bab ii tinjauan literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN LITERATUR,
KERANGKA BERPIKIR dan HIPOTESIS
A. Tinjauan Literatur
1. Berpikir Kreatif
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila
mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.
Ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun
ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir. Menurut
Suryadi (dalam Ratnaningsih, 2007) meskipun berpikir merupakan istilah yang
sudah populer di masyarakat serta prosesnya dilakukan oleh setiap orang, akan
tetapi istilah tersebut sangat sulit didefinisikan secara operasional.
Fisher (dalam Ratnaningsih, 2007) mengemukakan bahwa berpikir
berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia dan fakta-fakta yang
ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (manakala
diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan. Sedangkan (dalam Noer,
2007) dikatakan bahwa otak menurut belahannya terdiri dari dua bagian yaitu
belahan kiri (left hemisphere) dan belahan kanan (right hemisphere). Belahan otak
kiri berkenaan dengan kemampuan berpikir ilmiah, kritis, logis dan linear,
sedangkan belahan otak kanan berkenaan dengan fungsi-fungsi yang non linear,
non verbal, holistik, humanistik, dan bahkan mistik. Lahirnya kreativitas dalam
bentuk gagasan maupun karya nyata merupakan perpaduan antara kedua belahan
otak tersebut.
14
Otak manusia dengan segala potensinya memberikan peluang untuk
dimanfaatkan secara maksimum bagi kehidupan, dan pendidikan merupakan cara
terbaik untuk mengisinya. Meskipun pendidikan bukan merupakan penentu satu-
satunya untuk melahirkan orang-orang kreatif, namun pendidikan memiliki
peranan yang besar dalam proses tersebut. Melalui pendidikan diharapkan tercipta
generasi yang berguna bagi dirinya maupun orang lain.
Pengertian berpikir kreatif tidak akan terlepas dari topik kreativitas. Pada
awalnya istilah kreativitas biasanya dikaitkan dengan sikap seseorang yang
dianggap sebagai kreatif. Harus diakui bahwa memang sukar untuk menentukan
satu definisi yang operasional dari kreativitas, karena kreativitas merupakan
konsep yang majemuk dan multi dimensional.
Menurut Silver (dalam Mina, 2006) ada dua pandangan tentang
kreativitas. Pandangan pertama disebut pandangan kreativitas jenius. Menurut
pandangan ini tindakan kreatif dipandang sebagai ciri-ciri mental yang langka,
yang dihasilkan oleh individu luar biasa berbakat melalui penggunaan proses
pemikiran yang luar biasa, cepat, dan spontan. Pandangan ini mengatakan bahwa
kreativitas tidak dapat dipengaruhi oleh pembelajaran dan kerja kreatif lebih
merupakan suatu kejadian tiba-tiba daripada suatu proses panjang sampai selesai
seperti yang dilakukan dalam sekolah.
Pandangan kedua merupakan pandangan baru kreativitas yang muncul dari
penelitian-penelitian terbaru, bertentangan dengan pandangan jenius. Pandangan
ini menyatakan bahwa kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman yang
mendalam, fleksibel di dalam isi dan sikap, sehinga dapat dikaitkan dengan kerja
15
dalam periode panjang yang disertai perenungan. Jadi kreativitas bukan hanya
merupakan gagasan yang cepat dan luar biasa. Menurut pandangan ini kreativitas
dapat ditanamkan pada kegiatan pembelajaran dan lingkungan sekitar.
Pandangan lain mengenai kreativitas dikemukakan juga oleh Matlin
(dalam Awaludin, 2007) menurutnya terdapat perbedaan pendapat dalam
mempelajari kreativitas. Pertama, pandangan Guilford yang dikenal dengan
pandangan klasiknya yaitu mempelajari kreativitas dengan produk divergen.
Kedua, pandangan Stenberg dan Lubart yang dikenal dengan pandangan
kontemporer, mempelajari kreativitas dengan menekankan bahwa diperlukan
multi komponen dari kreativitas.
Menurut Buzan (2003) kreativitas dahulu dianggap sebagai anugrah yang
ajaib, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa
kecerdasan merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan
kekuatan kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana
melakukannya. Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia
mempunyai potensi untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya.
Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas
pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri
aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan
hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah
ada sebelumnya.
16
Adapun yang dimaksud dengan ciri-ciri aptitude adalah yang berhubungan
dengan kognitif, dan proses berpikir. Sedangkan ciri-ciri non aptitude adalah ciri-
ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan. Kedua jenis ciri kreativitas
itu diperlukan agar perilaku kreatif dapat terwujud.
Berikut ini ciri-ciri aptitude dan non aptitude yang dikemukakan oleh
Williams (dalam Munandar, 1990):
A. Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (aptitude)
1. Ketrampilan berpikir lancar
� Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau
pertanyaan
� Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal
� Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban
2. Ketrampilan berpikir luwes (fleksibel)
� Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi
� Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda
� Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda
� Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran
3. Ketrampilan berpikir orisinal
� Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik
� Memikirkan cara yang lazim untuk mengungkapkan diri
� Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-
bagian atau unsur-unsur
17
4. Ketrampilan Memerinci (mengelaborasi)
� Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk
� Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan,
atau situasi sehingga menjadi lebih menarik
B. Ciri-ciri Afektif ( Nonaptitude)
1. Rasa ingin tahu
� Selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak
� Mengajukan banyak pertanyaan
� Selalu memperhatikan orang, objek dan situasi
� Peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti
2. Sifat imajinatif
� Mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum
pernah terjadi
� Menggunakan khayalan, tetapi mengetahui perbedaan antara khayalan
dengan kenyataan
3. Merasa tertantang oleh kemajemukan
� Terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit
� Merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit
� Lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit
4. Sifat berani mengambil resiko
� Berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar
� Tidak takut gagal atau mendapat kritik
18
� Tidak menjadi ragu-ragu atau ketidakjelasan, hal-hal yang tidak
konvensional, atau yang kurang terstruktur
5. Sifat menghargai
� Dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup
� Menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang kurang
berkembang
Torrance (dalam Mina, 2006) menggambarkan empat komponen
kreativitas yang dapat diases yaitu:
a. Kelancaran (fluency); kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide
b. Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility); kemampuan menghasilkan ide-ide
beragam
c. Kerincian atau elaborasi (elaboration); kemampuan mengembangkan,
membumbui, atau mengeluarkan sebuah ide
d. Orisinalitas (originality); kemampuan untuk menghasilkan ide yang tak biasa
di antara kebanyakan atau jarang.
Menurut Kvashny (dalam Awaludin, 2007) bahwa variabel kreativitas
seperti fluency, elaboration, flexibility, originality harus termuat dalam kurikulum.
Oleh karena itu guru perlu menyediakan waktu dalam pembelajaran di kelas agar
siswa mampu melatih kemampuan berpikir kreatif yang bisa berakibat
meningkatnya prestasi belajar siswa.
Seperti diungkapkan oleh Munandar (1990) bahwa kemampuan kreatif
merupakan hasil belajar yang terungkap secara verbal dalam kemampuan berpikir
kreatif dan sikap kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai
19
tingkat kesanggupan berpikir anak untuk menemukan sebanyak-banyaknya,
seberagam mungkin dan relevan, jawaban atas suatu masalah, lentur, asli dan
terinci, berdasar data dan informasi yang tersedia.
Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek,
yaitu:
a. Aspek Pribadi
Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang
unik dengan lingkungannya.
b. Aspek Pendorong
Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan
dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan.
c. Aspek Proses
Ditinjau sebagai proses, menurut Torrance (1988) kreativitas adalah proses
merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis,
kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-
hasilnya.
d. Aspek Produk
Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari
proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.
Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. Proses kreatif
menurut Porter & Hernacki (2001) dalam bukunya Quantum Learning mengalir
melalui lima tahap, tahap-tahap tersebut sebagai berikut:
20
1. Persiapan: mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.
2. Inkubasi: mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
3. Iluminasi: mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.
4. Verifikasi: memastikam apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah.
5. Aplikasi: mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut
Sedangkan proses kreatif menurut David Cambell urutannya sebagai
berikut:
1. Persiapan (preparation): meletakan dasar, mempelajari latar belakang
masalah, seluk beluk dan problematikanya. Persiapan untuk kreativitas itu
kebanyakan dilakukan atas dasar “minat”. Kesuksesan orang-orang besar
tercapai dan bertahan, bukan oleh loncatan yang tiba-tiba, tetapi dengan usaha
keras.
2. Konsentrasi (concentration): sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap
dalam perkara yang dihadapi. Orang-orang kreatif biasanya serius,
perhatiannya tercurah dan pikirannya terpusat pada hal yang mereka kerjakan.
Tahap konsentrasi merupakan waktu pemusatan, waktu menimbang-nimbang,
waktu menguji, waktu awal untuk mencoba dan mengalami gagal, trial dan
error .
3. Inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan perkara,
istirahat, waktu santai. Inkubasi merupakan saat di mana sedikit demi sedikit
kita bebaskan dari kerutinan berpikir, kebiasaan bekerja, kelaziman pemakai
cara.
21
4. Iluminasi: mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja,
jawaban baru. Bagian paling nikmat dalam penciptaan. Ketika segalanya jelas,
hubungan kaitan perkara gamblang, dan penerangan untuk pemecahan
masalah, jawaban baru tiba-tiba tampak laksana kilat. Reaksi keberhasilan itu
biasanya tidak hanya terasa di batin, tetapi juga diungkapkan keluar secara
fisik.
5. Verifikasi/ Produksi: memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan
masalah. Kalau sudah menemukan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian,
cara kerja baru, kita harus turun tangan mewujudkannya. Kecakapan kerja
merupakan bagian penting dalam karya kreatif. Betapapun banyak ide,
gagasan, ilham, impian bagus-bagus yang ditemukan, jika tidak dapat
diwujudkan, semuanya akan lenyap bagai embun diterjang sinar matahari.
2. Koneksi Matematik
Koneksi matematik merupakan bagian penting yang harus mendapat
penekanan di setiap jenjang pendidikan. Karena dengan koneksi matematik berarti
siswa harus bisa mengaitkan ide-ide antar topik matematika, keterkaitan
matematika dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
siswa memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dan
bukan sebagai kumpulan topik yang tidak saling berkaitan.
Dijelaskan juga oleh Sumarmo (2003) bahwa koneksi matematik
merupakan kegiatan yang meliputi: mencari hubungan antara berbagai
representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematik;
22
menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari;
memahami representasi ekuivalen konsep yang sama; mencari koneksi satu
prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; menggunakan koneksi antar
topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.
Untuk dapat melakukan koneksi, terlebih dahulu harus mengerti dengan
permasalahannya dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat
koneksi dengan topik-topik yang terkait. Untuk memahami suatu obyek secara
mendalam seseorang harus mengetahui: (1) obyek itu sendiri; (2) relasinya dengan
obyek lain yang sejenis; (3) relasi dengan obyek lain yang tak sejenis; (4) relasi
dual dengan obyek dengan obyek lainnya yang sejenis; dan (5) relasi dengan
obyek dalam teori lainnya (Michener dalam Sumarmo, 1994).
Menurut NCTM (2000) terdapat tiga tujuan koneksi matematik di sekolah,
yaitu: Pertama, memperluas wawasan pengetahuan siswa. Dengan koneksi
matematik, siswa diberikan suatu materi yang bisa menjangkau ke berbagai aspek
permasalahan baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga pengetahuan yang
diperoleh siswa tidak bertumpu pada materi yang sedang dipelajari saja. Kedua,
memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan sebagai
materi yang berdiri-sendiri. Secara umum, materi matematika terdiri atas aljabar,
geometri, trigonometri, aritmetika, kalkulus dan statistika dengan masing-masing
materi atau topik yang ada di dalamnya. Masing-masing topik tersebut bisa
dilibatkan atau terlibat dengan topik lainnya. Ketiga, menyatakan relevansi dan
manfaat baik di sekolah maupun di luar sekolah. Melalui koneksi matematik,
siswa diajarkan konsep dan keterampilan dalam memecahkan masalah dari
23
berbagai bidang yang relevan, baik dengan bidang matematika itu sendiri maupun
dengan bidang di luar matematika.
New Jersey State Board of Education (1996) menyebutkan beberapa
indikator koneksi diantaranya sebagai berikut:
1. Melihat matematika sebagai suatu integrasi yang utuh bila membandingkan
suatu rangkaian topik dan aturan yang tidak berhubungan (terputus).
2. Menghubungkan konsep matematis pada konsep dasar siswa.
3. Menggunakan model, alat hitung (misalnya kalkulator), dan alat matematik
yang lain untuk mendemonstrasikan koneksi diantara berbagai grafik yang
ekuivalen, konkrit, dan menyajikan konsep matematik secara lisan.
4. Mengenali dan menerapkan konsep pemersatu dan proses yang disusun secara
matematik.
5. Menggunakan proses dari model matematik di dalam matematik dan disiplin
ilmu lain dan mendemonstrasikan pemahaman dan metodologinya, jumlah dan
batas-batas.
6. Menerapkan secara matematika pada kehidupan sehari-hari dan dalam konteks
berdasarkan pekerjaan (karier).
7. Mengenali pada disiplin ilmu lain dalam model matematis yang mungkin bisa
diterapkan, dan menerapkan model yang sesuai, penalaran matematis, dan
pemecahan masalah pada situasi.
8. Mengenali bagaimana matematika menjawab untuk perubahan kebutuhan
masyarakat, melalui pembahasan dari sejarah matematik.
24
Secara umum koneksi matematik diklasifikasikan menjadi tiga macam
yang meliputi:
1. Koneksi antar topik dan proses matematika
2. Koneksi antar konsep matematika
3. Koneksi antar konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari
Dari pengklasifikasian tersebut dapat dikatakan bahwa ruang lingkup
matematika tidak hanya mencakup permasalahan yang berkaitan dengan bidang
studi matematika saja tetapi meliputi bidang studi lain dan dengan kehidupan
sehari-hari. Hal ini diperkuat oleh pendapat Bruner (dalam Kusuma, 2003) yang
mengemukakan bahwa tak ada konsep atau operasi yang tak terkoneksi dengan
konsep atau operasi lain dalam sistem, karena merupakan suatu kenyataan bahwa
esensi matematika merupakan sesuatu yang terkait dengan sesuatu yang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam pelajaran matematika perlu adanya
penekanan pada materi yang memunculkan keterkaitan, baik dengan matematika
itu sendiri , disiplin ilmu lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari.
Coxford (dalam Herliani, 2006) merumuskan tiga aspek yang terkait
dengan koneksi matematik, yaitu: (1) tema-tema yang menyatukan (unifying
themes), (2) proses matematik (mathematical processes), dan (3) penghubung-
penghubung matematik (mathematical connectors). Ketiganya diuraikan sebagai
berikut:
1. Tema-tema yang menyatukan (unifying themes)
Tema-tema yang menyatukan seperti: perubahan, data, dan bentuk, dapat
digunakan untuk menarik perhatian terhadap sifat dasar matematika yang
25
berkaitan. Munculnya perubahan dapat terjadi antar topik dalam matematika,
misalnya antara aljabar, geometri matematika diskret dan kalkulus.
2. Proses Matematik
Aspek proses matematik dari koneksi matematik meliputi: representasi,
aplikasi, problem solving dan reasoning. Empat kategori aktivitas ini akan
terus berlangsung selama seseorang mempelajari matematika. Agar siswa
dapat memahami konsep secara mendalam, mereka harus membuat koneksi
diantara representasi.
3. Penghubung-penghubung matematik
Fungsi, matriks, algoritma, grafik, variabel, perbandingan dan transformasi
merupakan ide-ide matematik yang menjadi penghubung ketika mempelajari
topik-topik matematika yang lebih luas.
Lebih jauh lagi kemampuan–kemampuan yang diharapkan setelah siswa
mendapatkan pembelajaran yang menekankan aspek koneksi matematik, menurut
standar kurikulum NCTM adalah sebagai berikut :
• Siswa dapat menggunakan koneksi antar topik matematika.
• Siswa dapat menggunakan koneksi antara matematika dengan disiplin ilmu
lain.
• Siswa dapat mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama.
• Siswa dapat menghubungkan prosedur antar representasi ekuivalen.
• Siswa dapat menggunakan ide-ide matematika untuk memperluas pemahaman
tentang ide-ide matematika lain.
26
• Siswa dapat menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk
menyelesaikan masalah yang muncul pada disiplin ilmu lain.
• Siswa dapat mengeksplorasi masalah dan menjelaskan hasilnya dengan grafik,
numerik, fisik, aljabar, dan model matematika verbal atau representasi.
Dengan demikian, agar siswa berhasil dalam belajar matematika, siswa
harus lebih banyak diberi kesempatan melihat kaitan-kaitan tersebut. Ini artinya
sangatlah penting siswa diberikan latihan soal-soal yang berkaitan dengan kon
eksi matematik agar didapat hasil belajar yang meningkat.
3. Strategi Pembelajaran Think – Talk – Write
Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996 : 82), ini pada
dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan think-
talk-write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan
dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide
(sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika
dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 4 – 6 siswa.
a) Think ( Berpikir)
Proses berpikir merupakan proses yang dimulai dari penemuan informasi
(dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali
informasi dari ingatan siswa (Marpaung, dalam Budiarto dan Hartono, 2002: 481).
Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi tiga
langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan
penarikan kesimpulan.
27
Makna dan proses berpikir dapat ditinjau dari dua sisi pandangan yang
berbeda yakni pandangan filsafat dan psikologi. Para ahli filsafat memandang
bahwa otak manusia (mind) sebagai tempat muncul serta tumbuhnya alasan-alasan
dan nalar. Bidang filsafat memberikan penekanan lebih besar pada studi tentang
berpikir kritis (critical thinking) melalui analisis terhadap argumen serta aplikasi
logik. Sementara ahli psikologi lebih memfokuskan pengkajiannnya mengenai
berpikir pada aspek mekanismenya (mechanism of mind). Lebih khusus lagi, ahli
psikologi kognitif cenderung memberi penekanan pada berpikir kreatif yaitu
bagaimana ide-ide yang merupakan hasil proses berpikir dihasilkan oleh otak
manusia (Suryadi, 2005: 17).
Menurut Marzano, dkk, (dalam Marzuki, 2006) bahwa berpikir yang
dilakukan manusia meliputi lima dimensi yaitu:
a) Metakognisi, merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada
saat melakukan tugas tertentu dan kemudian menggunakan kesadaran tersebut
untuk mengontrol apa yang dilakukan.
b) Berpikir kritis dan kreatif, merupakan dua komponen yang sangat mendasar.
Berpikir kritis merupakan proses penggunaan kemampuan berpikir secara
efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat , mengevaluasi, serta
mengambil keputusan tentang apa yang diyakini serta dilakukan. Sedangkan
berpikir kreatif merupakan kemampuan yang bersifat spontan , terjadi karena
adanya arahan yang bersifat internal dan keberadaannya tidak bisa diprediksi.
28
c) Proses berpikir, memiliki delapan komponen utama yaitu pembentukan
konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, penelitian, penyusunan dan berwacana secara oral.
d) Kemampuan berpikir utama, juga memiliki delapan komponen yaitu:
memfokuskan, kemampuan mendapatkan informasi, kemampuan mengingat,
kemampuan mengorganisasikan, kemampuan menganalis, kemampuan
menghasilkan, kemampuan mengintegrasi, serta kemampuan mengevaluasi.
e) Berpikir matematik tingkat tinggi, pada hakekatnya merupakan non-
prosedural yang antara lain mencakup hal-hal berikut: kemampuan mencari
dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-fakta, kemampuan
membuat ide-ide matematik, kemampuan berpikir dan bernalar secara
fleksibel, serta menetapkan bahwa suatu pemecahan masalah bersifat logis.
Pada tahap Think siswa membaca teks berupa permasalahan-
permasalahan. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan
jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang
terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan
bahasanya sendiri.
Menurut Wiederhold (dalam Ansari, 2003) membuat catatan berarti
menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu
belajar rutin membuat catatan setelah membaca, akan merangsang aktivitas
berpikir sebelum, selama dan sesudah membaca sehingga dapat mempertinggi
pengetahuan, dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan menulis.
29
Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu
permasalahan, kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Menurut Narode
(dalam Ansari, 2003) dalam strategi ini teks bacaan seringkali disertai panduan
yang bertujuan untuk mempermudah diskusi dan mengembangkan pemahaman
konsep matematika siswa .
b) Talk ( Berbicara)
Setelah tahap think selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “talk”
yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka
pahami. Mengapa talk penting dalam matematika? talk penting karena:
a) Tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan
matematika sebagai bahasa manusia.
b) Pemahaman matematik dibangun melaui interaksi dan konversi (percakapan)
antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna.
c) Cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah dengan talk.
d) Pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking. Dalam proses ini
pikiran seringkali dirumuskan, dilkarifikasi atau direvisi.
e) Internalisasi ide (internalizing ideas). Dalam proses konversi matematika
internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah.
f) Meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.
(Disarikan dari Corwin, 2002; Szetela, 1993)
Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan
tentang penyelidikannya pada tanap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan,
rnenyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi
30
kelompok. Dengan adanya sharing ide-ide dalam diskusi kelompok diharapkan
muncul koneksi-koneksi antar topik dalam matematika atau koneksi dengan
bidang studi yang lain. Kemajuan koneksi matematik akan terlihat pada dialognya
dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi
mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain.
Dengan demikian fase (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk
terampil berbicara. Pada umumnya menurut Huinker & Laughlin (1996),
berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak. Proses
komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses
komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum
menulis. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan
berkomunikasi dalam matematik, sekaligus mereka berpikir bagaimana cara
mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu ketrampilan berkomunikasi
dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya melalui tulisan.
Selanjutnya berkomunikasi atau berdialog baik antar siswa maupun dengan guru
dapat meningkatkan pemahaman.
c) Write ( Menulis)
Selanjutnya fase “write” yaitu menuliskan hasil diskusi/dialog pada
lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berati
mengkonstruksi ide, setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian
mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu
merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang
31
materi yang ia pelajari (Shield & Swinson, 1996). Pada fase ini kreativitas anak
sangat diperlukan untuk menuliskan hasil diskusinya. Selain itu Masingila &
Wisniowska (1996), mengemukakan aktivitas menulis siswa bagi guru dapat
memantau:
a) Kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama.
b) Keterangan nyata dari prestasi siwa.
Aktivitas siswa selama phase ini adalah:
a) Menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk
perhitungan.
b) Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik
penyelesaiannya ada yang menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar
mudah dibaca dan ditindaklanjuti.
c) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun
perhitungan yang ketinggalan.
d) Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan
terjamin keasliannya.
Adapun peranan dan tugas guru dalam mengefektifkan stategi think – talk
– write ini , sebagaimana yang dikemukan Silver & Smith (1996 : 21) adalah:
a) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan
menantang setiap siswa berpikir.
b) Mendengarkan secara hati-hati setiap ide siswa.
c) Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan
d) Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.
32
e) Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan,
menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan
kesulitan.
f) Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan
kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.
Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi Think - Talk - Write adalah
sebagai berikut:
a) Guru membagikan teks bacaan berupa Lembar Aktivitas Siswa yang memuat
permasalahan dan petunjuk pelaksanaannya.
b) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara
individual (think).
c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk
membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan
belajar.
d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapat dari hasil diskusi
(write).
e) Guru meminta perwakilan dari salah satu kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
f) Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari permasalahan yang diberikan.
33
d) Prosedur pelaksanaan pembelajaran strategi Think – Talk – Write :
Talk: Berdiskusi dalam group untuk membahas catatan kecil
Think: membaca LKS dan membuat catatan kecil
Start
Guru memberi pengarahan tentang prosedur pelaksanaan
pembelajaran TTW
Diberikan permasalahan
Write: Mengkonstruksi pengetahuan secara individu, hasil dari diskusi kelompoknya
Guru meminta perwakilan dari suatu kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusinya
Stop
Kesimpulan: Dibuat bersama guru dengan siswa
Siswa mampu menggunakan koneksi matematik dan dapat berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan dalam matematika
34
e) Penelitian Yang Relevan
Teori belajar yang mendasari pembelajaran dengan strategi think – talk -
write antara lain adalah teori belajar konstruktivisme dari Vygotsky (dalam
Helmaheri, 2004) mengatakan: bahwa bahasa merupakan aspek sosial.
Pembicaraan yang bersifat egosentrik dari anak merupakan permulaan dari
pembentukan kemampuan berbicara yang pokok ( inner speech) yang akan
menjadi alat berpikir. Inner speech berperan dalam pembentukan pengertian
spontan. Pengertian spontan mempunyai dua segi yaitu pengertian dalam diri
sendiri dan pengertian untuk orang lain. Anak akan berusaha mengungkapkan
pengertian yang mereka miliki dengan simbul yang sesuai untuk berkomunikasi
dengan orang lain.
Teori lain yang mendasari pembelajaran dengan strategi think – talk –
write adalah konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut :
a) Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa
membentuk pengetahuan sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya,
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru kedalam pikiran. Akomodasi adalah penyusunan kembali
(modifikasi) struktur kognitif karena adanya informasi baru, sehingga
informasi itu mempunyai tempat.
b) Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan lingkungannya.
Adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara penyerapan informasi baru
dengan informasi yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Andaikan dengan
proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaftasi dengan
35
lingkungannya, terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibatnya
terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan susunan
dari struktur baru timbul.
c) Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium – equilibrium).
Tetapi bila tejadi kembali kesetimbangan, maka individu itu berada pada
tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya (disarikan dari
Ruseffendi, 1988:133; Dahar, 1989: 151).
Dari pandangan di atas dapat dikatakan, teori konstruktivisme menegaskan
bahwa, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa, ini berarti siswa itu sendiri harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuan berdasarkan perkembangan tahap berpikirnya. Piaget (dalam
Dahar,1989) mengatakan, seorang anak dapat menalar apa yang dialaminya
melalui mekanisme asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium. Sementara Vygotsky
(Ginsburg at al. 1998) mengatakan, belajar dilakukan dalam interaksinya dengan
lingkungan sosial maupun fisik seseorang.
Menurut Nurhadi (dalam Pujiastuti, 2008) bahwa dalam konstruktivisme,
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Guru tidak akan mampu memberikan pengetahuan
kepada siswa. Oleh karena itu siswa harus bisa mengkonstruksikan
pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalamnnya masing-masing.
36
Pandangan lain mengenai konstruktivisme, menurut Suharta (dalam
Hidayat, 2004) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika menurut
pandangan konstuktivisme adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsi-prinsip matematika sesuai dengan
kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Dalam pembelajaran ini siswa
secara individu menemukan konsep-konsep atau informasi yang kompleks yang
selanjutnya konsep tersebut diorganisasikan dalam benaknya untuk menjadi
miliknya sendiri.
Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah keterlibatan anak secara
aktif membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur, seperti membaca,
berpikir, mendengar, berdiskusi, mengamati dan melakukan eksperimen terhadap
lingkungan serta melaporkannya. Dengan demikian ciri-ciri pembelajaran yang
berbasis konstruktivisme sangat sesuai dengan strategi think-talk- write, sehingga
peranan guru dalam strategi ini sebagai stimulan of learning benar-benar dapat
membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dan berhubungan
dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Juniawati (2005) aspek yang diukur adalah hasil belajar
matematik. Adapun kesimpulan yang didapat dalam penelitiannya adalah hasil
belajar siswa pandai kelas eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan hasil
belajar kelas kontrol, dan hasil belajar siswa lemah kelas eksperimen lebih baik
jika dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol.
37
Penelitian lain yang dilakukan oleh Aryani (2006) aspek yang diukur
adalah penalaran matematik. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write cukup efektif dalam
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa terutama bagi mereka yang
memiliki kemampuan tingkat tinggi. Sedangkan untuk siswa yang memiliki
kemampuan tingkat menengah ke bawah penerapan dengan strategi Think-Talk-
Write kurang dapat membantu dalam meningkatkan penalaran matematis siswa.
Maheswari (2008) juga melakukan penelitian dengan menggunakan
strategi Think-Talk-Write, adapun aspek yang diukur adalah pemecahan masalah
matematis. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitiannya adalah kemampuan
pemecahan masalah pada siswa kelas eksperimen lebih baik setelah diterapkannya
strategi Think-Talk-Write. Respon siswa terhadap strategi ini sebagian besar
menunjukkan respon yang positif. Sedangkan aktivitas siswa lebih dominan,
daripada aktivitas guru.
Beberapa tahun sebelumnya, Helmaheri (2004) juga melakukan penelitian
dengan strategi Think-Talk-Write dan aspek yang diukur adalah komunikasi dan
pemecahan masalah dalam kelompok kecil. Penelitian ini merupakan eksperimen
dengan 2 kelompok sampel tanpa pretes dengan alasan materinya baru, tetapi
untuk melihat kemampuan awal diberikan materi prasarat. Kesimpulan yang
didapat adalah kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematik siswa
yang belajar dengan strategi Think-Talk-Write dalam kelompok kecil berada pada
kriteria sedang mendekati baik, sedangkan siswa yang belajar dengan cara biasa
masih termasuk dalam kategori cukup.
38
Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang sama penelitian juga
dilakukan oleh Mudzakir (2006). Aspek yang diteliti adalah mengenai
kemampuan representasi matematik beragam. Sedangkan kesimpulan yang
didapat adalah kemampuan siswa dalam membuat representasi kata-kata cukup
baik tetapi masih belum optimal dan hanya ada sebagian kecil siswa dari level
tinggi selain mampu menyelesaikan soal-soal dengan proses aljabar juga dapat
menggunakan representasi tabel atau grafik.
Penelitian lain yang senada dengan penelitian-penelitian di atas, juga
dilakukan oleh Ansari (2003), dengan mengambil aspek yang diukur adalah
pemahaman dan komunikasi matematik. Dalam penelitiannya diambil sampel
yang terdiri dari 3 tingkatan, yaitu sekolah dengan kemampuan tingkat tinggi,
sekolah dengan kemampuan tingkat sedang, dan sekolah dengan kemampuan
tingkat rendah. Dan kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah strategi
pembelajaran Think-Talk-Write dalam kelompok kecil lebih besar pengaruhnya
bagi siswa yang berpengetahuan awal tergolong menengah ke atas, dan relatif
kecil bagi siswa yang tergolong bawah dalam upaya menumbuhkembangkan
kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik.
B. Kerangka Berpikir
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa manusia kreatif sangat
dibutuhkan dalam mengantisipasi dan merespon secara efektif ketidak menentuan
perubahan dunia saat ini. Tetapi selama ini kreativitas dalam matematika kurang
39
mendapat perhatian. Padahal komponen berpikir kreatif adalah kemampuan yang
sangat penting bagi seseorang untuk memecahkan suatu permasalahan.
Selain aspek berpikir kreatif hal lain yang juga perlu mendapat perhatian
adalah koneksi matematik siswa. Karena sesuai dengan NCTM (1989) yang
menyatakan bahwa, melalui koneksi matematik maka pengetahuan siswa akan
diperluas, siswa akan memandang matematika sebagai kesatuan yang utuh bukan
sebagai materi yang berdiri sendiri, serta siswa akan menyadari kegunaan dan
manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Dengan demikian siswa tidak hanya bertumpu pada salah satu konsep atau
materi matematika yang sedang dipelajari, tetapi secara tidak langsung siswa
memperoleh berbagai konsep pengetahuan yang berbeda. Jadi sangatlah penting
agar siswa dapat mengkoneksikan antara ide-ide yang akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Berpijak dari kedua permasalahan tersebut maka penulis bermaksud
meningkatkan aspek berpikir kreatif dan koneksi matematik dengan menggunakan
strategi pembelajaran think-talk-write, dengan alasan bahwa dengan strategi
pembelajaran think-talk-write siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya
sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan. Dengan demikian
kreativitas siswa lebih meningkat, begitupun dengan koneksi matematiknya
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
40
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis penelitian ini penulis perinci sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran
Think – Talk – Write meningkat secara signifikan.
2. Kemampuan koneksi matematik dari siswa yang mendapatkan strategi
pembelajaran Think – Talk – Write meningkat secara signifikan.
3. Sikap siswa terhadap strategi pembelajaran Think – Talk – Write responnya
positif.