bab ii revisi pengaruh pajak
DESCRIPTION
skripsiTRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), adalah pengganti dari Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.1 Definisi Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak
yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., menyatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”(Mardiasmo, 2008:1)
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani, merumuskan:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
16
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”(Siti Kurnia R., 2010: 22)
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat
dianggap sebagai pajak yaitu :
1. Bersifat pajak dan bukan retribusi.
2. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah
serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
3. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
4. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi dan atau obyek
pajak pusat.
5. Potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang
negatif.
6. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta
menjaga kelestarian lingkungan.
2.1.2 Unsur dan Fungsi Pajak
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
17
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontrapestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Selain unsur-unsur pajak, dari definisi di atas terlihat adanya dua
fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi budgetair (anggaran), yaitu pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi regulerend (mengatur), yaitu pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.(Mardiasmo, 2008:1)
Berdasarkan fungsi pajak tersebut, dapat dipahami atau dimengerti
bahwa fungsi budgeter pajak dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) umumnya dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) pada khususnya yang dimaksud untuk mengisi kas negara
atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka pembiayaan pengeluaran
rutin pemerintah pusat atau daerah.
18
2.1.3 Jenis Pajak
Menurut Siti Kurnia R., (2010:52) ditinjau dari segi kriteria lembaga
atau instansi yang memungut pajak. Pajak dapat dibagi menjadi dua jenis
pajak, yaitu sebagai berikut :
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang diadministrasikan oleh
pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Keuangan, yakni
Direktorat Jenderal Pajak. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Pusat. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yang terdiri dari :
a. Pajak Penghasilan
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
c. Bea Materai
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah. Dibedakan dengan pajak pemerintah provinsi dan
pemerintah daerah tingkat II. Pajak pemerintah daerah tingkat I
(Provinsi) dan pajak daerah tingkat II (Kabupaten/Kota).
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah :
19
Jenis Pajak Provinsi terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.1.4 Sayarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila
terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
20
kurang. Menurut Mardiasmo (2008:2) agar pungutan pajak tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu :
1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan).
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata. serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak
bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan
Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat
Yuridis). Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warganya.
3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis). Pemungutan
tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil). Sesuai fungsi
budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
Iebih rendah dari hasil pemungutannya.
21
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana. Sistem pemungutan
yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.1.5 Asas Pemungutan Pajak
Dalam memungut suatu pajak, terdapat asas-asas atau prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan. Menurut Erly Suandy (2009:27) Asas-
asas pemungutan pajak yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam
Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal
"The Four Maxims", didasarkan pada:
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas
keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus
sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara
tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat
dikenai sanksi hukum.
3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat
waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang
tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib
pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak
menerima hadiah.
22
4. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan
pajak.
Menurut Mardiasmo (2002) mengungkapkan bahwa, di samping
penggunaan prinsip di atas, terdapat dua pendekatan yang lebih mudah
dilaksanakan, yaitu benefit approach dan ability to pay approach.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Benefit approach, dengan kata lain adalah prinsip pengenaan pajak
berdasarkan atas manfaat yang diterima oleh seorang wajib pajak
dari pembayaran pajak itu kepada pemerintah.
2. Ability to pay approach, disebut pula dengan prinsip kemampuan
untuk membayar atau berdasarkan daya pikul seorang wajib pajak.
Dengan kata lain ialah bahwa seorang wajib pajak akan dikenai
beban pajak sesuai dengan kemampuannya untuk membayar pajak.
Kedua pendekatan di atas adalah berdasarkan atas prinsip
kesamaan (equity), dimana prinsip kemanfaatan (benefit principle)
berdasarkan atas kesamaan manfaat yang diterima oleh wajib pajak
sesuai dengan pajak yang dibayarnya, sedangkan prinsip kemampuan
membayar (ability to pay principle) berdasarkan atas kesamaan
pengorbanan yang sesuai dengan kemampuan seorang wajib pajak untuk
23
membayar pajak. Untuk mengukur kemampuan membayar pajak dapat
dilihat dari tingkat pendapatan seorang wajib pajak.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Sistem pemungutan pajak daerah menerapkan dua sistem yaitu Self
Assesment dan Official Assesment. Wajib pajak diberikan kebebasan
untuk memilih salah satu dari kedua sistem tersebut. Self Assesment
merupakan sistem dimana wajib pajak menghitung dan menetapkan
sendiri besarnya pajak terutang melalui media Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD), sedangkan Official Assesment adalah perhitungan
dan penetapan pajak dilakukan oleh pejabat Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung berdasarkan laporan
dari wajib pajak, yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD) dan ditandatangani oleh pejabat DPPK Kabupaten Bandung.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), adalah pengganti dari Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000, telah memberikan batasan bahwa pajak daerah yang selanjutnya
disebut adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari batasan tersebut Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Daerah
(DPPK) Kabupaten Bandung melakukan pungutan terhadap sembilan
24
jenis pajak, dari hasil pemungutan pajak tersebut diharapkan dapat
membiayai tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di Kabupaten Bandung dalam rangka mencapai
masyarakat adil dan makmur. Kesembilan jenis pajak tersebut adalah :
1) Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Objek Pajak Hotel
adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau
Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau
Badan yang mengusahakan Hotel. Tarif Pajak Hotel ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah pembayaran.
2) Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau
minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah
makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
25
boga/katering. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang
disediakan oleh Restoran. Subjek Pajak Restoran adalah orang
pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari
Restoran. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen) atas pembayaran.
3) Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Objek Pajak
Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan
yang menikmati Hiburan. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi
sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
4) Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Objek
Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Subjek
Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
26
Reklame. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%
(dua puluh lima persen).
5) Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber
lain. Penggunaan listrik dari sumber lain adalah penggunaan tenaga
listrik selain pengguna tenaga listrik yang dihasilkan sendiri (genset,
trafo, dan lain-lain) yang bersumber baik tenaga listrik dari PLN
maupun Non PLN (swasta), tenaga energi mata hari, energi nuklir
dan lain-lain. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh
dari sumber lain. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang
pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Tarif
Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan
batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-
undangan di bidang mineral dan batubara. Objek Pajak Mineral
27
Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral
Bukan Logam dan Batuan. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil
Mineral Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima
persen).
7) Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah
keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara. Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat
Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Subjek
Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi
sebesar 30% (tiga puluh persen).
8) Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam
28
lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Objek Pajak
Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Tarif
Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen).
9) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. Objek Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Subjek Pajak Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Tarif Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi
sebesar 5% (lima persen).
29
Ciri-ciri dari pajak daerah menurut Kaho (1995) yaitu sebagai
berikut :
a. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada
daerah sebagai pajak daerah,
b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang,
c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-
undang dan atau peraturan hukum lainnya,
d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum politik.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah merupakan landasan hukum bagi pemerintah daerah
dalam mengeluarkan peraturan daerah (perda) untuk memungut pajak
dan retribusi di daerahnya masing-masing. Akan tetapi, perda-perda yang
akan dikeluarkan oleh pemda tentu tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk terhadap UU No.
18 Tahun 1997 yang telah diamandemen melalui UU No. 34 Tahun 2000
dan UU No. 28 Tahun 2009.
Menurut Saragih (2003), di samping jenis atau objek pajak daerah
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, daerah juga diberi keleluasaan
atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus
dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah sebagai berikut:
30
1. Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi;
2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
3. Potensinya memadai;
4. Tidak berdampak negatif terhadap perekonomian;
5. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan. Pendapatan asli daerah adalah salah satu dari sumber
pendapatan daerah. Yang dimaksud Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan di
dalam wilayahnya sendiri. Pendapatan asli daerah dipungut berdasarkan
peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
Pengertian pendapatan asli daerah (PAD) menurut Mardiasmo
(2002:132) menyatakan bahwa:
“Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”.
31
Sedangkan menurut Halim (2012:101) “Pendapatan Asli Daerah
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah”. Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan, yaitu sebagai berikut :
1. Pajak daerah,
2. Retribusi daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan,
4. Lain-lain PAD yang sah.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinyatakan oleh
Halim (2012:101) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD berdasarkan
Kepmendagri Nomor 21 Tahun 2012 perubahan ke dua atas Permendagri
59 Nomor Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
pedoman pengelolaan keuangan daerah, terdiri atas :
1) Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari
pajak. Pendapatan pajak dibedakan untuk provinsi dan untuk
kabupaten/kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Prubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dijabarkan lebih
lanjut ke dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
32
Menurut aturan tersebut, jenis pendapatan pajak untuk Provinsi
meliputi objek pendapatan, yaitu: Pajak kendaraan bermotor, Pajak
kendaraan di air, Bea balik nama kendaraan bermotor, Bea balik
nama kendaraan di air, Pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
Pajak air permukaan, dan Pajak rokok.
Selanjutnya jenis pajak kabupaten/kota meliputi objek
pendapatan, yaitu: Pajak hotel, Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak
reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian
golongan C, Pajak lingkugan, Pajak mineral bukan logam dan
batuan, Pajak parkir, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan
bangunan pedesaan dan perkotaan, dan BPHTB.
2) Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakaan pendapatan daerah yang berasal
dari retribusi.pendapatan retribusi menurut Permendagri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perbubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagai jabaran dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat dupungut oleh pemerintah
provinsi dan Kabupaten/kota dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut:
33
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan
atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
Objek pendapatan yang termasuk dalam kategori retribusi
jasa umum untuk pemerintah provinsi, terdiri atas: Retribusi
pelayanan kesehatan, Retribusi pengujian kendaraan bermotor,
Retribusi penggantian beban cetak peta, Retribusi pelayanan
tera/tera ulang, dan Retribusi pelayanan pendidikan.
Sedangkan retribusi jasa umum untuk pemerintah
kabupaten/kota,terdiri atas: Retribusi pelayanan kesehatan,
Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, Retribusi
penggantian beban cetak KTP dan beban cetak akta catatan
sipil, Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat,
Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, Retribusi
pelayanan pasar, Retribusi pengujian kendaraan bermotor,
Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, Retribusi
penyediaan dan/atau penyedotan kakus, Retribusi pengolahan
limbah cair, Retribusi penggantian beban cetak peta, Retribusi
pelayanan pendidikan, Retribusi pelayanan tera/tera ulang, dan
Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
34
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
Retribusi jasa usaha untuk pemerintah provinsi, terdiri
atas: retribusi, pemakaian kekayaan daerah, Retribusi jasa
usaha tempat pelelangan, Retribusi jasa usaha tempat
penginapan/pesanggrahan/villa, Retribusi jasa usaha
kepelabuhan, Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan oleh
raga, Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, Retribusi
jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, Retribusi jasa
usaha tempat khusus parkir, dan Retribusi penyebrangan di air.
Sedangkan, retribusi jasa usaha untuk pemerintah
kabupaten/kota, terdiri atas: Retribusi pemakaian kekayaan
daerah, Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan,
Retribusi jasa usaha tempat pelelangan, Retribusi jasa usaha
terminal, Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, Retribusi
jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa, Retribusi
jasa usaha rumah potong hewan, Retribusi penyebrangan di
air, Retribusi penyediaan/atau penyedotan kakus, Retribusi jasa
usaha pelayanan kepelabuhan, Retribusi jasa usaha tempat
rekreasi dan olahraga, Retribusi jasa usaha pengolahan limbah
cair, dan Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha
daerah.
35
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu oleh pemerintah daerah
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan
ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan
tertentu untuk pemerintah provinsi, yaitu: Retribusi izin trayek
dan Retribusi izin usaha perikanan.
Sedangkan jenis retribusi perizinan tertentu untuk
pemerintah kabupaten/kota, yaitu: Retribusi izin mendirikan
bangunan, Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol,
Retribusi izin gangguan, Retribusi izin trayek, dan Retribusi izin
usaha perikanan.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci
menurut objek pendapatan yang mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD;
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
negara/BUMN; dan
36
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal
dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi
objek pendapatan, yaitu: Hasil penjualan aset daerah yang tidak
dipisahkan; Jasa giro; Pendapatan bunga; Penerimaan atas tuntutan
ganti kerugian daerah; Penerimaan komisi, potongan, ataupun
bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan
jasa oleh daerah; Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing; Pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan; Pendapatan denda pajak; Pendapatan
denda retribusi; Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
Pendapatan dari pengembalian; Faslilitas sosial dan faslilitas umum;
Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan; dan Hasil pengelolaan
dana bergulir.
2.3 Hubungan Pajak Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sebagai wujud dari implementasi otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang
dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-
masing. Berlakunya otonomi daerah, daerah ditutut untuk dapat berkreasi
37
dalam mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung
pembiayaan pengeluaran daerah. Salah satu sumber dana untuk
membiayai sarana dan prasarana tersebut adalah Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang tersebut membawa
konsekuensi pada kemandirian daerah dalam mengoptimalkan
penerimaan daerahnya, memberikan lebih banyak kewenangan kepada
daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan untuk mengatur
sumber-sumber penerimaan daerah sebagai wujud pelaksanaan otonomi
daerah. Optimalisasi penerimaan daerah ini sangat penting bagi daerah
dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan secara mandiri dan
berkelanjutan. Sumber penerimaan daerah yang dapat menjamin
keberlangsungan pembangunan di daerah dapat diwujudkan dalam
bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sumber-sumber PAD tersebut terdiri atas hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Salah satu komponen
pendapatan asli daerah (PAD) yang memiliki kontibusi besar adalah dari
sektor pajak. Sektor pajak memiliki posisi sangat penting dan strategis
bagi pendapatan negara/daerah, sehingga hampir tidak dapat disangkal
38
bahwa pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi negara/ daerah.
(Siti Kurnia R, 2010: 55)
Penerimaan pajak menurut Agus Sambodo (1999:82) adalah
“Bertujuan untuk memasukan penerimaan uang kas Negara sebanyak-
banyaknya yaitu untuk mengisi APBN yang sesuai dengan target
penerimaan yang telah ditetapkan sehingga posisi anggaran pendapatan
dan pengeluaran seimbang (balance budget)”.
Dalam konteks keuangan, pemerintah daerah menerima aktiva,
penerimaan aktiva oleh pemerintah daerah pada umumnya berupa
pendapatan. Contoh pendapatan pemerintah daerah adalah pendapatan
asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. Oleh karena itu, pengertian
pendapatan menurut Abdul Halim (2012:106) menyatakan bahwa:
”Pendapatan adalah semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah saldo anggaran lebih, dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah”.
Pendapatan asli daerah memiliki peran penting dalam rangka
pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang
dimiliki daerahnya, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Sehingga jelas bahwa
pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.
Berdasarkan uraian di atas yang telah dikemukakan, bahwa terdapat
hubungan antara penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah. Maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak daerah
39
memiliki pengaruh terhadap pendapatan asli daerah yang akan diterima
oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten
Bandung.
2.4 Kajian Terhadap Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Rina Rahmawati Ruswandi
(2009), tentang Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994
hingga tahun 2008. Hasil penelitiannya menunjukkan, Pajak daerah
berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten
Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa jika
pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan
PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen (cateris paribus).
Penelitian yang ke dua oleh Septian Dwi Kurniawan (2010),
tentang Pengaruh Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponorogo selama
periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mulai bulan Januari
sampai bulan Desember. Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa
pajak daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar
1,90 dan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,873 dan keduanya sama-sama berpangaruh terhadap
peningkatan pendapatan asli daerah.