bab ii tinjauan pustakarepository.ub.ac.id/3745/3/bab ii.pdflimbah yang berisi zat-zat toksikan dan...

30
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah adalah zat buangan dari sisa hasil produksi maupun aktivitas manusia. Menurut Mahida (1964) limbah secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan karena mengandung zat beracun baik sifat, jumlah maupun konsentrasinya. Limbah dapat membahayakan lingkungan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber dan mengandung berbagai macam kontaminan. Sumada (2012) berpendapat bahwa air limbah adalah air yang tidak terpakai dan dikeluarkan dari aktivitas seperti industri, rumah tangga, hotel, supermarket, dan lain sebagainya. Air limbah mengandung kontaminan seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, logam berat, bahan organik, bahan beracun, dan bertemperatur tinggi. Pada umumnya, air limbah yang dihasilkan dibuang ke badan air seperti sungai, laut dan kedalam tanah. Pembuangan air limbah ke lingkungan dapat memicu terjadinya pencemaran pada sungai, laut tanah, bahkan udara. Limbah dibuang ke lingkungan dikarenakan limbah merupakan zat sisa sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali dan tidak memiliki nilai ekonomi. Ginting (2007) menyatakan bahwa limbah adalah buangan yang keberadaan pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Kusnoputranto (1985) menyimpulkan bahwa secara umum limbah cair adalah air buangan yang berasal dari aktivitas rumah

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Limbah adalah zat buangan dari sisa hasil produksi maupun

aktivitas manusia. Menurut Mahida (1964) limbah secara

langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan

karena mengandung zat beracun baik sifat, jumlah maupun

konsentrasinya. Limbah dapat membahayakan lingkungan,

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber dan

mengandung berbagai macam kontaminan. Sumada (2012)

berpendapat bahwa air limbah adalah air yang tidak terpakai dan

dikeluarkan dari aktivitas seperti industri, rumah tangga, hotel,

supermarket, dan lain sebagainya. Air limbah mengandung

kontaminan seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, logam

berat, bahan organik, bahan beracun, dan bertemperatur tinggi.

Pada umumnya, air limbah yang dihasilkan dibuang ke badan air

seperti sungai, laut dan kedalam tanah. Pembuangan air limbah

ke lingkungan dapat memicu terjadinya pencemaran pada

sungai, laut tanah, bahkan udara.

Limbah dibuang ke lingkungan dikarenakan limbah

merupakan zat sisa sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali dan

tidak memiliki nilai ekonomi. Ginting (2007) menyatakan bahwa

limbah adalah buangan yang keberadaan pada suatu saat dan

tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak

mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang berisi zat-zat toksikan

dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan

sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi

untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya.

Kusnoputranto (1985) menyimpulkan bahwa secara umum

limbah cair adalah air buangan yang berasal dari aktivitas rumah

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

6

tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan

mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan

kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan

hidup.

1.2 Parameter Air Limbah

Unit IPAL dirancang dengan mempertimbangkan

karakteristik air limbah sebagai dasar perancangannya. Karakter

ini digambarkan oleh nilai setiap parameter yang terdapat dalam

air limbah dan merepresentasikan tingkat toksisitas limbah

tersebut. Maka secara garis besar karakteristik air limbah ini

dikelompokkan berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologi

(Tchobanoglous, 2003). Menurut Siregar (2005) cara mengetahui

sifat fisik air limbah adalah dengan meninjau kondisi suhu, Total

Suspended Solid (TSS), warna dan juga bau dari ar limbah itu

sendiri. Untuk menentukan sifat kimianya dapat dilihat dari nilai

kandungan oksigen, Chemical Oxygen Demand (COD), derajat

keasaman (pH), Biochemical Oxygen Demand (BOD), logam

berat, fenol, nitrit, nitrat, total fosfor (TP), Methylene Blue Active

Substances (MBAS), total nitrogen (TN), dan Hydrogen Bisulfat

(H2S). Sifat kimia ini menggambarkan mutu air limbah industri.

Sedangkan untuk menentukan sifat biologi dari air limbah

sebagai tolok ukur adalah tingkat toksisitasnya. Karakteristik

biologis digambarkan dengan jumlah dan jenis mikroba dalam air

limbah serta dampaknya terhadap lingkungan, apabila air limbah

dilepas ke badan air tanpa diolah.

Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran

kualitas air limbah menurut kusnoputranto (1985) antara lain :

2.2.1. Kandungan Zat Padat

Kandungan zat padat diukur dalam bentuk Total Solid

Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah

padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

7

tidak dapat mengendap langsung. TDS adalah padatan yang

menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut dalam

air.

2.2.2. Kandungan Zat Organik

Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen

dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik

adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand)

dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik

bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan

suhu tertentu (biasanya lima hari pada 200C).

2.2.3. Kandungan Zat Anorganik

Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk

mengawasi kualitas air limbah yaitu nitrogen dalam senyawaan

nitrat, fosfor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg,

Cd, Pb dan lain-lain.

2.2.4. Gas

Gas nitrogen, oksigen dan karbon dioksida pada air

buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan

gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air

buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan

mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di

dalam sering digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya

pencemaran organik dalam larutan, makin rendah DO suatu

larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

2.2.5. Kandungan Bakteriologi

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan

tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja

manusia yang sakit. Untuk menganalisis bakteri patogen yang

terdapat dalam air buangan cukup sulit sehingga parameter

mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan

coliform (Most Probably Number (MNP)) dalam sepuluh mili

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

8

buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan koliform tinja

dalam seratus mili air buangan.

2.2.6. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan

biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan, disamping akan

mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan

terbuka.

2.2.7. Suhu

Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda

dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air minum.

Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan

reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta

kenyamanan dalam badan air.

2.3 Pengolahan Air Limbah

2.3.1 Unit Proses Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi

pengolahan dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan biologis

atau gabungan ketiga proses tersebut. Berdasarkan sistem unit

operasinya, teknologi pengolahan limbah diklasifikasikan menjadi

unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit operasi biologi,

sedangkan bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka

sistem pengolahan limbah diklasifikasi menjadi pretreatment,

primary treatment system, secondary treatment system, serta

tertiary treatment system. Setiap tingkatan treatment terdiri pula

atas sub-sub treatment yang berbeda (Sugiharto, 1987). Menurut

Kurniadhie (2011), proses pengolahan limbah cair berdasarkan

tingkatan dan perlakuannya dapat digolongkan menjadi 5

golongan. Akan tetapi, dalam suatu instalasi pengolahan limbah,

tidak harus kelima tingkatan ini ada atau dipergunakan. Proses

pengolahan air limbah diacu untuk gambar 2.1 dan 2.2. Berikut

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

9

adalah pengertian dari masing-masing proses menurut

Kurniadhie (2011):

a. Pengolahan pendahuluan (pre treatment)

Pengolahan pendahuluan (pre treatment), dilakukan

apabila didalam limbah cair terdapat banyak padatan

terapung atau melayang misalnya berupa ranting, kertas,

dan pasir. Dapat digunakan saringan kasar, bak

penangkapan lemak, bak pengendapan pendahuluan dan

septic tank.

b. Pengolahan tahap pertama (primary treatment)

Pengolahan tahap pertama (primary treatment), untuk

memisahkan bahan-bahan padat tercampur (ukuran

cukup kecil). Netralisasi termasuk juga dalam tahap

pengolahan tahap pertama. Dapat dilakukan secara kimia

(netralisasi, koagulasi) dan fisika (sedimentasi, flotasi /

pengapungan).

c. Pengolahan Tahap kedua (secondary trearment)

Pengolahan ini biasanya melibatkan proses biologi :

Lumpur aktif, bak aerob, dan bak anaerob

d. Pengolahan tahap ketiga (tersier treatment)

Digunakan apabila ada zat yang membahayakan.

Pengolahan tahap ketiga merupakan bentuk pengolahan

khusus sesuai dengan polutan yang dihilangkan, misalnya

pengurangan besi dan mangan. Contoh lain misalnya

penggunaan karbon aktif, menghilangkan amonia.

e. Pengolahan tahap keempat

Pembunuhan kuman (desinfektan) adalah pengolahan

tahap keempat. Dilakukan apabila pengolahan limbah cair

mengandung bakteri patogen

Primary treatment dimaksudkan untuk memilah materi

padat, menghomogenkan debit, memisahkan minyak dan lemak

serta menurunkan suhu. Menurut Burton (1991), unit-unit dalam

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

10

pengolahan pendahuluan ini meliputi saringan (bar screen),

pencacah (communitor), bak penangkap pasir (grit chamber),

penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap), dan

bak penyetaraan (equlization basin). Setelah melalui pengolahan

pendahuluan, air limbah masuk ke dalam unit pengolahan

pertama (primary treatment). Fase pengolahan ini bertujuan

mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses

pengendapan. Dalam unit ini, efisiensi penurunan konsentrasi

BOD dapat mencapai 35%, sedangkan Total Suspended Solid

(TSS) berkurang hingga 60%. Penurunan kandungan BOD dan

SS pada tahap awal ini akan membantu mengurangi beban

pengolahan tahap kedua. Selanjutnya, air limbah melalui

pengolahan kedua berupa proses biologis. Dalam proses ini,

kandungan oksigen atau DO dalam air limbah sangat diperlukan

bagi mikroorganisme aerobik dalam aktivitas mendegradasi

pencemar. Dewi (2014) mengatakan bahwa apabila hasil

keluaran dari pengolahan terdahulu masih mengandung zat

berbahaya tertentu, pengolahan tersier perlu ditambahkan.

Pengolahan tambahan bersifat khusus atau spesifik, tergantung

pada zat yang ingin dihilangkan. Unit yang biasanya digunakan

dalam tahap pengolahan tersier adalah saringan pasir, desinfeksi

dan pengolahan lanjut.

a. Ekualisasi

Bak ekualisasi termasuk dalam proses pre treatment. Unit ini

memiliki fungsi pokok yaitu untuk menyeragamkan debit,

menurunkan suhu serta COD Volatil sebelum air limbah masuk

kedalam unit selanjutnya. Menurut Adnan (2012) Bak ini

berfungsi untuk menampung air sebelum dilakukan pengolahan

lebih lanjut. Bak Ekualisasi ini dimaksudkan untuk menangkap

benda kasar yang mudah mengendap yang terkandung dalam air

baku, seperti pasir atau dapat juga disebut partikel diskret.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

11

Gambar 2.1 Pengumpulan dan pengolahan air limbah (Spellman, 2009)

Secondary treatment

Primary sludge Activated sludge

Effluent

Collection

system Screening & comminution

Grit

chamber

Primary

settling Aeration Secondar

y settling Chlorine

contact

Influent

Screening Grit

Air Chlorine

Thickener Anaerobic

disgester Biosolid

dewaterin

g

Biosolid disposal

Primary treatment

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

12

Penggunaan unit Ekualisasi selalu ditempatkan pada

awal proses pengolahan air, sehingga dapat dicapai penurunan

kekeruhan. Ekualisasi merupakan bak pengendapan material

pasir dan lain-lain yang tidak tersaring pada screen, serta

merupakan pengolahan fisik yang kedua.

Bak Ekualisasi yang sering digunakan pada umumnya

memiliki bentuk segi empat maupun lingkaran. Di unit ini,

pengendapan terjadi secara gravitasi tanpa penambahan zat

Gambar 2.2 Complately Mixed Activate Sludge Plant for an Industrial Wastewater

(Reynold,1983)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

13

kimia. Bak ini dibuat dengan tujuan untuk mengatasi adanya

permasalahan operasional, variasi debit dan masalah

penanganan kualitas limbah cair yang akan masuk ke unit-unit

pengolahan limbah selanjutnya (Saraswati, 2000). Eddy (2001)

menambahkan dalam merencanakan unit pengolahan air limbah,

dibutuhkan data mengenai debit minimal, debit rata-rata, debit

puncak.

Adnan (2012) menyatakan bahwa ekualisasi tidak

termasuk dalam suatu proses pengolahan namun merupakan

suatu cara atau teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses

pengolahan selanjutnya. Keluaran dari bak ekualisasi adalah

parameter operasional bagi unit pengolahan selanjutnya seperti

aliran, level atau derajat kandungan polutan, temperatur,

padatan.

Berikut adalah kegunaan dari ekualisasi, yaitu:

➢ Membagi dan meratakan volume pasokan (influen) untuk

masuk pada proses treatment.

➢ Meratakan variabel & fluktuasi dari beban organik untuk

menghindari shock loading pada sistem pengolahan

biologi

➢ Meratakan pH untuk meminimalkan kebutuhan chemical

pada proses netralisasi.

➢ Meratakan kandungan padatan (SS, koloidal dan lain

sebagainya) untuk meminimalkan kebutuhan chemical

pada proses koagulasi dan flokulasi. Sehingga dilihat dari

fungsinya tersebut, unit bak ekualisasi sebaiknya

dilengkapi dengan pengaduk, atau secara sederhana

konstruksi/ peletakan dari pipa inlet dan outlet diatur

sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek turbulensi.

Idealnya pengeluaran (discharge) dari ekualisasi dijaga

konstan selama periode 24 jam, biasanya dengan cara

pemompaan maupun cara-cara lain yang memungkinkan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

14

b. Koagulasi-Flokulasi

Tebbutt (2012) mengartikan koagulasi adalah proses

pembentukan gumpalan partikel koloid yang dikarenakan oleh

penambahan bahan sintetik tertentu sehingga partikel-partikel

berubah menjadi partikel netral dan membentuk endapan akibat

adanya gravitasi. Secara kimiawi koagulasi dapat dilakukan

dengan menambahkan elektrolit, pencampuran koloid yang

berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Salah satu cara

pengolahan air adalah melalui proses koagulasi-flokulasi.

Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan menambahkan

koagulan sintetik ataupun koagulan alami yang disertai dengan

pengadukan lambat pada proses flokulasi sehingga memicu

terjadinya penggumpalan partikel-partikel koloid yang kemudian

dapat dipisahkan dengan sedimentasi. Bahan koagulan sintetik

maupun alami dapat digunakan dalam proses koagulasi-flokulasi.

Menurut Dhallawati (2000), koagulasi merupakan proses

destabilisasi koloid dengan adanya penambahan koagulan.

Mekanisme dari proses koagulasi sendiri adalah koagulan sintetik

seperti Fero sulfat (FeSO4), aluminium sulfat atau alum

(Al2(SO4)3), dan Poly Alumunium Chloride (PAC)

(Al2(OH)3Cl3)10Al3+ dari PAC dan Al2(SO4) akan bereaksi dengan

OH- membentuk Al(OH)3 yang mudah mengendap.

Teknik laboratorium jar test merupakan suatu prosedur uji

untuk menentukan dosis koagulan yang tepat. Dalam metode

pengujian ini, sampel air akan dituangkan ke dalam gelas beker,

dan ditambahkan koagulan dengan dosis yang bervariasi.

Kemudian larutan diaduk dengan cepat untuk menyimulasikan

pengadukan cepat. Selanjutnya diaduk secara lambat untuk

menyimulasikan proses flokulasi. Setelah waktu tertentu

pengadukan akan dihentikan dan flok akan mulai terbentuk.

Aspek yang paling penting untuk diperhatikan adalah waktu yang

dibutuhkan untuk pembentukan flok, ukuran flok, karakteristik

endapan, kekeruhan dan warna , serta pH akhir dari air limbah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

15

dan juga endapan yang terbentuk. Prosedur penentuan dosis

koagulan ini memberikan estimasi dosis yang diperlukan untuk

proses yang akan diterapkan kendala sistem (Reynold, 1982).

Permatasari (2013) berpendapat Jar Test adalah proses

pengujian dosis koagulan untuk mendapatkan dosis yang tepat

dalam skala laboratorium. Karena lingkup kerja dari Jar Test ini

adalah skala laboratorium, sehingga perbandingan volume air

baku yang diteliti dengan volume air baku dalam proses koagulasi

adalah 1:1000. Hasil dari Jar Test yaitu mendapatkan hubungan

antara nilai kekeruhan dan dosis koagulan yang digunakan.

Namun, data hasil pengukuran metode Jar Test menunjukkan

ketidak liniearan antara dua hubungan tersebut.

c. Lumpur Aktif

Proses lumpur aktif adalah proses untuk mengolah limbah

dan air limbah industri menggunakan udara dan flok biologis yang

terdiri dari bakteri dan protozoa. Dalam instalasi pengolahan air

limbah, proses lumpur aktif adalah proses biologis yang dapat

digunakan untuk satu atau beberapa tujuan, yaitu pengoksidasi

materi biologis karbon, mengoksidasi materi nitrogen: terutama

amonium dan nitrogen di materi biologis, dan menghapus nutrisi

(nitrogen dan fosfor) (Metcalf & Eddy, 2003).

Lumpur aktif adalah suatu metode pengolahan air limbah

dengan menumbuhkan mikroba tersuspensi. Pada dasarnya

proses ini merupakan pengolahan aerobic dengan mengoksidasi

material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4, dan sel biomassa

baru. Mekanisme dari proses ini adalah sel mikroba akan

membentuk flok yang akan mengendap di tangki clarifier.

Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menjadi parameter

keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena langkah

ini akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.

Davis (1985) menyatakan parameter yang umum digunakan

dalam lumpur aktif adalah sebagai berikut :

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

16

- Mixed-Liquor Suspenen Solid (MLSS)

Substansi dari tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif

disebut sebagai mixed liquor atau dapat diartikan sebagai

lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan

tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, dan

termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS

ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan

kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan dengan

temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh di

timbang.

- Mixed-Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS,

yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup

dan mati, dan hancuran sel. MLVSS diukur dengan

memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600-

6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

- Food To Micro Organism Ratio (F/M ratio)

Parameter ini merupakan indikasi beban organik yang

masuk kedalam sistem lumpur aktif dan nilainya diwakili

dalam kilogram BOD per kilogram MLSS/hari (Curds 1983 ;

Nathanson,1986).

- Hidraulic Retention Time(HRT)

Waktu tinggal hidraulik adalah waktu rata-rata yang

dibutuhkan oleh larutan influen masuk dalam tangki aerasi

untuk proses lumpur aktif. Nilainya berbanding terbalik

dengan laju pengenceran (D) .

- Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu

tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT

memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel

mikroba dalam tangki aerasi dalam hari lamanya. Parameter

ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba.

d. Filter Karbon

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

17

Filter Karbon adalah metode penyaringan dengan

menghilangkan kontaminan dan kotoran menggunakan bed

karbon aktif sebagai adsorben kimia. Setiap partikel karbon

memiliki struktur luas permukaan / pori besar, yang

memungkinkan kontaminan terserap secara maksimum ke

bidang penyerapan atau jaring-jaring karbon. Dari setiap 454 g

karbon aktif memiliki luas permukaan sekitar 40 Hektar

(Cheremisinoff & Morresi, 1980).

Karbon aktif bekerja melalui proses yang disebut

adsorpsi, dimana molekul polutan dalam cairan yang akan

diperlakukan terjebak di dalam struktur pori substrat karbon.

Penyaringan karbon umumnya digunakan untuk pemurnian air

dan industri dalam pengolahan gas, misalnya penghapusan

siloxanes dan hidrogen sulfida dari biogas. Hal ini juga digunakan

dalam sejumlah aplikasi lainnya, termasuk masker respirator,

pemurnian tebu dan dalam pemulihan logam mulia, terutama

emas. Hal ini juga digunakan dalam filter rokok (U.S.

Environmental Protection Agency (EPA), 2014).

Filter karbon dari activated carbon adalah yang paling

efektif menghilangkan klorin, sedimen, senyawa organik volatil

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

18

(VOC), rasa serta bau dari air. Namun zat ini kurang efektif

untuk Gambar 2.3 Rancang bangun Carbon Filter

menghilangkan mineral, garam, dan senyawa anorganik

terlarut. Filter karbon dapat menghilangkan partikel dengan

ukuran berkisar 0,5 antara sampai 50 mikrometer. (Cheremisinoff

& Morresi, 1980).

2.4 Proses Softening air

Proses softening adalah suatu proses yang dilakukan

untuk menghilangkan kadar mineral dalam air regenerasi dengan

menggunakan prinsip pertukaran ion atau ion excahange oleh

media resin, (dapat dilihat pada Gambar 2.4). Di PT Behaestex

air didemineralisasi untuk menghasilkan air soft yang akan

digunakan untuk pembuatan uap dengan menggunakan mesin

boiler. Proses demineralisasi ini sendiri bertujuan agar air yang

Ca2

Mg

Air Bawah Tanah

Air Soft

Gambar 2.4 Proses softening air tanah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

19

akan di proses tidak mengandung mineral sehingga tidak

meninggalkan kerak pada pipa saat di panaskan didalam mesin

boiler. Proses ini perlu dilakukan karena air tanah memiliki kadar

214,8 mg/l.

Mekanisme yang terjadi dalam proses softening seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 adalah berawal dari

memompa air bawah tanah dan dikumpulkan di bak pengumpul

sebagai row water. Kemudian row water dikontakkan dengan

resin yang ada di dalam tangka softerner . Didalam tangki

softener, resin akan mengikat ion Mg2+ dan juga Ca2+ dan hasil

output dari proses softening adalah air soft atau air yang sudah

tidak mengandung kadar mineral Mg2+ dan Ca2+. Yang

dimaksudkan jenuh adalah kondisi dimana resin sudah tidak

mampu mengikat Mg2+ dan Ca2+ maka dari itu diperlukan adanya

proses backwash atau pencucian resin kembali (diacu pada

Gambar 2.5)

Na2

Na

NaCl

MgCl2 dan CaCl2

Gambar 2.5 Proses regenerasi resin tangki softening

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

20

. Proses backwash pada dasarnya adalah melepaskan ikatan

Mg2+ dan Ca2+ dari resin dengan menggunakan garam dapur

(NaCl). NaCl apabila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion

Na+ dan Cl-. Ion Cl- yang terkandung dalam air larutan garam akan

mengikat ion Mg2+ dan Ca2+ dan ion Na akan berikatan dengan

resin untuk menggantikan ion Mg2+ dan Ca2+. Proses backwash

dilakukan dengan merendam resin yang telah jenuh dengan

menggunakan larutan garam selama ± 30 menit. Setelah itu

dilakukan pembilasan oleh air hingga tidak ada larutan garam

yang tertinggal. Pada dasarnya resin dengan volume 3 m2

mampu memproses air bawah tanah sebanyak 1.200 m3.

Regenerasi berlangsung dengan efisiensi 80% . Dari proses ini

menghasilkan air bilasan garam atau selanjutnya disebut air

regenerasi sebesar 12 m3

2.5 Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan sangat perlu untuk di lakukan untuk

mempertahankan daya dukung lingkungan. Menurut Berger

(1963), pengelolaan lingkungan hidup sendiri diartikan sebagai

upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup

meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan

pengendalian lingkungan hidup. Jadi dalam hal ini peran

pemerintah sangan penting dalam menjaga kelestarian

lingkungan itu sendiri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab

1 pasal 1 dan 2 menyebutkan bahwa Lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

21

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan, dan penegakan hukum.

Pemerintah khususnya di daerah Jawa Timur juga mengatur

pengelolaan lingkungan yang tertulis pada Pergub no 72 tahun

2013 Tentang baku mutu limbah cair

Pasal 2 Dengan Peraturan Gubernur ini ditetapkan baku mutu

air limbah bagi industri dan/atau kegiatan usaha

lainnya.

Pasal 3 (1) Penetapan baku mutu air limbah bagi industri

dan/atau kegiatan usaha lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dimaksudkan untuk

mengukur batas atau kadar unsur pencemar dan/atau

jumlah unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang

atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha

dan/atau kegiatan.

(2) Penetapan baku mutu air limbah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) bertujuan mencegah

terjadinya pencemaran sumber air guna mewujudkan

mutu sumber air sesuai dengan peruntukkannya.

2.6 Baku Mutu Limbah Cair

Baku mutu limbah cair adalah ambang batas konsentrasi

zat pada masing-masing parameter yang di perbolehkan untuk

dibuang ke badan air seperti sungai, laut dan danau. Sumada

(2012) menyatakan bahwa dalam rangka mengendalikan

pencemaran air limbah oleh pelaku usaha, pemerintah pusat dan

daerah telah menetapkan berbagai peraturan yang berkaitan

dengan kualitas air limbah, debit air limbah, dan beban

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

22

maksimum air limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke

badan air. Peraturan tersebut dikenal dengan peraturan baku

mutu air limbah industri

Penetapan baku mutu air limbah didasarkan pada dua (2)

aspek yaitu :

• Berdasarkan air limbah yang dihasilkan oleh setiap industri

disebut sebagai standar air limbah (Fffluent Standard)

• Berdasarkan peruntukan dari badan air penerima disebut

sebagai standar air badan penerima (Stream Standard)

Tabel 2.1. Baku mutu air limbah bagi industri tekstil

2.7 Gambaran Umum Pengolahan Limbah PT Behaestex

Pandaan

2.7.1 Proses Produksi Sarung PT Behaestex Pandaan

Dalam proses produksi tekstil dilakukan beberapa

tahapan. Tahapan tersebut antara lain :

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

23

1. Winding (penggulungan)

Benang T/R terbagi dalam bentuk gulungan cone carton,

dilakukan pemeriksaan kualitas dan proses soft cone

(digulung dalam dye tube) untuk persiapan proses

pencelupan. Dye tube merupakan alat yang berbentuk

tabung yang terbuat dari bahan tahan panas yang kedua

ujungnya tidak memiliki penutup yang (hardness) agar

dalam proses pencelupan tidak menggumpal dan daya

serap benang terhadap warna bisa merata sehingga

benang siap dicelup.

2. Dyeing (pencelupan)

Setelah melalui proses winding benang yang telah

tergulung pada dye tube dimasukkan ke dalam bak

pencelupan. Dimasukkan (disemprotkan) pula zat warna

dan obat-obatan ke dalam bak pencelupan. Pemilihan

warna dilakukan sesuai order dari Departemen PPC

tentunya melalui resep dyestuff dan Quality Control. Proses

pencelupan warna berlangsung dengan suhu yang tinggi

mencapai 80ºC Pada proses celup ini steam dan air

disuplai dari Departemen Engineering dan prosesnya

menggunakan mesin Thies (A8, s/d A17), dan Fong’s (A5

s/d A7). Setelah mengalami proses pencelupan warna,

benang akan diproses dengan system hydrox dimana

gulungan benang akan ditiriskan dengan cara diputar untuk

membuang airnya. Setelah itu dilanjut diproses drying

untuk mengurangi kadar air pada benang dengan

pemanasan di mesin RF Dryer (Radio Frequency). Setelah

kering benang akan digulung kembali dirubah lagi dari

bentuk dyetube ke bentuk paper cones.

3. Prepatory (persiapan tenun)

Proses persiapan tenun dimulai dari proses warping yaitu

proses penyusunan benang sesuai dengan bentuk dan

corak sarung yang akan dibuat selanjutnya benang-

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

24

benang tersebut digulung menuju beam warping. Benang

yang telah digulung di beam warping disatukan dan

digulung kedalam beam tenun. Sebelum penggulungan

akan dilakukan proses pengkanjian dengan tujuan agar

benang menjadi kuat pada saat ditenun.

4. Weaving AJL (pertenunan)

Beam yang telah melewati proses pengkanjian akan

dipasang menuju mesin Air Jet Loam (AJL). Mesin AJL

adalah mesin yang digunakan untuk proses pertenunan.

Setelah beam terpasang, maka proses pertenunan dimulai.

Hasil dari weaving berupa kain yang mempunyai bermacam

–macam motif dan corak sesuai dengan order kerja dari

PPC yang tentunya mengacu pada permintaan pasar.

5. Finishing (penyelesaian)

Proses finishing terbagi menjadi beberapa proses, yaitu

proses bakar bulu , proses pencucian kain hasil tenun,

proses pengeringan, proses resin finish dan proses

callender (penghalusan). Proses bakar bulu bertujuan

untuk menghilangkan bulu pada kain yang timbul pada

proses pertenunan serta untuk mengatur kerataan dan

ketinggian bulu pada kain. Proses pencucian kain bertujuan

untuk membersihkan sisa-sisa kanji yang masih menempel

pada kain. Proses pencucian dilakukan dengan tiga bak

pencucian berkapasitas 2,4 m³ pada suhu 100ºC dengan

kecepatan 40 meter/menit.

Proses ini menghasilkan limbah cair yang kemudian diolah

pada unit pengolahan limbah cair. Selanjutnya dilakukan

proses drying (pengeringan) dengan melewatkan kain pada

conveyor untuk menghilangkan kadar air pada kain.

Kemudian diproses resin finish untuk meresapkan obat ke

dalam kain pada temperatur 160º - 170ºC agar pewarnaan

menjadi sempurna. Tahap terakhir adalah proses callender

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

25

(penghalusan) untuk mematikan dan menghaluskan serat

kain.

6. Quality Assurance (pengecekan kualitas akhir)

Quality Assurance adalah tahapan untuk mengecek

kualitas akhir dari sarung dengan point system yang di

sesuaikan dengan standart grading untuk menentukan

kualitas dan kuantitas produk. Proses ini meliputi

pengecekan, pemberian tanda apabila terdapat kecacatan

pada produk, pemotongan, perbaikan produk, pemberian

label serta packing.

2.7.2 Karakteristik Air Limbah

Pengujian karakteristik air limbah PT Behaestex Pandaan

dilakukan oleh laboratorium terakreditasi nasional. Dalam hal ini

pengujian dilakukan oleh Laboratorium PT Mitralabuana.

Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2016

pukul 11.10 WIB dengan tanggal pengujian 12-31 Oktober 2016.

Titik pengambilan sampel bertempat di bak keluaran ekualisasi

PT Behaestex yang beralamat di Jl. Gunung Gangsir Dusun

Wangi, Desa Sumberejo, Pandaan Pasuruan dengan titik

koordinat S: 07o37’53,7” E: 112o42’10,0”. Lokasi titik pengambilan

sampel ditunjukan pada Gambar 2.6.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

26

Gambar 2.6 Bagan alur produksi

PPIC

Mulai

Gudang benang baku

Departemen Dyeing Winding

(Soft Winding, Dyeing, Hydrox

Drying, Rewinding, Packing)

Gudang Benang Fresh

Benang Lusi Benang Pakan

Departemen Preparatory :

Sectional Warping, Direct

Warping, Sizeing

Departemen Weaving :

(ATM, ATBM, dan AJL)

Tenun, Doffing (Pemotongan),

Inspeksi

Gudang kain grey

Departemen Finishing

Departemen QA

Pemasaran

selesai

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

27

Gambar 2.7 Lokasi titik pengambilan sampel uji karakteristik

influen

Baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur

Nomor 72 Tahun 2013 Lampiran 1 Nomor 9 (Baku mutu Air

Limbah Bagi Industri Tekstil). Hasil pengujian terhadap influen PT

Behaestex terpapar dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil uji parameter influen PT Behaestex Pandaan

No. Parameter Satuan Hasil uji Baku mutu Spesifikasi metode

A PHYSICAL

-Temperature oC 33,3 - IKM/5.4.97/MB

-TSS mg/L 880 50 APHA Section 2540 D

B CHEMICAL

- pH - 7.09 6,9 APHA Section 4500 H

-COD mg/L 851,9 150 SNI 6989.73.2009

-Oil andfat mg/L 0,2 3,0 APHA Section 5520 B

-NH3-N mg/L 3,37 8,0 APHA Section 4500

-H2S mg/L 0,34 0,3 IKM/5.4.109/MB

-BOD mg/L 220,9 60 IKM/5.4.112/MB

-Phenol mg/L 0,5 0,5 IKM/5.4.107/MB

-Chromium mg/L 0,23 1,0 Spectrophotometer

Lokasi pengambilan

sampel uji

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

28

1.7.3 Neraca Air

PT Behaestex Pandaan menghasilkan 1.760 m3/ hari

yang berasal dari proses produksi (Preparatory, Dyeing, dan

Finishing), boiler dan kegiatan rumah tangga. Limbah yang

diproses sebesar 1.500 m3/hari dan sisanya di buang melalui

saluran pembuangan. Neraca air diacu pada gambar 2.8.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

29

Sistem yang diterapkan pada proses pengolahan air limbah

PT Behaestex diacu pada gambar 2.9 secara garis besar dibagi

menjadi tiga tahapan, yaitu proses fisika-kimia, biologi dengan

rincian sebagai berikut :

• Pretreatment (Bar screen dan bak ekualisasi)

Proses ini bertujuan untuk memisahkan air limbah dari

padatan yang mungkin terikut dari proses produksi seperti

benang dan juga untuk menghomogenisasi limbah.

Sebagai inforasi bahwa dalam proses produksi tekstil, air

limbah dihasilkan oleh beberapa proses. Pada PT

Behaestex Pandaan, air limbah dihasilkan dari beberapa

proses yaitu Dyeing, Finishing dan Preparatory. Tentunya

karakteristik dari air limbah yang dihasikan pun berbeda

antara satu proses dengan yang lainnya, Maka dari itu

diperlukan proses pengumpulan dan homogenisasi agar

limbah dapat diproses lebih lanjut. Proses ini dilakukan

dalam bak ekualisasi. Selain menghomogenisasi air

limbah, dalam bak ekualisasi juga ditambah aerator yang

berfungsi untuk menurunkan suhu dan COD volatile.

• Primary treatment (tangki koagulasi dan flokuasi, primary

claryfierI)

Proses ini dilakukan dengan tujuan menurunkan Pt-CO,

TSS, BOD, dan COD. Mekanismenya adalah dengan

melakukan kontak antara air limbah dan koagulan dengan

maksud untuk mendestabilisasi partikel koloid yang

terlarut pada air limbah sehingga membentuk flok yang

kemudian akan diendapkan di bak sedimentasi atau

primary clarifier.

• Secondary treatment (aeration tank, secondary clarifier)

Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar COD

dengan bantuan mikroorganisme. Metode yang dipilih

oleh PT Behaestex Pandaan dalam proses biologi ini

adalah metode activated sludge. Latar belakang

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

30

pemilihan metode ini adalah karena metode ini dinilai

lebih efisien dalam hal detension time dan biaya

operasionalnya.

• Tertiary treatment (carbon filter)

Proses ini bertujuan untuk menurunkan TSS yang terikut

akibat proses sebelumnya dengan media adsorben

karbon aktif.

Kekurangan dari proses pengolahan air limbah di PT

Behaetex Pandaan adalah peletakan atau layouting (dapat dilihat

di Gambar 2.10) proses secara tambal sulam, artinya

pertimbangannya hanya dari segi ketersediaan lahan sehingga

proses mobilisasi dan transportasi menjadi tidak efisien dari segi

teknis maupun ekonomis. Selain itu pada proses biologi, terdapat

dua bak aerasi dengan total waktu detensi 24 jam. Hal ini

disebabkan oleh penurunan efisiensi bak biologi akibat desain

rancang bangun yang kurang efisien. Begitu pun penggunaan

pompa yang cukup banyak seperti pada Tabel 2.3 berakibat pada

tingginya kebutuhan terhadap energi listrik. Perancangan ini

bertujuan untuk mendesain unit pengolahan air limbah yang lebih

efisien dalam segi teknis maupun ekonomis sehingga dapat

menghasilkan limbah dengan kualitas yang lebih baik dengan

biaya operasional yang lebih rendah.

2.7.5 Layout PT Behaestex Pandaan

PT Behaestex Pandaan didiri di Jl. Gunung Gangsir

Dusun Wangi, Desa Sumberejo, Pandaan Pasuruan diatas lahan

seluas + 63.000 m2 dengan bentuk lahan dengan segitiga lancip

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Dengan bentuk lahan

seperti ini tentunya akan sulit dalam peletakan bangunannya

sedangkan dalam suatu industri terdapat banyak aspek yang

harus di penuhi. Dari Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa untuk unit

pengolahan air limbah sendiri, peletakannya menyebar karena

menyesuaikan ketersediaan ruang yang ada

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

31

Tabel 2.3 Peralatan utama dan penunjang pada IPAL PT

Behaestex Pandaan

No Nama Alat Jumlah

1. Equalisazion tank 2

2. coagulation tank 1

3. flocculation tank 1

5. Bak sedimentasi 1

6. Bak spray 1

7. Cooling tower 1

8. Lamela tank 1

10. Aeration Tank 2

11. Secondary Clarifier 1

12. Carbon filter 3

13. Beltpress 1

14. Bar screen 1

15. Aerator 8

16. Lime solution tank 1

17. FeCl3 tank 1

18. Polyelectrolite tank 1

19. Centrifugal Pump 6

20. Submersible Pump 3

21. Mixer 4

23. Urea solution tank 1

24. TSP solition tank 1

25. DO meter 1

Hal ini menyebabkan operasional unit pengolahan air limbah

menjadi kurang efisien karena headloss, pemborosan energi

akibat banyaknya pompa dan juga tenaga kerja yang dibutuhkan.

Beberapa unit yang harus dipartisi akibat kecilnya lahan bebas

yang tersedia. Sebagai contoh, pada PT Behaestex Pandaan

terdapat 2 unit bak ekualisasi dan 2 unit bak aerasi akibat

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

32

ketersediaan lahan yang sangat terbatas dengan letak yang

terpisah. Maka dari itu sangat dibutuhkan relokasi unit

pengolahan air limbah dengan tata letak yang lebih efisien dalam

hal teknis dan juga ekonomisnya serta memudahkan proses

mobilisasi serta pengangkutan bahan. Dengan merelokasi dan

mengatur ulang tata letak unit pengolahan air limbah, diharapkan

biaya operasional akan menjadi lebih kecil, dan proses dapat

menjadi lebih efektif dan efisien dengan hasil keluaran yang lebih

baik secara kualitas.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

33

2.7.4 Bagan Alur Proses Unit Pengolahan Air Limbah PT Behaestex Pandaan

Gambar 2.9 Bagan Alur Proses Unit Pengolahan Air Limbah PT Behaestex Pandaan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/3745/3/BAB II.pdfLimbah yang berisi zat-zat toksikan dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah

34

Gambar 2.10 Layout PT Behaestex Pandaan