bab ii tinea pedis

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum 1. Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling liar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m 2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh 2 . Kulit terdiri dari 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis, dan subkutis: (1) Lapisan epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri atas: stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, starum spinosum, dan stratum basale. (2) Lapisan dermis, lapisan dibawah dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen- elemen selular dan folikel rambut. (3)Lapisan subkutis, adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya 2 . Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi 2 . Fungsi kulit antara lain 2 :

Upload: monica-dea-rosana

Post on 12-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hubungan lama kerja dengan angka kejadian tinea pedis

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinea Pedis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

1. Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling liar dan membatasinya dari lingkungan

hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat

badan. Kulit merupan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi

pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh2.

Kulit terdiri dari 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis, dan subkutis: (1) Lapisan

epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri atas: stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, starum spinosum, dan stratum basale. (2) Lapisan dermis,

lapisan dibawah dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri

atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel

rambut. (3)Lapisan subkutis, adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak didalamnya2.

Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh

(termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi2.

Fungsi kulit antara lain2:

1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau

mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguann kimiawi, misalnya zat-

zat kimia terutama yang bersifat iritan, contoh lisol, karbol, asam, dan alkali kuat

lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra

violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.

Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dalam pajanan sinar matahari

dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena

stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air,

disamping itu teradapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat

kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil

ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada

pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri

Page 2: BAB II Tinea Pedis

maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis

karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda

padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang

larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit

ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit di

pengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis

venikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel-

sel epidermis atau melalui muara saluran kelenja; tetapi lebih banyak yang

melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat tang tidak berguna

lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan

ammonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini

selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit

tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan

keasaman kulit pada pH 5-6,5.

4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di

dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang

terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papilla dermis berperan

terhadap rabaan, demikian pula pada badan Merkel Ranveir yang terletak di

epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di

epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya didaerah yang

erotic.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini

dengan cara mengeluarkan keringan dan mengerutkan (otot berkontraksi)

pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan

kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vascular di pengaruhi oleh saraf

simpatis (asetilkolin).

6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak

dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal :

Page 3: BAB II Tinea Pedis

melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran

pigmen (melanosomes) menentukan ras maupun individu. Melanosom dibentuk

oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2.pajanan sinar

matahari mempengaruhi produksi melanosom.

7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu

keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal

mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah keatas dan berubah

bentuknya menjadi spinosum, makin keatas sel menjadi makin gepeng dan

bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit

ini menjadi sel tandukyang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur

hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat

mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk.

Proses ini berlangsung normal selama 14-21 hari, dan memberi perlindungan kulit

terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8. Fungsi pembentukan vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi

kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

2. Jamur

Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada

manusia, hewan maupun tumbuhan. Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada

hospesnya adalah jamur pathogen dan opertunistik;

Jamur Patogen Sistematik

Jamur ini dapat menginfeksi dan berkembang pada jaringan host normal tanpa

adanya predisposisi. Jumlahnya lebih sedikit.

Jamur Oportunistik

Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non patogen

tetapi dapat berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah, dimana

mekanisme pertahanan tubuh terganggu.

Jamur sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya

sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan

tumbuh di mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia

sendiri. Manusia termasuk salah satu tempat bagi jamur untuk tumbuh, di samping

Page 4: BAB II Tinea Pedis

bakteri dan virus. Jamur dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi kulit. Kelainan

jamur yang sering ditemukan adalah tinea atau ring worm. Infeksi tinea dapat

mengenai kepala, badan, lipat paha, kaki, dan kuku2. Jamur bisa menyebabkan

penyakit yang cukup parah bagi manusia terkadang infeksi jamur dapat disertai

infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan

dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejala-gejala umum2.

3. Jamur penyebab penyakit kulit

Dermatomikosis yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Sedangkan

dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan kulit yang disebabakan jamur

dermatofita2. Dermatofita merupakan golongan jamur yang gemar mencerna jaringan

yang mengandung zat tanduk (keratin), menggunakan enzim yang disebut

keratinases, jamur dermatofita menginvasi keratin superfisial kulit, namun infeksi

masih terbatas pada lapisan ini, misalnya stratum korneum pada epidermis (kulit ari),

rambut, dan kuku7,8,9,12,13,14,18. Selain itu dinding sel dermatofit juga mengandung

mannans, yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. T rubrum khususnya

mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit, sehingga

menyebabkan keadaan infeksi yang kronis13. Dermatofitosis sering disebut tinea,

ringworm, kurap, teigne, atau Herpes sirsinata. Dermatofita terbagi dalam 3 genus

yaitu: trichophyton (T), mycrosporum (M), dan epidermophyton (E) menyebabkan

penyakit pada manusia dan binatang7,8,9,12,14,15. Lebih dari 39 spesies pada genus

dermatofita tersebut menyebabkan terjadinya tinea12. Setiap spesies dermatofita

mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu, yaitu8,9,14,22 (1). Dermatofita yang

zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang menyerang manusia,

misalnya Microsporon canis dan Trichophyton verrucosum. (2). Dermatofita yang

geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang pada

manusia, misalnya Microsporon gypseum. (3). Dermatofita yang antrofilik

menyerang manusia karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Dari ketiga

macam dermatomikosis ini, semuanya dapat menginfeksi manusia8. Dermatofitosis

mencakup beberapa manifestasi klinis yang berbeda. Beratnya penyakit tergantung

pada strain atau spesies dari jamur yang menginfeksi, sensitivitas hospes dan tempat

infeksi14,15. Dermatofitosis memiliki distribusi di seluruh dunia sehingga tidak dapat

Page 5: BAB II Tinea Pedis

ditemukan wilayah bebas dari tinea. Diperkirakan infeksi dermatopitosis ini dapat

menginfeksi setiap orang paling sedikit sekali dalam seumur hidupnya19.

Dermatofitosis dapat menyebabkan infeksi jamur superficial yang dapat

menyebabkan masalah kesehatan pada manusia maupun hewan14,16,17. Dermatofitosis

dapat menginfeksi manusia dari segala usia. Walaupun penyakit ini dapat

menginfeksi pada semua usia namun biasanya lebih banyak ditemukan pada dewasa

muda baik laki-laki maupun perempuan, dengan frekuensi yang berbeda pula. Semua

tergantung pada pekerjaan, kebersihan pribadi dan kondisi iklim14. Prevalensi

penyakit juga bervariasi tergantung pada di wilayah geografis yang berbeda,

kelompok tertentu, migrasi tenaga kerja, imigrasi, kebiasaan sosial, dan kebiasaan

bepergian yang dapat menyebabkan kontribusi pada perubahan distribusi pada infeksi

ini14. Telah Diperkirakan 20-25% dari populasi dunia terinfeksi dermatofit dan

kejadian terus untuk meningkatkan secara cepat14,19.

Golongan dermatofitosis diklasifikasi berdasarkan lokasinya. Disebut Tinea kapitis

jika menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata. Tinea imbrikata, bila

menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinis yang khas, Tinea

korporis, menyerang badan dan anggota badan, Tinea kruris yang khusus menyerang

lipat paha, daerah bawah perut, dan sekitar anus. Tinea barbae menyerang daerah

dagu, jenggot dan jambang. Tinea manum menyerang tangan dan telapak tangan,

Tinea pedis menyerang sela-sela kaki dan telapak kaki. Dan Tinea unguinum

menyerang kuku2,7,12.

Pada manusia jamur hidup di lapisan tanduk. Jamur itu melepaskan toksin yang bisa

menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa

berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris.

Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Hal itu tergantung

pada jenis jamur yang menyerang2. Masuknya jamur dalam tubuh dan menginfeksi

kulit dapat melalui6: luka kecil atau aberasi pada kulit, misalnya golongan

dermatofitosis, kromoblastomikosis atau melalui kontak, tetapi tidak perlu ada luka

atau aberasi kulit, seperti golongan dermatofitosis.

Page 6: BAB II Tinea Pedis

4. Tinea pedis

Tinea pedis yang mempunyai nama lain Athlete's foot, ring worm of the foot atau kutu

air, adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki2,6,18.

Tinea pedis dianggap dermatofitosis yang paling umum di dunia. Dilaporkan, terdapat

70% dari populasi terinfeksi tinea pedis dalam satu waktu6,13. Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentagrophytes, and Epidermophyton floccosum adalah penyebab

terjadinya tinea pedis, namun penyebab tinea pedis yang paling sering didunia adalah

Trichophyton rubrum yang memberikan kelainan menahun8,13.Tinea pedis atau

ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada kaki, terutama pada sela jari dan

telapak kaki13. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi berupa

kulit putih dan rapuh. Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor

kelembaban2. Hal itu dapat disebabkan kaki yang sering berkeringat, kaki sering

terpajan air, kaki selalu basah, kaki kurang dijaga kebersihannya, atau sepatu terlalu

tertutup6. Biasanya Tinea pedis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan

dengan perempuan13,14. Lesi yang ditimbulkan bisa menyebabkan gatal, tapi derajat

gatal yang di timbulkan berbeda-beda dari setiap individu10. Bentuk klinis dapat

terjadi bertahun-tahun, tanpa keluhan berarti. Bahkan sebagian di antara penderitanya

total bebas gejala Sebagian penderitanya baru merasa terganggu ketika muncul bau

tak sedap dari kulit kaki mereka2. Pada suatu waktu ditemukan, infeksi jamur ini

dapat bertahan lama, tidak aktif untuk beberapa tahun namun kemudian menjadi aktif

ketika umur seseorang mencapai 60-70 tahun6. Tidak menutup kemungkinan

munculnya infeksi bakteri (infeksi sekunder) yang dapat menunjukkan gejala mulai

dari yang ringan (bintil-bintil merah yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri

dan demam hingga seulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas,

yang disertai gejala-gejala umum2. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan

kematian, namun dampaknya dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan

psikologis, fisik, dan sosial, dengan berkurangnya kualitas hidup dan keterbatasan

interaksi dengan orang lain18.

5. Faktor risiko

Beberapa predisposisi factor host yang berpengaruh pada peningkatan terjadinya tinea

pedis diantaranya adalah peningkatan angka kejadian HIV/AIDS dan banyaknya

Page 7: BAB II Tinea Pedis

pasien yang menjalani kemoterapi, penggunaan steroids, transpalntasi organ dan

pemberian nutrisi parenteral, tempat tinggal, hyperhidrosis, psoriasis, pasien yang

mengalami obesitas, diabetes mellitus, immunosupresi, stress, penuaan, atau pasien

yang mempunyai penyakit sistemik juga menyebabkan meningkatnya tinea

pedis6,8,11,18. Salah satu factor risiko yang signifikan adalah diabetes, dikatakan orang

dengan diabetes mempunyai kemungkinan lebih dari 50% terkena infeksi tinea pedis

dibandingkan orang tanpa diabetes6. Selain itu factor local yang dapat mempengaruhi

kejadian tinea pedis adalah kontak langsung dengan penderita, penggunaan sarana

pemandian umum bersama, ruang locker, atau kolam renang umum6,11. Pemakaian

kaus kaki, alas kaki dan sepatu berbahan kulit juga menjadi factor resiko dari Tinea

Pedis19,20,21. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga

memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada sosial

ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang lebih baik,

hal ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

terhadap penyakit). Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki selalu

kering) yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.

6. Gejala Klinis

Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan

adalah2,3,6,9:

1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta

erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat

berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke

bawah jari dan telapak kaki. Adanya oklusi dan infeksi dari bakteri lain seperti

Pseudomonas, Proteus dan Staphylococcus aureus kemudian membuat erosi

dengan pruritus dan bau yang merupakan karakteristik dari dermatofitosis

kompleks atau “athlete’s foot”.

2. Bentuk lain adalah moccasin foot. pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai

punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan

terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul

dan kadang-kadang vesikel. Patogen umumnya adalah T. rubrum, diikuti E.

floccosum dan T. interdigitale

Page 8: BAB II Tinea Pedis

3. Tipe Vesikobulosa Tinea pedis tipe visokobulosa umumnya disebabkan oleh

rantai zoofilik dari T. interdigitale (T. mentagrophytes var. mentagrophytes),

memiliki temuan klinis yakni vesikel dengan 22 diameter lebih dari 3mm,

vesikopustula, atau bulla pada telapak kaki dan area periplantar. Tipe ini jarang

ditemukan pada anak-anak namun apabila terjadi, biasanya disebabkan oleh T.

rumbrum.

4. Tipe Akut Ulseratif. Tinea pedis dengan zoofilik T. interdigitale yang diikuti

superinfeksi dari bakteri gram negatif seringkali menghasilkan vesikel, pustula

dan ulcus purulent pada telapak kaki. Selulitis, limfangitis, limfadenopati dan

demam juga sering ditemukan.

7. Diagnosis

Diagnosis tinea pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinis

yang khas dan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan biakan2,3,6.

Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini

dilakukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat

dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil. Untuk melihat elemen jamur

lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH. Pada sediaan kulit dan

kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan

bercabang, maupun spora berderet (arthospora)2.

8. Diagnosis Banding Tinea pedis

Tinea pedis perlu dibedakan dengan penyakit lain di kaki, ada beberapa diagnosis

banding yang perlu diketahui, antara lain2:

1. Dermatitis, batasan tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian

tengah. Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dapat merupakan reaksi

antigen.

2. Dermatitis kontak, pada hyperhidrosis terlihat kulit yang mengelupas (maserasi).

Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam dan terbatas

pada telapak kaki dan tangan kelainan tidak meluas sampai sela-sela jari.

3. Akrodermatitis kontinua dan morbus Andrews sangat sukar dibedakan dengan

penyakit dermatofitosis bila berdasarkan pemeriksaan klinis saja, pemerikssaan

laboratorium diperlukan untuk membedakan satu dengan yang lain.

Page 9: BAB II Tinea Pedis

4. Kandidosis (erosi interdigitalis blastomisetika), membedakan dengan tinea pedis

kadang agak sulit. Diperlukan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH dan

sediaan.

9. Pengobatan

Penyakit Tinea pedis sering kambuh sehingga untuk menghindari factor risiko seperti

hindari pemaparan dengan air dalam waktu lama, gunakan sepatu yang mempunyai

ventilasi yang bagus, hindari memakai sepatu tertutup, sepatu sempit, yang digunakan

sepanjang hari, usahakan selama pemakaian sepatu dan kaus kaki harus selalu kering,

dianjurkan menggunakan kaos kaki berbahan wool karena dapat menjaga kulit kaki

agar tetap kering serta membuat kaki lebih nyaman, serta tidak bertelanjang kaki atau

selalu memakai sandal saat kekamar mandi maupun keluar rumah sehingga dapat

menghindari tertularnya dengan penderita tinea pedis maupun kontak dengan jamur

penyebab Tinea pedis6. Menjaga kaki agar tetap kering dan bersih merupakan metode

terbaik untuk pencegahan, mengeringkan sepatu, mengganti kaos kaki, menggunakan

bedak, menggosokkan alcohol setelah mandi dapat membantu mencegah terjadinya

infeksi kulit kaki akibat jamur7. Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal

(dioles), ada pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar

(salep) seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan

pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur selama dua minggu,

meskipun lesinya telah hilang. Tanda dan gejala (seperti kemerahan, gatal, dan rasa

panas) dapat diobati dengan kombinasi steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu

diberikan, hanya diberikan jika terdapat gejala inflamasi6.

Page 10: BAB II Tinea Pedis

Contoh obat yang dapat diberikan:

Obat topical8,23,24:

Golongan Nama Obat Dosis Lama Pemakaian

Azol-imidazol

clotrimazol krim 1% 2 kali sehari 2-4 minggu

ekonazol krim 1% 2 kali sehari 2-4 minggu

mikonazol krim 2% 2 kali sehari 2-4 minggu

Ketokonazol krim 2% 1-2 kali sehari 4-6 minggu

Bifonazole krim 1% 1 kali sehari 3 minggu24

tiokonazol krim 1% 2 kali sehari 6 minggu

alilamin/

benzilamin

naftifin hydrochloride

krim 1%

1 kali sehari 1 minggu

Anti jamur

topical lain

Terbinafin 1% 1-2 kali sehari 1-2 minggu24

Haloprogin krim 1% 2 kali sehari 2-4 minggu

Tolnaftat Tolnaftat krim 1% 2-3 kali sehari 7-21 hari

Obat Oral8,23:

Golongan Nama obat Dosis Lama Pemakaian

Anti jamur

golongan lain

Terbinafin 250 mg/hari 2-4 minggu

Azol-imidazolItraconazole 400 mg/hari 1 minggu-1 bulan

Fluconazole 200 mg/minggu 4-8 minggu

Griseofulvin Griseofulvin 0,5 g/hari 4-6 bulan23

Page 11: BAB II Tinea Pedis

B. Lokasi Pendulangan Intan Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota

Banjarbaru Kalimantan Selatan

Secara geografis, Kecamatan Cempaka berada di bagian tenggara kota Banjarbaru,

berbatasan dengan Kecamatan Banjarbaru Selatan di sebelah Utara, sebelah Selatan

dengan dengan Kabupaten Tanah Laut sebelah Timur Kabupaten Banjar, sedangkan

sebelah Barat dengan Kecamatan Liang Anggang1.

Berdasarkan letak astronomis KecamatanCempaka terletak 3o27’0” Lintang Selatan

dan 114o45’0” Bujur Timur. (Statistis Daerah Kecamatan Cempaka 2014).

Kecamatan Cempaka adalah kawasan penambangan intan dan emas yang terletak 47

km dari Kota Banjarmasin dan 7 km dari Kota Banjarbaru. Di tempat ini pengunjung

dapat melihat langsung bagaimana para pekerja mencari Intan atau Emas di lobang-

lobang penuh galian dan penuh lumpur1.

Page 12: BAB II Tinea Pedis

Kecamatan Cempaka kota Banjarbaru, didominasi oleh karakteristik geografis

dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian topografi antara 50 sampai 150 meter di

atas permukaan laut (Pusat Statistik Provinsi Kalimatan Selatan: 1993 ). Sehingga

praktis, kawasan pendulangan intan, di Pumpung atau Ujung Murung misalnya, juga

dikelilingi oleh bukit-bukit yang menyembul1.

Kawasan pendulangan intan tradisional di Kecamatan Cempaka, paling banyak

tersebar di Kelurahan Sungai Tiung. Kelurahan seluas 21,50 Km2  dengan jumlah

kepadatan 306 jiwa per Km2, ini memiliki dua kawasan pendulangan intan tradisional

yang telah dikenal di mata dunia, yaitu Desa Pumpung. Desa Pumpung, terkenal

karena temuan intan sebesar telur ayam dengan berat 166,7 kerat, pada 30-an tahun

silam. Belakangan intan tersebut dinamai Trisakti1.

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Variable Tergantung

Lama bekerja Tinea Pedis

Usia

jenis kelamin

pendidikan

APD

PHBS

Kebersihan lingkungan kerja

Page 13: BAB II Tinea Pedis

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di rumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho: tidak ada hubungan lama bekerja dengan kejadian Tinea pedis dikalangan pekerja

pendulang intan tradisional di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota

Banjarbaru Kalimantan Selatan

Ha: ada hubungan lama bekerja dengan kejadian Tinea pedis dikalangan pekerja

pendulang intan tradisional di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota

Banjarbaru Kalimantan Selatan

Page 14: BAB II Tinea Pedis

DAFTAR PUSTAKA1. Badan pusat statistic kota banjarbaru. 2014. Statistic Daerah Kecamatan Cempaka.

Banjarbaru. http://banjarbarukota.bps.go.id

2. Djuanda, Adhi dkk,. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

3. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolff K. Fitzpatrick's dermatology

in general medicine. USA: Mc Graw-Hill Companies; 2012

4. Geographer, eni. 2012. Penambangan Intan Kecamatan Cempaka Kalsel.

http://egeografer.blogspot.com

5. Carlo CJ, Mac Williams Bowe P. 2012. Tinea Pedis (Athlete’s foot). Available at :

http://www.bhchp.org

6. Claire J. Carlo, MD, Patricia MacWilliams Bowe, RN, MS. 2012. Tinea pedis, also

called “athlete’s foot”, is a fungal infection of the foot that is very common among

homeless populations. Fungi are plant-like organisms that live as parasites or

saprophytes (organisms that rely on dead tissue for their nutrition). The health care of

homeless person

7. Nester, Anderson, Roberts. 2012. Microbiology a human perspective. Edisi 7. McGraw-

Hill Internasional Edition

8. Mandell, Douglas & Bennett’s. 2010. Principle and practice of Infectious disease.

Churchill Livingstone

9. Jawetz, Melnick & Adelberg’s. 2010. Medical microbiology. Edisi 25. McGraw-Hill

Medical

10. Lawrence, Sarah, Marcia, Jennifer. 2010. Manual of gender dermatology. Jones &

Bartlett Learning

11. Micheal, Jonathan, Kashif. 2010. Essential dermatology for chiropractor. Jones &

Bartlett Learning

12. Kelly Cowan, Marjorie. 2014. Microbiology: A system approach. Edisi 4. McGraw Hill

Higher Education

13. Courtney, MR. 2014. Tinea pedis. www.emedicine.com

14. Ali naseri, Muhammad Javad, Hojjatollah. 2013. Survillance of dermatophytosis in

northeast of Iran (Mashhad) and review of published studies. Journal of Mycopathologia

Page 15: BAB II Tinea Pedis

15. Richardson MD, Warnock DK. 2012 Fungal infection: diagnosis and management UK.

Edisi 4. Oxford: Wiley

16. Nweze E. 2010. Dermatophytosis in Western Africa: a review. Pak J Biol Sci.

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed

17. Ameen M. 2010. Epidemiology of superficial fungal infections. Clin Dermatol.

www.sciencedirect.com/science/article

18. Sabadin CS, Fontoura MMC, Saggin LMF, Fischman Olga. 2010. Onychomycosis and

Tinea pedis in althletes from the state of rio grande do sul (Brazil): a cross-sectional

study. Mycopathologia

19. Zhan Ping, Jiang Qing. 2013. The epidemiologi of Tinea mannum in Nanchang area,

South China. Mycopathologi

20. Zhan P, Ge YP, Lu XL, She XD, Li ZH, Liu WD. 2010. A casecontrol analysis and

laboratory study of the two feet-one hand syndrome in two dermatology hospitals in

China. Clin Exp Dermatol.

21. Brasch J. 2010. Pathogenesis of tinea. J Dtsch Dermatol Ges

22. Achterman, RR. 2012. A foot in the door for dermatophyte research. PLoS Pathogens

www.plospathogens.org

23. Setiabudy rianto, bahroelim bahry. 2012. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI

24. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 13. 2012. PT. Buana Ilmu Populer (Gramedia)