bab ii studi literatur a. pengertian...

39
9 BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematika Matematika adalah salahsatu ilmu pengetahuan yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan di dunia. Matematika dikenal sebagai ilmu yang mempelajari angka-angka dan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang sangat penting di sepanjang jaman. Nama matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni mathematike yang artinya mempelajari. Kata mathematike berasal dari kata mathema, yang artinya pengetahuan atau ilmu. Kata tersebut berhubungan dengan mathein dan mathenein yang memiliki arti belajar atau berpikir. Berdasarkan asal katanya matematika dapat diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil berpikir manusia (Subarinah, 2006). Lebih rinci lagi James dan James (Ruseffendi, 1990) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep lain yang saling berhubungan. Mereka juga mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi tiga bidang, yakni aljabar, analisis, dan geometri. Pembagian bidang kajian matematika ini sukar untuk ditentukan dengan jelas, karena cabang-cabang dari kajian matematika saling berkaitan satu sama lain. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan logika berpikir dalam menyusun konsep-konsep yang berguna bagi kehidupan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Johnson dan Rising (Ruseffendi, dkk., 1992, hlm. 28) mengatakan bahwa matematika adalah: Pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisaikan sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, kateraturan pola atau ide; matematika itu adalah seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan simbol-simbol bersifat universal, dan harus

Upload: nguyennguyet

Post on 06-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

9

BAB II

STUDI LITERATUR

A. Pengertian Matematika

Matematika adalah salahsatu ilmu pengetahuan yang diajarkan di berbagai

lembaga pendidikan di dunia. Matematika dikenal sebagai ilmu yang mempelajari

angka-angka dan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang sangat penting di

sepanjang jaman. Nama matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni

mathematike yang artinya mempelajari. Kata mathematike berasal dari kata

mathema, yang artinya pengetahuan atau ilmu. Kata tersebut berhubungan dengan

mathein dan mathenein yang memiliki arti belajar atau berpikir. Berdasarkan asal

katanya matematika dapat diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

diperoleh dari hasil berpikir manusia (Subarinah, 2006).

Lebih rinci lagi James dan James (Ruseffendi, 1990) mengemukakan

bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran

dan konsep-konsep lain yang saling berhubungan. Mereka juga mengatakan

bahwa matematika terbagi menjadi tiga bidang, yakni aljabar, analisis, dan

geometri. Pembagian bidang kajian matematika ini sukar untuk ditentukan dengan

jelas, karena cabang-cabang dari kajian matematika saling berkaitan satu sama

lain. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang

berkaitan dengan logika berpikir dalam menyusun konsep-konsep yang berguna

bagi kehidupan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Johnson dan Rising

(Ruseffendi, dkk., 1992, hlm. 28) mengatakan bahwa matematika adalah:

Pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika

itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan

cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih

berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi;

matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisaikan sifat-sifat

atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur

yang didefinisikan atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat,

atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah

ilmu tentang pola, kateraturan pola atau ide; matematika itu adalah seni,

keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa matematika adalah ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan simbol-simbol bersifat universal, dan harus

Page 2: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

10

dibuktikan secara deduktif. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan

Ruseffendi (1990) yang menyatakan bahwa dalam matematika, suatu generalisasi,

sifat, teori, atau dalil itu belum dapat diterima sebagai generalisasi, sifat, dan

sebagainya sebelum kebenarannya dapat dibuktikan secara deduktif.

Sehubungan dengan pendapat sebelumnya, Reys, dkk. (Suwangsih dan

Tiurlina, 2006, hlm. 4) menyatakan bahwa, “Matematika adalah telaah tentang

pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan

suatu alat”. Pendapat ini diperkuat oleh pandangan Kline (Suwangsih dan

Tiurlina, 2006, hlm. 4) yang menyatakan bahwa “Matematika itu bukan

pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri tetapi

adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan

menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam”. Pendapat tersebut

menunjukkan bahwa ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat berguna

dalam berbagai aktivitas manusia.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu pengetahuan yang didasarkan pada logika manusia

dengan menggunakan simbol-simbol yang universal dan memiliki keterurutan

yang harmonis dan banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Sehubungan

dengan banyaknya konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari manusia,

maka ilmu matematika menjadi suatu pelajaran yang banyak dipelajari di seluruh

dunia, dan banyak diterapkan dalam ilmu lain.

B. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Proses belajar tentu saja memiliki tujuan tertentu, yakni berupa perubahan

perilaku ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari belajar. Di dalam

Permendiknas No. 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa pembelajaran matematika

diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

konsep, penalaran, pemecahan masalah, pengkomunikasian gagasan, dan sikap

menghargai dalam kehidupan (Wijaya, 2012).

Dari tujuan pembelajaran matematika yang dicanangkan oleh pemerintah

Indonesia tersebut. Terlihat bahwa tujuan dari pembelajaran matematika di

Indonesia sangat baik dan mencakup tiga aspek yang meliputi pengetahuan,

keterampilan, dan sikap. Berkaitan dengan penelitian ini, aspek berpikir

Page 3: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

11

matematis yang menjadi tujuan pembelajaran matematika, ternyata belum banyak

dikembangkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya

sekolah yang berfokus pada aspek pemahaman saja, tanpa peduli pada aspek

lainnya, karena adanya hambatan dalam mengembangkan kemampuan berpikir

matematis (Wijaya, 2012). Bekaitan dengan hal tersebut, guru memiliki tugas

mulia untuk menjadi tonggak pendidikan yang menjamin ketercapaian pendidikan

di Indonesia dengan menyajikan pembelajaran terbaik, yakni pembelajaran yang

memuat aspek pemahaman, keterampilan berpikir, dan sikap dari peserta didik.

Sehubungan dengan hal tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang

mengaji salahsatu aspek berpikir matematis, yakni kemampuan berpikir kreatif

matematis. Kajian ini didasarkan pada keterkaitan kemampuan berpikir matematis

dengan problem solving skill. Hal ini sejalan dengan pendapat Stacey (Wijaya,

2012) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir matematis memberi

kontribusi dalam mengembangkan pemecahan masalah. Hal ini dapat dijadikan

dasar bahwa penelitian dengan menggunakan kedua keterampilan tersebut dapat

dilakukan. Penelitian-penelitian yang menggunakan kemampuan berpikir

matematis ini sangat diperlukan di dunia pendidikan Indonesia, khususnya dalam

matapelajaran matematika.

C. Karakteristik Matematika di SD

Mengajar matematika tentu tidak akan optimal jika guru tidak memahami

karakteristik pembelajaran matematika itu sendiri. Seorang guru harus memiliki

pemahaman mengenai karakteristik pembelajaran matematika di sekolah dasar

agar guru dapat mengajar matematika dengan sebaik-baiknya. Sehubungan

dengan hal ini, Suwangsih dan Tiurlina (2006) menjelaskan beberapa karakteristik

pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan

dengan mengaitkan konsep matematika yang sedang dipelajari dengan konsep

yang telah dipelajari sebelumnya. Konsep sebelumnya merupakan penyokong

untuk memahami konsep yang akan dipelajari selanjutnya. Dalam hal ini konsep

baru diajarkan kepada peserta didik dengan bermodalkan pengetahuan yang telah

dimiliki olehnya.

Page 4: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

12

2. Pembelajaran matematika bertahap.

Pembelajaran matematika itu bertahap, dari konsep yang sederhana

menuju konsep yang lebih kompleks. Tidak mungkin mengajarkan konsep

matematika yang rumit, jika pemahaman terhadap konsep matematika yang

sederhana belum dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu, penyajian konsep

matematika harus terstruktur, dimulai dengan konsep yang diajarkan dengan

benda konkret, kemudian ke dalam bentuk gambar dan akhirnya ke dalam

simbol-simbol yang abstrak. Tahapan-tahapan dalam matapelajaran matematika

ini harus selalu dilakukan, karena suatu materi yang sederhana biasanya menjadi

prasyarat bagi materi yang lebih abstrak. Selain itu, penyajian materi matematika

secara bertahap ini juga didasarkan pada perkembangan mental peserta didik.

Semakin dewasa peserta didik, maka tingkat kesukarannya pun akan meningkat.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.

Matematika adalah ilmu deduktif, namun pembelajarannya di sekolah

dasar harus disesuaikan dengan perkembangan mental peserta didik yang masih

berada pada tahap operasional konkret. Pembelajaran dengan metode induktif ini,

diawali dengan contoh-contoh yang memberikan peserta didik pengalaman belajar

yang berasal dari kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan menggunakan

metode induktif, konsep matematika yang bersifat abstrak dapat disajikan secara

lebih konkret, sehingga bisa dipahami oleh peserta didik.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Pembelajaran matematika seharusnya memiliki kebenaran yang konsisten.

Artinya suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan sebelumnya telah

diterima kebenarannya, sehingga tidak ada pertentangan dalam penentuan

kebenarannya. Konsistensi ini sangat penting, mengingat konsep dalam

matematika memiliki keterkaitan antarkonsep matematika lain ataupun konsep

pelajaran lain. Oleh karena itu, jika kebenaran dalam matematika tidak memiliki

sifat yang konsisten, maka teori-teori yang berkaitan dengan konsep tersebut akan

terganggu kebenarannya.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.

Pembelajaran bermakna merupakan cara mengajar dimana peserta didik

terlibat aktif menemukan dalam aturan-aturan, sifat-sifat dan dalil-dalil melalui

Page 5: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

13

contoh secara induktif dan dibuktikan secara deduktif. Pembelajaran seperti ini

merupakan pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik, dalam hal ini

peserta didik menjadi subjek pembelajaran, dan bukan objek pembelajaran.

Berkaitan dengan karakteristik pembelajaran matematika di sekoah dasar.

Adjie & Maulana (2006) mengungkapkan bahwa matematika merupakan

matapelajaran yang memuat materi yang abstrak, namun di sisi lain peserta didik

yang dihadapi masih belum berpikir secara abstrak. Oleh karena itu, guru harus

menyajikan pembelajaran matematika dari benda-benda konkret terlebih dahulu,

baru kemudian menuju ke abstrak. Pendapat ini didukung oleh pandangan

Subarinah (2006) yang mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik

antara peserta didik sekolah dasar dan karakteristik matematika. Tugas dari

seorang guru untuk menjembatani perbedaan karakteristik tersebut, sehingga

tercipta harmoni pembelajaran di sekolah dasar. Berdasarkan beberapa pendapat

sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan karakteristik

pembelajaran matematika dengan karakteristik yang dimiliki peserta didik sekolah

dasar. Jika perbedaan karakteristik ini tidak diatasi oleh guru, maka pembelajaran

matematika tidak dapat terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, seorang guru

SD harus belajar memahami karakteristik dari pembelajaran matematika di SD,

supaya mampu mengajar matematika dengan baik.

D. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

Terdapat tiga bidang kajian dalam matapelajaran matematika di SD yaitu

bilangan, pengukuran dan geometri, dan pengolahan data. Pembagian bidang

kajian matematika di sekolah dasar ini dilakukan supaya guru dapat berfokus pada

bidang kajian yang akan dijelaskannya. Penjelasan dari ketiga bidang kajian

tersebut dijelaskan oleh Adjie dan Maulana (2006) sebagai berikut ini.

1. Bilangan, kajian bilangan di SD meliputi melakukan dan menggunakan

sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah dan

menaksir operasi hitung.

2. Pengukuran dan Geometri, kajiannya di SD meliputi mengidentifikasi

bangun datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau

kesebangunannya, melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling,

luas, volume, dan satuan pengukuran, menaksir ukuran (misal: panjang,

luas, volume) dari benda atau bangun geometri, menentukan dan

menggambarkan letak titik atau benda dalam sistem koordinat.

Page 6: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

14

3. Pengolahan Data di SD, pengolahan data meliputi: mengumpulkan,

menyajikan, dan menafsirkan data (ukuran pemusatan data).

Dari ketiga bidang kajian di atas, materi pelajaran pada penelitian ini

termasuk dalam bidang kajian bilangan, subpokok perbandingan dan skala.

Adapun cakupan subpokok bahasan ini adalah menggunakan pecahan dalam

masalah perbandingan dan skala, membuat perbandingan dan skala dari situasi

sehari-hari dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan perbandingan dan

skala. Materi perbandingan dan skala yang akan diajarkan ini termasuk ke dalam

materi semester 2 di kelas V. Pemilihan materi ini didasarkan pada sifat materi

perbandingan dan skala yang dapat dihubungkan dengan berbagai konteks

kehidupan peserta didik, konsep perbandingan ini begitu dekat dengan kehidupan

peserta didik sekolah dasar yang berada dalam masa anak-anak. Guru bisa

menyajikan konsep perbandingan melalui peristiwa sehari-hari, misalnya peserta

didik diminta untuk menulis perbandingan berat badan ayah dengan berat badan

ibunya. Selain itu, peserta didik juga dapat membandingkan jumlah uang jajan

yang dimilikinya dengan peserta didik lainnya. Sementara itu, materi skala

menjadi suatu materi yang sangat bermanfaat, bukan hanya di matapelajaran

matematika. Lebih dari itu, materi tentang skala ini sangat berguna untuk

matapelajaran lain seperti IPS, yakni ketika membahas tentang peta. Dengan

keunggulan dari materi perbandingan ini, maka proses menyajikan masalah

kontekstual dalam pembelajaran PBL akan lebih lancar, karena banyaknya

masalah nyata yang bisa disajikan. Selain itu, manfaat yang diperoleh peserta

didik dengan mempelajari materi perbandingan dan skala juga merupakan bahan

pertimbangan dipilihnya materi perbandingan dan skala dalam penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif matematis dan kemandirian belajar peserta didik kelas V sekolah dasar

pada materi perbandingan dan skala. Materi ini terdapat dalam standar kompetensi

nomor 5 dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu

menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dengan kompetensi dasar

menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala. Hal ini tercantum

dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar matapelajaran matematika kelas

Page 7: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

15

V semester 2, KTSP (BSNP, 2006, hlm. 34-35), standar kompetensi dan

kompetensi dasar tersebut tertulis dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Matapelajaran Matematika Kelas V Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

5. Menggunakan pecahan dalam

pemecahan masalah

5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen

dan desimal serta sebaliknya.

5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan

berbagai bentuk pecahan.

5.3 Mengalikan dan membagi berbagai

bentuk pecahan.

5.4 Menggunakan pecahan dalam

masalah perbandingan dan skala.

Geometri dan Pengukuran

1. Mengetahui sifat-sifat bangun

dan hubungan antar bangun

6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun

datar.

6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun

ruang.

6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai

bangun ruang sederhana.

6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan

dan simetri.

6.5 Menyelidiki masalah yang berkaitan

dengan bangun datar dan bangun

ruang sederhana.

1. Materi Perbandingan dan Skala

Perbandingan adalah pembagian antara dua satuan yang sama. Menurut

Maulana (2010, hlm. 161) menyatakan “Perbandingan adalah pasangan terurut

bilangan a dan b yang dapat dinyatakan dalam atau a : b, dan dibaca a

berbanding b, dengan b ≠ 0”. Perbandingan disebut juga rasio. Berikut ini adalah

syarat sebuah perbandingan.

a. Satuan-satuan yang diperbandingkannya sejenis.

b. Perbandingannya dibuat dalam bentuk pecahan yang paling sederhana dan

dinyatakan dengan bilangan bulat positif.

c. Perbandingan dapat disederhanakan dan bentuknya tanpa menggunakan

satuan.

Perbandingan yang dipelajari dalam materi matematika sekolah dasar

terdiri dari dua jenis. Adapun jenis-jenis perbandingan tersebut adalah.

Page 8: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

16

a. Perbandingan Senilai

Menurut Adjie dan Maulana (2006, hlm. 243), “Perbandingan senilai

merupakan suatu bentuk perbandingan yang jika salahsatu besaran yang

diperbandingkannya naik, maka besaran yang lainnya pun ikut naik. Sebaliknya,

jika salahsatu besaran yang diperbandingkan turun, maka besaran yang lainnya

pun ikut turun”.

Diketahui a : b dan c : d merupakan perbandingan-perbandingan yang senilai, jika

dan hanya jikaad = bc. Atau dapat ditulis pula sebagai berikut.

b. Perbandingan Berbalik Nilai

“Perbandingan berbalik nilai adalah suatu bentuk perbandingan yang jika

salahsatu besaran yang diperbandingkan nilainya bertambah, maka besaran

lainnya nilainya semakin kecil” (Maulana, 2010, hlm. 169). Penggunaan

perbandingan salahsatunya yaitu untuk menentukan skala. Cara menentukan skala

yaitu dengan menyederhanakan pecahan.

Menentukan skala sama dengan membandingkan ukuran gambar dengan

ukuran sebenarnya dalam bentuk paling sederhana. Hal ini sejalan dengan

pendapat Maulana (2010, hlm. 173) yang menyatakan “Skala adalah perbandingan

antara ukuran gambar pada peta dan ukuran benda yang sesungguhnya”. Ada

beberapa macam skala dalam pengukuran. Adapun jenis-jenis skala tersebut

adalah:

a. Skala Nominal

Skala nominal merupakan skala yang paling lemah dari semua skala

pengukuran yang ada. Skala ini membedakan suatu peristiwa dengan peristiwa

yang lain berdasarkan nama. Pada skala ordinal semua data dianggap bersifat

kualitatif dan setara, contohnya peserta dibedakan menjadi laki-laki diwakili

dengan angka 1 dan perempuan diwakili dengan angka 2. Konsekuensi dari skala

nominal tidak mungkin seseorang memiliki dua kategori sekaligus.

b. Skala Ordinal

Skala ordinal pengukuran didasarkan pada jumlah relatif beberapa

karakteristik khusus yang dimiliki oleh setiap peristiwa. Oleh karena itu,

pengukuran skala ordinal memungkinkan penyusunan peringkat dari masing-

Page 9: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

17

masing peristiwa yang terjadi. Pada skala ordinal terdapat klasifikasi data

berdasarkan tingkatan, sebagai contoh, tingkat pendidikan, kategori SD diwakili

angka 1, SMP diwakili angka 2, SMA diwakili angka 3, dan kategori Sarjana

diwakili angka 4.

c. Skala Interval

Pada skala interval, pembedaan peristiwa dapat diurutkan. Antara peringkat

satu dengan yang lain memiliki arti. Dengan kata lain, selain bisa dibuat dalam

peringkat data dapat pula dikuantitatifkan. Sebagai contoh, interval nilai pelajaran

matematika di SMP Maju adalah 0 sampai 100, bila siswa A dan B masing-

masing mendapat nilai 45 dan 90 bukan berarti tingkat kecerdasan B dua kali dari

tingkat kecerdasan A meskipun nilai B dua kali dari nilai A.

d. Skala Rasio

Skala rasio merupakan pengukuran yang paling tinggi. Skala rasio adalah

hasil pengukuran untuk nilai yang sesungguhnya, bukan kategori seperti pada

skala nominal, ordinal maupun interval. Contohnya Andi memiliki 20 ekor sapi,

maka angka 20 disana menunjukkan jumah sapi Andi yang sebenarnya.Dalam

penelitian ini skala yang digunakan adalah skala rasio. Penggunaan skala ini

seringkali digunakan untuk membuat penyekalaan pada peta atau denah.

Pembelajaran tentang skala ini dapat mendukung matapelajaran lain yang

mempelajari peta seperti ilmu pengetahuan sosial.

E. Teori Belajar Matematika

Belajar merupakan suatu cara manusia untuk memperoleh pengetahuan

dari sesuatu yang dialaminya dalam kehidupan. Manusia akan terus belajar untuk

mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Hal ini senada dengan pendapat

dari Djamarah dan Zain (2002), mereka mengatakan bahwa belajar merupakan

proses perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman dan

latihan. Perubahan tingkah laku tersebut berkaitan dengan aspek pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik dari lingkungan belajarnya.

Hal ini senada dengan pandangan dari Dimyati dan Mudjiono (2006) yang

menjelaskan mengenai proses belajar yang terjadi sebagai akibat dari perolehan

pengalaman peserta didik dari lingkungan sekitarnya. Proses belajar ini dapat

terjadi dimana saja asalkan peserta didik memiliki kemauan untuk belajar.

Page 10: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

18

Seseorang yang belajar akan terlihat dari perubahan tingkah lakunya, yakni

berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran ada langkah

evaluasi untuk mengukur sejauh mana peserta didik memahami pembelajaran.

Sehubungan dengan hal itu, Maulana (2008, hlm. 61) memberi penjelasan

bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap

sebagai hasil dari pengalaman, yang menuju arah lebih baik, dan dapat diukur.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa untuk membentuk perubahan perilaku

peserta didik ke arah yang lebih baik, guru harus menyajikan pengalaman belajar

yang bermakna. Oleh karena itu, pembelajaran yang disajikan guru di kelas

seharusnya didasarkan pada teori belajar yang sesuai dengan karakteristik peserta

didik. Berikut ini adalah teori belajar-mengajar matematika di SD yang berkaitan

dengan pembelajaran pada penelitian ini.

1. Teori Perkembangan Piaget

Jean Piaget adalah seorang tokoh pendidikan yang terlahir di Swiss. Piaget

mengemukakan teori perkembangan mental manusia. Menurutnya proses berpikir

anak-anak berbeda dengan proses berpikir orang dewasa, karena manusia

mengalami tahapan perkembangan kognitif. Oleh karena itu cara belajar anak-

anak juga berbeda dengan cara belajar orang dewasa. Adapun tahapan

perkembangan mental Piaget (Maulana, 2011a) dijelaskan sebagai berikut ini.

a. Tahap Sensorimotor

Tahap ini dialami oleh individu yang berusia 0 hingga usia 2 tahun. Pada

tahap ini individu mulai mengembangkan konsep matematika dengan berinteraksi

dengan dunia fisik. Pada tahap ini juga individu sudah mampu memainkan benda-

benda yang ada disekitarnya, dan belajar sesuatu dari perbuatan dan gerak yang

dilakukannya. Tahap ini merupakan tahap perkembangan peserta didik di dalam

keluarga, peran orang tua sangatlah penting pada tahap ini.

b. Tahap Praoperasional

Anak-anak berusia 2 tahun hingga 7 tahun termasuk dalam individu yang

berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini individu sudah mampu

menyatakan ide melalui bahasa sederhana. Tahapan ini ditandai dengan

pemahaman konsep sederhana yang dipahami hanya dengan satu sudut pandang

Page 11: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

19

saja (individu akan mengira bahwa cara berpikir orang lain sama dengan cara

berpikirnya).

c. Tahap Operasi Konkret

Anak-anak yang berusia 7 hingga 12 tahun termasuk dalam tahap operasi

konkret. Pada tahap ini peserta didik dapat mengembangkan sebuah konsep

melalui benda konkret untuk mencari hubungannya terhadap ide yang abstrak.

Selain itu, anak dapat berpikir logis yakni mampu membedakan mana yang benar

dan mana yang salah.Selanjutnya tahap ini dialami oleh anak yang berusia 7 tahun

sampai sekitar 12 tahun, sesuai dengan usia sekolah dasar di Indonesia pada

umumnya. Meskipun demikian, pada tahap ini anak tidak dapat mengerti suatu

konsep tanpa benda konkret, karena anak mengalami kesulitan dalam proses

berpikir formal ke dalam ide abstrak (Maulana, 2011a). Oleh karena itu,

penggunaan pendekatan serta media yang sesuai dengan karakteristik peserta

didik akan membantu peserta didik untuk memahami konsep matematika yang

bersifat abstrak. Adapun media yang cocok digunakan adalah media yang bersifat

konkret.

d. Tahap Operasi Formal

Tahap ini dialami oleh peserta didik yang berusia di atas 12 tahun. Pada

tahap ini peserta didik sudah mampu memahami konsep matematika yang

disampaikan secara verbal, dan mampu berpikir secara abstrak. Pada tahap ini

peserta didik sudah mampu merumuskan teori dan hipotesa, serta mampu

mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus.

Adapun kaitan antara teori Piaget dengan penelitian ini, ialah sebagai

acuan bahwa untuk mengajarkan konsep matematika dengan menggunakan PBL,

khususnya di sekolah dasar perlu memperhatikan perkembangan mental anak

yang berada pada tahap operasional konkret. Salahsatu cara yang bisa dilakukan

guru dalam mengajar dengan PBL adalah menyajikan masalah yang bersifat

konkret dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini sesuai

dengan karakteristik pendekatan PBL yang menyajikan masalah autentik dalam

pembelajarannya.

Page 12: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

20

2. Teori Bruner

Jerome S. Bruner merupakan tokoh pendidikan yang terkenal dari

Universitas Harvard. Bruner merupakan tokoh yang mencetuskan teori tentang

perkembangan belajar. Bruner (Pitadjeng, 2006) menyatakan bahwa konsep

matematika yang diajarkan di sekolah akan lebih mudah dipahami jika materi

yang dipelajarinya memiliki pola terstruktur. Pembelajaran matematika harusnya

dimulai dengan memanipulasi pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik,

supaya peserta didik mampu terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini

menjelaskan bahwa peserta didik akan lebih mudah memahami konsep

matematika apabila diberi kesempatan dalam memanipulasi benda-benda di

sekitarnya, untuk menemukan pola keteraturan. Bruner (Karso, dkk., 2010),

memberi penjelasan tentang tahapan perkembangan mental peserta didik, sebagai

berikut ini.

a. Tahap Enaktif

Pada tahap ini, peserta didik menggunakan dan memanipulasi benda-benda

konkret atau mengalami peristiwa di lingkungan sekitar untuk memahami suatu

konsep matematika. Misalnya dalam mengenalkan konsep penjumlahan, 3 + 4.

Peserta didik menggunakan tiga pensil miliknya ditambahkan dengan empat

pensil milik temannya.

b. Tahap Ikonik

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik mulai menggunakan

mental, dengan melihat gambaran benda yang dimanipulasi. Pada tahap ini peserta

didik sudah mampu mengenal konsep matematika dengan menggunakan gambar

dari benda-benda saja. Gambar benda yang sering ditemukan oleh peserta didik

bisa dijadikan media pembelajaran pada tahapan ini.

c. Tahap Simbolik

Pada tahap ini anak telah mampu berpikir secara abstrak, tidak

menggunakan benda konkret lagi. Pada tahap ini peserta didik sudah mampu

memanipulasi simbol dan notasi matematika dalam mempelajari konsep

matematika.

Page 13: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

21

Sehubungan dengan penelitian ini, teori Bruner memberikan pandangan

bahwa peserta didik yang diajari matematika harus dimulai dengan memanipulasi

pengetahuan awalnya. Pada penelitian ini penggunaan media berupa gambar

benda yang sering ditemukan oleh peserta didik menjadi media dalam

pembelajaran. Penggunaan media yang dekat dengan kehidupan sehari-hari

peserta didik ini diharapkan menjadi modal bagi peserta didik dalam mencari

informasi untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapinya.

3. Teori Ausubel

Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah David Ausubel. Teori

Ausubel dikenal juga dengan teori belajar bermakna. Ausubel mengatakan bahwa

belajar yang baik adalah belajar menemukan sendiri konsep matematika (inkuiri).

Konsep matematika tidak diajarkan secara langsung oleh guru, melainkan

ditemukan oleh peserta didik melalui aktivitas belajar (Maulana, 2011a).

Selain itu, Ausubel (Maulana, 2011a) menjelaskan perbedaan antara

belajar menghapal dengan belajar bermakna. Menurut Ausubel belajar menghafal

merupakan proses belajar yang terbatas menghapal konsep-konsep matematika

yang diperoleh. Sementara itu, belajar bermakna merupakan proses memahami

konsep yang diperoleh dari pembelajaran dan mengaitkannya dengan kehidupan

sehari-hari.

Teori ini mendukung pembelajaran dengan pendekatan PBL, karena

didalam pembelajaran dengan PBL peserta didik diarahkan untuk menemukan

sendiri konsep matematika dengan dibantu oleh guru. Pembelajaran seperti ini

dimaksudkan supaya pengetahuan yang diperoleh peserta didik merupakan

pengetahuan yang bermakna dan relevan dengan kehidupan sehari-harinya. Lebih

jauh lagi pembelajaran dengan PBL ini bertujuan untuk mengembangkan

kemandirian belajar peserta didik.

4. Teori Gagne

Robert M. Gagne adalah seorang tokoh psikologi yang mengemukakan

teori ini. Menurut Gagne (Karso, dkk., 2010) terdapat dua objek yang dapat

diperoleh peserta didik dalam pembelajaran matematika. Dua objek tersebut

adalah objeklangsung dan objek tidak langsung. Objek langsung terdiri dari: fakta,

Page 14: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

22

keterampilan, konsep, dan aturan/prinsip. Sedangkan objek tak langsung

mencakup kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, kemandirian

dalam belajar dan bekerja, bersikap positif terhadap matematika, mengetahui

bagaimana cara ia belajar dan sebagainya.Gagne (Karso, dkk., 2010)

mengelompokkan proses belajar menjadi delapan tipe belajar sebagai berikut.

a. Belajar isyarat, disebut juga sebagai belajar tanpa disengaja. Belajar isyarat

terjadi karena adanya stimulus yang baik kemudian menimbulkan realisasi

emosional. Contoh belajar isyarat adalah perasaan senang terhadap pelajaran

matematika, karena sikap guru saat mengajar dapat menimbulkan kesenangan

peserta didik dalam belajar.

b. Belajar stimulus-respon, merupakan belajar dengan niat dan respon peserta

didik yang bersifat fisik. Misalnya peserta didik menuliskan contoh bilangan

asli setelah guru memberi penjelasan tentang bilangan asli.

c. Rangkaian gerak, yaitu belajar perbuatan jasmaniah dari dua atau lebih

kegiatan stimulus-respon. Contohnya peserta didik menggambar ruas garis

dengan rangkaian gerak sebagai berikut: mengambil pensil dan penggaris,

meletakkan penggaris melewati dua titik, dan menarik ruas garis.

d. Rangkaian verbal, yaitu belajar dengan perbuatan lisan terurut dari dua

kegiatan stimulus-respon atau bahkan lebih. Contohnya, peserta didik mampu

mengemukakan pendapatnya tentang simbol, definisi, dan semacamnya.

e. Belajar membedakan, yaitu belajar memisahkan rangkaian yang berbeda.

Misalnya membedakan segitiga berdasarkan sisinya.

f. Belajar konsep, sering juga disebut dengan belajar pengelompokan yakni

dengan mengenal sifat bersama benda-benda konkret untuk dijadikan suatu

kelompok. Misalnya untuk memahami konsep lingkaran peserta didik

mengamati benda nyata seperti cincin, gelang, permukaan gelas, dan

sebagainya

g. Belajar aturan, yaitu belajar dengan tujuan peserta didik mampu memberikan

respon terhadap segala macam perbuatan

h. Pemecahan masalah, yaitu tipe belajar yang paling tinggi. Dalam belajar tipe

ini peserta didik sudah memiliki kemampuan prasyarat untuk

menyelesaikannya, namun masih bermasalah dalam penyelesaiannya. Suatu

Page 15: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

23

masalah bagi peserta didik bukan masalah bagi gurunya. Dalam hal ini guru

harus mengetahui kemungkinan jawaban dari peserta didik.

Adapun keterkaitan teori Gagne dengan penelitian ini yaitu pembelajaran

yang dilakukan berbasis dari suatu permasalahan autentik. Hal ini sesuai dengan

salahsatu tipe belajar yang dicetuskan Gagne, yakni tipe belajar pemecahan

masalah. Sehubungan dengan itu, seorang guru harus menciptakan situasi

pembelajaran berdasarkan masalah bagi peserta didiknya. Seorang guru juga harus

mampu memprediksi kemungkinan jawaban dari peserta didiknya.

5. Teori Vygotsky

Vygotsky adalah seorang psikolog asal Rusia yang mengemukakan

pentingnya interaksi dan kerjasama dalam proses pembelajaran. Pada saat peserta

didik belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya, interaksi antara peserta didik

dengan peserta didik lain dan guru menjadi kunci dari ketercapaian pengetahuan

yang lebih tinggi. Dalam hal ini keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik

dapat dikembangkan lebih optimal. Menurut Vygotsky setiap peserta didik

memiliki potensi tersendiri yang unik dan bisa berkembang dengan bantuan dari

guru. Pada saat peserta didik kesulitan dalam mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri, guru berperan memberikan bantuan kepada peserta didik melalui

scaffolding. Kondisi ini disebut sebagai zone of proximal development (Muijs dan

Reynold, 2008).Scaffolding ini merupakan bentuk bimbingan guru terhadap

peserta didik supaya dapat membangun pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan teori di atas, seorang guru harus mempersiapkan diri

menghadapi kesulitan peserta didik dalam belajar. Dalam hal ini guru harus

membantu peserta didiknya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntun peserta

didik dalam membangun pengetahuannya. Kondisi ini sangat sesuai dengan

pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan dalam penelitian. Jika peserta

didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematis yang disajikan

guru, maka guru dapat membantu peserta didik untuk memahami konsep tersebut

melalui scaffolding.

Page 16: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

24

6. Teori Dienes

Zoltan P. Dienes merupakan ahli matematika yang banyak meneliti tentang

pengajaran matematika terhadap anak-anak. Ia berusaha untuk mengembangkan

pengajaran matematika agar lebih menarik dipelajari. Dienes mengungkapkan

bahwa konsep matematika akan lebih mudah dipelajari dengan menyajikan dalam

bentuk yang beragam. Misalnya dalam mengajarkan konsep persegi, sebaiknya

guru menyajikan gambar persegi dengan ukuran yang beragam daripada

menyajikan gambar dan bentuk yang seragam. Dienes juga berpendapat bahwa

pembelajaran matematika yang disajikan dalam bentuk konkret yang dimanipulasi

dengan baik akan membuat pembelajaran matematika lebih mudah dipahami oleh

peserta didik (Maulana, 2011a). Menurut Dienes (Maulana, 2011a), dalam

pembelajaran matematika, terdapat enam tahap yang dilalui peserta didik dan

harus dipahami oleh guru. Adapun enam tahap tersebut adalah sebagai berikut.

a. Bermain bebas, pada tahap ini peserta didik mempelajari konsep matematika

dengan aktivitas yang tidak terstruktur. Peserta didik akan berinteraksi

dengan lingkungan sekitarnya untuk membentuk mental dan sikap sebagai

persiapan memahami konsep.

b. Permainan, pada tahap ini, peserta didik mulai mengamati pola dan sifat

kesamaan/ketidaksamaan, keteraturan/ketidakteraturan konsep yang diwakili

oleh benda-benda konkret. Semakin beragam bentuk berbeda dari suatu

konsep maka akan semakin baik pemahaman peserta didik mengenai konsep

tersebut.

c. Penelaahan sifat bersama, pada tahap ini, peserta didik mampu menemukan

kesamaan sifat, menunjukkan contoh dan bukan contoh, serta mendalami

pemahamannya akan suatu konsep.

d. Representasi, pada tahap ini peserta didik sudah mampu membuat pernyataan

dari kesamaan sifat yang ditemukan pada tahap ketiga

e. Simbolisasi, pada tahap ini, peserta didik mampu merepresentasi konsep

matematika dengan menggunakan simbol matematika atau melalui

perumusan verbal

Page 17: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

25

f. Formalisasi, tahap formalisasi merupakan tahap belajar yang paling tinggi

dalam teori Dienes. Pada tahap ini peseta didik sudah mengenal aksioma dan

teorema, serta mampu membuktikan teorema-teorema.

Sehubungan dengan penelitian ini, teori Dienes menjadi dasar dalam

menyajikan masalah kepada peserta didik. Masalah yang disajikan dalam

pembelajaran menggunakan PBL merupakan masalah nyata yang membutuhkan

banyak informasi supaya dapat dipecahkan. Masalah seperti itu, merupakan

masalah yang berbeda dengan masalah matematika yang biasa ditemukan oleh

peserta didik. Hal ini dapat merangsang pola berpikir peserta didik, sehingga

kemampuan berpikir kreatifnya akan berkembang.

F. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional merupakan pembelajaran yang biasa digunakan

guru dalam menyajikan suatu pembelajaran. Dalam penelitian ini pendekatan

konvensional yang digunakan adalah pembelajaran ekspositori, yakni

pembelajaran yang prosesnya menekankan pada penyampaian materi secara

verbal oleh guru. Pembelajaran seperti ini merupakan pembelajaran yang biasa

digunakan oleh kebanyakan guru di Indonesia karena bersifat praktis dan mudah

disiapkan. Mengajar dengan ekspositori harus memenuhi beberapa kriteria

tertentu. Sanjaya (2006) mengemukakan tiga karakteristik pendekatan ekspositori

sebagai berikut: pertama, pembelajaran ekpositori identik dengan metode

ceramah. Kedua, peserta didik berfokus untuk menghafal pengetahuan yang

diberikan guru. Ketiga, tujuan utama dari pembelajaran ini untuk membuat peserta

didik memahami materi ajar yang diberikan oleh guru.

Tiga karakteristik pembelajaran konvensional yang diungkapkan oleh

Sanjaya di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pembelajaran

konvensional berpusat pada guru. Artinya, pembelajaran yang dilakukan berfokus

pada ceramah yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, keberhasilan

pendekatan konvensional ini sangat bergantung pada kemampuan guru

berceramah, semakin bagus kemampuan ceramah seorang guru akan semakin

efektif pula pembelajaran yang dilakukan. Adapun langkah-langkah dari

pendekatan konvensional ini dijelaskan oleh Sanjaya (2006) sebagai berikut ini.

Page 18: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

26

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, guru bertugas untuk menyiapkan peserta didik supaya siap

mengikuti pembelajaran. Langkah persiapan ini merupakan langkah yang sangat

penting. Keberhasilan dari pendekatan konvensional sangat bergantung pada

langkah persiapan. Dalam langkah ini guru bertugas untuk memberikan sugesti

positif, memberitahu tujuan pembelajaran, membuka pengetahuan awal peserta

didik. Dalam penelitian ini tahap persiapan terjadi pada kegiatan awal

pembelajaran, yakni pada saat guru melakukan apersepsi dan memberitahu tujuan

pembelajaran.

2. Tahap Penyajian

Langkah penyajian merupakan langkah penyampaian materi pelajaran

sesuai dengan apa yang telah dipersiapkan. Tahap penyampaian materi ini akan

berjalan dengan baik jika guru menggunakan beberapa strategi dalam

menyampaikan materi secara verbal pada peserta didik. Sanjaya (2006)

mengungkapkan empat strategi penyajian dengan pendekatan konvensional

sebagai berikut: Pertama, gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah

dimengerti peserta didik. Kedua, gunakan intonasi suara yang tepat supaya peserta

didik tidak merasa bosan. Ketiga, menjaga kontak mata dengan peserta didik.

Keempat gunakan humor segar untuk menghidupkan suasana. Tahap penyajian

dalam penelitian ini berlangsung pada kegiatan inti pembelajaran. Pada tahapan

ini guru menyajikan materi ajar dengan bahasa verbal yang mudah dimengerti

oleh peserta didik. Penyajian materi bisa dibantu dengan media (gambar, video,

dan lain sebagainya).

3. Tahap Menghubungkan

Tahapan ini berfungsi untuk menghubungan pengetahuan yang diperoleh

peserta didik dari pembelajaran dengan pengalaman hidupnya. Tahap

menghubungkan dilakukan supaya peserta didik mengetahui manfaat dari

pembelajaran yang telah ia lakukan. Dengan begitu peserta didik akan menyadari

bahwa ilmu yang ia pelajari akan berguna bagi hidupnya kelak. Tahapan

menghubungkan ini terjadi pada saat guru menyajikan materi ajar pada peserta

didik. Materi ajar yang dipelajari oleh peserta didik dapat dihubungkan dengan

Page 19: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

27

kehidupan sehari-hari peserta didik ataupun dengan matapelajaran lain yang

relevan dan berguna bagi peserta didik.

4. Tahap Menyimpulkan

Menyimpulkan merupakan tahapan untuk memahami inti pembelajaran

yang telah disampaikan oleh guru. Dengan adanya tahapan ini peserta didik akan

memiliki keyakinan akan kebenaran dari suatu materi yang dipelajarinya. Sanjaya

(2006) mengungkapkan tiga cara menyimpulkan sebagai berikut: Pertama,

mengulang kembali inti materi pelajaran. Kedua, mengajukan pertanyaan yang

relevan dengan materi yang disajikan. Ketiga, memetakan keterkaitan materi

pelajaran. Tahap menyimpulkan dalam penelitian ini terjadi setelah guru

memberikan suatu konsep dengan berceramah dengan peserta didik. Pada tahapan

ini kesimpulan dibuat dengan bimbingan dari guru.

5. Tahap Penerapan

Pada tahap ini peserta didik akan menunjukkan kemampuannya dalam

memahami pemaparan gurunya. Tahap ini biasanya berupa penugasan atau tes

yang relevan dengan materi yang dipaparkan. Tahap ini berfungsi untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik akan konsep yang diajarkan

gurunya. Dalam penelitian ini tahap penerapan dilakukan dengan mengerjakan

tugas yang relevan dengan materi ajar.

G. Pendekatan Problem Based Learning

1. Sejarah PBL

Problem based learning (PBL) merupakan pendekatan yang muncul

sekitar tahun 1920. LahirnyaPBLdilatarbelakangi oleh seorang guru sekolah dasar

bernama Calestine Freinet yang berasal dari Perancis. Beliau mengalami cedera

parah karena baru kembali dari medan perang. Akibat dari cederanya itu beliau

tidak bisa mengajar dengan suara yang keras, tetapi beliau masih mempunyai

tekad untuk mengajar. Pada akhirnya beliau menggunakan metode yang berbeda

dari biasanya yaitu membuat pembelajaran yang didalamnya peserta didik secara

mandiri untuk belajar dan beliau sebagai guru hanya memberikan fasilitas untuk

kelancaran proses belajar-mengajar (Azmi, 2011).

Menurut Sujana (2014),PBL pertama kali diterapkan di sekolah medis,

McMaster University di Kanada. Setelah itu, PBL mulai dikenal di berbagai

Page 20: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

28

negara. Puncaknya pada tahun 1990 PBL mulai diterapkan di beberapa sekolah

dasar dan menengah Amerika Serikat. Kepopuleran dari PBL ini disebabkan oleh

langkah pembelajaran PBL yang berpusat pada aktivitas peserta didik dan

penyajian masalah yang membuat peserta didik belajar lebih aktif. Kelebihan yang

dimiliki PBL ini membuat banyak guru yang mulai melirik pendekatan ini sebagai

salahsatu alternatif mengajar yang efektif.

2. Pengertian PBL

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan

pembelajaran tertentu. Ketercapaian suatu tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi

oleh kualitas dari kegiatan pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, tujuan

pembelajaran merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan guru. Menurut

Subarinah (2006), “Pembelajaran apapun hendaknya dikembangkan untuk

membentuk manusia yang kreatif, inovatif dan memiliki strategi dalam

memecahkan masalah”. Dalam dunia pendidikan dikenal berbagai pendekatan dan

model pembelajaran yang dapat digunakan, salahsatunya adalah pembelajaran

berbasis masalah atau yang disingkat menjadi PBM. Sementara istilah asingnya

adalah problem based learning (PBL).

Menurut Sujana, (2014) problem based learning adalah suatu

pembelajaran dengan menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik

dan berfungsi bagi peserta didik, sehingga masalah tersebut dapat dijadikan

sebagai batu loncatan untuk melakukan penyelidikan. Sejalan dengan pendapat

sebelumnya, Sanjaya (2006) mengungkapkan bahwa PBL dapat diartikan sebagai

rangkaian aktivitas belajar yang berfokus pada penyelesaian masalah yang

dihadapi secara ilmiah.

Sehubungan dengan pendapat sebelumnya, Arends (Sujana, 2014)

mengungkapkan bahwa PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberi

informasi secara mendetail kepada peserta didik, tetapi lebih kepada membantu

peserta didik mengembangkan keterampilan bepikir, keterampilan menyelesaikan

masalah, serta keterampilan intelektualnya. Pendapat ini diperkuat dengan

pandangan dari Mitchell (Sujana, 2014) yang mengatakan bahwa PBL dapat

membantu peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuan dan keterampilan

Page 21: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

29

menalar dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Berkaitan dengan pendapat

sebelumnya Susilawati (2009) mengungkapkan bahwa PBL menuntut kreativitas

seorang guru untuk memilih situasi yang menantang peserta didik dan

memotivasinya untuk merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan, dan

memecahkan masalah berkualifikasi tinggi yang dapat diselesaikan. Pendapat dari

Susilawati ini memberikan gambaran bahwa PBL merupakan suatu pendekatan

yang bisa digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

seperti berpikir kreatif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PBL

adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada pemberian suatu masalah nyata

dalam kehidupan sehari-hari yang harus dipecahkan oleh peserta didik melalui

proses investigasi secara mandiri untuk mengasah keterampilan berpikir kritis,

logis, dan pemecahan masalah peserta didik agar diperoleh suatu solusi dari

permasalahan tersebut sebagai pengetahuan dan konsep yang esensial dari

pelajaran. Keterampilan berpikir kritis, logis, dan pemecahan masalah dalam PBL

ini termasuk ke dalam kemampuan matematis yang ditargetkan dalam kurikulum

matematika. Dalam penelitian ini kemampuan berpikir matematis yang

dikembangkan adalah kemampuan berpikir kreatif. Selain itu dalam penelitian ini

juga dibahas mengenai kemandirian belajar sebagai salahsatu aspek pembelajaran

yang seringkali terlupakan. Dengan pembahasan mengenai kemampuan berpikir

kreatif dan kemandirian belajar ini diharapkan guru dapat membuka diri untuk

menggunakan pendekatan berbasis masalah dalam pembelajaran yang dirancang

berpusat pada peserta didik.

3. Karakteristik PBL

Setiap pendekatan pembelajaran pasti memiliki karakteristik yang

membedakannya dengan pendekatan lain. Adapun karakteristik PBL yang

dikembangkan oleh Min Liu (Lidinillah, 2008) adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, dalam PBL peserta didik

dipandang sebagai seorang yang sedang belajar, bukan seorang yang diajari

oleh guru. Oleh karena itu, pembelajaran dengan PBL menitikberatkan pada

proses belajar peserta didik, bukan ceramah dari guru.

Page 22: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

30

b. Masalah bersifat autentik, yakni masalah yang berasal dari kehidupan sehari-

hari dan bersifat praktis. Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik mudah

memahami masalah serta dapat menerapkan strategi pemecahan masalah

yang diperoleh dalam kehidupannya.

c. Proses pemecahan masalah dalam PBL memerlukan informasi yang

mendukung pemecahan masalah. Oleh karena itu, peserta didik akan

mengumpulkan informasi yang diperlukan melalui penyelidikan dan

penalaran.

d. Pembentukan kelompok kecil, hal ini dimaksudkan supaya peserta didik

dapat melakukan interaksi ilmiah, bertukar pikiran, dan membangun

pengetahuannya dengan bekerja sama. Kelompok yang dibuat harus memiliki

kemampuan yang merata.

e. Guru adalah fasilitator, artinya guru bertugas sebagai pembimbing

pembelajaran. Dalam hal ini guru tidak banyak mencampuri kegiatan peserta

didik. Guru memberi arahan pada peserta didik untuk memecahkan masalah

sesuai dengan caranya sendiri.

4. Jenis Masalah dalam Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan ilmu yang berkembang sesuai dengan kebutuhan

manusia dalam menyelesaikan masalah hidupnya. Suatu hal bisa dikatakan

masalah jika hal tersebut tidak bisa diselesaikan secara langsung dengan prosedur

yang biasa, artinya diperlukan suatu proses tertentu untuk menyelesaikan hal

tersebut (Prihandoko, 2006). Dalam pembelajaran matematika terdapat empat

jenis masalah yang harus diketahui guru. Keempat jenis masalah tersebut

dijelaskan oleh Adjie dan Maulana (2006) sebagai berikut ini.

a. Masalah Translasi

Translasi dapat diartikan sebagai perpindahan. Masalah translasi

merupakan suatu masalah yang penyelesaiannya memerlukan adanya perpindahan

dari bentuk verbal/kalimat ke bentuk simbol matematika. Dalam memindahkan

permasalahan yang berbentuk verbal/kalimat ke bentuk matematika dibutuhkan

kemampuan menafsirkan, sehingga permasalahan tersebut dapat dengan mudah

diselesaikan berdasarkan aturan yang berlaku. Dalam masalah translasi terdapat

dua jenis masalah yaitu masalah translasi sederhana dan masalah translasi

Page 23: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

31

kompleks. Kompleks atau tidaknya suatu masalah matematika bergantung pada

seberapa banyak informasi matematika yang termuat dalam masalah tersebut,

banyaknya konsep berbeda yang diperlukan, dan banyaknya operasi matematika

yang diperlukan (Adjie & Maulana, 2006).

b. Masalah Aplikasi

Masalah aplikasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan konsep

matematika dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan masalah aplikasi ini

Adjie & Maulana (2006) mengungkapkan bahwa masalah aplikasi merupakan

masalah penerapan dari konsep matematika yang dipelajari. Penyajian masalah

aplikasi dapat menjadi suatu cara untuk mengajarkan matematika yang lebih

kontekstual kepada bagi peserta didik.

c. Masalah Proses

Masalah proses diberikan pada peserta didik dengan tujuan untuk

menyusun langkah-langkah dalam merumuskan pola dan strategi dalam

menyelesaikan masalah. Masalah proses juga dapat membentuk keterampilan

menyelesaikan masalah, sehingga peserta didik akan terbiasa menyeleksi masalah

dalam berbagai situasi. Contoh masalah proses adalah masalah yang terdapat pada

materi pengolahan data, dalam mengolah data tersebut peserta didik dapat

menyajikannya melalui tabel.

d. Masalah Teka-teki

Masalah teka-teki dapat diartikan sebagai masalah unik yang

menyenangkan untuk dicari penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Adjie & Maulana (2006, hlm.9), “Masalah teka-teki dimaksudkan untuk rekreasi

dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif

dalam pengajaran matematika”. Dalam kegiatan pembelajaran guru dapat

memberikan masalah teka-teki kepada peserta didik untuk pengantar

pembelajaran, memusatkan perhatian, memberikan penguatan, dan mengetahui

kemampuan peserta didik.

Masalah teka-teki juga dapat diberikan saat waktu luang atau mengisi

waktu kelas yang sedang tidak ada pelajaran. Contoh masalah teka-teki adalah

terdapat bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Masukanlah semua bilangan tersebut

ke dalam kotak-kotak 3 x 3, sehingga jumlah bilangan mendatar, menurun, dan

Page 24: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

32

diagonal berjumlah 15. Penyelesaian dari masalah tersebut dapat menimbukan

bebagai kemungkinan jawaban yang berbeda-beda, jika soal tersebut disajikan

secara baik, maka peserta didik akan merasa senang dan tertantang untuk

menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Hal ini merupakan cara yang bisa

ditempuh guru untuk menghilangkan rasa bosan dalam belajar. Berikut ini

beberapa kemungkinan jawaban peserta didik yang bisa muncul.

Berkaitan dengan masalah dalam PBL, Kek (Sujana, 2014) merumuskan

kriteria masalah yang baik disuguhkan dalam PBL berikut.

a. Mempunyai keaslian seperti pada dunia kerja. Masalah yang disajikan kepada

peserta didik adalah masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan dan

diusahakan masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.

b. Dikonstruksi dalam pembelajaran dengan memperhatikan pengetahuan

peserta didik sebelumnya. Masalah yang diambil harus dapat dipikirkan oleh

peserta didik yakni peserta didik telah memiliki gambaran pengetahuan

sebelumnya tentang masalah yang dihadapi.

c. Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah yang

diberikan harus dapat menyadarkan sejauh mana kognitif peserta didik, baik

dalam hal cara bekerja maupun pengaturannya.

d. Meningkatkan minat dan motivasi peserta didik. Masalah yang diambil

adalah masalah yang menarik dan menantang peserta didik untuk berpikir,

sehingga peserta didik merasa tertarik untuk belajar secara aktif.

e. Sesuai dengan sasaran rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Berdasarkan jenis masalah dan kriteria memilih masalah dalam PBL,

seorang guru yang akan menggunakan PBL sebagai pendekatan pembelajaran di

kelas harus memiliki keterampilan memilih masalah yang baik. Pemilihan

masalah yang kurang baik tentu akan jadi suatu kendala bagi pembelajaran

Peserta

didik A

Peserta

didik B

2 7 6 8 3 4

9 5 1 1 5 9

4 3 8 6 7 2

Peserta

didik C

Peserta

didik D

8 1 6 4 3 8

3 5 7 9 5 1

4 9 2 2 7 6

Page 25: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

33

berbasis masalah, yakni tidak tercapainya tujuan pembelajaran atau berbagai

masalah lain yang tidak diharapkan. Masalah yang digunakan dalam penelitian ini

adalah masalah aplikasi, masalah proses dan masalah teka-teki.

5. Teknik Pemecahan Masalah

Salahsatu tugas guru sebagai fasilitator pembelajaran adalah memiliki

metode dan teknik pemecahan yang tepat bagi peserta didiknya. Dalam

pembelajaran matematika terdapat berbagai teknik pembelajaran yang bisa

digunakan guru dalam menyampaikan materi. Adjie dan Maulana (2006)

menjelaskan beberapa teknik pemecahan masalah sebagai berikut ini.

a. Teknik keterlibatan peserta didik

Teknik ini merupakan cara memecahkan masalah dengan melibatkan

peserta didik baik secara fisik maupun mental. Keterlibatan fisik peserta didik

dapat diartikan bahwa pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas melibatkan

sebagian besar atau keseluruhan dari panca indera yang dimiliki peserta didik.

Sementara itu, keterlibatan mental diartikan sebagai kegiatan peserta didik dalam

mengikuti jalannya pembelajaran dengan antusias dan konsentrasi penuh.

Keterlibatan peserta didik secara fisik dan mental ini akan membuat peserta didik

memiliki minat belajar yang tinggi, sehingga guru dapat mengendalikan kelas

dengan lebih optimal.

Pembelajaran dengan teknik keterlibatan peserta didik ini dapat dilakukan

pada beberapa materi matematika di sekolah dasar. Salahsatunya adalah materi

perbandingan. Adapun langkah-langkahnya adalah: a) peserta didik diberikan

LKS dengan gambar sebuah kolam ikan dengan berbagai jenis ikan, b) peserta

didik diarahkan untuk mengamati gambar tersebut dan menghitung jumlah ikan

dalam gambar kolam, c) peserta didik diarahkan untuk membandingkan jumlah

ikan tertentu dengan jumlah ikan lain yang ada dalam kolam, atau

membandingkan jumlah ikan tertentu dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam.

Misalnya bandingkan jumlah ikan mas dengan jumlah ikan lele yang ada di

kolam, atau bandingkan jumlah ikan lele dengan jumlah seluruh ikan yang ada di

dalam kolam. Keterlibatan peserta didik dalam menghitung jumlah ikan, tentu

akan lebih mempermudah peserta didik dalam memahami konsep penjumlahan,

karena bersifat konkret.

Page 26: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

34

b. Teknik Analogi

Teknik ini merupakan suatu teknik yang membuat suatu cerita yang

menjadi ilustrasi suatu konsep matematika agar lebih mudah dipahami. Pada

dasarnya teknik analogi ini merupakan proses penyederhanaan konsep

matematika ke dalam ilustrasi sederhana dan mampu dipahami oleh peserta didik.

Contoh penggunaan teknik analogi adalah membuat ilustrasi dari materi pecahan

dengan menganalogikannya ke dalam potongan-potongan roti.

c. Teknik Menggunakan Model

Penggunaan model matematika sebagai dalam pembelajaran matematika

merupakan salahsatu cara untuk mengurangi abstraksi dari konsep matematika.

Teknik ini digunakan untuk mengurangi kerumitan materi matematika. Model-

model matematika yang digunakan dalam teknik ini dapat berbentuk gambar,

benda ataupun alat peraga yang mampu menjadi penghubung bagi alam konkret

peserta didi menuju konsep matematika yang abstrak. Contoh penggunaan model

matematika dalam materi perbandingan dan skala adalah penggunaan gambar

benda-benda berwarna, denah, atau sebuah peta.

d. Teknik Permainan

Permainan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menciptakan

kondisi seorang atau sekelompok peserta didik memainkan kegiatan bermain

dengan aturan tertentu, sehingga memunculkan pemenang. Pemenang dari teknik

permainan ini ditentukan oleh beberapa kriteria seperti: kecepatan, ketepatan,

kreativitas, dan lain-lain. Teknik ini memiliki sejumlah kelebihan, yakni: a)

memuat cara berpikir matematis, b) pembelajaran matematika akan lebih meluas,

c) peserta didik cenderung suka dengan permainan.

e. Teknik Simulasi

Simulasi merupakan suatu cara menghadirkan situasi nyata dengan peserta

didik sebagai pelaku utamanya. Teknik ini merupakan cara yang efektif dalam

membuat peserta didik paham tentang kegunaan dari konsep-konsep matematika

yang dipelajarinya. Namun, teknik simulasi ini merupakan teknik yang bisa

menimbulkan kegaduhan di dalam kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu

mengatasi masalah kegaduhan ini jika ingin memakai teknik simulasi. Teknik

Page 27: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

35

simulasi merupakan teknik pembelajaran yang cukup sulit diterapkan, maka

diperlukan perencanaan yang matang dan aturan yang jelas supaya simulasi yang

dilakukan berjalan dengan baik. Jika perlu, teknik simulasi ini bisa dilakukan di

luar kelas, supaya pembelajaran lebih hidup.

Lima teknik pemecahan masalah yang telah dijelaskan di atas merupakan

cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika berbasis masalah.

Pemakaian teknik pemecahan masalah di atas bersifat fleksibel dan disesuaikan

dengan kebutuhan di dalam kelas. Dari kelima teknik di atas, teknik analogi dan

penggunaan model merupakan teknik yang paling sering digunakan dalam

penelitian.

6. Langkah-langkah PBL

Pembelajaran matematika dengan menggunakan PBL tentu saja memiliki

langkah-langkah pembelajaran yang berbeda dengan pembelajaran matematika

menggunakan pendekatan pembelajaran lainnya. Dalam PBL, pembelajaran

disajikan dengan menghadirkan masalah nyata yang sesuai dengan kehidupan

peserta didik untuk dicari pemecahan masalahnya. Penggunaan PBL dalam

pembelajaran di sekolah dasar tentu tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, tanpa

persiapan terlebih dahulu. Oleh karena itu, seorang guru yang akan mengajar

dengan PBL harus memahami langkah-langkah PBL. Yazdani (Nur, 2011)

mengemukakan lima langkah PBL, di antaranya sebagai berikut.

a. Mengorientasikan peserta didik pada masalah, pada tahap ini guru

memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran, memotivasi peserta didik

untuk terlibat langsung dalam pemecahan masalah.

b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, pada tahap ini guru mengatur

tugas belajar peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, pada langkah ini guru

memberikan bantuan kepada peserta didik dalam mengumpulkan informasi

yang sesuai untuk mencari penjelasan dan solusi dari masalah yang dihadapi.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, pada

tahap ini guru membantu peserta didik untuk menyajikan hasil diskusi dengan

temannya ke depan kelas.

Page 28: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

36

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, langkah ini

merupakan suatu refleksi terhadap pembelajaran berbasis masalah yang

dilakukan oleh peserta didik.

Langkah-langkah pembelajaran PBL tersebut di atas merupakan langkah-

langkah pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran dengan

berdasarkan masalah. Langkah-langkah ini harus dipahami oleh guru, sebelum

guru menggunakan PBL dalam proses pembelajaran.

H. Perbedaan antara Pendekatan Konvensional dengan PBL

Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa

pendekatan konvensional dan PBL. Kedua pendekatan ini memiliki beberapa

perbedaan seperti diungkapkan oleh Yazdani (Nur, 2011) sebagai berikut ini.

Tabel 2.2

Perbedaan Pendekatan Konvensional dengan PBL

Pendekatan Konvensional PBL

1. Pembelajaran berfokus pada guru.

2. Komunikasi satu arah, terbatas

komunikasi guru kepada peserta

didik saja.

3. Peserta didik dianggap sebagai

“wadah kosong” atau penerima

informasi pasif.

4. Peserta didik diarahkan untuk

memberi satu jawaban benar.

5. Bersifat individualistik dan

kompetitif.

6. Guru menyajikan Pembelajaran

berdasarkan konteks disiplin ilmu

yang ketat.

1. Pembelajaran berfokus pada aktivitas

belajar peserta didik.

2. Komunikasi bersifat multi arah (guru-

peserta dengan didik atau peserta didik

dengan peserta didik lainnya)

3. Peserta didik dianggap sebagai

pembelajar yang harus difasilitasi

dalam proses belajarnya.

4. Peserta didik dirangsang untuk

mengeksplorasi alternatif jawaban dan

membuat keputusan yang efektif.

5. Pembelajaran bersifat kolaboratif.

6. Pembelajaran didasarkan pada masalah

dunia nyata peserta didik.

Page 29: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

37

I. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Berpikir merupakan suatu kemampuan alami yang dimiliki manusia untuk

menemukan jawaban dari masalah yang dihadapi atau membentuk suatu

pemahaman tertentu. Hal ini sesuai dengan pandangan Maulana (2008), yang

mengungkapkan bahwa berpikir dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mental

yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah, membuat suatu keputusan

atau mencari pemahaman mengenai suatu hal. Proses berpikir merupakan suatu

cara yang digunakan manusia untuk memperoleh makna dan pemahaman tertentu

tentang segala hal yang dialaminya dalam kehidupan. Oleh karena itu, kualitas

hidup seseorang akan semakin baik jika orang tersebut sering memakai otaknya

untuk berpikir. Salahsatu aspek berpikir adalah berpikir kreatif.

Berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus

dikembangkan guru dalam pembelajaran. Maulana (2011b) mengatakan bahwa

berpikir kreatif berhubungan dengan kemampuan menghasilkan atau

mengembangkan suatu hal baru, yakni sesuatu yang berbeda dan tidak biasa.

Pendapat tersebut didukung oleh pandangan Hudgins (Maulana, 2011b) yang

mengungkapkan bahwa berpikir kreatif adalah proses berpikir yang produktif atau

menghasilkan suatu gagasan serta produk baru. melengkapi pendapat tersebut,

Munandar (1999) mengungkapkan bahwa hal-hal baru yang dihasilkan melalui

berpikir kreatif tidak selalu benar-benar baru, namun bisa berupa hasil kombinasi

dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Pandangan Munandar tersebut

menjelaskan bahwa berpikir kreatif tidak selalu berupa ide baru, tetapi bisa berupa

hasil modifikasi dari ide lama yang berasal dari pengalaman hidupnya.

Munandar (1999) memberikan pendapat lain berkenaan dengan berpikir

kreatif, yakni berpikir kreatif bisa dikatakan sebagai cara berpikir divergen.

Sehubungan dengan hal ini, DePorter dan Hernacki (2010) memandang orang

yang kreatif sebagai orang yang menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh

semua orang untuk membuat suatu lompatan yang memungkinkan orang tersebut

memandang sesuatu dengan cara-cara baru yang berbeda dan berguna. Sejalan

dengan hal tersebut, Maulana (2008, hlm.12) berpendapat bahwa kreativitas yang

dimiliki seseorang merupakan kemampuan untuk mengungkapkan hubungan-

hubungan baru, melihat suatu masalah dari sudut pandang yang baru serta

Page 30: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

38

membentuk kombinasi baru dari beberapa konsep yang sudah dikuasai

sebelumnya, serta memunculkan solusi yang tidak biasa tetapi berguna.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir

kreatif merupakan suatu kemampuan menghasilkan ide-ide baru yang bermanfaat

dengan memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang, sehingga

diperoleh jawaban yang banyak dan berguna. Berkenaan dengan kemampuan

berpikir kreatif matematis, Munandar (1999, hlm. 51)mengungkapkan ciri-ciri

orang yang berpikir kreatif sebagai berikut,

a. memilikirasa ingin tahu yang tinggi,

b. tertarik terhadap tugas-tugas yang menantang,

c. berani mengambil risiko,

d. tidak mudah putus asa

e. menghargai keindahan

f. mempunyai rasa humor

g. ingin mencari pengalaman-pengalaman baru,

h. menghargai diri sendiri dan orang lain.

Ciri-ciri orang kreatif tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya pada

seseorang tanpa adanya perlakuan yang merangsang timbulnya proses bepikir

kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Munandar (1999) bahwa setiap orang

mempunyai bakat kreatif, namun jika tidak dipupuk kreativitas itu tidak akan

berkembang dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran

matematika yang disajikan guru di dalam kelas seharusnya mampu

mengembangkan kreativitas peserta didik. Pengembangan kreativitas peserta didik

tidak akan bisa dilakukan jika alat ukur dan indikator dari kreativitas sendiri tidak

jelas. Untuk memperjelas indikator dari berpikir kreatif matematis, Maulana

(2011) menyebutkan bahwa indikator berpikir kreatif terdiri dari: kepekaan,

kelancaran, keluwesan, keterperincian, dan keaslian. Berikut ini penjelasan secara

rinci mengenai kelima indikator berpikir kreatif matematis yang dapat

dikembangkan di sekolah.

1. Kepekaan (Sensitivity)

Kepekaan merupakan aspek pertama yang harus dimiliki peserta didik

dalam proses berpikir kreatif. Kepekaan dapat diartikan sebagai kemampuan

untuk menyadari dan mengidentifikasi adanya suatu masalah. Kepekaan ini

merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam matematika.

Page 31: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

39

2. Kelancaran (Fluency)

Kelancaran merupakan suatu indikator berpikir kreatif yang berupa

kemampuan menyelesaikan suatu masalah dengan banyak jawaban dengan waktu

yang lebih efisien dari orang lain. Dalam hal ini kelancaran bisa dikembangkan

dengan meminta peserta didik untuk memberikan berbagai contoh berkaitan

dengan konsep matematis yang dipelajari. Munandar (1999) menjelaskan secara

terperinci kemampuan berpikir lancar sebagai berikut ini.

Tabel 2.3

IndikatorBerpikir Lancar

Definisi Perilaku peserta didik

a. Mengajukan banyak gagasan,

jawaban atau penyelesaian

masalah.

b. Memberikan banyak saran untuk

melakukan berbagai hal.

c. Selalu memikirkan lebih dari satu

jawaban.

a. Mengajukan banyak pertanyaan.

b. Menjawab dengan sejumlah

jawaban jika ditanya.

c. Mempunyai banyak gagasan

mengenai suatu masalah.

d. Lancar dalam mengungkap

gagasan-gagasannya.

e. Bekerja lebih cepat dan

melakukan lebih banyak dari

peserta didik lain.

f. Dapat menngetahui kesalahan

atau kekurangan pada suatu objek

atau situasi.

3. Keluwesan (Flexibility)

Keluwesan merupakan kemampuan untuk menemukan jawaban dengan

berbagai alternatif yang berbeda terkait aspek matematis yang berbeda.

Keluwesan juga dicirikan dengan kemampuan untuk mengubah arah berpikir

secara spontan, mampu mencari alternatif jawaban yang beragam jika menghadapi

hambatan dalam memecahkan masalah, dan berbagai ciri lainnya. keluwesan ini

merupakan suatu kemampuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan suatu

masalah tidak biasa. Keterampilan menyelesaikan masalah tidak biasa ini bisa

Page 32: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

40

dilakukan dengan membiasakan peserta didik menyelesaikan soal-soal unik yang

membutuhkan pola pikir yang berbeda dari kebanyakan orang. Munandar (1999)

mengungkapkan secara terperinci mengenai kemampuan berpikir luwes dalam

tabel berikut ini.

Tabel 2.4

Indikator Berpikir Luwes

Definisi Perilaku peserta didik

a. Menghasilkan gagasan jawaban,

atau pertanyaan yang bervariasi.

b. Melihat masalah dari sudut

pandang berbeda.

c. Memiliki banyak alternatif

dalam menyelesaikan masalah.

d. Mampu mengubah arah dan

pendekatan dalam berpikir.

a. Memberikan aneka penggunaan

yang tidak biasa terhadap suatu

objek.

b. Memiliki penafsiran yang

bermacam-macam terhadap suatu

gambar, cerita, atau masalah.

c. Menerapkan suatu konsep dengan

cara berbeda.

d. Memberikan beragam pertimbangan

terhadap situasi yang diberikan

orang lain.

e. Memiliki pendapat yang seringkali

berbeda dengan mayoritas

kelompoknya.

f. Memikirkan banyak cara untuk

menyelesaikan suatu permasalahan.

g. Menggolongkan hal-hal menurut

kategori yang berbeda-beda.

h. Mampu mengubah arah berpikir

secara spontan.

4. Keterperincian (Elaboration)

Keterperincian merupakan kemampuan menjelaskan secara terperinci,

runtut, dan koheren terhadap persoalan matematis yang dihadapinya. Peserta didik

Page 33: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

41

yang memiliki kemampuan ini akan menjawab secara terperinci dan detail

permasalahan matematika yang dihadapinya. Keterperincian ini berkaitan erat

dengan ketelitian. Munandar (1999) memberi penjelasan mengenai keterperincian

sebagai berikut ini.

Tabel 2.5

Indikator Keterperincian (Elaboration)

Definisi Perilaku peserta didik

a. Mampu mengembangkan suatu

gagasan atau produk.

b. Menambah atau merinci detail-

detail dari suatu objek, gagasan,

atau situasi sehingga menjadi

sesuatu yang lebih menarik.

a. Mencari arti terdalam terhadap

jawaban atau penyelesaian

masalah dengan menggunakan

langkah-langkah terperinci.

b. Mengembangkan atau

memperkaya gagasan yang sudah

ada.

c. Menguji detail-detail untuk

melihat arah yang akan ditempuh

dalam menyelesaikan masalah.

d. Memiliki rasa keindahan yang

kuat, sehingga tidak cepat puas

dengan penampilan yang biasa-

biasa.

e. Menambah detail terhadap

gambarnya sendiri atau gambar

orang lain.

5. Keaslian (Originality)

Keaslian merupakan kemampuan membentuk kombinasi unik yang mampu

mengungkapkan dirinya secara asli. Keterampilan ini dapat terlihat dari

kemampuan peserta didik dalam memikirkan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh

orang lain. Aspek keaslian ini seringkali disebut-sebut sebagai ruh dari

kemampuan berpikir kreatif, karena pada dasarnya kreativitas adalah suatu

kemampuan menciptakan kombinasi unik dan berbeda, sekaligus berguna.

Page 34: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

42

Seseorang yang memiliki kepercayaan diri tinggi untuk tampil menggunakan cara-

cara yang unik dan baru dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dapat

dikatakan sebagai seorang yang memiliki indikator keaslian. Sehubungan dengan

indikator keaslian ini, Munandar (1999) mengemukakan penjelasan yang rinci

mengenai indikator keaslian dalam tabel indikator keaslian berikut ini.

Tabel 2.6

Indikator Keaslian (Originality)

Definisi Perilaku peserta didik

a. Mampu menciptakan

ungkapan baru yang unik.

b. Memikirkan cara yang tidak

lazim untuk mengungkapkan

diri.

c. Mampu membuat kombinasi

yang tidak biasa.

a. Memikirkan masalah yang tidak

terpikirkan oleh orang lain.

b. Mempertanyakan cara lama untuk

menghasilkan cara baru.

c. Memilih asimetri dalam

menggambar atau membuat desain.

d. Memiliki cara bepikir lain dari

kebanyakan orang.

e. Mencari pendekatan baru

f. Mendengarkan gagasan untuk

menemukan penyelesaian baru.

g. Lebih senang mensintesis daripada

menganalisis situasi.

Indikator berpikir kreatif yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

kepekaan, keaslian, dan keterperincian. Dipilihnya ketiga indikator tersebut

berdasar pada pendapat Sabandar (2012) yang mengatakan bahwa “Berpikir

kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya

masalah yang ingin atau harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur originalitas

gagasan dalam benak seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi”. Dari

pendapat tersebut dijelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif yang utama

adalah kepekaan dan keaslian, sementara itu tiga indikator lainnya merupakan

pengembangan dari dua indikator tersebut. Indikator keterperician dibahas dalam

penelitian ini adalah untuk membiasakan peserta didik untuk menyelesaikan

Page 35: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

43

masalah dengan langkah yang terperinci. Hal ini bertujuan untuk mendidik peserta

didik untuk bersikap teliti dan terperinci dalam menyelesaikan masalah. Ketelitian

ini merupakan modal utama bagi peserta didik dalam menyelesaikan masalah-

masalah matematika.

Kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir yang bisa

dikembangkan melalui berbagai strategi beajar. Menurut Santrock (2007) ada lima

strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas. Strategi tersebut

dapat dikembangkan dalam pembelajaran aktif di dalam kelas. Adapun strategi

yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas peserta didik adalah

sebagai berikut ini.

1. Brainstroming

Brainstroming adalah teknik memunculkan ide kreatif dari peserta didik.

Dengan menggunakan teknik ini guru mengajak peserta didik untuk ikut terlibat

memunculkan ide-ide kreatif yang dimilikinya, mengomentari ide peserta didik

lain, dan mengatakan secara spontan apa yang ada dalam pikirannya. Teknik

brainstorming memungkinkan peserta didik berani menyampaikan idenya tanpa

merasa takut salah.

2. Menyediakan Lingkungan Kreatif

Lingkungan kreatif di sini dapat diartikan sebagai lingkungan belajar yang

menyediakan aktivitas-aktivitas menantang bagi peserta didik. Guru sebagai

fasilitator pembelajar bertugas untuk memfasilitasi terciptanya lingkungan belajar

kreatif untuk peserta didiknya.

3. Jangan Mengontrol Terlalu Berlebihan

Kontrol yang berlebihan terhadap proses belajar yang diikuti peserta didik

akan mengancam kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, berbagai tindakan

yang terlalu menekan peserta didik dalam belajar. Alangkah bijaknya jika guru

lebih menempatkan dirinya sebagai seorang yang menjadi jembatan bagi

pengetahuan pesrta didik daripada sebagai seorang hakim yang memutuskan benar

atau salahnya tindakan yang dilakukan peserta didik.

4. Tumbuhkan Motivasi Internal

Motivasi internal diartikan sebagai dorongan yang muncul dari dalam diri

peserta didik. Motivasi ini dapat menjadi motor penggerak kreativitas peserta

Page 36: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

44

didik yang lebih besar daripada sekadar motivasi yang didapatkan peserta didik

secara eksternal. Motivasi internal ini dapat berupa kepuasan peserta didik yang

diperolehnya ketika ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi atau ketika

ia memperoleh pengetahuan baru.

5. Kenalkan Peserta Didik dengan Orang-orang Kreatif

Mengenalkan tokoh-tokoh kreatif kepada peserta didik dapat menjadi

strategi yang tepat untuk menumbuhkan dorongan bagi peserta didik untuk

menjadi orang kreatif. Pengenalan tokoh kreatif ini dapat dilakukan secara

langsung, yakni dengan mempertemukan peserta didik dengan orang kreatif yang

ada di lingkungan sekolah. Orang-oarang kreatif itu bisa seorang penulis,

budayawan, ilmuwan atau tokoh penting lainnya yang dapat ditemukan di

lingkungan sekitar sekolah atau masyarakat tempat tinggal peserta didik.

J. Kemandirian Belajar

Kemandirian merupakan salahsatu aspek penting bagi setiap individu

dalam menjalani kehidupannya. Seseorang yang memiliki kemandirian relatif

lebih mampu menghadapi segala permasalahan yang ada dalam hidupnya.

Seseorang yang memiliki kemandirian tidak bergantung pada orang lain dan akan

selalu menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.

Antonius (Maulana, 2013) memiliki pandangan bahwa seorang yang

mandiri akan terlihat mau dan mampu dalam mewujudkan kehendak dan

keinginannya yang terlihat dari tindakan nyata sebagai upaya memenuhi

kebutuhannya. Sementara itu, Dorst (Maulana, 2013) menyatakan bahwa

kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah-

masalah yang dihadapinya dengan sikap yang dewasa. Sehubungan dengan

pendapat sebelumnya, Maulana (2013, hlm. 35) mengatakan bahwa,

“Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak dan

keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain”.

Memperhatikan definisi kemandirian di atas, Montalvo dan Torres

(Sugandi, 2013) mengungkapkan bahwa kemandirian belajar adalah kombinasi

antara keterampilan dan kemauan seseorang. Sehubungan dengan hal tersebut,

Hargis (Sugadi, 2013) memberi pandangan bahwa kemandirian belajar bukan

merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi

Page 37: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

45

merupakan proses pengarahan diri dalam mentrasformasi kemampuan mental ke

dalam keterampilan akademik tertentu. Melihat definisi tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa kemandirian belajar merupakan suatu hal yang penting dalam

pembelajaran.

Sumarno (Sugandi, 2013) mengatakan bahwa karateristik dari orang yang

memiliki kemandirian belajar adalah sebagai berikut: 1) merancang tujuan

belajarnya sendiri sesuai dengan apa yang ia butuhkan; 2) melaksanakan dan

memantau kemajuan belajarnya sendiri; serta 3) membandingkan hasil belajarnya

dengan standar tertentu. Sehubungan dengan ketiga karakteristik kemandirian

belajar tersebut, Maemun (2008) mengembangkan indikator kemandirian belajar

sebagai berikut ini.

1) Bebas, artinya peserta didik memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

ia inginkan. Indikator ini akan sulit diukur jika guru tidak mampu

menciptakan lingkungan belajar yang bebas bagi peserta didik.

2) Aktif, diartikan sebagai suatu sifat mau berusaha keras menyelesaikan tugas

yang diamanahkan padanya.

3) Inisiatif, dapat diartikan sebagai motivasi internal yang membuat peserta

didik memiliki kemauan yang tinggi untuk melakukan sesuatu.

4) Pengendalian diri, diartikan sebagai suatu sikap menunjukkan kedewasaan

dan mau berbuat sesuatu tanpa menunggu perintah.

5) Kemantapan diri, dapat diartikan sebagai kepercayaan pada kemampuan

sendiri.

K. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu dalam

berbagai kajian tentang PBL, kemampuan kreatif matematis, dan kemandirian

belajar. Berikut ini adalah hasil temuan penelitian yang memiliki relevansi dengan

penelitian yang dilakukan.

Fachrurazi (2011) telah melakukan penelitian dengan judul “Penerapan

Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan

Page 38: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

46

komunikasi matematis antara peseta didik yang belajar dengan menggunakan PBL

dengan peserta didik yang belajar dengan pembelajaran yang konvensional.

Maulana (2013) melakukan studi deskriptif terhadap guru SD di enam

Kabupaten di Jawa Barat. Dalam penelitian ini digambarkan kemandirian belajar

dari guru-guru sekolah dasar yang berasal dari enam Kabupaten di Jawa Barat.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa dalam dunia pendidikan yang

setiap hari bergelut dengan kegiatan belajar saja, masih ada guru yang belum

mandiri dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian belajar

merupakan suatu sikap yang tidak bisa muncul secara tiba-tiba, melainkan sikap

yang dibentuk dan dibiasakan sehingga menjadi sebuah karakter.

Hannah (2014) pernah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Pendekatan Kontekstual Mind Map terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian yang dilaksanakan di

Kecamatan Leuwimunding ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif

matematis peserta didik. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa pendekatan

kontekstual memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif peserta didik.

Isrok’atun dan Tiurlina (2014) telah melakukan penelitian dengan judul

“Situation-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem

Solving Matematika Siswa SD”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Situation-

Based Learning(SBL)dapat meningkatkan kemampuan creative problem solving

(CPS)lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hal ini

terlihat dari peningkatan kemampuan CPS matematis sebesar 0,24 pada SBL dan

peningkatan sebesar 0,12 pada pembelajaran konvensional.

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu, dapat

diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan PBL memungkinkan

tumbuhnya kemampuan menalar dan berpikir tingkat tinggi peserta didik peserta

didik. Hal ini terlihat dari beberapa penelitian tersebut di atas yang merupakan

penelitian terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan

berpikir tingkat tinggi lainnya. Dari penelitian di atas pula disinggung bahwa

kemandirian belajar bukanlah suatu hal yang tumbuh tanpa dikembangkan. Oleh

Page 39: BAB II STUDI LITERATUR A. Pengertian Matematikarepository.upi.edu/19740/4/s_pgsd_kelas_1103134_chapter2.pdf · diajarkan supaya peserta didik memiliki kemampuan yang meliputi pemahaman

47

karena itu, dapat dianggap bahwa pembelajaran dengan pembelajaran berbasis

masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan

kemandirian belajar peserta didik pada materi perbandingan dan skala. Hal

tersebut yang menjadi dasar dibuatnya penelitian ini.

L. Hipotesis

Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis peserta didik pada

materi perbandingan dan skala.

2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PBLdapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif matematis peserta didik pada materi

perbandingan dan skala.

3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PBL lebih baik daripada

pembelajaran konvensional dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif matematis pada materi perbandingan dan skala.

4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensionaldapat

meningkatkan kemandirian belajar peserta didik pada materi perbandingan

dan skala.

5. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PBLdapat meningkatkan

kemandirian belajar peserta didik pada materi perbandingan dan skala.

6. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PBLlebih baik daripada

pembelajaran konvensional dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar

pada materi perbandingan dan skala.

7. Ada hubungan positif yang signifikan antara kemandirian belajar dengan

kemampuan berpikir kreatif matematis peserta didik.