitu:

a. Leher

Menurut Bridger (1995) leher tidak boleh fleksi dan ekstensi lebih dari

15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress akan terjadi yang akhirnya dapat

memperburuk keadaan posisi leher fleksi dan berotasi.

Page 11: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

19

b. Bahu dan Tangan

Menurut Pheasant (1991) posisi bahu ditinggikan atau lengan dijauhkan

juga menyebabkan Neck Pain. Menurut Nurmianto (1998) sudut optimal lengan

bawah berkisar antara 90o-120

o. Posisi pergelangan tangan fleksi 10

o dan

ekstensi 35o merupakan posisi yang masih dapat diterima oleh sendi

pergelangan tangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Brumfield et al,.

1984).

c. Genggaman

Menggunakan kekuatan jari atau yang disebut dengan finger grip yang

dimana menurut Kumar (2001) hal tersebut memilik resiko ergonomi karena

mengangkat objek tidak boleh hanya mengandalkan kekuatan jari saja. Menurut

Kumar (2001) posisi genggaman yang baik adalah posisi menggunakan

kekuatan genggaman tangan.

d. Siku

Menurut Bridger (2003) pembebanan pada siku serta posisi statis pada

siku menyebabkan sendi siku injury atau cedera.

e. Punggung

Menurut Bridger (2003) postur ektrim pada punggung akan

menyebabkan peregangan pada lumbar dan penekanan otot perut sehingga

terjadi kompresi tulang belakang apabila punggung dalam keadaan fleksi 10o

ditambah postur punggung yang miring.

Page 12: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

20

f. Posisi Duduk

Grandjean (1993) dalam Tawarka (2004) berpendapat bahwa bekerja

dalam posisi duduk mempunyai keuntungan yaitu pembebanan pada kaki,

pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat di kurangi.

g. Posisi Kedua Kaki

Posisi kedua kaki statis pada saat menyeterika dengan posisi berdiri

menurut Bridger (2003) akan menyebabkan penekanan pada otot perut sehingga

terjadi kompresi tulang belakang.

h. Pembebanan

Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang beresiko

apabila beban melebihi 4,5 kg.

i. Frekuensi pekerjaan

Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Hignett, Sue dan

Mc Attamney (2000) kegiatan yang menghendaki gerakan yang berulang >4x

permenit menambah resiko cedera akibat ergonomi.

2.4 Anatomi Myofascia

Fascia merupakan tipe jaringan yang membungkus tendon, ligament,

aponeurosis dan jaringan parut. Fascia terdapat di seluruh tubuh, sebagai perantara

dari semua sistem yang ada pada tubuh dan memberikan bentuk untuk sistem tubuh

seperti sistem sirkulasi darah, sistem saraf dan sistem limfatik. Fascia berfungsi

untuk dapat membentuk dan menunjang bagian tubuh dan menahan agar tetap berada

Page 13: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

21

pada tempatnya, memberikan lubrikasi (pelumas) sehingga otot akan bebas bergerak

tanpa menimbulkan suatu gesekan yang bisa menyebabkan adanya injury pada otot

(Clay, 2008).

Fascia dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu fascia superficialis, fascia

profunda (deep), dan deepest fascia. Fascia superficialis merupakan lapisan jaringan

ikat longgar yang terletak pada lapisan bawah dermis kulit dan kadang disebut

sebagai jaringan subkutan. Fascia ini berfungsi sebagai jalur untuk saraf dan darah

menuju otot rangka dan berbagai jaringan adiposa. Fascia superficialis lebih

menonjol pada bagian belakang tubuh daripada bagian depan. Fungsi utama lapisan

ini yaitu sebagai pelindung deformasi mekanikal dan memberikan jalur untuk saraf

dan dinding pembuluh saraf. Deep fascia adalah lapisan fibrosa pada jaringan ikat

yang ditemukan di bawah superficialis fascia. Deep fascia berfungsi sebagai jalur

untuk saraf dan pembuluh darah dan sebagai tempat untuk mengembangkan otot dan

struktur internal lainnya. Deepest fascia dikenal sebagai dural tube yang mengelilingi

dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang (Lindsay and Robertson, 2008).

Berdasarkan tempat ditemukannya fascia di dalam otot, maka fascia dibagi

menjadi 3 yaitu epimysium, perymisium dan endomysium. Ketiga lapisan tersebut

merupakan perluasan dari deep fascia. Epimysium merupakan jaringan myofascial

terluas yang melapisi seluruh otot dan mengikat seluruh fasikel. Perimysium

merupakan jaringan fascia yang membungkus sekelompok serabut otot ke dalam satu

Page 14: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

22

fasikel. Endomysium merupakan jaringan fascia terdalam yang memisahkan serat-

serat otot (Alter, 2004).

Fascia dapat mengalami ketegangan karena adanya kontraksi otot yang

menyebabkan otot menjadi melebar. Ketegangan yang terjadi pada fascia akan

mengalami peningkatan akibat adanya otot yang hipertropi secara sekunder karena

latihan, atau dalam kondisi konstan hipertonus akibat dari postur yang jelek. Ketika

timbul nyeri yang hebat, maka mengurangi jumlah suplai darah dan mengalami

penyembuhan yang lambat sehingga menyebabkan fascia menjadi menyusut serta

mengerut (Cantu and Grodin, 2001).

Gambar 2.4 Struktur myofascia

(Sumber: John F. Barners, 2014)

2.4.1 Epidemologi Myofascia

Di Amerika Serikat, nyeri myofascial diperkirakan sering terjadi pada

populasi umum. Sebanyak 21% dari pasien pada klinik ortopedi umum mengalami

nyeri myofascial. Pada pasien terlihat di pusat-pusat khusus manajemen nyeri, 85-

93% pasien memiliki komponen nyeri myofascial (Phillips, 2012).

Page 15: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

23

2.4.2 Etiologi Myofascia

Nyeri myofascial diperkirakan terjadi akibat penggunaan otot yang berlebihan

atau trauma pada otot-otot yang menyokong bahu dan leher. Penyebab umum yang

terjadi di antara pasien ini adalah karena kecelakaan kendaraan bermotor atau

kegiatan berulang pada ekstremitas atas. Pada tulang belakang servikal, otot-otot

yang paling sering terlibat pada nyeri myofascial adalah m. trapezius, m. levator

scapula, m. rhomboids, m. supraspinatus, dan infraspinatus. Nyeri myofascial

trapezius biasanya terjadi ketika seseorang yang melakukan pekerjaan di depan meja

kerja yang tidak memiliki lengan kursi yang sesuai atau harus bekerja mengetik pada

keyboard yang terlalu tinggi. Faktor-faktor lain yang memungkinkan berperan pada

gambaran klinis nyeri myofascial termasuk disfungsi endokrin, infeksi kronis,

kekurangan gizi, postur tubuh yang buruk, dan stres psikologis (Phillips, 2012).

2.4.3 Patofisiologi Myofascia

Nyeri myofascial muncul dari otot yang hipersensitif yang disebut trigger

points. Jaringan otot pada area ini, perlekatan tendon, atau keduanya seringkali

dirasakan sebagai pita taut (taut band) yang ketika dipalpasi, akan menghasilkan

nyeri. Asal dari trigger points tidak diketahui. Tetapi, diperkirakan karena adanya

ujung saraf di otot tersensitisasi oleh substansi algogenik yang menghasilkan zona

hipersensitif (Williams and Wilkins, 1992)

Page 16: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

24

Menurut ulasan dari Hong dan Simon (1998) tentang patofisiologi dan

mekanisme elektropsikologi trigger points, pengamatan berikut akan membantu

untuk mendefinisikannya lebih lanjut:

1) Trigger points dikenal dapat menyebabkan nyeri lokal dan/atau nyeri alih

dengan distribusi yang spesifik

2) Palpasi dengan cara yang cepat (yaitu, palpasi gertakan) dapat menimbulkan

respon kedutan lokal, suatu kontraksi cepat dari serat otot atau sekitar pita

taut, respon kedutan lokal juga dapat ditimbulkan dengan penyisipan jarum

secara cepat ke trigger points

3) ROM yang terbatas dan meningkatnya kepekaan untuk meregangkan serat

otot dalam suatu pita taut sering terjadi

4) Otot dengan trigger points mungkin menjadi lemah karena nyeri, biasanya,

tidak ada perubahan atrofi yang diamati

5) Pasien dengan trigger points mungkin dapat terkait dengan fenomena otonom

lokal (misalnya, vasokonstriksi, respon pilomotor, ptosis, hipersekresi)

6) Suatu trigger points myofascial aktif adalah suatu tempat yang ditandai

dengan generasi nyeri spontan atau nyeri dalam menanggapi gerakan,

sebaliknya, trigger points laten mungkin tidak menghasilkan nyeri hingga

dikompresi.

Page 17: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

25

2.5 Myofascial Pain Syndrome

2.5.1 Definisi Myofascial Pain Syndrome

Myofascial pain syndrome adalah suatu keadaan yang menimbulkan nyeri

lokal dan menjalar yang dikarakteristikkan dengan adanya ketidaknormalan pada

motoris (taut band yang keras di dalam otot) dan ketidaknormalan pada sensoris

(nyeri tekan dan nyeri menjalar). Myofascial pain syndrome dikarakteristikkan

sebagai nyeri musculosceletal yang bersifat akut atau kronis. Hal ini bisa

menyebabkan timbulnya nyeri lokal, atau gangguan sekunder yang terjadi sebagai

akibat dari beberapa kondisi. Ketika myofascial menjadi kronis, tidak cukup untuk

diobati dengan teknik injeksi, namun membutuhkan perhatian postural, ergonomi,

dan faktor – faktor struktural (Gerwin et al., 2004). Myofascial pain syndrome

biasanya berupa nyeri regang (taut pain) dan nyeri tekan (tenderness pain).

Myofascial pain syndrome sering terjadi pada area yang memiliki sistem transportasi

metabolisme yang kurang baik. Daerah tersebut merupakan titik – titik nyeri (trigger

points) yang mudah terangsang oleh sisa metabolisme (Ladopurab, 2012).

Myofascial pain syndrome didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

dikarakteristikkan dengan kondisi otot yang sakit bersifat kronis yang hypersensitive

jika diberikan penekanan. Tipe dari nyeri ini pada umumnya bersifat dalam (deep)

dan tumpul, terasa nyeri pada otot yang terkena dan jika dilakukan palpasi, maka

nyerinya sering menyebar ke area nonspesifik disekitar otot. Sekelompok otot yang

mengalami ketegangan dan dapat diraba ini disebut dengan trigger point. Taut band

yang terdapat di dalam otot skeletal sangat sensitif terhadap suatu tekanan sehingga

Page 18: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

26

ketika diberikan penekanan tepat pada titik nyeri tersebut, maka penderita akan

merasakan nyeri yang tajam. Nyeri yang dirasakan oleh penderita tidak akan terasa

hingga ke persendian akan tetapi lingkup gerak sendi akan menjadi berkurang akibat

dari otot penggeraknya yang mengalami masalah (Werenski, 2011).

Kebanyakan orang tidak menyadari keberadaan dari trigger point. Ketika akut

trigger point menjadi kronis maka lama kesembuhan yang didapatkan pasien menjadi

lebih lama. Akut trigger point terjadi karena adanya cedera secara langsung dan

menjadi kronis akibat adanya trauma dalam jangka waktu yang panjang. Fisiologi

yang mendasari tentang mekanisme terjadinya myofascial syndrome ini tidak dapat

dipahami dengan jelas. Beberapa mekanisme telah disampikan dalam literatur-

literatur tentang penyebab akut ataupun kronis. Adanya retikulum sarkoplasma yang

mengalami perobekan sehingga akan melepaskan kalsium. Pelepasan kalsium dan

ATP menyebabkan sarkomer mengalami kontraksi yang lebih pendek pada daerah

yang terdapat taut band. Hal tersebut akan meningkatkan aktivitas metabolik, adanya

iskemik dan adanya pelepasan zat tersebut menyebabkan iritasi yang berlebihan pada

ujung saraf sensorik dan akhirnya menimbulkan nyeri (Simons et al., 1999).

Myofascial pain syndrome ditandai dengan adanya myofascial trigger point

(Fernandez et al., 2005). Komponen klinis utama pada nyeri myofascial, yang

terpenting adalah adanya titik picu (trigger points), taut band, dan local twitch

response (Simons et al., 1999).

Page 19: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

27

Trigger point adalah suatu nodul hipersensitive yang terdapat dalam taut band

pada otot skeletal. Karakteristik utama dari trigger points yaitu adanya nodul pada

taut band. Nodul ini menyebabkan hyperalgesia yang merupakan respon nyeri yang

berlebihan ketika diberikan suatu rangsangan normal dan adanya allodynia yang

merupakan persepsi nyeri dalam menanggapi rangsangan normal (Gerwin,1999).

Trigger point dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu aktif trigger point

dan pasif trigger point. Aktif trigger point terjadi ketika pasien mengalami nyeri

spontan pada saat pasien istirahat yang dapat memicu adanya reffered pain ketika

diberikan suatu penekanan. Pasif trigger point terjadi ketika pasien tidak mengalami

nyeri secara spontan tetapi dapat menyebabkan adanya keterbatasan gerakan dan

kelemahan otot, tapi ketika trigger point tersebut mendapat penekanan maka pasien

akan merasakankan nyeri pada daerah yang diberikan penekanan. Pasif trigger point

dapat menjadi aktif jika adanya stimulasi seperti posture tubuh yang tidak benar,

penggunaan otot secara berlebihan tanpa adanya istirahat dan dengan posisi statik,

ergonomi tubuh yang tidak benar ketika melakukan pekerjaan (Werenski, 2011).

Gambar 2.5 Trigger Point Complex

(Sumber: Shah and Heimur, 2012)

Page 20: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

28

Taut band merupakan satu bendel muscle belly yang mengeras, kaku dan

ketika diraba akan terasa berbeda dengan bagian otot yang lain. Adanya taut band

dalam otot akan mengakibatkan penurunan ekstensibilitas dan fleksibilitas pada otot

tersebut. Adanya perlengketan dalam struktur otot yang terjadi pada fascia dan

myofilament dalam sarcomer taut band maka akan terjadi peningkatan konsentrasi

secara abnormal dari asetilkolin dalam end plate tautband. Perlengketan ini

menyebabkan sirkulasi darah pada otot menjadi berkurang sehingga kebutuhan nutrisi

dan oksigen pada area taut band berkurang (Gerwin et al., 2004).

Local Twitch Response (LTR) merupakan tekanan mendadak yang terasa

mengejutkan atau tertusuk jarum dan sel otot berkontraksi dalam taut band. Elektrik

pada LTR terjadi secara spontan dalam taut band tanpa adanya stimulasi saraf

motorik disebut end plate noise yang terdapat pada ujung saraf yang dekat dengan

zona trigger point. Pelepasan elektrik terjadi dengan frekuensi 10-100 kali lebih dari

potensial elektrik motor end plate normal. Sehingga merupakan aktivasi saraf

simpatik yang mempengaruhi pelepasan secara spontan Ach karena aktivitas adreno

reseptors dari ujung saraf motorik (Mc Partland, 1996).

2.5.2 Tanda dan gejala Myofascial Pain Syndrome

Menurut Azizah dan Hardjono, 2006 tanda dan gejala yang menyebabkan

terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius yaitu:

1. Nyeri yang terlokalisir pada otot upper trapezius.

Page 21: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

29

2. Terdapat taut band pada otot dan fascia serta jaringan ikat longgar

(connective tissue).

3. Nyeri yang menjalar umumnya dengan pola yang dapat di prediksi.

4. Adanya titik tenderness pada suatu tempat sepanjang taut band yang

disebut sebagai trigger point/jump sign.

5. Tightness pada otot yang terkena sehingga menyebabkan keterbatasan

lingkup gerak sendi.

6. Spasme otot akibat dari adanya rasa nyeri yang timbul dan juga akibat dari

penumpukan zat-zat iritan/zat metabolit.

7. Perubahan otonomik seperti vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat

yang berlebihan di sepanjang area reffered pain.

Gambar 2.6 Reffered pain otot upper trapezius

(Sumber: Nayak, 2013)

Page 22: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

30

2.5.3 Penyebab Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius

Myofascial pain syndrome dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu (Azizah

dan Hardjono, 2006):

1. Postur tubuh

Pada postur tubuh yang tidak bagus dapat menyebabkan stress dan strain

pada otot upper trapezius seperti forward head posture yaitu posisi

seseorang yang melakukan posisi kerja statis terus menerus pada saat

aktivitas dalam posisi duduk atau berdiri.

2. Ergonomi kerja yang buruk

Ergonomi tubuh yang tidak baik seperti penggunaan otot yang berlangsung

lama, mekanisme kerja yang buruk pada leher dan bahu menggambarkan

beban kerja otot upper trapezius lebih berat, posisi tempat kerja yang tidak

sesuai dengan ergonomi.

3. Trauma pada jaringan myofascial

Trauma pada jaringan myofascial dapat dibagi menjadi dua, yaitu trauma

makro dan trauma mikro. Trauma makro yaitu suatu cidera yang mengenai

otot atau fasia. Ketika jaringan myofascial mengalami cidera maka akan

terjadi proses inflamasi, ketegangan serabut kolagen, dan pemendekan

serabut kolagen. Ketika serabut kolagen mengalami pemendekan

menyebabkan tekanan pada jaringan myofascial akan meningkat.

Sedangkan trauma mikro merupakan suatu cidera yang berulang (repetitive

Page 23: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

31

injury) akibat dari suatu kerja dalam jangka waktu lama dan dengan beban

yang berlebih.

4. Usia

Myofascial pain syndrome kebanyakan terjadi pada orang dewasa pada usia

pertengahan karena kemampuan otot pada usia muda lebih baik dalam

menangani stress mekanikal. Pada usia dewasa ke atas, telah terjadi

penurunan fungsi akibat dari degenerasi jaringan sehingga otot akan

menjadi sulit dalam menangani stress.

2.5.4 Mekanisme Myofascial Pain Syndrome

Pada myofascial pain syndrome terdapat taut band yang didalamnya berisi

trigger point. Taut band dalam otot ini dapat menyebabkan penurunan dari tingkat

fleksibilitas dan ekstensibilitas otot. Adanya perlengketan ini dapat berdampak pada

penurunan sirkulasi darah sehingga menyebabkan kebutuhan akan nutrisi dan oksigen

pada area taut band berkurang. Dampaknya terjadi hiperkontraksi sel otot yang akan

mempengaruhi peningkatan metabolisme bersifat lokal serta teraktivasinya saraf

simpatik yang berakibat vasokontriksi pada pembuluh darah kapiler (Gerwin et al.,

2004).

Otot upper trapezius merupakan otot tipe 1 (slow twitch) atau postural yang

berfungsi sebagai stabilisator scapula ketika lengan beraktivitas, mempertahankan

posisi kepala yang cenderung jatuh ke depan karena adanya kekuatan otot gravitasi.

Dilihat dari fungsinya yaitu sebagai otot stabilitator, apabila terjadi suatu patologis

Page 24: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

32

otot ini mudah sekali terjadi gangguan berupa thigtness dan kontraktur. Kerja otot ini

akan semakin memburuk apabila adanya postur yang buruk, penggunaan otot dalam

kondisi statis lama, mekanisme kerja yang buruk pada leher dan bahu. Akibat yang

dapat ditimbulkan yaitu adanya fase kompresi dan ketegangan lebih lama daripada

rileksasi yang menyebabkan otot cepat mengalami kelelahan (Sherwood, 2006).

Ketika otot mengalami ketegangan ataupun kontraksi secara terus menerus,

maka akan menurunkan mobilitas dari jaringan myofascial sehingga juga akan

mempermudah terjadinya pemendekan serabut kolagen dan menimbulkan stres

mekanis. Jika ketegangan otot tersebut terjadi dalam waktu yang lama maka akan

menstimulasi nociceptor yang terdapat di dalam otot. Semakin sering dan kuat

nociceptor tersebut terstimulasi maka akan semakin kuat pula aktivitas refleks dari

ketegangan otot tersebut, akibatnya pada jaringan myofascial terjadi penumpukan zat-

zat nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga akan menimbulkan iskemia pada jaringan

myofascial. Ketika adanya iskemia maka aliran darah yang menuju jaringan akan

terhambat, jaringan yang mengalami iskemia beberapa menit saja dapat menimbulkan

nyeri yang sangat dalam (Guyton and Hall, 2008).

Selain itu, jaringan myofascial akan berkontraksi, sehingga akan merangsang

substansi P hingga menjadi suatu peradangan kronis yang menghasilkan zat algogen

berupa prostaglandin, histamin, bradikinin dan serotonin yang dapat meningkatkan

sensitivitas nyeri (Guyton and Hall, 2008). Proses radang dapat juga menimbulkan

respon neuromuskular berupa ketegangan otot disekitar area yang mengalami

kerusakan otot tersebut, sehingga timbullah viscous circle of pain, yaitu spasme

Page 25: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

33

menimbulkan iskemik, iskemik menimbulkan nyeri dan nyeri menimbulkan spasme

dan seterusnya (Guyton and Hall, 2008).

Pada umumnya ketika ada rasa nyeri, pasien tidak mau menggerakan bagian

tersebut (immobilisasi) akibatnya akan menjadi kontraktur sehingga akan terbentuk

taut band dan trigger point Ketika jaringan myofascial berada dalam kondisi

immobilisasi untuk beberapa waktu sekurang-kurangnya empat minggu ikatan

melintang dapat terbentuk di antara molekul-molekul tipe I kolagen. Tipe I kolagen

adalah unsur kolagen normal dari jaringan ikat. Ikatan melintang (cross binding) ini

akan menurunkan fleksibilitas fascia dan juga membatasi gliding antara lembaran

fasia. Ketika jaringan ikat dalam keadaan immobilisasi maka akan terjadi perubahan

pada substansi dan serabut kolagen. Protein-karbohidrat kompleks dalam substansi

dasar akan mengikat air dan menjadikan banyak gel yang tidak berbentuk (water

binding complex mucopolysacharides) atau lebih dikenal dengan glikosaminoglikans

(Guyton and Hall, 2008).

Dalam kondisi immobilisasi kandungan air akan berkurang dan bagian

terbesar dari substansi dasar akan menurun. Akibatnya serabut kolagen akan saling

berdempetan. Ketika jarak dari satu molekul kolagen ke molekul kolagen yang lain

menurun hingga pada ambang kritis, yang terjadi adalah molekul mulai membentuk

ikatan menyilang (cross binding). Jaringan ikat juga menjadi kurang elastis karena

serabut kolagen dan lapisan fasia kehilangan pelumas. Hal ini akan menyebabkan

molekul dari lembaran fasia ternyata terikat bersama-sama. Keadaan imobilisasi dari

jaringan myofascial ini banyak disebabkan misalnya oleh ergonomi yang jelek,

Page 26: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

34

dimana keadaan ini akan mencetuskan timbunan fibroblas dan banyak kolagen

membuat ikatan tali (cross links). Cross links kolagen akan secara fisiologis timbul

perlahan-lahan dan perlahan-lahan pula akan menyebabkan tekanan dalam jaringan.

Akibatnya akan menurunkan jarak kritis pada area tersebut. Aliran darah pada area

tadi juga akan menurun bahkan hingga tingkat iskemia yang akan mengiritasi serabut

saraf Aδ dan C sehingga akan mencetuskan timbulnya nyeri (Guyton and Hall, 2008).

Traktus paleospinotalamikus merupakan sistem yang menjalarkan rasa nyeri

terutama dari serabut tipe C lambat-kronik perifer. Walaupun jaras ini juga

menjalarkan beberapa sinyal dari serabut tipe Aδ juga. Serabut-serabut perifer

berakhir di dalam medula spinalis hampir seluruhnya di lamina II dan III kornu

dorsalis, yang bersama-sama disebut substansia gelatinosa. Sebagian besar sinyal

kemudian melewati satu atau lebih neuron serabut pendek tambahan di dalam kornu

dorsalisnya sebelum memasuki lamina V, juga di kornu dorsalis. Disini neuron-

neuron terakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang yang sebagian

besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rasa nyeri cepat (Guyton and Hall,

2008).

Ujung serabut nyeri tipe C yang memasuki medula spinalis kemungkinan

mengeluarkan transmiter glutamat dan transmiter substansi P. Transmiter glutamat

bekerja secara cepat dan hanya berlangsung beberapa milidetik. Substansi P

dilepaskan jauh lebih lambat. Inilah mengapa seseorang bisa merasakan nyeri ganda.

Lokalisasi nyeri yang dijalarkan lewat jalur jaras paleospinotalamikus bersifat buruk,

Page 27: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

35

sehingga seringkali pasien memiliki kesulitan dalam melokalisasikan sumber

beberapa nyeri jenis kronik (Guyton and Hall, 2008).

2.6 Lingkup Gerak Sendi Leher

Lingkup gerak sendi atau Range Of Motion (ROM) adalah luasnya gerakan

sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi lain, baik secara

pasif maupun aktif. Lingkup gerak sendi dapat juga diartikan sebagai ruang

gerak/batas-batas gerakan dari suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah

otot tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh atau tidak (Deuster et

al., 2007).

Lingkup gerak sendi berhubungan dengan fleksibilitas. Fleksibilitas adalah

kemampuan suatu jaringan atau otot untuk memanjang semaksimal mungkin

sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak sendi yang penuh, tanpa disertai

rasa nyeri. Gerakan leher yang utama adalah fleksi yaitu membawa dagu kearah dada,

ekstensi yaitu memutar kepala kebelakang untuk melihat langit-langit, dan lateral

fleksi yaitu membawa telinga kearah bahu. Stabilitas tulang belakang cervical

disediakan oleh kombinasi sendi zygapophyseal, banyak ligament dan otot. Ekstensi,

fleksi, gerakan lateral, dan rotasi diinduksi oleh orientasisendi zygapophyseal

(Weerapong et al., 2005).

Pengukuran dari lingkup gerak sendi leher tersebut dapat diukur dengan

menggunakan alat berupa goniometer. Dengan cara meletakan axis (fulcrum) di posisi

Page 28: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

36

ataupun di suatu titik pengukuran kemudian lengan proksimal (stationary arm) posisi

diam dan lengan distal (moving arm) bergerak mengikuti gerakan sendi. Sudut yang

ditunjukan pada goniometer diinterpretasikan sebagai lingkup gerak sendi dari sendi

tersebut (Reese and Bandy, 2002). Berikut adalah gambar dari alat ukur goniometer.

Gambar 2.7 Goniometer

(Sumber: Reese and Bandy, 2002)

2.4 Patofisiologi Penurunan Lingkup Gerak Sendi Cervical

Masalah penurunan lingkup gerak sendi pada tubuh manusia salah satunya

sering terjadi pada otot upper trapezius karena otot ini sering ditemukan mengalami

gangguan. Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau tonik dan juga merupakan otot

postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi

servikal. Kelainan yang terjadi pada tipe otot ini cenderung tegang dan memendek.

Itu sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama, maka

jaringan ototnya menjadi tegang, timbul nyeri dan dalam waktu lama mengakibatkan

penurunan lingkup gerak sendi. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat

dengan adanya postur yang buruk, mikro dan makro trauma (Makmuriyah &

Sugijanto, 2013).

Page 29: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

37

Kondisi kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama

mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan

karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi untuk

menggeser aktindan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan semakin

lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi masih menyebar

pada serabu-serabut otot (Guyton & Hall, 2008).

Pada penelitian ini akan digunakan gerakan lateral fleksi cervical sebagai

interpretasi lingkup gerak sendi dimana otot upper trapezius berperan sebagai main

muscle atau otot yang paling dominan bekerja pada gerakan tersebut. Lingkup gerak

sendi lateral fleksi cervical yang normal adalah lebih dari 45º. Otot upper trapezius

terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri dimana pelatihan otot dapat dioptimalkan

dengan memberikan intervensi dengan gerakan yang spesifik seperti lateral fleksi

(Neuman, 2002).

2.8 Teknik Massage Effleurage

2.8.1 Definisi Massage Effleurage

Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal, effleurage

pada umumnya digunakan untuk membantu pengembalian kandungan getah bening

dan pembuluh darah di dalam ekstrimitas tersebut. Effleurage juga digunakan untuk

memeriksa dan mengevaluasi area nyeri dan ketidak teraturan jaringan lunak atau

peregangan kelompok otot yang spesifik (Hollis, 1998). Robin (2010) menambahkan

Page 30: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

38

bahwa efflurage adalah salah satu gerakan utama pijat yang dapat dilakukan pada

setiap area tubuh

2.8.2 Efek Massage Effleurage menurunkan nyeri dan meningkatkan LGS akibat

Myofascial Pain Syndrome

Kusdinar (2011) mengatakan bahawa efek massage terhadap jaringan

dapat bersifat mekanis, reflektoris dan khemis.

a. Efek mekanis: Dengan teknik menekan dan mendorong secara bergantian

menyebabkan terjadinya pengosongan dan pengisian pembuluh vena dan

lymph, sehingga membantu dengan cara mendistribusikan minyak secara

merata ketubuh kemudian kedua telapak tangan meluncur di atas permukaan

kulit dengan sedikit tekanan memperlancar sirkulasi, membantu sekresi, dan

pemberian nutrisi kedalam jaringan

b. Efek reflektoris: Massage menimbulkan pacuan terhadap syaraf, peredaran

darah yang menimbulkan proses vasso kontriksi yang diikuti dengan vasso

dilatasi lokal sehingga memperlancar peredaran darah. Selain itu syaraf

motorik yang terangsang meningkatkan tonus otot.

c. Efek khemis: Massage menyebabkan terbebasnya suatu zat sejenis histamin

yang memberi efek dilatasi terhadap pembuluh darah kapiler.

Sementara itu menurut Brain (2010) massage effleurage memiliki beberapa efek,

diantaranya adalah:

1. Menambah kondisi relaksasi.

Page 31: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

39

2. Memiliki aksi obat penenang dan sangat bermanfaat untuk menenangkan

saraf, stres dan ketegangan bisa dikurangi, sakit kepala , tegang terhalau dan

pola insomnia rusak.

3. Effleurage dapat menghidupkan kembali dan merangsang sistem saraf pusat.

4. Jaringan akan menghangatkan tubuh dan meningkatkan sirkulasi.

5. Aliran getah bening meningkat, membantu untuk menyingkirkan limbah dan

zat beracun.

6. Effleurage memperbaiki kulit, mendorong kulit sehat dan bersinar.

Menurut Fatmawati (2013) massage effleurage memiliki efektivitas untuk

menurunkan nyeri dan disabilitas pada myofascial pain symdrome otot upper

trapezius bagian atas ini didukung dengan oleh pernyataan Onofrio (2013)

menjelaskan massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan

posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan

sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar yang meliputi gerakan memutar yang dilakukan

oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong ke depan dan ke belakang

menggunakan tenaga, menepuk-nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan

gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan -gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan,

posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang

diinginkan pada jaringan yang di bawahnya (Onofrio, 2013).

Page 32: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

40

2.8.3 Aplikasi Massage Effleurage

Effleurage merupakan teknik masasge yang aman, mudah untuk dilakukan,

tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping

dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, 2011).

Tindakan utama massage effleurage merupakan aplikasi dari teori Gate Control yang

dapat “menutup gerbang” untuk menghambat perjalanan rangsang nyeri pada pusat

yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat. Langkah-langkah melakukan teknik ini

adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan

pola lurus pada sisi yang mengalami nyeri, dimulai dari leher bagian atas hingga ke

bagian bahu. Ulangi gerakan di atas selama 3–5 menit dan berikan lotion atau

minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan (Ekowati, 2011).

Gambar 2.8 Gerakan Massage Effleurage

(Sumber: eastbourne, 1996)

Page 33: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

41

Gambar 2.9 Gerakan Massage Effleurage

(Sumber: John Hooper, 2012)

Gambar 2.10 Gerakan Massage Effleurage

(Sumber: Suciati 2014)

Gambar 2.11 Teknik Massage Effleurage

(Sumber: Swedish massage, 2016)

Page 34: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

42

2.8.4 Indikasi dan Kontra indikasi Massage

Menurut Tappan (1998) Indikasi dan Kontraindikasi Massage yaitu:

a. Indikasi pemberian massage Beberapa kondisi yang merupakan

indikasi pemberian massage antara lain:

(1) Kasus-kasus yang memerlukan relaksasi otot,

(2) Kasus oedem pada kondisi pasca operasi,

(3) Kasus perlengketan jaringan terutama pada kondisi pasca operasi,

(4) Kasus yang memerlukan perbaikan sirkulasi darah.

b. Kontra indikasi pemberian massage Beberapa kondisi yang

merupakan kontra indikasi pemberian massage antara lain:

1) Penyakit yang penyebarannya melalui kulit, limfe dan pembuluh

darah,

2) Daerah perdarahan,

3) Daerah peradangan akut,

4) Daerah dengan gangguan sensibilitas,

5) Penyakit dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.

2.9 Teknik Deep Transverse Friction

2.9.1 Definisi Deep Transverse Friction

Deep transverse friction merupakan sebuah teknik yang dipopulerkan Dr. James

Cyriax untuk kondisi nyeri dan inflamasi musculoskeletal (Brosseau, et al., 2009).

Page 35: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

43

Deep transverse friction menggunakan aplikasi gesekan dan tekanan pada kedalaman

lesi tertentu yang dianggap menjadi penyebab rasa nyeri atau penurunan fungsi yang

digunakan untuk mengurangi perlengketan fibrosa yang abnormal (Doley et al.,

2013).

2.9.2 Efek Pemberian Deep Transverse Friction menurunkan nyeri dan meningkatkan

LGS akibat Myofascial Pain Syndrome

Deep transverse friction menyebabkan taut band dan trigger point berkurang

karena energi yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Deep transverse friction diterapkan

tegak lurus terhadap serat dalam upaya untuk memisahkan masing-masing serat pada

daerah trigger point yang memberikan efek mekanis, hiperemia lokal, analgesia, dan

pengurangan jaringan parut terhadap struktur ligamen, tendon dan otot. Deep

transverse friction dapat menyebabkan stimulasi ujung nosiseptif terhubung ke serat

Aδ dan mekanoreseptor ditemukan di jaringan lunak yang terhubung ke diameter

besar serat Aβ (Doley et al., 2013).

Serat berdiameter besar ini memiliki efek pada sel-sel di tanduk posterior dari

kabel serta cenderung menghambat transmisi informasi nosiseptif berdiameter kecil,

sehingga gerbang nyeri ditutup (Doley et al., 2013). Akibatnya, dalam hal modulasi

nyeri, deep transverse friction akan menyebabkan penghambatan presinaptik di

tingkat kabel dan menghambat rasa sakit dengan produksi pusat encephalin (Doley

et al., 2013). Sehingga akan meningkatkan sirkulasi darah dalam jaringan lunak,

Page 36: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

44

akhirnya meningkatkan ekskresi laktat atau zat inflamasi dan memfasilitasi sekresi

opiat endogen, sehingga nyeri akan berkurang dan disabilitas juga berkurang (Yoon,

2013).

Ramadan Hafez, et al., (2014) dalam penelitian The Effect of Longitudinal

Stretching of Muscles and Nerve versus Deep Transverse Friction Massage in the

Management of Patient with Carpal Tunnel Syndrome menyimpulkan bahwa teknik

Deep Transverse Friction Massage menunjukan hasil adanya peningkatan ROM

walaupun hasilnya tidak begitu drastis peningkatannya, tetapi dengan berkurangnya

nyeri pada pasien akan memudahkan pasien untuk menggerakan daerah yang

mengalami keterbatasan.

2.9.3 Aplikasi Deep Transverse Friction

Aplikasi Teknik Deep Transverse Friction menggunakan ibu jari dalam

proses penekanan dengan arah melingkar dari leher bagian atas menuju leher bagian

bawah (Journal of Therapy Rehabilitation, 2014). Lakukan stretching ringan seperti

menoleh ke kanan atau ke kiri serta menunduk atau menengadah yang dimana

stretching berfungsi untuk memanjangkan otot tanpa adanya ketegangan yang dapat

menyebabkan kesulitan penestrasi (Riggs and Grant, 2009). Ulangi gerakan di atas

selama 3–5 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan

Ramadan Hafez, et al., (2014)

Page 37: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

45

Gambar 2.12 Gerakan Deep Transverse Friction

(Sumber: suciati 2014)

Gambar 2.13 Teknik Deep Transverse Friction

(Sumber : Swedish massage, 2016)

2.9.4 Indikasi dan Kontra indikasi Deep Transverse Friction

Menurut Tappan (1998) Indikasi dan Kontraindikasi Massage yaitu:

a. Indikasi pemberian massage Beberapa kondisi yang merupakan

indikasi pemberian massage antara lain:

Page 38: BAB II...pakaian. d. Seterika dan Pelipatan Pakaian yang sudah kering diseterika menggunakan alat seterika listrik. Ketika proses berlangsung sebelum pakaian diseterika, pakaian disemprotkan

46

(1) Kasus-kasus yang memerlukan relaksasi otot,

(2) Kasus oedem pada kondisi pasca operasi,

(3) Kasus perlengketan jaringan terutama pada kondisi pasca operasi,

(4) Kasus yang memerlukan perbaikan sirkulasi darah.

b. Kontraindikasi pemberian massage Beberapa kondisi yang merupakan

kontra indikasi pemberian massage antara lain:

1) Penyakit yang penyebarannya melalui kulit, limfe dan pembuluh

darah,

2) Daerah perdarahan,

3) Daerah peradangan akut,

4) Daerah dengan gangguan sensibilitas,

5) Penyakit dengan gangguan sistem kekebalan tubuh,

Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan

posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan

sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar yang meliputi gerakan memutar yang dilakukan oleh

telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang

menggunakan tenaga, menepuk-nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan

gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan- gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan,

posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang di

inginkan pada jaringan yang dibawahnya (Onofrio, 2013).