bab ii silsilah dan sejarah berdirinya tarikat ... tarikat syattariyah, tarikat sammaniyah, tarikat...
TRANSCRIPT
Universitas Indonesia
BAB II
SILSILAH DAN SEJARAH BERDIRINYA TARIKAT NAQSYABANDIYAH
HAQQANI
Tarikat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarikat besar yang sudah ada di
Indonesia selain dari Tarikat Qadiriyah, Tarikat Saziliyah, Tarikat Khalwatiyah,
Tarikat Syattariyah, Tarikat Sammaniyah, Tarikat Tijaniyah, dan Tarikat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah atau disingkat dengan TQN, dan sebagainya. Tarikat
Naqsyabandiyah merupakan tarikat yang didirikan oleh seorang pemuka tasawuf
terkenal, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari
Naqsyabandi. Beliau dilahirkan pada tahun 717 H di sebuah desa bernama Qashrul
‘Arifan, kurang lebih 4 mil dari Bukhara, Sovyet, Rusia, tempat lahir Imam Bukhari.
Syekh Bahauddin Naqsyabandi wafat pada tahun 791 H (1391 M), dengan
meninggalkan Tarikat Naqsyabandiyah yang tersebar luas di benua Asia dan Afrika.1
Nama “Naqsyabandiyah” menurut Syekh Najmuddin Amir al-Kurdi dalam
kitabnya Tanwīrul Qulub berasal dari dua buah kata bahasa Arab, “naqsy” dan
“band”. Kata “naqsy” artinya ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau
benda lainnya, sedangkan kata band” artinya bendera atau layar besar. Jadi, kata
“Naqsyabandi” maksudnya adalah ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu
benda, melekat, tidak dapat terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau
spanduk besar. Dikatakan demikian, karena Syekh Bahauddin Naqsyabandi semasa
hidupnya senantiasa berzikir mengingat Allah Swt., sepanjang waktu. Oleh karena
sering berzikir itulah, seolah-olah di hatinya telah terukir lafaz “Allah” dan sudah
melekat ketat dalam kalbunya.2
Perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan sangat
pesat. Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia, berawal dari para pelajar
Indonesia yang menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari (1626-1699)
dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat Naqsyabandiyah di
1 Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 23.
2 Ibid, hal. 7.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
19
Nusantara.3 Setiap tarikat harus memiliki silsilah atau garis keguruan yang sampai
kepada Nabi Muhammad Saw. Tarikat Naqsyabandiyah, merupakan salah satu tarikat
mukhtabar, yaitu tarikat yang diakui dan patut dihormati karena garis keguruannya
sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Berikut ini adalah bagan dari silsilah guru-
guru Naqsyabandiyah mengikuti garis Nabi Muhammad Saw. sampai kepada Syekh
Bahauddin Naqsyabandi:
Muhammad Saw.
Abu Bakar as-Shiddiq
Salman al-Farisi
Qāsim bin Muhammad bin A bi Bakar as-Shiddiq
Ja’far as-Shiddiq
Abu Yazid Thaifur al-Bistami
Abu al-Hasan al-Kharaqani
Abu ‘Ali al-Farmadzi
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani
Abd. al-Khaliq al-Ghujdawani
‘Arif al-Riwgari
Mahmud Anjir Faghnawi
3 Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:
Prenada Media, 2005, hal. 95.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
20
‘Azizan ‘Ali al-Ramitani
Muhammad Baba al-Sammasi
Amir Sayyid Kulal al-Bukhari
Muhammad Bahauddin Naqsyabandi.4
Dari bagan tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Tarikat
Naqsyabandiyah merupakan tarikat yang sudah ada sejak masa Abu Bakar as-Shiddiq
dan dilihat dari garis keguruannya masih berhubungan dengan Nabi Muhammad
Saw., kemudian turun-temurun sampai ke kepemimpinan Muhammad Bahauddin
Naqsyabandi.
Nama dalam suatu tarikat biasanya selalu dihubungkan dengan nama pendiri
atau nama dari mursyidnya, seperti yang dapat kita lihat pada Tarikat
Naqsyabandiyah yang berasal dari nama tokoh pendirinya yang kemudian setelah
meninggal, kedudukannya tersebut digantikan oleh murid-muridnya secara turun
temurun. Dengan bergantinya mursyid, maka nama tarikat tersebut juga mengalami
perubahan sesuai dengan nama tokoh pimpinan (mursyid) yang memimpin pada
tarikat tersebut. Seperti halnya yang akan penulis bahas dalam bab ini, yaitu Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani yang namanya diambil dari nama mursyidnya, yaitu Syekh
Nazim Adil al-Haqqani.
4 Ibid, hal. 114.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
21
2.2 Sejarah Berdirinya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Pada dasarnya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani berasal dari Tarikat
Naqsyabandiyah yang sudah ada sejak masa Abu Bakar as-Shiddiq5. Abu Bakar as-
Shiddiq merupakan sahabat Rasulullah Saw. yang paling setia. Ke mana pun
Rasulullah Saw. pergi, beliau selalu menemani, seperti halnya ketika Rasulullah Saw.
hijrah dari kota Makkah ke Madinah. Jadi, tidak mengherankan apabila Rasulullah
Saw. sangat menyayangi sahabatnya tersebut.
Ketika Rasulullah Saw. sedang menderita sakit keras, Abu Bakar as-Shiddiq
sudah ditunjuk oleh Rasulullah Saw. untuk menggantikan kedudukan Rasulullah
Saw. kelak sebagai khalifah pertama dalam Islam, apabila nanti Rasulullah Saw.
wafat. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan pula bahwa Abu Bakar as-Shiddiq
merupakan orang kedua dalam Islam setelah Rasulullah Saw. Rahasia spiritual dalam
Tarikat Naqsyabandiyah diturunkan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada khalifah Abu
Bakar as-Shiddiq di dalam sebuah gua yang dikenal dengan nama gua Tsur. Pada
peristiwa itu, ketika berada di dalam gua, Nabi Muhammad Saw. pernah berkata
kepada Abu Bakar:
Tidak perlu untuk berhenti di gua ini, tapi suatu peristiwa penting terjadi di sini. Cahaya akar
pohon spiritual yang akan menyebar ke seluruh umat, yaitu Cahaya yang datang langsung dari
hadirat ilahi, akan muncul dari sini. Allah Swt. telah memerintahkanku untuk
menyalurkannya ke dalam hatimu dan ke seluruh pengikut Naqsyabandi Sufi.6
Akan tetapi, ketika itu tarīqah (jalan) ini belum disebut dengan nama “Tarikat
Naqsyabandiyah”, melainkan lebih dikenal dengan sebutan “Anak-anak Abu Bakar
as-Shiddiq” atau disebut juga dengan istilah as-Shiddīqiyah.7 Dalam hal transmisi
spiritual, Abu Bakar as-Shiddiq merupakan orang pertama yang memberi instruksi
5 Nama sebenarnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im. Beliau
diberi gelar ‘Atiq, artinya yang paling sholeh dan dibebaskan dari api neraka, dan diberi kunyah Abu
Bakar, sedangkan gelar as-Shiddiq juga diberikan oleh Rasulullah karena beliau merupakan orang
kepercayaan Nabi Saw. lihat. Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX,
hal. 142. 6 Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas 1,Vol. 1, terj. Arief Hamdani, et al.,
Jakarta: Rabbani Sufi Institute of Indonesia, hal. 19. 7 Ibid.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
22
dalam metode membaca kalimat Lā ilāha illa Allāh yang keramat untuk memurnikan
hati dengan cara berzikir, dan sampai sekarang metode zikir tersebut masih dilakukan
dalam amalan-amalan Tarikat Naqsyabandiyah.8 Abu Bakar juga merupakan orang
pertama yang berani menghibahkan seluruh hartanya di jalan Allah Swt., demi
kelancaran dalam perjuangan Islam. Sejak Abu Bakar dibaiat dalam Tarikat
Naqsyabandiyah oleh Nabi Muhammad Saw., maka berdirilah Tarikat
Naqsyabandiyah yang keberadaannya masih tetap ada hingga sekarang ini.
Mengenai sejarah berdirinya Tarikat Naqsyabandiyah, dalam buku karya
Martin van Bruinessen yang berjudul Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia,
menyebutkan bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani seringkali dianggap sebagai
pendiri pertama Tarikat Naqsyabandiyah. Dialah yang merumuskan delapan asas
latihan spiritual yang masih dianggap sebagai paling mendasar dalam Tarikat
Naqsyabandiyah ini. Delapan asas tersebut terdapat dalam tarikat pada abad ke-13
dan abad ke-14. Rincian mengenai asas-asas Naqsyabandiyah tersebut, banyak ditulis
di berbagai sumber, salah satu di antaranya dipaparkan oleh Ian Richard Netton,
adalah sebagai berikut: husy dar dam (keadaan sadar ketika bernapas), nazar bar
qadam (memperhatikan langkah), safar dan watan (perjalanan di kampung
halamannya). Maksudnya adalah intropeksi diri, berusaha untuk mengenal dan
merubah kualitas diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Khalwat dar anjuman (sepi
dalam keramaian), yard kard (mengingat atau menyebut), bāzgasht (memperbarui),
nigah dasyt (waspada), dan yāddāst (mengingat kembali).9
Asas-asas Tarikat Naqsyabandiyah tersebut berbahasa Persia, dan selama
berabad-abad tulisan tentang tarikat ini masih terus ditulis dalam bahasa Persia.
Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan guru-guru setelahnya, yang semuanya tinggal di
Asia Tengah, secara kolektif terkenal dengan sebutan “khawajagan” yang berarti
‘para tuan guru’. Terkadang Yusuf al-Hamadani pun termasuk di antara khawajagan.
Pada periode khawajagan inilah Naqsyabandiyah memperoleh bentuk yang jelas
8Ibid, hal 38.
9 Ian Richard Netton, Sufi Ritual: The Parallel Universe, British: Curzon Press, 2000, hal. 77 et Seq.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
23
sebagai sebuah tarikat. Proses ini dianggap selesai dengan kegiatan yang dilakukan
Bahauddin Naqsyabandi.10
Nama Tarikat Naqsyabandiyah telah mengalami perubahan ketika silsilah
rantai emas Tarikat Naqsyabandiyah diwariskan kepada mursyid selanjutnya. Tarikat
Naqsyabandiyah pada masa Abu Bakar as-Shiddiq sampai masa Bayazid al-Bistami
dinamakan “as-Shiddīqiyah” atau disebut juga “Anak-anak Abu Bakar”. Dari masa
Bayazid sampai masa Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghujdawani dinamakan “at-
Tayfuriyyah”. Dari masa Sayyidina Abdul Khaliq al-Ghujdawani sampai masa Syekh
Bahauddin Naqsyabandi dinamakan “Khawajaganiyah”. Dari masa Syekh Bahauddin
Naqsyabandi sampai masanya Sayyidina Ubaidullah al-Ahrar dan Sayyidina Ahmad
Faruqi, dinamakan “Naqsyabandiyah”. Sejak masa Sayyidina Ahmad al-Faruqi
sampai masa Syekh Khalid al-Baghdadi dinamakan “Naqsyabandi-Mujadiddiyah”.
Pada masa Sayyidina Khalid al-Baghdadi hingga masa Sayyidina Syekh Isma’il
Syirwani dinamakan “Naqsyabandiyah-Khalidiyyah”. Sejak masa Sayyidina Isma’il
Syirwani sampai masa Sayyidina Syekh ‘Abdullah ad-Daghestani dinamakan
“Naqsyabandiyah Daghestani”.11
Sekarang pada masa Syekh Nazim Adil al-Haqqani,
nama tarikat ini berubah menjadi “Naqsyabandiyah Haqqani”. Dengan ini, dari masa
kepemimpinan Syekh Nazim-lah kemudian muncul nama Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani yang diambil dari nama belakang Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Perubahan
tersebut dilakukan setelah rahasia silsilah Tarikat Naqsyabandiyah diwariskan
kepadanya (Syekh Nazim).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani merupakan tarikat lanjutan dari para ulama sufi terdahulu sejak masa Abu
Bakar as-Shiddiq yang masih berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw., hingga
sampai pada masa kepemimpinan Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Hanya nama
tarikatnya yang sedikit berubah dengan menambahkan nama belakang mursyidnya
yang membimbing yang diletakkan di akhir nama tarikat tersebut. Perubahan nama
tarikat tersebut tidak hanya terjadi pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, melainkan
10
Martin van Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995, hal. 52. 11
Abdullah Mubarak, “Meditasi Sufistik pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani” (Skripsi Sarjana,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia), Depok, 2008, hal. 20.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
24
terjadi juga pada tarikat-tarikat besar lainnya, seperti yang kita ketahui bahwa Tarikat
Qadiriyah yang namanya berasal dari Syekh Abdul Qadir Jailani, Tarikat Maulawiyah
berasal dari nama Maulana Jalaluddin Rumi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Awal masuknya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia, nama tarikat
ini baru dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Meskipun demikian,
dalam dakwah dan pendekatannya kepada masyarakat melalui bidang seni musik dan
seni tari, yaitu tari Sema (whirling dervishes), Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani telah
berhasil menarik perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia hingga tidak sedikit
yang ingin bergabung dan dibaiat masuk ke dalam tarikat ini.
2.2.1 Silsilah Rantai Emas Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Garis keguruan dalam suatu tarikat memiliki peranan yang sangat
penting. Garis keguruan tersebut disebut dengan istilah “silsilah”. Martin van
Bruinessen dalam bukunya yang berjudul Tarikat Naqsyabandiyah di-
Indonesia, mengungkapkan bahwa “silsilah” merupakan hubungan nama-
nama yang sangat panjang atau disebut juga dengan istilah garis keguruan,
yang satu bertali dengan yang lain, biasanya tertulis rapi dalam bahasa Arab di
atas sepotong kertas, yang diserahkan kepada murid tarikat, sesudah ia
melakukan latihan dan amalan-amalan. Hal tersebut dianggap penting, sebab
bantuan kerohanian (tarikat) yang diambil dari guru-gurunya itu harus benar
dan silsilahnya tersebut harus berhubungan sampai Nabi Muhammad Saw.
Jika tidak, maka tarikat tersebut dianggap terputus dan bukan merupakan
warisan dari Nabi Muhammad Saw.12 Di samping itu, bersambungnya silsilah
tersebut merupakan indikator bahwa tarikat tersebut dianggap mukhtabar
(yang patut dihormati).13
12
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarikat, Solo: Ramadani, 1995, hal. 97. 13
Mulyati, et al., op. cit., hal. 27.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
25
Berdasarkan dari silsilah yang ada, rangkaian antara guru dan murid
pada suatu tarikat tidak selamanya saling mengenal dan berasal dari murid
langsung dari guru pendahulunya. Seperti yang kita lihat pada bagan silsilah
di bawah ini bahwa terdapat dua rangkaian yang berurutan antara guru dan
murid, ada yang tidak saling mengenal satu sama lain, dikarenakan beberapa
hal, di antaranya mereka tidak hidup dalam satu zaman, atau mereka hidup di
zaman yang sama, tetapi mereka tidak pernah bertemu selama hidupnya. Oleh
karena itulah, mereka dikenal dengan istilah barzakhi atau uwaisy14
. Adapun
ilmu yang didapat oleh gurunya tersebut dipercaya diperolehnya melalui
pertemuan di alam ruhani, yakni bukan pertemuan di alam sebenarnya.
Silsilah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani dimulai dari Abu Bakar as-
Shiddiq hingga sampai kepada Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Sebelumnya,
penulis sudah menjabarkan silsilah Tarikat Naqsyabandiyah yang garis
keguruannya dari Nabi Muhammad Saw. sampai kepada Syekh Bahauddin
Naqsyabandi. Pada pembahasan kali ini, penulis akan memaparkan silsilah
Tarikat Naqsyabandiyah yang hubungannya dimulai dari Nabi Muhammad
Saw., hingga sampai kepada Syekh Nazim Adil al-Haqqani dengan nama
tarikatnya, Naqsyabandiyah Haqqani. Jumlah keseluruhan mursyid pada
Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani sebanyak empat puluh mursyid. Rangkaian
guru dan murid tersebut kemudian dikenal dengan sebutan “Silsilah Rantai
Emas Naqsyabandiyah Haqqani”. Silsilah tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk bagan sebagai berikut:
14
Barzakhi, karena pembaiatan ternyata berasal dari alam barzah, alam antara, yaitu tempat
bersemayamnya ruh orang yang meninggal sebelum datangnya hari kebangkitan. Istilah Uwaisy
berasal dari nama Uwais al-Qarani, seorang Yaman yang sezaman dengan Nabi Muhammad Saw.,
yang tidak pernah berjumpa dengan Nabi Saw. ketika beliau masih hidup, tetapi dipercaya telah
diislamkan oleh ruh Rasulullah Saw. setelah beliau wafat. lihat Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah
di Indonesia, hal. 49.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
26
Muhammad Saw.
Abu Bakar as-Shiddiq
Salman al-Farisi
Qāsim bin Muhammad bin Abi Bakar as-Shiddiq
Ja’far as-Shiddiq
barzakhi
Abu Yazid Thaifur al-Bistami
barzakhi
Abu al-Hasan al-Kharaqani
Abu ‘Ali al-Farmadzi
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani
barzakhi
Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani
‘Arif al-Riwgari
Mahmud Anjir Faghnawi
‘Azizan ‘Ali al-Ramitani
barzakhi
Muhammad Baba al-Sammasi
Amir Sayyid Kulal al-Bukhari
Muhammad Bahauddin Naqsyabandi
Ala’uddin al-Bukari al-‘Attar
Yaqub al-Charkhi
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
27
Ubaidullah al-Ahrar
Muhammad az-Zahid
Darwisy Muhammad
Muhammad Khwaja al-Amkanaki
Muhammad al-Baqi bi-l-Lah
Ahmad al-Faruqi asy-Shirhindi
Muhammad al-Ma’sum
Muhammad Syaifuddin al-Faruqi al-Mujaddidi
As-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani
Syamsuddin Habib Allah
Abdullah ad-Dahlawi
Khalid al-Baghdadi
Ismail Muhammad asy-Syirwani
Khas Muhammad asy-Syirwani
Muhammad Effendi al-Yaraghi
Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni
Abu Ahmad as-Sughuri
Abu Muhammad al-Madani
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
28
Syarafuddin ad-Daghestani
Abdullah al-Fa’iz ad-Daghestani
Muhammad Nazim Adil al-Haqqani.15
Berdasarkan bagan di atas, terdapat beberapa hubungan yang bersifat barzakhi
yang dapat dibedakan berdasarkan angka tahun wafatnya para syekh waliullah
tersebut. Dilihat dari silsilah gurunya, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
bukanlah tarikat sembarangan, sebab tarikat tersebut memiliki silsilah guru
atau mursyid yang jelas dan masih ada hubungannya dengan Nabi
Muhammad Saw16
.
Selama perjalanan spiritualnya, Nabi Muhammad Saw. didampingi
oleh sahabatnya yang selalu setia menemaninya, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq.
Nabi Muhammad Saw. mempercayai Abu Bakar as-Shiddiq untuk memegang
tarikat ini, hingga akhirnya Abu Bakar as-Shiddiq dibaiat dalam Tarikat
Naqsyabandiyah. Setelah dibaiat, Abu Bakar as-Shiddiq lalu memanggil dan
mengumpulkan seluruh syekh dan wali Naqsyabandiyah atas perintah Nabi
Muhammad Saw. Syekh pada Tarikat Naqsyabandiyah tersebut merupakan
orang-orang pilihan yang kelak akan menggantikan kedudukan Abu Bakar as-
Shiddiq. Para syekh Tarikat Naqsyabandiyah dipertemukan dan dibaiat
(inisiasi) secara spiritual, yakni di alam ruh. Inilah yang disebut dengan istilah
barzakhi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Silsilah atau garis keguruan pada Tarikat Naqsyabandiyah sepeninggal
Abu Bakar as-Shiddiq, dipegang oleh mursyid urutan ketiga, yaitu Salman al-
Farisi. Beliau berasal dari keluarga Zoroastrian. Perjalanan spiritual yang
dialami oleh Salman al-Farisi cukup panjang. Sebelum menganut agama
15
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 116. 16
Berdasarkan silsilah keluarganya, Nabi Muhammad Saw. merupakan keturunan Nabi Ibrahim as.
Nama aslinya adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hashim. Beliau dilahirkan
pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal / 570 H, yang saat itu dikenal dengan tahun Gajah. lihat
Hamdani, Silsilah Rantai Emas-1, Vol. 1, hal. 10.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
29
Islam, beliau sempat masuk ke dalam agama Nasrani. Ketika Salman al-Farisi
bertemu dengan Rasulullah Saw., ia kemudian menganut agama Islam.
Salman al-Farisi sering mengikuti Nabi Muhammad Saw. dalam berbagai
peperangan, seperti halnya pada saat perang Badar, perang Uhud, dan perang-
perang lainnya.
Salman al-Farisi juga memainkan peran dalam suatu perang yang
bernama perang Khandaq. Dalam perang tersebut, beliau memberikan saran
kepada Rasulullah Saw. untuk membuat parit di sekeliling kota Madinah.
Rahasia Tarikat Naqsyabandiyah ini berada di bawah bimbingan Salman al-
Farisi sampai beliau wafat dan kemudian rahasia tersebut ia turunkan kepada
cucu laki-laki dari Abu Bakar as-Shiddiq yang bernama Qāsim bin
Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq. Beliau merupakan salah satu dari
tujuh ahli hukum terkenal di kota Madinah. Dilihat dari silsilah keluarganya,
ibunya merupakan puteri dari seorang raja Persia yang terakhir yang bernama
Yazdagir dan ia juga sekaligus keturunan dari Abu Bakar as-Shiddiq. Dalam
usianya yang ke-70 tahun, Qāsim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq
meninggal dunia.17
Setelah kematian Qāsim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq,
rahasia Tarikat Naqsyabandiyah kemudian ia wariskan kepada Ja’far as-
Shiddiq (w. 148/765) yang juga merupakan masih keturunan Khalifah Abu
Bakar as-Shiddiq. Kemudian di bawah Jafar as-Shiddiq ada Abu Yazid al-
Bistami. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin ‘Isa al-Bustami. Ia
lahir di Bistam, Persia, pada tahun 874 M dan meninggal dalam usia 73
tahun.18
Banyak ulama Muslim pada masanya dan setelah itu mengatakan
bahwa Bayazid al-Bistami adalah orang pertama yang menyebarkan realitas
kenihilan (fanā’), dan diikuti oleh baqā’. Bahkan ulama yang paling disiplin,
Ibn Taymiyya yang hidup diabad ke-7, mengagumi Bayazid karena hal ini dan
17
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 51. 18
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf: Dirasah Islamiyah IV, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001, hal. 174.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
30
menganggapnya sebagai salah satu gurunya. Mengenai hal ini, Ibn Taymiyya
berpendapat bahwa ada dua kategori ke-fanā’-an, satu ditujukan untuk yang
sempurna yaitu Nabi Muhammad Saw. dan para wali Naqsyabandiyah. Satu
kategori lagi ditujukan untuk para pencari cinta di antara para wali dan orang
shaleh. Menurutnya, Bayazid al-Bistami berasal dari kategori yang pertama
yang mengalami fanā’, yang artinya penolakan utuh semua hal kecuali
Tuhan.19
Dengan tercapainya fanā’ dan baqā’, maka sampailah Abu Yazid
kepada al-Ittihad. Dalam tingkatan seorang sufi merasa bahwa dirinya telah
menyatu dengan Tuhan dan yang disadari adalah wujud Tuhan.20
Abu Yazid diperkirakan belum pernah bertemu dengan guru-guru
sebelumnya, terutama guru-gurunya yang hidup di Irak. Sementara beliau
sendiri hidup di Khuzistan (Iran) bagian Timur Laut dan belum pernah pergi
ke Irak tempat guru-guru sebelumnya tinggal. Kedudukan Abu Yazid dalam
silsilah rantai emas Tarikat Naqsyabandiyah kemudian dilanjutkan oleh
khalifahnya yang bernama Abu Hasan al-Harqani. Beliau berasal dari daerah
yang sama dengan Abu Yazid al-Bistami. Beliau juga termasuk salah satu
mursyid dari silsilah Tarikat Naqsyabandiyah yang bersifat barzakhi. Diduga
ilmu tasawuf yang dianut oleh Abu Hasan al-Harqani memiliki kesamaan
dengan ilmu tasawuf yang dianut oleh Abu Yazid. Dalam hal ini, Abu Hasan
al-Harqani menganggap bahwa dirinya sebagai pewaris spiritual dari Abu
Yazid, dan Naqsyabandi yang belakangan percaya bahwa ia telah menerima
pelajaran secara barzakhi dari pendahulunya. Abu Ali Farmadi juga
merupakan guru dari Ahmad al-Ghazali. Selain itu, ia juga memiliki murid
yang bernama Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani21
. Silsilah barzakhi tersebut
19
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 61. 20
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 2002, hal. 83. 21
Yusuf al-Hamadani dilahirkan di Hamadan (Iran Barat). Awalnya ia menuntut ilmu di bidang ilmu
Fiqh Syai’I di kota Baghdad. Namun, tidak lama kemudian ia meninggalkan bidang ilmu tersebut
dan mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam bidang tasawuf. Dengan demikian, tidak heran jika ia
menghabiskan seluruh waktunya bersama guru-guru di Hamadan dan Asia Tengah. Dua orang Sufi
yang kemudian mengakuinya sebagai guru mereka, yakni Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani dan
Ahmad Yesevi, cikal bakal berdirinya Tarikat Yeseviyah dan Tarikat Bektasiyah di Turki. lihat
Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, hal. 51.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
31
bersambung kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan terus bersambung
sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi.22
Syekh Bahauddin mempelajari rahasia Tarikat Naqsyabandiyah
melalui guru pertamanya yang bernama Syekh Muhammad Baba al-Sammasi.
Selain itu, ia juga memiliki guru spiritual lainnya dari tarikat ini yaitu Syekh
Sayyid Amir Kulal al-Bukhari. Setelah Bahauddin wafat, silsilah tarikat ini
kemudian dilanjutkan oleh salah satu murid Syekh Bahauddin Naqsyabandi,
yaitu Alauddin Atthar. Beliau dikenal sebagai buah dari pohon pengetahuan
ilahi, kehidupan dari pengetahuan spiritual penghapus kegelapan, pemandu
para bangsawan dan orang-orang kebanyakan, pemandu terbaik yang
menerangi jalan menuju kehadirat ilahi. Atthar diangkat oleh Syekh
Bahauddin Naqsyabandi menjadi menantunya dengan menikahi puteri dari
Syekh Bahauddin Naqsyabandi.23 Setelah Atthar meninggal dunia, silsilah
rantai emas Naqsyabandiyah ini ia wariskan kepada salah satu dari sekian
banyak khalifahnya yang bernama Syekh Ya’qub Charqi.
Syekh Ya’qub al-Charqi dilahirkan di kota Jarkh, sebuah wilayah di
luar kota besar bernama Garnin yang terletak di antara dua buah kota yaitu
Kandahar dan Kabul, di Transoxiana.24
Syekh Ya’qub Charqi memiliki murid
yang bernama Ubaidullah al-Ahrar. Setelah Ubaidullah al-Ahrar, silsilah guru
rantai emas selanjutnya diturunkan kepada Darwisy Muhammad. Kemudian
dilanjutkan lagi oleh puteranya yang bernama Muhammad Khwaja al-
Amkanaki. Sesuai dengan namanya, beliau dilahirkan di desa yang bernama
Amkana, yakni sebuah desa yang terletak di kota Bukhara. Setelah wafat,
rahasia tarikat ini ia wariskan kepada Syekh Muayyiduddin Muhammad al-
Baqi Billah. Beliau masuk ke dalam Tarikat Naqsyabandiyah dan dibaiat
dalam tarikat ini oleh Syekh Muhammad Khwaja al-Amkanaki.
22
Ibid. 23
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-2, Vol.2, terj. Arief Hamdani, et al.,
Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 56. 24
Ibid, hal. 66.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
32
Muhammad Baqi-Billah kemudian mewarisi silsilah tarikat ini kepada
Ahmad Faruqi asy-Shirhindi, yakni salah seorang syekh dari Tarikat
Naqsyabandiyah yang berasal dari daerah yang bernama Shirhindi atau
Lahore, sekarang Pakistan. Beliau adalah syekh empat jalan sufi:
Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Qhistiyah, dan Suhrawardi. Kemudian beliau
lebih memilih Naqsyabandiyah karena beliau berkata bahwa Naqsyabandiyah
adalah “ibu dari semua jalan sufi”. Beliau meninggal pada tanggal 17 Safar
1034 H / 1624 M, pada usia 63 tahun.25
Setelah itu, Ahmad Faruqi asy-
Shirhindi memberikan rahasia Tarikat Naqsyabandiyah ini kepada Syekh
Muhammad Ma’sum. Silsilah tarikat ini terus berlanjut hingga sampai kepada
Syekh Abdullah Faiz ad-Daghestani, kemudian ia turunkan lagi kepada
generasi penerusnya, yaitu Syekh Nazim Adil al-Haqqani dengan
menambahkan nama belakang di akhir nama tarikatnya menjadi Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani.26
Perjalanan spiritual yang ditempuh oleh Syekh
Nazim Adil al-Haqqani akan diulas secara khusus pada pembahasan
berikutnya.
2.2.2 Sejarah Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Ke Indonesia
Tarikat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarikat yang mempunyai
dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat muslim di
berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarikat ini pertama kali berdiri di Asia
Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Secara
organisasi, aspek penting dari tarikat ini adalah afiliasi spiritualnya dengan
khalifah pertama Abu Bakar as-Shiddiq. Bahauddin Naqsyabandi sebagai
25
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-3, Vol.3, terj. Yayasan Haqqani
Indonesia; Yayasan Rabbani Sufi Institute of Indonesia, Jakarta: Rabbani Sufi Institute of Indonesia,
hal. 37. 26
Mengenai riwayat hidup para Syekh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani secara lengkap, lihat Silsilah
Rantai Emas Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, Vol.1 sampai dengan Vol.4.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
33
tokoh pendiri tarikat ini, dalam menyebarkan tarikatnya melalui tiga orang
muridnya yang bernama Ya’qub Charqi, Alauddin Atthar, dan Muhammad
Parsa. 27 Kemudian masing-masing dari tiga orang murid Syekh Bahauddin
tersebut memiliki beberapa orang murid lagi, begitu seterusnya.
Salah satu diantara murid-muridnya tersebut, yang paling menonjol
adalah Ubaidullah al-Ahrar. Beliau tidak lain adalah murid dari Ya’qub
Charqi. Hal yang membedakan dari Ubaidullah Ahrar dengan para Syekh
Naqsyabandi sebelumnya adalah pola yang digunakan Ubaidullah ketika
menyebarkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah, yaitu melalui pendekatan
politik dan menjalin hubungan baik dengan kalangan penguasa. Kemudian
setelah itu, muncul cabang-cabang dari Tarikat Naqsyabandiyah.28
Pola penyebaran yang digunakan oleh Ubaidullah Ahrar tersebut
kemudian diikuti oleh Syekh Tarikat Naqsyabandi pada generasi selanjutnya.
Dengan cara demikian, Ubaidullah Ahrar mampu memperoleh daerah
kekuasaan yang cukup luas, termasuk kedatangannya hingga sampai ke
Indonesia saat ini. Hanya saja, masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke
Indonesia bukan dibawakan langsung oleh Ubaidullah Ahrar secara langsung.
Tentunya hal tersebut dilakukan lagi oleh syekh Tarikat Naqsyabandiyah pada
generasi selanjutnya.
Kehadiran Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia sudah ada sejak dua
abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali—kendatipun bentuk
tarikat tersebut mungkin berbeda.29
Akan tetapi, hal tersebut tidak diketahui
dengan pasti sebenarnya siapa yang pertama kali membawa dan
memperkenalkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia. Berdasarkan
sumber yang diperoleh penulis, dikatakan bahwa masuknya Tarikat
Naqsyabandiyah ke Indonesia diperkenalkan oleh Syekh Yusuf Makassar
(1626-1699). Dikatakan demikian, karena sewaktu hidup ia merupakan orang
27
Mulyati, et al., op. cit., hal. 91 et Seq. 28
Ibid. 29
Bruinessen, op. cit., hal. 34.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
34
pertama yang menulis tentang Tarikat Naqsyabandiyah.30
Maka dari itu,
beliau dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat
Naqsyabandiyah ke Nusantara.
Berdasarkan silsilah keluarganya, Syekh Yusuf Makassar memiliki
ikatan darah dengan keluarga raja, yakni sebuah kerajaan kecil yang berada di
daerah Sulawesi Selatan yang bernama Kerajaan Islam Gowa. Syekh
Makassar dilahirkan di Makassar pada tahun 1626 M. Pada tahun 1644 dalam
usianya yang relatif masih sangat muda ia pergi ke Yaman31
dan diteruskan ke
Mekkah lalu Madinah untuk menuntut ilmu dan naik haji.32
Sepulangnya dari
negara Arab, Syekh Yusuf Makassar pulang ke Indonesia. Tujuan
kepulangannya ke Indonesia saat itu, bukan menuju ke kota kelahirannya.
Melainkan ia pergi ke wilayah Jawa Barat, tepatnya di kota Banten. Di kota
tersebut, ia menikahi seorang puteri Sultan Agung Tirtayasa yang berkuasa di
wilayah Banten saat itu.
Kehadiran Syekh Yusuf di Banten sangat berpengaruh sekali terhadap
perkembangan wilayah tersebut, terutama di bidang pendidikan. Dengan
usahanya yang keras, Syekh Yusuf mampu mengangkat nama baik Banten
sebagai pusat pendidikan Islam. Sehingga banyak para pelajar dari berbagai
wilayah di Indonesia berbondong-bondong ke kota itu untuk menuntut ilmu di
sana. Sejak saat itulah Syekh Yusuf memperoleh kepercayaan yang lebih dari
Sultan Banten dan kemudian menjadi salah satu penguasa wilayah tersebut.
Syekh Yusuf memimpin ribuan pasukan yang saat itu tengah berjuang
melawan penjajahan Belanda. Akan tetapi, kekuatan yang dimilikinya, tidak
30
Kebanyakan risalah-risalah dan surat-surat yang secara pasti ditulis oleh Syekh Yusuf ditulis dalam
bahasa Arab; beberapa karyanya sendiri dan beberapa lainnya yang didasarkan pada ajaran-
ajarannya juga dijumpai dalam bahasa Bugis. lihat Martin van Bruinessen, hal 36. 31
Setibanya di Yaman, beliau mempelajari Tarikat Naqsyabandiyah lewat seorang syekh Arab terkenal
yang bernama Muhammad ‘Abdl al-Baqi. Belakangan di Madinah beliau juga belajar Tarikat
Naqsyabandiyah kepada tokoh terkenal lainnya, Ibrahim al-Kurani, tetapi ia menyebut gurunya yang
satu ini hanya sebagai seorang Syekh Tarikat Syattariyah. Yusuf belajar kepada berbagai guru lain di
Makkah dan Madinah, dan mengadakan perjalanan hingga Damaskus. Di sini ia dibaiat masuk ke
dalam Tarikat Khalwatiyah. Seluruhnya, ia menghabiskan usia selama seperempat abad di negeri
Arab, dan menurut pengakuannya, ia telah mempelajari berbagai macam tarikat yang lain. lihat,
Bruinessen, hal. 34. 32
Sri Mulyati, et al., op. cit., hal. 96.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
35
sebanding dengan jumlah pasukan Belanda saat itu, hingga akhirnya Syekh
Yusuf berhasil ditawan oleh penjajah Belanda hingga ia wafat. Setelah Syekh
Yusuf wafat, Tarikat Naqsyabandiyah makin berkembang hingga ke berbagai
wilayah di Nusantara. Di Indonesia sendiri terdapat banyak macam-macam
tarikat besar, beberapa di antaranya adalah Tarikat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas, Tarikat
Qadiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani, Tarikat
Naqsyabandiyah yang kita ketahui telah didirikan oleh Syekh Bahauddin
Naqsyabandi yang memiliki cabang-cabang lagi yang berkembang di penjuru
tanah air.
Berawal dari Tarikat Naqsyabandiyah yang selanjutnya turun temurun
dari satu mursyid ke mursyid berikutnya dengan nama tarikat yang berbeda-
beda yang disesuaikan dengan nama mursyid yang memimpin saat itu.
Silsilah guru Tarikat Naqsyabandiyah sekarang, sampai kepada
kepemimpinan Syekh Nazim Adil al-Haqqani dengan nama tarikatnya yaitu
Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang saat ini mulai dikenal oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia dengan ciri khasnya yang dimiliki, yaitu zikir
dengan menggunakan musik dan juga terdapat tari Sema di dalamnya. Di
samping Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, juga masih banyak lagi tarikat-
tarikat besar lainnya yang ada di Indonesia dengan metode dakwah dan zikir
yang berbeda-beda.
Kedatangan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia dibawa
dan diperkenalkan oleh Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani ar-
Rabbani. Syekh Muhammad Hisham Kabbani adalah seorang ulama dan
syekh sufi yang berasal dari Lebanon. Berdasarkan dari silsilah keluarganya,
beliau masih keturunan Rasulullah Saw. Syekh Hisham tidak lain merupakan
khalifah (wakil), sekaligus menantu Syekh Nazim Adil al-Haqqani. Sejak usia
15 tahun, beliau telah menemani Syekh Abdullah ad-Daghestani dan Syekh
Muhammad Nazim Adil al-Haqqani, syekh agung Tarikat Naqsybandiyah.
Pada tahun 1991, Syekh Hisham diperintahkan oleh Syekh Nazim al-Haqqani
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
36
untuk pindah ke Amerika dan mendirikan Yayasan Tarikat Naqsyabandiyah di
sana. Sejak saat itu, beliau telah membuka 13 pusat sufi di Kanada dan
Amerika Serikat.33
Maulana Syekh Hisham memperkenalkan Tarikat Naqsyabandiyah ke
Indonesia bermula ketika masyarakat Indonesia mengikuti kajian yang
diadakan oleh Tarikat Naqsyabandiyah di Amerika Serikat. Sejak saat itulah,
muncul keinginan Maulana Syekh Hisham untuk menyebarkan Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia dan ingin membuka hubungan baik
dengan Indonesia di bidang spiritual Islam, yakni dengan mendirikan
beberapa zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani di Indonesia. Kemudian
pada tanggal 5 April 1997, Syekh Hisham berkunjung ke Indonesia dan
kemudian mendirikan zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang saat ini
sudah tersebar di penjuru tanah air Indonesia. Berdasarkan penuturan Presiden
Haqqani Indonesia, zawiyah Naqsyabandiyah Haqqani yang tersebar di
Jakarta sebanyak sepuluh zawiyah. Selain di Jakarta juga tersebar di wilayah
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Papua, pulau Sumatra, pulau
Bali, dan masih banyak lagi.34
Selain itu, Syekh Hisham juga mendirikan Yayasan Haqqani Sufi
Institute of Indonesia di Jakarta. Kemudian pada tahun 2004, Syekh Hisham
datang lagi ke Indonesia untuk mendirikan yayasan yang kedua, yaitu
Yayasan Rabbani Sufi Institut Indonesia. Sampai saat ini, Syekh Hisham
memiliki ribuan murid Naqsyabandiyah Haqqani di beberapa wilayah
Indonesia, yang semuanya terwadah dalam suatu keluarga besar Jamaah
33 Dikutip dari website resmi Yayasan Haqqani Sufi Indonesia atas anjuran Arief Hamdani (Presiden
Haqqani Sufi Institut Indonesia), tentang “Maulana Syekh Hisham Kabbani al-Haqqani ar-Rabbani
q.s”., <http://www. naqsybandi.web.id/tentang/syekh-hisham>, diakses pada tanggal 23 Mei 2009,
pukul 17:09 wib. 34
Penjelasan Arief Hamdani tentang “Sejarah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani”, melalui email:
[email protected]., yang diakses pada tanggal 25 Mei 2009, pukul 18:44 wib.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
37
Tarikat Naqsyabandi al-Haqqaniyah yang dalam keorganisasiannya dikelola
oleh Yayasan Haqqani Indonesia.35
2.3 Perjalanan Spiritual Mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
Syekh Nazim Adil al-Haqqani merupakan seorang mursyid keempat puluh
dari silsilah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Beliau dilahirkan di Larnaka, Ciprus,
pada hari ahad, tanggal 21 April 1922 atau 26 Sya’ban 1340 H. Beliau berasal dari
keluarga terhormat dan merupakan mursyid urutan keempat puluh dari Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Dari sisi ayahnya, beliau adalah keturunan Syekh Abdul
Qadir Jailani36
, sedangkan dari pihak ibu, beliau merupakan keturunan dari Maulana37
Jalaluddin Rumi yang juga merupakan keturunan Hasan dan Husein ra, cucu dari
Nabi Muhammad Saw., sekaligus sebagai pendiri Tarikat Maulawiyah.38
Syekh Nazim mempelajari dan mengenal ilmu spiritual dari kakeknya sendiri
yang ia peroleh sejak ia masih kecil. Ia mempelajari ilmu spiritual pada malam hari,
siang harinya beliau menuntut ilmu umum di sekolahnya. Selama menuntut ilmu,
Syekh Nazim mampu meraih prestasi yang sangat tinggi. Prestasinya tersebut ia
peroleh bukan di bidang spiritualitas saja, melainkan juga di sekolah dan di perguruan
35
Dikutip dari website resmi Yayasan Haqqani Sufi Indonesia atas anjuran Arief Hamdani (Presiden
Haqqani Sufi Institut Indonesia), tentang “Maulana Syekh Hisham Kabbani al-Haqqani ar-Rabbani
q.s”., <http://www. naqsybandi.web.id/tentang/syekh-hisham>, diakses pada tanggal 23 Mei 2009,
pukul 17:20 wib. 36
Syekh Abdul Qadir Jailani adalah pendiri Tarikat Qadiriyah. Beliau dilahirkan di desa Naif kota
Gilan tahun 470 H /1077 M., yaitu wilayah yang terletak 150 km Timur Laut Baghdad. Syekh Abdul
Qadir meninggal di Baghdad pada tahun 561 H/1166 M. beliau merupakan wali besar yang
menduduki tingkat kewalian yang tinggi. Nama lengkap dan silsilahnya sampai ke Nabi Muhammad
Saw. Lihat Mulyati, et al., Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, hal.
26 et Seq. 37
Maulana dalam bahasa Arab berarti “tuan kami”. Lafal Turki Mevlana (Baca: Mewlana) yang
memiliki arti “guru kami”. Kata tersebut merupakan nama penghormatan yang diberikan kepada
guru sufi dan juga digunakan sebagai nama Tarikat yang didirikan Jalaluddin Rumi, yakni Tarikat
Maulawiyah. 38
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-4, Vol.4, terj. Arief Hamdani, et al.,
Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 88.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
38
tinggi tempat ia menimba ilmu hingga memperoleh nilai yang sangat tinggi di
bidangnya.
Ketika tinggal di Turki, Syekh Nazim bertemu dengan guru spiritual
pertamanya yang bernama Syekh Sulaiman Arzurumi39
, yang merupakan syekh dari
Tarikat Naqsyabandiyah yang meninggal pada tahun 1368 H / 1948 M.40 Melalui
beliaulah, Syekh Nazim memperoleh pengetahuan lebih disamping ilmu tentang
Tarikat Maulawiyah dan Tarikat Qadiriyah yang ia peroleh dari kakeknya, Syekh
Abdul Qadir Jailani.
Setelah beberapa lama tinggal bersama dan menuntut ilmu dari Syekh
Sulaeman dan Syekh Jamaluddin al-Lasuni, Syekh Nazim kemudian diutusnya pergi
ke Damaskus untuk berguru dengan Syekh Abdullah ad-Daghestani, yang tidak lain
adalah guru spiritual Syekh Sulaeman Azurumi sendiri. Dalam pencariannya tersebut,
Syekh Nazim tidak diberikan alamat yang jelas mengenai tempat di mana Syekh
Abdullah tinggal. Akan tetapi, Syekh Nazim tidak langsung menuju ke Damaskus,
sebab kota Damaskus saat itu berada di bawah kekuasaan Perancis dan sedang
menanti serangan dari pihak Inggris.
Oleh karena keadaan di wilayah Damaskus saat itu kurang mendukung,
akhirnya Syekh Nazim memutuskan untuk pergi ke kota Homs, sebuah kota di mana
terdapat makam salah satu sahabat nabi yang bernama Khalid bin Walid ra. Di kota
ini syekh Nazim mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Syekh Abdul Jalil Murad
dan Syekh Said as-Suba’i. Mereka tidak lain adalah seorang Syekh Tarikat
Naqsyabandiyah. Setelah setahun lamanya beliau tinggal di kota Homs, beliau
melanjutkan perjalanannya ke Damaskus melalui Tripolli (Lebanon), kemudian
menuju Beirut, baru setelah itu masuk ke wilayah Damaskus dengan melalui jalur
yang lebih aman agar tidak terkena serangan dari pihak Perancis maupun Inggris.
Setelah sekian banyak mengalami berbagai macam halangan dan rintangan yang ia
39
Syekh Sulaeman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya’ Tarikat Naqsyabandiyah yang
mewakili 313 utusan. lihat Silsilah Rantai Emas Naqsyabandiyah Haqqani, Vol. 1-4. 40
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op. cit., hal. 90.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
39
hadapi, akhirnya Syekh Nazim tiba juga di Damaskus pada hari Jumat tahun 1365 H /
1945 M awal tahun Hijriyah.41
Kemudian Syekh Nazim mencari tempat kediaman Syekh Abdullah ad-
Daghestani yang tinggal di wilayah Hay al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-
Habashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi Muhammad Saw. Sebuah daerah
kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.42
Setelah sekian lama
mencari, akhirnya Syekh Nazim berhasil menemukan kediaman guru spiritualnya
tersebut dan kemudian tinggal bersamanya. Syekh Abdullah ad-Daghestani
menyambut hangat atas kedatangan Syekh Nazim ke kediamannya itu. Tentunya hal
tersebut membuat perasaan Syekh Nazim merasa sangat senang dan bahagia, apalagi
bisa tinggal bersama dengan orang yang sangat dikasihinya. Syekh Nazim diberi
sebuah kamar untuk melepaskan segala keletihannya.
Ketika hari menjelang pagi, Syekh Nazim dibangunkan dari tidurnya oleh
Syekh Abdullah untuk menunaikan shalat malam, sekaligus shalat subuh. Seusai
melaksanakan shalat, Syekh Nazim segera dibaiat oleh gurunya tersebut masuk ke
dalam Tarikat Naqsyabandiyah. Ketika tengah membaiat, dikatakan bahwa kedua
mata Syekh Abdullah berubah-ubah warnanya. Awalnya berwarna kuning, kemudian
menjadi berubah menjadi merah, kemudian menjadi putih, lalu berubah lagi menjadi
hijau, dan terakhir menjadi hitam.
Dari perubahan warna-warna tersebut mengartikan bahwa pada perubahan
warna pertama, yakni kuning. Warna tersebut menunjukkan maqam hati atau qalb.
Beliau mengalirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kebutuhan manusia sehari-hari. Perubahan kedua adalah maqam sirr
(rahasia). Pada tahap selanjutnya adalah tingkatan sirr as-sirr yang hanya diizinkan
bagi para Syekh Naqsyabandiyah dengan imamnya Abu Bakar as-Shiddiq ra. Saat itu
mata Syekh Abdullah telah berubah menjadi berwarna putih. Maqām keempat yaitu
pengetahuan spiritual tersembunyi (khafa), di mana saat itu mata syekh berubah
menjadi warna hijau. Terakhir adalah tahap akhfa, maqām yang paling rahasia di
41
Ibid, hal. 92. 42
Ibid.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
40
mana tidak ada sesuatu apapun yang terlihat di sana. Mata beliau berubah menjadi
hitam. Di sinilah beliau mengantar Syekh Nazim menuju kehadirat Allah Swt.,
kemudian mengembalikannya lagi pada eksistensinya semula.43
Setelah Syekh Abdullah merasa cukup dengan ilmu yang ia berikan kepada
Syekh Nazim, ia pun memerintahkan Syekh Nazim untuk kembali ke Ciprus, yakni
sebuah kota yang telah lama ditinggalkan oleh Syekh Nazim. Syekh Nazim kemudian
segera pulang ke Ciprus mengikuti segala hal yang telah diperintahkan oleh guru
spiritualnya tersebut, meskipun pada saat itu perasaan Syekh Nazim sangat berat
untuk meninggalkan gurunya yang amat sangat ia cintai. Setibanya di Ciprus, Syekh
Nazim kembali mengajarkan agama Islam serta menyebarkan ajaran Naqsyabandiyah
yang telah ia peroleh dari syekhnya tersebut. Akan tetapi, dakwahnya saat itu tidak
berjalan dengan mulus. Hal ini disebabkan karena saat itu pemerintahan Turki
bersifat sekular, yakni melarang segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.
Peraturan pemerintah Turki saat itu melarang segala bentuk kegiatan yang dilakukan
oleh para sufi, termasuk melarang umat Islam untuk tidak mengumandangkan azan di
masjid-masjid seperti biasanya.
Hal tersebut tentunya tidak membuat Syekh Nazim takut, melainkan beliau
terus melakukan azan di masjid. Tindakannya tersebut membuat pemerintah Turki
geram hingga memasukkannya ke dalam sel tahanan. Pelarangan dikumandangkan
azan tidak bertahan lama, ketika Adnan Menderes memenangkan pemilu di Turki dan
menjadi penguasa di sana. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi penguasa
Turki saat itu adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan
dikumandangkan dalam bahasa Arab.44
Setelah memperoleh kebebasan dan dukungan dari pemerintah Turki, Syekh
Nazim kemudian melakukan perjalanan hingga keluar wilayah Siprus, bahkan sampai
ke negara-negara Arab lainnya untuk menyebarkan ajaran-ajaran Tarikat
Naqsyabandiyah. oleh sebab itulah Syekh Nazim mulai dikenal dan memiliki banyak
murid, baik di Amerika, Asia, maupun di wilayah Eropa. Ketika Syekh Nazim
43
Ibid, hal. 94 et Seq. 44
Ibid, hal. 97.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
41
kembali lagi ke Damaskus, beliau menikahi salah satu murid Syekh Abdullah ad-
Daghestani yang bernama Hajjah Aminah Adil hingga kemudian Syekh Nazim
memiliki dua orang puteri dan dua orang putera.45
Tidak lama kemudian, Syekh Nazim mendapat perintah lagi dari Syekh
Abdullah ad-Daghestani. Dalam perintahnya kali ini, Syekh Nazim dimintanya untuk
mengunjungi makam kakek Syekh Nazim yang terdapat di Baghdad, yaitu Syekh
Abdul Qadir Jailani. Tanpa banyak bicara, Syekh Nazim langsung melaksanakan
perintah Syekhnya itu. Setelah sampai di makam sang kakek, beliau dibaiat masuk
dalam Tarikat Qadiriyah oleh Syekh Abdul Qadir Jailani tepat di depan makam
Syekh Abdul Qadir. Pembaiatan tersebut dilakukan secara barzakhi. Dalam hal ini,
Syekh Nazim berkata:
Aku melihat Nabi Muhammad Saw. beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000 sahabat-
sahabatnya, 7007 awliya’-awliya’ Naqsyabandi, 313 awliya’ Qutub dan Ghawts. Semuanya
memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan dalam hatiku ilmu spiritual mereka. Aku
mewarisi dari mereka rahasia-rahasia Tarikat Naqsyabandi dan empat puluh tarikat-tarikat
lainnya.46
Syekh Nazim memiliki karisma yang sangat tinggi hingga mampu menarik
perhatian berbagai golongan masyarakat di sekitarnya menaruh hormat kepadanya,
bahkan tidak sedikit dari mereka yang meminta untuk dibaat masuk dalam Tarikat
Naqsyabandiyah dan menjadi pengikut tarikat ini. Selain dari Tarikat
Naqsyabandiyah, Syekh Nazim juga mewarisi dari empat puluh macam tarikat besar,
beberapa di antaranya adalah Maulawiyah yang diturunkan dari kakeknya Jalaluddin
Rumi, Tarikat Qadiriyah berasal dari Abdul Qadir Jailani, dan sebagainya.
Keterikatan beliau dalam beberapa tarikat yang berbeda bukanlah sutau hal yang
dianggap tabu.
Azyumardi Azra, menyatakan bahwa para syekh dan murid-murid sufi tidak
harus setia pada satu tarikat saja; mereka bisa menjadi pemimpin dan murid dari
sejumlah tarikat. Lebih jauh lagi, mereka dapat berhubungan bukan hanya dengan
45
Ibid, hal. 99. 46
Ibid, hal. 112.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
42
tarikat-tarikat tertentu yang berasal dari atau yang kebanyakan berkembang di satu
wilayah tertentu dunia Islam, tetapi juga dengan tarikat yang datang dari wilayah-
wilayah lain.47 Maka dari itu, bukanlah suatu hal yang mustahil jika banyak kalangan
yang jatuh hati padanya. Cintanya menyebar hingga ke seluruh penjuru negeri,
termasuk para pengikut Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Indonesia yang juga
senantiasa mencintai dan menyayanginya.
2.4 Zikir Tarikat Naqsyabandiyah
Seperti tarikat-tarikat yang lain, tarikat Naqsyabandiyah pun mempunyai
sejumlah tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual tersendiri.48
Salah satunya
adalah zikir Tarikat Naqsyabandiyah yang memiliki ciri khas tersendiri dalam
praktiknya dari zikir yang dilakukan oleh tarikat-tarikat lainnya. Zikir merupakan
salah satu metode atau cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw. dan para imam wali Naqsyabandiyah telah mengajarkan
amalan-amalan zikir dan doa kepada kita disertai dengan penjelasan tentang pahala-
pahala dalam pengamalannya. Sesungguhnya zikir merupakan salah satu jenis ibadah
yang mengantarkan kepada kesempurnaan jiwa dan qurb (kedekatan) kepada Allah
Swt.49 Allah Swt. berfirman dalam Surat Qaaf ayat 16, yang berbunyi:
ô‰ s)s9 uρ $ uΖ ø)n= yz z≈|¡ΣM} $# ÞΟn= ÷ètΡ uρ $ tΒ â¨ Èθó™ uθè? ϵÎ/ …çµÝ¡ø�tΡ ( ß øtwΥ uρ Ü>t� ø% r& ϵø‹ s9 Î) ôÏΒ È≅ö7 ym ωƒÍ‘ uθø9 $# ∩⊇∉∪
Artinya: “Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya”. QS 50:16
47
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII,
Bandung: Mizan, 2004, hal. 145. 48
Bruinessen, op. cit., hal. 76. 49
Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf: “Kitab Suci” para Pesuluk, Jakarta: Islamic Centre Jakarta, 2002,
hal. 242.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
43
Umat Islam percaya bahwa dengan zikir, hati manusia akan terasa tenang
karena hanya mengingat Allah Swt. semata serta menghilangkan segala macam
pikiran selain Allah Swt., hati manusia akan dipenuhi akan cinta pada Allah Swt.
Perintah zikir ini sebagaimana yang telah dikatakan oleh Allah Swt. dalam ayat
Quran, yang berbunyi:
Ì� ä.øŒ $# uρ zΝó™$# y7În/ u‘ ö≅ −G u; s?uρ ϵø‹ s9 Î) Wξ‹ ÏFö; s? ∩∇∪
Artinya: “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh
ketekunan”. QS 73 : 1
Zikir, ingat Allah, merupakan praktik sekaligus merupakan keadaan eksoteris.
Sebagai keadaan eksoteris, zikir mengandung paradoks: sekalipun zikir berarti
“ingat”, tetapi pengalaman puncak yang dituju praktik zikir merupakan pengalaman
lupa segalanya kecuali Allah Swt. dengan segenap perhatian tercurah dengan
menyebut asma-Nya, segalanya hilang dalam orbit persepsi dan imajinasi. Seluruh
perhatian sang sufi tercurah kepada suatu ketiadaan yang meliputi segalanya.50
Di samping itu semua, sang dzākir (orang yang melakukan zikir) harus juga
membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya kebingungan
batin, seperti marah, lapar, keserakahan, atau kesedihan macam apa pun. Dengan kata
lain, sang dzākir haruslah menafikkan egonya sendiri, dan sebaliknya menegaskan
wujud Allah Swt., serta mengucapkan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, “Ya
Allah! Engkaulah tujuanku dan keridhaan-Mu sajalah yang kucari”.51
Setiap tarikat di dunia memiliki metode tersendiri dalam zikirnya, kekhasan
zikir dijelaskan secara teoritis di zaman kemudian. Sha’rani, yang dengan baik
menafsirkan tasawuf di Timur Tengah dalam abad ke-17, menguraikan tentang tujuh
jenis zikir, yakni: zikir al-lisan dengan lidah, zikir an-nafs yang tidak terdengar, tetapi
terdiri dari gerak dan rasa di dalam; zikir al-qalb dengan hati, apabila hati
merenungkan keindahan dan keagungan Tuhan di dalam dirinya; zikir ar-ruh, bila
50
Svara Sviri, Cita Rasa Mistis: Demikian Kaum Sufi Berbicara, terj. Ilyas Hasan, Bandung: Pustaka
Hidayah, 2006, hal. 159. 51
Mir Valiuddin, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996, hal. 137
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
44
pelaku mistik yang bersemadi mengamati cahaya sifat-sifat; zikir as-sirr dalam inti
hati, apabila rahasia inti hati terungkap; zikir al-khafiy, zikir rahasia, artinya
penglihatan cahaya keindahan daripada kesatuan sejati; dan akhirnya zikir akhfa al-
khafiy, rahasia segala rahasia, yaitu penglihatan realitas kebenaran mutlak (haqq al-
yaqin).52
Dalam Tarikat Naqsyabandiyah sendiri terdapat dua macam zikir, yakni zikir
zahr (zikir keras) dan zikir khafi (zikir lembut) atau dikenal juga dengan zikir diam
yang dilakukan tanpa suara. Disebutkan dalam kitab al-Bahyat as-Saniyya, bahwa
dari masa Mahmud al-Faghnawi hingga masa Sayyid Amir al-Kulal mereka terbiasa
melakukan zikir zahr pada saat berkumpul dan sebaliknya, melakukan zikir khafi
ketika mereka sedang menyendiri. Akan tetapi, ketika Syekh Bahauddin Naqsyabandi
menerima rahasia Tarikat Naqsyabandiyah, beliau melakukannya zikir hanya dengan
cara diam atau zikir khafi.53
Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya yang berjudul Menyelami Lubuk
Tasawuf, memaparkan bahwa zikir diam atau zikir khafi didasarkan pada irama
pernapasan: Menghirup dan membuang nafas dengan mata dan bibir tertutup, sambil
mengucapkan lafaz tahlil (lâ ilâha illâ Allâh), pezikir mengeluarkan nafas dengan
memusatkan pada kata lâ ilâha, untuk mengusir semua godaan lahiriyah. Kemudian
menghirup nafas sambil berkosentrasi pada illâ Allâh, untuk menegaskan bahwa
semuanya adalah Allah Swt. (Tuhan).
Pada dasarnya, zikir diam ini memiliki sejarah tersendiri, yakni pada saat
Rasulullah Saw. dan Abu Bakar as-Shiddiq sedang bersembunyi di dalam gua Tsur
ketika mereka melakukan hijrah dari kota Mekkah ke Madinah. Ketika itu, Abu
Bakar melakukan zikir dengan tidak bersuara atau diam. Hal tersebut dilakukan agar
keberadaan mereka tidak diketahui oleh musuh. Zikir dengan cara diam juga
dilakukan oleh Syekh Bahauddin Naqshabandi. Beliau menyukai ini, karena beliau
menganggap bahwa zikir khafi lebih kuat. Praktik zikir dengan tanpa suara ini sesuai
dengan yang terdapat dalam Quran Surat al-A’raaf ayat 115, yang berbunyi:
52
Schimmel, op. cit., hal. 221. 53
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, op.cit., hal. 22.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
45
� ä.øŒ $# uρ š� −/§‘ ’Îû š� Å¡ø�tΡ %Yæ •�|Øn@ Zπx�‹ Åz uρ tβρߊ uρ Ì�ôγyfø9 $# zÏΒ ÉΑöθs)ø9 $# Íiρ߉ äóø9 $$ Î/ ÉΑ$|¹ Fψ $#uρ Ÿωuρ ä3 s? zÏiΒ t, Î# Ï�≈ tóø9 $# ∩⊄⊃∈∪
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. QS 7:115
Mengenai teknik zikir ini, Yusuf al-Hamadani memiliki sedikit perbedaan
dalam melakukan praktik zikirnya dengan cara menggabungkan zikir diam dan zikir
keras: yang dari Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani zikir diam, tetapi Amir Kulal
kembali melakukan zikir keras. Dalam Naqsyabandiyah, pelajaran yang diberikan
oleh Abdul al-Khaliq al-Ghujdawani kepada Bahauddin Naqsyabandi secara pasti
menjadikan zikir diam sebagai norma dalam Tarikat Naqsyabandiyah.
Lebih lanjut, Bahauddin Naqsyabandi menambahkan delapan asas yang
dirumuskan oleh Abdul al-Khaliq dengan tiga asas yang berasal dari dia sendiri,
yakni wuquf-i-zamani ‘memeriksa penggunaan waktu seseorang’, wuquf-i-‘adadi
‘memeriksa hitungan zikir seseorang’, dan wuquf-i-qalbi ‘menjaga hati tetap
terkontrol’.54 Dengan ini, maka teknik-teknik mistik dasar yang membedakan Tarikat
Naqsyabandiyah dengan tarikat lainnya dikukuhkan. Praktik zikir pada Tarikat
Naqsyabandiyah ada yang dilakukan sendiri-sendiri dan juga ada yang dilakukan
secara berjamaah yang dipimpin oleh seorang syekh.
54
Bruinessen, op. cit, hal. 78.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
BAB III
BIOGRAFI JALALUDDIN RUMI DAN SEJARAH LAHIRNYA
TARI MISTIS SEMA
Jalaluddin Rumi, merupakan tokoh besar sufi dan penyair mistis Islam yang
pengaruhnya sangat kuat tidak hanya di belahan Timur, melainkan juga di Barat.
Semasa hidupnya, ia telah berhasil menghasilkan beberapa macam karya puisi,
sebagian besar dari puisinya tersebut berdasarkan pengalaman yang ia rasakan
semasa hidupnya. Rumi mengajarkan konsep “Cinta Ilahiah”, yakni cinta terhadap
Tuhan, kepada sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda lainnya yang
merupakan ciptaan Tuhan tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya,
sehingga kemudian hari Rumi menjadi orang yang dicintai oleh pengikutnya, dan
juga dikasihi oleh orang-orang yang hidup di zamannya hingga akhir hayat Rumi.
Konsep cinta tersebut diilhaminya dalam bentuk tarian mistis yang dikenal
dengan nama “Sema” yang dilembagakan oleh Tarikat Maulawiyah pada saat itu.
Sema merupakan tarian mistis Rumi yang saat ini sudah berkembang ke berbagai
negara di dunia. Bukan hanya itu, tarian mistis ini sudah menjadi salah satu
kebudayaan di Turki. Tari Sema merupakan simbol kesedihan Rumi atas hilangnya
Syamsi Tabriz (Syams)1. Gerakan dalam Sema sangat unik, karena para penari
bergerak dengan cara berputar. Tarian mistis Sema saat ini sudah diperkenalkan ke
seluruh masyarakat Indonesia oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani Indonesia.
1 Tokoh Syams merupakan salah seorang figur misterius dan penuh teka-teki dalam tasawuf.
Kedekatannya dengan Jalaluddin Rumi yang sangat erat, bukan tanpa alasan jika Sultan Walad
mempersamakan dirinya (Syams) dan Rumi bagaikan Nabi Khidr as dan Nabi Musa as (Walad-
Namah, 41). Publikasi terhadap karya Syams belakangan ini, Maqālāt, menyingkirkan spekulasi
yang menyatakan bahwa dirinya adalah semacam tokoh dari dunia gaib, bukan seorang manusia.
lihat Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam: Manifestasi, hal. 143.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
47
3.1.1 Biografi Jalaluddin Rumi
Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin
Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.2 Beliau dilahirkan di Balkh
3, sekarang
Afghanistan, pada tanggal 30 September 1207 M.4 Menurut silsilah, ayah
Rumi bernasab sampai kepada Abu Bakar Shidiq ra. Dari silsilah ibunya,
Rumi masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Ayahnya bernama Jalaluddin
Baha’uddin Muhammad bin Husein, biasa dipanggil dengan nama Baha’
Walad, adalah seorang ulama besar bermazhab Hanafi yang memiliki
kharisma tinggi.
Baha’ Walad, merupakan ahli teolog, ahli fikih, sekaligus seorang
guru sufi besar dengan kecenderungan mistis, yang menempuh jalan rohani
sebagaimana Ahmad Ghazzali, saudara Muhammad Ghazzali (seorang sufi
terkenal) dan ‘Ayn al Qudhat Hamadani. Sebagai seorang ahli fikih sekaligus
sufi, Baha’ Walad memiliki pengetahuan eksoterik, yang berkaitan dengan
hukum Islam (syariah), maupun pengetahuan esoterik, yang berkaitan dengan
tarikat (tasawuf).5
Mengenai ilmu syariah, Baha’ Walad, mengajarkan tentang tata cara
menunaikan serta menerapkan kewajiban-kewajiban agama, seperti salat,
puasa, zakat, dan amalan lainnya. Melalui ilmu tarikat, Baha’ Walad,
2 Dikutip dari ceramah Sulthanul Awliya Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani dan Maulana Syekh
Muhammad Hisham Kabbani ar-Rabbani, Sema Rumi: Adab Whirling Dervishes, terj. Arief L.
Hamdhani, et al., Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia. 3 Pada saat itu Balkh merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Khawarazan. Zaman dahulu, Balkh
merupakan salah satu pusat kajian, praktik, dan tempat dimana kecintaan pada mistisme Islam
tumbuh dengan pesat. Balkh, pada tahun-tahun awal abad ke-13, di samping menjadi pusat
pembelajaran yang maju, juga merupakan pusat perdagangan. Tetapi keadaan politik memaksa
terjadinya penyerbuan besar-besaran tentara Mongol dari Asia Dalam. Tepat pada tahun 1220 kota
Balkh diserbu, digasak, dan dimusnahkan hingga runtuh oleh kaum Mongol. Dikutip dari buku yang
berjudul Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya: Aforisme-Aforisme Sufistik Jalaluddin
Rumi, hal 9 et Seq, buku ini merupakan terjemahan dan suntingan dari buku edisi bahasa Arabnya
berjudul Fihi ma Fihi, yang diterbitkan oleh Majelis Press di Teheran tahun 1952 M. untuk pilihan
dan terjemahan lain, lihat kepustakaan. 4 Mojdeh Bayat dan Muhammad Ali Jamnia, Negeri Sufi, terj. M.S. Nasrullah, Jakarta: Lentera, 2007,
hal. 139. 5 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, Yogyakarta:
Qalam, 2001, hal.1.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
48
mengajarkan tentang bagaimana cara meraih kesempurnaan rohani sehingga
dapat mencapai tahap penyucian diri (tazkiyatun nafs). Banyak kalangan di
kota Balkh yang merasa tertarik dan kagum atas ilmu dan karisma tinggi yang
dimiliki oleh Baha’ Walad, maka tidak heran jika akhirnya Baha’ Walad
diberi gelar “Sulthanul Ulama” (Raja para Ulama). Gelar tersebut diberikan
oleh penguasa Kerajaan Khawarajan pada saat itu.
Di samping itu, tidak sedikit pula dari golongan tertentu yang tidak
menyukai keberadaan Baha’ Walad dan keluarganya di kota tersebut (Balkh).
Hal ini disebabkan karena mereka merasa iri terhadap segala hal yang dimiliki
Baha’ Walad, bahkan dari rasa iri tersebut menimbulkan berbagai fitnah dan
tindakan lainnya yang sangat merugikan Baha’ Walad dan keluarganya. Hal
ini dirasakan sendiri oleh Baha’ Walad, sehingga ia memutuskan untuk
membawa keluarganya keluar dari kota Balkh. Ketika itu usia Rumi baru
menginjak lima tahun.
Tidak lama setelah mereka keluar dari kota tersebut, tepatnya pada
tahun 1220 M, ada suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka terjadi bahwa
kota Balkh diserbu dan dihancurkan oleh Mongol secara besar-besaran.6 Akan
tetapi, peristiwa besar tersebut sudah tidak mempengaruhi kehidupan Baha’
Walad dan keluarganya lagi, sebab pada saat itu Baha’ Walad beserta
keluarganya sudah pergi meninggalkan Balkh dan sejak saat itu tempat tinggal
mereka menjadi nomaden, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain,
bahkan dari satu negara ke negara lain.
Kota pertama yang dikunjungi oleh keluarga Bahauddin adalah
Nisapur, di sebelah barat kota Balkh. Di kota inilah Baha’ Walad bertemu
dengan salah seorang kerabat dekatnya yang bernama Fariruddin Attar7.
6 Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya: Aforisme-Aforisme Sufistik
Jalaluddin Rumi, terj. Anwar Khalid, Bandung: Pustaka Hidayah, 2006, hal. 10. 7 Fariruddin Attar adalah seorang ulama sekaligus tokoh sufi besar yang terkenal. Attar dilahirkan di
Nishapur dan diperkirakan wafat di sana pada tahun 1220, pada usia tua. Penyebab kematiannya
tersebut tidaklah diketahui dengan pasti, apakah ia memang dibunuh oleh orang-orang Mongol yang
sedang menyerbu atau tidak. Sajak-sajak Attar, terutama Manthiq at-Thayr, menjadi patokan karya
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
49
Pandangan pertama Fariruddin Attar ketika bertemu dengan Rumi kecil,
beliau melihat ada sesuatu yang berbeda dalam diri Rumi. Hati kecil Attar
mengatakan bahwa kelak Rumi akan menjadi tokoh sufi besar. Selama
kedatangannya di kediaman Attar, Rumi diberi hadiah sebuah buku karya
mistis Attar yang berjudul Ilahiname, sambil berkata kepada Baha’ Walad,
“Puteramu akan mengobarkan api dalam dunia para kekasih Allah”.8
Peristiwa tersebut diperkirakan terjadi pada tahun 1219 M. Setelah itu, mereka
mengembara dan berpindah-pindah lagi dari satu negara ke negara yang lain.
Dalam pengembaraannya tersebut, mereka melewati Baghdad
kemudian melanjutkan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Selesai melaksanakan haji, mereka melanjutkan perjalanannya lagi hingga
sampai ke Suriah (Damaskus). Kota ini bukanlah kota terakhir yang mereka
singgahi, karena tidak lama mereka tinggal di sana, mereka kemudian
mengembara lagi hingga akhirnya tiba di kota Anatolia Tengah dan menetap
di kota Laranda (saat ini Turki). Ada beberapa peristiwa yang menjadi
kenangan Rumi ketika menetap di kota Laranda. Suatu peristiwa yang
membuat Rumi sangat bahagia, yaitu Rumi mengakhiri masa lajangnya
dengan menikahi seorang gadis muda yang berasal dari Samarkand, yakni
puteri dari Lala Syarifuddin as Samarkandi yang bernama Jauhar Khatun. Di
samping kebahagiaannya itu, Rumi juga diselubungi rasa duka atas
meninggalnya sang bunda tercinta. Tidak lama setelah itu, istri Rumi
melahirkan seorang putera yang diberi nama Sultan Walad. Nama tersebut
diambil dari nama belakang ayah Rumi, Baha’ Walad.
Turki ketika itu dikenal dengan nama Rum. Dari nama itulah
kemudian Rumi menggunakan nama “Rum (Rumi)” sebagai nom de plume9-
nya. Saat itu, Konya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Saljuk yang sedang
sastra sufi yang menjadi sumber ilham bagi generasi-generasi mistis dan para penyair. lihat
Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, hal. 385-387. 8 Chittick, op. cit., hal. 140.
9 Nom de Plume adalah nama samaran dalam menulis sebuah karya. lihat Jamnia, Negeri Sufi, hal. 7
Untuk terjemahan lain, lihat kepustakaan.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
50
berkembang pesat. Raja yang berkuasa saat itu bernama Sultan Alauddin
Kayqubad. Kedatangan Baha’ Walad ke wilayah Konya, guna memenuhi
undangan dari Sultan Alauddin yang meminta Baha’ Walad untuk tinggal dan
menetap di Konya. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1228. Kedatangan
Baha’ Walad beserta keluarganya di Konya disambut hangat oleh sultan. Di
kota ini, Baha’ Walad mengisi waktunya dengan mengajar, seperti yang biasa
ia lakukan ketika tinggal di kota Balkh. Kegiatan Baha’ Walad tersebut,
menarik perhatian guru sultan yang bernama Sadruddin Goharts, sehingga
beliau mendirikan madrasah untuk Baha’ Walad. Madrasah tersebut diberi
nama Madarsa’i Khudavaudgor.10
Selama mengajar di madrasah tersebut, Baha’ Walad mengamalkan
semua ilmu yang ia kuasai kepada murid-muridnya. Kegiatan ini berlangsung
hingga akhir hayatnya pada tahun 1231 M. Setelah kematian Baha’ Walad,
kedudukannya digantikan oleh puteranya, Rumi. Ketika itu Rumi berusia dua
puluh empat tahun. Sejak ayah wafat, Rumi di bawah bimbingan Sayyid
Burhanuddin Muhaqqiq at-Tirmizi, yang tidak lain adalah murid Baha’
Walad. Sebenarnya, tujuan utama kedatangan Burhanuddin Muhaqqiq ke
Konya ingin bertemu dengan gurunya yang tidak lain adalah ayah Rumi, yaitu
Baha’ Walad.
Akan tetapi, tujuan Burhanuddin tersebut tidak terpenuhi, karena ia
mendengar berita yang menyatakan bahwa gurunya tersebut telah meninggal
dunia. Berita duka tersebut tentunya membuat Burhanuddin merasa
kehilangan, sehingga hatinya terpanggil untuk mendidik Rumi, sekaligus
sebagai balas jasa Burhanuddin atas kebaikkan Baha’ Walad terhadap dirinya.
Selama di bawah bimbingan Burhanuddin, Rumi diperkenalkan tentang
rahasia mistis yang lebih dalam. Burhanuddin mengajak Rumi pergi menuju
Aleppo, Damaskus, guna memperoleh ilmu tasawuf secara formal. Mengenai
hal ini, seorang tokoh tasawuf terkemuka, Whilliam Chittick, mengungkapkan
10
Meison Amir Siregar, Rumi: Cinta dan Tasawuf, Magelang: Tamboer Press, 2000, hal. 27.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
51
bahwa Rumi telah mencapai maqām11
tertinggi dalam ilmu tasawuf serta
menyadari visi Allah yang diungkapkannya dalam setiap bait-bait syairnya.
Di Aleppo, Rumi diperkenalkan dengan beberapa tokoh besar sufi
yang sangat berpengaruh saat itu, salah satu di antaranya adalah Ibn Arabi12
.
Rumi berada di bawah pengawasan dan bimbingan Burhanuddin Tirmizi
sampai Burhanuddin wafat di Kaysari pada tahun 1240 M. Kepribadian Rumi
mengalami perubahan yang sangat drastis ketika ia bertemu dengan seseorang
yang dikatakan sangat misterius, dia adalah Syamsi Tabriz. Pertemuan
tersebut terjadi pada tahun 1244 M. Tidak seorang pun mengetahui asal-usul
dan latar belakang kehidupan Syams. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah
suatu permasalahan besar bagi Rumi untuk bersahabat baik dengan Syams.
Kehadiran Syamsi Tabriz sangat mempengaruhi kehidupan Jalaluddin
Rumi. Akan tetapi, persahabatan mereka tersebut telah mengalami banyak
halangan dan rintangan. Berkali-kali Syams mencoba untuk pergi jauh dari
kehidupan Rumi untuk selama-lamanya. Di sisi lain, kepergian Syams sangat
menyayat hati Rumi karena Rumi sangat mencintai sahabatnya itu, hingga
beliau merasa mabuk cinta yang kemudian diungkapkannya dalam bentuk
tarian mistis.
Suatu hari tidak seperti biasanya, suasana kota Konya menjadi ramai
sekali. Ribuan orang berbondong-bondong menjenguk dan mendoakan demi
kesembuhan Rumi, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras.
Sahabat Rumi yang bernama Syadruddin, turut menjenguk dan mendoakan,
seraya berkata, “Semoga Allah memberi ketenangan kepadamu dan
11
Maqām adalah suatu taraf yang berlangsung terus, yang dicapai oleh seseorang dengan usahanya
sendiri. Maqāmāt yakni “persinggahan-persinggahan” yang digambarkan berbagai taraf yang diraih
santri dalam ketekunannya dibidang moral dan pertapaan. lihat Schimmel, Dimensi Mistik dalam
Islam, hal 125. 12
Ibn Arabi (560-638 H/1165-1240 M) mungkin merupakan penulis karya-karya tasawuf yang paling
berpengaruh dalam sejarah Islam. Dalam dunia Arab, dirinya dikenal sebagai Ibn al-Arabi, dengan
menggunakan partikel tertentu al- (menandai ism ma’rifah). Nama panjangnya adalah Abu ‘Abd
Allah Muhammad ibn al-Arabi al-Tha’I al-Hātimi. Dirinya dijuluki Muhyi al-Din, “Sang
Pembangkit Agama”, dan al-Syaikh al-Akbar, “Sang Guru Tertinggi”, walaupun ia tidak mendirikan
tarikat, pengaruhnya atas para sufi begitu meluas dengan cepat, melalui murid-murid terdekatnya
yang mengulas ajaran-ajaran dengan terminology intelektual maupun filosofis. lihat Seyyed Hossein
Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam: Manifestasi, hal. 64.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
52
kesembuhan dan tidak ada yang bisa mencelakakanmu, apabila tabir antara
kekasih dan kekasih telah terangkat”.13
Rumi sempat menjawab doa yang
diucapkan oleh sahabatnya tersebut dengan menyatakan bahwa kematian itu
akan menjadi manis dan akan bermakna baik apabila engkau (Sadruddin)
beriman.
Pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 672 H, tepatnya pada tanggal 17
Desember 1273 M., Rumi dipanggil oleh Sang Maha Pencipta diusianya yang
ke-68 tahun.14
Rumi meninggalkan semua orang yang dicintai dan yang
mencintainya untuk selama-lamanya. Kepergian Rumi membawa kesedihan
bagi banyak kalangan. Bukan hanya orang-orang muslim, melainkan juga
orang-orang nonmuslim pun turut merasakan duka yang sangat dalam. Hal ini
disebabkan karena Rumi tidak pernah pilih kasih dalam menilai dan bergaul
dengan orang dari golongan manapun, bahkan beliau mengajarkan tentang
makna cinta yang sebenarnya kepada semua orang. Jasad Rumi
diberangkatkan pagi hari dan sampai di pemakaman sore harinya dan baru
dikebumikan pada malam harinya. Hal ini disebabkan karena banyak yang
ingin ikut memikul keranda jenazahnya.
Meskipun Rumi telah wafat, namun keagungan serta kebesarannya
masih terus dikenang sampai saat ini. Seperti halnya di Konya, Turki, setiap
tanggal 17 Desember Tarikat Maulawiyah memperingati wafatnya Rumi
dengan mengadakan pertunjukkan seni tari mistis Sema. Begitu juga di
Indonesia, untuk mengenang Rumi, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani setiap
tahunnya juga menyelenggarakan upacara ritual tari Sema di tempat yang
berbeda-beda. Malam peringatan wafatnya Rumi tersebut dalam bahasa Turki
dikenal dengan istilah “Seb-i Arus”, yang artinya adalah “Malam Penyatuan”.
13
Abul Hasan An-Nadwi, Jalaluddin Rumi Sufi Penyair Terbesar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993,
hal. 8. 14
Ibid, hal. 8 et Seq.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
53
3.1.2 Buah Karya Jalaluddin Rumi
Selama hidupnya, Rumi mampu menghasilkan karya sastra yang
jumlahnya sangat besar. Karya Rumi yang berbentuk puisi jumlahnya
mencapai lebih dari 30.000 bait; dalam Masnawi terdapat 25.000 bait; dan
Ruba’iyyat atau syair empat baris, yang kira-kira 1.600 barisnya adalah asli.
Dalam syairnya yang berjudul Diwan-i Syams-i Tabriz terdiri dari kurang
lebih 3.230 gazal.15
Puisi yang berjudul Diwan-i Syams-I Tabriz ini ditulis
Rumi tiga puluh tahun lamanya, dimulai ketika Rumi kehilangan Syams
sampai akhir hayat Rumi. Dalam menulis karyanya tersebut, Rumi banyak
menyisipkan nama penyair dan nama teman-temannya sebagai nom de plume-
nya, salah satunya adalah nama Syamsi Tabriz yang tidak lain adalah sahabat
spiritual Rumi.
Berbeda dengan Masnawi, puisi Rumi dalam syair Diwan merupakan
bentuk kesedihan Rumi karena telah kehilangan kekasihnya, Syams, serta
mengisyaratkan adanya kemabukan cinta atas kekasihnya tersebut yang
diterapkannya melalui tarian berputar hingga akhirnya mencapai ekstase.
Sebagian kecil puisi Rumi dalam Diwan-i juga terdapat ungkapan pujian
terhadap tokoh-tokoh tertentu, seperti Shalahuddin Zarqub dan Husamuddin
al-Chelebi. Salahuddin Zarqub adalah seorang pandai besi sekaligus seorang
syekh sufi. Beliau merupakan teman lama Rumi ketika mereka masih menjadi
murid dari guru yang sama yang bernama Burhanuddin Muhaqqiq at-
Tirmidzi.
Rumi sangat menghormati teman lamanya itu dan kemudian
Salahuddin pun menjadi sahabat terdekat Rumi setelah kematian Syams.
Kemudian Rumi menikahkan puteranya, Sultan Walad, dengan puteri
Salahuddin demi mempererat hubungan persahabatan di antara mereka.
Persahabatan mereka terjalin sampai Salahuddin Zarkub meninggal karena
15
Reynold A. Nicholson, Jalaluddin Rumi: Ajaran dan Pengalaman Sufi, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000, hal. xv.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
54
menderita sakit yang berkepanjangan. Rumi merasa sedih dan merasa
kehilangan, hingga ia mengungkapkan kesedihannya tersebut melalui sajak-
sajaknya (Rumi) yang berjudul Diwan-i-Syams-i-Tabriz. Berikut adalah
kutipan salah satu sajak Rumi dalam Diwani yang dikutip penulis dalam buku
karya Annemarie Schimel yang berjudul Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup
dan Karya Jalaluddin Rumi:
Sayap-sayap Jibril dan Malaikat menjadi biru:
Demi kau, orang-orang suci
dan para Rasul telah menangis (D 2364)
Setelah ditinggalkan Salahuddin, Rumi mencari seseorang yang
sejalan dengannya, sehingga Rumi dapat memperoleh motivasi dan inspirasi
dari sahabatnya tersebut dalam menyusun karyanya (Rumi). Akhirnya, Rumi
menemukan karakter seorang sahabat yang ia inginkan dalam diri
Husamuddin Chelebi, yang tidak lain adalah murid Rumi sendiri. Rumi
memperoleh banyak ilham dan berbagai ide dari Husamuddin dalam
menyusun karyanya yang berjudul Masnawi. Salahuddin-lah yang membantu
Rumi dalam menuliskan setiap syair yang keluar dari mulut Rumi secara
spontan. Salahuddin dan Husamuddin Chelebi merupakan dua orang yang
sangat berpengaruh dalam kehidupan Rumi setelah kematian Syamsi Tabriz.
Bagi Rumi, mereka adalah pantulan-pantulan kekuatan Cahaya Ilahi. Maka
dari itu, tidak mengherankan jika Rumi memberikan gelar kepada
Husamuddin Chelebi sebagai “Cahaya Matahari”.
Husamuddin banyak memberikan inspirasi dan masukan serta saran
kepada Rumi supaya Rumi menuliskan syair-syairnya (Masnawi),
sebagaimana Sana’i dan Attar. Pendapat Husamuddin tersebut berdasarkan
pada penglihatannya (Husamuddin), yang sebagian besar murid-murid Rumi
suka membaca puisi karya Sana’i dan Attar. Rumi pun menuruti saran murid
kesayangannya tersebut dan langsung mengambil secarik kertas dari
sorbannya. Setiap untaian syair yang keluar dari mulut Rumi secara spontan,
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
55
dicatat oleh Husamuddin dengan baik. Setelah selesai ditulis, Husamuddin
membacakannya kembali di hadapan Rumi. Hal ini dilakukan supaya tidak
ada kekeliruan dalam penulisan karya tersebut, jika ada kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan, Rumi dapat langsung membenarkan serta
menambahkannya. Kebiasaan ini dimulai antara tahun 1260 M sampai 1261
M, bahkan terus berlanjut sampai Rumi wafat.16
Karya Rumi yang berjudul
Masnawi disebut juga dengan istilah Quran berbahasa Persia.17
Dikatakan
demikian, karena di dalam Masnawi, terdapat ayat Quran dan Hadis yang
kemudian dijadikan sebagai buku wajib yang harus dipelajari dan dipahami
oleh seluruh pengikut Tarikat Maulawiyah.
Kedekatan Rumi dengan Salahuddin terus berlanjut sampai akhir hayat
Rumi. Setelah Rumi wafat, Husamuddin menggantikan kedudukan Rumi
dalam mengembangkan Tarikat Maulawiyah, sampai ia wafat. Setelah itu,
barulah putera Rumi, Sultan Walad, menggantikan kedudukan Salahuddin
dalam memimpin tarikat yang didirikan ayahnya tersebut. Di tangan Sultan
Walad, Tarikat Maulawiyah makin berkembang dengan baik dan ia juga
mengabadikan tari mistis Sema dalam tarikatnya. Dengan demikian, tari Sema
dan Tarikat Maulawiyah yang didirikan oleh Rumi, makin berkembang dan
menyebar ke seluruh Anatolia, bahkan Sema yang diajarkan oleh Rumi juga
telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia yang saat ini digunakan
di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani.
16
Abdul Munir Mulkhan, Jalaluddin Rumi Kearifan Cinta: Renungan Sufistik Sehari-hari Kutipan
Fihi ma Fihi, terj. bahasa Inggris A.J Berry, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001, hal. 190 et Seq. 17
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. 400.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
56
3.2 Sejarah Lahirnya Tari Mistis Sema
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tari Sema muncul
atas dasar kerinduan Maulana Jalaluddin Rumi terhadap guru spiritualnya yang
bernama Syamsi Tabriz, yang latar belakang keluarga dan riwayat hidupnya tidak
diketahui secara pasti dari mana ia berasal. Jadi, tidak mengherankan jika kebanyakan
orang di masanya menganggap bahwa sosok Syamsuddin sangat misterius. Hal
tersebut tidak menjadi suatu penghalang bagi Rumi untuk berguru dan menjadikan
Syams sebagai “kekasih” spiritual Rumi. Dikatakan “kekasih” karena hubungan
mereka sangat erat, sampai-sampai ke mana pun Rumi pergi, Syams selalu
mengikutinya, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan sumber yang diperoleh penulis, ada banyak dugaan dan pendapat
yang berbeda-beda mengenai riwayat hidup Syams. Sebagian menyebutkan bahwa
nama asli Syamsuddin adalah Muhammad bin Ali bin Malik Daad,18
dan kemudian
Rumi memberikan gelar kepadanya dengan sebutan “Syamsuddin” yang berarti
“Matahari Agama” Tabrizi, dilahirkan di kota Tabriz di Persia pada tahun 1148 M.19
Rumi memberi gelar “Syamsuddin” karena bagi Rumi, Syams adalah sumber
kehidupan baginya. Seperti yang kita ketahui bahwa Matahari—yang disimbolkan
untuk Syams—merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan di
bumi, begitu juga dengan peranan Syams dalam kehidupan Rumi. Ungkapan ini ini
digambarkan oleh Rumi dalam karyanya yang berjudul Diwan-i-Syamsi Tabriz,
sebagai berikut:
Seperti awan yang bergerak di belakang Matahari
Semua hati menyertaimu,
O, Matahari Tabriz! (D 310)20
Menurut riwayat, Syams memiliki kepribadian yang sangat aneh semasa
kecilnya dulu. Karakter dan tingkah laku Syams tidak sewajarnya seperti yang
18
An-Nadwi, op. cit., hal 3. 19
Jamnia, et al., op. cit., hal. 144. 20
Schimmel, op.cit., hal. 399.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
57
dimiliki oleh anak-anak kecil pada umumnya. Ia sering kali murung dan lebih suka
untuk menghabiskan waktunya sendirian tanpa seorang teman di sisinya. Dikatakan
demikian, karena Syams merasa bahwa teman-temannya tidak satu pemikiran
dengannya, tidak ada satupun dari teman-teman seusianya dapat mengerti dan
memahami keinginannya. Oleh karena itu, ia ingin mencari orang yang tepat, yang
mau memahaminya dan dapat dijadikannya sebagai teman hidup.
Syams sangat merindukan kehadiran seorang kekasih dalam hidupnya untuk
bisa membantunya menanggalkan sifat ego yang ada di dalam dirinya, namun sangat
disayangkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memahami maksud yang
tersirat dalam ungkapan Syams tersebut. Ketika itu, Syams merasa sangat “haus”
akan Cinta Tuhan, sampai-sampai ia tidak nafsu makan dan juga tidak dapat tidur
dengan nyenyak. Syams menyebut keadaan ini sebagai masa cinta sejati, yakni suatu
keadaan di mana kerinduannya kepada Tuhan membuatnya lupa akan segala-galanya,
termasuk kebutuhan fisiknya.
Kemudian Syams memutuskan untuk mengembara dari satu negeri ke negeri
lainnya, mencari seseorang yang ia harapkan selama hidupnya. Berbulan-bulan,
bahkan bertahun-tahun lamanya Syams berkelana seorang diri mencari seseorang
yang tahu tentang cara untuk mencapai kebenaran ilahi. Rumi kemudian memberikan
gelar “Colender” yang artinya “sufi pengembara” pada Syams. Suatu ketika, Syams
bertemu dengan seorang syekh sufi di Baghdad. Karena kagum dengan ketinggian
ilmu yang dimiliki Syams, maka syekh sufi tersebut meminta Syams untuk
mengangkatnya menjadi murid Syams. Akan tetapi, Syams menolaknya, karena
menganggap orang tersebut tidak akan sanggup berguru dengan Syams. Setelah itu
Syams melanjutkan perjalanannya lagi.
Dengan pakaiannya yang lusuh bagaikan seorang gelandangan, Syams
bertemu dengan Rumi ketika Rumi berusia 37 tahun. Mereka bertemu pada bulan
November 1244.21
Saat itu Rumi di tengah perjalannya menuju madrasah tempat
Rumi mengajar, dengan mengendarai kuda bersama dengan murid-muridnya. Tanpa
diduga, tiba-tiba Syams muncul dan langsung melemparkan sebuah pertanyaan yang
21
John Baldock, The Essence of Rumi, London: Eagle Editions, 2006, hal. 37.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
58
sangat mengejutkan Rumi. Syams bertanya: “Siapakah yang paling hebat, Bayazid al-
Bistami atau Rasulullah Saw.?”. Sungguh tidak dapat disangka, pertanyaan Syams
tersebut langsung menyentuh hati Rumi. Rumi pun tidak kuasa menjawab pertanyaan
tersebut, hingga membuatnya (Rumi) terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Ketika sadar, Rumi sudah berada di sisi Syams. Saat itulah mereka mulai
merasa dekat dan memutuskan untuk berkhalwat, mengasingkan diri dari keramaian
di sebuah kamar selama berbulan-bulan. Rumi merasa bahwa dirinya tidak berarti
apa-apa dibandingkan dengan Syams, meskipun sebenarnya ilmu yang dimiliki Rumi
sudah mencapai tingkat tinggi. Kerendahan hati Rumi ini, ia ungkapkan dalam
kalimat, “Aku hanyalah debu dari telapak kaki Nabi Muhammad Saw.”.22
Pada pandangan pertama ketika bertemu Syams, Rumi melihat ada kobaran
api cinta dalam diri Syams. Oleh karena itu, Rumi merasa jatuh cinta dengan Syams.
Peristiwa ini menyebabkan putera dan seluruh murid Rumi merasa cemburu dan iri
terhadap Syams. Kehadiran Syams membuat Rumi meninggalkan semua aktivitasnya,
termasuk mengajar. Murid-murid Rumi merasa hubungan mereka dengan Rumi
menjadi semakin jauh. Alasan inilah yang membuat murid-murid Rumi merasa geram
dan merasa terganggu akan kehadiran Syams di antara mereka, sehingga mereka
berunding dan memutuskan untuk memisahkan Rumi dari Syams.
Pada bulan Februari 1246, mereka mengusir Syams untuk pergi sejauh
mungkin dari kehidupan Rumi. Atas perintah tersebut, Syams pergi menuju
Damaskus. Kepergian Syams tersebut membuat Rumi gelisah, hingga akhirnya Rumi
memerintahkan putera sulungnya, Sultan Walad, untuk mencari Syams. Ketika Sultan
Walad mengetahui keberadaan Syams, ia pun langsung menyusul Syams dan
membawanya kembali ke Konya. Setelah Rumi mengetahui kepergian Syams karena
ulah dari murid-muridnya sendiri, Rumi menjadi sangat marah atas perlakuan murid-
muridnya yang dianggapnya telah berbuat kasar terhadap guru spiritualnya tersebut.
Hal tersebut dilakukan atas dasar cinta yang Rumi rasakan terhadap Syams yang
sangat besar, sehingga Rumi tidak sanggup untuk pisah dari Syams, begitu juga
22 Wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Insitute of Indonesia, Arief Hamdani, pada hari
Kamis, (tanggal 20 Februari 2009), di Rumi Café, Jakarta Selatan.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
59
sebaliknya. Rasa cinta mereka tidak dapat terlihat, siapa yang sebagai kekasih dan
siapa pula yang menjadi terkasih.
Setelah Sultan Walad berhasil membujuk Syams, akhirnya pada bulan Mei
1247, Syams kembali lagi ke Konya.23
Akan tetapi, kembalinya Syams ke Konya kali
ini tidak bertahan lama. Hal ini bukan yang pertama kalinya Syams mencoba untuk
pergi jauh dari kehidupan Rumi karena perlakuan orang-orang yang tidak
mengharapkan kehadirannya. Berkali-kali Syams pergi keluar dari Konya, dengan
alasan demi perkembangan spiritual Rumi. Kepergian Syams yang pertama, ia
curahkan dalam tulisannya yang berjudul Maqālāt.
Suatu malam, di bulan Desember tahun 1247 ketika Syams sedang bersama
Rumi di dalam rumah, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dan berkata bahwa ada
seorang sufi yang datang dari jauh ingin bertemu dengan Syams. Kemudian Syams
pun keluar ruangan dan mengikutinya. Setelah itu, Syams tidak muncul-muncul lagi.
Berbagai sumber telah menyebutkan bahwa hilangnya Syams karena telah dibunuh
oleh Putera kedua Rumi, Ala’uddin, beserta kawan-kawannya yang merupakan
murid-murid Rumi. Pembunuhan berencana tersebut disebabkan karena mereka tidak
menginginkan kehadiran Syams di dalam kehidupan Rumi.
Setelah sekian lama Rumi menunggu kepulangan Syams. Namun, Syams
tidak kunjung datang menemui Rumi. Rumi pun mencari-cari Syams di mana-mana,
tetapi usahanya tersebut tidak membuahkan hasil. Kesedihan Rumi atas hilangnya
Syams direfleksikan24
Rumi dalam bentuk tarian berputar sambil melontarkan bait-
bait puisi mistis cinta. Sebenarnya tari Sema sebelumnya sudah dilakukan oleh Abu
Bakar as-Shiddiq. Namun, saat itu Sema tidak dikenal seperti halnya pada masa
Rumi. Keadaan Rumi ketika kehilangan Syams digambarkan oleh putera sulung
Rumi, Sultan Walad, dalam bentuk syair berikut ini:
23
Baldock, op. cit., hal. 39. 24
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, 1995, refleksi adalah gerakan, pantulan di luar
kemauan (kesadaran) sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar. Untuk
terjemahan lainnya, lihat kepustakaan.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
60
“Tidak pernah sejenak pun dia berhenti mendengarkan
musik (sama’) dan menari;
Tidak pernah dia melepaskan lelah baik siang maupun malam.
Setelah menjadi seorang mufti: dia menjadi penyair;
Setelah menjadi seorang pertapa: ia menjadi mabuk oleh Cinta.
Bukanlah anggur biasa: jiwa yang terang hanya meneguk anggur cahaya”.25
Dari ungkapan putera sulung Rumi tersebut, terbukti bahwa tidak henti-
hentinya Rumi menari dan berputar-putar sambil mengungkapkan luapan isi hatinya
dalam bentuk puisi yang bersifat mistis. Tarian berputar ini dikenal dengan nama
Sema dan di Barat dikenal dengan sebutan “the whirling dervishes”, yang berarti
“darwis yang berputar”. Kata Sema itu sendiri muncul karena tarian ini dilakukan
dengan diiringi alunan musik. Sedangkan istilah “the whirling dervishes” muncul
karena gerakan yang terdapat dalam tari Sema, berputar-putar seperti halnya
permainan gasing. Tarian tersebut tiba-tiba saja muncul ketika Rumi mendengar
dentingan suara besi tempat sahabatnya, Salahuddin Zarqub, bekerja. Setiap
dentingan besi tersebut seolah-olah Rumi mendengar nama Allah! Allah! Allah!
sebagai akibatnya, Rumi menari berputar-putar hingga mencapai keadaan ekstase.
Sema atau tarian berputar juga merupakan salah satu bentuk ungkapan cinta
Rumi yang begitu besar terhadap Syams. Di samping itu, melalui gerakan berputar
dalam tari Sema, Rumi ingin menyebarkan cinta terhadap Tuhan kepada manusia
yang ada di muka bumi ini. Hal ini disebabkan karena Rumi tidak pernah berhenti
mencintai Tuhan. Dengan demikian, Rumi mengajak pengikutnya, bahkan umat
Islam di dunia menari dan berputar dengan hanya mengingat Allah Swt. semata
dalam hatinya. Istilah “mengingat” dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “zikir”.
Dengan kata lain, tari mistis Sema merupakan salah satu metode zikir untuk selalu
mengingat Tuhan dengan menghilangkan segala macam pikiran kecuali Allah Swt.
Tari Sema sampai saat ini masih digunakan oleh beberapa tarikat yang ada di dunia,
seperti tarikat Qhisty di India, Maulawiyah di Turki, dan juga Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani yang mengadakan praktik tari Sema ketika mereka tengah
berzikir dan kemudian ditutup dengan pembacaan doa yang semua itu terangkum
25
Nicholson, op. cit, hal. xiii.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
61
dalam praktik zikir khātam khawajagan. Dapat dikatakan pula bahwa tari Sema
merupakan salah satu metode zikir yang diterapkan Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
dengan diiringi alat musik rebana dan rebab, seperti halnya alat musik marawis.
Bedanya, musik pada tari Sema selalu diawali dengan meniupkan seruling khas Turki
yang dikenal dengan nama Ney.
Mengenai alat musik yang digunakan ketika tari Sema berlangsung, masing-
masing memiliki kisah tersendiri. Beberapa diantaranya adalah rebab dan seruling
Ney. Kisah Rebab diceritakan oleh Arief Hamdani, selaku Presiden Direktur Haqqani
Sufi Institut of Indonesia. Ada seorang gadis yang sangat mengagumi Rumi, hingga
suatu ketika ia senantiasa memainkan rebabnya, meskipun sewaktu ayahnya masih
hidup telah melarangnya untuk tidak memainkan alat musik tersebut. Walaupun
demikian, gadis tersebut tetap terus memainkannya. Rumi mendengarkannya dengan
perasaan penuh cinta. Oleh karena itulah, dalam musik tari Sema terdapat alat musik
rebab. Dikatakan pula bahwa pada saat itu keadaan tanahnya sangat gersang. Namun,
ketika Rumi menari, mawar-mawar pun berkembang karena cinta. Oleh sebab itulah,
cinta dilambangkan dengan bunga mawar. Simbol mawar ini juga dapat dilihat ketika
para darwis (penari Sema) hendak merentangkan kedua tangannya seolah-olah
menggambarkan bunga mawar yang sedang bermekaran.
3.2.1 Sejarah Masuknya Tari Mistis Sema Ke Indonesia
Seperti yang sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa
tari Sema diciptakan Rumi sebagai ungkapan rasa rindunya terhadap
kekasihnya, Syamsi Tabriz. Awalnya, tarian berputar Sema hanya digunakan
oleh satu-satunya tarikat yang dikenal dengan nama Tarikat Maulawiyah atau
Jalaliyah. Tarikat tersebut didirikan oleh Jalaluddin Rumi yang sampai saat ini
pusatnya berada di Konya, Turki. Rumi merupakan syekh pertama pada
Tarikat Mevlevi (baca: Mewlewi). Beliau mengembangkan Tarikat
Maulawiyah bersama dengan sahabatnya yang bernama Husamuddin. Dalam
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
62
tarikat tersebut, ditandai dengan adanya tari Sema sebagai ungkapan cinta
manusia terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta alam raya.
Pada abad ke-17 Tarikat Mevlevi atau Tarikat Maulawiyah saat itu di
bawah kekuasaan serta dikendalikan oleh Kerajaan Utsmaniyah.26
Meskipun
demikian, Tarikat Maulawiyah tetap diizinkan untuk mempraktikkan tari
Sema tersebut hingga menyebar ke berbagai daerah dan memperkenalkannya
ke masyarakat luas. Keadaan ini membuat tarikat yang satu ini mencapai
kejayaannya dan menjadi tarikat yang paling berpengaruh hingga terkenal di
dunia Barat. Sebagai hasilnya, praktik tari Sema menarik perhatian banyak
kalangan, sehingga tidak sedikit yang ingin menjadi anggota tarikat yang
didirikan oleh Rumi tersebut.
Di samping masa kejayaannya, Tarikat Maulawiyah juga mengalami
masa-masa sulit dalam melaksanakan segala praktik keagamaannya,
khususnya pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk27
. Selama masa
jabatannya, beliau melarang keras atas segala kegiatan yang dilakukan oleh
para pengikut sufi, termasuk kegiatan praktik Sema yang diterapkan oleh
Tarikat Maulawiyah. Peraturan ini dibuat karena Attaturk ingin mengadakan
modernisasi secara besar-besaran di Turki. Bagi Attaturk, sufi dan segala
praktik zikir dan kegiatan lainnya merupakan suatu hal yang dapat
menghambat dan menjadi ancaman bagi proses modernisasi di Turki. Pada
tahun 1925, Republik Turki yang baru berdiri secara resmi menutup semua
pondokan sufi dan semua kegiatan yang berhubungan dengan tarikat.28
Pada
26
Dikutip dari ceramah Sulthanul Awliya Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani dan Maulana Syekh
Muhammad Hisham Kabbani ar-Rabbani, Sema Rumi: Adab Whirling Dervishes (terj. Arief L.
Hamdhani, et al.), Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia, hal. 19. 27
Mustafa Kemal Attaturk diberi gelar sebagai “Bapak Bangsa Turki” (1342-1357/1923-1938 M),
dahulunya adalah seorang perwira dalam pasukan Utsmaniyah. Lalu dia bergabung ke dalam
organisasi Turki Muda. Namanya mulai bersinar pada tahun 1334 H/1915 M ketika berhasil
mengusir serangan sekutu di Dardanil. Pada tahun 1338 H/1919 M dia mendirikan partai nasionalis
Turki yang mengganti kedudukan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Pada tahun 1342 H/1923
M khilafah Islamiyah dihapus, lalu Turki berganti menjadi Republik Sekuler. Mustafa Kemal
menjadi presiden dengan model kepemimpinan diktator. lihat al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman
Nabi Adam hingga Abad XX, hal. 372 et Seq. 28
Julian Baldick, Islam Mistik; Pengantar Anda ke Dunia Tasawuf, terj. Satrio Wahono, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2002, hal. 210
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
63
tahun 1953 atas kesepakatan pemerintahan Turki, akhirnya Tarikat
Maulawiyah diizinkan kembali mengadakan tari mistis Sema pada peringatan
wafatnya Rumi pada tanggal 17 Desember di Konya.29
Setelah menjalani berbagai macam halangan dan rintangan, akhirnya
pemerintahan Turki saat itu memberikan kebijakan kepada Tarikat
Maulawiyah untuk memperkenalkan tari Sema ke negara-negara di luar Turki,
termasuk di Indonesia yang saat ini diterapkan oleh Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani. Perizinan kembali atas segala bentuk dakwah dan penyebaran Islam
di Turki dilakukan ketika penguasa Turki saat itu digantikan oleh Adnan
Menderes.30 Dalam penguasaannya di Turki saat itu, beliau mengizinkan para
sufi untuk terus melanjutkan serta menyebarkan ajaran-ajarannya ke seluruh
wilayah Turki, bahkan sampai ke luar wilayah Turki. Tentunya kesempatan
tersebut tidak disia-siakan oleh para pengikut tarikat, terutama Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani dan Tarikat Maulawiyah yang saat itu mulai
membuka praktik Sema seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Sema berasal dari bahasa Arab, “Samā’”, yang artinya “mendengar”
atau jika diterapkan dalam definisi lebih luas adalah bergerak dengan suka cita
sambil mendengarkan nada-nada musik sambil menari berputar-putar sesuai
dengan arah putaran alam semesta. Rumi mengatakan bahwa ada sebuah
rahasia tersembunyi dalam musik dan Sema, di mana musik merupakan
gerbang menuju keabadian dan Sema adalah seperti elektron yang
mengelilingi intinya bertawaf menuju Sang Maha Pencipta.31
Dengan kata
lain, musik dapat menaikkan semangat peserta ketika melakukan zikir.
Dengan demikian, ego yang ada dalam diri kita akan lebih mudah untuk
dihancurkan. Dengan hancurnya ego tersebut, maka kita akan berputar menuju
cinta ilahiah dengan mudah. Perputaran dalam Sema, layaknya perputaran
alam raya yang di dalamnya terdapat kekuatan cinta.
29
Schimmel, op. cit., hal. 235. 30
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, Silsilah Rantai Emas-4, Vol.4, terj. Arief Hamdani, et al.,
Jakarta: Rabbany Sufi Institute of Indonesia, hal. 97. 31
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham., op. cit., hal. 17.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
64
Tari mistis Sema diperkenalkan di Indonesia oleh Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Adapun kedatangan Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani dan Sema ke Indonesia dibawa dan diperkenalkan oleh Syekh
Muhammad Hisyam Kabbani al-Rabbani yang berasal dari Libanon, beliau
adalah murid dari mursyid tarikat ini. Presiden Direktur Haqqani Sufi Institute
Indonesia, Arief Hamdani, mengungkapkan bahwa Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani menggunakan tari Sema dikarenakan mursyid Syekh Hisyam, yaitu
Syekh Nazim Adil al-Haqqani, memegang tujuh tarikat dan beberapa dari
tarikat-tarikat tersebut menggunakan tari Sema seperti yang telah diterapkan
oleh Tarikat Maulawiyah di Turki. Adapun tarikat-tarikat yang diikuti oleh
Syekh Nazim di antaranya adalah Tarikat Naqsyabandiyah, Syadzaliyyah,
Rifa’iyah, Tijanniyah, Maulawiyah, Chistiyah, dan Qadiriyah. Dengan
memegang tujuh tarikat tersebut, Syekh Nazim mempelajari serta menerapkan
segala amalan yang diajarkan oleh mursyidnya. Maka dari itu, tidak heran
apabila pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani juga terdapat tari Sema di
dalamnya, seperti yang terdapat pada Tarikat Maulawiyah di Turki. Syekh
Nazim memerintahkan Syekh Hisham untuk menerapkan Sema dalam
zikirnya, karena beliau sangat mengagumi dan mencintai Maulana Jalaluddin
Rumi. Di Indonesia, tari mistis ini baru digunakan oleh Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani.
Zikir dengan diiringi musik dan tari-tarian di Indonesia baru
digunakan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani. Awal masuknya Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani ke Indonesia pada tahun 1997, tarikat ini belum
menggunakan musik dan tari Sema dalam zikirnya. Kemudian pada tahun
2003, atas prakarsa Syekh Hisham, Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani mulai
mengembangkan tarikatnya di bidang seni, yakni seni tari Sema dan seni
musik yang dipraktikkan di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani ketika mereka melaksanakan zikir. Kemudian pada tahun 2005, tari
Sema mulai resmi digunakan dalam zikir Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
65
Pertunjukkan pertama tari Sema ketika itu, diadakan di Taman Ismail Marzuki
(TIM) pada bulan Oktober 2005 dengan dihadiri oleh Cak Nun.32
Inspirasi penerapan tari Sema dalam Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani
ini diawali ketika Syekh Hisham memberikan pelajaran mengenai tari Sema
yang diajarkan oleh Rumi kepada pengikut-pengikutnya. Setelah Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani menerapkan Sema pada zikirnya, banyak orang-
orang dari berbagai kalangan ikut serta dalam zikir Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani. Adapun Tujuan dari praktik tari Sema itu sendiri adalah untuk
memperkuat zikir dan mengobarkan api yang membakar segala sesuatu
kecuali kekasih.33 Karena zikir merupakan cara yang paling ampuh untuk
membakar sifat dasar manusia yang negatif.
Dalam praktiknya, sebagian besar orang yang menarikan Sema adalah
beragama Islam. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan apabila ada
masyarakat umum atau penganut agama lain di luar Islam (nonmuslim) ingin
bergabung dalam praktik Sema. Dengan kata lain bahwa tari Sema terbuka
untuk umum. Hal ini dikarenakan dakwah melalui praktik tari Sema dilakukan
atas dasar cinta, yakni cinta yang dianugerahkan Tuhan lalu disebarkan
kepada umat manusia di muka bumi ini tanpa membedakan ras, agama, umur,
dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rumi
kepada para pengikutnya. Maka dari itulah Syekh Nazim memerintahkan
kepada para pengikutnya untuk menggunakan tari Sema pada Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani, salah satu tujuannya adalah agar dapat menaikkan
semangat ketika ketika berzikir. Zikir dengan diiringi musik dan tarian akan
lebih mudah untuk menghancurkan ego dalam diri manusia. Menurut Syekh
Hisyam, “Tidak ada gerakan, maka tidak ada cinta”.34
32
Data ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Arief Hamdani di Rumi Café, pada
hari Kamis (20 Februari 2009), pukul 14.00-17.30 wib. 33
William C. Chittick, Tasawuf di Mata Kaum Sufi, Bandung: Mizan, 2002, hal. 159. 34
Dikutip dari hasil wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia, Arief
Hamdani, di Rumi Café, Jakarta Selatan, pada hari Kamis, tanggal 20 Februari 2009 (pukul: 14.00-
17.30).
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
66
Dewasa ini bukan hanya di Indonesia, sebelumnya tari Sema juga
sudah menyebar ke berbagai kota di Eropa, Amerika, dan Asia di bawah
bimbingan Syekh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dan di Turki sendiri langsung
di bawah pengawasan mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani, yaitu Syekh
Nazim Adil al-Haqqani. Perkembangan serta penyebaran Sema di Indonesia
masih terus dilakukan oleh Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani di berbagai
tempat, dari mulai lembaga pendidikan sampai tempat hiburan seperti di café,
Mal, acara pesta, dan acara resmi lainnya. Bukan hanya itu, sufi dan tari Sema
juga dipopulerkan melalui berbagai macam media, baik melalui Televisi,
majalah-majalah, surat kabar, internet, dan media elektronik lainnya. Hal ini
dilakukan agar dakwah mereka dengan menerapkan Sema yang diajarkan oleh
Rumi dapat diterima dan disukai oleh berbagai golongan masyarakat.
3.2.2 Praktik Tari Mistis Sema
Konser spiritual tari mistis Sema diiringi musik yang bertemakan
kecintaan terhadap Tuhan. Alat musik yang dimaksud terdiri dari rebana, Ney,
dan rebab. Bagi darwis (penari Sema), musik merupakan bahasa rahasia bagi
tanda-tanda Allah Swt. yang bisa didengarkan. Dengan mendengarkannya,
jiwa mengingat sumber asalnya pada hari Alastu, ketika kedekatan kepada
Allah menjadi tanah airnya.35
Di samping musik juga terdapat lantunan
shalawat Nabi Saw. yang dikenal dengan nama Naat-i-Sherif 36
, biasanya
shalawat tersebut diucapkan dalam bahasa Turki.
Pemain musik dan pembaca shalawat disebut mutrip, posisi mutrip
ketika berada di atas panggung berada di bagian depan dari tempat prosesi
35
Chittick, op. cit., hal. 159. 36
Naat dalam musik Mawlawi, disusun oleh Buhuriz Mustafa’ Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah
puisi Rumi, lihat karya Mulyadi Kertanegara, tentang Tarikat Maulawiyah yang ditulis dalam buku
yang berjudul Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, disusun oleh Sri
Mulyati, et al., hal. 343.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
67
Sema. Adapun jumlah penari Sema tidak harus ditentukan ganjil atau genap,
sedangkan jumlah pemain musik biasanya sebanyak sebelas orang dan
delapan penyanyi. Peranan penyanyi (mutrip) dalam tari Sema bagaikan
seorang imam dalam sembahyang: semua mengikutinya.37
Dikatakan
demikian, karena cepat atau lambatnya gerakan dalam tarian tersebut
tergantung dari alunan lagu dan irama musik yang dimainkan. Apabila mereka
(mutrip) memainkan iramanya dengan perlahan-lahan, maka gerakan tarian
tersebut akan turut perlahan-lahan pula. Begitu juga sebaliknya, jika iramanya
cepat, maka putarannya juga akan lebih cepat dari sebelumnya.
Posisi para mutrip harus sudah ada di atas panggung Sema sebelum
para darwis (penari) dan syekh hadir. Para penari Sema, ketika sedang ber-
whirling (menarikan Sema), diharuskan dalam keadaan suci dengan cara
berwudhu, kemudian melaksanakan dua rakaat shalat syukru dan tawas ul atau
menyatukan hati dengan para guru rantai emas pada Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani yang berjumlah empat puluh orang. Setelah itu murāqabah, yakni
penyatuan serta menjalin koneksi dengan para guru atau syekh, baru setelah
itu melaksanakan adab-adab Sema. Tari mistis Sema oleh Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani, biasanya dilakukan dalam zikir yang dikenal
dengan nama zikir khātam khawajagan.
Dalam zikir khātam khawajagan terdapat zikir “Huu”38, yang
merupakan zikir untuk ruh, zikir haqq untuk nafs, dan zikir “Hayy” untuk
fisik badan. Setelah tahapan zikir tersebut selesai dilaksanakan, kemudian
masuk dalam zikir Lā ilā ha illallāh. Setelah itu, para darwis meminta izin
kepada syekhnya untuk melaksanakan Sema. Di Turki, Sema masih dilakukan
oleh Tarikat Maulawiyah. Saat ini, seni tari Sema sudah menjadi salah satu
37
Chittick, op. cit., hal. 505. 38
Zikir “Huu” merupakan kata ganti dari Allah. berdasarkan yang terdapat dalam Ayat Kursi, yakni:
Allahu la ilaha illa HU Al-Hayy al-Qayyum (QS 2:255). Yang artinya adalah: Allah! Tiada Tuhan
kecuali Dia Yang Maha Hidup, Yang Maha Mandiri. lihat Zikir Mengingat Allah Zikir Hati
Naqsyabandi, hal. 47.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
68
bagian dari kebudayaan Turki. Selain di Turki, Sema juga terdapat di India
yang dilakukan oleh Tarikat Qhisti.
Selama berputar, darwis dalam keadaan berzikir dengan hanya
mengingat dan menyebut asma Allah Swt. dalam hatinya seperti denyutan
detak jantung. Putaran dalam tari Sema merupakan tiruan dari alam raya yang
mengungkapkan bahwa kondisi yang ada di alam raya ini dalam keadaan
berputar. Keadaan ini didasarkan pada perputaran proton, neutron, dan
elektron dalam atom yang merupakan partikel terkecil yang menyusun semua
makhluk hidup dan benda yang ada di alam raya ini, seperti yang dapat kita
lihat dalam kehidupan kita, tidak henti-hentinya Matahari berputar mengitari
planetnya.39
Perputaran tersebut terlihat mirip, seperti halnya gerakan berputar
yang terdapat dalam tari mistis Sema.
Setiap atom menari di darat dan di udara
Sadarilah baik-baik, seperti kita,
Ia berputar tanpa henti di sana
Setiap atom, entah sedih atau bahagia
Putaran Matahari adalah ekstase
yang tidak terperikan darinya.40
Perputaran dalam tari Sema juga dapat dikaitkan dengan kehidupan
manusia yang terus berputar setiap waktu, yang menunjukkan bahwa mulanya
manusia berasal dari tanah, kemudian menjalani masa-masa kehidupannya di
dunia, hingga kembali lagi ke tanah. Ringkasnya, lahir, hidup, dan mati.41
Perputaran tersebut merupakan bukti akan keberadaan Tuhan yang telah
menciptakan alam semesta dan seluruh benda dan makhluk hidup yang
senantiasa bertasbih kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam
ayat Quran berikut ini:
39
Talat Sait Halman dan Metin yang dikutip dari buku yang berjudul: Mengenal dan Memahami
Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Sri Mulyati, et al., Jakarta: Kencana, 2005, hal. 339. 40
Ibid. 41
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani, op. cit., hal. 33.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
69
ßx Îm7|¡ ç„ ¬! $tΒ ’Îû ÏN≡uθ≈yϑ ¡¡9 $# $ tΒ uρ ’Îû ÇÚö‘ F{$# ( ã&s! à7ù=ßϑø9 $# ã&s! uρ ߉ ôϑ ysø9 $# ( uθèδuρ 4’n? tã Èe≅ ä. &ó x« í�ƒÏ‰ s% ∩⊇∪
Artinya: “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-
pujian; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. QS 64:1
Semasa hidupnya, Rumi sering melakukan tari Sema sambil
mengungkapkan puisi-puisi mistis berisikan tentang cinta terhadap Tuhan,
yang keluar dari bibirnya secara spontan. Gerakan-gerakan Sema yang
dilakukan oleh para darwis saat ini masih tetap sama seperti yang telah
dilakukan oleh Rumi semasa hidupnya. Hanya saja, saat ini konsep
pengajaran adab Sema di tiap-tiap negara yang diajarkan oleh masing-masing
gurunya berbeda-beda. Sebagian ada yang melakukan adab-adab Sema secara
lengkap, hingga sampai kepada salam keempat. Namun, ada juga yang hanya
sampai salam ketiga. Ada juga yang melakukan salamnya hanya sesama
darwis, saling menunduk, dan ada juga yang hanya kepada syekhnya. Di sisi
lain, ada juga yang hanya menggunakan sampai tiga adab salam dan tata cara
salam yang dilakukan juga terkadang ada yang berbeda. Meskipun demikian,
tujuan mereka dalam menarikan tari mistis Sema ini tetap sama, yaitu menuju
cinta ilahi.
Sema biasanya dilakukan oleh para pengikut Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani selama zikir berlangsung, yang diadakan di zawiyah-nya.
Berdasarkan pengamatan penulis ketika mengikuti zikir di zawiyah Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani yang terletak di wilayah Kebayoran Baru, peserta
zikir laki-laki berada di tempat yang terpisah dari peserta zikir perempuan. Di
ruang zikir laki-laki, biasanya tari Sema dilakukan secara spontan ketika zikir
dimulai. Sementara di ruang perempuan, biasanya mereka melakukan tari
Sema ketika Hadhrah42 berlangsung. Hadhrah dilakukan dengan cara berdiri
42
Berdasarkan penuturan Arief Hamdani (Presiden Haqqani Sufi Institue of Indonesia), ketika
diwawancara oleh penulis di Rumi Café, beliau menyatakan bahwa arti kata hadhrah ialah hadir.
Praktik Hadhrah dilakukan setelah upacara ritual zikir khātam selesai dilaksanakan.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
70
yang diikuti dengan gerakan tubuh, seperti melompat serta menggerakan
tangan sambil menyerukan kata “al-Hayyu” yang artinya Yang Maha Hidup.
Ketika itulah, darwis perempuan mulai berputar-putar di tengah lingkaran.
Setelah selesai, upacara ritual ini ditutup dengan pembacaan doa yang
ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw., para syekh Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani, serta umat muslim di dunia.
Praktik zikir Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani yang disertai dengan
alunan musik dan tari Sema dilakukan di zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani dengan waktu dan tempat yang berbeda. Seperti halnya praktik tari
Sema yang diselenggarakan di zawiyah Haqqani-Rabbani Whirling Dervishes
of Indonesia atau disebut juga dengan nama Rumi Café, waktunya berbeda
dengan praktik zikir yang diselengarakan di zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah
Haqqani yang terletak di Cinere. Praktik zikir dan Sema di zawiyah Rumi
Café, Jakarta, dilakukan secara rutin setiap senin malam seusai menunaikan
shalat Isya. Sebaliknya, praktik zikir dan Sema di zawiyah Cinere dilakukan
setiap hari Rabu malam. Perbedaan waktu praktik zikir tersebut, bukanlah
suatu hal yang dipermasalahkan.
3.2.3 Adab-Adab Sema
Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia dengan
menggunakan akal dan cinta dalam menggapai “kesempurnaan”. Bermula
melangkah menuju kebenaran, didukung dengan menumbuhkan cinta,
mengesampingkan ego, menemukan kebenaran, dan akhirnya sampai pada
“kesempurnaan”, kemudian kembali dari perjalanan spiritual ini sebagai
manusia yang telah mencapai kematangan dan lebih sempurna serta memiliki
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
71
cinta, siap untuk melayani seluruh makhluk dan ciptaan Tuhan lainnya dengan
penuh cinta tanpa membedakan suku, status sosial, maupun bangsa.43
Dalam Sema terdiri dari beberapa adab, masing-masing dari adab-adab
tersebut mengandung makna tersendiri. Begitu juga dengan seragam yang
digunakan saat ber-whirling. Ketika ber-whirling, masing-masing darwis
mengenakan gaun putih panjang yang bagian bawahnya lebar mirip dengan
rok, pakaian wanita. Gaun putih tersebut dikenal dengan nama Tennure yang
merupakan simbol kain kafan. Ketika memakai, Tennure harus ditarik ke atas
sampai sebatas telinga, setelah itu bagian pinggangnya mula-mula diikat
dengan tali putih, lalu Tennure diturunkan. Baru setelah itu diikat lagi dengan
sabuk berwarna hitam yang memisahkan dari nafs ke qalb. Tennure
merupakan kain kafan yang melepaskan tabir ego dari jubah hitam yang
menyelimuti spiritualitasnya dalam mencapai kebenaran. Sebelum memakai
Tennure, para darwis memakai baju kokoh terlebih dahulu.
Setelah memakai Tennure, kemudian dilapisi lagi dengan jubah hitam.
Jubah hitam tersebut disebut dengan istilah Hirka (lafal Turki: “Herka”), yang
merupakan simbol dari kegelapan di alam kubur. Ketika memakai Hirka,
hanya syekh yang boleh memasukkan tangannya ke dalam Hirka. Sementara
seluruh darwis tangannya tidak boleh dimasukkan ke dalamnya. Hal ini
dihindarkan supaya tangan darwis tidak terlihat keluar dari jubah tersebut, dan
ketika menari Hirka wajib dilepaskan. Adab ini menunjukkan proses
kelahiran kembali menuju kebenaran, karena ego yang terdapat dalam diri
manusia telah terlepas dari raganya. Selain Hirka dan Tennure, para darwis
juga mengenakan topi berwarna merah atau abu-abu dengan bentuk
memanjang ke atas yang diberi nama Sikke, topi ini melambangkan batu nisan
bagi egonya. Seluruh pakaian tersebut merupakan simbol dan memiliki makna
“mati sebelum mati”. Artinya, kita mengalami kematian di saat kita masih
hidup. Oleh sebab itu, kita harus mengenal diri kita terlebih dahulu. Apabila
43
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani, op. cit., hal. 59.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
72
kita sudah mengenal diri kita, maka kita akan mengenal dan bertemu dengan
Tuhan.
Di antara adab-adab Sema, ada satu adab yang paling penting ketika
prosesi Sema berlangsung. Adab yang dimaksud adalah para darwis tidak
boleh membelakangi syekh, karena hal ini dianggap sangat tidak sopan. Di
dalam ruang Sema terdapat suatu garis yang bernama Hati Istifa’. Hati Istifa’
ini merupakan garis terdekat menuju Ka’bah, garis tersebut hanya boleh
dilalui oleh syekh. Selain syekh, tidak ada seorang pun yang diperkenankan
melewati garis tersebut, kecuali dengan cara membungkukkan badan dengan
posisi tangan menyilang di depan. Dengan kata lain, setiap darwis yang
melewati garis tersebut harus membungkukkan badan, seperti halnya ketika
mereka melakukan rukuk saat shalat. Adab ini dilakukan sebagai salah satu
bentuk rasa hormat darwis kepada mursyid.
Ketika panggung Sema masih dalam keadaan kosong, yakni sebelum
para penari Sema dan pemain musik masuk ke dalam ruang Sema, ada
seorang darwis yang masuk ke panggung Sema lebih awal untuk
mempersiapkan segala yang dibutuhkan selama upacara ritual tari mistis Sema
berlangsung. Ketika itu, ia ditugasi membawa karpet berwarna merah yang
terbuat dari bulu domba. Karpet tersebut dikenal dengan nama “Postaki”, atau
biasa disingkat dengan istilah “Pos”. Postaki merepresentasikan tajalli44
atau
manifestasi. Karpet merah tersebut menggambarkan tentang keindahan
Matahari dan langit senja sewaktu Rumi wafat. Karpet merah inilah yang
kemudian dijadikan sebagai alas untuk tempat duduk syekh. Darwis yang
membawa alas tersebut juga tetap tidak boleh menginjak garis lintas syekh.
Setelah pembawa alas tadi, urutan kedua yang masuk ke ruang Sema
adalah mutrip yang kemudian menempati posisinya masing-masing. Pada
44
Tajalli, berarti Allah menyingkapkan diri-Nya sendiri kepada makhluk-Nya. Penyingkapan diri
Tuhan tidak pernah berulang secara sama dan tidak pernah pula berakhir. Penyingkapan diri Tuhan
itu berupa cahaya bathiniyah yang merasuk ke hati. Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah
tanamkan di dalam diri manusia supaya ia dapat disaksikan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi
cahaya sehingga seorang yang menerimanya bakal tenggelam dalam keabadian. lihat Amstrong,
Kunci memasuki Dunia Tasawuf, hal. 66.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
73
urutan ketiga, barulah para penari Sema berbaris dan satu persatu masuk
ruang Sema berikut seorang Sema-Zen45
. Syekh masuk paling akhir dan
memberi hormat kepada para darwis. Setelah itu, para darwis membalas
hormat kepada syekh. Penghormatan darwis dilakukan setelah syekh memberi
hormat terlebih dahulu kepada mereka.
Dalam Sema, syekh diibaratkan bagaikan Matahari, sedangkan Sema
Zembasi (Sema-Zen) diibaratkan bagaikan rembulan. Artinya, Matahari
memberikan inspirasi kepada rembulan dan menjadi pantulan rembulan dan
tugas rembulan dalam Sema adalah mengatur setiap putaran Sema yang
dilakukan oleh setiap darwis. Setelah mereka (para darwis, syekh, dan Sema-
Zen) duduk, para darwis menepuk lantai sebanyak satu kali diikuti dengan
mengucapkan “Huu”, sebagai tanda ketika hari kiamat nanti manusia akan
dibangunkan kembali di Padang Mahsyar.
Mutrip mulai melantunkan pujian Naat-i-Sherif, yakni senandung
shalawat dalam bahasa Turki. Naat merupakan nyanyian religius yang berisi
tentang puji-pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Berikut
adalah terjemahan dari Naat-i-Sherif menurut Ira Friedlander yang dikutip
oleh Mulyadhi Kartanegara dalam buku yang berjudul Mengenal Tarikat-
Tarikat Muktabarah di Indonesia. Berikut adalah salinan dari terjemahan
Naat-i-Sherif:
Oh tuan kami, wali Tuhan,
Engkau adalah kekasih Tuhan,
Nabi sang Pencipta tiada tandingan
Engkau adalah wujud murni
Yang telah dipilih di antara makhluk-makhluk Tuhan.
Oh sahabat dan sultanku,
Engkau adalah kekasih sang Abadi
Wujud dalam semesta yang amat tinggi
Engkau yang terpilih di antara nabi-nabi dan cahaya mata kami
45
Semazen atau dikenal juga dengan istilah Sema-Zembasi adalah sebutan untuk seorang darwis yang
tugasnya sebagai pengatur jarak para penari Sema agar tidak saling bertabrakkan antara satu penari
dengan penari yang lain, ketika tarian mistis Sema sedang berlangsung.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
74
Oh Tuhan, wali Tuhan!
Oh sahabatku dan sultan,
Utusan Tuhan,
Engkau tahu betapa lemah dan tidak berdayanya umatmu.
Engkau adalah pembimbing orang-orang tidak berdaya dan rendah
dalam
semangat,
Wali Tuhan, sultan kami,
Engkau adalah pinus di taman para nabi
Engkau adalah musim semi di dunia ats
Syamsi Tabriz telah memuji kebesaran nabi
Engkau adalah yang telah dibersihkan, yang terpilih, tegar, dan
agung
Oh engkau penawar hati
Wali ilahi!
Selama shalawat Naat-i-Sherif dilantunkan, posisi para darwis dan
syekh dalam keadaan duduk di tempat masing-masing. Setelah senandung
shalawat Naat-i-Sherif selesai dikumandangkan, seruling Ney mulai ditiupkan
selama beberapa menit. Suara Ney melambangkan bahwa ruh telah ditiupkan
kepada seluruh makhluk hidup yang ada di alam semesta ini. Setelah itu,
terdengar suara gendang ditabuhkan yang merupakan tanda perintah Tuhan
terhadap makhluknya. “Jadilah, maka terjadilah” yang merupakan terjemahan
dari kata “Kun Fayakun”.
Seruling Ney telah selesai ditiupkan, para darwis langsung bersujud
secara serentak, lalu segera berdiri. Syekh berdiri di atas Postaki. Kemudian
mereka saling memberi salam dengan cara menundukkan badan. Para darwis
memulai tariannya dengan lingkaran atau putaran perlahan sebanyak tiga kali.
Upacara ini disebut dengan nama “Sultan Walad Dauri” yang dambil dari
nama putera pertama Rumi, yakni Sultan Walad.46 Mereka berjalan selangkah
demi selangkah melingkari sang Samahane47
yang dipimpin oleh syekh,
sambil memberi salam ketika melintasi garis Hati Istifa’. Adab ini bermakna
46
John P. Brown. The Dervishes or Oriental Spiritualism. London: Oxford University Press. Hal. 252. 47
Samahane merupakan ruang upacara tari mistis Sema. Lihat Mulyati, et al., Mengenal dan
Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, hal. 344.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
75
bahwa mereka saling menyampaikan suatu “rahasia” antara satu dengan yang
lainnya.
Gerakan melingkar dalam Sema terdiri dari tiga tahapan yang
membawa manusia menuju Tuhannya. Gerakan melingkar pertama
merupakan simbol dari penciptaan Matahari, bulan, bintang, dan seluruh
galaksi. Gerakan melingkar kedua merupakan simbol dari penciptaan flora
atau dunia tanaman, kemudian gerakan melingkar ketiga merupakan simbol
penciptaan fauna.48
Pada putaran ketiga ini, syekh duduk di atas karpet merah,
sementara para darwis melepaskan jubah hitamnya. Hal ini seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan melepaskan jubah hitam berarti mereka
telah melepaskan dunia dan ego dalam dirinya. Setelah syekh memberi restu,
prosesi tari mistis Sema-pun dimulai. Kemudian para darwis segera
melepaskan jubah hitamnya, lalu posisi tangan mereka dalam keadaan
menyilang di dada. Hal ini merupakan simbol Keesaan Tuhan.
Satu persatu para darwis membungkukkan badan kepada syekh sambil
mencium tangan syekh, sementara syekh mencium Sikke darwis. Hal ini
dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Perputaran dalam Sema selalu
dimulai dari kanan ke kiri, hal ini menggambarkan darwis memeluk umat
manusia dan seluruh ciptaan Tuhan dengan segenap kasih sayang dan cinta.
Saat berputar, kaki kiri dijadikan sebagai tumpuannya. Perlahan-lahan kedua
tangannya diangkat ke atas dan dilepaskan di sisi pipi. Proses ini
menggambarkan bunga mawar yang sedang bermekaran. Setelah itu, posisi
kedua tangan terbentang dengan tangan kanan terbuka ke atas yang berarti
menerima hidayah dari Tuhan, lalu disebarkan kepada seluruh manusia
melalui tangan kiri yang mengarah ke bawah. Proses ini menggambarkan
kedekatan dan penyatuan terhadap Tuhan.
Pada dasarnya prosesi Sema terdiri dari empat salam, tetapi terkadang
dilakukan hanya sampai salam ketiga. Salam pertama para darwis mengitari
seluruh dunia, sehingga melahirkan kesadaran manusia tentang keberadaan
48
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham, op. cit., hal. 27.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
76
Tuhan sebagai Sang Pencipta. Dengan demikian, manusia akan
menyampaikan kebenaran ilahiah. Salam kedua dalam Sema menggambarkan
kelemahan manusia setelah menyaksikan kebesaran dan keagungan Tuhan.
Salam ketiga merupakan bentuk transformasi kelemahan menjadi
mabuk cinta yang sangat mendalam. Pada tahap ini, seluruh keberadaan atau
eksistensi mereka melebur di dalam kesatuan ilahi. Inilah yang disebut dengan
keadaan ekstase. Perlu diketahui bahwa keadaan darwis saat itu dalam
keadaan sadar serta mengenali keberadaannya. Setelah salam ketiga selesai,
salam keempat dimulai. Akan tetapi, salam ini terkadang tidak dilakukan.
Melainkan, para darwis hanya melakukan sampai adab salam ketiga.
Salam keempat merupakan adab lengkap Sema, yakni adab terakhir
dalam prosesi tari mistis Sema. Pada adab ini, syekh masuk ke tengah
lingkaran para darwis dengan menyusuri garis Hati Istifa’, hingga sampai ke
titik pusat lingkaran. Ketika sampai di tengah lingkaran, syekh berputar secara
perlahan-lahan sambil membentangkan jubah hitamnya. Putaran yang
dilakukan oleh syekh bertujuan untuk mengumpulkan cahaya. Hal ini
menunjukkan bahwa syekh membuka hatinya kepada seluruh umat manusia di
dunia. Mengenai tata cara penghormatan pada adab salam kedua sampai
dengan adab salam keempat dalam Sema, sedikit berbeda dibandingkan
dengan adab salam pertama. Pada adab kedua sampai keempat, cara
penghormatan para darwis kepada syekh hanya dengan cara membungkukkan
badan tanpa mencium tangan syekh, lalu darwis langsung berputar. Hal ini
dilakukan lebih cepat dari yang pertama, karena mereka dalam keadaan
melakukan Sema.
Menurut Arief Hamdani, ada banyak pendapat mengenai makna yang
tersirat dalam adab salam pertama sampai keempat. Beberapa di antaranya ada
yang mengatakan bahwa salam pertama merupakan syariah, salam kedua
adalah tarikat atau jalan, salam ketiga adalah hakikat, dan salam keempat
adalah makrifat. Terkadang para darwis melakukan susunan adab tersebut
dengan mendahului makrifat terlebih dahulu, baru setelah itu hakikat atau
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
77
sebaliknya. Ada juga yang berpendapat bahwa salam pertama
menggambarkan penciptaan alam semesta, salam kedua adalah penciptaan
dunia tumbuh-tumbuhan. Salam ketiga adalah penciptaan dunia hewan, dan
kemudian keempat adalah penciptaan manusia.49
Salam keempat dalam adab Sema merupakan salam terakhir dari
upacara ritual tari mistis Sema. Tari mistis Sema ini ditutup dengan
pembacaan ayat suci Quran Surat al-Baqarah ayat 115.50
Adapun ayat dan
terjemahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
¬! uρ ä−Ì� ô±pRùQ $# Ü>Ì� øópRùQ $# uρ 4 $ yϑuΖ÷ƒ r' sù (#θ—9 uθè? §Ν sVsù çµô_uρ «! $# 4 �χ Î) ©! $# ììÅ™≡ uρ ÒΟŠÎ= tæ ∩⊇⊇∈∪
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke
manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah51. Sesungguhnya
Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. QS 1: 115
Setelah selesai membacakan ayat suci, kemudian diakhiri dengan
pembacaan doa yang dipimpin oleh syekh. Doa ini ditujukan untuk arwah
para Nabi Allah, syekh Naqsyabandiyah, dan juga untuk umat Islam di
seluruh dunia. Ketika semua adab selesai dilaksanakan, para darwis
meninggalkan ruang Sema satu persatu tanpa membelakangi garis Hati Istifa’,
yakni dengan cara membungkukkan badan dan tidak boleh membalikkan
badan sampai ia keluar dari garis tersebut. Adab ini dilakukan disebabkan
karena syekh merupakan perwakilan dari Maulana Jalaluddin Rumi. Adab ini
dilakukan sama seperti ketika mereka memasuki ruang Sema.
49
Dikutip dari hasil wawancara Penulis dengan Presiden Haqqani Sufi Institute of Indonesia, Arief
Hamdani, di Rumi Café, Jakarta. Pada hari Kamis, tanggal 20 Februari 2009 (pukul: 14.00-17.30
wib.). 50
Syekh Nazim al-Haqqani dan Syekh Hisham Kabbani., op. cit., hal. 35. 51
“Di situlah wajah Allah”, maksudnya: kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana
saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.
Dikutip dari penjelasan dalam tafsir Quran Surat al-Baqarah ayat 115.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
78
3.3 Zikir Khātam Khawajagan
Pada bab sebelumnya penulis sempat menyinggung sedikit mengenai zikir
khātam khawajagan. Namun, dalam bab ini, penulis ingin menjelaskan lagi mengenai
praktik zikir khātam yang rutin dilakukan di zawiyah-zawiyah Tarikat
Naqsyabandiyah setiap seminggu sekali, terutama di zawiyah Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Menurut Presiden Haqqani Sufi Institut Indonesia, Arief
Hamdani, mengungkapkan bahwa zikir khātam sama dengan zikir Naqsyabandiyah.
Adapun istilah khātam itu sendiri artinya penutup atau akhir. Dikatakan
penutup, karena zikir ini dilaksanakan setelah praktik zikir sebelumnya telah selesai
dilakukan, dan tentunya setelah itu diakhiri dengan pembacaan doa. Istilah
khawajagan berasal dari bahasa Persia yang merupakan bentuk jamak dari kata
khawajah (bentuk tunggal) yang berarti seorang syekh, sedangkan istilah khawajagan
(bentuk jamak) artinya adalah syekh-syekh. Jadi, zikir khātam khawajagan
merupakan serangkaian zikir, ayat, shalawat, dan doa yang menutup setiap zikir
berjamaah yang dipimpin oleh seorang syekh. Zikir khātam dianggap sebagai tiang
ketiga Tarikat Naqsyabandiyah, setelah zikir ism al-dzat dan zikir nafiy wa isbat.52
Zikir ism al-dzat, artinya mengingat nama yang hakiki dengan mengucapkan nama
Allah Swt. secara berulang-ulang dalam hati, sedangkan zikir nafiy wa isbat artinya
adalah mengingat keesaan Tuhan.53 Sebelum praktik zikir khātam khawajagan
dimulai, seluruh jamaah yang mengikuti zikir ini diharuskan dalam keadaan suci
dengan cara berwudhu terlebih dahulu.
Menurut sumber tertulis, menyatakan bahwa Allah Swt. mengajarkan rahasia
zikir khātam khawajagan kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani, salah satu syekh
Naqsyabandiyah yang pertama kali memimpin zikir khātam pada tarikat ini. Nabi
Saw. memberitahu Abu Bakar, yang kemudian memberitahunya lagi kepada seluruh
52
Martin van Bruinessen, Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995, hal. 85. 53
Sri Mulyati et.al, Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:
Prenada Media, 2005, hal. 106.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
79
wali Naqsyabandiyah bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani adalah pemimpin dari
khātam khawajagan.54
Pada dasarnya, zikir ini dipercaya berasal dari Abu Bakar as-Shiddiq. Zikir
khātam ini memiliki kisah tersendiri, yakni pada saat Abu Bakar as-Shiddiq
menerima rahasia zikir Tarikat Naqsyabandiyah, beliau memanggil para syekh
Naqsyabandiyah yang akan melanjutkan kedudukan Abu Bakar kelak apabila beliau
wafat. Peristiwa tersebut terjadi di alam ruh. Kemudian turunlah ajaran-ajaran zikir
yang diwariskan kepada Abdul Khaliq al-Ghujdawani, yang kemudian zikir tersebut
lebih dikenal dengan nama zikir khātam khawajagan.
Sampai saat ini, zikir khātam khawajagan merupakan praktik zikir yang biasa
dilakukan di zawiyah-zawiyah Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani setiap seminggu
sekali menjelang Matahari terbenam. Dalam praktiknya, posisi para peserta zikir
khātam khawajagan dalam keadaan duduk melingkar dengan dipimpin oleh seorang
syekh. Berdasarkan pengalaman penulis selama mengikuti zikir khātam, zikir ini
dilakukan di dalam ruangan tertutup dengan cahaya lampu yang tidak begitu terang.
Hal ini dilakukan agar perhatian dan pikiran para pengikut zikir selalu fokus dengan
bacaan zikirnya.
Berdasarkan jenisnya, zikir khātam khawajagan dibagi ke dalam dua macam,
yakni zikir khawajagan panjang dan pendek. Panjang-pendeknya zikir khātam,
tergantung dari bacaan yang dipakai lengkap atau dipersingkat. Diperkirakan bahwa
zikir khātam panjang akan memakan waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu,
susunan zikir ini biasanya dipersingkat dengan melakukan bagian-bagian yang
dianggap penting yang tidak boleh dilewati, salah satunya adalah doa. Inilah yang
kemudian disebut dengan khātam pendek.
Zikir khātam pada Tarikat Naqsyabandiyah Haqqani diadakan dengan diikuti
hadhrah (salawat Nabi Saw.) dan tari Sema, serta tidak luput dari iringan musik.
54
Ibid, hal. 20.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
80
Dalam pelaksanaan zikir khātam, menurut Syekh Najmuddin Amin Kurdi terdiri dari
beberapa adab,55
yakni:
1. Suci dari hadas dan najis.
2. Di ruang khusus dan tertutup serta sunyi dari keramaian.
3. Khusyuk dan hadir hati kepada Allah Swt., seolah-olah dalam mengabdikan
diri kepada-Nya, para peserta zikir melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, maka
Dia melihat kita (para peserta zikir).
4. Peserta yang hadir harus dengan seizin syekh.
5. Pintu dalam keadaan tertutup, dilakukan agar hatinya lebih tenang. Dengan
demikian, melaksanakan zikirnya juga akan bisa lebih khusyuk.
6. Memejamkan pelupuk mata dari permulaan hingga selesai.
7. Berusaha sungguh-sungguh melenyapkan lintasan dan getaran dalam hati,
sehingga tidak sampai lalai dari mengingat Allah Swt.
8. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk dalam shalat. Dengan
posisi duduk seperti ini diyakini lebih merendahkan diri.
Di samping adab, dalam kitab Tanwirul Qulub juga disebutkan bahwa dalam
zikir khātam juga terdiri dari sepuluh rukun (perkara).56
Adab dalam rukun zikir
khātam ini disusun oleh Abdul Khaliq al-Ghujdawani. Berikut adalah rukun-rukun
dari zikir khātam yang dikutip penulis dari buku terbitan Haqqani Sufi Institute of
Indonesia yang berjudul Dzikir Mengingat Allah Zikir Hati Naqsyabandi: The
Teaching of Sufi Master Mawlana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, di antaranya
adalah sebagai berikut:
55
Mengenai adab-adab lengkap zikir ditulis Amin Kurdi dalam kitab Tanwirul Qulub, dan juga
dikutip oleh Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 102.,
dikutip pula oleh Wiwi Siti Sajaroh dalam buku yang berjudul Mengenal dan Memahami Tarikat
Muktabarah di Indonesia, hal. 110., lihat juga Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul
Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia. 56
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1999, hal. 103.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
81
1. Hal pertama yang dilakukan pada saat zikir ini dimulai adalah diawali dengan
niat57
yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh keridhaan dari
Allah Swt. selama zikir khātam khawajagan berlangsung.
2. Setelah niat, membaca syahadat sebanyak tiga kali.
3. Membaca istighfar sebanyak 70 kali.
4. Rabithatusy-Syarīfah, yakni menghubungkan qalb jamaah dengan qalb syekh,
kemudian dari syekh ke Rasulullah Saw., dan melalui Rasulullah Saw.
dihubungkan lagi hingga sampai kepada kehadirat ilahi.
5. Membaca surat al-Fatihah sebanyak tujuh kali.
6. Membaca shalawat (shalawatusy-Syarīfah) sebanyak 100 kali.
7. Membaca surat Alam Nasrah sebanyak 79 kali.
8. Membaca surat al-Ikhlas dan basmalah sebanyak 1001 kali.
9. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali.
10. Syekh kemudian kembali meminta jamaah untuk membaca shalawat Nabi
Saw. sebanyak 100 kali.
11. Syekh atau seseorang yang ditunjuk olehnya kemudian membaca surat Yusuf
ayat 101, yang berbunyi:
* Éb>u‘ ô‰ s% Í_ tF÷!s?#u zÏΒ Å7ù= ßϑø9 $# Í_tF ôϑ̄=tã uρ ÏΒ È≅ƒÍρù' s? Ï]ƒ ÏŠ%tnF{$# 4 t� ÏÛ$sù ÏN≡uθ≈ yϑ¡¡9 $# ÇÚö‘ F{$# uρ |MΡ r&
Çc’Í<uρ ’Îû $ u‹÷Ρ ‘‰9$# Íοt�Åz Fψ $# uρ ( Í_ ©ùuθs? $ VϑÎ= ó¡ãΒ Í_ ø)Åsø9 r&uρ tÅsÎ=≈¢Á9 $$Î/ ∩⊇⊃⊇∪
Artinya: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau Telah menganugerahkan
kepadaku sebahagian kerajaan dan Telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia
dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh”. QS 12: 101
57
Penjelasan Imam Khwaja Muhammad Bahauddin Naqsyabandi tentang makna niat (Niyyah): huruf
‘Nun’ merepresentasikan Nur (Cahaya Allah Swt.). Huruf ‘Ya’ merepresentasikan Yad Allah
(tangan Allah atau kekuasaan atau pertolongan Allah). sedangkan huruf ‘Ha’ merepresentasikan
hidayah atau pencerahan.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
82
Syekh kemudian membaca dedikasi (Ihda’), yaitu mempersembahkan bacaan
yang telah dibaca kepada Nabi Muhammad Saw. dan seluruh syekh di Tarikat
Naqsyabandiyah Haqqani. Bacaan pada zikir khātam khawajagan pendek hampir
sama dengan khātam panjang. Kecuali jika mempunyai beberapa perbedaan dalam
mengulangi bacaan zikir, di antaranya yaitu:
1. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali.
2. Membaca shalawat sebanyak 10 kali.
3. Membaca surat Alam Nasrah sebanyak tujuh kali.
4. Membaca al-Ikhlas sebanyak 11 kali.
5. Membaca al-Fatihah sebanyak tujuh kali.
6. Kemudian membaca shalawat sebanyak tujuh kali.
Bagian khātam berikutnya identik dengan khātam panjang, dimulai dari ketika syekh
menunjuk seseorang untuk membaca al-Quran surat Yusuf ayat 101.58
58
Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbany. Dzikir Mengingat Allah Dzikir Hati Naqsyabandi: The
Teaching of Sufi Master Maulana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani, terj. Arief L. Hamdani, et al.,
Jakarta: Haqqani Sufi Institute of Indonesia, hal. 115 et Seq.
Refelksi Jalaluddin..., Chiriyah, FIB UI, 2009