bab ii studi pustaka - repository usm
TRANSCRIPT
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Uraian Umum
Proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus untuk
mencapai tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber dana. Keberhasilan
tercapainya tujuan suatu proyek sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati
sebelumnya tidak hanya tergantung pada dana, teknologi yang digunakan, waktu yang
ada, faktor – faktor lain mendukung, tetapi dibutuhkan pula pengawasan dan
pengendalian pekerjaan proyek tersebut. Untuk itu diperlukan suatu pengelolaan atau
manajemen proyek yang baik yang dapat menggabungkan semua aspek tersebut
sehingga tercapai hasil yang diinginkan.
Manajemen suatu proyek pembangunan mempunyai tujuan menyelesaikan
proyek sesuai batas waktu dan biaya yang direncanakan dengan kualitas bangunan
yang optimal.
Manajemen proyek merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengadakan
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating),
pengawasan (controlling) dan evaluasi (evaluating) terhadap orang dan barang atau
peralatan untuk mencapai tujuan.
Dalam pelaksanaannya manajemen proyek terdiri dari tenaga-tenaga kerja
terampil dalam bidangnya yang tersusun dalam organisasiyang mempunyai keterikatan
satu sama lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang telah disepakati
sebelumnya, sehingga tercipta komunikasi dan hubungan yang baik dan terarah.
2.2 Manajemen biaya
Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan pertimbangan
utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanamkan
pemberi tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Oleh karena itu, biaya proyek
perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya overrun biaya bisa
diminimumkan (Dipohusodo,1996).
6
2.2.1 Biaya proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Biaya proyek mencakup proses-proses yang
dibutuhkan untuk menjamin proyek bisa diselesaikan budget yang disetujui.
Secara garis besar biaya proyek dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Biaya Langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi
komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995).
Biaya langsung terdiri dari biaya- biaya yang langsung berhubungan dengan
konstruksi ataupun suatu proyek tertentu, antara lain:
a. Biaya bahan/material
b. Upah buruh
c. Biaya peralatan
d. Biaya subkontraktor
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah
pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan pembayaran material serta
jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi
atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses
pembangunan proyek (Soeharto, 1995).
Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga
c. Keuntungan/profit
d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher,
1992).
Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya
proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini
perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan
berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat
diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek
7
berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan
(Soeharto, 1995).
2.2.2 Cost Engineering
Penyimpangan Biaya (Cost Overrun) adalah suatu kondisi penggunaan biaya
yang melebihi anggaran proyek. Atau suatu kondisi dimana proyek konstruksi
mengalami pembengkakan biaya. Resiko ini adalah yang paling sering dihadapi
oleh berbagai macam proyek konstruksi terutama proyek- proyek berskala besar
seperti : infrastruktur, jalan tol, jembatan, gedung bertingkat, dll. Hal ini dapat
terjadi pada tahap perencanaan, maupun pada tahap pelaksanaan, untuk itu
sangat dibutuhkan pengendalian/kontrol yang baik. Untuk menentukan besarnya
keuntungan proyek pada tahap akhir sebuah proyek, diperlukan data mengenai
anggaran total awal (sesuai nilai kontrak) dan biaya akhir proyek/biaya
kenyataan nilai, persentase besarnya keuntungan di bandingkan dengan target
profit menunjukkan indikasi bahwa proyek mengalami overruns biaya atau tidak
mengalami overruns biaya (Rizal, 1996). Cost Engineering terbagi menjadi dua
bidang besar yaitu :
1. Cost Estimate (Estimasi biaya)
Estimasi pada hakekatnya adalah upaya untuk menilai atau
memperkirakan suatu nilai melalui analisis perhitungan dan berlandaskan
pada pengalaman. Jika ditujukan untuk memperkirakan pembiayaan
konstruksi, estimasi pada hakekatnya merupakan upaya penerapan konsep
rekayasa berlandaskan pada dokumen pelelangan, kondisi lapangan, dan
sumber daya kontraktor (Dipohusodo,1996). Ada 2 estimate untuk fisik
bangunan yaitu versi owner yang sering disebut Owner Estimate (OE) dan
versi kontraktor yang disebut sebagai Bid Price (harga penawaran).
(Asiyanto,2003).
a. Owner Estimate, yaitu estimasi yang dibuat oleh cost engineer dari
pihak owner, untuk dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
menilai penawaran yang diajukan kontraktor.
8
b. Bid price, yaitu estimasi yang dibuat oleh cost engineer dari pihak
kontraktor, yang akan diajukan oleh kontraktor sebagai harga
penawaran dari proyek sesuai dokumen yang diberikan.
Pemilihan metode estimasi tergantung pada mutu informasi yang
tersedia. Estimasi (taksiran) biaya akhir konstruksi berlangsung melalui
empat langkah utama yaitu :
a. Estimasi pendahuluan yang digunakan dalam tahap briefing dan
didasarkan atas catatan biaya untuk proyek serupa.
b. Estimasi terinci, disiapkan oleh kelompok manajer proyek
menjelang tender, berdasarkan kuantitas akurat yang diukur dari
gambar kerja serta harga dari dokumen proyek sebelumnya.
c. Jumlah kontrak, merupakan pedoman biaya yang baik untuk
klien dalam kontrak harga tetap, tetapi kurang berarti dalam situasi lain.
d. Estimasi operasional, biasanya disiapkan oleh kontraktor, berdasarkan
rencana pelaksanaan (Austen, 1994).
2.2.3 Pengendalian Biaya (Cost Control)
Biaya (cost) merupakan salah satu aspek yang penting dalam
manajemen, dimana biaya yang mungkin timbul harus dikendalikan
seminimum mungkin (Natan,1986). Pengendalian biaya harus
memperhatikan faktor waktu karena terdapat hubungan yang erat antara
waktu penyelesaian proyek dengan biaya-biaya proyek yang
bersangkutan atau aktivitas pendukungnya.
Dalam kontruksi, faktor biaya dapat dibagi menjadi 4 kategori :
a. Tenaga kerja
b. Material
c. Peralatan
d. Subkontraktor
Dari keempat faktor tersebut material dan subkontraktor biaya relatif
mudah untuk dikontrol. Biaya bahan cukup untuk diperediksi dan biaya
subkontraktor didefinisikan pada saat tawaran dan pekerjaan buy-out.
Tenaga kerja dan peralatan, bagaimanapun hal yang sama sekali berbeda.
Kedua faktor merupakan resiko terbesar untuk kelebihan biaya besar dan
9
dalam banyak kasus, memiliki potensi untuk membangkrutkan proyek dan
bahkan perusahaan.
Tujuan praktis dari kontrol biaya adalah untuk menekan biaya/pengeluaran
serendah mungkin (to minimize cost). Secara umum ada 2 metode pengontrolan
biaya (cost control) yaitu :
a. Konsep Unit Produksi (Unit of Production Concept), metode ini
memberikan gambaran sekilas mengapa dan dimana terjadi
penyimpangan-penyimpangan biaya. Keunggulan metode ini mudah
untuk mendapatkan biaya rencana, tetapi agak sulit untuk menghitung
biaya kenyataan per pos pekerjaan.
b. Konsep Jenis Biaya (Trade Concept), memberikan gambaran
bagian/unit manakah yang membuat masalah (regu yang mana dan
sebagainya).
Pemakaian metode untuk proyek yang besar biasanya menggunakan metode
konsep unit produksi sedangkan untuk proyek yang kecil menggunakan metode
konsep jenis biaya.
2.3 Pengertian Penyimpangan Biaya (Cost Overrun)
Penyimpangan biaya (Cost Overrun) adalah kondisi dimana biaya yang sebenarnya
(actual cost) melebihi biaya yang direncanakan (planned cost). Cost overrun sebagai
perbedaan antara biaya aktual dengan biaya yang diharapkan di awal proyek, menurut
Tamin (Fazila, 2013 : 4).
Pada umumnya, dalam pelaksanaan proyek konstruksi banyak dijumpai proyek yang
mengalami penyimpangan biaya (cost overrun) maupun keterlambatan waktu. Hal ini
dapat terjadi pada tahap perencanaan, maupun pada tahap pelaksanaan, untuk itu sangat
dibutuhkan pengendalian/kontrol yang baik. Untuk menentukan besarnya keuntungan
proyek pada tahap akhir sebuah proyek, diperlukan data mengenai anggaran total awal
(sesuai nilai kontrak) dan biaya akhir proyek/biaya kenyataan nilai, persentase besarnya
keuntungan di bandingkan dengan target profit menunjukkan indikasi bahwa proyek
mengalami overruns biaya atau tidak mengalami overruns biaya (Rizal, 1996).
2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Penyimpangan Biaya
Dalam proyek konstruksi penyimpangan biaya (Cost Overrun) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Dalam penelitian Fahira (9) penyebab terjadinya pembengkakan
10
biaya pada proyek konstruksi gedung adalah adanya kenaikan harga material,
harga/sewa peralatan yang tinggi, kerusakan material, terjadi fluktuasi upah tenaga
kerja, pengendalian biaya yang buruk dilapangan, ketidak tepatan estimasi biaya, dan
adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah. Dari uraian tersebut
terlihat adanya beberapa kesamaan penelitian dalam mengidentifikasi penyebab
terjadinya penyimpangan biaya (Cost Overrun). Dalam penelitian ini akan dicari
beberapa faktor dari penyebab terjadinya penyimpangan biaya pada suatu konstruksi
gedung bertingkat di semarang. Analisa penyebab terjadinya penyimpangan biaya
tersebut dapat dilihat dari empat aspek yaitu aspek teknis/mutu, aspek waktu, aspek
biaya, aspek non teknis yang akan dibahas sebagai berikut.
2.4.1 Aspek Teknis/Mutu
a. Adanya perubahan ruang lingkup pekerjaan
Dalam suatu proyek konstruksi adanya perubahan lingkup pekerjaan
memungkinkan terjadi karena kondisi di lapangan terkadang tidak sesuai
dengan perencanaan, contoh dalam perubahan lingkup pekerjaan pondasi
yang awalnya pondasi lajur menjadi pondasi foot plat hal tersebut pasti akan
berpengaruh dalam segi biaya pekerjaan konstruksi.
b. Adanya perbedaan kondisi di lapangan
Adanya perbedaan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu penyebab
dari terjadinya penyimpangan biaya, contoh kondisi cuaca atau kondisi
tanah yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan metode pelaksanaan
pekerjaan sehingga berakibat adanya pembengkakan biaya konstruksi.
c. Kekurangan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis
Hal ini bisa saja terjadi dalam suatu proyek konstruksi contoh supplier dari
material yang tidak mempunyai stok material sesuai spesifikasi teknis
sehingga mengharuskan kontraktor untuk menaikkan mutu material
mesnyesuaikan stok dari supplier tersebut, hal ini tentu berpengaruh dalam
penyebab penyimpangan biaya.
11
d. Keterbatasan Peralatan
Setiap kontraktor pasti memiliki stok peralatan untuk proyek konstruksi
yang sedang dikerjakan, tetapi kondisi lapangan yang tidak tentu dapat
menyebabkan adanya perubahan metode pelaksanaan pekerjaan yang
memungkinkan kontraktor untuk menyediakan alat sesuai dengan kondisi
lapangan tersebut. Hal ini tentu saja berdampak pada pembengkakan atau
terjadinya penyimpangan biaya dalam pekerjaan konstruksi karena
kontraktor yang tidak mempunyai stok peralatan harus menyewa dan
mencari peralatan yang memadahi demi selesainya proyek tersebut.
e. Kurang jelas atau kurang lengkapnya gambar rencana dan/atau spesifikasi
teknis
Hal ini menyebabkan para kontraktor salah dalam memahami suatu gambar/
spesifikasi teknis sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
mengerjakan proyek, dan dapat menimbulkan terjadinya penyimpangan
biaya pada suatu proyek konstruksi.
f. Kurang cermatnya menentukan produktifitas tenaga kerja
Pada umumnya estimator menggunakan standar tertentu dalam menentukan
besaran produktifitas tenaga kerja. Padahal besaran produktifitas tenaga
kerja tergantung pada banyak parameter seperti tingkat kesulitan pekerjaan,
volume pekerjaan, kualitas tenaga kerja, ketidakpastian cuaca, dan
parameter lainnya. Sebagai contoh pekerjaan pemasangan keramik pada
bangunan kantor dan apartemen. Pada bangunan kantor, ukuran ruangan
relatif luas, sedangkan pada apartemen sangat sempit. Ini mempengaruhi
besaran produktifitas tenaga kerja. Contoh lain adalah produktifitas
pekerjaan galian yang dikerjakan pada musim kering dan hujan akan
berbeda mengingat kondisi tanah yang berbeda yang mempengaruhi
produktifitas tenaga kerja. Estimator cenderung memukul rata atas deviasi
kondisi tersebut.
12
g. Kesalahan dalam menentukan metode pelaksanaan.
Kesalahan ini cukup berpengaruh dalam penentuan harga. Metode
pelaksanaan yang tidak tepat akan membuat biaya akan meleset terhadap
estimasi. Banyak estimator mengabaikan pentingnya faktor ini. Bayangkan
jika metode pelaksanaan tidak feasible, maka biaya aktual akan sangat jauh
meleset dari yang telah diperkirakan.
h. Kerusakan Material
Kerusakan material sangat memungkinkan terjadi pada pekerjaan
konstruksi, dengan adanya kerusakan material ini dapat mengakibatkan
kontraktor untuk membeli atau mengganti material yang rusak sehingga
dapat terjadi penyimpangan biaya pada proyek konstruksi tersbut.
2.4.2 Aspek Waktu
a. Penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan
Penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan biasanya terjadi di karenakan bisa
karena keterbatasan biaya, kondisi cuaca dilapangan, kurang kooperatifnya
pihak pihak terkait dalam proses pencairan dan lain sebagainya. Hal ini
tentu sangat berdampak pada proyek konstruksi tersebut yang dapat
berakibat terjadinya penyimpangan biaya.
b. Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
Sama halnya dengan penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan, percepatan
waktu penyelesaian pekerjaan juga sangat mempengaruhi dampak dari
penyimpangan biaya pada pekerjaan konstruksi. Karena dengan adanya
percepatan waktu penyelesaian pekerjaan dapat merubah metode
pelaksanaan pekerjaan pada pekerjaan konstruksi tersbut.
13
c. Keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan
Keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan dapat terjadi dikarenakan
ketidaktersediaan tenaga kerja, ketersediaan peralatan konstruksi yang
terbatas di lokasi proyek, adanya penyimpangan sistem pembayaran dari
owner dan kontraktor, keterlambatan dalam penyediaan material. Hal
tersebut tentu sangat berdampak dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi,
jika terjadi keterlambatan otomatis ada penumpukan pekerjaan yang
menyebabkan perpanjangan masa kontrak dan berakibat terjadinya
penyimpangan biaya pada pekerjaan konstruksi tersebut.
d. Kesalahan menentukan durasi pelaksanaan
Kebanyakan kontraktor menentukan durasi pelaksanaan pekerjaan hanya
berdasarkan asumsi sementara karena sudah mengganggap dirinya
berpengalaman, padahal belum tentu kondisi proyek yang satu dan lainya itu
sama permasalahanya sehingga menyebabkan melesetnya jadwal
perencanaan dengan biaya yang sudah dianggarkan.
2.4.3 Aspek Analisis Biaya
a. Kesalahan menentukan harga dasar material/alat pada analisa harga satuan
pekerjaan
Hal ini terjadi apabila owner salah dalam menentukan harga analisa yang
tidak sesuai dengan lapangan, ini bisa saja terjadi karena adanya fluktuasi
harga atau kurangnya .
b. Tidak detil dan akuratnya overhead cost
Kesalahan yang sering terjadi adalah selalu mengasumsi bahwa rate biaya
adalah 5%. Padahal berdasarkan pengalaman menghitung biaya overhead
cost, nilai rate sangat tergantung jenis dan bagaimana pekerjaan proyek
dilakukan.
14
c. Biaya resiko kontrak saat terjadi kesalahan perhitungan volume
Ini adalah biaya cadangan khusus yang diperlakukan pada kontrak lump sum
atau kondisi kontrak tidak balanced. Contohnya adalah lump sum dimana
estimator tidak memasukkan risiko kesalahan perhitungan volume. Lalu
pada kondisi kontrak yang tidak seimbang, estimator jarang menghitung
biaya tambahan risiko atas tidak seimbangnya tersebut (Triwidodo, 2003 ).
d. Kesalahan dalam melakukan summary / penjumlahan perhitungan volume
dan rencana anggaran biaya (RAB)
Dalam melakukan perhitungan terkadang estimator seringkali melakukan
kesalahan ini. Kurang lebih 50% proyek yang dikerjakan, masih saja
terdapat kesalahan dalam melakukan summary volume maupun total nilai
suatu pekerjaan atau nilai total pekerjaan. Meleset nilai satu item pekerjaan
saja, dampaknya sangat fatal. Sehingga perlu dilakukan ketelitian dalam
perhitungan untuk melakukan proses ini.
e. Kurang teliti dalam menghitung volume pekerjaan
Kesalahan ini seolah-olah seperti menjadi hal yang wajar mengingat
banyaknya item pekerjaan yang harus dihitung. Sehingga tiap estimator
memiliki metode perhitungan yang berbeda-beda. Item pekerjaan yang
sering terjadi kesalahan perhitungan yang signifikan adalah besi tulangan,
bekisting, dinding bata, dan plafond, dikarenakan kurang telitinya dan
terlalu banyaknya item pekerjaan yang harus dihitung khususnya bangunan
bertingkat.
f. Penambahan biaya pengadaan sumber daya proyek
Dalam pekerjaan konstruksi adanya perubahan-perubahan dari kondisi
lapangan dapat mengakibatkan berbagai macam penambahan biaya, contoh
keterbatasan kapasitas alat yang digunakan pada pekerjaan sehingga perlu
penambahan biaya sumber daya proyek untuk meningkatkan tingkat kualitas
15
pekerjaan tersebut. Hal ini tentu berdampak terjadinya penyimpangan biaya
pada proyek konstruksi tersebut.
g. Penambahan biaya atas hilangnya produktivitas
Sama halnya dengan penambahan biaya sumber daya proyek, dengan
hilangnya produktivitas dalam pekerjaan konstruksi maka tentu berdampak
terjadinya penyimpangan biaya pada proyek konstruksi tersebut.
h. Terjadinya fluktuasi harga
Adanya fluktuasi harga akan mempengaruhi harga satuan pelaksanaan
sehingga mempengaruhi biaya total proyek. Contohnya adalah eskalasi
harga yang jelas akan menaikkan harga satuan pekerjaan di proyek.
Fluktuasi harga juga akan mempengaruhi harga satuan pekerjaan di proyek.
Fluktuasi harga terjadi sebagai akibat oleh banyak faktor seperti nilai tukar
mata uang, supply dan demand, tambahan nilai suatu produk, dll.
Pengaruh ekonomi terhadap biaya akhir proyek berbeda pada tiap negara
dan berbeda pada durasi dan waktu pelaksanaan proyek. Pada negara
dimana kondisi ekonominya tidak stabil sehingga menyebabkan tingkat
inflasi yang tinggi, maka kontraktor harus memperhatikan masalah ini dan
mempertimbangkannya dalam estimasi awal saat tender. Di samping itu,
semakin lama masa pelaksanaan proyek, maka akan mendapat pengaruh
yang lebih besar atas faktor ekonomi.
2.4.4 Aspek Non Teknis
a. Adanya resiko klien/owner terhadap kemampuan atas finansial,klaim,
perubahan-pekerjaan, dan kepuasan konstruksi
Menurut Darmawi (2005) telah diketahui bahwa penyebab utama kegagalan
bisnis adalah terkait dengan klien. Faktor ini dapat dinyatakan dalam
kemampuan klien atas finansial untuk sesuai dengan biaya pekerjaan,
laporan klaim, keperluan perubahan-perubahan, dan kepuasan konstruksi.
Risiko tersebut dapat memberikan tekanan pada arus kas kontraktor dan
16
meningkatkan biaya aktual selama konstruksi. Kontraktor harus
memberikan perhatian khusus pada masalah ini sebelum memberikan
penawaran proyek. Dimensi lain dalam faktor ini adalah pengalaman masa
lalu dengan klien. Berbagai bentuk pengalaman masa lampau dengan klien
akan membantu kontraktor dalam menilai dampak faktor risiko ini.
Pengalaman masa lampau yang jelek dengan klien akan berbuah faktor
kontigensi yang akan dimasukkan sebagai faktor markup kontraktor dalam
memberikan penawaran.
b. Adanya resiko yang diakibatkan sub kontraktor.
Saat ini, seiring dengan semakin banyaknya proyek berukuran besar
sedemikian hingga menyebabkan kompleksitas yang semakin tinggi,
menuntut kontraktor untuk melakukan subkontraktor pada pekerjaannya
agar kompleksitas proyek menjadi termanajemen. Walaupun
mensubkontraktorkan pekerjaan memiliki banyak keuntungan, namun
langkah ini juga memiliki kelemahan dan risiko ke kontraktor.Menurut
Herman (2005) risiko-risikonya adalah ketidakpastian yang berhubungan
dengan kemampuan teknologi subkontraktor, kehandalan, dan stabilitas
finansial. Risiko-risiko tersebut akan menghasilkan kehilangan waktu dan
meningkatkan biaya selama masa konstruksi.
Sebagai contoh apabila subkontraktor tidak mampu untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan atas suatu sebab, maka kontraktor akan menunjuk
kontraktor lain atau mengerjakan sendiri. Dengan mengerjakan sendiri,
tentu saja risiko yang sebelumnya ditransfer ke subkontraktor akan kembali
ke kontraktor dan risiko-risiko tersebut merupakan risiko spesifik yang
sebenarnya tidak mampu untuk dikendalikan oleh kontraktor. Akibatnya,
risiko tidak terkendali dan terjadi pembengkakan biaya yang cukup besar.
Masalah-malalah terhadap subkontraktor, pada dasarnya dapat diatasi
dengan menyeleksi dan membina hubungan yang baik dengan subkontraktor
yang berdasarkan pengalaman masa lalu memiliki performa yang baik.
17
Langkah ini akan mengurangi risiko yang terjadi akibat ketidakmampuan
subkontraktor.
c. Kondisi politik
Risiko politik didefinisikan sebagai risiko atau kemungkinan terjadinya
beberapa kejadian politik yang akan mengubah prospek keuntungan atas
suatu investasi. Risiko politik telah diperhatikan dalam konteks bisnis
internasional. Risiko ini akan besar jika kontraktor bekerja pada suatu
negara yang baru pertama kali. Beberapa risiko politik adalah
ketidakstabilan politik, perubahan peraturan, kondisi ketentuan perburuhan,
ketentuan pajak, dan kecenderungan kebijakan pemerintah.
d. Kondisi geologi yang tidak diketahui.
Merupakan suatu yang sulit untuk mengetahui semua kondisi geologi yang
berhubungan dengan proyek hingga proyek dimulai. Hal-hal yang termasuk
dalam faktor ini adalah kondisi bawah tanah, hambatan-hambatan, dan
adanya pencemaran oleh zat pencemar.
Ketika kontraktor menjumpai masalah tersebut, maka diperlukan tambahan
pekerjaan seperti pemindahan hambatan geologis, pemindahan adanya zat
pencemar, dan lain-lain. Sehingga hal tersebut akan menyebabkan
kehilangan waktu dan meningkatkan biaya akibat adanya tambahan
pekerjaan.
Umumnya pekerjaan yang sering berhadapan dengan faktor tersebut adalah
pekerjaan yang melakukan penggalian tanah yang cukup dalam. Faktor
kondisi geologi menjadi faktor yang signifikan pada pekerjaan sipil.
e. Kondisi cuaca.
Dalam mengevaluasi risiko akibat pengaruh cuaca, kontraktor tidak boleh
hanya menyelidiki tingkat kemungkinan dan konsekuensi biaya atas kondisi
tersebut, tapi juga menilai pengaruhnya terhadap proyek. Jika konstruksi
18
proyek kebanyakan adalah pekerjaan di luar, maka risiko cuaca akan besar,
demikian pula sebaliknya.
2.5 Tindakan Pencegahan Terjadinya Penyimpangan Biaya
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pembengkakan
biaya konstruksi adalah dengan pengendalian proyek baik dari pengendalian waktu
dan pengendalian biaya. Analisa untuk mengatasi permasalahan pada pembengkakan
biaya baik dari faktor internal maupun eksternal pada proyek konstruksi adalah
2.5.1 Aspek Teknis/Mutu
a. Adanya perubahan ruang lingkup pekerjaan
Untuk mencegah terjadinya perubahan ruang lingkup pekerjaan, sebelum
tanda tangan kontrak kontraktor, konsultan perencana, dan owner harus
mematangkan perencanaan konstruksi tersebut dengan cara melakukan
pengecekan awal pekerjaan di lapangan. Apabila sudah terlanjur tanda
tangan kontrak maka perlu diadakan CCO (Contract Change Order)
sehingga tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
b. Adanya perbedaan kondisi di lapangan
Untuk mengatasi adanya perbedaan kondisi di lapangan perlu diadakan
selalu koordinasi atau rapat mingguan antara kontraktor, konsultan
pengawas, dan owner jika memang harus merubah metode pelaksanaan
pekerjaan maka harus disesuaikan dengan budget yang sudah disepakati
bersama.
c. Kekurangan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis
Hal ini bisa dicegah dengan cara mencoba mencari supplier lain atau
merubah spektek material tetapi dengan memberikan kualitas yang sama.
Tetapi kontraktor tetap harus melampirkan sertifikasi material seagai
justifikasi bahwa material yang digunakan setara dengan spesifikasi yang
sudah disepakati.
19
d. Keterbatasan Peralatan
Untuk mengatasi hal ini pada saat membuat analisa pekerjaan perlu
ditambahkan item sewa alat yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi
tersebut sehingga biaya sewa alat tersebut tercover oleh rencana anggaran
biaya yang telah disepakati. Untuk itu kontraktor yang mempunyai
keterbatasan alat tentunya harus lebih teliti dalam membuat analisa harga
satuan pekerjaan agar tidak ada yang terlewat pada saat setelah tanda tangan
kontrak.
e. Kurang jelas atau kurang lengkapnya gambar rencana dan/atau spesifikasi
teknis
Sebelum melaksanakan pekerjaan kontraktor mengajukan untuk diadakan
rapat koordinasi dengan konsultan pengawas, konsultan perencana, dan
owner untuk membahas shop drawing dan spesifikasi teknis agar tidak
terjadi kesalahan nantinya.
f. Kurang cermatnya menentukan produktifitas tenaga kerja
Tindakan yang perlu dilakukan dalam menentukan produktifitas tenaga
kerja seharusnya tergantung pada banyak parameter seperti tingkat
kesulitan pekerjaan, volume pekerjaan, kualitas tenaga kerja, ketidakpastian
cuaca, dan parameter lainnya.
g. Kesalahan dalam menentukan metode pelaksanaan.
Tindakan yang perlu dilakukan dalam menentukan metode pelaksanaan
yaitu dengan mengkaji ulang tahapan-tahapan yang akan disusun dalam
metode pelaksanaan secara terperinci.
20
h. Kerusakan Material
Kerusakan material merupakan suatu tanggung jawab penuh kontraktor,
sehingga yang dilakukan adalah dengan menjaga material pada gudang kerja
yang aman serta memadahi secara ukuran dan kualitas bahan yang
digunakan untuk membangun gudang kerja tersebut. Selain itu kontraktor
menyediakan satu orang pekerja untuk menjaga material di gudang agar
tidak terjadi kerusakan atau kehilangan material.
2.5.2 Aspek Waktu
a. Penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan
Hal ini dapat dicegah dengan cara memilih proyek yang sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan yang dimiliki dan memperhatikan kredibilitas
finansial dari owner tersebut. Hindari proyek jika memang tidak
memungkinkan dari segi finansial owner tersbut.
b. Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan bisa disebabkan oleh berbagai hal,
jika permintaan ini berdasarkan kebutuhan owner tanpa ada kesalahan
keterlambatan dari kontraktor maka kontraktor dapat mengajukan negosiasi
penambahan biaya untuk melakukan perubahan metode pelaksanaan
pekerjaan tersebut kepada owner.
c. Keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan
Jika terjadi keterlambatan pekerjaan maka kontraktor dapat mengatasi
dengan cara mereschedule ulang pekerjaan tersebut dan melakukan inovasi
teknologi dalam memilih metode kerja terbaik,tercepat, dan termurah.
21
d. Kesalahan menentukan durasi pelaksanaan
Tindakan yang perlu dilakukan saat menentukan durasi pelaksanaan
seharusnya memperhitungkan potensi masalah dan memperhatikan tingkat
kesulitan yang ada. Sehingga perhitungan biaya tidak akan meleset.
2.5.3 Aspek Analisis Biaya
a. Kesalahan menentukan harga dasar material/alat pada analisa harga satuan
pekerjaan
Tindakan dalam menentukan harga dasar dengan cara pihak owner
mengecek ulang analisa harga satuan pekerjaan untuk disesuaikan dengan
lapangan dan memperhatikan proses komunikasi mendetailkan RKS pada
material atau alat yang diinginkan secara jelas.
b. Tidak detil dan akuratnya overhead cost
Tindakan mengatasi rate biaya agar akurat yaitu dengan memperhatikan
jenis pekerjaan proyek yang dilakukan dan menentukan rate biaya
tergantung item pekerjaan masing-masing.
c. Biaya resiko kontrak
Menurut Triwidodo (2003) salah satu tindakan yang perlu dilakukan dalam
menentukan biaya risiko kontrak adalah dengan memperhatikan kondisi
kontrak agar seimbang dan selalu menghitung biaya tambahan risiko.
d. Kesalahan dalam melakukan summary / penjumlahan perhitungan volume
dan rencana anggaran biaya (RAB)
Tindakan yang perlu dilakukan dalam menentukan penjumlahan agar tidak
ada kesalahan yang signifikan yaitu dengan mengecek ulang item per item
pekerjaan dengan teliti baik dalam volume maupun total nilai suatu
pekerjaan.
22
e. Tidak akuratnya menghitung volume pekerjaan
Dalam menghitung volume pekerjaan tidak hanya mengacu pada gambar,
tetapi juga harus di kroscek dilapangan, hal ini bisa dilakukan dengan
membuat MC-0 atau pengukuran awal sesuai dengan kondisi lapangan
sesungguhnya.
f. Penambahan biaya pengadaan sumber daya proyek
Dalam mengatasi hal ini kontraktor dapat mengajukan addendum kepada
owner sesuai dengan kebutuhan sumber daya proyek di lapangan.
g. Penambahan biaya atas hilangnya produktifitas
Kontraktor harus lebih teliti dalam memperhitungkan produktifitas tenaga,
material, dan lain sebagainya dalam suatu proyek konstruksi.
h. Terjadinya fluktuasi harga bahan/material
Kontraktor harus teliti dalam memperhitungkan material yang banyak
dibutuhkan pada pekerjaan tersebut untuk bisa di order terlebih dahulu
sebelum terjadi fluktuasi harga bahan / material.
2.5.4 Aspek Non Teknis
a. Risiko yang diakibatkan oleh klien terhadap kemampuan atas finansial,
klaim, perubahan pekerjaan, dan kepuasan konstruksi.
Menurut Darmawi (2005) tindakan yang perlu dilakukan dalam risiko yang
diakibatkan oleh klien ini sebaiknya kontraktor memberikan perhatian
khusus terhadap klien sebelum memberikan penawaran proyek. Faktor
pengalaman masa lampau yang baik dapat mendukung berhasilnya dalam
penawaran proyek.
23
b. Risiko yang diakibatkan sub kontraktor.
Dalam masalah pemilihan sub kontraktor agar tidak mengakibatkan risiko
yang timbul terlalu besar pada dasarnya dapat diatasi dengan menyeleksi
dan membina hubungan yang baik dengan subkontraktor yang berdasarkan
pengalaman masa lalu memiliki performa yang baik. Langkah ini akan
mengurangi risiko yang terjadi akibat ketidakmampuan subkontraktor (
Herman, 2005 ).
c. Kondisi politik.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk menanggulangi risiko dalam kondisi
politik dengan cara selalu memperhatikan perubahan peraturan yang
diterapkan dalam kebijakan pemerintah.
d. Kondisi geologi yang tidak diketahui.
Ketika kontraktor menjumpai masalah terhadap kondisi geologi sebaiknya
sebelum pelaksanan pekerjaan perlu dilakukan peninjauan dan pengecekan
lokasi proyek sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan tidak akan membuang
waktu yang terlalu banyak.
e. Kondisi cuaca.
Dalam mengevaluasi risiko akibat pengaruh cuaca sebaiknya kontraktor
menilai pengaruhnya terhadap proyek. Jika konstruksi proyek kebanyakan
adalah pekerjaan di luar, maka risiko cuaca akan besar, demikian pula
sebaliknya.
2.6 Analisis Estimasi Biaya Terhadap Bangunan Gedung Bertingkat
Dalam pembangunan gedung bertingkat salah satu hal yang paling penting adalah
memilih metode estimasi biaya yang akurat, mudah dan tidak mahal. Estimasi biaya
konstruksi sangatlah penting dalam dunia industri konstruksi jika tidak akurat maka
akan memberikan efek negatif pada seluruh proses pembangunan konstruksi dan
semua pihak yang terlibat. Hal ini tentunya berkaitan dengan agar tidak terjadinya
penyimpangan biaya pada proyek gedung bertingkat.
24
Proses analisis biaya konstruksi adalah suatu proses untuk mengistimasi biaya
langsung yang secara umum digunakan sebagai dasar penawaran ( Diyan
Herwansyah) . Proses ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan biaya
konstruksi baik dari material, alat dan produktifitas tenaga kerja. Dalam perencanaan
bangunan gedung bertingkat perlu analisis biaya konstruksi yang akurat untuk
menghindari terjadinya penyimpangan. Berikut akan dibahas analisis biaya konstruksi
gedung bertingkat :
1. Klasifikasi Bangunan Gedung
Dalam membangun suatu konstruksi gedung, bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan fungsi utama dari bangunan tersebut. Fungsi bangunan
gedung diantaranya untuk bidang usaha, untuk bangunan sosial/budaya, untuk
keagamaan, atau fungsi khusus lainnya. Hal ini ditentukan berdasarkan dari owner,
design perencanaan, dan pelaksanaan.
2. Estimasi Anggaran Biaya Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan suatu tahap awal dalam proses
pembangunan konstruksi gedung bertingkat. Pada tahap ini kontraktor perlu
banyak melakukan diskusi atau rapat dengan konsultan perencana untuk nantinya
dijadikan dasar sebagai pembuatan rencana anggaran biaya sebagai pengajuan
penawaran. Dalam tahap ini kontraktor dapat mengevaluasi design serta
menentukan metode pelaksanaan yang tepat untuk proses pengerjaan konstruksi
tersebut. Dengan begitu kontraktor dapat memonitor anggaran biaya dan
pembuatan jadwal proyek pada tahap ini untuk menghindari terjadinya
penyimpangan biaya pada konstruksi tersebut.
3. Pembiayaan Pembangunan Gedung Negara
Pembiayaan pembangunan bangunan gedung digolongkan pembiayaan
pembangunan untuk pekerjaan standar (yang ada standar harga satuan
tertingginya) dan pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan non-standar (yang
belum tersedia standar harga satuan tertingginya). Pembiayaan pembangunan
bangunan gedung dituangkan dalam Dokumen Pembiayaan yang terdiri atas
komponen-komponen biaya untuk kegiatan pelaksanaan konstruksi, kegiatan
pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi, kegiatan perencanaan
konstruksi, dan kegiatan pengelolaan proyek. (Pedoman Teknis Bangunan
Gedung Negara : 2002)
25
4. Harga Satuan Tertinggi Rata-Rata Per M2
Untuk menentukan harga satuan tertinggi rata-rata per m2 bangunan gedung
bertingkat didasarkan kepada harga satuan lantai dasar tertinggi per m2 untuk
bangunan gedung bertingkat dikalikan dengan koefisien/faktor pengali jumlah
lantai yang bersangkutan (Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara : 2002).
Jumlah Lantai
Bangunan Harga Satuan Per m2 Tertinggi
2 Lantai 1,090 standart harga gedung bertingkat
3 Lantai 1,120 standart harga gedung bertingkat
4 Lantai 1,135 standart harga gedung bertingkat
5 Lantai 1,162 standart harga gedung bertingkat
6 Lantai 1,197 standart harga gedung bertingkat
7 Lantai 1,236 standart harga gedung bertingkat
8 Lantai 1,265 standart harga gedung bertingkat
(Sumber : Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara : 2002)
5. Prosentase Komponen Pekerjaan Bangunan Gedung Bertingkat
Untuk pekerjaan standart bangunan gedung bertingkat yang lebih dari satu
tahun anggaran dan peningkatan mutu dapat berpedoman pada prosentase
komponen-komponen pekerjaan sebagai berikut :
Komponen Gedung Negara
Pondasi 5% - 10%
Struktur 25% - 35%
Lantai 5% - 10%
Dinding 7% - 10%
Plafond 6% - 8%
Atap 8% - 10%
Utilitas 5% - 8%
Finishing 10% - 15%
(Sumber : Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara : 2002)
Tabel 2.1 Koefisien/Faktor Pengali Bangunan Gedung Bertingkat
Tabel 2.2 Biaya Pekerjaan Standart Bangunan Gedung
26
6. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya
Dalam menyusun rencana anggaran biaya perlu diketahui kebutuhan pembuatan
rencana anggaran biaya tersebut untuk apa dan kapan akan dibuat, karena hal ini
berpengaruh pada cara/sistem penyusunan dan hasil yang diharapkan. Ada dua
macam jenis penyusunan
a. Anggaran biaya kasar/taksiran
Dalam menyusun anggaran biaya kasar diperlukan gambar prarencana,
keterangan penggunaan bahan/material bangunan yang digunakan,
spesifikasi material/bahan, jenis dan ukuran bangunan, jenis konstruksi, dan
lokasi bangunan yang akan dibangun. Pada saat menghitung anggaran
secara kasar kontraktor harus tahu perkiraan harga bahan/material, tenaga
kerja pada saat tahun kapan akan dikerjaan pekerjaan tersebut agar nantinya
tidak meleset terlalu banyak dengan rencana anggaran biaya yang
sesungguhnya.
b. Anggaran biaya teliti
Dalam menyususn anggaran biaya teliti diperlukan peraturan dan syarat-
syarat (bestek), gambar rencana ( bestek), buku analisa (BOW), peraturan-
peraturan normalisasi yang bersangkutan, peraturan-peraturan bangunan
negara dan bangunan setempat, dan syarat-syarat lain yang diperlukan. Hal
yang perlu diperhatikan kontraktor saat membuat rencana anggaran biaya
agar lebih teliti yaitu semua bahan yang untuk menyusun anggaran biaya
harus dikumpulkan dan diatur serapi mungkin baik dari gambar rencana,
bestek, dan spesifikasi teknis dari pekerjaan tersebut, selalu membuat
catatan tentang info bangunan tersebut sebanyak mungkin serta mengatur
sisem yang tepat dalam proses perhitungan rencana anggaran biaya tersebut.
(Administrasi Kontrak dan Anggaran Borongan)
2.7 Manajemen Resiko Bangunan Gedung Bertingkat
Dalam dunia bisnis konstruksi setiap kegiatan pastinya akan memiliki risiko,
sehingga dalam perencanaan sebuah bisnis risiko yang akan diambil harus
diperhitungkan secara matang, agar target keuntungan yang akan dicapai sebanding
dengan risiko yang telah diterima. Menurut Husen (2010; hal 50) risiko didefinisikan
sebagai kombinasi fungsi dari frekuensi kejadian, probabilitas dan konsekuensi dari
bahaya risiko yang terjadi. Risiko yang termajemen dengan baik akan dapat
27
mengurangi dampak kerugian pada sebuah kegiatan usaha, terutama pada usaha jasa
konstruksi.
Manajemen resiko dapat diartikan sebagai pendekatan terorganisir untuk
mengidentifikasi dan mengukur resiko serta mengembangkan, memilih, dan mengelola
pilihan untuk menangani resiko ( Syahril Mahardi Putra : 2015). Untuk meningkatkan
kinerja proyek perlu dilakukn manajemen resiko pada proyek gedung. Dalam
melakukan manajemen resiko perlu dilakukan :
1. Identitas resiko
2. Memahami kebutuhan atau mempertimbangkan resiko
3. Menganalisa dampak dari resiko
4. Menetapkan bagaimana cara menanggulangi resiko-resiko tersebut
Dengan memahami manajemen resiko maka kontraktor dpat menghindari
terjadinya kerugian yang salah satunya diakibatkan oleh penyimpangan biaya. Resiko
ini harus dikelola dengan baik agar meminimalisir kemungkinan dari resiko yang akan
terjadi dan dampak dari resiko tersebut. ada empat tahap proses penanganan:
1. Risk Identification, Yaitu mengamati kondisi, mengidentifikasi dan ,
mengklarifikasi.
2. Risk Evaluation,Yaitu menentukan terjadinya suatu resiko dan konsekuensinya
tingkat pengaruh yang mana hasil dari analisa ini
3. Risk Response, Yaitu penanganan resiko dengan teknik dan metode untu menangani
masing-masing faktor dari resiko yang ada
4. Lesson Learned, Yaitu tahapan dari penyimpulan setiap analisa, temuan-temuan
yang didapat dari mengelola resiko untuk kepentingan waktu yang akan datang.
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor
akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini
didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri.
Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko
sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko. Ada lima strategi
alternatif untuk menangani risiko, yaitu :
28
1. Menghindari risiko
Menghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini
merupakan strategi yang umum digunakan untuk menangani risiko. Dengan
menghindari risiko, kontraktor dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan
mengalami kerugian akibat risiko yang telah ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga
akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan yang mungkin
didapatkan dari asumsi risiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial
berkaitan dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat
menolak melakukan tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila
kontraktor tersebut menolak untuk melakukan tender, maka kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga ikut menghilang.
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian.
Strategi ini secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara,
yaitu :
a. Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
b. Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar – benar
terjadi.
Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti – maling pada peralatan di
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang
dilengkapi dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila
gedung tersebut mengalami kebakaran.
3. Meretensi risiko
Retensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika
perusahaan menghadapi risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara
internal, baik secara utuh maupun sebagian, dari dampak finansial suatu risiko yang
akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi strategi retensi risiko ini, perlu
dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.
a. Retensi risiko yang terencana (planned) adalah asumsi yang secara sadar dan
sengaja dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi
risiko. Dengan strategi seperti itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara,
29
tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan juga kapabilitas finansial dari
kontraktor itu sendiri.
b. Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak
mengenali atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak
sadar mengasumsi kerugian yang akan muncul.
4. Mentransfer risiko
Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun
kontraktor menjalani perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti
pemilik, subkontraktor ataupun supplier material dan peralatan. Transfer risiko
bukanlah asuransi. Biasanya, transfer risiko ini dilakukan melalui syarat atau pasal
– pasal dalam kontrak seperti : hold – harmless aggrement dan klausul jaminan
atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer risiko ini adalah
dampak dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi, ditanggung
bersama atau ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan
diberikan kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu
proyek.
5. Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk
sebuah organisasi ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi
transfer risiko, dimana pihak asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang
muncul dari adanya kerugian. Secara formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai
kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait yaitu : pengasuransi (insured) dan
pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut, pihak asuransi
(insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang tercantum
dalam kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah
premi tiap periodenya.