bab ii tinjauan pustaka 2.1 beras -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras
Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar
20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis
bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa
dormansinya lama (Haryadi, 2006).
Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras
sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi
sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras
ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi,
2006).
Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia.
Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya
netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan
kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang
penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).
Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang
menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan
cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat
penyosoh (Astawan, 2004).
Menurut Hadrian (1981), beras merupakan suatu bahan makanan yang
merupakan sumber pemberi energi untuk umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung
Universitas Sumatera Utara
oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai
nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80%
dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.
Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan
makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal
dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang
bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah
pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat.
Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan
mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat
pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi
kesehatan (Haryadi, 2006).
2.1.1 Proses Pasca Panen
Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih
longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh
penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama
penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami
keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat
penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk
mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).
Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena
metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus.
Metabolisme dikatalisa oleh enzim-enzim yang masih aktif setelah padi dipanen.
Universitas Sumatera Utara
Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan
kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah),
perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.
Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga
dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).
Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras
pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam
tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas
beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan
terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).
Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan.
Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah
lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan
senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih
banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan
juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).
Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan
gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung
digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan
beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi,
2006).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Komposisi Gizi Beras
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan
karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti
kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).
Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%
karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak,
serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian
gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,
mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).
Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering
beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari
berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras
terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati
(Haryadi, 2006).
Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat
dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%;
beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa
tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano,
1994).
Protein merupakan penyusun utama kedua beras setelah pati. Beras pecah
kulit mengandung protein sekitar 8% pada kadar air 14% dan sekitar 7% pada beras
Universitas Sumatera Utara
giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan
piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g. Vitamin-
vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya
riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A
dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras
giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor,
magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi
(Haryadi, 2006).
Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan)
No. Komposisi Gizi Beras Giling
1. Energi (kal) 360
2. Protein (gr) 6,8
3. Lemak (gr) 0,7
4. Karbohidrat (gr) 78,9
5. Kalsium (mg) 6
6. Fosfor (mg) 140
7. Besi (mg) 0,8
8. Vitamin A (SI) 0
9. Vitamin B1 (mg) 0,12
10. Vitamin C (mg) 0
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005
2.1.3 Sifat-Sifat Beras
2.1.3.1 Sifat Fisikokimia
Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa
nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah
gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras.
Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan berkorelasi negatif
Universitas Sumatera Utara
dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang
mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya
beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak
(Juliano, 1994).
Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan
dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan
dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air,
viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,
melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak,
dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).
Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan
amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).
2.1.3.2 Mutu Beras
Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula
mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang
meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).
Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies
dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan,
dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).
Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh
sebagian besar pedagang beras. Tingkatan mutu yang berlaku di masyarakat sangat
Universitas Sumatera Utara
beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar
ketampakan dan kemurnian biji.
a. Mutu giling
Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling,
rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras.
(Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991).
b. Mutu rasa dan mutu tanak
Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan
mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika
Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam
pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah
perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi
parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.
c. Mutu gizi
Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil
konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral,
dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.
d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji
Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman
endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih buram, baik pada sisi dorsal
Universitas Sumatera Utara
biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras
yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.
2.1.4 Beras Berklorin
Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada
produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah
jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras.
Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya
wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat
kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).
Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah
diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil
peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun
drastis.
Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih,
mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih
kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat
yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang
mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):
1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia
2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih
3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau
4. Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi
sudah menimbulkan bau tidak sedap.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Program Raskin
Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah
tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban
finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan
Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007,
Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah
tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).
Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal
menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini
berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga
sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini
awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun
kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial,
khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk,
2012).
Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik
Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan
kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan
beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka
Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras setiap
tahunnya.
Universitas Sumatera Utara
Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted
kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah
menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan
untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat
miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik
(BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang
kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008.
Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari
RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011, RTS-
PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah
tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan
pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam
pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat
pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab
pelaksanaan distribusi beras sampai dengan titik distribusi (umumnya di kantor
Universitas Sumatera Utara
desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras
dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012).
Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan
pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran
Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin.
Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin
adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat,
Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas
(Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik
distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama
pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM
mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per
distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus
dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik
distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi
distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu
kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).
Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi
baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang
diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila
terpenuhinya persyaratan kualitas yang sesuai dengan kualitas beras BULOG
(Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Zat Pemutih (Klorin)
Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama
digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif
bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).
Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium
Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai
penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan
cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau
yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium
Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma
khas dan menyengat (Parnomo, 2003).
Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis
penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih
kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.
a. Bahan Pemutih Pakaian
Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat
mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi
putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat
pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian
diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika
terkena mata.
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan pemutih kulit
Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita
agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda
dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh
bahan pemutih kulit.
c. Bahan pemutih makanan
Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan
terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan
bersih dan tidak kusam warnanya.
Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat,
kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi
pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih. Fungsi bahan
pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi
ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti
atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.
Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak
berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan
menyebabkan rusaknya makanan.
2.3.1 Kegunaan Klorin
Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat
pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida,
pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya. Kebanyakan klorin diproduksi untuk
digunakan dalam pembuatan senyawa klorin untuk sanitasi, pemutihan kertas,
Universitas Sumatera Utara
desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan
klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).
Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu
kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin
akan berwujud gas (Fitrah, 2008).
Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator
maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan
dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu
bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).
Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut:
1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,
kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air
minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia
dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang
harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang
kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi
alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.
2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai
cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian
dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas
klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga
membentuk natrium hipoklorit (NaOCl) yang disebut zat pemutih).
Universitas Sumatera Utara
3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan
sebagai senjata kimia pada perang dunia II.
2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan
Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi
kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif
dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru.
Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan
mempunyai efek karsinogenik.
Klorin merupakan zat asam yang korosif. Klorin akan berperan sebagai iritan
kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).
Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan
lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada
konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah
terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):
1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran
pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma.
2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin
dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat
keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan
mata terbakar.
Universitas Sumatera Utara
3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut
U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat
sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan
dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang
terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan
klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker
darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem
pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit
dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin
yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.
2.3 Kebiasaan Pencucian Beras
Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul
ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari
proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada
beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam
jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima
(Khalimah, 2010).
Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya
beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat
dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari
beras yang dimasak tanpa dicuci kemungkinan memiliki aroma dan rasa yang kurang
disukai karena masih mengandung bekatul. Selain itu, mungkin juga lebih cepat basi.
Universitas Sumatera Utara
Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat
gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).
Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan
ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang
zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa
pertumbuhannya (Sitorus, 2009).
Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang
bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja.
Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu,
kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua
tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan
tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya.
Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok
(Sitorus, 2009).
Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada
beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras
sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa
bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan
hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).
Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian
yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak
pencucian yang dilakukan, maka kemungkinan akan hilangnya klorin pada beras juga
Universitas Sumatera Utara
semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin
itu sendiri.
Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras
sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal
ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu
hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut
ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras
berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.
Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak.
Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk
keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak
dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan
terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B
(Lukman, 2010).
Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air
bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan
terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja,
tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).
2.5 Kerangka Konsep
Pada kerangka konsep berikut dapat dilihat bahwa peneliti ingin mengetahui
kebiasaan pencucian raskin di masyarakat dan residu klorinnya. Kebiasaan yang akan
dilihat mulai dari bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air
Universitas Sumatera Utara
cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan
pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami
penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali
penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat
larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat
seberapa besar residu klorin dalam beras.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Kebiasaan pencucian di
masyarakat:
1. Cara mencuci
2. Frekuensi penggantian
air cucian
Residu Klorin
pada raskin
Universitas Sumatera Utara