bab ii sensitivitas

26
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Muktahir Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai dampak pemasangan distributed generation terhadap rugi daya, jatuh tegangan dan faktor daya. Refrensi yang dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang membahas mengenai metode penempatan pembangkit tersebar untuk meng- hasilkan rugi daya minimum, namun penulis dari penelitian tersebut menggunakan metode penempatan yang berbeda, yaitu sectionaldengan cara membagi panjang penyulang. Berikut uraian singkat dari refrensi penelitian tersebut : 1. Dampak Pemasangan Distributed Generation Terhadap Rugirugi Daya(Elias K Bawaan, Teknik Listrik FMIPA Universitas Negeri Papua, 2012). Penelitian tersebut membahas tentang dampak pemasangan pembangkit tersebar tehadap rugi daya. Metode penempatan yang digunakan adalah metode Sectional, dengan mempresentasekan panjang penyulang dan parameter yang digunakan adalah rugi daya pada sistem. Dalam penelitian tersebut didapat hasil bahwa injeksi pembangkit tersebar pada bus 77 (65% dari panjang saluran) dengan besar injeksi 85% dari kapasitas DG, menghasilkan penurunan rugi daya sebesar 140,75 kW dari total rugi daya pada kondisi eksisting. 2. Analisis Penempatan Pembangkit Tersebar pada Jaringan Distribusi 20 kV” ( Rizky P Putra, Teknik Elektro ITS, 2012). Penelitian ini membahas tentang pengaruh penempatan pembangkit tersebar terhadap profil tegangan dan faktor daya. Pembangkit tersebar jenis wind turbin ditempatkan pada bus dekat dengan pembangkitan, 1/3 saluran, 1/2 saluran, 3/4 saluran dan bus pada ujung saluran. Berdasarkan analisa dari pemasangan pembangkit tersebar pada beberapa bus, ditunjukan bahwa pemasangan wind

Upload: dodok-penghuni-surga

Post on 11-Jul-2016

55 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

TA

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Sensitivitas

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Muktahir

Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai dampak pemasangan distributed

generation terhadap rugi daya, jatuh tegangan dan faktor daya. Refrensi yang

dipilih dan digunakan sebagai acuan dari penelitian ini merupakan penelitian yang

membahas mengenai metode penempatan pembangkit tersebar untuk meng-

hasilkan rugi daya minimum, namun penulis dari penelitian tersebut

menggunakan metode penempatan yang berbeda, yaitu “sectional” dengan cara

membagi panjang penyulang. Berikut uraian singkat dari refrensi penelitian

tersebut :

1. “Dampak Pemasangan Distributed Generation Terhadap Rugi–rugi Daya”

(Elias K Bawaan, Teknik Listrik FMIPA Universitas Negeri Papua, 2012).

Penelitian tersebut membahas tentang dampak pemasangan pembangkit

tersebar tehadap rugi daya. Metode penempatan yang digunakan adalah metode

Sectional, dengan mempresentasekan panjang penyulang dan parameter yang

digunakan adalah rugi daya pada sistem. Dalam penelitian tersebut didapat hasil

bahwa injeksi pembangkit tersebar pada bus 77 (65% dari panjang saluran)

dengan besar injeksi 85% dari kapasitas DG, menghasilkan penurunan rugi daya

sebesar 140,75 kW dari total rugi daya pada kondisi eksisting.

2. “Analisis Penempatan Pembangkit Tersebar pada Jaringan Distribusi 20 kV” (

Rizky P Putra, Teknik Elektro ITS, 2012).

Penelitian ini membahas tentang pengaruh penempatan pembangkit

tersebar terhadap profil tegangan dan faktor daya. Pembangkit tersebar jenis wind

turbin ditempatkan pada bus dekat dengan pembangkitan, 1/3 saluran, 1/2 saluran,

3/4 saluran dan bus pada ujung saluran. Berdasarkan analisa dari pemasangan

pembangkit tersebar pada beberapa bus, ditunjukan bahwa pemasangan wind

Page 2: BAB II Sensitivitas

7

turbin lebih baik diletakkan pada bus 1 (dekat dengan pembangkitan) namun

pemasangan wind turbin akan menyebabkan turunya faktor daya pada sumber.

Jadi untuk meningkatkan faktor daya mencapai 95% dengan menambahkan

kapasitor bank berkapasitas 790 kVAR. Dari pembahasan tersebut dapat dilihat

bahwa semakin jauh pembangkit tersebar diletakkan dari sumber maka akan

mempengaruhi faktor daya pada bus-bus disekitarnya.

3. “Analisis Tegangan dan Losses terhadap Pemasangan Pembangkitan

Terdistribusi” (Budi Tjahjono, Politeknik Negeri Malang, 2010).

Penelitian ini membahas tentang pengaruh penempatan pembangkit

tersebar terhadap rugi daya dan profil tegangan. Penentuan lokasi Pembangkit

tersebar dilakukan dengan cara menghitung sensitivitas pada bus dekat dengan

pembangkitan, 1/3 saluran, 1/2 saluran, 2/3 saluran dan bus pada ujung saluran.

Penempatan DG menggunakan teori 2/3 saluran seperti metode penempatan

kapasitor. Jadi penempatan DG pada bus diposisi 2/3 saluran menghasilkan rugi

daya minimum yaitu 28,6 kW. Setelah penampatan DG terjadi peningkatan profil

tegangan pada saluran Penyulang III Keputih Rawang.

Tabel 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art)

No Nama

Penulis Judul Metode Hasil

1 Elias K

Bawaan

Dampak

Pemasangan

Distributed

Generation

Terhadap Rugi–

rugi Daya

Metode Sectional

Parameter rugi

daya

Injeksi pembangkit

tersebar pada bus 77 (65

% dari panjang saluran)

dengan besar injeksi

85% dari kapasitas

pembangkit tersebar

menghasilkan penurunan

rugi daya sebesar 140,75

kW dari rugi daya

eksisting.

Page 3: BAB II Sensitivitas

8

2 Rizky

Pratama

Putra

Analisis

Penempatan

Distributed

Generation pada

Jaringan

Distribusi 20 kV

Metode Sectional

Parameter : profil

tegangan dan

faktor daya

Pemasangan wind turbin

lebih baik diletakkan

pada bus 1 (dekat dengan

pembangkitan) namun

pemasangan wind turbin

akan menyebabkan

turunya faktor daya pada

sumber. Jadi untuk

meningkatkan faktor daya

mencapai 95% dengan

menambahkan kapasitor

bank berkapasitas 790

kVAR.

3 Budi

Tjahjono

Analisis

Tegangan dan

Losses terhadap

Pemasangan

Pembangkitan

Terdistribusi

Metode Sectional

dan Sensitivitas

Parameter : rugi

daya dan profil

tegangan

Pemasangan DG dapat

menurunkan losses

jaringan penyulang III

Keputih yang awalnya

48,7 kW setelah

terpasang DG menjadi

28,6 kW. Pemasangan

DG juga dapat

meningkatkan profil

tegangan pada sistem.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pembangkit Tersebar / Distributed Generation (DG)

Distributed Generation (DG) atau yang dikenal dengan pembangkitan

terdistribusi merupakan pemasangan unit pembangkit pada jaringan distribusi. DG

adalah sumber tenaga listrik yang mempunyai kapasitas terbatas. Pembangkitan

terdistribusi dapat mereduksi kebutuhan jaringan dalam skala besar walaupun

terjadi perubahan pada jaringan sistem tenaga listrik. Teknologi DG sangat

Page 4: BAB II Sensitivitas

9

diperlukan di sisi jaringan distribusi karena sistem tersebut dapat mengurangi rugi

daya pada sistem dan memperbaiki kualitas tegangan untuk terciptanya

kehandalan sistem tenaga listrik. Penggunaan DG dapat juga memperbaiki

effisiensi, sehingga dapat mempengaruhi performa dari pusat tenaga listrik.

(Tjahjono, 2010)

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dan mempertimbangkan sistem

kelistrikan di Indonesia, istilah Distributed Generation yang akan digunakan pada

penelitian ini adalah Keputusan Menteri ESDM nomor 1122K/30/MEM/2002

definisi pembangkit tenaga listrik skala kecil tersebar adalah pembangkit tenaga

listrik milik usaha kecil yang menggunakan energi terbarukan dengan jumlah daya

terpasang pada pusat pembangkit maksimal 1 MW. Energi terbarukan adalah

energi yang berasal dari energi angin, matahari, mikrohydro, sampah atau

buangan hasil pertanian, biodiesel, biogas dan sebagainya.

Rating dan kapasitas Distributed Generation dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Data Kapasitas dan rating DG

Kapasitas DG Daya Terpasang (MW)

Mikro 1 Watt < 5 kW

Kecil 5 kW < 5 MW

Sedang 5 MW < 50 MW

Besar 50 kW < 300 MW

Sumber : Jurnal Teknik ITS Vol. 1 No 1: B109-B113.

2.2.1.1 Perkembangan dan Teknologi Pembangkit Tersebar di Indonesia

Perkembangan pembangkit tersebar pada sistem tenaga diperkirakan akan

semakin menyebar. Uni Eropa sebagai pelopor DG memperkirakan penggunaan

pembangkit tersebar / Distributed Generation (DG) 12% dari total pembangkitan

pada tahun 2000, 13-18% pada tahun 2010 dan 15-22% pada tahun 2020. Oleh

karena itu saat ini perhatian mulai bergeser ke arah mempertimbangkan efek

kumulatif pada sistem tenaga akibat adanya level kapasitas DG yang signifikan.

Dapat diperkirakan bahwa DG ukuran besar akan memberikan dampak secara

Page 5: BAB II Sensitivitas

10

global. Penelitian-penelitian saat ini lebih memperhatikan dampak pemasangan

DG terhadap stabilitas sistem.

Indonesia memiliki potensi DG yang sangat besar, potensi didasarkan pada

dua kategori yaitu captive power yang dimiliki oleh pihak swasta atau industri dan

letak geografis Indonesia yang mendukung potensi pengembangan energi

terbarukan seperti energi geothermal, energi angin dan energi matahari.

Perencanaan sistem tenaga listrik dengan hadirnya distributed generation

membutuhkan sejumlah faktor yang penting seperti pemilihan teknologi yang

tepat, jumlah unit dan kapasitas yang digunakan, lokasi yang terbaik dan cara

penyambungan yang benar. Dampak pembangkit tersebar dalam operasi sistem

tenaga seperti rugi daya, profil tegangan, keandalan dan lainnya membutuhkan

evaluasi yang tepat. Pemilihan lokasi dan alokasi kapasitas pembangkit tersebar

merupakan sebuah persoalan yang kompleks. Penelitian ini hanya akan berfokus

pada strategi penampatan dan alokasi distributed generation terhadap rugi daya

listrik.

Teknologi pembangkit tersebar terus berkembang, tentunya dengan

pemanfaatan sumber energi primer berupa energi terbarukan seperti tenaga surya

yang belakangan ini mulai dirintis pembangunanya di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa pembangkit tersebar di Indonesia, saat ini dikelola oleh pihak PLN

maupun pihak swasta (Independent Power Producer). Sejak tahun 2002,

teknologi distributed generation / pembangkit tersebar di Indonesia dikenal

sebagai “Pembangkit Listrik Skala Kecil Tersebar”.

2.2.1.2 Masalah Jaringan dan Koneksi Pada Distributed Generation

Jaringan distribusi biasanya dirancang untuk tujuan yang berbeda dengan

jaringan transmisi. Perbedaan utamanya, biasanya sistem distribusi tidak didesain

untuk dihubungkan kepada pembangkit tenaga listrik, misalnya penyambungan

sebuah DG menyebabkan perubahan arus, oleh sebab itu diperlukan desain ulang

dari sistem proteksi agar dapat mendeteksi kesalahan lebih baik. Jaringan

distribusi biasanya didesain berbentuk radial atau loop. Oleh karena itu aliran

daya pada sistem distribusi biasanya satu arah. Pada jalur tegangan tinggi

Page 6: BAB II Sensitivitas

11

(jaringan transmisi), efek dari saluran atau hambatan Kabel (R) pada drop

tegangan adalah kecil, karena magnitude tertentu biasanya lebih kecil daripada

reaktansi (X), contohnya X/R > 5. Hal ini menyebabkan reaktansi adalah

parameter terpenting dalam hal drop tegangan dan rugu-rugi daya pada saluran.

Tahanan pada saluran distribusi menyebabkan proporsi drop tegangan yang

signifikan bersamaan dengan rugi daya pada saluran. Sehingga injeksi dari DG

memberikan pengaruh yang signifikan pada profil tegangan dan rugi daya.

Teknologi DG micro systems seperti photovoltaic modules, baterai, fuel

cell dan micro hydro turbines yang dikoneksikan menggunakan piranti antarmuka

converter pada jaringan akan memproduksi arus langsung. Piranti daya elektronik

medern memberikan solusi yang berbeda untuk mengkonversi arus DC ke AC,

tegangan dan arus aktif / reaktif sesuai frekuensi yang diperlukan. Power

electronic converters juga memberikan dampak kemungkinan untuk peng-

integrasian jaringan. Converter daya digunakan untuk mengontrol tegangan

jaringan distribusi. Hal tersebut dapat menyebabkan fluktuansi daya dan osilasi

pada jaringan distribusi meskipun kasus tersebut tergolong langka. Banyaknya

pilihan dalam menghubungkan jaringan distribusi dengan DG membuat analisa

permasalahan pengintegrasian menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, setiap

jaringan memerlukan analisa yang lebih rinci. Perkembangan standar industri

untuk desain pemasangan sebuah DG memerlukan standar interkoneksi dari

sumber DG untuk mencapai jaringan operasi yang aman. Standar yang biasa

digunakan berdasarkan rekomendasi IEEE (Institute of Electrical and Electronics

Engineers) / ANSI (American National Standards Institute). Putra, R.P (2012)

2.2.2 Saluran Distribusi Tenaga Listrik

Salah satu tahapan penyaluran tenaga listrik menuju konsumen, disalurkan

melalui saluran distribusi tegangan menengah. Sebagai jaringan utama, saluran

distribusi tenga listrik diharapkan mampu meminimalisir rugi daya / losses

jaringan, tanpa mengabaikan kestabilan tegangan yang harus dipenuhi oleh PT

PLN Persero selaku pemegang kuasa utama penyaluran energi listrik.

Ditetapkannya standar tegangan menengah sebagai tegangan operasi yang

Page 7: BAB II Sensitivitas

12

digunakan di Indonesia adalah 20 kV. Jaringan tegangan menengah biasanya

menggunakan penghantar saluran udara tanpa isolasi, kabel udara pilin / twisted

tegangan menengah, atau kabel bawah tanah tegangan menengah.

2.2.2.1 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)

Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah sebagai konstruksi

termurah untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Konstruksi ini

terbanyak digunakan untuk konsumen, ciri utama jaringan ini adalah penggunaan

penghantar telanjang yang ditopang dengan isolator pada tiang besi/beton.

Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus diperhatikan faktor

yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan seperti jarak aman minimum

yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 kV tersebut antar phasa atau

dengan bangunan atau dengan tanaman atau dengan jangkauan manusia.

Penggunaan penghantar ini tidak menjamin keamanan terhadap tegangan sentuh

yang dipersyaratkan akan tetapi untuk mengurangi resiko gangguan temporer.

Gambar 2.1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)

(Sumber : Buku 5 PT. PLN Persero Nomor :606.K/DIR/2010)

2.2.2.1.1 Penghantar Saluran Udara Tegangan Menengah

Pengoperasian saluran udara tegangan menengah perlu memper-

timbangkan konduktor yang digunakan dalam saluran tersebut. Penentuan jenis

konduktor sangat diperlukan untuk menentukan karakteristik mekanis maupun

karakteristik listrik saat aliran daya terjadi. Konduktor saluran distribusi berbentuk

kawat dengan bahan konduktor tanpa pelindung atau berbahan kawat. Konduktor

Page 8: BAB II Sensitivitas

13

saluran distribusi umumya berbahan tembaga atau alumunium dengan inti baja

(Alumunium Conductor, Steel-Reinforced atau ACSR) Jenis-jenis kawat

penghantar yang biasa digunakan antara lain (Pramono. 2010):

a. Tembaga dengan konduktivitas 100% (Cu 100%)

b. Tembaga dengan konduktivitas 97,5% (Cu 97,5%)

c. Alumunium dengan konduktivitas 61% (Al 61%)

Kawat penghantar alumunium telah mulai menggantikan kedudukan kawat

tembaga, untuk memperbesar kuat tarik dari kawat alumunium, digunakan

campuran alumunium (alumunium alloy). Untuk saluran transmisi tegangan

tinggi, dimana jarak antara menara atau tiang berjauhan, maka dibutuhkan kuat

tarik yang lebih tinggi, maka digunakan kawat penghantar ACSR. Kawat

penghantar alumunium, terdiri dari berbagai jenis, dengan lambang sebagai

berikut (Stevenson. 1994):

a. AAC (All-Alumunium Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya

terbuat dari alumunium.

b. AAAC (All-Alumunium-Alloy Conductor), yaitu kawat penghantar yang

seluruhnya terbuat dari campuran alumunium.

Gambar 2.2 Jenis-jenis Kawat Penghantar Tenaga Listrik

(sumber: Pramono, 2010)

2.2.2.1.2 Kemampuan Hantar Arus Penghantar Saluran Udara

Ketentuan data teknis kemampuan hantar arus penghantar pada ambient

temperatur 30°C memberikan kemampuan hantar arus jenis penghantar saluran

udara tegangan menengah dan jangkauan pada beban dan jatuh tegangan tertentu.

Page 9: BAB II Sensitivitas

14

Tabel 2.3 Tahanan ( R ) dan reaktansi ( XL ) penghantar AAC tegangan 20 kV (SPLN 64: 1985)

Luas

Penampang

(mm2)

Jari – Jari

(mm)

KHA GMR

(mm)

Impedansi urutan

positif (Ohm / km)

Impedansi

urutan Nol (Ohm

/ km)

16 2,2563 110 1,6380 1,8382 + j 0,4035 1,9862 + j 1,6910

25 2,8203 145 2,0475 1,1755 + j 0,3895 1,3245 + j 1,6770

35 3,3371 180 2,4227 0,8403 + j 0,3791 0,9883 + j 1,6666

50 3,9886 225 2,8957 0,5882 + j 0,3677 0,7362 + j 1,6552

70 4,7193 270 3,4262 0,4202 + j 0,3572 0,5682 + j 1,6447

95 5,4979 340 4,1674 0,3096 + j 0,3464 0,4576 + j 1,6339

150 6,9084 455 5,2365 0,1961 + j 0,3305 0,3441 + j 1,6180

240 8,7386 625 6,6238 0,1225 + j 0,3157 0,2705 + j 1,6032 Sumber : SPLN 41-6_1981 Hantaran Al (AAC)

Tabel 2.4 Tahanan ( R ) dan reaktansi ( XL ) penghantar AAAC tegangan 20 kV(SPLN 64: 1985)

Luas

Penampang

(mm2)

Jari - Jari

(mm)

KHA GMR

(mm)

Impedansi urutan

positif (Ohm / km)

Impedansi

urutan Nol (Ohm

/ km)

16 2,2563 105 1,6380 2,0161 + j 0,4036 2,1641 + j 1,6911

25 2,8203 135 2,0475 1,2903 + j 0,3895 1,4384 + j 1,6770

35 3,3371 170 2,4227 0,9217 + j 0,3790 1,0697 + j 1,6665

50 3,9886 210 2,8957 0,6452 + j 0,3678 0,7932 + j 1,6553

70 4,7193 155 3,4262 0,4608 + j 03572 0,6088 + j 1,6447

95 5,4979 320 4,1674 0,3096 + j 0,3449 0,4876 + j 1,6324

150 6,9084 425 5,2365 0,2162 + j 0,3305 0,3631 + j 1,6180

240 8,7386 585 6,6238 0,1344 + j 0,3158 0,2824 + j 1,6034 Sumber : SPLN 41-8_1981 Hantaran Al Campuran (A3C)

2.2.2.2 Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM)

Sistem listrik dari saluran distribusi bawah tanah dengan kabel banyak

ragamnya. Dahulu sistem di Jepang adalah sistem tiga-fasa tiga kawat dengan netral

yang tidak ditanahkan. Sekarang, sistem pembumiannya adalah dengan tahanan tinggi

Page 10: BAB II Sensitivitas

15

atau dengan reactor kompensasi, untuk mengkompensasikan arus pemuat pada kabel

guna menjamin bekerjanya rele serta guna membatasi besarnya tegangan lebih. Di

Eropa sistem pembumian dengan reactor banyak dipakai, sedang di Amerika sistem

pembumian langsung atau sistem pembumian dengan tahanan yang kecil banyak

digunakan. Juga di Jepang sekarang banyak terlihat sistem Amerika yang terakhir itu

dipakai, terutama untuk saluran kabel diatas 66 kV.

Konstruksi SKTM adalah konstruksi yang aman dan andal untuk

mendistribusikan tenaga listrik tegangan menengah, tetapi relatif lebih mahal

untuk penyaluran daya yang sama. Keadaan ini dimungkinkan dengan konstruksi

isolasi penghantar per Fase dan pelindung mekanis yang dipersyaratkan. Pada

rentang biaya yang diperlukan, konstruksi ditanam langsung adalah termurah bila

dibandingkan dengan penggunaan konduit atau bahkan tunneling (terowongan

beton / gorong-gorong).

Gambar 2.3 Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM)

(Sumber : Buku 5 PT. PLN Persero Nomor :606.K/DIR/2010)

Penggunaan Saluran Kabel bawah tanah Tegangan Menengah (SKTM)

sebagai jaringan utama pendistribusian tenaga listrik adalah sebagai upaya utama

peningkatan kwalitas pendistribusian. Dibandingkan dengan SUTM, penggunaan

SKTM akan memperkecil resiko kegagalan operasi akibat faktor eksternal /

meningkatkan keamanan ketenagalistrikan. Penerapan instalasi SKTM seringkali

tidak dapat lepas dari instalasi Saluran Udara Tegangan Menengah sebagai satu

kesatuan sistem distribusi sehingga masalah transisi konstruksi diantaranya tetap

harus dijadikan perhatian.

Page 11: BAB II Sensitivitas

16

2.2.2.2.1 Kemampuan Hantar Arus Penghantar Saluran Kabel Tanah

Kemampuan antar arus kabel bawah tanah baik tipe multi core atau

single core dibatasi oleh ketentuan sebagai berikut :

Suhu tanah 30°C

Resistance panas jenis tanah 100°C

Digelar sendiri / hanya satu kabel

Kabel digelar sedalam 70 cm dibawah permukaan tanah

Suhu penghantar maksimum 90° C untuk kabel berisolasi XPLE dan 65° C

untuk kabel berisolasi PVC.

Jenis Kabel yang digunakan pada saluran kabel tanah adalah :

NAAXSEY, Multicore yang memiliki spesifikasi yang terlihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.5 Impedansi Kabel Tanah Dengan Penghantar NAAXSEY

A

(mm2)

R

(Ω/km)

L

(mH/km)

C

(mf/km)

Impedansi

urutan positif

(Ω /km)

Impedansi

urutan Nol

(Ω/km)

150 0,206 0,33 0,26 0,206 + j 0,104 0,356 + j 0,312

240 0,125 0,31 0,31 0,125 + j0,097 0,275 +j0,029

300 0,100 0,30 0,34 0,100 + j0,094 0,250 + j0,282

Sumber : SPLN 43-5-4_1995 Kabel Tanah Inti Tiga Berisolasi XLPE Dan Berselubung

2.2.2.3 Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)

Untuk lebih meningkatkan keamanan dan keandalan penyaluran tenaga

listrik, penggunaan penghantar telanjang atau penghantar berisolasi setengah pada

konstruksi jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV, dapat juga

digantikan dengan konstruksi penghantar berisolasi penuh yang dipilin. Isolasi

penghantar tiap phasa tidak perlu di lindungi dengan pelindung mekanis. Berat

kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap pemilihan kekuatan beban kerja tiang

beton penopangnnya. Jenis kabel yang biasa digunakan pada saluran kabel udara

adalah kabel tanah tipe XPLE, NA2XSEBY, Medium Voltage Twisted Cable.

Page 12: BAB II Sensitivitas

17

Gambar 2.4 Kabel Udara Tegangan Menengah (KUTM)

(Sumber : Buku 5 PT. PLN Persero Nomor :606.K/DIR/2010)

2.2.2.3.1 Kemampuan Hantar Arus Penghantar Saluran Kabel Udara

Jenis Kabel yang biasa digunakan pada saluran kabel tanah adalah

N2XSEBY / NA2XSEBY yang memiliki spesifikasi seperti pada tabel 2.6

Tabel 2.6 Tahanan, induktansi dan kapasitansi kabel isolasi XLPE : N2XSEBY / NA2XSEBY

Tegangan 12 / 20 kV.

Penghantar Tahanan

pada AC

temp

900C

Saat Operasi Maksimum

kapasitas arus

temp 300C

Arus hub

singkat

selama

1 detik Luas

penampang

Cu

/Al

Induktansi

(L)

Kapasitansi

(C)

di

tanah

di

udara

mm2 Ohm/km mH/km mF/km Amp Amp kA

3 35 CU 0,6680 0,520 0,131 164 173 5,01

Al 1,1130 0,520 0,131 127 139 3,29

3 50 Cu 0,4940 0,497 0,143 194 206 7,15

Al 0,8220 0,497 0,143 148 161 4,70

3 70 Cu 0,3420 0,467 0,162 236 257 10,01

Al 0,5680 0,467 0,162 179 204 6,58

3 95 Cu 0,2470 0,445 0,180 283 313 13,59

Al 0,4110 0,445 0,180 214 242 8,93

3 120 Cu 0,1960 0,430 0,195 322 360 17,16

Al 0,3250 0,430 0,195 246 292 11,28

3 150 Cu 0,1590 0,414 0,213 362 410 21,45

Page 13: BAB II Sensitivitas

18

Al 0,2650 0,414 0,213 264 313 14,10

3 185 Cu 0,1280 0,404 0,227 409 469 26,46

Al 0,2110 0,404 0,227 308 365 17,39

3 240 Cu 0,0980 0,382 0,263 474 553 34,32

Al 0,1620 0,382 0,273 358 425 22,56

3 300 Cu 0,0790 0,376 0,276 533 629 42,90

Al 0,1300 0,376 0,276 398 481 28,20 Sumber : SPLN 43-5-2_1995 Kabel Pilin Udara Berisolasi XLPE dan Berselubung

2.3 Analisis Aliran Daya

Analisis aliran daya dapat digunakan untuk memperoleh informasi

menganai sistem kerja aliran daya ketenagalistrikan dalam kondisi operasi steady

state. Analisis aliran daya dapat menganalisis pembangkitan sistem kelistrikan

dan pembebanan yang mengalir pada saat analisis. Hasil analisis dapat digunakan

sebagai bahan evalusi sistem kelistrikan. Analisis ini juga memerlukan informasi

aliran daya dalam kondisi normal maupun darurat (Cekdin, 2006). Studi aliran

daya merupakan penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif maupun

daya reaktif yang terdapat pada berbagai titik jaringan listrik pada keadaan

pengoperasian normal, baik yang sedang berjalan maupun yang diharapkan akan

terjadi di masa yang akan datang (Stevenson, 1996). Masalah aliran daya

mencakup perhitungan aliran dan tegangan sistem pada terminal tertentu atau bus

tertentu. Representasi fasa tunggal selalu dilakukan karena sistem dianggap

seimbang.

Dalam perencanaan pengembangan sistem untuk masa yang akan datang,

studi aliran daya sangat penting dilakukan. Hal tersebut dikarenakan dimasa yang

akan datang tidak diketahui secara pasti kondisi yang akan dianalisis, maka dalam

analisis aliran daya dapat dilakukan asumsi terhadap pengembangan sistem tenaga

listrik. Hal penting yang dapat diperoleh dari studi aliran daya adalah besar dan

sudut fasa tegangan pada setiap bus dan daya nyata serta daya reaktif yang

mengalir dalam setiap saluran.

Lanjutan Tabel 2.6

Page 14: BAB II Sensitivitas

19

Adapun tujuan dari studi analisis aliran daya antara lain untuk mengetahui

tegangan-tegangan pada setiap bus yang ada dalam sistem, baik magnitude

maupun sudut fasa tegangan.

1. Untuk mengetahui daya aktif dan daya reaktif yang mengalir dalam setiap

saluran yang ada dalam sistem.

2. Untuk mengetahui kondisi dari semua peralatan, apakah memenuhi batas-batas

yang ditentukan untuk menyalurkan daya listrik yang diinginkan.

3. Untuk memperoleh kondisi mula pada perencanaan sistem yang baru.

4. Untuk memperoleh kondisi awal dalam studi-studi selanjutnya seperti : studi

hubung singkat, stabilitas, dan pembebanan ekonomis.

Beberapa hal di atas inilah yang sangat diperlukan untuk menganalisis

keadaan sekarang dari sistem guna perencanaan perluasan sistem yang akan

datang. Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemodelan

terhadap sistem yang akan dianalisis.

2.3.1 Klasifikasi Bus

Aliran daya merupakan analisis dimana daya listrik yang disalurkan akan

selalu mengalir menuju beban. Nilai yang diperoleh dari hasil analisis adalah nilai

aliran daya dan rugi daya dalam setiap saluran distribusi yang dapat diketahui

dengan terlebih dahulu menghitung besar (magnitude) tegangan dan sudut fasa

tegangan pada setiap bus dalam sistem tenaga listrik yang dianalisis. Terdapat 4

(empat) parameter atau besaran pada setiap bus dalam sistem tenaga listrik,

meliputi (Sulasno, 1993) :

1. Injeksi netto daya nyata (net real power injected), mempunyai simbol “P”

dengan satuan Mega Watt (MW).

2. Injeksi netto daya semu (net reactive power injected), memiliki simbol ”Q”

dengan satuan Mega Volt Ampere Reaktif (MVAR).

3. Besaran (magnitude) tegangan, mempunyai simbol “V” dengan satuan kilo

Volt (kV).

4. Sudut fasa tegangan, mempunyai simbol “” dengan satuan radian.

Page 15: BAB II Sensitivitas

20

Dalam analisis aliran daya pada setiap bus sistem tenaga listrik, maka

harus diketahui dua buah besaran dari empat besaran yang terdapat pada setiap

bus sistem tenaga listrik dimana tergantung pada parameter–parameter yang telah

diketahui sebelumnya. Dengan demikian setiap bus dalam sistem tenaga listrik

dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu (Sulasno,1993) :

1. Bus Beban (Load Bus)

Load bus biasanya disebut bus P,Q, karena besaran-besaran yang diketahui

adalah P dan Q, sedangkan besaran V dan tidak diketahui.

2. Bus Kontrol (Generator Bus)

Generator bus biasanya disebut bus P, V, dimana hanya besaran P dan V saja

yang diketahui, sedangkan besaran dan Q tidak diketahui.

3. Bus Ayun (Slack Bus)

Besaran-besaran yang diketahui dalam slack bus adalah V dan , dimana

biasanya bernilai nol ( = 0). Selama perhitungan aliran daya, besaran V dan

akan tetap dan tidak berubah. Slack bus akan selalu memiliki generator

dimana kapasitas daya yang dimiliki paling besar.

2.3.2 Persamaan Aliran Daya

Persamaan umum analisis aliran daya mengenai arus yang mengalir dari

suatu bus ke bus yang lain dalam sistem ketenagalistrikan: (Pai,1979)

I1 = Y11 V1 + Y12 V2 + Y13 V3 + … + Y1nVn

I2 = Y21 V1 + Y22 V2 + Y23 V3 + … + Y2n Vn

I3 = Y31 V1 + Y32 V2 + Y33 V3 + … + Y3n Vn ………………………….

In = Yn1 V1 + Yn2 V2 + Yn3 V3 + … + Ynn Vn

Sederhananya dapat ditulis sebagai berikut :

Daya kompleks pada bus p tersebut adalah :

dengan memasukkan Persamaan (2.2) ke Persamaan (2.3) akan menghasilkan :

(2.1)

Page 16: BAB II Sensitivitas

21

Apabila bagian real dan imajiner dari Persamaan (2.4) dipisahkan maka akan

diperoleh :

[ ∑

]

[ ∑

]

Besaran daya pada sistem tenaga listrik juga dapat dinyatakan dalam 3 (tiga)

bentuk umum, antara lain (El-Hawary, 1982)

a. Bentuk Siku-siku (Rectangular Form).

b. Bentuk Kutub (Polar Form)

c. Bentuk Hibrid (Hybrid Form), yang merupakan perpaduan dari bentuk siku-

siku dan bentuk polar.

Jika tegangan dinyatakan dalam bentuk polar maka diperoleh persamaan :

Vp = Vp p

Vq = Vq q

Jika impedansi dinyatakan dalam bentuk siku-siku maka diperoleh persamaan :

Ypq = Gpq + jBpq

sehingga persamaan daya pada Persamaan (2.5) dan (2.6) akan menjadi :

| |∑| |[ ( ) ( )]

| |∑| |[ ( ) ( )]

Page 17: BAB II Sensitivitas

22

Analisis aliran daya pada saluran sistem tenaga listrik dapat ditentukan dengan

persamaan aliran daya kompleks saluran seperti berikut. :

Arus yang mengalir pada bus kirim (p) dari suatu saluran p ke q adalah :

( )

dimana :

ypq = admitansi saluran

= admitansi line charging total

= arus yang mengalir pada bus p akibat adanya line charging.

Sehingga dapat diketahui daya yang mengalir dari bus p ke bus q adalah :

Sedangkan arus yang mengalir dari bus q ke bus p adalah :

( )

Jadi daya yang mengalir dari bus q ke bus p adalah :

Dari persamaan persamaan tersebut dapat diketahui untuk rugi daya pada

saluran p-q (SLpq) menjadi :

SLpq = Spq + Sqp ……………………………….……………………………………………….. (2.14)

2.3.3 Pembentukan Matrik Admitansi Bus

Simpul merupakan, jika terdapat sambungan yang terbentuk apabila dua

atau lebih unsur murni (R, L, atau C, atau suatu sumber tegangan atau sumber arus

ideal) dihubungkan antara yang satu dengan yang lain pada ujung-ujungnya.

Page 18: BAB II Sensitivitas

23

Gambar 2.5 menunjukkan single line diagram dari suatu sistem sederhana.

Dari Gambar 2.5 digambarkan generator dihubungkan pada rel daya tegangan

tinggi 1 dan 3 yang melalui transformator dan mencatu suatu beban motor

serempak pada rel daya 2. Diagram reaktansi dari single line diagram tersebut

diperlihatkan pada Gambar 2.6 dimana digambarkan hanya simpul-simpul besar

saja yang diberi penomoran. Sedangkan Gambar 27 merupakan diagram reaktansi

yang digantikan dengan sumber arus ekivalen dan admitansi shunt ekivalen.

Gambar 2.5 Diagram Segaris Suatu Sistem Sederhana

(Sumber : Buku Analisa Sistem Tenga Listrik Stevenson,1996).

Gambar 2.6 Diagram Reaktansi Untuk Sistem Pada Gambar 2.12 (Stevenson,1994).

(Sumber : Buku Analisa Sistem Tenga Listrik Stevenson,1996).

Z10

Z30

Z20

+

+

+

1

3

2

Ea

Eb

-

-

-

Ec

0

4 Z13

Z23

Z34

Z14

Z24

a

c

b

1

3

2

4

Page 19: BAB II Sensitivitas

24

Gambar 2.7 Rangkaian Dari Gambar 2.14 Diganti Dengan Sumber Arus Ekivalen

dan Admitansi Shunt Ekivalen

(Sumber : Buku Analisa Sistem Tenga Listrik Stevenson,1996).

Dari rangkaian pada gambar 2.5 - 2.7, dengan menerapkan hukum arus

Kirchhoff, menyamakan arus dari sumber yang mengalir menuju simpul dengan

arus yang meninggalkannya, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

berikut (Stevenson,1996) :

I1 = V1 y10 + (V1 - V3) y13 + (V1 - V4) y14

I1 = (y10 + y13 + y14) V1 - y13 V3 - y14 V4 ……………………… (2.15)

I2 = V2 y20 + (V2 - V3) y23 + (V2 - V4) y24

I2 = (y20 + y23 + y24) V2 – y23 V3 – y24 V4 ……………………… (2.16)

I3 = V3 y30 + (V3 – V1) y13 + (V3 – V2) y23 + (V3 – V4) y34

I3 = - y13 V1 – y23 V2 + (y30 + y13 + y23 + y34) V3 – y34 V4 ……… (2.17)

I4 = (V4 – V1) y14 + (V4 – V2) y24 + (V4 – V3) y34

I4 = - y14 V1 – y24 V2 – y34 V3 + (y14 + y24 + y34) V4 ……………... (2.18)

Elemen diagonal dari matrik Ybus adalah seperti persamaan 2.19 :

Y11 = y10 + y13 + y14

Y22 = y20 + y23 + y24

Y33 = y30 + y13 + y23 + y34

Y44 = y14 + y24 + y34

……………………………………(2.19)

1

3

2

4 y13

y23

y34

y14

y24

0

y10

y30

y20

I1

I3

I2

Page 20: BAB II Sensitivitas

25

Sedangkan elemen bukan diagonal dari matrik Ybus seperti persamaan 2.20 :

Y13 = Y 31 = - y13

Y14 = Y 41 = - y14

Y23 = Y 32 = - y23

Y24 = Y 42 = - y24

Y34 = Y 43 = - y34

Sehingga persamaan dari I1, I2, I3, dan I4 dapat disederhanakan sebagai berikut :

I1 = Y11 V1 + Y13 V3 + Y14 V4 …………………………………… (2.21)

I2 = Y22 V2 + Y23 V3 + Y24 V4 …………………………………… (2.22)

I3 = Y13 V1 + Y23 V2 + Y33 V3 + Y34 V4 ………………………….. (2.23)

I4 = Y14 V1 + Y24 V2 + Y34 V3 + Y44 V4 …………………………. (2.24)

Dari persamaan tersebut diatas, maka dapat dibentuk persamaan matriksnya, yaitu

seperti persamaan 2.25:

I1 Y11 Y12 Y13 Y14 V1

I2 Y21 Y22 Y23 Y24 V2

I3 Y31 Y32 Y33 Y34 V3

I4 Y41 Y42 Y43 Y44 V4

Persamaan umum dari Persamaan 2.26 adalah :

………………………………………..(2.26)

dimana :

Ibus = Matriks kolom arus masuk bus

Ybus = Matriks admitansi bus

Vbus = Matriks kolom tegangan bus terhadap tanah

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada admitansi bus elemen

diagonalnya (Ypp) adalah jumlah admitansi dari semua elemen jaringan yang

terhubung dengan simpul p tersebut. Untuk elemen bukan diagonal (Ypq) adalah

= ………………………………...(2.25)

[ Ibus ] = [ Ybus ] . [ Vbus ]

……………………………………………….(2.20)

Page 21: BAB II Sensitivitas

26

sama dengan negatif admitansi dari elemen jaringan yang menghubungkan bus p

ke bus q. Karena pada jaringan sistem tenaga listrik tidak semua bus saling

terhubung satu dengan lainnya, maka akan terbentuk matrik Ybus yang terdiri dari

elemen-elemen yang bernilai nol jika antara bus-bus tersebut tidak memiliki

hubungan saluran distribusi dan elemen-elemen yang tidak bernilai nol jika antara

bus-bus tersebut memiliki hubungan saluran distribusi (Stevenson, 1996).

2.3.4 Metode Penyelesaian Studi Aliran Daya

Dalam melakukan analisis aliran daya metode yang lebih sering

menggunakan metode Gauss-Seidel dan metode Newton Raphson. Kelebihan

Metode Newton Raphson memiliki proses iterasi yang yang sedikit dan lebih

cepat mencapai konvergen, namun dalam melakukan iterasi memerlukan waktu

yang sangat lama.

2.3.5 Penerapan Metode Newton Raphson Pada Analisis Aliran Daya

Metode Newton Raphson pada dasarnya merupakan metode Gauss-

Seidel yang telah diperluas dan disempurnakan. Metode ini dapat mengatasi

kelemahan dari metode Gauss Seidel antara lain dalam hal ketelitian dan jumlah

iterasi (Sulasno, 1993).

Dalam analisis aliran daya, terdapat dua persamaan yang harus

diselesaikan pada tiap-tiap bus sistem tenaga listrik yang dianalisis. Kedua

persamaan tersebut seperti pada Persamaan (2.27) dan Persamaan (2.28):

| |∑| |[ ( ) ( )]

| |∑| |[ ( ) ( )]

Dalam penyelesaian analisis iterasi pada metode Newton Raphson, nilai

dari daya aktif (Pp) dan daya reaktif (Qp) yang telah dihitung harus dibandingkan

Page 22: BAB II Sensitivitas

27

dengan nilai yang ditetapkan, dengan menggunakan persamaan analisis sebagai

berikut (M.A.Pai,1979) :

Pp = Ppspec

– Ppcalc

| |∑| |[ ( ) ( )]

p = 1,2,…,n ; p s

Qp = Qpspec

– Qpcalc

| |∑| |[ ( ) ( )]

p = 1,2,…,n ; p s ; p g

Superskrip spec merupakan yang ditetapkan (specified) dan calc merupakan yang

dihitung (calculated). Analisis proses iterasi ini berlangsung hingga perubahan

daya aktif (Pp) dan perubahan daya reaktif (Qp) tersebut telah mencapai nilai

konvergen ( ) yang telah ditentukan. Umumnya nilai konvergen yang ditentukan

berkisaran antara 0,01 sampai 0,0001 (Sulasno, 1993).

Matrik Jacobian terdiri dari turunan parsial dari P dan Q terhadap masing-

masing variabel, besar dan sudut fasa tegangan. Nilai besar dan sudut fasa

tegangan yang diasumsikan serta daya aktif dan daya reaktif yang dihitung

digunakan untuk mendapatkan elemen-elemen Jacobian. Setelah itu akan

diperoleh harga dari perubahan besar tegangan, | |

| |, dan perubahan sudut fasa

tegangan, . Secara umum persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Pai,

1979):

[

]

[

]

[

| |

| |]

Page 23: BAB II Sensitivitas

28

………………………………...... (2.33)

......... (2.32)

Submatrik H, N, J, L menunjukkan turunan parsial dari Persamaan (2.30) dan

(2.31) terhadap V dan , dimana matrik tersebut disebut matrik Jacobian. Nilai

dari masing-masing elemen Jacobian sebagai berikut (Pai, 1979):

a. Untuk p q

| || |[ ( ) ( )]

| | | || |[ ( ) ( )]

| || |[ ( ) ( )]

| | | || |[ ( ) ( )]

b. Untuk p = q

| |

| | | |

| |

| |

Berdasarkan:

| |∑| |[ ( ) ( )]

| |∑| |[ ( ) ( )]

Page 24: BAB II Sensitivitas

29

Setelah seluruh persamaan diselesaikan, maka harga dari magnitude

tegangan dan sudut fasa tegangan yang baru dapat diperoleh dengan

menambahkan nilai koreksi magnitude tegangan dan sudut fasa tegangan dengan

nilai sebelumnya (Pai, 1979):

| | | | | | | | ( | |

| | )

2.4 Sensitivitas Bus

Sensitivitas adalah perbandingan antara perubahan nilai pada variabel

bebas terhadap perubahan pada variabel tak bebas. Analisis sensitivitas pada

sistem tenaga listrik meliputi penentuan variabel tegangan dan variabel rugi daya.

Untuk mengetahui sensitivitas suatu bus dalam variabel rugi daya, dapat dihitung

dengan cara membandingkan nilai rugi daya pada sistem dengan total beban yang

terhubung pada bus. Penempatan DG pada bus dengan sensitivitas tinggi dapat

secara signifikan menurunkan rugi daya pada sistem tenaga listrik. Bus dengan

nilai sensitivitas besar adalah bus kandidat terbaik apabila diinjeksi pembangkit

tersebar, karena pemasangan pembangkit tersebar akan memberikan suplai tenaga

listrik tambahan yang dapat menurunkan besarnya rugi daya dan meningkatkan

profil tegangan pada sistem (Acharya, 2006).

Pada penelitian ini nilai sensitivitas bus didapat dengan menggunakan persamaan :

ƴ bus p =

............................................................................................... (2.36)

dimana :

ƴ = sensitivitas

= peningkatan rugi daya penyulang (kW)

= peningkatan load / beban bus p (kW)

Page 25: BAB II Sensitivitas

30

Nilai adalah nilai rugi daya aktif pada sistem yang didapat melalui persamaan :

PLpq = Ʃ (Ppq + Pqp) .................................................................................... (2.37)

dimana :

m = jumlah saluran

Nilai adalah nilai peningkatan total beban pada setiap bus p. ditentukan

dengan memvariasikan pembebanan pada bus p dari beban minimum sampai

dengan beban maksimum.

2.5 Pengertian Susut / (Losses)

Susut energi adalah sejumlah energi yang hilang dalam proses pengaliran

energi listrik mulai dari Gardu Induk sampai dengan konsumen. Apabila tidak

terdapat Gardu Induk, susut dimulai dari Gardu distribusi sampai dengan

konsumen”. Terjadinya susut atau rugi rugi energi pada sistem kelistrikan

merupakan salah satu acuan untuk mengetahui efesien atau tidaknya sistem

kelistrikan tersebut beroperasi. Perhitungan susut energi dilakukan dengan

menghitung selisih antara daya yang dibangkitkan dengan daya yang terjual.

Karena itulah ukuran efisiensi pada sistem ketenagalistrikan sangat berkaitan

dengan susut yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, sebab susut sangat

berpengaruh dengan jumlah energi yang hilang dengan energi yang dibangkitkan.

2.5.1 Analisis Susut Daya

Arus beban dan tahanan penghantar sangat mempengaruhi susut daya yang

dapat terjadi. Arus beban dipengaruhi oleh pola konsumsi pelanggan perumahan

dengan fluxtuansi konsumsi energi listrik sangat besar pada siang dan malam hari

serta pelanggan industri dengan fluktuansi konsumsi energi sepanjang hari yang

hampir sama. Fluktuasi beban tersebut akan mempengaruhi total pembangkitan

untuk menyuplai beban tersebut. Untuk persamaan susut daya dapat di uraikan

sebagai berikut:

........... (2.39)

m

Page 26: BAB II Sensitivitas

31

2.5.2 Analisis Susut Tegangan

Jatuh tegangan pada saluran distribusi adalah selisih antara tegangan pada

pangkal pengirim (sending end) dan tegangan pada ujung penerima (receiving

end) tenaga listrik. Pada saluran bolak balik besarnya tergantung dari impedansi

dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya. Persamaan jatuh tegangan

dinyatakan dalam rumus:

Dimana:

Vs = tegangan pada pangkal pengirirman

Vr = tegangan pada ujung penerimaan

Akibat terjadinya rugi tegangan pada saluran maka tegangan khususnya

ditempat yang paling jauh dengan sumber tenaga akan lebih kecil dari tegangan

nominal. Adanya tegangan pada sebuah penghantar menyebabkan arus mengalir

melalui penghantar tersebut. Bila situasi ini terjadi pada saluran distribusi yang

panjang, hal ini dapat menyebabkan penurunan tegangan, Penurunan tegangan ini

akibat usaha yang harus dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan terhadap aliran arus

dan harus disalurkan dari tegangan sumber agar mendapatkan tegangan yang

sebenarnya pada beban.