bab ii pembahasan a. pengertian perlindungan...

54
16 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumen Dalam sejarah perkembangan pola pemenuhan kebutuhan manusia yang saling interdependen, terdapat dua posisi yang saling berhadapan antara produsen dan konsumen. Pihak yang membuat atau menghasilkan barang disebut dengan produsen, sedangkan pihak yang membutuhkan suatu barang yang dihasilkan oleh produsen disebut konsumen. Perkembangan ekonomi yang pesat serta kemajuan teknologi dan industry telah menghasilkan beragam jenis barang dan/atau jasa yang variatif, sehingga konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis pilihan barang dan/atau jasa. Kondisi tersebut dapat menguntungkan konsumen karena kebutuhan terhadap suatu barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, tetapi disisi lain, menempatkan konsumen pada posisi yang lemah karena konsumen hanya sebagai objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besar melalui kiat promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen. 14 Perlindungan konsumen merupakan konsekuensi dan bagian dari kemajuan teknologi dan industry. Kemajuan teknologi tersebut telah memperkuat perbedaan antara pola hidup masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Dalam pola hidup masyarakat tradisional, mereka dapat memperoduksi barang 14 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta, 2003, h. 12.

Upload: duongquynh

Post on 28-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perlindungan Konsumen

Dalam sejarah perkembangan pola pemenuhan kebutuhan manusia yang

saling interdependen, terdapat dua posisi yang saling berhadapan antara produsen

dan konsumen. Pihak yang membuat atau menghasilkan barang disebut dengan

produsen, sedangkan pihak yang membutuhkan suatu barang yang dihasilkan oleh

produsen disebut konsumen.

Perkembangan ekonomi yang pesat serta kemajuan teknologi dan industry

telah menghasilkan beragam jenis barang dan/atau jasa yang variatif, sehingga

konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis pilihan barang dan/atau

jasa. Kondisi tersebut dapat menguntungkan konsumen karena kebutuhan

terhadap suatu barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, tetapi disisi

lain, menempatkan konsumen pada posisi yang lemah karena konsumen hanya

sebagai objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besar melalui kiat

promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen.14

Perlindungan konsumen merupakan konsekuensi dan bagian dari

kemajuan teknologi dan industry. Kemajuan teknologi tersebut telah memperkuat

perbedaan antara pola hidup masyarakat tradisional dan masyarakat modern.

Dalam pola hidup masyarakat tradisional, mereka dapat memperoduksi barang

14

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen,

Gramedia, Jakarta, 2003, h. 12.

Page 2: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

17

dan/atau jasa secara sederhana dan hubungan yang terjalin antara konsumen

dengan produsen juga masih sederhana, konsumen dan produsen dapat bertatap

muka secara langsung.15

Dalam masyarakat modern, produksi barang dan/atau

jasa dilakukan secara missal, sehingga menciptakan konsumen secara masal pula

(mass consumer consumption )16

. Akhirnya, hubungan antara kosumen dan

produsen menjadi rumit, dimana konsumen tidak mengenal siapa produsennya

dan sebaliknya produsen juga dapat berada pada Negara lain.17

Pengaturan perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan

ataupun melemahkan usaha dan aktivitas pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya,

sebab perlindungan konsumen diharapkan mampu mendorong iklim dan

persaingan usaha yang sehat.18

Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku

usaha telah mengalami perubahan konstruksi hukum, yakni hubungan yang

semula dibangun atas prinsip caveat emptor19

berubah menjadi caveat venditor.20

15

Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung

Jawab Mutlak, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, h.2.

16

Ibid.

17

Ibid., h.3

18

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, 2013, h.4

19

Let the buyer beware; bahwa pembeli menanggung resiko atas kondisi produk yang

dibelinya, maka pembeli yang tidak ingin mengalami resiko harus berhati-hati sebelum membeli

suatu produk. Doktrin caveat emptor mengharuskan si pembeli berhati-hati. Hal ini memberikan

penekanaan terhadap ketentuan bahwa pembeli agar peduli dan sadar bahwa ia sedang membeli

haknya orang lain. Maka pembeli harus berhati-hati tentang keadaanya ketika ia membeli hak

orang lain. Ibid, dikutip dari Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ( St. Paul, Minnesota :

West Publishing, 2004), Eight Edition, h.236.

20

Let the seller beware; adalah kebalikan dari let the buyer beware, yang berarti pihak

penjual harus berhati-hati dalam memasarkan produknya, karena jika terjadi sesuatu hal terhadap

konsumen yang tidak di kehendaki atas produk tersebut, maka yang bertanggungjawab adalah

penjual.. ibid.

Page 3: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

18

Intervensi pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan untuk melindungi

kepentingan kosumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, maka

pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang- Undang sebagai implementasi dari

Negara kesejahteraan untuk melindungi konsumen melalui Undang- Undang

Nomer 8 tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen.

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen21

. Perlindungan

konsumen mempunyai cakupan yang luas, cakupan perlindungan konsumen itu

dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu22

:

1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang di serahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah di sepakati.

2. Perlindungan terhadap diberlakukanya syarat-syarat yang tidak adil

kepada konsumen.

Dengan pengertian Perlindungan konsumen diatas, keinginan yang hendak

dicapai dalam hukum perlindungan konsumen adalah untuk menciptakan rasa

aman dan adil bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup, serta tidak

semata-mata mengeksploitasi dan menjadikan konsumen sebagai alat untuk

memperoleh keuntungan yang besar bagi para pelaku usaha.

1. Asas Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

Asas adalah sesuatu hal penting dalam membentuk peraturan yang dapat

berarti dasar, landasan, norma maupun sebuah cita- cita. Tetapi, asas bukan

21

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

22

Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, h. 152.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

19

sesuatu yang absolute atau mutlak, dengan arti bahwa dalam menerapkan asas

harus mempertimbangkan keadaan- keadaan khusus dan keadaan yang berubah-

ubah.23

Terdapat 5 dasar dibentuknya Undang- Undang Perlindungan Konsumen,

yang tertuang dalam Pasal 2 UUPK yaitu :

a. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan

pelaku usaha secara keseluruhan,

b. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

kosumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil,

c. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam

arti materiil ataupun spiritual,

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,

e. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun

konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara

menjamin kepastian hukum.24

Selain asas yang telah penulis sebutkan diatas, Undang- Undang

Perlindungan Konsumen juga mempunyai tujuan agar cita- cita atau sasaran dari

lahirnya Undang- Undang tersebut dapat tercapai dengan baik, yaitu telah di

sebutkan dalam Pasal 3 UUPK. Untuk mencapai hakikat dari perlindungan

konsumen bukan hanya melalui pembentukan Undang- Undang yang dapat

melindungi konsumen, tetapi juga perlu ada penerapan pelaksanaan dari peraturan

23

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah, PT Bumi

Aksara, Jakarta, 2006, h. 9.

24

Asas hukum perlindungan konsumen yang tertuang pada Pasal 5 Undang- Undang

nomor 5 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

20

tersebut dari masyarakat maupun aparat Negara agar Undang- Undang dapat

berjalan dengan efektif.

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak adalah suatu kewenangan yang diberikan oleh hukum dan layak untuk

diterima atau didapatkan oleh seseorang. Menurut Sudikno Mertokusumo, hak

adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum.

Terdapat 3 macam hak berdasarkan sumber pemenuhanya, yaitu :

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang diperoleh saat lahir

seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak dapat

diganggu gugat walaupun oleh Negara sekalipun, bahkan Negara wajib

menjamin pemenuhannya.

2. Hak yang lahir dari hukum, yakni hak yang diberikan oleh Negara

kepada warga negaranya. Hak ini dapat disebut sebagai hak hukum.

3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada

perjanjian/kontrak antara para pihak.25

Hak konsumen merupakan hak yang lahir dari hubungan kontraktual yang

tercipta antara konsumen dengan pelaku usaha. Hak konsumen sangat bermacam-

macam dan dikenal dalam berbagai prespektif.

Dalam prespektif internasional, hak konsumen telah dikemukakan oleh

Presiden Jhon F. Kennedy yang terbagi menjadi 4 yaitu :

25

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, PT. Daya Widya,

Jakarta, 2000, h. 55.

Page 6: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

21

1. Hak memperoleh keamanan ( the rights to safety )

Pada aspek ini, di tujukan pada pemasaran barang dan/atau jasa

yang membahayakan keselamatan konsumen.Intervensi dan

tanggung jawab pemerintah dalam rangka menjamin

keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting, sehingga

regulasi perlindungan konsumen sangat di butuhkan untuk

menjaga konsumen dari perilaku pelaku usaha yang dapat

merugikan dan membahayakan keselamatan konsumen.

2. Hak untuk memilih ( the rights to choose )

Hak untuk memilih merupakan hak prerogative konsumen

apakah konsumen akan membeli atau tidak membeli barang

dan/atau jasa tertentu. Oleh karena itu, tanpa di tunjang oleh hak

untuk mendapatkan informasi yang jujur, maka hak konsumen

untuk memilih tidak akan ada artinya.

3. Hak mendapat informasi ( the rights to be informed )

Hak ini merupakan hak yang fundamental bagi konsumen bila

dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan dari konsumen

sendiri. Informasi mengenai suatu barang dan/atau jasa tertentu

yang akan di beli oleh konsumen, haruslah diberikan secara

lengkap dan jujur sehingga tidak menyesatkan konsumen.

4. Hak untuk di dengar ( the rights to be heard )

Hak ini bermaksud untuk menjamin konsumen bahwa

kepentingan konsumen harus diperhatikan dan seharusnya

konsumen ikut dilibatkan dalam pembentukan sebuah kebijakan

yang di bentuk oleh pemerintah.Selain itu, konsumen juga harus

di dengar keluhan dan harapannya dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa tertentu yang di sediakan oleh pelaku usaha. 26

PBB melalui resolusi Nomor A/ RES/39/248 tanggal 16 April 1985, yang

telah diamandemen pada 26 Juli 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Guidelines for consumer Protection) merumuskan 6 (enam) kepentingan

konsumen yang harus dilindungi, yaitu :

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap

kesehatan dan keamananya.

2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial

konsumen.

3. Tersedianya informasi yang memadahi bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang

tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.

4. Pendidikan konsumen.

26

Zulham, Op., cit, h. 48.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

22

5. Tersedianya ganti rugi yang efektif.

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau

organisasi lainnya yang relevan dan memberikan

kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan

pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang

menyangkut kepentingan mereka.27

Organisasi konsumen sedunia ( International Organization of Consumers

Union-IOCU) menambahkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi

yaitu28

:

1. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup.

2. Hak untuk memperoleh ganti rugi.

3. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

4. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Masyarakat ekonomi Eropa juga telah menetapkan hak-hak dasar

konsumen yang perlu mendapat perlindungan, yaitu29

:

1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan.

2. Hak kepentingan ekonomi.

3. Hak mendapat ganti rugi.

4. Hak atas penerangan.

5. Hak untuk didengar.

27

6 kepentingan konsumen yang dilindungi melalui PBB melalui resolusi Nomor A/

RES/39/248 tanggal 16 April 1985, yang telah diamandemen pada 26 Juli 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (Guidelines for consumer Protection.

28

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2004, h.39.

29

Inosentius Samsul, Op. cit., h.7

Page 8: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

23

Selain hak-hak internasional di atas, Indonesia juga telah mengatur hak-

hak dasar konsumen sebagaimana telah diatur melalui Pasal 4 Undang- Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima

tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.30

Hak- hak konsumen diatas pada intinya untuk memberikan perlindungan

kepada konsumen agar konsumen merasa mempunyai posisi yang seimbang

dengan pelaku usaha, sehingga diharapkan konsumen sadar akan hak-hak yang

dimilikinya yang telah diatur dalam Undang-Undang maupun yang tidak secara

langsung diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban.

Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual yang

sepatutnya diberikan dan harus dijalankan. Kewajiban konsumen sendiri telah

30

Hak-hak konsumen dalam Pasal 4 UUPK.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

24

diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara

patut.31

3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, pelaku usaha mempunyai hak yaitu :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara

hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lain-nya.32

31

Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 UUPK.

32 Hak Pelaku usaha dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 6.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

25

Selain memiliki Hak yang telah disebutkan diatas, pelaku usaha juga

memiliki kewajiban. Kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar

mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta

memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat

dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.33

Dilihat dari uraian di atas, jelas bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha

bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti bahwa hak

konsumen merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha,

dan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.

Selain memiliki hak yang dapat diterima dan kewajiban yang harus

dijalankan, dalam upaya untuk melindungi hak-hak konsumen terhadap

pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha sebagai penyedia barang dan jasa,

pelaku usaha juga memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan usahanya

yang diharapkan agar pelaku usaha tidak bertindak sembarangan dalam

melakukan kegiatan usahanya yaitu yang pada prinsipnya Undang-Undang nomor

33

Kewajiban pelaku usaha dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 7.

Page 11: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

26

8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur 10 larangan bagi pelaku

usaha sesuai dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi

dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan

jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam

label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah

dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau

kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau

keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses

pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu

sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,

etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang

dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang

tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam

label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,

komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat

sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di

pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.34

Dengan perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha yang telah diatur dalam

Undang-undang dan telah disebutkan dalam pasal diatas, merupakan suatu

34

Perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPK.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

27

kewajiban yang harus dijalankan oleh pelaku usaha dalam melaksanakan transaksi

dengan konsumenya. Agar pelaku usaha dapat menjaga hubungan baik dengan

konsumen dengan tidak melanggar ketetapan yang telah diatur Undang-Undang

Perlindungan konsumen.

B. Pengertian Nilai Tukar dan Kondisi/ Jaminan yang

dijanjikan dalam Hukum Perlindungan Konsumen

Pada pasal 4 huruf (b) UUPK, telah disebutkan bahwa konsumen berhak

untuk : “memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”.

Unsur- unsur yang terkandung dalam Pasal 4 huruf (b) adalah :

1. Barang dan/atau jasa

2. Nilai tukar

3. Kondisi barang dan/atau jasa

4. Jaminan yang dijanjikan.

1. Pengertian barang dan atau jasa

Menurut KUHPerdata, dalam Pasal 499 KUHPerdata disebutkan bahwa

barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.

Tiap benda yang dimaksud juga dibagi dalam beberapa kategori yaitu barang yang

bertubuh dan tidak bertubuh, barang bergerak dan tidak bergerak, barang yang

dapat dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan.35

Selain dalam KUHPerdata, UUPK

juga memberikan pengertian barang adalah setiap benda baik berwujud maupun

35

Pembagian barang dalam Pasal 503 sampai Pasal 505 KUHPerdata.

Page 13: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

28

tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun

tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,

atau dimanfaatkan oleh konsumen.36

Barang atau komoditas dalam pengertian

ekonomi adalah suatu objek yang memiliki nilai. Nilai tersebut ditentukan jika

barang mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam

makroekonomi dan akuntansi, barang merupakan suatu produk fisik

(berwujud,tangible) yang dapat diberikan pada seorang pembeli dan melibatkan

perpindahan kepemilikan dari penjual ke pelanggan.37

Selanjutnya, Jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk

pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen38

. Menurut KBBI, Jasa merupakan aktivitas, kemudahan, manfaat,

dan sebagainya yang dapat dijual kepada orang lain (konsumen) yang

menggunakan atau menikmatinya. Sedangkan pengertian jasa menurut para ahli

adalah sebagai berikut:

1. Philip Kotler jasa yaitu setiap tindakan atau unjuk kerja

yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang

secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan

perpindahan kepemilikan apapun.

2. Christian Gronross, jasa merupakan proses yang terdiri

atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya

terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan

jasa dan atau sumber daya fisik atau barang, dan atau

sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas

masalah pelanggan.

36 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan konsumen

37

https://id.m.wikipedia.org/wiki/barang,dikunjungi pada Sabtu, 02 Januari 2016, pukul

00.13

38

Pasal 1 angka 5 UUPK.

Page 14: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

29

3. Djaslim Saladin, Jasa merupakan kegiatan atau suatu

manfaat yang tidak berwujud dan tidak menghasilkan

kepemilikan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada

pihak lainnya.39

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sebuah

aktivitas atau tindakan yang dilakukan dari suatu pihak ke pihak lain dan bersifat

abstrak untuk memenuhi kepuasan pihak tertentu.

2. Nilai tukar

Pada pasal tersebut tidak jelas mengenai apa yang dimaksud dengan nilai

tukar dan kondisi suatu barang tertentu, serta apa yang menjadi jaminan yang

dijanjikan apabila pelaku usaha melanggar hak konsumen pada pasal 4 huruf (b)

tersebut. Apabila membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari nilai

tukar adalah jumlah uang yang sebenarnya diterima yang diperoleh dalam

pertukaran suatu barang. Jadi, konsumen berhak untuk menerima barang

dan/atau jasa sesuai dengan apa yang sudah di beli dan ditentukan dengan jumlah

uang dan harga dari suatu barang dan/atau jasa yang dibeli tersebut.

Dalam kaitanya dengan nilai tukar barang dan jasa, nilai barang adalah

kemampuan pakai barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kemampuan

tukar barang terhadap barang lain. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, nilai

suatu barang dan/atau jasa dapat dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan nilai

pakai dan nilai tukar.

1. Nilai pakai ( value in use ) , dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

39

www.seputarpengetahuan.com/2015/08/6-pengertian-jasa-menurut-para-ahli.html?m=1,

dikunjungi pada Sabtu, 02 januari 2016, pukul. 00.51

Page 15: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

30

a. Nilai pakai subjektif, artinya nilai yang diberikan seseorang

terhadap suatu barang karena barang tersebut dapat dipakai untuk

memenuhi kebutuhannya.

b. Nilai pakai objektif, atrinya kemampuan dari suatu barang untuk

dapat memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya.

2. Nilai Tukar ( Value in Exchange )

Nilai tukar, yaitu kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan

dengan barang atau jasa lain. Berdasarkan nilai tukarnya, suatu barang

dapat dikelompokkan dalam nilai tukar subjektif dan nilai tukar

objektif yaitu :

a. Nilai tukar subjektif, yaitu nilai yang diberikan seseorang terhadap

suatu barang karena barang tersebut dapat ditukarkan dengan

barang lain.

b. Nilai tukar objektif, yaitu kemampuan dari suatu barang untuk

dapat ditukarkan dengan barang yang lain.40

Berdasarkan pengertian diatas, Nilai Tukar erat sekali kaitanya dengan

sebuah nilai yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan dari kedua belah

pihak yaitu konsumen dan pelaku usaha dalam bentuk Harga yang dibayarkan

dengan uang. Dengan demikian, Penulis mendefinisikan nilai tukar dalam Pasal 4

huruf (b) merupakan sebuah HARGA. Konsumen mendapatkan suatu barang

dan/atau jasa apabila konsumen membayar dan pelaku usaha berkewajiban

memberikan barang dan/atau jasa yang diinginkan konsumen dengan membayar

40

www.temukanpengertian.com/2014//01/pengertian-nilai-barang.html?m=1, dikunjungi

pada Selasa,12 Januari 2016, pukul. 19.53.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

31

sebuah harga tersebut yang telah ditentukan oleh pelaku usaha.Secara umum,

Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar konsumen sebagai alat tukar yang

berfungsi untuk memperoleh barang dan/atau jasa.

Tetapi banyak juga pengertian harga dari para ahli yaitu :

1. Menurut Kotler dan Amstrong, Harga adalah jumlah semua nilai

yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat (dari)

memiliki atau menggunakan barang dan /atau jasa.

2. Menurut Tjiptono, Harga merupakan satuan moneter atau ukuran

lainnya (termasuk barang dan/atau jasa) yang ditukarkan agar

memperoleh hak kepemilikan atau pengunaan suatu barang dan/atau

jasa.

3. Menurut Husain Umar, Harga adalah “sejumlah nilai yang

ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau

menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli

dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual

untuksatu harga yang sama terhadap semua pembeli”.41

Bagi konsumen harga adalah factor penting yang menentukan untuk

membeli barang atau tidak. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu

barang dengan pengaruh sebuah manaat yang akan didapatkan dengan ketentuan

sebuah harga yang akan dibayarkan. Pembelian konsumen dipengaruhi juga oleh

pendapatan konsumen, dimana penghasilan yang tinggi biasanya akan diikuti

41

Endang Wijayanti, “Pengaruh Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan

Pembelian Toyota Kijang (Studi Kasus Pada Pt. Nasmoco Kaligawe Semarang),” Desember 2006,

http://www.foxitsoftware.com, dikunjungi pada rabu, 13 Januari 2016, pukul 17.00.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

32

dengan pembelian yang besar, sebaliknya penghasilan yang rendah maka

pembelian yang dilakukan cenderung lebih kecil.

3. Kondisi barang dan/atau jasa

Kondisi adalah keadaan atau persyaratan suatu barang atau jasa. Setiap

barang dan/atau jasa memiliki keadaan atau bisa juga memiliki persyaratan

tersendiri yang akan mempengaruhi minat konsumen untuk membelinya.

Sehingga barang dan/atau jasa yang di jual oleh pelaku usaha kepada konsumen

haruslah barang dan/atau jasa dengan kondisi yang baik dan tidak cacat, hal ini

selaras dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha yaitu beritikad

baik dalam melakukan kegiatan usahanya dengan memberikan informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, untuk menjamin

mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan

ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

Kondisi dari suatu barang dan/atau jasa dipengaruhi oleh sebuah kualitas

dari barang dan/atau jasa itu sendiri. Kualitas diperlukan untuk memenuhi harapan

konsumen, dimana suatu produk tersebut memiliki kualitas yang sesuai standar

yang telah ditentukan. Untuk menetapkan standar kualitas, pemerintah telah

mengintervensi hal tersebut dengan membuat suatu ukuran standar kualitas

dengan membuat ketetapan yang secara langsung harus memenuhi beberapa

kriteria, yaitu sesuai dengan :

1. SNI ( Standar Nasional Indonesia )

Page 18: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

33

SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional

dan berlaku secara nasional.42

Kaitan SNI dengan hak-hak konsumen

adalah bahwa SNI mampu melindungi hak-hak konsumen. Tujuan SNI

adalah menjamin konsumen untuk mendapatkan barang- barang yang

bagus dan berkualitas di pasaran sesuai dengan standarisasi nasional

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000

tentang Standarisasi Nasional, selain itu SNI juga bertujuan untuk

membangun persaingan yang sehat pada pelaku usaha. Artinya SNI

berpihak kepada konsumen. Dengan kata lain SNI adalah kepastian

hukum kepada konsumen.43

2. BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan )44

Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah Lembaga Pemerintah Non

Departemen (LPND), yang dibentuk untuk melaksanakan tugas

pemerintah tertentu dari presiden serta bertanggungjawab kepada

presiden sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103

tahun 2001. BPOM juga merupakan kepastian hukum yang menjamin

konsumen untuk mendapatkan kualitas yang baik dan layak konsumsi

agar konsumen terhindar dari obat dan makanan yang berbahaya.

BPOM juga berfungsi untuk mengawasi serta memberikan standarisasi

tentang kelayakan produk dalam obat dan makanan sesuai dengan

42

Pengertian SNI, dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000.

43

Roli Harni Yance S. Garingging Runtung, Dkk, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen

Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga

Di Sumatera Utara (Studi Pada Pt. Neo National Medan), Usu Law Jurnal, Vol.2.No.2, September

2014, h. 82.

44

www.landasanteori.com/2015/10/badan-pengawas-obat-dan-makanan-bpom.com,

dikunjungi pada Senin, 28 Maret 2016, pukul 21.51.

Page 19: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

34

PerKa BPOM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengawasan Pemasukan

Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia.

3. Sertifikasi Halal45

Sertifikasi halal diterbitkan oleh LPPOM MUI untuk menyatakan

kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam, yaitu :

a. Tidak mengandung DNA babi dan bahan- bahan tradisional yang

berasal dari babi,

b. Tidak mengandung bahan- bahan yang diharamkan; seperti bahan

yang berasal dari organ tubuh manusia, darah, dan kotoran,

c. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan

syariat islam,

d. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan dan

trasnportasinya tidak digunakan untuk daging babi; jika pernah

digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainya terlebih dulu

dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat islam.

Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-obatan dan kosmetika-Majelis Ulama Indonesia

(LPPOM-MUI) berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang

Pangan dan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan Konsumen.

Selain itu juga pelaku usaha berkewajiban memberi kesempatan kepada

konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta

45

https://id.m.wikipedia.org/wiki/LPPOM_MUI , dikunjungi Selasa, 5 April 2016

Page 20: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

35

memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan apabila konsidi barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai

dengan perjanjian. Sebaliknya, konsumen juga harus cerdas membeli dengan

memilih sesuai dengan kondisi barang dan/atau jasa yang baik dan sesuai dengan

apa yang di inginkan.

4. Jaminan yang di janjikan.

Dalam melakukan sebuah usaha, pelaku usaha selalu memberikan sebuah

jaminan yang di janjikan untuk menarik minat konsumen agar membeli barang

dan/atau jasa yang di jualnya. Melalui pasal 4 huruf (b) UUPK telah memberikan

kepastian hukum untuk konsumen menerima barang dan/atau jasa yang di belinya

sesuai dengan Kondisi serta jaminan yang di janjikan tetapi dalam pasal 4 huruf

(b) UUPK tersebut tidak di jelaskan secara konkrit mengenai jaminan yang di

janjikan oleh pelaku usaha.

Pengertian Jaminan yang di janjikan adalah suatu janji seseorang untuk

menanggung biaya atas kerusakan barang yang dibeli untuk jangka waktu tertentu

apabila kewajibannya tidak terpenuhi. Pasal 1491 KUHPerdata, telah disebutkan

bahwa: “penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli,

adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual

itu secara aman dan tenteram; kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada

barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk

pembatalan pembelian”. Dalam pasal tersebut, penjual atau dalam hal ini pelaku

Page 21: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

36

usaha berkewajiban untuk menanggung ganti kerugian terhadap konsumen apabila

dalam barang dan/atau jasa yang dijual terdapat cacat tersembunyi yang tidak

diketahui oleh konsumen.

Apabila pelaku usaha tidak memperjanjikan sebaliknya, maka pelaku

usaha berkewajiban menanggung cacat tersembunyi pada barang yang diperjual-

belikan, baik pelaku usaha tersebut mengetahui akan cacat tersembunyi maupun

tidak menyadari adanya cacat tersembunyi pada barang tersebut.46

Tetapi, pelaku

usaha tidak wajib untuk menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat

diketahui sendiri oleh konsumen.47

Dalam pasal 27 UUPK, ditentukan bahwa Pelaku usaha yang

memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita

konsumen, apabila:

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak

dimaksudkan untuk diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli

atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Dalam hal jasa, pasal 26 UUPK mengatur bahwa:”Pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang

disepakati dan/atau yang diperjanjikan”.Sehingga apabila konsumen kurang puas

terhadap jasa yang telah di beli dari pelaku usaha, konsumen berhak untuk

46

Pasal 1504 jo. Pasal 1506 KUHPerdata.

47

Ibid., Pasal 1505.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

37

menuntut kerugian terhadap ketidakpuasan yang dialami dan pelaku usaha

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan konsumen sepanjang pelaku usaha

memberikan jaminan garansi yang telah disepakati dan /atau yang diperjanjikan.

C. Pengertian Memproduksi/ Memperdagangkan Barang

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

Selain melanggar hak konsumen yang berada pada Pasal 4 huruf (b)

UUPK, pelaku usaha SPBU juga melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf (c) yang

merupakan perbuatan yang di larang bagi pelaku usaha yaitu : ”Pelaku usaha

dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya”.

1. Pelaku usaha48

Pengertian pelaku usaha diatas, cukup luas karena meliputi grosir,

levenasir, pengecer, dan sebagainya. Dengan pengertian yang cukup luas tersebut,

memudahkan para konsumen untuk menuntut kerugian apabila konsumen merasa

dirugikan akibat penggunaan barang dan/atau jasa dari pelaku usaha. Dalam

UUPK, pelaku usaha yang dimaksud memang cukup luas tetapi tidak mencakup

eksportir atau pelaku usaha diluar negeri, karena UUPK membatasi orang

perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

48

Vide BAB I tentang pengertian pelaku usaha.

Page 23: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

38

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Negara Republik Indonesia.49

2. Di larang

Pengertian dilarang, berasal dari kata larangan yang berarti mencegah

seseorang untuk melakukan sesuatu. Larangan merupakan kebalikan dari perintah.

Dalam hukum perdata, dilarang merupakan pencegahan untuk tidak melakukan

Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) yang dalam konteks perdata

diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi :

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.”

Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan

melawan hukum diperlukan 4 syarat, yaitu50

:

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;

3. Bertentangan dengan kesusilaan;

4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.

Sedangkan dalam konteks hukum pidana, Perbuatan melawan hukum

dikenal sebagai unsur “melawan hukum” yang menurut Satochid Kartanegara

dibedakan menjadi:

1. Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan

diancam dengan hukuman oleh Undang- Undang.

49

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit.,h.9.

50

Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana FH UI, 2003, h.117.

Page 24: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

39

2. Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan walaupun tidak

dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-

Undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam

lapangan hukum.

Menurut Andi Hamzah, “melawan hukum” yang tercantum di dalam

rumusan delik yang menjadi bagian inti delik sebagai “melawan hukum secara

khusus”, contoh Pasal 372 KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur

yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan

pidana sebagai “melawan hukum secara umum” contoh Pasal 351 KUHP.51

3. Memproduksi/ memperdagangkan

Memproduksi adalah kegiatan membuat atau menghasilkan atau

menambah nilai guna terhadap suatu barang dan/atau jasa untuk memenuhi

kebutuhan oleh orang atau badan (produsen). Orang atau badan yang melakukan

kegiatan produksi dikenal dengan sebutan produsen.Barang dan/atau jasa yang

dihasilkan disebut produk.52

Sedangkan memperdagangkan berarti menjual-

belikan suatu produk yang telah dihasilkan kepada konsumen.

Dalam Pasal 8 ayat 1 huruf (c), telah dijelaskan bahwa pelaku usaha harus

memberikan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya. Secara

umum, ukuran,takaran, timbangan, dan jumlah merupakan suatu bilangan yang

51

denpasar.bpk.go.id/?p=3209, Perbuatan melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan

Pidana, BPK RI, dikunjungi pada Sabtu, 16 Januari 2016 pukul 19.05. dikutip dari Andi Hamzah,

Pengantar dalam Hukum Pidana Indonesia, h. 168.

52

www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-produksi-faktor-faktor.html?=, dikunjungi

pada Sabtu, 16 januari 2016 pukul 18.56.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

40

menunjukan besar satuan ukuran (meter, gram, dll ) yang dapat di hitung atau

tentukan oleh suatu alat ukur.

Untuk menentukan ketepatan jumlah dalam pengukuran dan untuk

memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat, Pemerintah telah

mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrology

Legal. Berdasarkan Undang- Undang tersebut, disebutkan bahwa untuk

melindungi kepentingan umum perlu adanya jaminan dalam kebenaran

pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan

ukur, standar satuan, metoda pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang, dan

perlengkapanya. Bidang metrology memegang peran penting dalam aspek

standarisasi berbagai alat ukur seperti timbangan berat, volume bahan cairan, suhu

ruangan, dan masih banyak lagi. Adanya standarisasi ini penting untuk

memastikan akurasi dari obyek yang di ukurnya yang dapat memberikan jaminan

ketepatan pengukuran serta pengendalian mutu.

Pengertian alat ukur, alat takar, alat timbangan di dalam undang-undang

nomor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal adalah :

a. Alat ukur ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran

kuantitas dan atau kualitas.53

b. Alat takar ialah alat yang diperuntukan atau dipakai bagi pengukuran

kuantitas atau penakaran.54

c. Alat timbang ialah alat yang diperuntukan atau dipakai bagi

pengukuran massa atau penimbangan.55

53

Pasal 1 huruf k Undang- Undang nomor 2 tahun 1981 tentang metrology legal.

54

Ibid, Pasal 1 huruf l.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

41

Selain pengertian dari Undang- Undang Metrologi diatas, Dalam KBBI,

alat ukur adalag perkakas untuk mengukur ( mencocokan atau mengetahui jarak,

bobot, luas, panas, getaran, kecepatan, tegangan, tekanan, volume, dan sebagainya

). Alat takar alat untuk menakar yaitu mengukur banyaknya barang cair, beras,

dan sebagainya dengan satuan liter, dll.

Dengan pengertian di atas, seharusnya penjelasan mengenai ukuran,

takaran, dan timbangan dalam Pasal 8 ayat 1 huruf (c) UUPK, di sesuaikan

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang metrology

legal. Selain pengertian dari Undang- Undang Metrologi diatas, Dalam KBBI, alat

ukur adalah perkakas untuk mengukur ( mencocokan atau mengetahui jarak,

bobot, luas, panas, getaran, kecepatan, tegangan, tekanan, volume, dan sebagainya

). Alat takar alat untuk menakar yaitu mengukur banyaknya barang cair, beras,

dan sebagainya dengan satuan liter, dll.

D. Hubungan antara Pelaku Usaha dengan Konsumen

Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan yang

langsung. Hubungan langsung yang di maksudkan adalah hubungan antara pelaku

usaha dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian.56

Menurut KBBI, Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan)

yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa

yang tersebut dalam persetujuan itu. Pengertian mengenai perjanjian juga diatur di

55 Ibid, Pasal 1 huruf m.

56 Ahmadi Miru,prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia ,

(Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 34.

Page 27: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

42

dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu: “Suatu Persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih”. Berkaitan dengan Perjanjian, J. Satrio mengungkapkan

dalam bukunya bahwa:

“Persetujuan adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih

atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri.”57

Perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang

lain, ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah perikatan, karena salah satu sumber

perikatan adalah perjanjian selain Undang-undang. Dari perikatan tersebut muncul

suatu kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang

berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi oleh

orang atau subyek hukum tersebut. Satu pihak merupakan pihak yang wajib

berprestasi (debitur) dan pihak lainnya merupakan pihak yang berhak atas prestasi

tersebut (kreditur). Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yang

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (consensus);

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity);

3. Suatu hal tertentu (a certain subject matter);

4. Suatu sebab yang halal (legal cause).

57

J. Satrio, Hukum Perikatan (Perjanjian pada umumnya), Citra Aditya Bakti, Bandung,

1992, h. 20

Page 28: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

43

Kesepakatan dan kecakapan adalah syarat subjektif, yaitu mengenai orang-

orang atau subjek yang mengadakan perjanjian, dimana apabila salah satu syarat

subyektif (kesepakatan atau kecakapan) tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut

“dapat dibatalkan” atau perjanjian tidak sah. Sedangkan suatu hal tertentu dan

sebab yang halal merupakan syarat objektif, yaitu syarat mengenai objek yang

diperjanjikan. Apabila salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi (suatu hal

tertentu atau suatu sebab yang halal), maka perjanjian tersebut “batal demi

hukum”, artinya bahwa sejak awal perjanjian tersebut dianggap tidak ada.

Pengertian dari ke-empat syarat sahnya suatu perjanjian menurut tersebut

yaitu:

1. Kesepakatan

Dalam perjanjian setidak-tidaknya ada dua orang yang saling berhadap-

hadapan dan mempunyai kehendak untuk saling mengisi. Orang dikatakan telah

memberikan persetujuannya/sepakatnya (toestemming), jika orang tersebut

memang menghendaki apa yang disepakati. Dengan demikian, sepakat sebenarnya

merupakan pertemuan antara dua kehendak, di mana kehendak orang yang satu

saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain. Kehendak seseorang baru

nyata bagi pihak lain kalau kehendak tersebut dinyatakan atau diutarakan, jadi

perlu ada pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan

pernyataan bahwa ia menghendaki timbul nya hubungan hukum.58

2. Kecakapan

58

J.Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian : Buku I), PT.Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2001, h. 128

Page 29: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

44

Untuk mengadakan perjanjian, para pihak harus cakap, namun dapat saja

terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian adalah

tidak cakap menurut hukum.Cakap adalah mereka yang telah berumur 21 tahun,

atau belum berumur 21 tahun tetapi telah pernah menikah (Pasal 330

KUHPerdata). Sementara itu, dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa

tidak cakap membuat suatu perjanjian adalah:

a. Orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-

Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Hal Tertentu

Obyek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang

bersangkutan, bisa merupakan suatu perilaku tertentu, memberikan sesuatu,

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Syarat bahwa obyek perjanjian

(prestasi) itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya adalah untuk

menetapkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah

pihak.Sehingga jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian dapat

dipergunakan sebagai bukti. Perjanjian tanpa “suatu hal tertentu” adalah batal

demi hukum.

Selanjutnya, dalam Pasal 1334 KUHPerdata ditentukan bahwa barang-

barang yang baru akan ada di kemudian hari juga dapat menjadi obyek suatu

Page 30: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

45

perjanjian. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si

berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh Undang-Undang.

Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal kemudian dapat dihitung atau

ditetapkan.

4. Sebab yang Halal

Suatu hal tertentu merupakan pokok dari perjanjian, atau merupakan

prestasi yang dipenuhi dalam suatu perjanjian. Disamping itu, pokok dari

perjanjian isinya harus halal (tidak terlarang), sebab isi perjanjian itulah yang akan

dilaksanakan. Dengan kata lain, kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama para

pihak. Tujuan perjanjian tidak sama dengan isi perjanjian. Isi dari suatu perjanjian

di samping harus jelas dan tertentu juga tidak dilarang oleh undang-undang dan

tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sesuai dengan Pasal

1337 KUHPerdata yang berbunyi :

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Menurut bentuknya, kontrak dibedakan menjadi 2 yaitu tertulis dan

lisan/tidak tertulis. Dalam melakukan transaksi, konsumen dan pelaku usaha

sering memakai kontrak lisan atau tidak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau

perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan

saja.59

59

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia: Buku : I , Sinar

Grafika, Jakarta, 2003, h.19.

Page 31: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

46

Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang telah disebutkan

dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan adanya consensus maka perjanjian itu

telah terjadi, termasuk dalam golongan ini adalah konsensual dan riil. Pembedaan

ini diilhami dari hukum Romawi. Di dalam hukum Romawi, tidak hanya

memerlukan adanya kata sepakat tetapi perlu diucapkan kata-kata yang suci dan

perjanjian itu harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda. Perjanjian

konsensual adalah suatu perjanjian yang terjadi apabila ada kesepakatan para

pihak, sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjianyang dibuat dan

dilaksanakan secara nyata.60

Selain terdapat syarat sah mengikatnya sebuah perjanjian, terdapat juga

akibat perjanjian untuk para pihak yang membuatnya adalah :

1. Perjanjian hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya

Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian- perjanjian

yang dibuat hanya berlaku diantara para pihak yang membuatnya. Hal ini bahwa

setiap perjanjian, hanya membawa akibat berlakunya Pasal 1131 KUHPerdata

bagi para pihak yang terlibat atau yang membuat perjanjian tersebut. Jadi apa

yang menjadi kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh debitor dalam

perjanjian hanya merupakan dan menjadi kewajibannya semata-mata.61

Dalam hal terdapat seorang pihak ketiga yang kemudian melaksanakan

kewajibanya tersebut kepada kreditor, maka ini tidak berarti debitor dilepaskan

atau dibebaskan dari kewajibannya tersebut. Pihak ketiga yang melakukan

60

Ibid.

61

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta,2003, h.165.

Page 32: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

47

pemenuhan kewajiban debitor, demi hukum diberikan hak untuk menuntut

pelaksanaan kewajiban debitor dari debitor.62

Hak ini dinamakan hak subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400

KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut :

“Subrogasi atau penggantian hak-hak kreditor oleh seorang pihak

ketiga yang membayar kepada kreditor itu, terjadi, baik dengan

perjanjian, maupun demi Undang-undang”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa prestasi yang dibebankan oleh

KUHPerdata bersifat personal dan tidak dapat dialihkan dengan begitu saja.

Semua perjanjian yang telah dibuat dengan sah akan berlaku bagi mereka yang

membuatnya ( Asas Pacta Sund Servanda ). Jadi perjanjian tersebut akan

mengikat dan melahirkan perikatan bagi para pihak dalam perjanjian.63

Selain hal

tersebut, dalam Pasal 1338 KUHPerdata menentukan bahwa :

“Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Dengan ketentuan tersebut, jelas bahwa apa yang disepakati para pihak

tidak boleh diubah oleh siapa pun juga, kecuali jika hal tersebut memang

dikehendaki secara bersama oleh para pihak, ataupun ditentukan demikian oleh

62 Ibid.

63

Ibid, h.166.

Page 33: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

48

undang-undang berdasarkan suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum

tertentu.

1. Mengenai kebatalan atau nulitas dalam perjanjian

Seperti yang telah dijelaskan sebelunya, perjanjian pada dasarnya bersifat

konsensuil, tetapi terdapat perjanjian-perjanjian tertentu yang mewajibkan

dilakukan suatu tindakan yang lebih dari sekedar kesepakatan lisan, sebelum pada

akhirnya perjanjian tersebut dapat dianggap sah dan karenanya mengikat serta

melahirkan perikatan diantara para pihak yang membuatnya.

a. Dapat dibatalkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian maupun pihak

ketiga diluar perjanjian.

Perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian maupun

oleh pihak ketiga di luar perjanjian. Perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu

pihak dalam perjanjian apabila terdapat alasan pembatalan yang dilakukan oleh

salah satu pihak yang telah diatur dalam KUHPerdata yang disebut sebagai alasan

subjektif yaitu :

1. Tidak terjadi kesapakatan bebas antara para pihak dalam membuat

perjanjian, baik terdapat paksaan, kekhilafan, ataupun penipuan pada

salah satu pihak dalam perjanjian saat perjanjian itu dibuat. ( Pasal

1321 sampai dengan Pasal 1328 KUHPerdata );

2. Salah satu pihak dalam perjanjian tidak cakap untuk bertindak dalam

hukum, dan atau tidak memiliki kewenangan dalam melakukan

tindakan atau perbuatan hukum tertentu. (Pasal 1330 sampai dengan

Pasal 1331 KUPerdata ).

Page 34: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

49

Selain dapat dibatalkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian, sebuah

perjanjian juga dapat dibatalkan oleh pihak ketiga di luar perjanjian. Pada

dasarnya perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan tidak

membawa akibat apapun bagi pihak ketiga. Walaupun demikian, untuk

melindungi kepentingan kreditor dalam perikatan dengan debitor dan agar

ketentuan Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUHPerdata dapat dilaksanakan sepenuhnya,

maka dibuatlah ketentuan Pasal 1341 KUHPerdata yang dikenal dengan Actio

Pauliana. Action Pauliana dapat dilaksanakan apabila syarat dalam Pasal 1341

dipenuhi, yaitu :

1. Kreditor harus membuktikan bahwa debitor melakukan tindakan yang

tidak diwajibkan.

2. Kreditor harus membuktikan bahwa tindakan debitor merugikan

kreditor.

3. Terhadap perikatan timbal balik yang dibuat oleh debitor dengan suatu

pihak tertentu dalam perjanjian, yang mengakibatkan berkurangnya

harta kekayaan debitor, maka kreditor harus dapat membuktikan pada

saat perjanjian tersebut dilakukan, debitor dan orang yang dengannya

itu berjanji, mengetahui bahwa perjanjian itu mengakibatkan kerugian

bagi para kreditor.

4. Sedangkan untuk perjanjian atau perbuatan hukum yang bersifat cuma-

cuma, cukuplah kreditor membuktikan bahwa pada waktu membuat

perjanjian atau melakukan tindakan itu debitor mengetahui bahwa

Page 35: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

50

dengan cara demikian dia merugikan kreditor, tak peduli apakah orang

yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.64

b. Batal demi hukum

Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum apabila perjanjian tersebut

melanggar syarat objektif dari sahnya suatu perikatan yang telah diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata yaitu mengenai suatu pokok persoalan tertentu dan suatu

sebab yang halal. Keharusan akan adanya suatu hal tertentu yang menjadi obyek

dalam perjanjian ini dirumuskan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334

KUHPerdata; yang diikuti dengan Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1336

KUHPerdata yang mengatur mengenai suatu sebab yang halal yaitu sebab yang

tidak dilarang oleh Undang-undang dan tidak berlawanan dengan kesusilaan baik

atau ketertiban umum.65

Di samping tidak dipenuhinya syarat objektif seperti yang telah disebutkan

di atas, Undang- Undang juga merumuskan secara konkrit untuk tiap-tiap

perbuatan hukum terutama pada perjanjian formil yang mensyaratkan dibentuknya

perjanjian dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang- Undang, yang jika tidak di

penuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum, dengan pengertian bahwa

perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat dipaksakan

pelaksanaanya. Disamping pembedaan diatas, nulitas juga dapat dibedakan

menjadi nulitas relative dan nulitas mutlak. Kebatalan di sebut relative jika hanya

64

Ibid, h.181.

65

Ibid, h. 182.

Page 36: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

51

berlaku terhadap individu orang perseorangan tertentu saja, dan di sebut mutlak

jika kebatalan tersebut berlaku umum terhadap seluruh anggota masyarakat tanpa

kecuali. Suatu perjanjian yang dapat dibatalkan dapat saja berlaku relative atau

mutlak, meskipun tiap-tiap perjanjian yang batal demi hukum pasti berlaku

mutlak.66

E. Tanggung jawab Pelaku Usaha

Terdapat beberapa Prinsip- prinsip pertanggungjawaban dalam

perlindungan konsumen yaitu :

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian/ Kesalahan (

Negligence )

Prinsip tanggung jawab ini adalah bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung

jawab yang di tentukan oleh perilaku Pelaku usaha. Hal ini dapat ditemukan

dalam rumusan teori negligence, yaitu the failure to exercise the standart of care

that reasonably prudent would have exercised in a similar situation.67

Negliger

dapat dijadikan dasar gugatan manakala memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap

hati-hati yang normal.

2. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati-hati

terhadap penggugat.

66

Ibid, h. 184. 67

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minnesota: West

Publishing,2004), Eight Edition, h.1061, dikutip dari Zulham, Op.cit., h. 83.

Page 37: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

52

3. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata ( proximate cause ) dari

kerugian yang timbul.

2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi ( Breach of

Warranty )

Tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan wanprestasi merupakan bagian

dari tanggung jawab berdasarkan kontrak (contractual liability). Keuntungan yang

diperoleh konsumen dalam teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya

mutlak (strict obligation), yaitu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang

telah dilakukan pelaku usaha untuk memenuhi janjinya. Artinya, walaupun pelaku

usaha telah berupaya memenuhi kewajibannya tetapi konsumen tetap mengalami

kerugian, maka pelaku usaha tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti

kerugian dari konsumen tersebut. Terdapat juga kelemahan dalam teori ini yaitu

pembatasan waktu gugatan, persyaratan pemberitahuan, kemungkinan adanya

bantahan (disclaimer), dan harus adanya persyaratan kontrak.68

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak ( Strict Product Liability )

Tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen sangat

penting, paling tidak didasarkan pada alasan bahwa : pertama, tanggung jawab

mutlak merupakan instrument hukum yang relative masih baru untuk

memperjuangkan hak konsumen untuk memperoleh ganti kerugian. Kedua,

tanggung jawab mutlak merupakan bagian dan hasil dari perubahan hukum di

bidang ekonomi. Ketiga, penerapan prinsip tanggung jawab mutlak melahirkan

masalah baru bagi pelaku usaha, yaitu bagaimana pelaku usaha akan menangani

68

Ibid, h. 93.

Page 38: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

53

resiko gugatan konsumen. Keempat, Indonesia merupakan contoh Negara yang

menggambarkan dua kesenjangan yaitu, antara standart norma dalam hukum

positif dan kebutuhan perlindungan kepentingan dan hak-hak konsumen.69

Prinsip tanggung jawab mutlak merupakan sistem tanggung jawab yang

tidak berdasarkan kesalahan pelaku usaha dan prinsip ini lebih responsive

terhadap kepentingan konsumen.

F. ANALISIS

1. Kasus posisi

Praktek kecurangan yang dilakukan SPBU kepada konsumen memang

sering terjadi pada saat pengisian BBM, berbagai macam praktek kecurangan

tersebut diantaranya menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.

Bentuk kecurangan yang terjadi pada SPBU bermacam-macam, hal ini ditegaskan

pada salah satu keterangan dari mantan operator SPBU yang ditulis dalam artikael

berikut :

Ini pengakuan dari salah satu operator Stasiun Pengisian Bahan

Bakar Umum di daerah, Jakarta Timur. Meski pegawai itu

mengatakan jika bicara soal kecurangan dilakukan di SPBU

pasti menimbulkan pandangan berbeda. Nama pegawai itu

berisial MAK dan usianya 30 tahun. Sejak tahun 2004, dia

sudah menjadi pegawai SPBU dan lumayan mahfum betul pola-

pola kecurangan dilakukan ketika dia bekerja. Meski tak semua

SPBU melakukan hal serupa, namun kecurangan ini dia jelaskan

dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan

memainkan mesin dispenser pengisian BBM. Menurut MAK,

mesin dispenser pengisian bahan bakar terkadang suka

dimainkan untuk menangguk keuntungan. Caranya ialah dengan

69 Inosentius samsul., Op.cit., h.1

Page 39: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

54

memainkan flow meter yaitu alat untuk mengatur kecepatan arus

dan jumlah BBM yang dikeluarkan oleh pompa dispenser sesuai

angka.Biasanya ini bakal diketahui jika si pengisi bensin jeli

dengan jumlah pembeliannya Misal, jika si pembeli mengisi

bensin sebanyak dua liter. Bensin yang dituangkan melalui

selang dispenser sejatinya tidak berisi jumlah tersebut, namun

sudah dikurangi. MAK sendiri mengakui jika kecurangan yang

pernah dilakukan hanya sekedar menjual kuitansi kosong.

Karena di tempatnya bekerja memang menjadi langganan para

sopir pembawa barang dari perusahaan, biasanya MAK

bekerjasama untuk menjual kuitansi kosong sudah di cap resmi

SPBU. Misal, sopir tersebut membeli bensin Rp 50 ribu,

kemudian kuitansi yang diberikan sebesar Rp 150 ribu.“Paling

sering mainkan bon (kuitansi),” tutur MAK.Sejatinya menurut

MAK, kecurangan dilakukan oleh pegawai SPBU memang

memiliki berbagai macam jenis cara.Sebagai contoh lain MAK

menjelaskan, jika kecurangan berupa mengelabui pelanggan

dengan mengurangi takaran tidak sesuai jumlah pembelian

disebut main keong. Misal jika pembeli membeli BBM dengan

nominal Rp 15 ribu kemudian pegawai SPBU buru-buru

dikembalikan ke angka 0, bensin yang masuk hanya sekitar Rp

13 ribu.“Bahasanya maen keong, kalo misalnya beli Rp 15 ribu

terus di kasih cuma Rp 13 ribu, terus mesinnya buru-buru di

netralin ke angka 0 lagi, pembeli enggak tahu kalo yang masuk

ke tangkinya cuma Rp 13 ribu,” ujar MAK. Biasanya modus ini

dilakukan pegawai SPBU ketika terjadi antrean panjang dan saat

pembeli lengah. Di wawancara terpisah, salah seorang pegawai

SPBU berisial BM, 29 tahun dengan pangkat pengawas punya

penjelasan berbeda soal praktik kecurangan di SPBU. Menurut

dia kecurangan di SPBU harus dilihat dulu titik persoalannya.

Misal jika kecurangan itu dilakukan melalui mesin dispenser

pompa bensin, bisa jadi memang mesin tersebut eror bukan

lantaran disengaja.70

Hal diatas, dapat terjadi karena berbagai factor yang melatarbelakangi di

antaranya adalah pelaku usaha yang selalu menganggap konsumen pada posisi

rendah sehingga mudah bagi pelaku usaha untuk mengekploitasi konsumen

dengan segala hak yang di miliki oleh konsumen. Tindakan pelaku usaha yang

demikian banyak menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen. Praktek

70

http://www.redaksi9.com/2015/11/modus-kecurangan-operator-spbu.html?m=1,

dikunjungi pada Rabu, 10 februari 2016, pukul 19.45.

Page 40: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

55

kecurangan SPBU yang sering terjadi ialah, penjualan BBM yang tidak sesuai

dengan takaran yang di beli konsumen, hal ini terjadi apabila operator SPBU

memainkan gagang pompa saat pengisian membuat argo menjadi lebih cepat dan

angka yang ditunjukan pompa bensin loncat dan menghitung dengan cepat,

sehingga yang keluar hanya angin dan takaran BBM yang dibeli konsumen dapat

selisih 2-5 liter dari yang seharusnya konsumen terima.

Selain kasus posisi yang telah disebutkan diatas, Contoh nyata lain yang

dialami konsumen SPBU adalah :

“Akan tetapi yang mengherankan adalah rupanya kecepatan argo di setiap

SPBU berbeda-beda…selain itu, saya beberapa kali terkejut saat beli

minyak Rp. 250.000; untuk mengisi full tank kendaraan saya, argonya

melompat dari Rp. 130.000; menjadi langsung Rp. 150.000…”71

Selain beberapa contoh kasus diatas, praktek kecurangan yang terjadi di

SPBU adalah terjadi pembulatan harga yang dilakukan oleh pegawai saat

konsumen melakukan pengisian BBM “full tank”. Pembulatan tersebut terjadi

dikarenakan semakin langkanya nominal pecahan uang receh misal Rp. 50.

Terkait dengan pembulatan harga yang dilakuakan oleh operator SPBU,

pelanggaran juga terjadi apabila operator SPBU tidak memberikan kembalian

yang harus konsumen terima terkait dalam transaksi pembelian BBM. Hal ini

terjadi apabila konsumen mengisi BBM di SPBU dan operator SPBU dengan

membulatkan harga yang seharusnya konsumen bayar, selain itu operator tidak

memberikan uang kembalian kepada konsumen.

71

Asaaro Lahagu, 23 Oktober 2015, “hati- hati modus kecurangan di SPBU Pertamina”,

m.kompasiana.com,/lahagu/hati-hati-modus-kecurangan-di-spbu-

pertamina_5629b0f521afbd210505cf97, dikunjungi pada Senin, 1 Februari 2016, pukul 19.05.

Page 41: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

56

Berkaitan dengan hak konsumen untuk menerima uang kembalian, terjadi

apabila konsumen membeli BBM dan ternyata nilai nominal yang tertera pada

layar pompa bensin menunjukan angka ganjil dan tidak ada mata uang yang sesuai

dengan pecahan tersebut, sehingga operator SPBU membulatkan nilai rupiah

menjadi sesuai dengan pecahan mata uang rupiah yang bisa dibayarkan. Tetapi hal

tersebut malah merugikan konsumen, karena takaran BBM yang diterima tidak

sesuai dengan nilai tukar, hal ini dialami oleh beberapa konsumen. Jumlahnya

memang tidak besar, namun tindakan ini tentu saja dapat dikatagorikan sebagai

tindakan yang membuat konsumen merasa tidak nyaman.

Operator SPBU memberikan kembalian yang kurang dan tidak sesuai

dengan nominal yang harus konsumen terima. Jumlah pembulatan dan kurangnya

kembalian uang tersebut memang tidak besar, tetapi sekecil apapun pecahan

nominal uang yang dibulatkan maupun yang tidak diberikan oleh operator SPBU

merupakan pelanggaran hak konsumen yang dapat merugikan konsumen dan

menguntungkan pihak pelaku usaha.

Hal ini jelas melanggar nilai tukar yaitu harga yang telah ditetapkan

dengan ukuran harga per liter. Misalnya, konsumen melakukan pengisian BBM

fulltank di SPBU dan nominal yang tertera pada layar pengisian sebesar Rp.

18.700 menunjukan bahwa tanki sudah penuh, dan pada saat pembayaran

konsumen tidak membayar dengan uang pas melainkan dengan uang Rp. 20.000

maka petugas atau operator SPBU hanya akan memberikan kembalian sebesar Rp.

1.000 dengan alasan tidak ada uang receh sebesar Rp. 300. Dengan demikian

konsumen mengalami kerugian sebesar Rp. 300 karena operator SPBU telah

membulatkan harga yang seharusnya dibayarkan konsumen sebesar Rp. 18.700

Page 42: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

57

menjadi Rp. 19.000, padahal hitungan liter jika konsumen membeli dengan harga

Rp. 18.700 dengan Rp. 19.000 akan berbeda takarannya karena nilai tukar dengan

harga yang telah disepakati mempengaruhi jumlah barang dan/atau jasa yang akan

diperoleh konsumen.

2. Pelanggaran Hak konsumen SPBU Pasal 4 huruf (b) dan

Pasal 8 ayat (1) huruf C UUPK

Dengan berbagai bentuk kecurangan dari SPBU diatas, penulis akan

membahas mengenai bentuk pelanggaran yang dilakukan SPBU berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada Pasal

4 huruf (b) adalah SPBU tidak memenuhi hak konsumen untuk : “memilih barang

dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”.

Terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam Pasal 4 huruf (b) yaitu:

1. Barang dan/atau jasa

2. Nilai tukar

3. Kondisi barang dan/atau jasa

4. Jaminan yang dijanjikan.

Selain keempat unsure diatas, dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c juga terdapat

beberapa unsure yaitu :

1. Pelaku usaha

2. Dilarang

3. Memproduksi/memperdagangkan

Page 43: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

58

4. Takaran, ukuran, timbangan dan jumlah.

Pengertian barang dalam UUPK adalah setiap benda baik berwujud

maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan

maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,

dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Selanjutnya dalam UUPK, Jasa

diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang

disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen Dalam unsur

barang dan/atau jasa kaitanya dengan kasus pelanggaran hak konsumen SPBU

adalah bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan barang yang diperdagangkan

antara pelaku usaha SPBU dan dibeli oleh konsumen dalam pengisian pada

SPBU.

Nilai Tukar erat sekali kaitanya dengan sebuah nilai yang telah ditetapkan

berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu konsumen dan pelaku usaha

dalam bentuk Harga yang dibayarkan dengan uang.Nilai tukar dalam Pasal 4

huruf (b) merupakan sebuah HARGA. Pada konsumen SPBU, harga telah

ditetapkan ukuranya dalam ukuran per liter. Pada saat ini, tahun 2016 pada bulan

Januari BBM telah turun harga, harga untuk bensin adalah Rp. 7.150/liter dari

harga semula Rp. 7.300/liter, dan solar Rp. 5.950/liter dari harga sebelumnya Rp.

6.700/ liter 72

dan pertamax dari Rp. 8.650/liter menjadi Rp. 8.450/liter, pertalite

turun dari Rp. 8.200 jadi Rp. 7.950.73

72

www.migas.esdm.go.id/post/read/mulai-5-januari-2016,-harga-bbm-turun, dikunjungi

pada Jumat, 12 Februari 2016 pukul 17.55.

73

www. Jogja.tribunnews.com/2016/01/04/harga-pertalite-juga-turun-per-5-januari-2016,

dikunjungi pada Jumat, 12 februari 2016 pukul 19.06.

Page 44: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

59

Konsumen SPBU akan mendapatkan BBM apabila membayar BBM

tersebut sesuai dengan harga per liter dan takaran yang ia inginkan dan pelaku

usaha melalui operator SPBU sebagai karyawan yang bekerja pada SPBU tersebut

berkewajiban untuk memberikan BBM yang konsumen beli dengan takaran yang

pas dan jujur sesuai dengan apa yang sudah konsumen bayarkan. Kondisi barang

dan/atau jasa yang berkaitan dengan pelanggaran hak konsumen SPBU dalam hal

ini adalah kondisi BBM. Kondisi BBM yang diperjual-belikan oleh SPBU

haruslah kondisi BBM dengan kondisi yang baru, murni dan baik tanpa campuran

apapun dan layak untuk diperjual-belikan dan telah memenuhi Standart Nasional

Indonesia (SNI).

Pertamina sebagai pelaku usaha SPBU memberikan Jaminan

dengan memberikan pelayanan yang baik, jaminan kualitas dan

kuantitas BBM, fasilitas dan peralatan yang terawat dengan

baik, memiliki format fisik yang konsisten, dan penawaran

produk serta pelayanan bernilai tambah dengan operator yang

selalu menerapkan 3 S ( Salam, Senyum, Sapa ).

Dalam SOPnya, Pertamina mencanangkan program yaitu :

1. Pertamina way

Pertamina way adalah program yang diluncurkan PT. Pertamina

dengan penerapan standar pelayanan yang terdiri dari 5 (lima)

elemen, yaitu pelayanan staff yang terlatih dan bermotivasi,

jaminan kualitas dan kuantitas, fasilitas dan peralatan yang

terawatt dengan baik, memiliki format fisik yang konsisten, dan

penawaran produk dan pelayanan bernilai tambah dengan

operator yang selalu menerapkan 3S (senyum, salam, sapa).

2. Pertamina PASTI PAS

Pasti PAS adalah SPBU yang telah mendapatkan sertifikat Pasti

pas! Dari auditor independen dengan jaminan pelayanan terbaik

yang memenuhi standar kelas dunia. Konsumen akan

mendapatkan kualitas dan kuantitas BBM yang terjamin dengan

Page 45: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

60

takaran yang pas, pelayanan yang ramah, serta fasilitas yang

nyaman.74

Dengan jaminan yang telah disebutkan diatas, seharusnya pelaku usaha

dalam hal ini pertamina harus membekali para karyawan agar dapat menerapkan

slogan yang telah dipakai dengan memberikan pelayanan yang baik dan jujur

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur ( SOP ) dan menjalankan program

yang telah dicanangkan dalam SOP Pertamina diatas, sehingga konsumen merasa

nyaman untuk mengisi dan membeli BBM dan tidak kecewa serta tidak merasa

dirugikan dengan pelayanan yang sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.

Pelaku usaha dalam penelitian ini adalah SPBU yang dapat berbentuk

Badan hukum yaitu PT. PERTAMINA, ataupun SPBU NON- PERTAMINA yang

dimiliki oleh perseorangan ataupun perusahaan yang melakukan kerjasama

dengan PT. PERTAMINA. Dalam hal SPBU NON- PERTAMINA,

PERTAMINA berkedudukan sebagai produsen yang memberikan pasokan BBM

yang akan diperjualbelikan oleh SPBU tersebut, tetapi masalah tanggungjawab

berada pada pemilik SPBU sendiri walaupun SOP yang dipakai adalah SOP dari

PERTAMINA.

Konsumen SPBU berhak untuk memilih serta mendapatkan barang

dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,

yang dimaksud dengan nilai tukar pada Pasal tersebut adalah sebuah harga yang

harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan barang dan/atau jasa yang

konsumen inginkan. Tetapi seringkali hak untuk mendapatkan barang dan/atau

jasa sesuai dengan nilai tukar di langgar oleh Pelaku usaha ( Operator SPBU ).

74

www.agenpelumas.com/standar-operasional-pelayanan-pertamina/ dikunjungi pada

Jumat, 12 februari 2016, pukul 16.20.

Page 46: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

61

Dalam kasus diatas, Selain melanggar Pasal 4 huruf (b) UUPK, dengan

tidak memberikan BBM sesuai dengan nilai tukar/ harga, ini berarti bahwa pelaku

usaha juga telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c

UUPK mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Hal ini terjadi

karena BBM yang telah dibeli konsumen SPBU tidak sesuai dengan ukuran,

takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

Ketidaksesuaian takaran BBM yang di dapatkan oleh konsumen terjadi karena

operator SPBU telah memberikan harga yang tidak seharusnya dibayarkan oleh

konsumen, harga yang tertera dalam mesin pengisian BBM tidak sesuai dengan

BBM yang telah konsumen terima.

Seharusnya apabila operator ingin melakukan hal tersebut haruslah ada

kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya dengan konsumen agar konsumen

mengetahui hal yang sebenarnya dan apabila konsumen tidak sepakat dengan hal

tersebut, konsumen dapat menuntut agar nilai tukar yang telah operator katakan,

yang tidak sesuai dengan mesin pengisian BBM, dapat di sesuaikan dengan

nominal yang operator sebutkan sebagai harga (nilai tukar) terhadap BBM yang

dibeli konsumen, sehingga tidak ada pelanggaran hak konsumen dan konsumen

mendapatkan takaran semestinya serta konsumen tidak merasa dirugikan.

3. Hubungan Hukum yang terjadi antara Pelaku usaha

dengan Konsumen SPBU

Dalam interaksi jual beli antara operator SPBU dengan konsumen, dapat

dikatakan sebagai salah satu perjanjian jual beli, sekalipun perjanjian jual beli

secara tidak tertulis, yang mana pelaku usaha atau penjual mengikatkan diri

Page 47: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

62

dengan pihak pembeli. Para pihak diantaranya mempunyai hak dan kewajiban.

Hak dari pelaku usaha adalah menerima uang atau pembayaran seharga BBM

yang telah dijual, kewajibannya adalah memberikan BBM yang dibeli oleh

pembeli (konsumen SPBU) dan memberikan semua yang menjadi hak dari

pembeli tersebut. Sedangkan hak dari konsumen adalah mendapatkan bensin yang

diinginkan, dan kewajibannya adalah membayar sesuai dengan nominal yang

tertera di layar monitor atau sesuai dengan harga yang telah disepakati.

Pada kasus pelanggaran diatas, hubungan hukum yang terjadi antara

pelaku usaha SPBU dengan konsumen SPBU merupakan sebuah perikatan yang

terjadi secara lisan dalam transaksi jual-beli. Pemilik SPBU dikategorikan sebagai

pelaku usaha, yang dalam hal ini di wakilkan oleh operator SPBU yang telah

terikat perjanjian kerja dengan pelaku usaha, dan pembeli sebagai konsumen.

Dengan demikian, Operator SPBU dapat bertindak untuk dan atas nama Pelaku

Usaha SPBU.

Pada kasus yang telah diuraikan diatas, dapat dinyatakan bahwa konsumen

telah mengalami kerugian. Tetapi, kerugian yang telah di derita konsumen

tersebut tidak selalu disebabkan oleh perusahaan, tetapi dapat juga terjadi akibat

dari kesalahan karyawan yang sengaja melakukan tindakan yang dapat merugikan

konsumen demi keuntungan pribadi.

Disamping hubungan hukum yang tercipta antara Pelaku usaha SPBU

dengan konsumen yang melahirkan perjanjian jual-beli, hubungan hukum juga

terjadi antara pelaku usaha dengan operator SPBU yang merupakan hubungan

hukum antara atasan dengan bawahan. Hubungan tersebut dapat muncul

Page 48: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

63

dikarenakan, dalam mendirikan suatu perusahaan tentu tidak lepas dari sebuah

tanggung jawab karena tanggung jawab merupakan salah satu kewajiban dari

pelaku usaha terhadap konsumen, karyawan maupun lingkungan sekitarnya. Pasal

1367 KUHPerdata, telah diatur bahwa seseorang tidak hanya bertanggungjawab

atas kerugian yang disebabkan perbuatanya sendiri, melainkan juga atas kerugian

yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggunganya, atau

disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasanya.

Terdapat 2 hubungan hukum antara pelaku usaha dengan pekerja, yaitu

hubungan kerja dan hubungan pemberi kuasa. Hubungan kerja yaitu suatu

hubungan antara pekerja dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh

pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk

bekerja pada pengusaha dengan menerima upah serta melaksanakan perintah dari

atasan atau pengusaha perusahaan dan dimana pengusaha menyatakan

kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. Dalam hal

ini ada hubungan antara atasan dengan bawahan ( sub-ordinasi ). Sementara itu,

Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, hubungan kerja adalah

hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja

yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Perjanjian kerja adalah

antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-

syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Hubungan pemberi kuasa, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam Pasal

1792 KUH Perdata, dalam hal ini pengusaha (pemilik/pendiri badan usaha)

memberikan kuasa kepada para pembantunya untuk menjalankan suatu kegiatan

bisnis. Dari hubungan hukum yang telah disebutkan diatas, maka dapat dikatakan

Page 49: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

64

bahwa perusahaan SPBU selaku pelaku usaha yang mempekerjakan operator

SPBU untuk membantu kegiatan bisnisnya wajib bertanggung jawab kepada

konsumen atas segala kerugian yang diderita oleh konsumen, baik kesalahan

tersebut disebabkan oleh perusahaan SPBU itu sendiri maupun operator SPBU,

karena operator SPBU bekerja atas perintah perusahaan hanya saja dalam

melaksanakan pekerjaannya, operator SPBU tersebut tidak melakukannya dengan

itikad baik.

4. Bentuk Pertanggungjawaban SPBU

Kosumen dapat menuntut SPBU dengan mengajukan gugatan kepada

PERTAMINA apabila SPBU tersebut milik PERTAMINA, maupun kepada

pemilik SPBU atau direksi apabila SPBU tersebut milik NON-PERTAMINA atau

melalui Badan Perlindungan Sengketa Konsumen, dengan gugatan perbuatan

melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, pelaku usaha SPBU

walaupun telah melakukan perbuatan melawan hukum atas perbuatan operator

SPBU dapat pula digugat dengan gugatan wanprestasi sebagaimana yang telah

diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Pelaku usaha dapat dikatakan wanprestasi

apabila:

1. Tidak melakukan sesuatu

2. Melaksanakan prestasi, tetapi terlambat

3. Melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pelaku usaha SPBU dapat digugat untuk membayar ganti biaya, kerugian,

dan bunga kepada konsumen sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1243

KUHPerdata, atas wanprestasi karena pelaku usaha SPBU tidak melakukan

Page 50: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

65

kewajiban dengan melaksanakan isi dari perjanjian jual- beli sekalipun bukan

perjanjian tertulis tetapi tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan yaitu

tidak memberikan BBM sesuai dengan nilai tukar yang dibayarkan oleh

konsumen. Ganti kerugian akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha

SPBU tersebut, konsumen dapat menuntut ganti biaya, ganti kerugian dan juga

bunga yang konsumen alami selama pelaku usaha SPBU tidak melaksanakan

prestasi yang harus dipenuhi dan diperjanjikan.

Pelaku usaha SPBU wajib bertanggungjawab atas kerugian yang telah

dialami oleh konsumen dalam pelanggaran hak konsumen SPBU Pasal 4 huruf (b)

dan Pasal 8 ayat (1) huruf c, walaupun pelaku usaha tidak secara langsung

melanggar hak konsumen melainkan berdasarkan perbuatan dari operator selaku

karyawan SPBU yang telah melanggar hak konsumen yang dilakukan secara

sengaja demi keuntungan pribadi maupun tidak mengetahui bahwa hal tersebut

telah melanggar hak konsumen yang mengakibatkan kerugian. Hal tersebut

sejalan dengan bunyi Pasal 1367 KUHPerdata yaitu :

“seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan

perbuatanya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan

orang-orang yang menjadi tanggunganya, atau disebabkan barang-barang yang

berada di bawah pengawasanya.”

Pelaku usaha SPBU baik PERTAMINA maupun NON-PERTAMINA

dapat dikatakan sebagai penanggung dan bertanggungjawab atas perbuatan yang

dilakukan oleh operator selaku karyawan dari SPBU tersebut yang merupakan

tanggunganya dan berada dibawah pengawasannya.

Page 51: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

66

Pertanggungjawaban lain yang harus diberikan pelaku usaha SPBU kepada

konsumen menurut Undang- Undang Perlindungan Konsumen adalah

memberikan ganti kerugian yang telah diatur dalam Pasal 19 UUPK yaitu :

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Dengan bunyi dari Pasal tersebut diatas dapat di pahami bahwa Pelaku

usaha harus memberikan ganti rugi yang terjadi atas kerusakan, pencemaran, dan

atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang

Page 52: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

67

dihasilkan atau diperdagangkan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah

tanggal transaksi yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan konsumen. Ganti

kerugian yang dapat diberikan oleh pelaku usaha dapat berupa pengembalian uang

atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pelaku usaha telah

memberikan ganti kerugian hal tersebut tidak menghapuskan kemungkinan jika

terjadi tuntutan pidana selama adanya unsur kesalahan pelaku usaha yang dapat

dibuktikan oleh konsumen dan tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat

membuktikan sebaliknya.

Pelaku usaha yang tidak mau memberikan pertanggungjawaban sesuai apa

yang telah diatur dalam Pasal 19 UUPK diatas, dapat dikenakan sanksi

administrative yang dijatuhkan oleh BPSK yang termuat dalam Pasal 60 ayat (2)

UUPK, yaitu berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp

200.000.000,00(duaratus juta rupiah).

Selain pertanggungjawaban pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 19

UUPK, dalam kasus diatas, pelaku usaha telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat

(1) huruf c UUPK dengan tidak memberikan BBM sesuai dengan ukuran, takaran,

timbangan dan jumlah yang sebenarnya. Dengan demikian, pelaku usaha dapat

dijatuhi hukuman pidana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK, yaitu :

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)

huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan

Page 53: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

68

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.

Dan terhadap sanksi pidana dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK, dapat

dijatuhkan hukuman tambahan yang telah diatur dalam Pasal 63 UUPK, yaitu

berupa:

a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian

konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. pencabutan izin usaha.

Selain memberikan tanggung jawab kepada konsumen berupa ganti

kerugian, SPBU juga wajib memberi sanksi terhadap karyawan yang melakukan

kesalahan sehingga menimbulkan kerugian pada konsumen, sanksi yang diberikan

harus sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. SPBU juga berkewajiban untuk

menekankan seluruh karyawannya untuk bekerja dan memberikan pelayanan

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dari SPBU tersebut sehingga

kegiatan operasional dari SPBU tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa

merugikan siapapun.

Page 54: BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perlindungan Konsumenrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/T1_312012055_BAB II... · Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki beberapa

69

Evaluasi SOP juga harus diterapkan oleh SPBU mengingat peran

karyawan sangat penting sehingga diperlukan evaluasi terhadap berjalannya SOP,

karena SOP merupakan sebuah dasar untuk karyawan SPBU agar dapat bekerja

dengan sungguh-sungguh menjadi sumber daya manusia ( SDM ) yang

professional, handal, dan jujur sehingga dapat mewujudkan visi dan misi dari

SPBU itu sendiri. Sanksi yang diberikan pada karyawan yang telah terbukti

melakukan pelanggaran hak konsumen dan menyebabkan konsumen mengalami

kerugian atas perbuatan tersebut dapat berupa peringatan dan jika dirasa sangat

fatal, sanksi dapat berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan

tersebut.